• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI

NEGERI SIPIL

Oleh

Cahaya Rama Putra

Tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan yang dilakukan oleh oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) memang banyak terjadi menjelang adanya pembukaan pendaftaran penerimaan calon pegawai negeri sipil, mereka menjanjikan diterimanya sebagai pegawai negeri dengan meminta imbalan yang jumlahnya tidak sedikit. Ada pun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah penjatuhan pidana terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan dan Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan Hakim dalam rangka Penjatuhan pidana terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan yuridis normatif. Data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap narasumber yang telah ditentukan.Penelitian dilakukan diwilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa Penjatuhan pidana terhadap PNS yang melakukan tindak pidana penipuan merupakan rangkaian proses hukum terhadap pelaku yang telah cukup bukti melakukan tindak pidana dan juga Hakim memakai teori gabungan dalam hal penjatuhan pidana, yaitu bukan saja melihat dari sisi pembalasan tetapi juga melihat dari sisi tujuan dijatuhi pidana kepada pelaku.

Saran dalam penelitian ini adalah dalam hal penjatuhan pidana kepada PNS yang melakukan penipuan,Hakim harus berlandaskan pada pertimbanganpertimbangan yang memberikan rasa keadilan baik bagi korban, terdakwa maupun masyarakat sehingga dapat tercipta suatu kepastian hukum, dan Masyarakat diharapkan memiliki sikap kehati-hatian dan menolak dengan tegas terhadap oknum PNS yang menjanjikan seseorang akan diterima sebagai PNS.

(2)
(3)

ANALISIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN TENTANG PRAKTIK PERCALOAN CALON PEGAWAI

NEGERI SIPIL

(Skripsi)

Oleh

CAHAYA RAMA PUTRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN. ... 1

A. Latar Belakang Masalah. ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6

C. Tujuan dan kegunaan Penelitian. ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual. ... 8

E. Sistematika Penulisan. ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA. ... 14

A. Pengertian Penjatuhan Pidana. ... 14

B. Pengertian Tindak Pidana Penipuan. ... 22

C. Pengertian Pegawai Negeri Sipil. ... 26

D. Pengertian Calo. ... 31

III. METODE PENELITIAN. ... 32

A. Pendekatan Masalah... 32

B. Sumber dan Jenis Data. ... 33

C. Narasumber. ... 34

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data. ... 34

(5)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ... 37

A. Karakteristik Responden. ... 37

B. Penjatuhan Pidana Terhadap Pegawai Negeri Sipil Yang Melakukan Praktik Percaloan Calon Pegawai Negeri Sipil. ... 38

C. Faktor-Faktor Yang Menjadi Pertimbangan Hakim Dalam Rangka Penjatuhan Pidana Terhadap Pegawai Negeri Sipil Yang Melakukan Tindak Pidana Penipuan Dengan Modus Praktik Percaloan. ... 45

V. PENUTUP. ... 57

A. Kesimpulan. ... 57

B. Saran. ... 58

(6)
(7)
(8)
(9)

MOTTO

“Guru membuka pintu tapi anda harus masuk sendiri”

(Pepatah Cina)

“Pendidikan mempunyai akar yang pahit, tapi buahnya manis”

(Aristoteles)

“Belajarlah tentang arti kehidupan dari ayahmu dan belajarlah tentang arti ketulusan dari ibumu”

(10)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ilmiah ini kepada:

Kedua Orang Tuaku, Ayah Ir. Ramsi dan Ibu Suparti

Sebagai kedua orang tua tercinta yang telah mendidik, membesarkan, dan membimbingku dalam menjalani kerasnya kehidupan

Tidak Ada Kata Yang Dapat Aku Ucapkan Untuk Menggantikan Semua Kasih Sayang Dan Pengorbananmu Sehingga Aku Bisa

Menjadi Orang Yang Berhasil

Kakak dan Adikku, Romi Fahriza Akbar Tanjung Perdana dan Agustine Tria Dinanti

Yang selalu Memotivasi, Memberi Saran, Kritik, Doa untuk selalu berfikir maju dan jauh lebih baik lagi

Almamater Universitas Lampung

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 15 Juli 1992, merupakan putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Ayahanda Ir. Ramsi dan Ibunda Suparti.

Jenjang pendidikan penulis dimulai pada Taman Kanak-Kanak (TK) Masjid Agung Kalianda selesai tahun 1998, Sekolah Dasar Swasta Al-Kautsar Bandar Lampung selesai pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 28 Bandar Lampung selesai pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas Persada Bandar Lampung selesai pada tahun 2010.

