PROFESSIONALITY CIVIL SERVICE OF POLICE UNITS (Satpol PP) IN A ENFORCEMENT LOCAL LAW PRODUCTS
Study in Regard to Enforcement Regional Regulation of The City of Bandar Lampung No.8 2000 About The Construction of Public Order, Security, Cleanliness,
Health and Grace in The Area of The City of Bandar Lampung
By
Ferdi Andika Septriono
Order and security is always problem encountered by developing area, including the City of Bandar Lampung. Violations of the security and order is generally done by street vendors (PKL) who sell on the sidewalks and the road. Minimize these circumstances then the implementation of the control and the maintenance of order made by a civil service of public units (Satpol PP) of Bandar Lampung. Fact happened, still many street vendors was invented keep sales and back again sell in a forbidden place.
The research and discussions show that the quality of professionalism or professionality hasn’t wholly owned. It was retrieved from the attitude shown by some members of the civil service of public unit (Satpol PP) of Bandar Lampung that hasn’t been fully to do the execution and guardianship order with responsibility, independence and equitable. The condition was motivated by several factors inhibiting both internal and external of Satpol PP, Among others: (a) the minimum wage earned by members when compared to the weight of the work, (b) lack of human resources, facilities and infrastructure tasks, (c) low awareness of the work; (d) Bandar Lampung City Government policies that relocate street vendors place that is not strategic; (e) the resistance against the arrogance of the street vendors of Pol PP members in the discipline.
The study recommends several things, among others: (a) creating employment rules, gives a penalties for who violate to discipline the performance of the members; (b) improvement the quality and quantity by providing skills trainings and work motivation; (c) government the city of bandar lampung must be resolute and clear in conveying information places that prohibited and permitted into selling; (d) government the city of bandar lampung must be gives a real solutions the form of strategic relocation place and free for small traders; (e) government the city of Bandar Lampung should fix any shortcomings resources, facilities and infrastructures as well as an increase in wages for the Satpol PP of Bandar Lampung.
ABSTRAK
PROFESIONALITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA (SATPOL PP) DALAM PENEGAKKAN PRODUK HUKUM DAERAH
Studi Mengenai Penegakkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum Ketertiban,
Keamanan, Kebersihan, Kesehatan, dan Keapikan Dalam Wilayah Kota Bandar Lampung
Oleh
Ferdi Andika Septriono
Ketertiban dan keamanan merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh daerah berkembang, termasuk Kota Bandar Lampung. Pelanggaran ketertiban dan keamanan umumnya dilakukan oleh pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan diatas trotoar maupun badan jalan. Meminimalisir keadaan tersebut maka pelaksanaan penertiban dan penjagaan ketertiban dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung. Kenyataan yang terjadi, masih banyak ditemukannya PKL yang tetap berjualan dan kembali lagi berjualan ditempat yang dilarang.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa kualitas keprofesionalan atau profesionalitas belum dimiliki sepenuhnya. Hal tersebut diperoleh dari sikap yang ditunjukkan oleh beberapa anggota Satpol PP Kota Bandar Lampung yang belum sepenuhnya melakukan pelaksanaan dan penjagaan ketertiban dengan bertanggung jawab, berkebebasan dan berkeadilan. Kondisi tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa faktor penghambat baik dari internal maupun eksternal Satpol PP, antara lain: (a) upah minim yang diperoleh para anggota bila dibandingkan dengan bobot kerja; (b) minimnya sumberdaya manusia, sarana dan prasarana penunjang tugas; (c) kesadaran kerja yang rendah; (d) kebijakan Pemkot Bandar Lampung yang merelokasi PKL ditempat yang tidak strategis; (e) adanya perlawanan dari PKL terhadap sikap arogansi dari anggota Pol PP dalam menertibkan.
Penelitian ini merekomendasikan beberapa hal, antara lain: (a) menciptakan aturan-aturan kerja, memberikan hukuman bagi yang melanggar untuk mendisiplinkan kinerja para anggota; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas dengan memberikan pelatihan-pelatihan kemampuan dan motifasi kerja; (c) Pemkot Bandar Lampung harus tegas dan jelas dalam menyampaikan informasi tempat-tempat yang dilarang dan diperbolehkan dalam berjualan; (d) Pemkot Bandar Lampung harus memberikan solusi nyata berupa tempat relokasi strategis dan gratis bagi para pedagang kecil; (e) Pemkot Bandar Lampung harus membenahi segala kekurangan sumberdaya, sarana dan prasarana kerja serta peningkatan upah bagi Satpol PP Kota Bandar Lampung.
PROFESIONALITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA ( SATPOL-PP)
DALAM PENEGAKKAN PRODUK HUKUM DAERAH
(
Studi Mengenai Penegakkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No.8
Tahun 2000 Tentang Pembinaan Umum Ketertiban, Keamanan, Kebersihan,
Kesehatan, dan Keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung
)
( Skripsi )
OLEH
Ferdi Andika Septriono
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
MOTO
“
Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami
meminta pertolongan.”
(
QS. Al
–
Fathiha: 5
)
”
Aku lebih suka diberikan musibah dan ujian kemudian aku
bersabar daripada aku diberi kekayaan dan aku tidak bisa
bersyukur sebab bagiku, sikap bersyukur lebih berat dilaksanakan
daripada bersabar.”
(
Umar Bin Khattab
)
“Berbahagialah dia yang makan dari k
eringatnya sendiri, bersuka
karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya
sendiri.”
(
Pramoedya Ananta Toer
)
“Jadilah laki
-laki yang tegar, kuat, bertanggungjawab untuk segala
usahamu dan untuk keluargamu.”
(
Sudibyo
)
“
Serius dan setialah untuk setiap satu hal apapun itu, sebab hal
apapun itu kelak akan memberikan hal terindah dan terbahagia
dalam hidup”
PERSEMBAHAN
Untuk Keluarga ku yang tercinta
Kedua orang tua-ku, Ayahanda SUDIBYO dan Ibunda NURASIAH,
Mbak-ku SHINTA, Mas-ku LOFTY, adik-ku PENTI
Terimakasih atas segala kasih sayang, pengertian, dan kesabaran kalian
selama ini. Maaf telah menunggu lama untuk kelulusanku ini
Untuk Istri-ku DINA SELVIANI dan Putra-ku ZIQI ZIAVANDRA
yang terkasih dan tersayang
Maaf segala kekurangan dan keterlambatan-ku dalam menyelesaikan studi ini.
Semoga kebahagiaan akan kita raih
SANWACANA
Assalammu’alaikum Wr. Wb
Allhamdullillah Hirrobbil Allamin, puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita dalam menjalankan kehidupan ini. Tidak lupa salam dan
shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman yang gelap
ke zaman yang terang seperti saat ini. Segala puji syukur penulis ucapkan atas terselesaikannya
skripsi penelitian ini dan mempersembahkannya dalam segala keterbatasan.
