ABSTRAK
PERBANDINGAN RENTANG GERAK SENDI PASIEN
OSTEOARTHRITIS LUTUT SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN LATIHAN RENTANG GERAK SENDI SECARA AKTIF DAN PASIF SELAMA SATU BULAN DI BANDAR
LAMPUNG Oleh
Rizky Indria Lestari
Osteoarthritis lutut merupakan penyakit degeneratif berupa peradangan pada sendi lutut yang disebabkan oleh banyak faktor dan mengakibatkan keluhan berupa penurunan rentang gerak sendi selain adanya nyeri, kekakuan sampai gangguan aktivitas fungsional bagi penderitanya. Selain pengobatan yang bersifat farmakologis, guna memperbaiki keadaan pasien, umumnya pasien disarankan untuk menjalani fisioterapi secara rutin berupa micro wave diathermy dan latihan rentang gerak sendi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan rentang gerak sendi pasien osteoarthritis lutut sebelum dan sesudah terapi micro wave diathermy dan latihan rentang gerak sendi secara aktif dan pasif selama satu bulan di RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung. Desain yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode pendekatan kohort prospektif. Analisa statistik menggunakan Paired-T Test, dimana dari total responden sejumlah 24 orang yang didominasi oleh perempuan dengan rerata usia 62 tahun, diperoleh nilai p<0,05 untuk masing-masing kemampuan fleksi dan ekstensi lutut responden, yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kemajuan rentang gerak sendi fleksi dan ekstensi responden setelah menjalani terapi micro wave diathermy dan latihan rentang gerak sendi secara aktif dan pasif yang dilakukan rutin minimal dua kali dalam satu minggu selama satu bulan.
THE RANGE OF MOTION OF JOINTS COMPARISON KNEE OSTEOARTHRITIS PATIENTS BEFORE AND AFTER TREATMENT
MICRO WAVE DIATHERMY AND RANGE OF MOTION JOINTS EXERCISE IN ACTIVE AND PASSIVE OVER A MONTH IN BANDAR
LAMPUNG By
Rizky Indria Lestari
Knee osteoarthritis is a knee degenerative disease which is caused by several factors and causes the decrease of range of motion of knee joint, besides of pain, rigidity to the interference of functional activity in daily. Besides consuming drugs, to optimize patient condition, doctors usually urge the patient to take some physiotherapy continuously such as micro wave diathermy and range of motion joints exercise. This research aims to know the range of motion of joints comparison knee osteoarthritis patients before and after treatment micro wave diathermy and range of motion joints exercise in active and passive over a month in RSUD Abdul Moeloek and RSU A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung. The design used was observational analitic by using kohort prospective methode as the approach methode. Statistic analyze was using Paired-T test, wherease from 24 people of total respondents who was dominated by women with average of age was 62, gotten the value of p<0,05 for each abilities as flexion and extension of respondents knee, which means that there was a meaningful or significant comparison to the progress of range of motion of the respondents each flexion and extension after having micro wave diathermy and range of motion joints exercise in active and passive which were done continuously twice a week over a month.
PERBANDINGAN RENTANG GERAK SENDI PASIEN
OSTEOARTHRITIS LUTUT SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN LATIHAN RENTANG GERAK SENDI SECARA AKTIF DAN PASIF SELAMA SATU BULAN DI BANDAR
LAMPUNG
Oleh
Rizky Indria Lestari
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 22 November 1994, sebagai anak
pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Ir. Indra Bangsawan dan Ibu Dra. Emilia.
Pendidikan Tanam Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) diselesaikan di Yayasan Perguruan Al-Kautsar Bandar Lampung dari
tahun 1999 sampai dengan tahun 2009. Kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) di SMAN 9 Bandar lampung pada tahun 2009 dan lulus pada
tahun 2012. Selanjutnya penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Perbandingan Rentang Gerak Sendi Pasien Osteoarthritis Lutut Sebelum Dan
Sesudah Terapi Micro Wave Diathermy Dan Latihan Rentang Gerak Sendi Secara Aktif Dan Pasif Selama Satu Bulan Di Bandar Lampung”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akhir dalam rangka menyelesaikan
pendidikan program sarjana kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, sangat sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak dr. Muhartono, M. Kes, Sp. PA selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
2. Bapak dr. Ahmad Fauzi, M. Epid, Sp. OT selaku pembimbing satu skripsi
yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membina,
membimbing, mengarahkan dan memberi masukan demi kesempurnaan
skripsi ini.
3. Ibu dr. Ratna Dewi Puspita Sari, Sp. OG selaku pembimbing dua skripsi yang
juga telah meluangkan waktu, pikiran serta tenaga guna membina,
membimbing, mengarahkan dan memberi masukan dalam penyusunan skripsi
5. Ibu dr. Susianti, M.Sc selaku dosen penguji yang sempat mewakili dr. Novita
Carolia, M. Sc yang juga telah berkanan menyempatkan dan meluangkan
waktu, tenaga serta pikiran dalam memberi masukan dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.
6. Bapak dr. Betta Kurniawan, M. Kes selaku pembimbing akademik penulis
7. Direktur RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung beserta stafnya yang telah
banyak membantu dalam memberikan data-data yang dibutuhkan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Direktur RSU A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung beserta stafnya yang
telah banyak membantu dalam memberikan data-data yang dibutuhkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Ir. Indra Bangsawan dan Ibu Dra. Emilia
yang senantiasa memberikan cinta kasih serta dukungan, motivasi dan doa
tiada henti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Adikku tersayang Andria Novita Sari yang juga senantiasa mendukung,
memotivasi dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabatku (Ajeng Defri, Dika Yunisa, Fetiara Nur, Hanna Insani,
Hera Julia, Istighfariza Shaqina, Nurul Sahana, Ranti Humaera, Sofia Latifah,
Zaraz Obella) dan banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
atas persahabatan, bantuan dan dukungannya selama ini.
12. Kautsar Ramadhan, yang senantiasa mendoakan, membantu, mendukung dan
13. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran
penyusunan skripsi ini.
14. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu kesehatan.