(12)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Analisis Penjatuhan Pidana Terhadap Tindak Pidana Penipuan Tentang Praktik Percaloan Calon Pegawai Negeri Sipil” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai oleh karena itu, di dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus sebagai Pembahas I yang telah memberikan saran dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

(13)

4. Bapak Dr. Eddy Rifa’i, S.H., M.H. selaku Pembimbing I (satu) yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk memberikan koreksi yang sangat membantu dalam perbaikan skripsi penulis.

5. Bapak Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku Pembimbing II (dua) atas kesediaannya dan kesabarannya untuk membantu, mengarahkan, dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.

6. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Pembahas II (dua) yang telah memberikan masukan dan kritik dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik, terimakasih atas masukan dan arahanya selama penulis menjalani kuliah.

8. Seluruh Dosen Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis, serta kepada seluruh staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9. Keluarga Besar Bagian Hukum Pidana dan Keluarga Besar Fakultas Hukum 2010 terima kasih telah menjadi bagian perjalanan hidupku, besar harapan silaturahmi tak berujung.

10. Bapak Mardison, S.H., M.H. selaku Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang yang telah bersedia memberikan bantuan, pendapat dan meluangkan waktu.

(14)

ada bagian diri ini yang tidak pernah berhenti berjuang untuk membahagiakan kalian. Gelar ini ku persembahkan untuk kalian.

12. Kakak dan Adikku Romi Fahriza Akbar Tanjung Perdana dan Agustine Tria Dinanti terimakasih telah memotivasiku dan memberikan canda tawa, kalian adalah kakak dan adik terkeren yang aku punya.

13. Cahaya Winda Ekawati terimakasih untuk segalanya dan telah setia menemaniku, kau adalah wanita yang aku kagumi, darimu ku banyak belajar tentang arti kerja keras dan pantang menyerah.

14. Sahabat-sahabatku Beni Pramiza, Adi Pangestu, Andi Asmoro, Arief Chandra, Lek Ardi, Berry Prasetyo, Johan Aziz, Indra Sukma yang telah memberikan motivasi dan kenangan indah selama menjalani lika-liku kehidupan kampus.

15. Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan.

Akhir kata, sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal dari perjuangan panjang untuk menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Sedikit harapan semoga karya ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,

(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang berdasar kekuasaan belaka (machtstats), oleh karena itu tata kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus disusun dalam bingkai hukum. Konsepsi Negara Hukum atau rechtstats tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen keempat yang menyatakan Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Indonesia mempunyai sistem pemerintahan, yang mana sistem itu dijalankan oleh para pegawai-pegawai atau yang disebut dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam suatu tata pemerintahan yang baik peran suatu Pegawai Negeri memang sangat vital untuk mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan masyarakat yang adil, makmur yang merata dan berkeseimbangan materiil dan spiritual. Maka dari itu diperlukan adanya Pegawai Negeri yang bermental baik, berwibawa, berdaya guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.1 Tuntutan itu merupakan hal yang wajar dan sudah

1

(16)

2

seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan-perubahan terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Kedudukan dan peranan Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat, harus menyelenggarakan pelayanan secara adil kepada masyarakat, dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka pembinaan pegawai diarahkan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia agar memiliki sikap dan perilaku yang berintikan pengabdian, kejujuran, tanggungjawab, disiplin serta wibawa sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai tuntutan perkembangan masyarakat.

(17)

3

Tindak pidana praktik percaloan memang banyak terjadi menjelang adanya pembukaan pendaftaran penerimaan calon pegawai negeri sipil, dengan modus menjanjikan diterimanya sebagai pegawai negeri dengan meminta imbalan yang jumlahnya tidak sedikit. Bagaimana mendapatkan para pegawai negeri yang jujur,bersih dan bermoral kalau dalam penerimaanya pun mereka menggunakan jasa calo pns, dan mirisnya lagi banyak diantara para pelakunya adalah para pegawai negeri itu sendiri.

Idealnya PNS haruslah bersih dan bermoral, namun pada kenyataanya terdapat PNS yang melakukan praktik percaloan seperti pada kasus percaloan pegawai dengan terdakwa Irma Sintia (34), PNS Bapas Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Lampung (Kemenkumham), melakukan penipuan dengan modus menjadi calo penerimaan cpns di Kemenkumham Lampung. Pelaku menerima uang sebesar Rp.125.000.000,- dari saksi Bambang Sudirman sebagai syarat anaknya yang bernama Beni dapat diterima sebagai CPNS di Kemenkumham dan Rp.160.000.000,- dari saksi Eli Haeroni sebagai syarat anaknya Abdurrahman Hadi Anwar dapat diterima sebagai CPNS di kemenkumham.