Tentunya dalam proses penyelesaian penelitian ini, penulis menemui dan merasakan berbagai
macam hambatan dan rintangan baik dari dalam maupun dari luar diri penulis. Beberapa
hambatan dan rintangan tersebut penulis anggap sebagai pengetahuan, pengalaman serta
motivasi yang sangat besar bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tentunya hal
tersebut tidak akan ada dengan sendirinya tanpa bantuan dan motivasi tambahan yang secara
ikhlas diberikan kepada penulis oleh berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
mengutarakan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua (mama & papa), mbak, mas, dan adik, kedua orang tua mertua-ku, serta
keluarga besar-ku. Terima kasih ku ucapkan untuk kedua orang tua-ku yang selalu sayang,
sabar, berdoa, perhatian dan nasehat yang kalian berikan selama ini. Keyakinanku bahwa
atas segala kasih sayang, perhatian, semangat dan doa yang kalian berikan kepadaku, maaf
telah terlalu lama dalam meraih gelar ini. Semoga kebahagiaan dan kebersamaa akan selalu
kita peroleh dan bina hingga kematian memisahkan kita
3. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara
FISIP Universitas Lampung, Pembimbing Akademik, Dosen Pembahas dan Penguji skripsi
penelitian penulis
4. Bapak Dr. Noverman Duadji, Drs, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah
membantu arahan dan bimbingan bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi
penelitian ini. Terima kasih atas segala pemahaman yang bapak berikan melalui beberapa
perumpamaan yang mampu membuat penulis menjadi lebih peka dalam berfikir
5. Ibu Dewie Brima Atika, S.IP, M.Si, selaku Dosem Pembimbing Pembantu yang dengan
sabar mengarahkan dan membimbing serta menunggu hingga sekian tahun b/agi penulis
untuk menyelesaikan penulisan skripsi penelitian ini
6. Ibu Susana Indriyanti Caturiani, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membantu, mendukung dan membimbing penulis selama melaksanakan studi hingga selesai.
Terima kasih atas perhatian yang diberikan selama ini, maaf kalau penulis terlalu lama
menyelesaikan studi
7. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
8. Bapak Drs. A. Husnan Aksa, MS, selaku dosen Ilmu Administrasi Negara, terimakasih
penulis ucapkan untuk beliau yang telah memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang
9. Seluruh staf pengajar dan karyawan FISIP Unila, khususnya Jurusan Ilmu Administrasi
Negara yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan membantu penulis selama masa
perkuliahan
10.Seluruh Jajaran Pejabat dan staf Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP ) Kota Bandar
Lampung dan para anggotanya yang telah membantu dengan memberikan kenyamanan dan
kekeluargaan bagi penulis untuk mendapatkan berbagai informasi dari penelitian ini
11.Senior-senior Jurusan Ilmu Administrasi Negara dimulai dari angkatan 2000–2005.
Terimakasih telah memberikan arahan dan masukan bagi penulis selama masa perkuliahan
12.Teman-teman seperjuangan ANDALAN 2006 yang selalu kompak dan setia: Felix, Gultom,
Doni, Fajrin, Viko, Panji, Puja, Zaldi, Mora, Mip, Iqbal, Erlangga, Anugrah, Herman, Resa,
Fatimah, Eva, Aprina, Barita, Atus, Desi, Ayu, Heni, Mistalia, Dwi, Endah, Rensi, Risma,
Ria, Yosye. Terimakasih atas dukungan kalian selama ini.
13.Junior-junior (adek tingkat) Ilmu Administrasi Negara dari angkatan 2007-2012. Terimakasih
telah membantu dan mendukung saya selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.
14.Segenap orang-orang yang dikenal dan mengenal serta menyayangi penulis. Terima kasih
atas segala doa yang kalian berikan
Semoga ALLAH SWT membalas semua kebaikan kalian semua. Dan semoga karya sederhana
ini dapat memberi manfaat.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb
Bandar Lampung, Januari 2014
Penulis
Halaman ABSTRAK
DAFTAR ISI…... i
DAFTAR GAMBAR…... iv
DAFTAR TABEL…... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah………... 7
C. Tujuan Penelitian………... 7
D. Manfaat Penelitian………... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Etika Administrasi Negara...10
1. Pengertian Etika...10
2. Pengertian Etika Administrasi Negara...12
B. Tinjauan Tentang Profesionalitas...16
C. Tinjauan Tentang Profesionalitas...19
1. Profesi...19
2. Profesional………... 23
3. Profesionalisme………... 26
D. Tinjauan Tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)... 29
1. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja... 29
2. Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Satpol PP... 30
3. Wewenang, Hak dan Kewajiban Satpol PP... 31
E. Tinjauan Tentang Ketertiban Umum………... 33
1. Pengertian Ketertiban... 33
ii
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian…………... 39
B. Fokus Penelitian... 40
C. Lokasi Penelitian………... 46
D. Sumber Data…………..…………... 47
E. Informan………... 48
F. Instrumen Penelitian………... 49
G. Teknik Pengumpulan Data……... 50
H. Teknik Pengolahan Data………... 53
I. Teknik Analisis Data………... 53
J. Teknik Keabsahan Data………... 55
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sekilas Tentang Kota Bandar Lampung... 57
B. Gambaran Mengenai Pasar Bambu Kuning... 60
1. Sejarah Singkat Pasar Bambu Kuning... 60
2. Letak dan Kondisi Pasar Bambu Kuning... 62
C. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung... 64
V. PEMBAHASAN A. Hasil………... 72
1. Pelaksanaan Penertiban…………... 72
2. Penjagaan Ketertiban………... 79
B. Pembahasan………...83
1. Tanggung Jawab... 84
2. Kebebasan... 93
3. Keadilan... 97
C. Penghambat Profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam Menjaga Ketertiban, Kenyamanan dan Keamanan Kota Bandar Lampung... 100
1. Hambatan Internal... 100
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 106
B. Saran... 107
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Nama Kecamatan se-Kota Bandar Lampung... 58
2. Walikota Bandar Lampung dari Tahun 1956-2009…………... 59
Gambar Halaman
1. Proses Analisis Data…………... 54
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 jo. UU No.32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah, maka desentralisasi pemerintahan mulai berjalan dengan tujuan
kemandirian pemerintah daerah dalam memajukan daerahnya dan menyejahterakan
rakyatnya. Selanjutnya, pemerintah daerah mulai mengurusi urusan pemerintahannya
sendiri di bidang ekonomi, sosial dan budaya dengan minimnya intervensi dari
pemerintah pusat. Dengan demikian, pemerintah daerah harus bisa membuat daerahnya
berjalan ke arah yang lebih baik dengan mengandalkan segala potensi sumber daya yang
dimilikinya.
Berdasarkan undang-undang tersebut maka pemerintah daerah melakukan pembenahan
diberbagai aspek. Untuk menjalankan pemerintahan yang berfokus pada sebuah
pembangunan, maka pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan
produk-produk hukum daerah. Kebijakan daerah dan produk-produk hukum daerah yang telah
dikeluarkan harus segera diimplementasikan dan kepala daerah memerlukan
lembaga-lembaga pembantu yang bertanggung jawab kepada kepala daerah, berupa perangkat
Salah satu perangkat daerah yang membantu penyelenggaraan pemerintahan daerah serta
membantu pelaksanaan kebijakan-kebijakan daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP). Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2010 Tentang Satuan
Polisi Pamong Praja yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1, bahwa untuk membantu kepala
daerah dalam menegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat di setiap provinsi dan kabupaten/kota maka dibentuklah Satpol PP. Adapun
kedudukan Satpol PP, sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat 2 PP No. 6 Tahun 2010,
berada di bawah sekretaris daerah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah, yang dipimpin oleh seorang kepala satuan. Tugas yang dimiliki Satpol
PP, diatur pada Pasal 4 PP No. 6 Tahun 2010, yaitu menegakkan perda dan
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan
masyarakat.