Bandar Lampung, 15 Januari 2016
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... . iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1. 2 Rumusan Masalah ... 4
1. 3 Tujuan Penelitian ... 5
1.3.1 Tujuan Umum ... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sendi Lutut ... 7
2.1.1 Tulang Pembentuk Sendi Lutut ... 8
2.1.2 Ligamentum, Kapsul dan Jaringan Lunak Sekitar Sendi Lutut 9 2.1.3 Biomekanik Sendi Lutut ... 12
2.2 Osteoarthritis Sendi Lutut ... 12
2.2.1 Definisi ... 12
2.2.2 Epidemiologi ... 13
2.2.3 Etiologi ... 13
2.2.4 Patologi ... 16
2.2.5 Gambaran klinis ... 17
2.2.6 Tanda dan Gejala ... 18
2.2.7 Diagnosis ... 19
2.2.8 Diagnosa Banding ... 19
2.2.9 Komplikasi dan Prognosis ... 20
2.3 Rentang Gerak Sendi ... 21
2.3.1 Definisi ... 21
2.3.2 Tujuan Latihan RGS ... 22
2.3.3 Jenis Latihan RGS ... 22
2.3.4 Cara Mengukur RGS Dengan Goniometer ... 24
2.4 Modalitas Fisioterapi Lain ... 26
ii
2.5 Kerangka Penelitian ... 28
2.5.1 Kerangka Teori ... 28
2.5.2 Kerangka Konsep ... 30
2.5.3 Hipotesis ... 30 .
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 31
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 32
3.4 Kriteria Penelitian ... 33
3.5 Definisi Operasional... 34
3.6 Alur Penelitian ... 35
3.7Analisis Data ... 36
3.8Pengajuan Etik Penelitian ... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian . ... 37
4.1.1 Karakteristik Responden ... 38
1. Distribusi Jenis Kelamin Responden . ... 38
2. Distribusi Frkuensi Usia Responden . ... 38
4.1.2 Analisis Univariat . ... 39
1. RGS Lutut Responden Sebelum Intervensi... 39
2. RGS Lutut Responden Sesudah Intervensi …………... 40
4.1.3 Analisis Bivariat ... 41
1. Perbandingan RGS Fleksi Sebelum-Sesudah Intrevensi.... 42
2. Perbandingan RGS Ekstensi Sebelum-Sesudah Intrevensi. 43 4.2 Pembahasan... 45
4.2.1 Analisis Univariat ………... 45
1. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden …... 45
2. Distribusi Frekuensi Usia Responden …………... 45
3. Distribusi RGS Fleksi dan Ekstensi Sebelum Intervensi . 46 4. Distribusi RGS Fleksi dan Ekstensi Sesudah Intervensi .. 48
4.2.2 Analisis Bivariat ………... 49
1. Perbandingan RGS Fleksi dan Ekstensi Sebelum-Sesudah Intervensi ……... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 52
5.2 Saran ... 53
5.2.1 Bagi Layanan Kesehatan.... ... 53
5.1.3 Bagi Perembangan IPTEK Bidang Kesehatan.. ... 53
DAFTAR PUSTAKA
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional ... 35
2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden ... 39
3. Distribusi Frekuensi Usia Responden ... 40
4. Distribusi RGS Lutut Responden Sebelum Intervensi ... 41
5. Distribusi RGS Responden Setelah Intervensi ... 42
6. Uji Normalitas Data RGS Responden Sebelum Dan Sesudah Intervensi .... 43
7. Perbandingan RGS Fleksi Sebelum Dan Sesudah Intervensi ... 44
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tulang Pembentuk Sendi Lutut ... 8
2. Ligamentum Sendi Lutut Tampak Depan ... 11
3. Latihan RGS Ekstensi Sendi Lutut ... 24
4. Latihan RGS Fleksi Sendi Lutut ... 24
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthritis tergolong penyakit degeneratif yang menyerang persendian yang bersifat
kronik, berjalan progresif lambat, namun seringkali tidak menimbulkan reaksi
radang atau hanya menyebabkan inflamasi ringan dan ditandai dengan adanya
deteriorasi serta abrasi tulang rawan sendi, juga diikuti dengan pembentukan
tulang baru pada permukaan sendi (Carter, 2006). Osteoarthritis biasanya
mengenai sendi penopang berat badan seperti pada panggul, lutut dan
vertebra. Namun tidak jarang ditemukan OA yang juga mengenai bahu,
sendi-sendi jari tangan dan pergelangan kaki. Terjadinya OA dipengaruhi
oleh banyak faktor risiko seperti usia, genetik, kegemukan, cedera sendi,
pekerjaan, olah raga, anomali anatomi, penyakit metabolik dan penyakit
inflamasi sendi (Underwood, 2000; Soeroso et al., 2006).
Osteoarthritis diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia, dengan penderita
mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara. Prevalensi OA juga terus
meningkat secara dramatis mengikuti pertambahan usia penderita.
2
berumur lebih dari 65 tahun menderita OA. Prevalensi OA lutut pada
penderita wanita berumur 75 tahun ke atas dapat mencapai 35% dari jumlah
kasus yang ada. Diperkirakan juga bahwa satu sampai dua juta lanjut usia di
Indonesia menjadi cacat karena OA (Soeroso et al., 2006).
Di Indonesia, prevalensi OA mencapai 5% pada populasi usia < 40 tahun,
30% usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia > 61 tahun. Prevalensi OA lutut
sendiri cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita
(Soeroso et al., 2006).
Diagnosis OA biasanya ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis meliputi
riwayat penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan hasil
pemeriksaan radiologis. Anamnesis terhadap pasien OA sendi lutut umumnya
mengungkapkan keluhan-keluhan yang sudah lama, namun berkembang
secara perlahan-lahan. Keluhan-keluhan pasien meliputi nyeri sendi yang
merupakan keluhan utama, hambatan gerakan sendi, kaku pagi yang timbul
setelah imobilitas, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan (Kisner,
1996).
Oleh karenanya, menurut Tortora dan Grabowski (2003), fokus penanganan
OA adalah mengontrol rasa nyeri, proteksi sendi serta mempertahankan
fungsi kualitas gerak. Osteoarthritis merupakan penyakit yang sifatnya
menahun dan menghambat aktivitas penderitanya. Penderita OA akan
kesulitan menggerakkan tubuhnya karena nyeri, dan apabila persendian
tersebut tidak digerakkan dalam waktu yang lama, dapat menimbulkan
digerakkan. Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian
sendi dapat memperparah kondisi tersebut. Penurunan kemampuan sistem
muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas fisik, sehingga akan
mempengaruhi penderita dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Bagi penderita OA lutut, ada beberapa indikator fisik yang berhubungan
dengan fungsi pergerakan, yaitu endurance (daya tahan), muscle strength
(kekuatan otot), gait speed (kecepatan jalan) dan rentang gerak sendi (RGS). Penurunan RGS disebabkan oleh tidak adanya aktivitas fisik. Untuk
mempertahankan RGS sendi pada keadaan normal, otot harus digerakkan
secara optimal dan teratur. Aktivitas RGS juga dianjurkan untuk terapi yang
dapat mempertahankan pergerakan sendi dan jaringan lunak, sehingga
meminimalkan kontraktur (Hudaya, 2002).