(18)

4

ada dalam pengumuman. Beni pun kemudian menelepon Irma. Ketika itu, terdakwa Irma mengatakan bahwa nomor Beni pasti keluar. Sebab, dirinya telah mengurus ke pusat. Setelah lama menunggu dan tidak ada kejelasan, pada April 2011, Irma menelepon Bambang dan mengatakan bahwa uang Rp80 juta tidak cukup. Irma menyatakan, dirinya butuh Rp125 juta. Surat Keputusan nya, menurut Irma, tengah diurus sebagai kelulusan sisipan.Permintaan itu disanggupi Bambang. Uang diberikan lagi dalam beberapa tahap. Tapi, setelah lama ditunggu, Beni tak kunjung diterima. Tak hanya itu. Irma juga menawarkan untuk memasukkan orang menjadi honorer Polisi Pamong Praja dengan biaya Rp45 juta.2

Sesuai dengan perkara di atas maka terdapat kesenjangan penerapan sanksi pidana tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) :

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang

lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun."

2

(19)

5

Pada kenyataanya terdakwa hanya dituntut 2 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dan divonis oleh hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang hanya 1,5 tahun, lebih rendah dari pada tuntutan jaksa penuntut umum.

Pada Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2010 Pasal 54 ayat (1), yaitu:

Pemidanaan Bertujuan :

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat.

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna.

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Bila kita melihat pada Pasal 54 ayat (1) diatas, Jika pelaku kasus praktik percaloan tersebut hanya dijatuhi pidana rendah atau lolos dari hukuman, maka akan menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan mungkin bisa pula menumbuhkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan, karena membiarkan berlangsungnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum, moral dan kesusilaan. Bahkan jika tidak adanya efek jera maka praktik percaloan ini akan terus terjadi dan menimbulkan masalah yaitu tidak adanya kualitas para pegawai negeri karena di isi oleh orang-orang yang menggunakan jalan pintas secara illegal.

(20)

6

Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Tentang Praktik Percaloan Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah Penjatuhan pidana terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan calon Pegawai Negeri Sipil ?

b. Apakah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam rangka Penjatuhan pidana terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan ?

2. Ruang Lingkup

(21)

7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diajukan maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana penipuan tentang praktik percaloan calon Pegawai Negeri Sipil.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Penjatuhan pidana terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan dengan modus praktik percaloan.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terdiri dari kegunaan praktis dan teoritis sebagai berikut :

a. Kegunaan praktis

(22)

8

b. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penjatuhan pidana terhadap Praktik percaloan calon Pegawai negeri Sipil.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian hukum. Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Penjatuhan Pidana

Penjatuhan pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa yang diberikan kepada orang yang melanggar suatu perbuatan yang dilarang dan dirumuskan oleh Undang-undang atau hal yang berhubungan dengan pernyataan hakim dalam memutuskan perkara dan menjatuhkan hukuman.

Ada tiga teori yang mempenngaruhi tentang penjatuhan pidana, yaitu :

1) Teori Absolut

(23)

9

perkosaan pada hak dan kepentingan hukum yang telah dilindungi, oleh karena itu harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang dilakukanya.3

2) Teori Relatif

Berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana.4

3) Teori Gabungan

Teori Gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana.5

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penjatuhan Pidana

Praktek sehari-hari, baik oleh Penuntut Umum maupun Hakim, faktor-faktor yang dikemukakan dalam tuntutan dan penjatuhan pidana ada dua hal pokok yaitu hal-hal yang meringankan dan memberatkan.

1) Faktor-faktor yang memperingan penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa di luar KUHP antara lain :6

a. Tidak berbelit-belit dalam sidang.

b. Mengakui perbuatan pidana yang telah dilakukan. c. Menyesali telah melakukan tindak pidana.

3

Adami Chazawi,. Pelajaran Hukum Pidana. Rajawali Pers. Jakarta. 2011. hlm 157.

4

Ibid., hlm 161.

5

Ibid., hlm 166.

6

(24)

10

d. Sopan dalam mengikuti persidangan.

e. Belum pernah melakukan tindak pidana sebelumnya. f. Masih berusia relatif muda.

g. Sebagai tulang punggung keluarga/banyak tanggungan keluarga.

