JENIS-JENIS BAKTERI GRAM NEGATIF POTENSIAL PATOGEN
PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus tauvina)
PRASETIA AJITAMA 100302020
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
JENIS-JENIS BAKTERI GRAM NEGATIF POTENSIAL PATOGEN
PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus tauvina)
SKRIPSI
PRASETIA AJITAMA 100302020
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
JENIS-JENIS BAKTERI GRAM NEGATIF POTENSIAL PATOGEN
PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus tauvina)
SKRIPSI
PRASETIA AJITAMA 100302020
Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Jenis-Jenis Bakteri Gram Negatif Potensial Patogen Pada Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)
Nama : Prasetia Ajitama
NIM : 100302020
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
Ketua Anggota
Mengetahui
Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Prasetia Ajitama
NIM : 100302020
menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Jenis-Jenis Bakteri Gram Negatif Potensial Patogen Pada Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)”
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, September 2014
ABSTRAK
PRASETIA AJITAMA. Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan YUNASFI.
Ikan kerapu lumpur (E. tauvina) merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Hama serta penyakit yang ada pada budidaya ikan kerapu lumpur menjadi salah satu faktor yang cukup menentukan akan keberhasilan budidaya ikan kerapu lumpur. Ikan kerapu lumpur sakit diperoleh dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang berlokasi di perairan Belawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bakteri penyebab penyakit yang menginfeksi ikan kerapu lumpur dan bakteri patogen di air KJA. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu bulan Mei sampai dengan Agustus 2014 di Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II. Isolasi dan karakterisasi bakteri patogen pada ikan kerapu lumpur dan air KJA menggunakan seri pengenceran dan metode cawan gores. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur memiliki 3 spesies yang berpotensi sebagai bakteri patogen pada ikan dan air sebanyak 41 isolat, yaitu Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, dan Vibrio harveyi.
ABSTRACT
PRASETIA AJITAMA. Kinds of Bacterial Pathogens to Mud Grouper
(Epinephelus tauvina). Supervised by DWI SURYANTO and YUNASFI.
Mud Grouper (E. tauvina) is a popular fish among Indonesian people, which becomes a favorite dish for Indonesian people. Weevil and disease that derive from the aquaculture of the mud grouper becomes one of the most determining factors of the success of the aquaculture of the Mud Grouper. The sick mud grouper were taken from Floating Net Cages or Keramba Jaring Apung (KJA) that is located in Belawan waters. The research is aimed at finding bacteria that cause disease, which infects the mud grouper and discovering the bacterial pathogens in the KJA. The research was conducted for four months from May to August 2014 in SKIPM laboratory of Class I Medan II. The isolation and characterization of the bacterial pathogen in the mud grouper and in the KJA water use the dilution series and the scratch cup method. Based on the observation, it is found that the mud grouper has three species that are potential as the bacterial pathogens on the mud grouper and water by the total number of 41 isolats, which are Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, and Vibrio harveyi.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di kota Tanjung Pinang, Provinsi
Kepulauan Riau pada tanggal 24 Oktober 1992 dari
Ayahanda Jamhur dan Ibunda Siti Khairani. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis mengawali pendidikan formal di TK
Ekadyasa Tanjung Pinang pada tahun 1997-1998.
Pada tahun 1998-2004, penulis meneruskan
pendidikan di SD Negeri 002 Tanjung Pinang dan pendidikan menengah pertama
ditempuh dari tahun 2004-2007 di SMP Negeri 7 Tanjung Pinang. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 4 Tanjung Pinang
dengan jurusan IPA pada tahun 2007-2010.
Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui
jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis melaksanakan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan (SKIPM) Kelas I Medan II Belawan, Provinsi Sumatera Utara.
Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi asisten laboratorium
Pencemara Perairan dan Pengolahan Limbah tahun 2012-2013, dan Hama
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen Ikan Kerapu Lumpur
(Epinephelus tauvina)”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi
pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda Jamhur dan Ibunda Siti
Khairani yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada adinda
Ridho Nurrohman.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi
Suryanto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si
selaku anggota komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam
penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pindi Patana,
S.Hut, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
dan seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan. Terima kasih kepada Bapak Ir. Felix Lumban Tobing, S.Pi, M.P selaku
kepala SKIPM Kelas I Medan II, Bapak Sondang Sitorus, S.Si selaku Kasubsie
Kepala Urusan Tata Usaha SKIPM Kelas I Medan II, Bapak Diky Agung
Setiawan, S.St. Pi selaku Kasubsie Wasdalin SKIPM Kelas I Medan II, Ibu Ied
Parinduri, S.Si selaku Kepala Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II sekaligus
Pembimbing penelitian ekstern, serta seluruh staf SKIPM Kelas I Medan II yang
telah memberikan dukungan baik materi maupun bantuan kepada penulis selama
terlaksananya kegiatan penelitian.
Terimakasih kepada Green Alfath Siregar, S.Pi, Adil Junaidi, Achmad
Taher Daulay, Pahrurrozi, Muhammad Irfan Maulana, Ofi Sabrina Sitompul, S.Pi,
Tantri Ayu Syahfitri, Pesta Saulina Sitohang, S.Pi, Sabilah Fi Ramadhani, S.Pi,
Sudoyo Lumban Tobing, S.Pi, Albino Panjaitan, Ernawati Butar-butar dan seluruh
teman-teman seperjuangan di angkatan 2010 Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan. Terimakasih penulis juga sampaikan kepada Muhammad
Dafikri, Fadil Muhammad Syah, dan Fajar Prasetya Kembaren serta berbagai
pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.
Medan, September 2014
DAFTAR ISI
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Ikan 21
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Air . 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Ikan Terserang Penyakit ... 25
Bakteri Potensial Patogen pada Ikan dan Air ... 26
Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Ikan dan Air ... 26
Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Ikan dan Air ... 27
Kualitas Air ... 32
Pembahasan Penyakit pada Ikan ... 32
Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air ... 33
Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen pada Ikan dan Air ... 34
Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air .... 35
Kualitas Air ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39
Saran ... 39
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran ... 4
2. Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) ... 7
3. Ikan Kerapu Lumpur yang terinfeksi penyakit ... 25
4. Organ Dalam (Hari, Ginjal, dan Limfa) ... 26
5. Bentuk isolat koloni bakteri Vibrio harveyi, Aeromonas salmonicida, Dan Edwardsiella icatulari ... 28
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Jumlah isolat bakteri potensial patogen pada sampel air ... 26
2. Morfologi koloni bakteri potensial patogen pada ikan dan air ... 27
3. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri Vibrio harveyi ... 29
4. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri Aeromonas salmonicida ... 30
5. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri Edwardsiella icatulari ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Sterilisasi alat dan bahan ... 45
2. Pembuatan media bakteri ... 46
3. Pengambilan sampel ikan dan sampel air ... 49
4. Isolasi bakteri pada ikan dan air ... 50
5. Isolat pada media selektif ... 52
6. Pewarnaan Gram ... 53
7. Uji reaksi biokimia ... 55
ABSTRAK
PRASETIA AJITAMA. Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan YUNASFI.
Ikan kerapu lumpur (E. tauvina) merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Hama serta penyakit yang ada pada budidaya ikan kerapu lumpur menjadi salah satu faktor yang cukup menentukan akan keberhasilan budidaya ikan kerapu lumpur. Ikan kerapu lumpur sakit diperoleh dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang berlokasi di perairan Belawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bakteri penyebab penyakit yang menginfeksi ikan kerapu lumpur dan bakteri patogen di air KJA. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu bulan Mei sampai dengan Agustus 2014 di Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II. Isolasi dan karakterisasi bakteri patogen pada ikan kerapu lumpur dan air KJA menggunakan seri pengenceran dan metode cawan gores. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur memiliki 3 spesies yang berpotensi sebagai bakteri patogen pada ikan dan air sebanyak 41 isolat, yaitu Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, dan Vibrio harveyi.