Salah satu metode fisioterapi yang umum dilakukan pada pasien OA yakni
latihan RGS yang bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas dan
mobilitas sendi, mengembalikan kontrol motorik, meningkatkan atau
mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak, membantu sirkulasi dan
menutrisi sinovium, serta meminimalisir terjadinya kontraktur terutama pada
ekstremitas yang mengalami paralisis. Manfaat lain yang mungkin diperoleh
dari latihan RGS yaitu mampu memaksimalkan fungsi aktivitas kehidupan
sehari-hari, mengurangi atau menghambat nyeri, mencegah perburukan
sistem neuromuskular, mengurangi gejala depresi dan kecemasan, serta
meningkatkan harga diri dan citra tubuh, juga memberikan kesenangan
4
Selain terapi latihan RGS, terdapat modalitas fisioterapi lain yang
memanfaatkan pancaran radiasi dari gelombang elektromagnetik yang dikenal
dengan terapi Micro Wave Diathermy (MWD). Terapi MWD memiliki manfaat yang tidak jauh berbeda dengan terapi latihan RGS dimana beberapa
efek terapeutik yang dapat diperoleh di antaranya ialah perbaikan sirkulasi
darah lokal, mengurangi kontraktur, meminimalisir nyeri dan perbaikan
konduktifitas jaringan saraf (Azizah, 2008).
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui perbandingan
RGS pasien OA lutut sebelum dan sesudah terapi MWD dan latihan RGS
secara aktif dan pasif selama satu bulan di Rumah Sakit Abdul Moeloek dan
Rumah Sakit Dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah perbandingan RGS pada pasien OA lutut sebelum
dan sesudah terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif selama satu
bulan di RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi Tjokrodipo Bandar
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dapat disusun sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan RGS pada pasien OA lutut sebelum dan
sesudah menjalani terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif
selama satu bulan di RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi RGS pada pasien OA lutut sebelum
menjalani terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif
selama satu bulan di RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung.
2. Mengetahui distribusi RGS pada pasien OA lutut sesudah
menjalani terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif
selama satu bulan di RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung.
3. Mengetahui perbandingan rentang gerak sendi pasien OA lutut
sebelum dan sesudah terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan
pasif selama satu bulan di RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi
6
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi pedoman penatalaksanaan yang
baik dalam peningkatan aktivitas fungsional pada pasien OA lutut.
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian untuk pengembangan IPTEK diharapkan mampu
menyajikan intisari ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya
dalam memberi informasi mengenai sejauh mana kemajuan RGS setelah
dilakukan terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif selama satu
bulan pada pasien OAlutut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sendi Lutut
Lutut merupakan sendi terbesar dari sendi tubuh lainnya. Sendi ini terletak di
antara sendi ankle dan sendi hip yang berperan sebagai stabilisator dan
penggerak. Sendi lutut merupakan sendi sinovium yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : a. Permukaan artikular dilapisi tulang rawan hialin, b.
Mempunyai kapsul sendi, c. Mempunyai membran sinovium yang
memproduksi cairan sinovium, d. Intra-artikular di beberapa sendi terdapat
meniscus yang berfungsi sebagai peredam kejut, e. Persarafan umumnya dari
saraf yang memasok otot-otot yang bekerja pada sendi, f. Akhir saraf atau
nerves ending mechanoreceptors terdapat pada kapsul dan ligamen,
proprioceptor sebagai sensasi posisi dan gerak, serta nociceptor sebagai
sensasi sakit, ada pula ujung saraf simpatik saraf otonom. Semua komponen
tersebut memiliki pembuluh darah sebagai suplai nutrisi, kecuali tulang rawan
sendi yang diketahui memperoleh nutrisi dari cairan sinovium yang juga
8
2.1.1 Tulang Pembentuk Sendi Lutut
Sendi lutut kompleks terdiri atas sendi tibiofemoral, sendi
patelofemoral dan sendi proksimal tibiofibular. Sendi-sendi tersebut
dibentuk oleh beberapa tulang seperti tulang femur, tibia, patela dan
fibula. Untuk tulang femur, pada ujung distal terdiri atas dua kondilus
besar, yakni kondilus medialis dan kondilus lateralis. Lekukan
interkondilaris memisahkan bagian posterior dari kondilus medialis dan
laterlis, serta pada bagian anterior, terdapat alur patela sebagai tempat
patela meluncur. Kedua kondilus tersebut panjangnya tidak sama. Pada
tampak depan, kondilus medial jauh lebih panjang dari pada kondilus
lateral, sehingga ketika berdiri dengan permukaan kondilus femur dan
tibia, akan terbentuk sudut valgus sekitar 10°. Perbedaan panjang kedua
kondilus tersebut berperan dalam rotasi dan mekanisme penguncian
lutut (Darlene & Randolph, 2006). Tulang-tulang pembentuk sendi
lutut dijelaskan pada gambar 1.
Gambar 1. Tulang Pembentuk Sendi Lutut (Putz & Pabtz, 2000)
1 1 1 1 1 2 3 9 8
7 6 4
2.1.2 Ligamentum, Kapsul dan Jaringan Lunak Sekitar Sendi Lutut
1) Ligamentum
Ligamentum mempunyai sifat extensibility dan tensile strength yang
berfungsi sebagai pembatas gerakan dan stabilisator sendi. Lutut
memiliki beberapa ligamentum, di antaranya :
a. Ligametum cruciatum anterior yang berfungsi menahan
hiperekstensi dan menahan bergesernya tibia ke depan,
b. Ligamentum cruciatum posterior, yang berjalan dari lateral
kondilus medialis femorismenuju ke fossa intercondyloidea tibia,
berperan menahan bergesernya tibia ke arah belakang,
c. Ligamentum kolateral fibular yang berjalan dari epicondylus
lateralis ke capitulum fibula yang berfungsi menahan gerakkan
varus,
d. Ligamentum kolateraltibia berjalan dari epicondylus medialis ke
permukaan medial tibia (epicondylus medialis tibia), berfungsi
menahan gerakan valgus. Namun secara bersamaan, fungsi-fungsi
ligamen kolateralmenahan bergesemya tibia ke depan pada posisi
lutut 90°,
e. Ligamentum popliteum obliqum berasal dari kondilus lateralis
femur menuju ke insertio musculus semi membranosus, melekat
pada fascia musculus popliteum,
f. Ligamentum transversum genu membentang pada permukaan
10
2) Kapsul Sendi
Kapsul sendi lutut terdiri dari dua lapisan yaitu : a. tratum fibrosum
yangmerupakan lapisan luar dari kapsul sendi dan berperan sebagai
penutup atau selubung dan b. stratum sinoviumyang bersatu dengan
bursa suprapatelaris. Stratum sinovium ini merupakan lapisan dalam
yang berfungsi memproduksi cairan sinovium untuk melicinkan
permukaan sendi lutut. Kapsul sendi lutut ini termasuk jaringan
fibrosus yang avaskular sehingga jika cedera, sulit untuk proses
penyembuhan.
3) Jaringan Lunak
a. Meniscus
Meniscus lateralis sendi lutut berfungsi untuk : (1) memeratakan
beban, (2) meredam kejut, (3) mempermudah gerakan rotasi, (4)
mengurangi gerakan dan sebagai stabilisator untuk tiap
penekanan, yang kemudian akan diserap dan diteruskan ke sebuah
sendi.
b. Bursa
Bursa merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan
terjadinya gesekan dan gerakan pada sendi. Memiliki dinding
yang tipis dan dibatasi oleh membran sinovium. Ada beberapa
bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain bursa popliteus,
bursa suprapatelaris, bursa infrapatelaris, bursa subcutanea
c. Otot- Otot Penggerak Sendi Lutut
1. Bagian anterior adalah musculus rectus femoris, musculus
vastus lateralis, musculus vastus medialis dan musculus vastus
intermedialis.
