Nama : Yudha Wahyu Herwantoro NIM : 12/328316/SV/00486
Jurusan : D3 Bahasa Prancis Sv UGM Tugas : Sanggar Wisata
Dosen : Bpk. Hardi Wahyono, S.S., M.M,PAR
Analisis Rebranding Jogja Oleh : Prof Dr Janianton Damanik
Sekitar 5 tahun yang lalu banyak yang berpendapat tentang lemahnya brand Never Ending Asia (NEA) dan pencapaian kongkretnya perlu dievaluasi kembali. Namun, hasil evaluasi tersebut belum diketahui oleh publik. Hal itu perlu agar semua pihak mampu memobilisasi kekuatan dan meminimalkan kelemahan brand. Visi brand Never Ending Asia
(NEA) adalah menjadikan DIY sebagai kawasan ekonomi terdepan di Asia untuk perdagangan, pariwisata dan investasi.
Penyebab lainnya adalah kondisi sosial – budaya, ekonomi dan fisik DIY yang sudah sangat berbeda bila dibandingkan dengan perkiraan 10 tahun silam. Sektor perdagangan dan pariwisata mengalami perkembangan yang signifikan namun dalam skala trade, tourism and investment (TTI) DIY masih tetap lokal, belum menjangkau regional di ASIA. Rata-rata jumlah wisatawan per tahun di DIY masih kalah jauh bila dibandingkan dengan Chiang Mai di Thailand dan juga Penang di Malaysia.
Otonomi daerah juga turut memberi andil dalam melemahnya NEA karena meminimalisir kolaborasi antar pemangku kepentingan TTI di DIY dengan sikap ego – sektoral dan ego – daerah serta menggerus otoritas Gubernur. Namun, dengan status keistimewaan DIY mampu menguatkan otoritas Gubernur yang implikasinya akan tampak dalam regulasi TTI.
Yudha Wahyu Herwantoro
Jika hal ini dijadikan salah satu acuan, maka pengubahan merek (rebranding) NEA akan cukup relevan. Artinya, rebranding perlu dilakukan untuk membentuk pandangan dan citra baru DIY kontemporer.
Di sisi lain, keefektivan NEA sebagai brand DIY tergantung pada ketajaman memotret fakta tentang kebutuhan sasaran brand, yakni wisatawan, investor dan pebisnis. Intinya, tentang merek apapun yang disodorkan dalam rebranding Jogja, akan beresiko gagal jika tidak otentik dan kontekstual.
Bagan Rebranding DIY
Yudha Wahyu Herwantoro
12/328316/SV/00486 Hal 2
Otentik
Kontekstual
Brand Jogja Never Ending
Asia (NEA)
Otonomi Daerah
Status Keistimewaan
Sosial-Budaya Ekonomi
Fisik DIY
Perdagangan Investasi Pariwisata
Hubungan dengan Dimensi Pariwisata
Kemunculan brandYogyakarta dianggap juga mermunculkan persoalan, yaitu kurang memberikan ruang partisipasi publik. Pengertian partisipasi di sini bukan hanya wilayah fisiknya, tetapi bagaimana memahami mental dan perilakunya. Hal inilah yang diasumsikan sebagai bagian dari ketidakmaksimalan brand Jogja “Never Ending Asia”.
Sebenarnya, kemunculan brand ini yang ditetapkan sebagai brand image DIY diharapkan dapat menempatkan posisi Yogyakarta sebagai “Experience that never end in Asia”. Namun, banyak pihak yang mengatakan bahwa brand ini dianggap gagal secara sosiologis, bukan pada tahapan analisisnya, tetapi lebih pada basis data yang digunakan. Secara teori, gagasan brand Yogyakarta tersebut relevan.
Dukungan deferensiasi riil sangatlah jelas karena daerah ini memiliki hetrogenitas agama dan budaya yang berkembang di Asia, seperti Islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Dampaknya dapat terlihat dari berbagai situs budaya yang ada, seperti bangunan keraton, candi, upacara, dan tari-tarian.
Argumentasi inilah yang akhirnya menjadikan Yogyakarta memiliki positioning yang kuat dan deferensiasi yang solid. Namun, kesemuanya itu tidaklah cukup. Brand tidak bisa dipahami dalam kerangka produk kebudayaan saja, tetapi juga pada “ Subjek ” kebudayaan. Artinya, “Manusia Yogyakarta” sebagai bagian yang integral tentulah harus dikaji secara mendalam, bukan pada tahapan partisipasinya saja, tetapi bagaimana mental dan perilakunya dalam memahami konsep kepariwisataan.
(Tjiptono, 2005:17). Branding kedengarannya sangat sederhana, tetapi sebetulnya
membutuhkan proses yang tidak sederhana. Untuk dapat melahirkan sebuah brand yang baik, tentulah harus melalui kajian yang mendalam dan komprehensif, selain juga dibutuhkan kualitas kreativitas yang luar biasa.
Yudha Wahyu Herwantoro
Langkahnya dengan melakukan perbandingan gerak, sehingga terjadi keselarasan antara Visi dan Misi serta keunggulan-keunggulan komparatif, brand positioning, brand personality, soul of the brand, marketing network dan intergreted brand communication. Out put awal dari komparasi tersebut adalah pemberian tag line karena melalui medium inilah segala hal bisa direpresentasikan termasuk dalam menggagas sebuah brand city.
NEA sangat berpengaruh dalam pengembangan pariwisata Yogyakarta untuk menjadi
trade, tourism and investment (TTI) yang utama di Asia. Oleh karena itu keberhasilan NEA sangat berpengaruh pada dimensi pariwisata di Jogja.
Karena NEA dapat menjadi link dan juga access dalam bidang pariwisata. Artikel ini juga membahas implikasi sosial – budaya, ekonomi dan fisik DIY yang sangat penting untuk menarik wisatawan untuk datang ke Jogja dan merupakan refleksi situasi DIY sebagai sebuah
destinasi.
Yudha Wahyu Herwantoro 12/328316/SV/00486