ABSTRACT
PRASETIA AJITAMA. Kinds of Bacterial Pathogens to Mud Grouper
(Epinephelus tauvina). Supervised by DWI SURYANTO and YUNASFI.
Mud Grouper (E. tauvina) is a popular fish among Indonesian people, which becomes a favorite dish for Indonesian people. Weevil and disease that derive from the aquaculture of the mud grouper becomes one of the most determining factors of the success of the aquaculture of the Mud Grouper. The sick mud grouper were taken from Floating Net Cages or Keramba Jaring Apung (KJA) that is located in Belawan waters. The research is aimed at finding bacteria that cause disease, which infects the mud grouper and discovering the bacterial pathogens in the KJA. The research was conducted for four months from May to August 2014 in SKIPM laboratory of Class I Medan II. The isolation and characterization of the bacterial pathogen in the mud grouper and in the KJA water use the dilution series and the scratch cup method. Based on the observation, it is found that the mud grouper has three species that are potential as the bacterial pathogens on the mud grouper and water by the total number of 41 isolats, which are Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, and Vibrio harveyi.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia termasuk negara maritim yang mempunyai potensi hasil
perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut
merupakan salah satu usaha yang dapat memberikan alternatif sumber penghasilan
untuk meningkatkan pendapatan bagi nelayan. Berkembangnya usaha budidaya,
dapat meningkatkan produksi baik jumlah maupun mutunya. Dampak lebih lanjut
dari usaha ini adalah kesejahteraan masyarakat nelayan mengalami peningkatan
disamping itu negara diuntungkan karena adanya peningkatan jumlah devisa
sebagai hasil ekspor produk perikanan.
Selama ini produksi ikan kerapu lebih banyak disuplai dari hasil perikanan
tangkap. Di Indonesia 58.905 ton produksi ikan kerapu hanya sekitar 7.500 ton
(13%) yang berasal dari budidaya. Produksi dari hasil penangkapan di laut
nilainya semakin menurun hampir mencapai 60%. Hal ini menunjukkan
ketidakseimbangan antara jumlah penangkapan dan hasil ikan di alam yang dapat
membahayakan kelestarian ikan kerapu (Widiana dkk., 2009).
Pengembangan ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA) mempunyai
kendala dalam proses kegiatan budidayanya. Permasalahan yang timbul dalam
proses pemeliharaan benih ikan kerapu dalam KJA adalah timbulnya penyakit.
Beberapa jenis penyakit yang ditemukan pada kegiatan pemeliharaan tersebut
antara lain borok pada pangkal sirip ekor, sirip yang busuk, dan mulut merah.
Selain itu, ikan kerapu juga sering terserang penyakit parasitik, yang diakibatkan
protozoa (Cryptocaryon sp.) serta bakteri dari genus Vibrio. Hal ini mendorong
perlu diadakan pengkajian tentang penyakit yang menyerang ikan kerapu (Azhar,
2011).
Guna pemenuhan kebutuhan ikan kerapu dan upaya perlindungan
dikembangkanlah usaha budidaya ikan kerapu seperti pengembangan panti-panti
pembenihan. Namun usaha ini masih banyak menghadapi kendala dan masalah.
Permasalahan utama yang sering menjadi penghambat produksi adalah penyakit
seperti bakteri dan virus, termasuk serangan patogen ini pada benih, larva dan
juvenil. Produksi budidaya ikan kerapu lumpur, yang terserang patogen juga dapat
dimulai dari kegiatan pembenihan sampai budidaya pembesaran di keramba jaring
apung. Jenis penyakit yang sering timbul pada budidaya air laut adalah
disebabkan oleh strain Vibrio, Pseudomonas, Chromobacterium, Bacillus (Irianto,
2003).
Penyakit pada ikan kerapu yang disebabkan oleh berbagai bakteri
penyebab penyakit merupakan masalah yang dihadapi pembudidaya.
Bakteri-bakteri tersebut akan terus berkembang pada ikan kerapu dan menyebabkan
kematian pada ikan tersebut. Salah satu bakteri yang diduga hidup pada ikan
kerapu lumpur adalah bakteri Vibrio sp., yang menyebabkan penyakit vibriosis.
Bakteri ini dapat langsung menyerang dan menginfeksi bagian tubuh ikan kerapu
lumpur yang terlihat mengalami memar dan luka. Pada penelitian ini dilakukan
pemeriksaan bakteri-bakteri penyebab penyakit yang diduga bersifat patogen pada
ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) sehingga dapat di identifikasi bakteri
Perumusan Masalah
Dalam suatu usaha budidaya seringkali terdapat berbagai permasalahan
yang dihadapi seperti adanya serangan penyakit pada kurun waktu tertentu yang
dapat menghambat pertumbuhan biota bahkan dapat mengakibatkan kematian
bagi biota tersebut. Permasalahan tersebut sering dihadapi dalam usaha perikanan,
satu diantaranya usaha budidaya kerapu lumpur pada keramba jaring apung (KJA)
milik UD. Sundoro.
Berdasarkan deskripsi di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bakteri patogen apa saja yang hidup dan menginfeksi ikan kerapu lumpur ?
2. Apakah ada bakteri patogen yang dominan hidup serta menginfeksi ikan
kerapu lumpur dan air tempat ikan itu hidup?
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian, ikan kerapu lumpur (E.
tauvina) merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi
kegemaran banyak orang di Indonesia. Hama serta penyakit yang ada pada
budidaya ikan kerapu lumpur menjadi salah satu faktor yang cukup menentukan
akan keberhasilan budidaya ikan kerapu lumpur.
Timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak
seimbang antara lingkungan, kondisi inang (ikan) dan patogen (penyakit).
Identifikasi bakteri pada berbagai anggota tubuh ikan kerapu yang diduga terdapat
bakteri penyebab penyakit sangat penting untuk menentukan spesies bakteri apa
penyakit serta pengambilan sampel air dimana ikan kerapu lumpur itu hidup
untuk mengetahui bakteri-bakteri apa saja yang ada pada keramba jaring apung
ikan kerapu lumpur sehingga dapat di identifikasi bakteri yang didapat. Berikut ini
adalah kerangka pemikiran (Gambar 1) dalam melakukan penelitian ini:
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Lingkungan
Inang
Patogen
Interaksi
Serangan Penyakit Pada Ikan
Virus Bakteri Jamur
Isolasi B k i
Identifikasi Bakteri Penyebab Penyakit
Bakteri-Bakteri Potensial Patogen
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis bakteri potensial patogen yang hidup dan
menginfeksi ikan kerapu lumpur.
2. Untuk mengetahui jenis bakteri penyebab potensial patogen yang paling
dominan hidup dan menginfeksi ikan kerapu lumpur, serta jenis bakteri
patogen pada air tempat ikan kerapu lumpur itu hidup.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi pembudidaya
ikan laut dengan mengetahui bakteri-bakteri potensial patogen yang dapat
menginfeksi ikan laut khususnya ikan kerapu lumpur serta bakteri-bakteri patogen
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)
Ikan kerapu hidup di perairan pantai hingga mencapai kedalaman 60
meter. Terumbu karang yang banyak di temukan di perairan Indonesia merupakan
tempat hidupnya. Biasanya ikan ini berdiam diri di celah-celah batu menanti
mangsa. Makanan utamanya adalah ikan-ikan kecil lainnya. Warna dasar tubuh
kerapu adalah cokelat muda, yang sesuai dengan lingkungan hidupnya.
Bulatan-bulatan merah atau coklat terdapat pada kepala bagian atas, tubuh dan sirip. Pada
kerapu besar jalur dan bulatan itu menghilang. Penyebaran ikan ini sangat luas,
mulai dari Laut Merah dan Afrika Selatan hingga Indonesia, Philipina, Jepang,
Hawaii dan Australia (Ratna dkk., 2001).