2) Faktor-faktor yang memperberat penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa di dalam KUHP antara lain:7

a. Pemberatan karena jabatan pidananya dapat ditambah sepertiga penggunaan Bendera Negara dalam hal melakukan kejahatan pidananya dapat ditambah sepertiga.

b. Seseorang yang telah dipidana oleh suatu putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap, akan tetapi melakukan kejahatan kembali dilain waktu (Recidivis).

c. Seseorang yang melakukan Tindak Pidana dengan sengaja maka hukuman dapat diperberat dengan meninjau kasus yang telah terjadi.

d. Dalam hal kejahatan dilakukan dalam keadaan dan kondisi tertentun seperti Pencurian ternak, pencurian dalam kondisi telah terjadi musibah baik alam maupun buatan, pencurian pada waktu malam pada ruang tertutup, pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu dan pencurian yang untuk masuk ketempat kejahatan dilakukan dengan cara merusak.

7

(25)

11

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan definisi tersebut, maka konseptualisasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana, yaitu: 1. Teori Relatif atau tujuan (doeltheorien) Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Pemberian pidana tidak hanya dilihat dari masa lampau melainkan juga ke masa depan. Memidana harus ada tujuan lebih jauh dari pada hanya menjatuhkan pidana saja, atau pidana bukanlah sekedar untuk pembalasan atau pengambilan saja, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. 2. Teori Absolut atau teori pembalasan( vergeldingstheorien ), Teori ini mengatakan bahwa didalam kejahatan itu sendiri

terletak pembenaran dari pemidanaan terlepas dari manfaat yang hendak di capai. Ada pemidanaan karena ada pelanggaran hukum. 3. Teori gabungan( verenigingsthrorien), Teori gabungan antara pembalasan dan pencegahan

beragam pula, ada yang menitik beratkan pada pembalasan, ada pula yang ingin agar unsur pembalasan dan prefensi seimbang.

b. Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.8

8

(26)

12

c. Pelaku tindak pidana adalah setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar atau melawan hukum sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Pelaku tindak pidana harus diberi sanksi demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminya kepentingan umum.9

d. Penipuan menurut pasal 378 KUHP adalah setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. e. Hukum pidana adalah sebagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di

suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan- perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut.10

E. Sistematika Penulisan

Sistematika yang disajikan agar mempermudah dalam penulisan skripsi secara keseluruhan diuraikan sebagai berikut :

9

Satjipto Rahardjo. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. PPKPH. Jakarta. 1998. hlm 25.

10

(27)

13

I. PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi Tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi yaitu pengertian pertanggungjawaban pidana, praktik percaloan dan kaitanya dengan pasal 378 KUHP.

III. METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari pendekatan masalah, sumber data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengumpulan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi berupa penyajian dan pembahasan data yang telah didapat penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis mengenai pertanggung jawaban pidana terhadap praktik percaloan calon pegawai negeri sipil.

V. PENUTUP

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penjatuhan Pidana

Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan pidana, pemberian pidana, dan hukuman pidana.

Sudarto memberikan pengertian pidana sebagai penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan Roeslan Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan Negara pada pelaku delik itu.1

Pidana mengandung unsur-unsur dan ciri-ciri, yaitu:2

1. Pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu pengenaan dan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

1

Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2012. hlm 186.

2

(29)

15

2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang).

3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.

4. Pidana itu merupakan pernyataan pencelaan oleh negara atas diri seseorang karena telah melanggar hukum.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa penjatuhan pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa yang diberikan kepada orang yang melanggar suatu perbuatan yang dilarang dan dirumuskan oleh Undang-undang.

Penjatuhan pidana juga berhubungan dengan stelsel pidana, stelsel pidana merupakan bagian dari hukum penitensier yang berisi tentang jenis pidana, batas-batas penjatuhan pidana, cara penjatuhan pidana, cara dan dimana menjalankanya, begitu juga mengenai pengurangan, penambahan, dan pengecualian penjatuhan pidana.3

Stelsel pidana Indonesia pada dasarnya diatur dalam Buku I KUHP dalam bab 2 dari pasal 10 sampai pasal 43, yang kemudian juga diatur lebih jauh mengenai hal-hal tertentu dalam beberapa peraturan, yaitu:

1. Reglemen Penjara (Stb 1917 No. 708) yang telah diubah dengan LN 1948 No. 77) 2. Ordonasi Pelepasan Bersyarat (Stb 1917 No. 749)

3. Reglemen Pendidikan Paksaan (Stb 1917 No. 741) 4. UU No. 20 Tahun 1946 Tentang Pidana Tutupan.

3

(30)

16

KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci jenis-jenis pidana, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, anatara pidana pokok dengan pidana tambahan.4

Pidana Pokok terdiri dari :

1. Pidana mati 2. Pidana penjara 3. Pidana kurungan 4. Pidana denda 5. Pidana tutupan

Pidana Tambahan terdiri dari :

1. Pidana Pencabutan hak-hak tertentu. 2. Pidana perampasan barang-barang tertentu. 3. Pidana pengumuman keputusan hakim.