2. Bagian posterior adalah musculus biceps femoris, musculus
semitendinosus, musculus semimembranosa dan musculus
gastrocnemius.
3. Bagian medial adalah musculus sartorius, sedangkan bagian
lateral adalah musculus tensor fasciae latae (Putz & Pabts,
2000). Penjelasan untuk ligamentum sendi lutut tampak depan
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Ligamentum Sendi Lutut Tampak Depan (Putz & Pabtz, 2000)
12
2.1.3 Biomekanik Sendi Lutut
Biomekanik adalah ilmu yang mempelajari gerakan tubuh manusia.
Pada sendi lutut, terjadi gerakan secara osteokinematik dan
artrokinematik. Osteokinematik merupakan analisa gerak dimana gerak
dipandang dari tulang pembentuk sendi. Gerakan tersebut terdiri atas
flexi-extensi, eksorotasi-endorotasi lutut dalam posisi flexi dan dapat
diukur dengan goniometer. Sedangkan artrokinematik merupakan
analisa gerak dimana gerak dipandang dari permukaan sendinya.
Disebut juga gerak intra artikular yang terdiri dari gerak traksi,
kompresi, slade atau translasi, roll-slade dan spin (Anwar, 2012).
2.2 Osteoarthritis Sendi Lutut
2.2.1 Definisi
Osteoarthritis (OA) berasal dari bahasa Yunani; osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi, meskipun sebenarnya penderita OA tidak mengalami inflamasi atau
hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoarthritis adalah penyakit
degeneratif persendian dengan berbagai faktor penyebab dan memiliki
karakteristik berupa kerusakan kartilago (Helmi, 2012). Osteoarthritis
biasanya mengenai sendi penopang berat badan (weight bearing) misalnya pada panggul, lutut dan vertebra, namun juga dapat mengenai
bahu, sendi-sendi jari tangan dan pergelangan kaki (Underwood, 2000;
2.2.2 Epidemiologi
Di seluruh dunia, diperkirakan 9,6% pria dan 18% wanita diatas usia 60
tahun menderita OA. Prevalensi OA di Indonesia, yaitu 5% pada usia <
40 tahun, 30% pada usia antara 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61
tahun. Sendi yang paling banyak mengalami OA adalah sendi lutut.
Hampir 80% OA pada usia diatas 60 tahun mengenai sendi lutut
(Anwar, 2012).
Prevalensi OA sendi lutut di Indonesia cukup tinggi dan mempunyai
dampak besar terhadap perkembangan sosial serta ekonomi.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang di Indonesia menderita cacat karena
OA. Osteoarthritis merupakan penyakit yang bersifat kronik, berjalan
progresif lambat, dan ditandai dengan adanya kemunduran serta abrasi
tulang rawan sendi, juga diikuti dengan pembentukan osteofit pada
permukaan persendian (Carter, 2006).
2.2.3 Etiologi
Etiologi pasti dari OA sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Namun demikian, terdapat beberapa faktor predisposisi yang berperan
dalam insidensi OA. Faktor predisposisi tersebut dapat dibedakan
menjadi dua golongan yaitu : 1. faktor predisposisi umum seperti usia,
jenis kelamin, kegemukan, hereditas, hipermobilitas, merokok, densitas
tulang, hormonal dan penyakit rematik lainnya dan 2. faktor mekanik
seperti trauma, bentuk sendi, penggunaan sendi yang berlebihan oleh
14
Menurut Sidartha (1999), faktor predisposisi dari OA adalah sebagai
berikut :
a. Usia
Diketahui bahwa, seiring penuaan yang terjadi pada individu,
kualitas kartilago persendian juga ikut menurun. Kartilago sebagai
bantalan penahan tekanan, semakin tua semakin berkurang
elastisitasnya, hingga mengakibatkan gangguan fungsi.
b. Gangguan mekanik
Trauma langsung atau tidak langsung yang dialami sepanjang masa
menjelang tua, mampu mengakibatkan kerusakan katilago
persendian.
c. Akibat genu valgus atau genu varus
Kecacatan tersebut mengakibatkan kerusakan pada kartilago
persendian, karena berat badan hanya ditumpu oleh sebagian
persendian.
d. Infeksi
Infeksi yang disebabkan oleh virus yang masuk ke dalam tubuh,
kemudian dialirkan oleh darah secara hematogen dan berhenti di
tempat yang disukainya untuk kemudian bereplikasi. Perkembangan
serta invasi yang disebabkan oleh virus tersebut mampu
menyebabkan manifestasi klinis khususnya pada persendian.
e. Metabolic Syndrome
Mitokondria berperan dalam menghasilkan energi yang akan
menghasilkan energi sehingga DNA tidak bisa menyelenggarakan
proses metabolisme tubuh.
f. Kegemukan atau obesitas
Kelebihan berat badan akan menambah beban sendi penopang berat
badan. Pada orang bertubuh gemuk, umumnya akan timbul genu
varus. Hal ini merupakan salah satu penyebab OA.
g. Penyakit Endokrin
Pada pasien dengan hipotiroidisme, terjadi produksi air dan
garam-garam proteoglikan yang berlebih di seluruh jaringan penyokong,
sehingga akan merusak sifat fisik tulang rawan sendi, ligamen,
tendon, cairan sinovium dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa
akan menyebabkan penurunan produksi proteoglikan. Hal tersebut
berpotensi menyebabkan OA.
h. Penyakit sendi lain
Osteoarthritis dapat timbul sebagai akibat dari berbagai penyakit
sendi lain seperti arthritis, arthritis karena infeksi akut, atau infeksi
kronis seperti TBC. Sendi yang terinfeksi tersebut menimbulkan
reaksi peradangan dan mengeluarkan enzim permukaan matrik
rawan sendi oleh membran sinovium dan sel-sel radang.
Berdasarkan kriteria ARA (American Rheumatism Association), OA dapat dilklasifikasikan menjadi : a. osteoarthritis primer, yang
etiologinya idiopatik, dan b. osteoarthritis sekunder, yakni penyebab
OA yang menyertai kelainan kongenital atau kelainan pertumbuhan
16
trauma dan inflamasi seperti pada rheumatoid arthritis (Azizah,
2008).
2.2.4 Patologi
Pada pasien OA, terjadi perubahan lokal kartilago berupa timbulnya
bula atau blister yang menyebabkan serabut kolagen terputus dan
proteoglikan mengalami pembengkakan. Pada tahap lajut, terjadi
perubahan dimana proteoglikan akan tercerai berai dan mengakibatkan
kerusakan pada struktur tulang rawan sendi. Setelah itu, tulang rawan
sendi akan mengadakan reaksi hiperaktivitas dengan pembentukan
jaringan kolagen baru. Namun reaksi ini kadang tidak menolong,
bahkan terjadi disorganisasi sendi yang diikuti dengan absorbsi kapsula
dan berlanjut dalam suatu kondisi sinovitis yang kemudian
menyebabkan terjadinya ankilosis (Hudaya, 2002).