Larva kerapu pada umumnya menghindari permukaan air pada siang hari,
sebaliknya pada malam hari lebih banyak ditemukan di permukaan air.
Penyebaran vertikal tersebut sesuai dengan sifat ikan kerapu sebagai organisme
yang pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang sedangkan
pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makan (Anidiastuti,
2004).
Ikan kerapu yang paling terkenal dan sering dibudidayakan di Indonesia
adalah Ikan kerapu lumpur. Adapun ciri-ciri kerapu lumpur secara morfologi yaitu
bentuk tubuh agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillary
lebar di luar mata, gigi-gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik
putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan
jenis Ulva reticulata dan Gracilaha spp. dan setelah dewasa hidup di perairan
yang lebih dalam dengan dasar yang terdiri atas pasir berlumpur (Purba, 1990).
Selain itu, Ikan kerapu lumpur memiliki badan yang berwarna dasar sawo
matang dan pada bagian bawah agak keputihan. Terdapat garis menyerupai pita
yang berwarna gelap, yang melintang pada badannya dalam jumlah sekitar 4-6
buah. Saat masih muda, pada seluruh tubuhnya terdapat noda-noda berwarna
merah sawo (Murtidjo, 2002). Adapun klasifikasi ikan kerapu lumpur adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas
Ordo : Perciformes
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus tauvina
Gejala Penyakit Pada Ikan
Penyakit ikan dapat didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian
alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit
yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses
hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air),
kondisi inang (ikan), dan adanya patogen. Dengan demikian timbulnya serangan
penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan ikan,
dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada
ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan
akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Kordi, 2004).
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ada beberapa gejala penyebab
penyakit diantaranya :
1. Gejala Eksternal
Lesi terjadi secara subkutan dengan pembengkakan sehingga
menyebabkan ulcerative dermatitis (furunculosis), pembengkakan biasanya
menjadi luka terbuka berisi nanah, darah dan jaringan yang rusak di tengah luka
tersebut terbentuk cekungan, pada serangan akut tanda-tanda yang menyeluruh
mungkin tidak tampak, hemorhagi pada dasar sirip dan sirip dorsal geripis, mata
menonjol dan warna tubuh menjadi gelap.
2. Gejala Internal
Pada jaringan otot tubuh, usus bagian belakang lengket dan bersatu,
pembengkakan limfa dan ginjal yang berkembang menjadi nekrosis, serta
3. Histopatologi
Nikrosis pada jaringan dengan kolonisasi bakteri, inflamasi sedikit
dijumpai karena bakteri menghasilkan leukocytolytic exotoxin.
Ikan kerapu yang menderita sakit biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang
dapat diketahui dengan jelas dan mudah. Beberapa gejala yang dapat terlihat
dengan jelas seperti kelainan tingkah laku pada kondisi ikan berenang terlihat
sangat lemah dengan posisi miring (Menukik dari permukaan langsung ke dasar,
bergerak kembali ke permukaan dan akan tetap berada di permukaan), nafsu
makan berkurang dan daya tahan tubuh melemah, kelainan bentuk mata, sisik dan
warna tubuh, mata menonjol, sisik badan sebagian lepas, warna tubuh menjadi
lebih gelap, kelainan pada insang dan sirip ekor. Tutup insang membuka
terus-menerus secara cepat, sirip ekor tidak normal serta kelainan pada kulit, ada
luka-luka pada kulit dan bintik-bintik putih serta merah (Purba, 1990).
Jenis-Jenis Penyakit Pada Ikan Kerapu Lumpur
Pengembangan usaha budidaya ikan kerapu lumpur di keramba jaring
apung mempunyai kelebihan antara lain rendahnya biaya operasional
dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan serta teknologi budidayanya
yang sederhana dan mudah diadaptasikan di masyarakat petani nelayan secara
luas. Permasalahan yang timbul pada budidaya ikan kerapu lumpur di keramba
jaring apung adalah terjadinya penyakit. Salah satu penyakit yang ditemukan
pada ikan kerapu lumpur adalah penyakit infeksi bakteri dengan gejala klinis
Sewaktu bakteri menginfeksi ikan, bakteri dapat menghasilkan zat beracun
yang disebut sebagai toksin yang merupakan produk ekstraseluler yang berkaitan
dengan antibiosis sehingga bisa mematikan organisme inang atau memudahkan
bakteri masuk ke dalam tubuh inang. Berdasarkan proses pengeluarannya, toksin
yang dihasilkan oleh bakteri dapat bersifat eksotoksin jika diekskresikan ke luar
sel, atau endotoksin jika racun tersebut tetap disimpan dalam sel bakteri dan tidak
diekskresikan (Todar, 2002).
Menurut Handajani dan Samsundari (2005) jenis penyakit ikan laut dan
organisme yang sering terjadi disebabkan oleh bakteri adalah sebagai berikut:
1. Penyakit sirip borok organisme penyebabnya Myxobacter sp.dan Vibrio sp.
2. Penyakit Bacterial sirip organisme penyebabnya Pseudomonas sp. dan Gram
Positif.
3. Penyakit Streptococciasis organisme penyebabnya Cocci.
4. Penyakit Vibriosis organisme penyebabnya Streptococcus dan Vibrio.
Kendala terbesar yang selalu dihadapi pada kegiatan budidaya ikan kerapu
adalah terjadinya serangan bakteri patogen terutama pada stadia larva. Serangan
bakteri patogen ini menimbulkan penurunan kualitas dan tingkat produksi pada
usaha pembenihan ikan kerapu, bahkan kematian dan kegagalan panen dapat
terjadi. Rukyani (1993) melaporkan bahwa akibat adanya serangan penyakit,
hanya sekitar 40% dari seluruh areal keramba di Indonesia yang masih beroperasi
sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar. Sekurang-kurangnya 300
miliar rupiah telah hilang pertahunnya dari seluruh areal keramba di Indonesia.
Mikroorganisme virus, bakteri atau parasit merupakan penyebab penyakit
(2000) penyakit bakterial pada ikan kerapu lumpur adalah Vibrio sp., Aeromonas
sp., Pasteurella spp., Streptococcus dan Mycobacterium. Kasus penyakit bakterial
pada ikan kerapu macan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Vibrio sp. dan
dapat bersifat patogen ataupun hanya penyebab sekunder (Bessie, 1988 diacu oleh
Wong dkk.,1990). Sedangkan pada kerapu lumpur kasus penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi (Saeed, 1995) atau Pseudomonas sp.
berupa peradangan pada kulit (Nash dkk.,1987).
Bakteri Vibrio sp.
Vibrio sp. merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam
divisi bakteri, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Vibrionaceae.
Bakteri ini bersifat gram negatif, fakultatif anaerobik, fermentatif, bentuk sel
batang dengan ukuran panjang antara 2 – 3 um, menghasilkan katalase dan
oksidase dan bergerak dengan satu flagella pada ujung sel (Austin, 1988). Vibrio
merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada dalam
lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik
menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan.
Bakteri Vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain
baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian
dalam seperti hati, insang, ginjal, dan limfa. Menurut Wagiyo (1975) dampak
langsung bakteri patogen dapat menimbulkan penyakit, parasit, pembusukan dan
toksin yang dapat menyebabkan kematian biota yang menghuni perairan tersebut.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa toksin yang dihasilkan oleh bakteri
akibat interaksi antara toksin dengan inang. Bordas., dkk (2004), mengemukakan
bahwa beberapa jenis bakteri patogen memproduksi toksin tetrodotoksin.