Pembentukan Satpol PP sendiri di tiap-tiap daerah ditetapkan dalam perda
masing-masing daerah berpedoman pada PP No. 6 Tahun 2010, sebagaimana diatur pada Pasal 2
ayat 2 PP No. 6 Tahun 2010 Tentang Satpol PP. Pembentukan Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) di Pemerintahan Kota Bandar Lampung, ditetapkan dalam Peraturan
Daerah (Perda) Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar
Lampung.
Menurut Perda Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar
3
daerah yang berkedudukan di bawah sekretaris daerah dan bertanggung jawab kepada
walikota melalui sekretaris daerah Kota Bandar Lampung, sebagaimana diatur pada Pasal
24. Tugas pokok yang dimiliki Satpol PP Kota Bandar Lampung diatur pada Pasal 25
Perda Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008, yakni memelihara dan
menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan produk hukum
daerah.
Berdasarkan Perda Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar
Lampung, yang mengatur tugas dan fungsi Satpol PP Kota Bandar Lampung, bahwa
Satpol PP memiliki peranan penting dalam menjaga ketentraman dan ketertiban umum
serta penegakkan produk hukum daerah. Sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki
oleh Satpol PP, maka tindakan-tindakan penertiban akan dilaksanakan apabila terjadi
pelanggaran ketentraman dan ketertiban umum serta pelanggaran terhadap produk hukum
daerah.
Salah satu contoh produk hukum yang ada di dalam lingkup sistem pemerintahan Kota
Bandar Lampung adalah Perda No. 8 Tahun 2000 Tentang Pembinaan umum ketertiban,
keamanan, kebersihan, kesehatan, dan keapikan dalam Wilayah Kota Bandar Lampung.
Tujuan dari perda tersebut diatur dalam Bab I tentang Penjelasan Umum, yakni
menginginkan keadaan Kota Bandar Lampung yang tertib, aman, dan teratur. Oleh
karena itu, untuk menciptakan kondisi kota yang tertib, aman dan teratur, perda tersebut
memiliki beberapa ketentuan yang mengatur larangan. Salah satu ketentuan tersebut
mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan pertokoan/bangunan
pasar yang menghadap jalan umum untuk pedagang kaki lima atau usaha lainnya kecuali
pada tempat-tempat yang telah ditentukan/ditunjuk oleh Walikota.
Ketentuan mengenai larangan untuk berjualan di pinggir jalan dan di atas trotoar,
dilanggar oleh Pedagang Kaki Lima (PKL) yang tetap berjualan di pinggir jalan dan di
atas trotoar. Adanya pelanggaran ketentuan tersebut yang dilakukan oleh PKL, menjadi
tugas dari Satpol PP Kota Bandar Lampung untuk melaksanakan penertiban. Mengacu
pada fungsi Satpol PP yang diatur pada Perda No. 4 Tahun 2008 pasal 27 huruf b yaitu
pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum di daerah, maka dilaksanakanlah penertiban PKL yang berjualan di pinggir jalan
dan di atas trotoar. Tindakan penertiban yang dilakukan berawal dari peringatan lisan
yang disosialisasikan, peringatan tertulis melalui pamflet-pamflet dan spanduk, berlanjut
ke tindakan yang lebih tegas apabila ada PKL yang tetap melanggar.
Salah satu contoh pelaksanaan penertiban PKL, dilakukan pada tanggal 12 Januari 2010
disekitar Pasar Bambu Kuning, Jalan Imam Bonjol dan Pasar Smep. Peringatan secara
lisan dan tertulis tetap dilanggar, dan ini berujung pada tindakan tegas Satpol PP.
Perlawanan ditunjukkan oleh PKL, dengan alasan tidak adanya tempat yang strategis dan
demi memenuhi kebutuhan hidup, akan tetapi penertiban dan penggusuran PKL yang
melanggar tetap dilaksanakan tanpa ada pengecualian. (www.tribunlampung.com,
5
Pelaksanaan penertiban PKL yang melanggar ketentuan larangan pada Pasal 16 ayat 1
Perda No. 8 Tahun 2000, menginginkan kondisi yang lebih tertib dan aman. Penertiban
dan pembongkaran lapak-lapak PKL dimulai dari sekitar Pasar Bambu Kuning, sekitar
jalan-jalan di Pasar Tengah dan berakhir di Jalan Bengkulu. Dalam pelaksanaannya,
beberapa pertentangan dan penolakan dilakukan oleh para PKL, melalui perwakilan dari
masing-masing perhimpunan pasar.
Himpunan Pedagang Pasar Bawah (HPPB) menolak pemindahan pedagang. Sebenarnya
HPPB mendukung rencana pemindahan tersebut, penolakan dilakukan karena tidak
adanya sosialisasi dan perundingan terlebih dahulu terkait rencana tersebut. Sementara
itu, Himpunan Pedagang Kaki Lima Pasar Tengah juga menolak perelokasian PKL ke
Pasar Bawah. Sosialisasi yang tidak ada dan juga penyediaan lahan yang sempit menjadi
penyebabnya. (SKHP Tribun Lampung, edisi Rabu 3 November 2010, Hal. 9). Seperti
yang terjadi pada hari Selasa, 30 November 2010 di Pasar Bambu Kuning, dimana
petugas Satpol PP yang membongkar paksa lapak dan gerobak pedagang yang
melanggar, mendapatkan perlawanan dari pedagang yang berusaha mempertahankan
tempat berjualan dan barang dagangannya (Observasi pada tanggal 30 November 2010)1.
Pelaksanaan penertiban, patroli dan pembangunan pos jaga di Pasar Bambu Kuning
merupakan tindakan nyata Satpol PP untuk menjaga ketertiban umum, akan tetapi
beberapa PKL sudah mulai kembali berjualan di pinggir jalan dan di atasa trotoar. Hal ini
terjadi disekitaran lapangan parkir Bambu Kuning dan sekitaran Pasar Tengah (
1. Observasi tanggal 30 November 2010 di Pasar Bambu Kuning mengenai pembongkaran lapak
Observasi Tanggal 15 Januari 2011 )2. Kondisi tersebut bertolak belakang dari apa yang
diharapkan oleh Pemkot Bandar Lampung, yang menginginkan situasi lokasi disekitar
Pasar Bambu Kuning dan Pasar Tengah yang rapi, aman dan tertib. Hal ini menimbulkan
anggapan bahwa kinerja yang dilakukan Satpol PP kurang optimal. Tanggung jawab
dalam menjalankan tugas dan fungsi harus di terapkan oleh Satpol PP, sehingga
optimalisasi kinerja Satpol PP terus meningkat yang berimplikasi pada terciptanya
kondisi Kota Bandar Lampung yang tertib, aman, dan teratur serta tegaknya produk
hukum daerah Kota Bandar Lampung yakni Perda No.8 Tahun 2000.
Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui profesionalitas
Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsi Satpol PP Kota
Bandar Lampung untuk menegakkan produk hukum daerah, didasari oleh sikap anggota
Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan dan penjagaan ketertiban serta
keamanan kota. Apabila pelaksanaan untuk menjaga ketertiban yang dilakukan berjalan
efektif, tentunya akan menciptakan suasana kota yang tertib, aman, dan teratur.