Stelsel pidana Indonesia berdasarkan KUHP mengelompokan jenis-jenis pidana kedalam Pidana Pokok dan Pidana tambahan. Adapun perbedaan antara jenis-jenis pidana pokok dengan jenis-jenis pidana tambahan adalah sebagai berikut:5

1. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan (imperatif), sedangkan penjatuhan pidana tambahan sifatnya fakultatif.

4

Ibid. hlm 25.

5

(31)

17

2. Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan demikian menjatuhkan jenis pidana tambahan (berdiri sendiri), tetapi menjatuhkan jenis pidana tambahan tidak boleh tanpa dengan menjatuhkan jenis pidana pokok.

3. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan, bila telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde zaak) diperlukan suatu tindakan pelaksanaan (executie).

Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana, yaitu :

1. Teori Absolut

Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain.6

Teori ini bertujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. Pendekatan teori absolut meletakan gagasanya tentang hak untuk menjatuhkan pidana yang keras, dengan alasan karena seseorang bertanggung jawab atas perbuatanya, sudah seharusnya dia menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya.7 Menurut Johannes Andenaes tujuan dari pidana menurut teori absolut ialah untuk memuaskan

6

Ibid., hlm 157.

7

(32)

18

tuntutan keadilan (to satisfy the claims of justice), sedangkan pengaruh-pengaruhnya yang menguntungkan adalah sekunder.8

Sementara itu, Karl O. Christiansen mengidentifikasi lima ciri pokok dari teori absolut, yaitu:9

a. Tujuan pidana hanyalah sebagai pembalasan.

b. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat.

c. Kesalahan moral sebagai satu-satunya syarat pemidanaan. d. Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelaku.

e. Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi si pelaku.

Dalam kaitanya pertanyaan sejauh mana pidana perlu diberikan kepada pelaku kejahatan, teori absolut menjelaskan sebagai berikut :10

1) Dengan pidana tersebut akan memuaskan perasaan balas dendam si korban, baik perasaan adil bagi dirinya, temanya dan keluarganya serta masyarakat. Perasaan tersebut tidak dapat dihindarai dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai hukum. Tipe ini disebut vindicative.

8

Muhammad Taufik Makarao. Pembaharuan Hukum Pidana. Kreasi Wacana. Yogyakarta. 2005. Hlm 39.

9

M. Sholehuddin. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Grafindo Persada. Jakarta. 2003. hlm 35.

10

(33)

19

2) Pidana dimaksudkan untuk memberikan peringatan pada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak wajar, akan menerima ganjaranya. Tipe ini disebut fairness.

3) Pidana dimaksudkan untuk menunjukan adanya kesebandingan antara apa yang disebut dengan the gravity of the offence dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe ini disebut proporsionality.

2. Teori Relatif

Teori relatif berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.11

Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu:

a. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)

b. Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering) c. Bersifat membinasakan (onschadelijk maken)

Secara prinsip teori ini mengajarkan bahwa penjatuhan pidana dan pelaksanaanya setidaknya harus berorientasi pada upaya mencegah terpidana (special prevention) dari kemungkinan mengulangi kejahatan lagi di masa mendatang,

serta mencegah masyarakat luas pada umumnya (general prevention) dari

11

(34)

20

kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah dilakukan terpidana maupun lainya. Semua orientasi pemidanaan tersebut adalah dalam rangka menciptakan dan mempertahankan tata tertib hukum dalam kehidupan masyarakat.12

Secara umum ciri-ciri pokok atau karakteristik teori relatif ini adalah sebagai berikut:13

a. Tujuan Pidana adalah pencegahan (prevention).

b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

c. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.

d. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuanya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan.

e. Pidana melihat kedepan (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

12

Mahrus Ali. Op.Cit.,. hlm 190.

13

(35)

21

3. Teori Gabungan

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Secara teoritis, teori gabungan berusaha untuk menggabungkan pemikiran yang terdapat di dalam teori absolut dan teori relatif. Disamping mengakui bahwa penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa kembali ke masyarakat.14

Munculnya teori gabungan pada dasarnya merupakan respon terhadap kritik yang dilancarkan baik terhadap teori absolut maupun teori relatif. Penjatuhan suatu pidana kepada seseorang tidak hanya berorientasi pada upaya untuk membalas tindakan orang itu, tetapi juga agar ada upaya untuk mendidik atau memperbaiki orang itu sehingga tidak melakukan kejahatan lagi yang merugikan masyarakat.15

Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:16

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup dapatnya dipertahankanya tata tertib masyarakat.