Bakteri-bakteri penghasil toksin tersebut antara lain adalah Vibrio alginolyticus, Vibrio
Parahaemolyticus dan Vibrio anguillarum yang berupa anhydrotetrodotoksin.
Beberapa jenis Vibrio yang bersifat patogen yaitu dengan mengeluarkan
toksin ganas dan seringkali mengakibatkan kematian pada manusia dan hewan.
Vibrio cholera yang berasal dari darat atau air tawar, sudah dikenal sebagai
penyebab penyakit muntah berak di Indonesia (Thayib, 1977). Jenis Vibrio yang
terdapat pada ikan dan invertebrata laut adalah Vibrio alginolyticus, Vibrio
damsela, Vibrio charchariae, Vibrio anguilarum, Vibrio ordalli, Vibrio cholerae,
Vibrio salmonicida, Vibrio vulnificus, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio pelagia,
Vibrio splendida, Vibrio fischeri dan Vibrioharveyi (Austin dan Austin, 1993).
Umumnya ikan yang terserang penyakit Vibriosis memperlihatkan
gejala-gejala ikan kehilangan nafsu makan (anorexia), kulit ikan menjadi gelap, insang
ikan pucat, sering terjadi pembengkakan pada kulit yang lama-kelamaan akan
pecah menjadi luka (bisul) dan mengeluarkan cairan nanah berwarna kuning
kemerah-merahan, terjadi pendarahan pada dinding perut dan permukaan jantung
dan jika dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada
jaringan hati, ginjal dan limpa (Kordi, 2004).
Bakteri Vibrio sp. diketahui sebagai bakteri oportunistik dan merupakan
bakteri yang sangat ganas dan berbahaya pada budidaya ikan kerapu karena dapat
bertindak sebagai patogen primer dan sekunder. Sebagai patogen primer bakteri
bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang penyakit lain, misalnya oleh parasit
(Post, 1987).
Ciri bakteri Vibrio adalah bentuknya seperti batang pendek, tidak
membentuk spora, sumbu melengkung atau lurus, ukurannya 0,51 mm x 1 – 2
mm, bersifat gram negatif, tumbuh baik pada kadar NaCl 1 – 1,5 %, terdapat
tunggal atau kadang-kadang bersatu dalam bentuk s atau spiral. Vibrio harveyi
umumnya hidup di air laut dan payau, terutama air dangkal serta musim dimana
temperatur air menjadi tinggi, ditemukan di habitat-habitat akuatik, sebagian pada
air laut, lingkungan estuarin dan berasosiasi dengan hewan laut. Bakteri Vibrio
spp termasuk jenis bakteri halofit. Dapat tumbuh secara optimum pada salinitas 20
– 30 ppt, dan dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alkali, yaitu pH optimum
berkisar antara 7,5 – 8,5 (Prajitno, 2005).
Bakteri Aeromonas sp.
Bakteri Aeromonas spdapat hidup di berbagai perairan di dunia seperti air
sungai, estuaria, air laut dan dikenal sebagai penyebab penyakit Motil Aeromonas
Septicaemia (MAS) dimana bakteri tersebut memproduksi berbagai produk
protein ekstraseluler, termasuk toksin, haemolysin dan enzim protease yang
diduga sebagai penyebab virulensi bakteri tersebut terhadap inangnya (Muslim,
dkk., 2009). Penularan bakteri ini melalui air, kontak badan, pemakaian alat yang
telah tercemar atau karena alat digunakan untuk pemindahan ikan yang telah
terserang bakteri Aeromonas.
Kerugian yang ditimbulkannya sangat besar, sebab dalam waktu relatif
Serangan bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), jadi tidak memperlihatkan
gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan. Serangan bakteri ini
baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan
oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang
baik (Kordi, 2004).
Ikan yang terserang bakteri Aeromonas menujukkan perubahan warna
tubuh menjadi gelap, berenang tidak beraturan, mata ikan rusak, sisik seperti akan
lepas, sirip rusak, insang berwarna pucat, ikan berenang ke permukaan seperti
kekurangan oksigen, insang rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi
kasat dan timbul pendarahan dengan luka-luka borok, perut menjadi besar (dropsi)
dan apabila dibedah akan terlihat pendarahan pada hati, ginjal dan limpa.
Aeromonas salmonicida menyebabkan penyakit Furuncolosis dan
merupakan bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif adala
mempertahankan
Aeromonas salmonicida berbentuk batang pendek ( 1,3 – 2,0 x 0,8 – 1,3 µm ),
non motil atau tidak bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob,
pertumbuhan optimum pada suhu 22⁰C. Koloni bakteri ini berwarna putih, kecil,
bulat, dan cembung. Strain typical dapat menghasilkan pigmen coklat yang akan
lebih kelihatan apabila medium ditambah dengan tyrosine atau phenylalanine.
Pada media dengan kandungan asam amino tinggi pigmen coklat akan jelas
kelihatan pada umur kultur 48 jam. Secara biokimia bakteri ini bersifat oksidase
Bakteri Edwardsiella sp.
Penyakit Edwardsiellosis disebabkan oleh bakteri dari genus Edwardsiella
yaitu Edwardsiella tarda dan Edwardsiella ictaluri. Bakteri ini menyerang
spesies-spesies ikan di daerah tropis. Bakteri E. tarda dan E. ictaluri bisa bertahan
hidup di air. Beberapa inang alamiah bisa bertahan sebagai carrier. Penularan
secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang lainnya atau melalui
air. Gejala eksternal ikan yang terserang. Penyakit Edwardsiellosis pada infeksi
ringan, hanya menampakkan luka-luka kecil. Ukuran luka sebesar 3 – 5 mm. Luka
tersebut berada disamping bagian belakang badan (posterio-lateral)
(Mangunwiryo dkk., 1995).
Sebagai perkembangan penyakit lebih lanjut, luka bernanah berkembang
dalam otot rusuk dan lambung. Pada kasus akut akan terlihat luka bernanah secara
cepat bertambah dengan berbagai ukuran. Perkembangan lebih lanjut, luka-luka
(rongga-rongga) berisi gas. Terlihat bentuk cembung, menyebar ke seluruh tubuh.
Ikan tampak kehilangan warna, dan luka-luka kemudian merata di seluruh tubuh.
Jika luka digores, bau busuk tersebar. Bekas jaringan mati bisa berisi 3 rongga
(Nitimulyo dkk., 1993).
Edwardsiella ictaluri merupakan salah satu spesies yang juga termasuk
famili dari Enterobacteriaceae yang bersifat patogen. Menurut Irianto (2005)
bakteri ini berbeda dengan Edwardsiella tarda, ia justru menginfeksi ikan pada
saat masih muda (benih, seukuran jari). Bakteri dapat menyebabkan Enteric
Septicemia atau septikemia enterik yang menunjukkan gejala klinis seperti infeksi
sistemik bakteri pada umumnya, diantaranya nekrosa dan ulserasi organ distensi
musim, bakteri ini merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit musiman. Ia
dapat bertahan hidup pada suhu sekitar 24˚ – 28˚C yang merupakan suhu optimum
untuk pertumbuhan bakteri. Tingkat prevalensinya meningkat pada bulan Mei–
Juni dan September – Oktober. Selain itu E. ictaluri dapat bertahan pada air kolam
selama 90 hari dengan suhu sekitar 25˚C (Songer dan Post, 2005).
Penularan Penyakit Ikan Melalui Air
Air merupakan kebutuhan mutlak bagi ikan, sebab seluruh hidupnya
berada dalam air. Namun demikian, tidak semua air dapat digunakan untuk
memelihara ikan. Sumber air yang digunakan untuk mengairi ikan kerapu harus
memenuhi syarat, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan tersedia sepanjang
tahun (Supratno, 2006).