Pada OA terdapat proses degradasi, reparasi dan inflamasi yang terjadi
dalam jaringan ikat. Perubahan-perubahan yang terjadi pada OA adalah
sebagai berikut :
a. Degradasi tulang rawan sendi, timbul sebagai akibat dari
ketidakseimbangan antara regenerasi dan degenerasi tulang rawan
sendi melalui beberapa tahapan di antaranya : fibrasi, pelunakan,
perpecahan, dan pengelupasan lapisan rawan sendi yang dapat
berlangsung cepat maupun lambat. Untuk proses cepat, berlangsung
terjadi selama 20 sampai 30 tahun. Pada akhirnya, permukaan sendi
akan kehilangan lapisan rawan sendi.
b. Osteofit, timbul akibat degenerasi tulang rawan sendi yang kemudian
diikuti dengan reparasi tulang rawan sendi berupa pembentukan
osteofit pada tulang subchondral.
c. Sklerosis subchondral, yakni pemadatan atau penguatan tulang tepat
di bawah lapisan rawan yang mulai rusak.
d. Sinovitis, merupakan inflamasi yang terjadi akibat proses sekunder
degenerasi dan fragmentasi. Sinovitis dapat meningkatkan cairan
sendi. Cairan lutut yang mengandung bermacam-macam enzim akan
tertekan ke dalam celah-celah rawan, dan kemudian mempercepat
proses perusakan tulang rawan (Anwar, 2012).
2.2.5 Gambaran klinis
Secara klinis, OA diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan yakni : a.
subklinis; pada tingkatan ini belum didapati keluhan atau gejala yang
cukup berarti. Kelainan baru terbatas pada tingkat sekunder dan
biokimiawi rawan sendi, b. osteoarthritis manifestasi; pada tingkatan ini
biasanya penderita datang dengan kerusakan rawan sendi bertambah
luas disertai reaksi peradangan. Tanda dan gejala yang muncul adalah
nyeri setelah bergerak beberapa saat serta kaku sendi saat memulai
gerakan, c. osteoarthtritis dekompensasi; pada tingkatan ini rawan sendi
telah rusak sama sekali dan biasanya diperlukan tindakan bedah. Tanda
dan gejala yang muncul adalah rasa nyeri yang timbul saat istirahat,
18
2.2.6 Tanda dan Gejala
Pada umumnya, gejala dan tanda OA adalah sebagai berikut :
(1) Nyeri, merupakan gejala klinis yang paling menonjol. Nyeri pada
sendi lutut, diperberat oleh pemakaian sendi dan menghilang
dengan istirahat. Ada 3 tempat yang membedakan nyeri, yaitu: (a)
sinovum, terjadi akibat reaksi radang yang timbul karena adanya
kristal dalam cairan sendi, (b) kerusakan pada jaringan lunak dapat
berupa robekan ligamen, kapsul sendi dan kerusakan meniscus, (c)
nyeri juga berasal dari tulang akibat rangsangan pada periosteum
karena osteofit merupakan penerima nyeri nosiseptor.
(2) Kaku sendi, juga merupakan gejala yang sering ditemukan pada
pagi hari atau setelah imobilitas dalam waktu yang cukup lama,
bahkan setelah bangun tidur.
(3) Keterbatasan rentang gerak sendi (RGS) yang disebabkan oleh
berbagai macam masalah seperti nyeri, spasme otot dan
pemendekan otot. Keterbatasan RGS semakin bertambah berat
sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
(4) Kelainan bentuk struktur sendi, dapat di temukan pada keadaan
berupa genu varus maupun genu valgus. Bila sudah ditemukan
instabilitas ligamen, mengartikan bahwa telah terjadi kerusakan
progresif dengan prognosis yang buruk.
(5) Gangguan aktivitas fungsional yang disebabkan oleh akumulasi
2.2.7 Diagnosis
Kriteria Actman merupakan salah satu pedoman diagnosis OA sendi
lutut, dimana diagnosis OA dengan gejala nyeri sendi lutut, harus
ditambah tiga dari lima kriteria, yaitu : a. usia di atas 50 tahun, b. kaku
sendi di pagi hari kurang dari 30 menit, c. nyeri tekan pada tulang, d.
pembesaran tulang dan e. perabaan sendi tidak panas. Bila ada
gambaran osteofit pada pemeriksaan radiologi, dibutuhkan satu dari tiga
kriteria umum di antaranya : a. usia di atas 50 tahun, b. kaku sendi
kurang dari 30 menit dan c. krepitasi (Soeroso et al., 2006).
2.2.8 Diagnosis Banding
Pada pemeriksaan fisik pasien OA, terdapat beberapa kondisi yang
mempunyai gejala-gejala hampir sama dengan penyakit sendi lain
sehingga akan merancukan dalam penegakan diagnosa. Menurut Kalim
(1996), kelainan arthritis lutut di luar OA yang umumnya banyak
dijadikan diagnosis banding antara lain :
a. Rheumatoid Arthritis (RA)
Pada RA, terjadi pembengkakan jaringan lunak dan gejala inflamasi
setempat yang jelas. Prediksi sendi yang terkena adalah sendi-sendi
kecil, bersifat poliartikuler, simetris dan disertai gejala sistematik.
b. Gout Arthritis
Merupakan sindrom klinis yang mempunyai gambaran khas berupa
Arthritis akut. Gejala arthritis akut disebabkan oleh inflamasi
jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat
20
sendi metatarsophalangeal dan sendi lutut. Pada pemeriksaan
laboratorium, didapatkan kadar asam urat yang tinggi dalam darah,
serta diketahui adanya peningkatan jumlah leukosit dan laju endap
darah.
2.2.9 Komplikasi dan Prognosis
Osteoarthritis yang tidak mendapat penanganan yang baik dan tepat,
akan menimbulkan berbagai masalah baru yang terjadi akibat proses
penyakit itu sendiri, seperti adanya osteofit sehingga teriadi proses
penghancuran tulang rawan sendi. Tulang subkondral lama kelamaan
dapat menusuk pada metafisis dari tulang tibia dan tulang femur.
Sebagai akibatnya, terjadi komplikasi seperti nyeri, kaki terbentuk
varus dan valgus, atrofi kelemahan otot meniscus quadriceps femoris, menurunya ketahanan struktur dan komplikasi deformitas varus dan valgus. Hal ini menyebabkan terganggunya aktivitas
sehari-hari seperti aktivitas beribadah, jongkok, duduk, bendiri dan
berjalan (Azizah, 2008).
Osteoarthritis merupakan penyakit degeneratif, maka dapat dipahami
bahwa penyakit ini bersifat progresif sesuai dengan usia penderita.