14

Mahrus Ali. Op.Cit.,. hlm 192.

15

Ibid.,

16

(36)

22

b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.

B. Pengertian Tindak Pidana Penipuan

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia, untuk istilah dalam bahasa Belanda disebut “strafbaarfreit” atau “delik”. Disamping istilah tindak pidana, ada istilah lain yang dipakai oleh beberapa sarjana, yaitu “peristiwa pidana

(Simon)”, “perbuatan pidana (Moeljatno)”. Peristiwa pidana menurut Simon adalah

perbuatan salah dan melawan hukum dan diancam pidana dan dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu.17

Tindak Pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana pada pelaku adalah demi tertib hukum dan terjaminya kepentingan umum.18 Disamping itu E.Utrecht menganjurkan pemakaian istilah peristiwa pidana, karena peristiwa itu meliputi suatu perbuatan (handelen atau

17

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Pradnya Paramita. Jakarta. 2004. hlm 54.

18

(37)

23

doen positif) atau melalaikan (verzuim atau nalaten atau niet doen, negatif maupun

akibatnya).19

Peristiwa Pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).

Unsur-unsur peristiwa pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan segi objektif. Dari segi objektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman. Dari segi subjektif peristiwa pidana adalah perbuatan yang dilakukan seseorang secara salah. Unsur-unsur kesalahan si pelaku itulah yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pidana.20

Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:21

1. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

2. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatanya.

19

Wiryono Projodikoro. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Eresco. Jakarta. 2002. hlm 50.

20

Yulies Tiena Masriani. Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. 2004. hlm 63.

21

(38)

24

3. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

4. Harus ada ancaman hukumanya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya.

Jadi menurut beberapa pengertian diatas maka tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hkum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan, orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan.22

Tindak Pidana menurut Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, taua supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 378 KUHP adalah: 1) Dilakukan dengan sengaja.

2) Perbuatan yang dilakukan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. 3) Dilakukan dengan melawan hukum

22

(39)

25

4) Menggerakan orang lain dengan alat penggerakn atau pembujukan berupa memakai nama palsu atau keadaan palsu dengan rangkaian kata-kata bohong. 5) Dengan cara itu orang menyerahkan sesuatu barang membuat hutang

menghapuskan piutang.

Penipuan dapat terbagi atas beberapa pasal yaitu :

1) Penipuan Biasa (Pasal 378 KUHP) 2) Penipuan Ringan (Pasal 379 KUHP)

3) Penipuan Merupakan Kebiasaan (Pasal 379a KUHP)

4) Penipuan dilakukan dengan pemalsuan nama/tanda terhadap hasil karya/ciptaan seseorang (Penipuan Hak Cipta) (Pasal 380 KUHP)

5) Penipuan Terhadap perasuransian (Pasal 381 dan 382 KUHP) 6) Penipuan jual beli (pasal 383 KUHP)

7) Penipuan terhadap benda tak bergerak (Pasal 385 KUHP)

8) Penipuan dana penjualan bahan makanan dan obat0obatan (Pasal 386 KUHP) 9) Penipuan dalam Pemborongan (Pasal 387 KUHP)

10) Penipuan dengan memberikan gambar yang tidak benar tentang surat berharga (Pasal 391 KUHP)

11)Penipuan dengan menyusun neraca palsu (Pasal 392 KUHP)

12)Penipuan dengan memalsukan nama firma atau merek atas barang dagangan (Pasal 393 KUHP)

(40)

26

C. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah salah satu jenis Kepegawaian Negeri di samping anggota TNI dan Anggota POLRI (UU No 43 Th 1999). Pengertian Pegawai Negeri adalah warga negara RI yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 1 ayat 1 UU 43/1999).23

Pegawai Negeri merupakan aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan di Indonesia. Pegawai Negeri di Indonesia terdiri atas:24

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada departemen, lembaga non departemen, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintahan Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.

23 I draya to,”

Pengertian Pegawai Negeri Sipil” Artikel. 5 Juli . hl .

24

(41)

27

c. Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah, yaitu masih dimungkinkan adanya pegawai negeri sipil yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala kelurahan dan pegawai negeri di kantor sesuai dengan Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkedudukan sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Kesetiaan dan ketaatan yang penuh tersebut mengandung pengertian bahwa PNS berada sepenuhnya di bawah pemerintah.25

Oleh karena pelaksanaan tugas-tugas Pegawai Negeri menyangkut kelancaran tugas pemerintah, negara maupun warga negara, maka perlu diketahui uraian tugas serta kewajiban Pegawai Negeri, yang menyangkut jabatan maupun pribandinya sebagai Pegawai Negeri.