Pengendalian kondisi lingkungan budidaya agar tetap stabil dan optimal
bagi organisme perairan termasuk ikan sebagai hewan budidaya menjadi sangat
perlu dilakukan. Sehingga secara khusus pengolahan dan air sebagai tempat
budidaya perlu dilakukan. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya
perikanan tidak sekedar air (H2O), karena air mengandung banyak ion. Ion-ion
unsur yang kemudian menentukan apakah lingkungan tersebut cocok untuk
kegiatan budidaya. Jadi kualitas air yang baik adalah air yang cocok untuk
kegiatan budidaya, dimana jenis komoditas bisa hidup dan tumbuh dengan normal
(Maniagasi dkk., 2013).
Air yang digunakan untuk pembenihan maupun pembesaran ikan yang
telah tercemar oleh penyakit, biasanya ikan yang dibudidayakan juga akan
yang telah tercemar oleh senyawa beracun dapat menyebabkan timbulnya
serangan penyakit pada ikan. Penyakit yang menyebabkan ikan sakit berupa
penyakit infeksi maupun non infeksi (Kordi, 2004).
Pengelolaan kualitas air untuk keperluan budidaya sangat penting, karena
air merupakan media hidup bagi kehidupan organisme akuakultur. Usaha untuk
memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan, baik
secara fisik maupun kimia. Tetapi biaya yang dibutuhkan cukup besar dan
terkadang tidak ramah lingkungan (Mulyanto, 1992).
Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta
kedalaman badan air (Effendi, 2006). Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh
terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen,
sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan
karbondioksida.
Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat
berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas (Noga, 2000).
Apabila suhu mengalami penurunan akan menyebabkan kelarutan oksigen
meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan berkurang, pertumbuhan
berkurang, sistem imun menurun, gerakan ikan melemah, disorientasi sehingga
ikan dapat mengalami kematian. Sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu
tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah
meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah terekspose oleh
penyakit dan dapat menimbulkan kematian. Kisaran suhu standar untuk
pembenihan ikan kerapu adalah 28˚ – 32˚C.
Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas
menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat di konversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi. Kisaran salinitas perairan laut antara 30 – 40 ppm.
Tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat
mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya (Noga
2000).
Semakin tinggi salinitas maka kadar oksigen terlaut di perairan akan
semakin menurun, hal ini menyebabkan ikan menjadi stress dam mudah terkena
penyakit, selain itu, perubahan salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi
sistem osmoregulasi ikan (Effendi, 2006).
Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai
ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruahan, dan
padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari
aktivitas ion hidrogen. Kebanyakan perairan alam memiliki nilai pH 6,9 – 9. pH
berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH,
semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida
bebas. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia yang dapat
menyebabkan kematian massal pada ikan. Noga (2000) mengatakan bahwa pH
rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir sedangkan pH
tinggi dapat menyebabkan ikan stres. Sebagian besar biota akuatik sensitif
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Mei sampai dengan
Agustus 2014. Pengambilan sampel ikan dan air dilakukan di Keramba Jaring
Apung milik UD. Sundoro yang merupakan tempat budidaya ikan kerapu lumpur
(E. tauvina) yang diduga terkena penyakit. Identifikasi sampel ikan dan air
dilakukan di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan (SKIPM) Kelas I Medan II, Jalan Pelabuhan Perikanan Samudera
Gabion Belawan.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain laminar air flow, autoklaf, inkubator,
timbangan analitik, hot plate, cawan Petri, tabung reaksi, lampu Bunsen, botol
sampel, coolbox, alumunium foil, magnetic stirer, labu Erlenmeyer, oven,
mikroskop, jarum ose, dissecting set,alat tulis, kertas label, komputer, camera.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut sampel uji
ikan dan air, Thiosulfate Citrate Bile Sucrose (TCBS), Rimler Shotts Agar (RSA),
Mac Conkey Agar (MCA), Tryptic Soy Agar (TSA), Oksidatif/Fermentatif (O/F),
Motitlity Indol Ornithin (MIO), Sulfit Indol Motility (SIM), bahan untuk uji
pewarnaan Gram (Crystal violet, aquades, lugol iodine, safranin, dan etil alkohol
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel ikan kerapu lumpur
yang mengalami gejala penyakit bakterial di Keramba Jaring Apung. Pada
penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu sterilisasi alat dan bahan
(Lampiran 1), pembuatan media bakteri (Lampiran 2), pengambilan sampel ikan
dan air, isolasi dan identifikasi bakteri potensial patogen pada ikan dan air,
karakterisasi bakteri, dan uji reaksi biokimia.
Pengambilan Sampel Ikan dan Sampel Air
Sampel ikan kerapu lumpur (E. tauvina) diambil dari keramba jaring
apung (KJA) Belawan. Ikan yang diambil sebagai sampel dipilih ikan yang
mengalami gejala penyakit seperti terdapatnya borok atau luka pada permukaan
tubuh ikan. Sampel ikan dimasukkan kedalam kantong plastik berisi air KJA dan
kemudian dibawa ke laboratorium dalam keadaan hidup untuk dilakukan
pengidentifikasian.
Pengambilan sampel air dilakukan dengan mengambil contoh air KJA
dengan menggunakan botol steril. Botol yang telah berisi air hasil sampling
dimasukkan ke dalam coolbox untuk menjaga agar bakteri tidak mati kemudian
dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Pengambilan sampel ikan dan sampel air
disajikan pada Lampiran 3.
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Ikan
Bakteri patogen diisolasi pada beberapa bagian tubuh ikan yaitu hati,
ginjal, limfa dan kulit yang mengalami luka atau borok. Isolasi bakteri dilakukan
tubuh ikan tersebut (Lampiran 4). Kemudian di goreskan pada 3 media selektif
yang berbeda yaitu TCBS, RSA dan MCA dapat dilihat pada Lampiran 5, setelah
itu kultur diinkubasi dengan posisi cawan terbalik selama 24 – 48 jam pada suhu
ruang. Bakteri yang tumbuh pada 3 media selektif tersebut kemudian dipindahkan
ke media TSA dengan menggunakan teknik cawan gores atau streak plate, kultur
diinkubasi dengan posisi cawan terbalik selama 24 – 48 jam pada suhu ruang
(Darmayasa, 2008).
Selanjutnya dilakukan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik
dengan pewarnaan Gram, serta serangkaian uji biokimia untuk identifikasi spesies
bakteri yang ada dalam sampel ikan. Pengamatan karakter makroskopik koloni
bakteri meliputi ukuran, pigmentasi (warna koloni), bentuk karakter mikroskopik
meliputi ukuran, warna, dan bentuk bakteri. Uji biokimia meliputi uji KOH, uji
katalase, uji oksidase, uji indol, uji motilitas, uji H2S, uji oksidatif fermentatif
(O/F), uji citrate, uji TSIA, uji MIO, uji LIA, uji urease, uji gelatin, uji methyl red,
dan uji vogesproskauer serta uji gula-gula sebagai uji tambahan (uji glukosa, uji
manitol, uji sorbitol, uji laktosa dan uji maltosa).
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Air
Tahap isolasi sampel air yang dianalisis dan dikultur menggunakan seri
pengenceran. Metode seri pengenceran dilakukan dengan mengambil sampel air
ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades lalu dihomogenisasi
menggunakan vortex stirrer selama 2 – 4 menit sehingga didapat pengenceran
10-1, untuk mendapatkan pengenceran 10-2 dilakukan dengan mengambil 1 ml dari
demikian seterusnya dilakukan seri pengenceran 10-3. Pengenceran 10-1, 10-2 dan
10-3 kemudian dimasukkan kedalam cawan petri pada 3 media selektif yang
berbeda yaitu MCA, RSA dan TCBS dengan menggunakan teknik cawan tuang
atau pour plate. Kultur yang ada pada media selektif tersebut diinkubasi dengan
posisi cawan terbalik selama 24 – 48 jam pada suhu ruang. Setelah koloni tumbuh
di masing-masing media kemudian diinokulasikan masing-masing koloni tersebut
pada TSA.