Namun apabila diketahui secara dini dan belum menimbulkan
deformitas (valgus atau varus), maka perjalanan penyakit dapat
dihambat dengan cara membuat atau berusaha memperbaiki
a. Quo ad vitam : (Baik) mengingat kondisi penyakitnya secara
langsung tidak membahayakan jiwa.
b. Quo ad sanam : (Ragu-ragu) karena intervensi fisioterapi tidak dapat
menyembuhkan OA sendi lutut. Bersifat simptomatik yaitu
mengurangi keluhan yang timbul.
c. Quo ad funcionam : (Ragu-ragu) karena tergantung pada derajat
nyeri yang timbul.
d. Quo ad cosmeticam : (Buruk) karena sudah terjadi adanya
deformitas varus (Azizah, 2008).
Diketahui bahwa, stabilitas sendi tergantung pada bentuk, ligamen dan
kapsul sendi, serta otot. Bentuk, ligamen dan kapsul sendi tidak dapat
dipengaruhi kecuali menjaga agar tidak terlalu mendapat beban dan
stress yang berarti. Sedangkan otot dapat diperkuat dengan cara latihan,
sehingga kunci dan stabilitas yang masih bisa dikendalikan adalah
mengurangi rasa sakit dan melatih otot agar menjadi kuat (Azizah,
2008).
2.3 Rentang Gerak Sendi 2.3.1 Definisi
Rentang Gerak Sendi merupakan gerakan maksimum yang mungkin
dilakukan oleh sendi. Sedangkan latihan yang dilakukan berulang-ulang
secara teratur dengan menekuk atau meluruskan satu atau beberapa
sendi serta menggerakkannya ke segala arah sebagaimana gerak normal
22
2.3.2 Tujuan Latihan RGS
Latihan RGS bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas dan
mobilitas sendi. Selain itu, latihan RGS juga berperan dalam
mengembalikan kontrol motorik, meningkatkan atau mempertahankan
integritas sendi dan jaringan lunak, membantu sirkulasi dan nutrisi
sinovium, juga meminimalisir pembentukan kontraktur terutama pada
ekstremitas yang mengalami paralisis. Manfaat lain yang mungkin
diperoleh dari latihan RGS yaitu mampu memaksimalkan fungsi
aktivitas kehidupan sehari-hari, mengurangi atau menghambat nyeri,
mencegah bertambah buruknya sistem neuromuskular, mengurangi
gejala depresi dan kecemasan, serta meningkatkan harga diri,
meningkatkan citra tubuh, juga memberikan kesenangan (Tseng et al.,
2007; Smeltzer & Bare, 2008).
2.3.3 Jenis Latihan RGS
Terdapat tiga jenis latihan RGS menurut Kozier et al., (1995), di antaranya : a. latihan aktif, merupakan gerak yang dihasilkan oleh
kontraksi otot yang dilakukan oleh pasien sendiri. Hal ini dapat
meningkatkan kemandirian dan kepercayaan diri pasien, b. latihan aktif
dengan pendamping (active-assisted), merupakan gerak yang dilakukan
oleh pasien secara mandiri dengan didampingi oleh perawat, yang
dalam hal ini berperan dalam memberi dukungan dan atau bantuan
untuk mencapai gerakan sendi yang diinginkan dan c. latihan pasif yang
umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami keterbatasan gerak
karena bermanfaat mengerhindari kemungkinan kontraktur pada sendi.
Setiap gerakan dilakukan dengan rentang yang penuh, dengan demikian
akan meningkatkan kemampuan bergerak serta mampu mencegah
keterbatasan dalam beraktivitas. Ketika pasien tidak dapat melakukan
latihan secara aktif, maka perawat atau tenaga kesehatan lain
diharapkan dapat membantu untuk melakukan latihan.
Menurut Potter dan Perry (2006), untuk latihan RGS khususnya sendi
lutut, memiliki tipe gerakan fleksi, dimana pasien diminta untuk
menggerakkan sendi ke arah pengurangan sudut sendi, dan ekstensi
yakni gerakan sendi ke arah peningkatan sudut sendi, yang
masing-masing memiliki rentang gerak sebesar 120-130º. Latihan ini dapat
dilakukan dengan memanfaatkan goniometer sebagai alat ukur RGS
pada gerak aktif maupun pasif, dan mengacu pada kriteria International of Standard Orthopaedic Measurement (ISOM) normal dimana RGS
sendi dextra (aktif) S = 0°-0°-90° (pasif) = S = 0°-0°-120°, sendi
sinistra (aktif) S=0°-0°-90°, (pasif) S = 0°-0°120°. Goniometer
merupakan parameter dalam evaluasi pada persendian dan jaringan
lunak di sekitar sendi. Istilah goniometer berasal dari bahasa Yunani;
gonia yang berarti sudut dan metron yang berarti ukuran (Hardyal,
2010). Gerakan ekstensi dan fleksi sendi lutut pada latihan RGS dapat
24
Gambar 3. Latihan RGS Ekstensi Sendi Lutut (Azizah, 2008)
Gambar 4. Latihan RGS Fleksi Sendi Lutut (Azizah, 2008)
2.3.4 Cara Mengukur RGS Dengan Goniometer
Pengukuran rentang gerak sendi lutut, dapat dilakukan sesuai prosedur
berikut :
a. Atur posisi pasien dalam posisi anatomis (tidur terlentang dengan
lutut lurus). Posisikan pasien senyaman mungkin.
b. Sendi yang diukur harus terbuka dan bebas dari pakaian.
c. Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan.
[image:39.595.184.432.89.252.2] [image:39.595.197.425.316.491.2]d. Berikan gerakan pasif dua atau tiga kali untuk menghilangkan
gerakan substitusi dan ketegangan karena kurang bergerak.
e. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
f. Tentukan aksis gerakan baik secara aktif maupun pasif dengan
melakukan palpasi bagian tulang di sebelah lateral sendi.
g. Tempatkan goniometer pada titik tumpu sendi, kemudian letakkan
lengan goniometer sepanjang garis tubuh.
h. Apabila ingin mengukur sudut lutut, minta pasien untuk
menggerakkan lututnya ke arah yang diinginkan oleh pemeriksa
(fleksi maksimal yang dapat dicapai oleh pasien). Pastikan lengan
goniometer mengikuti arah sesuai dengan gerakan sendi dan tetap
dalam keadaan lurus.
i. Catat nilai awal seperti yang tercantum pada goniometer. Pastikan
pemeriksa mengetahui nilai normal untuk semua sendi. Beberapa
sendi akan dimulai dari 0 derajat, sementara yang lain mulai dari 90
derajat.
j. Catat nilai akhir pada goniometer. Kurangi angka dimulai dari angka
akhir untuk mengetahui jangkauan gerak dari sendi, Kemudian
bandingkan angka ini dengan nilai-nilai standar untuk melihat
apakah ada kekurangan gerak pada sendi.
k. Catat total rentang gerak yang dicapai oleh pasien pada lembar
observasi (Pudjiastuti & Utomo, 2003; Hardyal, 2010 ). Prosedur
pengukuran RGS lutut dengan goniometer dapat dilihat pada gambar
26
Gambar 5. Prosedur Pengukuran RGS Lutut Dengan Goniometer (Azizah, 2008)
2.4 Modalitas Fisioterapi Lain
2.4.1 Micro Wave Diathermy (MWD)
Micro Wave Diathermy (MWD) merupakan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan secara radiasi sehingga sifat
dielektrik jaringannya minimal. MWD merupakan suatu pengobatan
dengan menggunakan stessor fisis radian berupa energi
elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik dengan
frekuensi 2.450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm (Azizah,
2008).