Terciptanya kondisi yang tertib, aman, dan teratur, akan memudahkan peningkatan
kenyamanan di Bambu Kuning Plaza yang mengusung konsep pasar tradisional modern
yaitu pasar yang tetap menjual barang-barang dagangan dengan harga murah, yang sama
seperti pasar tradisional lainnya dengan berjualan di tempat/bangunan yang lebih rapi,
nyaman, teratur dan bersih. Diharapkan dengan nyamannya keadaan baik diluar maupun
didalam Bambu Kuning Plaza, akan mengundang para wisatawan domestik maupun
mancanegara untuk berkunjung ke Kota Bandar Lampung, yang merupakan sasaran dari
adanya program “Visit Lampung”. Oleh karena itu, penelitian ini mengharapkan setelah
2. Observasi tanggal 15 Januari 2011 di Pasar Bambu Kuning dan Pasar Tengah mengenai
7
tercapainya profesionalitas Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat
memberi kemudahan bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk menjalankan
program-program lainnya.
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat permasalahan pada uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan
diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya dalam menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun
2000 khususnya dalam menjaga ketertiban kota ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat profesionalitas Satpol PP Kota
Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menegakkan Perda
Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 khususnya dalam menjaga ketertiban kota ?
C. Tujuan Penelitian
Apabila dilihat dari perumusan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan dan menganalisa profesionalitas Satpol PP Kota Bandar Lampung
didasari oleh sikap anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk
menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 khususnya dalam
2. Menemukan faktor-faktor yang menjadi penghambat profesionalitas Satpol PP Kota
Bandar Lampung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menegakkan Perda
Kota Bandar Lampung No. 8 Tahun 2000 khususnya dalam menjaga ketertiban kota.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini telah menambah ilmu pengetahuan dalam khasanah Ilmu
Administrasi Negara, khususnya dalam bidang etika administrasi negara untuk
menilai kualitas keprofesionalan tiap-tiap aparatur publik dalam menjalankan tugas
dan fungsinya.
2. Memberikan gambaran dan rekomendasi bagi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
Kota Bandar Lampung dalam meningkatkan optimalisasi kinerja untuk menjadi
perangkat daerah yang profesional.
3. Menjadi bahan referensi tambahan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian
dengan tema serupa dalam menganalisa dan menilai kualitas keprofesionalan tiap-tiap
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Etika Administrasi Negara
1. Pengertian Etika
Kata etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani “ethos”, yang dalam
bentuk tunggal mempunyai beberapa arti, yaitu norma-norma, nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Dalam bentuk jamak
(ta etha) mempunyai arti adat kebiasaan. Arti dalam bentuk jamak ini pada akhirnya
menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika pada saat ini. Secara etimologis
etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang ada kebiasaan
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 534-535).
Pengertian etika didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 271) adalah :
“Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika dapat dijelaskan dengan membedakan tiga arti, yaitu:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Menurut Salam Burhanuddin (1997: 1), etika adalah :
“Sebuah cabang ilmu yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang
menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang filsafat, etika menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral. Etika merupakan refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok”.
Berbeda dari pendapat Solomon (1987: 5), yang berpendapat bahwa etika adalah
masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang disebut “menjadi orang baik”, tetapi
merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang disebut ethos-nya.
Pemahaman mengenai makna dari etika dikemukakan menjadi tiga arti oleh Bertens
(2001:6), yakni :
“Pertama, kata “etika” dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kedua, etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral, yaitu sebagai kode etik; ketiga, istilah “etika” sering digunakan untuk pengertian mengenai ilmu
tentang baik atau buruk”.
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika
memberi manusia orientasi bagaimana ia manjalani hidupnya melalui rangkaian
tindakan sehari-hari. Etika juga membantu manusia untuk mengambil sikap dan
bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Pada akhirnya, etika membantu kita
untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu dan tidak perlu kita
lakukan. Hal penting yang perlu dipahami, bahwa etika ini dapat diterapkan dalam
11
Darmastuti (2006: 35-36) membagi etika sebagai kajian filsafat menjadi dua bagian,
yaitu :
a. Etika Umum, merupakan prinsip-prinsip moral yang mengacu pada prinsip moral dasar sebagai pegangan dalam bertindak dan menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya suatu tindakan yang ada didalam suatu masyarakat. b. Etika Khusus, merupakan penerapan moral dasar dalam bidang khusus.
Aplikasi dari etika khusus ini misalnya keputusan seseorang untuk bertindak secara etis dalam suatu bidang tertentu baik itu dalam organisasi. Etika khusus kemudian dibagi menjadi dua bagian lagi, yaitu :
Etika Individual, lebih menekankan pada kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri untuk mencapai kesucian hidup, misalnya etika beragama, menjaga kesehatan dan etika yang berhubungan dengan dirinya.
Etika Sosial, lebih menekankan pada kewajiban, sikap dan perilaku sebagai anggota masyarakat dan tanggungjawab individu dengan lingkungannya, misalnya etika dalam bermasyarakat, etika dalam berorganisasi, etika profesi, etika keluarga, etika lingkungan hidup, termasuk etika administrasi negara.
Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur
pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Karena etika dikaitkan dengan seni
pergaulan manusia, maka etika ini kemudian diciptakan dalam bentuk aturan (code)
tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang
ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk
menghakimi segala macam tindakan yang secara logika dan rasional dinilai
menyimpang dari kode etik. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang
disebut dengan “self control” (mengontrol diri sendiri), karena segala sesuatunya
dibuat dan ditetapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
Dari pemaparan beberapa pendapat dari pakar-pakar mengenai pemahaman makna
etika, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan kajian dari ilmu filsafat yang lebih
menekankan pada tindakan maupun perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Pemahaman mengenai etika akan memberikan gambaran dari kegiatan penertiban dan
penjagaan ketertiban yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung dalam
melakukan tindakan yang didasari sikap yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Hal
tersebut merupakan pedoman yang harus dipahami oleh Satpol PP Kota Bandar
Lampung dalam melaksanakan setiap tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak
produk hukum daerah.
2. Pengertian Etika Administrasi Negara
Etika adalah cabang filsafat yang membahas masalah dalam kehidupan manusia.
Dalam etika dibedakan antara etika umum dan etika khusus. Etika umum
mempersoalkan prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia.
Sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungan dengan
kewajiban manusia dalam berbagai lingkup kehidupannya. Dalam etika khusus,
selanjutnya dibedakan antara etika individual dan etika sosial. Etika sosial
pemahamannya lebih luas dibandingkan etika individual, karena hampir semua
kewajiban manusia berkaitan dengan kenyataan bahwa manusia sebagai makhluk
sosial. Dalam lingkup etika sosial ini, termasuk didalamnya etika administrasi pada
13
Pemahaman mengenai etika administrasi negara, menurut Widodo (2001: 252)
bermakna ganda, yakni :
“Etika administrasi negara merupakan bidang ilmu pengetahuan yang membahas
prinsip-prinsip etis (moral) yang mendasari perilaku para aparat birokrasi pemerintahan, khususnya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Disamping itu terdapat pengertian tentang etika administrasi negara sebagai seperangkat nilai yang menjadi acuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi”.
Kartasasmita (1997: 24-25), menjelaskan bahwa :
“Etika administrasi negara sebagai hubungan antara dunia filsafat, nilai dan moral
dengan dunia administrasi sebagai dunia keputusan dan tindakan, yaitu bagaimana mengaitkan keduanya, bagaimana gagasan administrasi seperti ketertiban, efisiensi, kemanfaatan, produktivitas dapat menjelaskan etika dalam prakteknya dan bagaimana gagasan-gagasan dasar etika mewujudkan yang baik dan menghindari yang buruk dapat menjelaskan hakekat administrasi”.