Selanjutnya dilakukan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik
dengan pewarnaan Gram, serta serangkaian uji biokimia untuk identifikasi spesies
bakteri seperti pada sampel ikan.
Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri
Setelah diinkubasi selama 48 jam, dilakukan isolasi bakteri dengan metode
goresan kuadran beberapa tahap hingga diperoleh 1 isolat yang murni. Isolat-isolat
yang diperoleh kemudian diamati morfologi. Pengamatan pada morfologi koloni
seperti warna koloni bakteri diamati secara makroskopik sedangkan bentuk,
tepian, dan elevasi diamati secara mikroskopik dengan pembesaran 100 kali.
Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan melakukan pewarnaan Gram
dan uji reaksi biokimia. Pewarnaan Gram dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui bakteri Gram positif dan Gram negatif secara mikroskopik pada kaca
preparat dengan pembesaran 1000 kali sehingga dapat diketahui bentuknya
(kokus, batang atau spiral) (Hadioetomo, 1993). Prosedur pewarnaan Gram
disajikan pada Lampiran 6.
Uji reaksi biokimia yang bertujuan untuk menumbuhkan bakteri yang
oksidase, uji indol, uji motilitas, uji H2S, uji oksidatif fermentatif (O/F), uji citrat,
uji TSIA, uji MIO, uji LIA, uji urease, uji gelatin, uji methyl red, dan uji voges
proskauer serta uji gula-gula sebagai uji tambahan (uji glukosa, uji manitol, uji
sorbitol, uji laktosa dan uji maltosa). Uji reaksi biokimia yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan. Prosedur uji reaksi biokimia tersebut disajikan pada
Lampiran 7.
Setelah dilakukan semua uji dibuat tabel hasil sehingga mudah dalam
pembacaan ciri-ciri bakteri. Referensi untuk identifikasi bakteri menggunakan
buku “Manual for the Identification of medical Bacteria” oleh Cowan and Steels
(1974), “Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology” oleh Holt dkk., (1994)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Ikan Terserang Penyakit
Tanda-tanda ikan yang terinfeksi penyakit pada KJA ditunjukkan dengan
adanya lesi, borok atau luka dan lendir yang berlebihan pada sampel ikan dan hal
ini merupakan gejala klinis dari ikan sakit yang akan di uji seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Ikan Kerapu Lumpur (E. tauvina) yang terinfeksi penyakit
Pada pemeriksaan organ dalam ikan uji juga terdapat gejala klinis seperti
pada hati, ginjal dan limfa. Hati ikan uji terlihat pucat, berwarna merah
kekuning-kuningan dan mengeluarkan bau tak sedap. Ginjal pada ikan uji terlihat terdapat
pembengkakan, dan limfa berwarna pekat dan terlihat tidak sehat seperti tampak
pada Gambar 4.
(a) (b) (c)
Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Bakteri potensial patogen pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina) dan
sampel air Keramba Jaring Apung (KJA) yang didapat selama penelitian sebanyak
3 jenis yaitu Vibrio harveyi, Aeromonas salmonicida, dan Edwardsiella ictaluri.
Secara keseluruhan jumlah isolat yang ditemukan pada sampel ikan dan air
sebanyak 41 isolat bakteri potensial patogen.
Jumlah isolat bakteri potensial patogen pada sampel ikan kerapu lumpur
ditemukan sebanyak 23 isolat bakteri yang menginfeksi organ dalam (ginjal, hati,
dan limfa) dan lesi, yaitu terdapat 10 isolat bakteri Vibrio harveyi, 6 isolat bakteri
Aeromonas salmonicida, dan7 isolat bakteri Edwardsiella ictaluri.
Sedangkan pada sampel air KJA ditemukan sebanyak 18 isolat (Tabel 1).
Isolat tersebut terdiri atas 12 isolat bakteri Vibrio harveyi, 1 isolat bakteri
Aeromonas salmonicida, 5 isolat bakteri Edwardsiella ictaluri yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Isolat Bakteri Potensial Patogen Pada Sampel Air
Bakteri KJA 1 KJA 2 KJA 3 10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3
Vibrio harveyi 3 1 1 2 1 1 1 1 1
Aeromonas salmonicida 1
Edwardsiella ictaluri 1 1 2 1
Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Bakteri potensial patogen yang ditemukan dapat dilihat dari morfologi
koloni meliputi tepian, elevasi dan warna koloni yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa bakteri V. harvei, A. salmonicida,
pada warna dari masing-masing ketiga bakteri tersebut. Perbedaan warna bakteri
dapat dilihat pada Gambar 5.
Tabel 2. Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Media Koloni Spesies
Tepian Elevasi Warna
TCBS Rata Cembung Kuning Vibrio harveyi
RSA Rata Cembung Agak Kekuningan Aeromonas salmonicida
MCA Rata Cembung Putih Edwardsiella ictaluri
(a) (b)
(c)
Gambar 5. (a) Bentuk koloni isolat Vibrio harveyi (b) Bentuk koloni isolat
Aeromonas salmonicida (c) Bentuk koloni isolat Edwardsiella ictaluri
(perbesaran 100x)
Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Pengamatan morfologi sel perlu dilakukan pewarnaan Gram dan uji
sampel ikan kerapu lumpur (E. tauvina). Pewarnaan Gram yang dilakukan secara
mikroskopik dengan perbesaran 1000x didapat hasil pewarnaan Gram bakteri V.
harveyi, A. salmonicida dan E. ictaluri berwarna merah muda yang merupakan
Gram negatif dan berbentuk basil atau batang kecuali bakteri V. harveyi berbentuk
batang bengkokok. Pewarnaan Gram bakteri tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
(a) (b)
(c)
Gambar 6. Bentuk Sel dari Isolat (a) Vibrio harveyi (b) Aeromonas salmonicida
(c) Edwardsiella ictaluri (perbesaran 1000x)
Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji Biokimia
yang dilakukan untuk mengidentifikasi 41 isolat bakteri yang ditemukan pada
ikan dan air diduga merupakan bakteri potensial patogen, bakteri-bakteri tersebut
dapat menyebabkan penyakit pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina). Bakteri
potensial patogen ini juga ditemukan pada KJA yang merupakan tempat ikan
kerapu lumpur itu hidup. Hasil pengamatan morfologi sel baik pewarnaan Gram
dan uji biokimia dari ketiga bakteri dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel
Tabel 3. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji
Bentuk Batang Batang Batang
Sifat Gram - - -
Tabel 4. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji
Bentuk Batang Batang Batang
Sifat Gram - - -
Tabel 5. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji
Bentuk Batang Batang Batang
Sifat Gram - - -
Kualitas Air
Kondisi lingkungan perairan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kehidupan ikan pada habitatnya, satu diantaranya Keramba Jaring Apung (KJA).
Hasil pengamatan kondisi kualitas air di KJA perairan belawan disajikan pada
pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil pengukuran kualitas air di KJA Perairan belawan
KJA Suhu (oC) Salinitas (‰) Kecerahan (m) pH
Hasil pengamatan gejala klinis yang terlihat pada ikan kerapu lumpur yang
diambil dari keramba jaring apung menunjukkan terdapatnya lesi, luka atau borok
dan lendir yang berlebih pada bagian luar tubuh ikan (Gambar 3). Pada
pengamatan di lapangan ikan kerapu lumpur yang diduga sakit juga berenang ke
permukaan, pergerakan lambat dan berada disudut atas keramba jaring apung.