Emiter yang sering disebut juga elektroda atau magnetoda terdiri dari
serial, reflektor dan pembungkus. Emiter ini memiliki bentuk, ukuran
serta mampu memancarkan sifat energi elektromagnetik yang
bervariasi. Antara emiter dan kulit dalam teknik aplikasinya, terdapat
jarak berupa udara. Pada emiter yang berbentuk bulat, maka medan
elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk sirkuler dan paling padat
dipancarkan berbentuk oval dan paling padat di daerah tengah
(Azizah, 2008).
Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emiter akan menyebar,
sehingga kepadatan gelombang akan semakin jauh. Jarak antara kulit
dan emiter tergantung pada beberapa faktor antara lain jenis emiter,
output mesin dan spesifikasi struktur jaringan yang diobati. Pada
pengobatan daerah lebih luas, diperlukan jarak yang lebih jauh dan
memerlukan mesin dengan output yang besar. Terapi MWD
menimbulkan efek fisiologis berupa :
a) Dengan adanya perubahan temperatur akan menimbulkan reaksi
lokal berupa peningkatan metabolisme sel kurang lebih 13% tiap
kenaikan temperatur 1ºC, dan meningkatkan vasomasion sfingter
sehingga timbul homeostatik lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi
lokal.
b) Pada jaringan ikat, akan terjadi peningkatan elastisitas, misalnya
pada jaringan kolagen, kulit, tendon, otot, kapsul dan ligamen
akibat menurunnya viskositas metrik jaringan, tanpa menambah
panjang serabut kolagen.
c) Pada jaringan otot, akan terjadi peningkatan elastisitas jaringan otot
dan penurunan tonus lewat normalisasi nosisensorik. MWD efektif
terutama pada jaringan yang dielektrisnya tinggi yaitu jaringan
otot. Energi elektromagnetik yang dipancarkan akan meningkatkan
28
otot. Pada jaringan saraf, akan terjadi peningkatan elastisitas
pembungkus jaringan saraf sehingga konduktivitas dan ambang
rangsang saraf akan meningkat (Azizah, 2008).
Di sisi lain, MWD memiliki efek terapeutik berupa :
a) Perbaikan sirkulasi darah lokal, sehingga meningkatkan reabsorbsi
sisa metabolisme dan zat iritan inflamasi
b) Mengurangi kontraktur jaringan lunak dengan peningkatan
elastisitas jaringan, juga berperan sebagai persiapan sebelum
pemberian latihan
c) Meminimalisir nyeri, normalisasi tonus otot lewat efek sedatif, dan
memperbaiki sistem metabolisme
d) Perbaikan konduktifitas jaringan saraf memalui perbaikan
elastisitas dan stresshold jaringan saraf (Azizah, 2008).
2.5. Kerangka Penelitian 2.5.1 Kerangka Teori
Osteoarthritis lutut merupakan penyakit degeneratif multifaktorial yang
dapat timbul akibat faktor usia, kecacatan berupa genu valgus maupun
genu varus, gangguan mekanik, infeksi, obesitas, sindrom metabolik,
penyakit endokrin dan penyakit sendi lain, yang dengan masing-masing
mekanismenya berpotensi menimbulkan gejala berupa nyeri, kekakuan,
penurunan RGS, kelainan struktur sampai gangguan aktivitas
dan latihan RGS secara aktif dan pasif selama satu bulan diharapkan
timbul perbaikan keadaan sendi khususnya dalam meningkatkan RGS.
Berikut ini adalah kerangka teori penelitian :
Penyakit sendi lain Usia
Nyeri
Fisioterapi:
1. Micro Wave Diathermy
30
2.5.2 Kerangka Konsep
Variabel independen Variabel dependen
2.5.3 Hipotesis
1. Terdapat perbedaan antara RGS fleksi dan ekstensi pasien OA lutut
sebelum dan sesudah terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan
pasif selama satu bulan di Bandar Lampung.
OA lutut, penurunan RGS
Peningkatan RGS lutut Terapi MWD dan latihan RGS
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik
dengan metode kohort prospektif. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
gambaran mengenai distribusi frekuensi rata-rata derajat RGS lutut pasien
OA melalui gerakan fleksi dan ekstensi sebelum dan sesudah terapi MWD
dan latihan RGS secara aktif dan pasif, untuk kemudian dilakukan
pengamatan mengenai kemajuan derajat rentang gerak sendinya setelah satu
bulan menjalani fisioterapi.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di bulan Oktober sampai Desember tahun 2015
terhadap penderita OA lutut yang tercatat menjalani terapi MWD dan latihan
RGS secara aktif dan pasif di instalasi rehabilitasi medik RSUD Abdul
Moeloek dan RSU A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung. Instalasi
rehabilitasi medik RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung dipilih mengingat populasi yang akan dijadikan sampel
32
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien penderita OA lutut yang tercatat
menjalani terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif di instalasi
rehabilitasi medik RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung sejumlah 24 orang. Teknik pengumpulan sampel dalam
peneltian ini adalah total sampling dimana semua populasi yang memenuhi
kriteria penelitian dijadikan responden setelah melalui informed consent. Berikut perhitungan sampel penelitian :
n= ( √ √
)
Ket :
n = Besar sampel
Zα = Deviat baku alfa= 1,96
zβ = Deviat baku beta= 0,84
P2 = Proporsi pada kelompok yang diketahui nilainya= 0,5
Q2 = 1-p2
P1 = Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti = 0,9
Q1 = 1-p1
P1-p2 = Selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna= 0,4
P = Proporsi total= (p1+p2)/2
P2= 0,5 p= (p1+p2)/2
P1-p2= 0,4 p= (0,9+0,5)/2
P1= 0,4+0,5= 0,9 p= 0,7
P+q= 1 p1+q1= 1
Q= 1-0,7 q1= 1-0,9
Q= 0,3 q1= 0,1
P2+q2= 1
Q2= 1-0,5
Q2= 0,5
n= √ √
n= √ √
n=
n=
n= = 19,33= 20
3.4 Kriteria Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien penderita OA lutut yang
menjalani terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif di instalasi
rehabilitasi medik RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung periode Oktober - Desember dengan total 24 orang.