Pemahaman mengenai etika adminsitrasi negara selanjutkan dijelaskan oleh
Kumorotomo (1996: 28) yang menyatakan bahwa :
“Etika administrasi negara berkaitan dengan luasnya ruang lingkup adminsitrasi
negara serta dilema-dilema yang dihadapi oleh administrator dalam mengelola organisasi publik. Etika administrasi negara menempatkan kaidah-kaidah moral dalam menghadapi berbagai dilema dan juga masalah-masalah yang menyangkut kedudukan pribadi seorang administrator dalam proses interaksinya dengan negara dan masyarakat”.
Etika administrasi negara sebagai bagian dari etika khusus memiliki arti dan peranan
penting dalam birokrasi atau organisasi publik. Masalah etika dalam birokrasi
menjadi keprihatinan yang sangat besar karena perilaku birokrasi mempengaruhi
bukan hanya dirinya tetapi masyarakat banyak. Selain itu birokrasi juga bekerja atas
dasar kepercayaan, karena seorang birokrat bekerja untuk negara dan berarti juga
yang dibiayai negara harus mengabdi kepada kepentingan umum menurut standar
etika yang selaras dengan kedudukannya. Selain itu, muncul keprihatinan bukan saja
terhadap individu-individu para birokrat tetapi juga terhadap organisasi sebagai
sebuah sistem yang selalu bertambah besar dan luas kewenangannya yang cenderung
menyampingkan nilai-nilai dan norma-norma.
Keprihatinan tersebut memberikan sebuah pemahaman mengenai sejauh mana etika
digunakan dalam sebuah organisasi administrasi negara. Dalam sistem administrasi
pada dasarnya berpusat pada manusia, yang mempunyai hati (tata nilai), mempunyai
otak (metodologi), dan tangan (kecekatan dan keterampilan). Oleh karena itu,
kegiatan adminsitrasi dalam organisasi yang didalamnya termasuk juga organisasi
adminsitrasi negara tidak lepas dari tata nilai yang berkaitan dengan perbuatan
manusia yaitu nilai-nilai moral atau nilai etis. Dengan demikian, dalam sebuah
organisasi administrasi negara memerlukan peranan penting dari etika dalam
menjalankan tugas dan kewenangannya demi kepentingan umum.
Menurut Widodo (2001: 263), dalam berorganisasi termasuk organisasi adminsitrasi
negara setidak-tidaknya ada tiga macam etika, yaitu etika individu (pribadi), etika
organisasi, dan etika profesi.
Etika individu atau etika pribadi tercermin dalam kepribadian seseorang, apa yang
diyakininya dan dijadikan pedoman menentukan sikap dan perbuatannya dalam
hubungan dengan dirinya atau hubungan dengan orang lain. Sedangkan etika
organisasi adalah etika yang berlaku dalam lingkungan organisasi dimana individu
15
yang harus dilakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Etika profesi berkaitan
ddengan pekerjaan. Etika profesi berlaku dalam suatu kerangka yang diterima oleh
semua yang secara hokum atau secara moral mengikat mereka dalam kelompok
profesi yang bersangkutan.
Ketiga macam etika tersebut idealnya dapat saling sesuai sehingga dapat diikitu dan
dipatuhi dan sekaligus dijadikan pedoman bagi seseorang dalam melakukan
hubungan dengan orang lain dalam organisasi, dalam menjalankan tugas organisasi
dan dalam menjalankan pekerjaan profesinya. Apabila terdapat keselarasan antara
ketiga nilai moral dalam diri pribadi seorang anggota organisasi profesi, maka yang
bersangkutan akan merasakan senang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Dari beberapa pemaparan dan pemahaman mengenai etika administrasi negara, dapat
disimpulkan bahwa etika administrasi negara merupakan bagian dari etika khusus
yang memberikan pedoman bagi para administrator yang terikat dalam sebuah
organisasi publik dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya demi kepentingan
umum/publik. Dalam etika administrasi negara atau etika organisasi publik termasuk
Satpol PP Kota Bandar Lampung, terdapat tiga macam etika yakni etika individu,
etika organisasi dan etika profesi yang akan sangat penting untuk menjadi pedoman
bagi para anggota Pol PP Kota Bandar Lampung dalam menjalankan tugas dan
kewenangannya apabila ketiga macam etika tersebut tertanam keharmonisannya
didalam diri pribadi para anggota Pol PP Kota Bandar Lampung.
B. Tinjauan Tentang Etika Profesi
Etika profesi adalah bagian etika sosial yang merupakan kesatuan dan keharmonisan dari
etika individu dan etika organisasi. Etika profesi yang berkaitan dengan pekerjaan
memberikan pedoman bagi para pelaku profesi sebagai individu yang bernaung dalam
organisasi profesi dalam menentukan sikap dan perbuatannya terhadap hubungan dengan
dirinya maupun orang lain dimana didalam organisasi terdapat kewajiban-kewajiban apa
yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Hal tersebut layaknya ada didalam
organisasi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung untuk menjadi
sebuah organisasi publik yang mengabdi dan berorientasi pada kepentingan umum.
Dengan menerapkan keselarasan ketiga etika tersebut, maka akan tumbuh dalam diri
pribadi para anggota Pol PP Kota Bandar Lampung kesenangan dan kebanggaan dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya untuk menertibkan dan menjaga ketertiban umum.
Satpol PP Kota Bandar Lampung merupakan kelompok yang berkeahlian dan
berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang berkualitas
dan berstandar tinggi, maka dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang
tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi
sendiri. Kehadiran organisasi profesi dengan mekanisme perangkat yang dibuat berupa
kode etik profesi, akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan
disisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
17
Menurut Kansil (2003: 6), etika profesi adalah bagian dari etika sosial, yaitu filsafat atau
pemikiran kritis rasional tentang kewajiban dan tanggung jawab manusia sebagai anggota
umat manusia.
Pendapat lain tentang etika profesi dijelaskan oleh Lubis Suhrawardi (1994: 6-7) :
“Etika profesi adalah sikap hidup, yang mana berupa kesediaan untuk memberikan
pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas”.
Terdapat kaidah-kaidah dalam etika profesi, yakni :
a. Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan yang bersifat tanpa pamrih.
b. Pelayanan profesional dalam mendahulukan klien atau pasien mengacu pada kepentingan nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.
c. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.
d. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi.
Sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan diri masyarakat, apabila di dalam
diri para elit profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi
pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang
memerlukannya. Tanpa menerapkan etika profesi, maka sebuah profesi yang terhormat
akan terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa yang sedikti pun
tidak diikuti dengan nilai-nilai idealisme dan berakhir dengan hilangnya kepercayaan
masyarakat kepada para elit profesional ini. Oleh karena itu, dengan menerapkan
prinsip-prinsip etika profesi, maka para elit profesional dapat meningkatkan kinerjanya agar
kepuasan masyarakat dapat dicapai sebagai tujuan utama, serta kepercayaan dari
Adapun prinsip-prinsip etika profesi menurut Salam Burhanuddin (1997: 140-142),
antara lain:
a. Tanggung jawab.
b. Keadilan.
c. Otonomi.