Dalam Pasal 2 dan 4 Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010, terdapat 17 (tujuh belas) kewajiban dan 15 (lima belas) larangan yang harus ditaati oleh setiap pegawai negeri, yaitu:26

a. Kewajiban:

1) Mengucapkan sumpah/janji PNS 2) Mengucapkan sumpah/janji jabatan

25

Sedarmayanti. Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintahan. Grasindo. Jakarta. 2005. hlm 15.

26

(42)

28

3) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah

4) Menaati segala ketentuan peraturan perundang-undangan

5) Melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab

6) Menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS

7) Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan

8) Memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan

9) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara

10)Melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil

11)Masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja 12)Mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan

13)Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya

14)Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat 15)Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas

(43)

29

17)Menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang

b. Larangan :

1) Menyalahgunakan wewenang

2) Menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain

3) Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional

4) Bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing

5) Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah

6) Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara

7) Memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan

8) Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya

(44)

30

10)Melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani

11)Menghalangi berjalannya tugas kedinasan

12)Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

13)Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden

14)Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang-undangan

15)Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Pegawai Negeri Sipil ditinjau dari sudut hukum pidana yaitu:27

a. Delik-delik jabatan, yaitu delik-delik dimana kedudukan Pegawai Negeri adalah sebagai subjek atau pelaku tindak pidana seperti penyalahgunaan wewenang. b. Delik-delik jabatan yang tidak sebenarnya, yaitu delik-delik biasa yang dilakukan

kalau keadaan-keadaan yang memberatkan seperti yang tersebut dalam pasal 52 KUHP.

27

(45)

31

c. Delik-delik yang dilakukan terhadap Pegawai Negeri yang sedang melakukan tugas-tugas seperti seorang militer berangkat perang, polisi menjaga keamanan, penyidik pegawai negeri sipil kehutanan yang sedang bertugas di hutan.28

D. Pengertian Calo

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Calo adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah. Di Indonesia, pekerjaan sebagai calo seringkali dipandang sebagai pekerjaan yang illegal dan negatif. Calo bekerja sebagai pemberi jasa alternatif atau jalan pintas bagi seseorang secara tidak resmi. Dalam prosesnya seorang calo akan berusaha mencari keuntungan dengan menggandakan harga asli suatu produk atau jasa, memberikan penawaran dengan harga yang besar dan tentunya berbeda dari harga sebenarnya. Pekerjaan ini juga menjadi pekerjaan yang dipandang rendah bagi sebagian kalangan karena penghasilannya yang tidak jelas dan praktiknya yang cenderung mengelabui atau menipu targetnya.29

Percaloan bisa kita kategorikan dalam dua hal, pertama adalah yang dilegalkan oleh negara melalui perijinan dan dikenai pajak. Biasanya istilahnya diperhalus menjadi perantara atau agen. Kita lihat kategori ini seperti perantara pembuat SIM/STNK, mengurus pajak, agen perjalanan, penyalur TKI dan agen pengiriman tenaga kerja. Kedua, calo yang ketegorinya illegal atau tanpa identitas resmi. Sebutan mereka tetaplah calo, seperti calo tiket, calo tanah, calo terminal, bahkan calo TKI.

28

Victor M. Situmorang. Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil. Rineka Cipta. Jakarta. 1994. hlm 22.

29

(46)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan pendekatan empiris.

a. Pendekatan yuridis normatif adalah suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan diatas. Penelitian hukum secara yuridis maksudnya penelitian yang mengacu pada studi kepustakaan yang ada ataupun terhadap data sekunder yang digunakan. Sedangkan bersifat normatif maksudnya penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya.1

b. Pendekatan Empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus.2

1

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm 14.

2

(47)

33

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan adalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan responden, untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini, terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer bersumber dari:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Acara Pidana (KUHAP). b. Bahan Hukum Sekunder

(48)

34

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier dapat bersumber dari berbagai bahan seperti teori atau pendapat para ahli dalam berbagai literatur/buku hukum, dokumentasi, kamus hukum dan sumber dari internet.

C. Narasumber

Narasumber adalah pihak-pihak yang dijadikan sumber informasi di dalam suatu penelitian dan memiliki pengetahuan serta informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas. Narasumber dalam penelitian ini adalah:

1. Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang = 1 orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung = 1 orang +

Jumlah = 2 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur studi kepustakaan dan studi lapangan sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan

(49)

35

peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain.

b. Studi Lapangan

Studi lapangan adalah prosedur yang dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden penelitian sebagai usaha mengumpulkan berbagai data dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti . Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data, adalah kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data, selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

b. Klasifikasi data, adalah kegiatan penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk dianalisis lebih lanjut.