34
menjalani terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif di instalasi
rehabilitasi medik RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi Tjokrodipo
Bandar Lampung yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi :
a) Pasien terdiagnosis mengalami OA lutut dari rekam medik dan mengalami
penurunan RGS
b) Pasien bersedia menjadi responden
c) Pasien menjalani terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif di
instalasi rehabilitasi medik RSUD Abdul Moeloek dan RSU A. Dadi
Tjokrodipo Bandar Lampung
d) Pasien menjalani latihan minimal 2 kali per minggu dalam satu bulan
Kriteria eksklusi :
a) Pasien dengan diagnosis penyakit sendi lain
b) Pasien yang menjalani terapi tidak teratur (<2 kali per minggu)
[image:49.595.123.507.582.757.2]3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat
Ukur Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Pengukur
an
1. Osteoarthritis
(OA) lutut Penyakit degeneratif persendian yang mengakibatka n penurunan RGS lutut dan diketahui dari data rekam medik oleh dokter spesialis
- Rekam
Medik
Ya=0 Tidak=1
2.
3.
Rentang gerak
sendi (RGS)
lutut
Latihan RGS aktif dan pasif
lutut dan
Micro Wave Diathermy orthopedi. Gerakan maksimum yang mungkin dilakukan oleh sendi lutut pasien OA yang diukur oleh peneliti dengan goniometer.
1. fleksi:
menggerakkan sendi ke arah pengurangan sudut sendi
2. ekstensi:
menggerakkan sendi ke arah peningkatan sudut sendi.
Upaya mempertahank an fleksibilitas dan
memperbaiki mobilitas (RGS) dengan menggerakkan
nya secara
fleksi dan
ekstensi dan
pemanfaatan gelombang elektromagneti
k yang
dilakukan oleh fisioterapis terhadap
pasien OA
lutut. Gonio meter Pengukuran langsung sendi lutut 1. fleksi 2. ekstensi Derajat (º) Ya=0 Tidak=1 Numerik Nominal
3.6 Alur Penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan proposal yang kemudian dilanjutkan
dengan kordinasi terhadap pihak rumah sakit lokasi penelitian, guna
36
responden yang sesuai dengan kriteria penelitian, dilakukan informed consent
dan penjelasan mengenai tujuan serta manfaat penelitian guna memperoleh
kesediaan responden. Perolehan data, bersumber dari data primer melalui
pengukuran derajat rentang gerak sendi lutut responden menggunakan
goniometer sebelum menjalani terapi MWD dan latihan RGS, untuk
kemudian dilakukan pengukuran akhir RGS lutut responden setelah menjalani
terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif selama satu bulan. Data
hasil pemeriksaan, kemudian diolah dengan bantuan program komputer.
3.7Analisis Data
Pada awalnya, seluruh data hasil pengukuran RGS dari responden yang telah
terkumpul, diperiksa kelengkapan dan ketepatannya. Untuk data yang telah
lengkap dan tepat, selanjutnya akan diolah dengan bantuan program komputer
menggunakan analisa statistik berupa uji t berpasangan. Untuk uji normalitas,
dilakukan dengan menggunakan metode Saphiro Wilk karena jumlah responden pada penelitian ini berjumlah < 50.
3.8Pengajuan Etik Penelitian
Penelitian ini mengikuti kaidah sesuai etika penelitian yang berlaku dengan
merahasiakan semua data pasien yang ada sehingga sampel dari pasien tidak
dapat dilacak keberadaannya. Penelitian ini telah disetujui oleh komite etik
penelitian Fakultas Kedokteran Univrsitas Lampung dan memperoleh surat
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Penelitian ini telah mengidentifikasi beberapa karakteristik dari 24 responden.
Usia responden berada pada rentang usia 46-74 tahun dengan rerata usia 62
tahun dengan dominasi responden wanita. Hasil penelitian dan pembahasan
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan RGS lutut fleksi dan ekstensi responden (paien OA)
setelah terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif yang dilakukan
rutin dua kali dalam satu minggu selama satu bulan di RSUD Abdul
53
5.2 Saran
Berkaitan dengan simpulan di atas, ada beberapa hal yang dapat disarankan
untuk pengembangan dari hasil penelitian ini terkait pengaruh terapi MWD
dan latihan RGS secara aktif dan pasif terhadap peningkatan RGS pasien OA.
5.2.1 Bagi Layanan Kesehatan
1. Terapi MWD dan latihan RGS secara aktif dan pasif dapat
dijadikan alternatif penyelesaian masalah bagi pasien dengan
keterbatasan fungsi motorik (rentang gerak sendi) akibat OA untuk
meningkatkan RGS-nya.
5.2.2 Bagi Perkembangan IPTEK Bidang Kesehatan
1. Diharapkan mampu mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait
dengan intervensi lain untuk meningkatkan fungsi motorik pasien
OA lutut serta intervensi dengan menggunakan instrumen yang
lebih canggih.
2. Agar kemaknaan lebih besar, maka perlu kiranya pada penelitian
berikutnya waktu dan intensitas terapi serta latihannya ditambah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2012. Efek penambahan roll-slide fleksi ekstensi terhadap penurunan nyeri pada osteoartritis sendi lutut. RSUD Hassan Sadikin Bandung. April. Journal fisioterapi; 12(1).
Azizah L. 2008. Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi osteoartritis genu bilateral dengan modalitas mico wave diathermy dan terapi latihan di RSUD Sragen. [Tesis]. Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Carter M. A. 2006. Osteoarthritis dalam: Price S., Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Darlene H & Randolph M. K. 2006. “Management of Common Musculoskeletal Disorder, Physical Therapy Principles and Methods”. 4th edition. Philadelphia: Lipincott and Wilkins.
Hardyal, S. 2010. How to Record Goniometric Measurement. [internet]. Tersedia dari: http:/www.ehow.com. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2015.
Helmi, Z. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Hudaya, P. 2002. Rematologi. Surakarta: Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi.
Isbagyo, H. 2000. Osteoarthritis: Kumpulan Makalah Indonesia Pain Society. IASP. Yogyakarta 2003.
Kalim, H. 1996. Penyakit Sendi Degeneratif Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kisner. 1996. Therapeutic Exercise Foundations and Techniques. 3rd edition. F.A. Davis Company.
Potter, P., Perry, A. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC
Pudjiastuti, S., Utomo, B. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC
38
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. 2008. Brunner &
Suddarth’s Textbook of Medical-Surgical Nursing. 11th edition.
Philadelphia: Lippicott William & Wilkins.
Soeroso, J., Isbagio, H., Kalim, H., Broto, R., Pramudiyo, R. 2006. Osteoarthritis. dalam: Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, J. editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Suriani, S. & Lesmana, I. 2013. Latihan Theraband lebih baik menurunkan nyeri dari pada latihan quadricep bench pada osteoartritis genu. Universitas Esa Unggul. Jurnal Fisioterapi. April. 13(1).
Tortora, G., Ggrobowski, S. 2003. Principles of Anathomy and Physiology. John Wiley & Sons: Hoboken.
Tseng, C.N., Chen, C.C.H., Wu, S.C., Lin. C. 2007. Effects of a Range of Motion Exercise Programme. Journal of Advanceed Nursing; 57(2), 181-191.