Sedangkan menurut Darmastuti (2006: 98), ada beberapa prinsip tentang etika profesi,
yaitu:
a. Tanggung jawab
Tanggungjawab yang dimaksud disini adalah tanggungjawab pelaksanaan (by function) dan tanggungjawab dampak (by profession).
b. Kebebasan
Kebebasan yang dimaksud dalam konteks ini adalah kebebasan untuk mengembangkan profesi tersebut dalam batas-batas aturan yang berlaku dalam sebuah profesi.
c. Keadilan
Keadilan merupakan prinsip yang diinginkan dari setiap profesi. Adil berarti tidak memihak manapun dan siapapun. Dengan kata lain, prinsip keadilan ini ingin membangun satu kondisi yang tidak memihak manapun yang memungkinkan untuk ditunggangi pihak-pihak yang berkepentingan.
Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa etika profesi merupakan bagian
dari etika sosial yang memberi batasan bagi para pelaku profesi untuk bekerja secara
profesional dalam menjalankan profesi dan sebagai pengontrol diri sendiri dalam
bertindak. Dengan demikian, etika profesi merupakan sebuah pegangan diri bagi para
pelaku profesi untuk selalu bertindak profesional. Prinsip-prinsip yang ada dalam etika
profesi apabila diterapkan secara optimal akan memberikan sebuah penilaian tentang
19
C. Tinjauan Tentang Profesionalitas
Profesionalitas apabila dilihat dari turunan kata, adalah turunan dari kata profesi.
Berdasarkan pemahaman makna katanya, profesionalitas merupakan kata benda yang
memiliki makna sebagai kata yang menunjukkan kualitas keprofesian seseorang ataupun
organisasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 532). Kata profesionalitas lazimnya
dapat diartikan sebagai kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya
serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan
tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih menggambarkan suatu
“keadaan” derajat keprofesian seseorang dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian
yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya.
Makna tentang profesionalitas akan lebih mudah dipahami, apabila pemahaman tentang
profesi dan turunan kata dari kata profesi, seperti profesional dan profesionalisme, telah
dipahami terlebih dahulu. Oleh karena itu, pengertian tentang profesi, profesional, dan
profesionalisme akan dijabarkan terlebih dahulu untuk memudahkan pemahaman tentang
profesionalitas. Setelah pengertian tentang profesi, profesional, dan profesioanlisme
dapat dipahami, kemudian akan didapat kesimpulan pemahaman mengenai
profesionalitas.
1. Profesi
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang, bahwa suatu hal yang berkaitan
dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat dipengaruhi
dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Hanya memiliki keahlian saja yang diperoleh
dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk menyatakan suatu pekerjaan dapat
disebut profesi. Kebingungan mengenai pengertian profesi itu hadir dengan
sendirinya sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini ada
karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam
pengertian profesi.
De George dalam Salam (1997: 137) menyimpulkan bahwa, profesi adalah pekerjaan
yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan
mengandalkan suatu keahlian. Seseorang yang profesional, apabila tidak menjalankan
suatu pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan tidak dapat disebut sebagai seorang
yang berprofesi, sedangkan seseorang yang memiliki profesi tidak selalu disebut
sebagai seorang yang profesional.
Salam Burhanuddin (1997: 137-138) memberikan persepsinya mengenai istilah
profesi, yakni :
“Sesuatu yang berkaitan dengan bidang yang dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, akan tetapi dengan keahlian saja yang didapat dari pendidikan kejuruan belum cukup untuk disebut profesi. Jadi profesi adalah jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dan etika khusus dan standar layanan. Dalam perkembangannya profesi dipahami sebagai keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan jalur pendidikan atau keahlian”.
Menurut pandangan Keraf dalam Darmastuti (2006: 92-93), profesi sendiri
berdasarkan maknanya dipahami sebagai :
21
a. Memiliki skill atau kemampuan yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan yang tidak dimiliki orang lain.
b. Memiliki kode etik sebagai standar moral kode perilaku yang digunakan dalam profesi tersebut, yaitu by profession & by function. c. Memiliki tanggung jawab profesi (responsibility) dan integritas pribadi
(integrity).
d. Memiliki jiwa pengabdian kepada publik dengan dedikasi profesi luhur. e. Otonominasi organisasi profesional yang ditunjukkan dengan adanya
manajemen organisasi.
f. Menjadi anggota salah satu organisasi profesi dengan menjaga eksistensi.
Secara umum, ada beberapa ciri yang melekat pada profesi menurut Salam
Burhanuddin, (1997: 139-140), yakni; Pertama, adanya pengetahuan khusus; Kedua,
adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi; Ketiga, mengabdi kepada
kepentingan masyarakat; Keempat, ada izin khusus untuk bisa menjalankan suatu
profesi; Kelima, kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi
profesi.
Pendapat lainnya dipaparkan oleh Muhammad (2001: 58), yang menyatakan bahwa :
“Profesi adalah pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan bidang tertentu yang mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap dengan tujuan memperoleh pendapatan”. Adapun kriteria dalam profesi adalah sebagai berikut :
a. Meliputi bidang tertentu.
b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan tertentu. c. Bersifat tetap atau terus menerus.
Sedangkan pengertian profesi menurut Kansil (2003: 4-6) adalah :
“Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu, sebagai tugas kegiatan seseorang yang mengerjakan sesuatu, bukan hanya untuk kesenangan, tetapi
merupakan mata pencaharian”. Adapun ciri-ciri yang ada dalam profei, yakni :
a. Suatu bidang yang terorganisir dari jenis intelektual yang terus menerus dan berkembang dan diperluas.
b. Suatu teknis intelektual.
c. Penerapan praktis dari teknis intelektual pada urusan praktis. d. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi.
e. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat diselenggarakan.
f. Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi sendiri.
g. Asosiasi dari anggota-anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang akrab dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggota. h. Pengakuan sebagai profesi.
i. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang bertanggung jawab dari pekerjaan profesi.
j. Hubungan erat dengan profesi lain.
Dipahami dari beberapa pendapat di atas, bahwa profesi merupakan pekerjaan yang
digunakan untuk mendapatkan nafkah hidup dalam memenuhi kebutuhan hidup
dengan menerapkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Untuk menjalankan
profesi memerlukan izin khusus, yang berfokus pada pengabdian kepada kepentingan
masyarakat, dan biasanya orang yang memiliki profesi menjadi anggota dari suatu
organisasi profesi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung adalah organisasi profesi, dimana anggota
Satpol PP, yakni Polisi Pamong Praja melakukan pekerjaan sebagai anggota Satpol
PP untuk mencari nafkah dan hidup dari pekerjaan tersebut, serta menjadi anggota
23
2. Profesional
Profesional merupakan turunan dari kata profesi, dimana kata profesi merupakan kata
benda. Apabila kata profesi ditambahkan akhiran – al akan membentuk kata sifat,
sehingga kata profesi menjadi kata profesional yang merupakan kata sifat. Secara
harafiah, profesional dapat diartikan seseorang yang terampil, ahli, handal dan sangat
bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya. Seseorang yang memiliki suatu
profesi tertentu dapat dikatakan profesional, akan tetapi istilah profesional terkadang
digunakan untuk suatu aktifitas yang menerima bayaran, sebagai lawan kata dari
amatir (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999: 533).
Salam Burhanuddin ( 1997: 137) menyatakan tentang profesional, bahwa :
“Profesional adalah orang yang memiliki profesi yang melakukan pekerjaan purna
waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan keahlian yang tinggi. Jadi, seseorang yang profesional adalah seorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menuntut keahlian. Orang yang profesional adalah orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya, meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu, hidup dari situ, dan bangga akan pekerjaannya itu yang lebih menekankan pada pengabdian atau pelayanan kepada masyarakat pada umumnya”.