Kordi (2004) menyatakan bahwa dalam melakukan identifikasi atau diagnosis
penyakit ikan, nama penyakit dan gejala klinisnya penting diketahui karena dapat
membantu dalam menentukan kepastian penyebabnya.
Pada pemeriksaan organ dalam ikan uji terlihat hati berwarna merah
kekuning-kuningan dan berbau tidak sedap (Gambar 4a), ginjal terlihat
pembengkakan (Gambar 4b) dan limfa berwarna merah tua dan agak gelap
(Gambar 4c). Menurut Kordi (2004), umumnya ikan yang terserang vibriosis
menjadi gelap, insang ikan pucat, sering terjadi pembengkakan pada kulit yang
lama-kelamaan akan pecah menjadi luka (bisul) dan mengeluarkan cairan nanah
berwarna kuning kemerah-merahan, terjadi pendarahan pada dinding perut dan
permukaan jantung dan jika dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan
dan kerusakan pada jaringan hati, ginjal dan limfa.
Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Isolasi bakteri pada penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bakteri
potensial patogen pada ikan kerapu lumpur yang diduga sakit. Hasil isolasi pada
luka, hati, ginjal dan limfa pada ikan uji serta sampel air yang diambil di keramba
jaring apung tempat ikan itu hidup didapatkan 3 jenis bakteri potensial patogen
yaitu Vibrio harveyi, Aeromonas salmonicida, dan Edwardsiella ictaluri
(Lampiran 4). Bakteri-bakteri ini merupakan bakteri penyebab penyakit pada ikan
yang menyebabkan penyakit vibriosis, furuncolosis dan edwarsiellosis.
Bakteri V. harveyi pada isolasi ikan uji dan sampel air ditemukan 22 isolat,
yang merupakan bakteri potensial patogen yang paling dominan ditemui pada ikan
kerapu lumpur dan air. Organ yang paling banyak ditemukan bakteri ini adalah
limfa. Wagiyo (1975), bakteri Vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh
organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ
tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, usus dan limfa.
Bakteri A. salmonicida pada isolasi ikan uji dan sampel air ditemukan 7
isolat bakteri. Organ hati merupakan yang paling banyak ditemukan bakteri ini
namun hanya ada 1 isolat bakteri yang ditemukan pada sampel air. Menurut
alat yang telah tercemar atau karena alat digunakan untuk pemindahan ikan yang
telah terserang bakteri Aeromonas.
Bakteri E. ictaluri pada isolasi ikan uji dan sampel air ditemukan 12 isolat
bakteri. Organ ginjal merupakan yang paling banyak ditemukan bakteri ini. Dan
pada sampel air juga ditemukan cukup banyak yaitu 5 isolat bakteri ini. Penularan
secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang lainnya atau melalui
air (Mangunwiryo dkk, 1995).
Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Pengamatan morfologi koloni pada isolat bakteri V. harveyi ditemukan
memiliki bentuk batang, tepian rata, elevasi cembung dan berwarna kuning
(Gambar 5a). Menurut Austin (1993), bakteri V. harveyi termasuk genus Vibrio,
memiliki ciri-ciri morfologi dengan bentuk koloni bulat, elevasi cembung,
berwarna krem atau kuning dengan diameter 2 – 3 mm.
Hasil isolat bakteri A. salmonicida memiliki bentuk batang, tepian rata,
elevasi cembung dan berwarna kuning (Gambar 5b). A. salmonicida memiliki
Koloni kecil, dan tumbuh setelah 48 jam pada 22 – 25oC serta tidak dapat
bertahan lama di luar tubuh inangnya, aktivitas tertinggi terjadi pada temperatur
20 – 23oC (Eddy dan Liviawaty, 1992).
Hasil isolat bakteri E. ictaluri memiliki bentuk batang, tepian rata, elevasi
cembung dan berwarna putih (Gambar 5c). Menurut Songer dan Post (2005),
bakteri E. ictaluri memiliki koloni cembung dan berwarna putih serta dapat
bertahan hidup pada suhu sekitar 240 – 280C yang merupakan suhu optimum
Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air
Hasil pengamatan morfologi sel yaitu pewarnaan Gram dan bentuk sel
menunjukkan bakteri V. harveyi, A. salmonicida dan E. ictaluri berbentuk batang
dan merupakan bakteri Gram negatif karena bakteri-bakteri ini tidak mempertahan
metil ungu pada pewarnaan Gram namun menyerap warna merah muda (Gambar
6). Hal ini sesuai dengan pendapat Kathiresan dan Bingham (2001), yang
menyatakan bahwa hampir semua bakteri patogen di laut bersifat Gram negatif.
Didapatkannya semua isolat Gram negatif diduga karena bakteri Gram negatif
memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dibanding bakteri Gram
positif. Sehingga bakteri Gram negatif mampu bertahan dikondisi lingkungan
yang ekstrim.
Hasil dari penelitian ini ditemukannya 22 isolat bakteri Vibrio sp. pada
media selektif TCBS (Lampiran 5), yang merupakan media khusus untuk
menumbuhkan bakteri pada tingkat genus yaitu genus Vibrio. Setelah dilakukan
uji biokimia pada bakteri yang ditemukan pada sampel ikan dan air (Tabel 3)
terdapat sedikit perbedaan hasil uji biokimia pada Indol, urease, LIA dan gelatin.
Namun hasil uji tersebut tetap mengarah pada bakteri V. harveyi. Menurut Gultom
(2003), bakteri V.harveyi bersifat Gram negatif, sel tunggal berbentuk batang
pendek yang bengkok (koma) atau lurus, motil, oksidase positif, tidak membentuk
H2S, tidak membentuk gas dari fermentasi terhadap glukosa, tumbuh pada media
TCBS, dan mempunyai flagella pada salah satu kutub selnya. Berdasarkan hasil
uji biokimia yang dilakukan 22 isolat bakteri potensial patogen ini merupakan
bakteri V. harveyi yang dapat menyebabkan penyakit vibriosis pada ikan laut.
pada ikan dan air (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan Handajani dan Samsundri
(2005), jenis penyakit ikan laut adalah penyakit vibriosis yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus dan Vibrio yang banyak ditemukan pada ikan kerapu.
Penyakit vibriosis pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina), baik di
pembenihan maupun pembesaran, merupakan salah satu jenis penyakit yang
sering menyebabkan kerugian akibat kematian yang ditimbulkannya. Penyakit
vibriosis disebabkan oleh bakteri V. harveyi, dan serangannya dapat menyebar
dalam waktu yang cepat karena keganasan dari bakteri ini. Pada umumnya V.
harveyi bersifat patogen oportunistik, yaitu organisme yang dalam keadaan
normal ada di lingkungan pemeliharan yang bersifat saprofitik dan berkembang
patogenik apabila kondisi lingkungan dan inangnya memburuk (Austin, 1988).
Hasil dari penelitian ini ditemukan pula bakteri A. salmonicida pada 7
isolat bakteri yang ditumbuhkan pada media selektif RSA (Lampiran 5), yang
merupakan media khusus untuk menumbuhkan bakteri pada tingkat genus, yaitu
Aeromonas. Hasil uji biokimia bakteri A. salmonicida (Tabel 4) berdasarkan
Buller (2004), bakteri A. salmonicida berbentuk batang pendek non motil atau
tidak bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, dan terdapat sedikit
perbedaan pada uji indol, citrate dan urease.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bakteri A. salmonicida merupakan
bakteri potensial patogen yang dapat hidup pada organ tubuh ikan dan air tempat
ikan itu hidup. Penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri A. salmonicida ini
dapat ditularkan melalui air yang terkontaminasi. Menurut Muslim., dkk (2009),
A. salmonicida adalah salah satu bakteri patogen yang banyak menyerang ikan
A.salmonicida merupakan penyebab penyakit furunculosis yang disertai
dengan adanya luka pada kulit yang berakibat kematian akut. Menurut Septiama
(2008), A. salmonicida merupakan bakteri penyebab utama penyakit infeksi pada
ikan-ikan salmon dengan penyakit yang dikenal dengan furunkulosis, tapi
sejumlah laporan juga menunjukkan insiden infeksi pada ikan non salmon.