(50)

36

E. Analisis Data

(51)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Penjatuhan pidana terhadap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tindak pidana penipuan merupakan rangkaian proses hukum terhadap pelaku yang telah cukup bukti melakukan tindak pidana. Dakwaan yang diberikan terhadap pelaku disesuaikan dengan jenis tindak pidana yang dilakukanya, dalam hal ini adalah ancaman Pasal 378 KUHP yang menyatakan diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa, dapat diketahui Hakim memakai teori gabungan dalam hal penjatuhan pidana, yaitu bukan saja melihat dari sisi pembalasan tetapi juga melihat dari sisi tujuan dijatuhi pidana kepada pelaku.

(52)

58

a. Dalam hal memberatkan yaitu perbuatan terdakwa telah merugikan orang lain (korban), terdakwa adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan meresahkan masyarakat.

b. Dalam hal meringankan yaitu terdakwa belum pernah dihukum dan terdakwa merupakan ibu dari dua orang anak yang masih kecil dan masih butuh dampingan untuk tumbuh kembangnya.

B. Saran

Melihat Uraian dan pembahasan di atas yang menjadi saran penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dalam hal penjatuhan pidana kepada Pegawai Negeri Sipil yang melakukan penipuan, Hakim harus berlandaskan pada pertimbangan-pertimbangan yang memberikan rasa keadilan baik bagi korban, terdakwa maupun masyarakat sehingga dapat tercipta suatu kepastian hukum serta untuk memberikan efek jera dan peringatan kepada para Pegawai Negeri Sipil yang ingin melakukan tindak pidana penipuan.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2012. Chazawi, Adami. Pelajaran Hukum Pidana. Rajawali Pers. Jakarta. 2011. ---, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2. Raja Grafindo. Jakarta. 2007. Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. 2008.

---, Bunga Rampai Hukum Pidana Dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hartono. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2010 Kansil. C.S.T. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Pradnya Paramita. Jakarta. 2004.

Ismail, Mohamad. Aktualisasi Pelayanan Prima Dalam Kapasitas Pns Sebagai Abdi Negara Dan Abdi Masyarakat. Mandar Maju. Bandung. 2003.

Kartanegara, Satochid. Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II, PTIK Angkatan V, Tahun 1954-1955.

Lamintang, P.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1996.

Makarao, Taufik. Pokok-Pokok Hukum Acara Pidana . Rineka Cipta. Jakarta. 2004. ---, Pembaharuan Hukum Pidana. Kreasi Wacana. Yogyakarta. 2005.

Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. 2011 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori dan Bunga Rampai Hukum Pidana. Alumni

Bandung. 1992.

(54)

Nawawi Arief, Barda. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Kencana. Jakarta. 2011.

Projodikoro, Wiryono. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT Eresco .Jakarta. 2002.

Rahardjo, Satjipto. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. PPKPH. Jakarta. 1998.

Sedarmayanti. Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintahan. Grasindo. Jakarta. 2005.

---, Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil Di Era Otonomi Daerah. Tarsito. Bandung. 2008.

Sholehuddin, Mohammad. Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana. Grafindo Persada. Jakarta. 2003.

Situmorang, Victor M. Aspek Hukum Pengawasan Di Lingkungan Aparatur Pemerintah. Rineka Cipta. Jakarta. 1994.

---, Tindak Pidana Pegawai Negeri Sipil. Rineka Cipta. Jakarta. 1994. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. Tiena Masriani, Yulies. Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.

2004.

UNDANG-UNDANG :

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2010 (RUU KUHP 2010)

Referensi

Dokumen terkait

PELAKSANAAN TERHADAP PENJATUHAN SANKSI PIDANA MATI UNTUK PELAKU TINDAK

“ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor: 1401 K/Pid/2007)” adalah benar-benar

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul : ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN SECARA

Hambatan dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan secara online oleh orang asing yaitu proses penyidikan dalam mengungkap tindak pidana

Berdasarkan pada uraian dalam hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana penipuan secara

Secara teoritis penjatuhan pidana bersyarat dalam tindak pidana korupsi juga dapat dibenarkan, berdasar : (1) pidana tidak semata-mata dimaksudkan memberikan

Jadi dalam penerapannya penjatuhan sanksi anak yang melakukan tindak pidana narkotika hakim dalam memberikan putusan tetap mengacu pada UU No.3 Tahun 1997 tentang

Bentuk tindak pidana penipuan dengan dasar Hutang Piutang antara lain tindak pidana penipuan dalam KUHP diatur pada Buku II tentang Kejahatan terhadap Harta Kekayaan,