Pendapat lain tentang profesional dikemukakan oleh Darmastuti (2006: 93), bahwa :
Sedangkan menurut Muhammad (2001: 58), profesional adalah profesi yang
dirumuskan sebagai pekerjaan tetap bidang tertentu berdasarkan keahlian khusus
yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan.
Berbeda dengan Kansil (2003: 4) yang berpendapat bahwa, profesional adalah
sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, sesuatu yang memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya.
Darmastuti (2006: 95) memberikan beberapa kualifikasi yang sering digunakan untuk
melihat kualitas keprofesionalan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
“Kualifikasi tersebut adalah:
a. Kemampuan untuk kesadaran etis (ethical sebsibility), yaitu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat segala sesuatu secara obyektif.
b. Kemampuan untuk berfikir secara etis, yaitu pertimbangan rasional yang dimiliki seseorang dalam menghadapi suatu permasalahan.
c. Kemampuan berperilaku secara etis, yaitu kemampuan good moral dan
good manner yang dimiliki seseorang sehingga dapat menciptakan kontrol sosial (social control).
d. Kemampuan kepemimpinan yang etis, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengayomi dan menghargai pendapat orang lain.”
Berdasarkan pendapat Darmastuti mengenai kualifikasi kualitas keprofesionalan,
maka seseorang dapat dikatakan profesional dalam melakukan kegiatan profesinya
apabila orang itu memiliki kesadaran untuk berfikir secara etis, berperilaku secara etis
dan memiliki kemampuan kepemimpinan yang etis. Oleh karena itu, seseorang dapat
melakukan kegiatan profesinya secara profesional apabila orang tersebut cukup
dewasa dan cukup mantap secara ilmu. Penguasaan terhadap ilmu merupakan suatu
25
kegiatan profesinya secara profesional dan dapat mengaplikasikan ilmunya dalam
kehidupan bermasyarakat. Kemampuan itu harus diikuti dengan semangat
menjunjung tinggi etika profesi dan integritas yang tinggi terhadap profesi yang
dijalani.
Dari pemahaman beberapa pendapat para ahli di atas disimpulkan bahwa profesional
adalah sebuah sikap dan sifat yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki profesi
yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan tahu akan
keterampilan dan kemampuannya, untuk melakukan pekerjaan, hidup dari pekerjaan
itu, dan bangga akan pekerjaannya yang ditetapkan dalam batas-batas etika profesi.
Sikap dan sifat profesional harus dimiliki oleh Satpol PP Kota Bandar Lampung
sebagai aparatur publik. Kebanggaan akan profesi sebagai Polisi Pamong Praja harus
ditampilkan oleh tiap-tiap anggota Satpol PP. Oleh karena itu, Satpol PP Kota Bandar
Lampung yang telah menjalani pelatihan khusus untuk mendapatkan kepandaian dan
keterampilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, harus bersikap profesional
agar kinerja yang dilaksanakan berjalan dengan optimal. Pencapaian optimalisasi
kinerja tidak hanya sebatas dari sikap profesional yang ditunjukkan oleh tiap-tiap
anggota Satpol PP, akan tetapi ketaatan terhadap batas-batas etika profesi harus
dilaksanakan oleh seluruh anggota Satpol PP Kota Bandar Lampung sebagai aparatur
3. Profesionalisme
Profesionalisme sama seperti halnya profesional, merupakan turunan kata dari
profesi. Kata profesional merupakan kata sifat; sedangkan kata profesionalisme
merupakan kata benda. Secara umum, kata profesionalisme dapat diartikan sebagai
konteks doktrin, prinsip, atau gerakan tertentu, dan juga berarti “paham”. Dengan
berkembangnya zaman yang ikut mengembangkan pikiran-pikiran dari semua orang,
maka pemahaman dari kata profesionalisme iktu mengalami perkembangan.
Profesionalisme menurut Kusnadi (2002: 16-17) adalah :
“Sikap dan pendirian serta karakteristik seseorang atau organisasi didalam melakukan suatu pekerjaan atau didalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ada 6 unsur yang terkandung dalam profesionalisme, yakni; Pertama, penguasaan atas bidang kerja atau masalah yang dihadapi; Kedua, serius dan tekun dalam menangani sesuatu yang dihadapi; Ketiga, berpegang pada prinsip efektivitas dan efisien; Keempat, pantang menyerah (ulet); Kelima, terorganisir dan sistematis didalam menganalisis dan bertindak; Keenam, berfikir dan bertindak taktis dan strategis”.
Darmastuti (2006: 96) berpendapat bahwa, setiap pekerjaan dari semua profesi selalu
ada kemungkinan perkembangan karir yang merupakan kesempatan dan diberikan
oleh setiap profesi. Ada beberapa perkembangan yang terjadi dalam profesionalisme,
27
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Abdulrahim dalam Lubis (1994: 10-11), bahwa :
“Profesionalisme dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dimiliki setiap eksekutif yang baik. Ada empat (4) ciri didalam profesionalisme, yaitu :
a. Mempunyai keterampilan tinggi dalam suatu bidang, serta mahir dalam menggunakan fasilitas penunjang pelaksanaan bidang tertentu.
b. Mempunyai ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisa masalah, peka membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan.
c. Mempunyai sikap berorientasi kedepan, sehingga punya kemampuan mengatasi perkembangan lingkungan.
d. Mempunyai sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi.”
Menurut pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa profesionalisme berasal dari
kata profesional yang mempunyai makna bukan hanya sebagai konteks doktrin dan
sebuah “paham”, melainkan pemahaman yang mempunyai makna yaitu berhubungan
dengan profesi yang memiliki sikap dan karakterisitik sendiri, kualitas yang wajib
dimiliki oleh setiap individu organisasi, dan memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankan serta menyelesaikan tugasnya. Profesionalisme dalam organisasi Satpol
PP Kota Bandar Lampung tidak hanya sebatas doktrin dan paham saja, akan tetapi
profesionalisme harus diterapkan dan dilaksanakan oleh tiap-tiap anggota Satpol PP
Berdasarkan pemaparan mengenai pengertian dari profesi, profesional dan
profesionalisme, dapat disimpulkan bahwa profesionalitas adalah kemampuan para
anggota suatu profesi untuk melaksanakan dan meningkatkan kemampuannya secara
terus menerus serta penilaian terhadap kualitas keprofesionalan seseorang ataupun sebuah
organisasi dalam menjalankan sebuah profesi dan melaksanakan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional. Sebuah profesi akan dinilai sebagai profesi yang
profesional apabila dalam kinerja yang ditunjukkan oleh profesi tersebut telah berjalan
optimal yang kemudian kualitas dari profesional ini disebut profesionalitas.
Profesi yang bekerja profesional akan selalu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.