Bakteri A. salmonicida umumnya menyerang ikan air tawar dan kini menjadi
masalah yang serius pada ikan air laut.
Dari hasil penelitian ini ditemukan 12 isolat bakteri E. ictaluri yang
terdapat pada ikan dan air yang ditumbuhkan pada media selektif MCA yang
merupakan media khusus untuk menumbuhkan bakteri Gram negatif (Lampiran
5). Hal ini dilakukan agar dapat menumbuhkan bakteri potensial patogen yang
diduga merupakan bakteri Gram negatif. Menurut Shickney (2000) penyakit
bakterial yang menyerang ikan kerapu umumnya bakteri Gram negatif.
Hasil uji biokimia pada bakteri E. ictaluri memiliki banyak kesamaan pada
hasil uji yang dilakukan (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan Buller (2004) yang
menyatakan bakteri E. ictaluri bermotil, fermentatif, dan glukosa positif. E.
ictaluri merupakan salah satu spesies yang juga termasuk famili dari
Enterobacteriaceae yang bersifat patogen. Menurut Mangunwiryo., dkk (1995),
Penyakit Edwardsiellosis disebabkan oleh bakteri dari genus Edwardsiella.
Bakteri ini menyerang spesies-spesies ikan di daerah tropis.
Kualitas Air
Hasil pengamatan kualitas air pada keramba jaring apung (KJA) yaitu
suhu berkisar 30-31oC, salinitas 21‰, kecerahan 1 – 1,5 meter, dan pH berkisar
pemeliharaan ikan kerapu lumpur (E. tauvina) karena kualitas air tempat
pemeliharaan ikan akan sangat mempengaruhi kerentanan ikan terinfeksi berbagai
penyakit. Menurut Effendi (2006), kisaran suhu standar untuk pembenihan ikan
kerapu adalah 28 – 32 0C, salinitas yang baik antara 32 – 34 ‰, kecerahan 1 – 2
meter dan nilai pH sekitar 7 – 8,5.
Hasil kualitas air menunjukkan salinitas pada KJA 21 ‰ berarti keadaan
ini menyebabkan kondisi yang kurang baik pada ikan kerapu lumpur. Menurut
Noga (2000), tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat
mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya.
Pada pengambilan sampel air didapatkan 18 isolat bakteri pada KJA
(Tabel 1) yang terdiri dari V. harveyi, A. salmonicida dan E. ictaluri sehingga
dapat dipastikan bakteri yang menginfeksi ikan juga ditemukan pada KJA tempat
ikan kerapu lumpur hidup. Ditemukannya ikan sakit pada KJA oleh serangan
bakteri patogen karena air merupakan media perantara penyebaran bakteri dan
ikan yang merupakan organisme air yang selalu kontak dengan lingkungan
perairan, sehingga mudah terinfeksi bakteri patogen melalui air. Menurut
Marseodi & Saputri (2006) Aeromonas sp., Vibrio sp., Edwardsiella sp., dan
Pseudomonas sp merupakan jenis bakteri yang bersifat patogenik pada ikan,
menyebar secara cepat pada padat penebaran tinggi dan dapat mengakibatkan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Bakteri potensial patogen yang menginfeksi ikan kerapu lumpur (E.
tauvina) yaitu V. harveyi yang menyebabkan penyakit Vibriosis, A.
salmonicida yang menyebabkan penyakit Furuncolosis dan E. ictaluri
yang menyebabkan penyakit Edwardsiellosis.
2. Bakteri potensial patogen pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina) dan pada
air KJA tempat ikan hidup yang paling dominan adalah V. harveyi
sebanyak 22 isolat, E. ictaluri sebanyak 12 isolat dan A. salmonicida
sebanyak 7 isolat.
Saran
Untuk mencegah wabah penyakit bakterial pada ikan kerapu lumpur (E.
tauvina), perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui ekstrak atau obat
alami yang dapat digunakan menghambat pertumbuhan bakteri potensial patogen
pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina) dan air Keramba Jaring Apung.
DAFTAR PUSTAKA
Anindiastuti. 2004. Pembenihan Ikan Kerapu (Epinephelus sp). DKP Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung.
Austin, B. dan D. A.Austin. 1993. Bacterial Fish Pathogens. Disease in Farmed And Wild Fish. Second Edition. Ellis Horword limited. Chichester, England.
Austin, B. 1988. Marine Microbiology. Cambridge University Press. Cambridge, England.
Azhar, F. 2011. Vibriosis Pada Pendederan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Di Pulau Payung Kepulauan Seribu. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bessie, O. 1988. Characteristic of Bacteria Isolated From Diseased Grouper (Epinephelus salmoides). Aquaculture, 73: 7 – 17.
Bordas, M.A., M. C. Balebona, I. Zorrilla, J. J. Borrego, dan M. A. Morinigo. 2004. Kinetics of adhesion of Selected Fish-Pathogenic Vibrio Strains to Skin Mucus of Gilt-Head Sea Bream (Sparus aurata L.). Applied and Environmental Microbiology, Oct. 1996, 3650–3654.
Chua, F.C.H., M.L. Ng., J. J. Loo dan J.Y. Wee. 1994. Investigation of Outbreak of Novel Diseases, Dleepy Grouper Diseases, Affecting The Brown-Spotted grouper, Epinephelus tauvina Forskal. Journal of Fish Diseases, 17: 417 – 427.
Darmayasa, I.B G. 2008. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Lipid (lemak) Pada Beberapa Tempat Pembuangan Limbah Dan Estuari DAM Denpasar. Bumi Lestari, 8: 122-127.
Desrina, Taslihan, A. Ambriyanto., dan S. Suryaningrum. 2006. Uji Keganasan Bakteri Vibrio Pada Ikan Kerapu Macam (Epinephelus fuscoguttatus).
Jurnal Ilmu Kelautan 2 (3) : 119-125.
Eddy, A dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Effendi, H. 2006. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.
Handajani, H., dan S. Samsundari. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.
Irianto, A. 2005. Probiotik akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Johnny, F., Prisdiminggo, dan D. Roza. 2002. Kasus Penyakit Infeksi Bakteri Pada Ikan Kerapu (Ephinephelus sp) Di Keramba Jaring Apung Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Balai Besar Riset Budidaya Laut Gondol. Bali.
Kathiresan, K dan Bingham B. L. 2001. Biology of mangrove and mangrove ecosystems. Centre of advanced study in marine biology, Annamalai university. Huxley College of Environmental Studies, Western Washington University. Annamalai, India.
Kasonchandra J. 1999. Major Viral Bakterial Diseases of Marine Fishes with Emphasions Seabass and Grooper. Paper Contributed to the Fourth Syimposium on Diseases in Asian Aquaculture. Cebu International Convention Centre. Cebu City. Philipines.
Kordi, G. H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Leong, T.S. 1994. Parasites And Diseases of Cultured Marine Finfish in South East Asia. School of Biological Sciences, University Sains Malaysia.
Mangunwiryo, H., D. Dana, A. Rukyani. 1995. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Virus. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.
Maniagasi, R., Tumembouw, S.S., dan Y. Mundeng. 2013. Analisis Kualitas Fisika Kimia Air Di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi
Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan 1(2):29-37.
Marsoedi dan Saputri, K. 2006. Penggunaan Filtrat Crude Daun Sirih (Piper betle) Untuk Pengobatan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya.
Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Murjani, M. 1997. Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) dalam Bak Terkendali di Loka BBAP Situbondo. Ditjen Perikanan, Deptan.