Oleh karena itu, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandar Lampung, sebagai
salah satu perangkat daerah harus selalu bersikap profesional dalam menjalankan tugas
dan fungsinya apabila Satpol PP ingin selalu dipercaya oleh masyarakat. Profesionalitas
Satpol PP menjalankan tugas dan fungsinya harus selalu diwujudkan, agar Satpol PP
menjadi salah satu perangkat daerah yang profesional dalam bekerja. Dengan demikian,
optimalisasi kinerja dapat dicapai yang berimplikasi pada terciptanya kondisi Kota
Bandar Lampung yang tertib, aman dan rapi dan terjaganya pelaksanaan dari produk
29
D. Tinjauan Tentang Satuan Polisi Pamong Praja
Dalam penelitian ini, adapun objek yang menjadi pengamatan dalam menilai kualitas
keprofesionalan sebuah profesi aparatur publik dalam menjalankan tugas dan fungsinya
adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal tersebut dikarenakan beredarnya
kabar-kabar negatif dalam masyarakat mengenai sikap dari Satpol PP dan juga
didasarkan pada hasil pengamatan peneliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan penilaian
terhadap kualitas keprofesionalan dari Satpol PP, akan sedikit dipaparkan mengenai
Satpol PP itu sendiri guna memahami Satpol PP secara mendalam.
1. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol PP ) adalah bagian perangkat daerah dalam
penegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat. Polisi Pamong Praja adalah anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakkan perda dan penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sebagaimana diatur pada Pasal 1 ayat
2. Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi Satpol PP
Pembentukan Satpol PP diatur pada Pasal 2 ayat 1 dan 2 PP No.6 Tahun 2010 tentang
Satpol PP, bahwa Satpol PP dibentuk untuk membantu kepala daerah dalam
penegakkan perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat disetiap provinsi dan kabupaten/kota yang ditetapkan berdasarkan perda
berpedoman peraturan pemerintah tersebut.
Satpol PP merupakan salah satu perangkat daerah dalam menegakkan perda dan
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, yang dipimpin
oleh seorang kepala satuan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada kepala daerah melalui sekertaris daerah sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat
1 dan 2. Adapun tugas utama Satpol PP diatur dalam Pasal 4 adalah menegakkan
perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta
perlindungan masyarakat.
Dalam menjalankan tugasnya, Satpol PP mempunyai fungsi yang diatur dalam Pasal
5, yakni :
a. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakkan perda, penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat;
b. Pelaksanaan kebijakan penegakkan perda dan peraturan kepala daerah;
c. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat di daerah;
31
e. Pelaksanaan koordinasi penegakkan perda dan peraturan kepala daerah,
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah,
dan/atau aparatur lainnya;
f. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi
dan menaati perda dan peraturan kepala daerah; dan
g. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah
3. Wewenang, Hak dan Kewajiban Satpol PP
Polisi Pamong Praja memiliki wewenang sebagaimana diatur pada Pasal 6, yaitu :
a. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau
peraturan kepala daerah;
b. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
c. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan
masyarakat;
d. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau
badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas perda dan/atau
peraturan kepala daerah; dan
e. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau
badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau peraturan
Polisi Pamong Praja memiliki hak untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
mendapatkan sarana dan prasarana serta fasilitas lain sesuai dengan tugas dan
fungsinya berdasarkan ketentuan perundang-undangan, dan diberikan tunjangan
khusus sesuai dengan kemampuan keuangan daerah sebagaimana diatur pada Pasal 7
ayat 1 dan 2 PP No.6 Tahun 2010. Dalam melaksanakan tugasnya, polisi pamong
praja memiliki kewajiban sebagaimana diatur pada Bab IV pasal 8 PP No.6 Tahun
2010, yakni :
a. Menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan
norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat;
b. Menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja;
c. Membantu menyelesaikan perselisihan warga yang dapat mengganggu
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. Melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya
atau patut diduga adanya tindak pidana; dan
e. Menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas
ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap perda dan/atau
33
E. Tinjauan Tentang Ketertiban Umum
Sebagai salah satu aparatur publik yang memiliki tugas untuk menegakkan segala produk
hukum daerah, maka Satpol PP dituntut untuk melaksanakannya. Adapun pelaksanaan
tugas tersebut dilaksanakan dengan menegakkan Perda Kota Bandar Lampung No.8
Tahun 2000, yang dijalankan dengan melaksanakan fungsinya dalam menjaga ketertiban
umum. Oleh karenanya Satpol PP diharuskan dapat menciptakan suasana kota yang
tertib, sebab ketertiban umum merupakan salah satu faktor utama yang menunjang
jalannya setiap produk hukum yang ada. Dengan demikian akan dijabarkan beberapa
penjelasan singkat mengenai ketertiban umum, baik penjelasan yang diutarakan oleh
beberapa ilmuwan maupun konsep mengenai ketertiban umum yang ada didalam Perda
Kota Bandar Lampung No.8 Tahun 2000.
1. Pengertian Ketertiban
Ketertiban merupakan suatu keadaan yang teratur mencakup struktur dan pola yang
dapat menciptakan kondisi aman. Istilah ketertiban berkaitan dengan hubungan
masyarakat lainnya, yang dalam berinteraksi terdapat peraturan yang mengatur
ketertiban umum.
Yona (2008: 15) berpendapat mengenai ketertiban, yakni suatu keadaan yang
terkondisikan sesuai dengan tujuan dari di berlakukannya suatu peraturan. Keadaan
masyarakat yang heterogen dengan berbagai kepentingan, tujuan, dan pemikiran yang
berbeda-beda memungkinkan timbulnya perselisihan antara individu yang satu
maka diperlukan suatu peraturan hukum yang bersifat mengikat guna terciptanya
ketertiban.
Schuyt dalam Yona (2008: 15) mengatakan bahwa ketertiban memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Adanya sikap tindak yang memberikan harapan-harapan
b. Adanya kerjasama
c. Adanya pengawasan terhadap kekerasan
d. Adanya sikap yang konsisten
e. Adanya peraturan-peraturan yang sifatnya tahan lama
f. Adanya keadaan yang stabil
g. Adanya kepatuhan terhadap pemerintah
h. Adanya keseragaman
i. Adanya perintah
j. Tidak adanya pelanggaran terhadap peraturan
k. Tidak adanya keterasingan
l. Tidak adanya kesewenang-wenangan
m. Adanya keteraturan
n. Adanya keteraturan struktur atau pola
o. Adanya keadaan yang aman
Sedangkan menurut Koswara dalam Yona (2008: 16), yang dimaksud penertiban
adalah kegiatan untuk menjaga, memelihara, dan mencegah agar masyarakat tidak
35
sudah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang, agar masyarakat taat dan tidak
melakukan pelanggaran.
Menurut Kelana (1994: 39), ketertiban adalah suatu keadaan yang sesuai dengan dan
menurut norma-norma serta hukum yang berlaku, yang dapat menjamin keselamatan
sekumpulan orang-orang yang berada ditempat umum.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ketertiban adalah suatu
keadaan yang kondusif dan baik, melalui peraturan yang dibentuk dan diberlakukan
sehingga menciptakan rasa aman. Sedangkan penertiban adalah kegiatan yang
dilakukan untuk menjaga dan memelihara serta mencegah masyarakat melanggar
peraturan yang telah ada.
2. Ketertiban Umum
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP), ketertiban umum adalah suatu keadaan dinamis yang
memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat melakukan
kegiatannya dengan tentram, tertib, dan teratur. Sedangkan di dalam Peraturan
Daerah (Perda) Kota Bandar Lampung Nomor 8 Tahun 2000, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa ketertiban umum tersebut mencakup juga masalah keamanan,
Berikut ini konsep atau ukuran ketertiban umum yang diatur dalam Perda No.8 Tahun
2000 tentang Pembinaan umum, ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan dan
keapikan dalam Wilayah