• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus : Kelurahan Braga)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus : Kelurahan Braga)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH

SLUM AREA TERHADAP KAWASAN HERITAGE KOTA BANDUNG

(STUDI KASUS: KELURAHAN BRAGA)

TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh :

NATALIUS LAMPANG 1.06.10.001

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

(2)
(3)
(4)

RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Natalius Lampang Nama Panggilan : Ivhan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Ambon, 24 Desember 1992 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen Katholik

Alamat Kosan : Jl. Haur Pancuh II No. 47a RT 01 RW 04 Kelurahan Lebak Gede Kecamatan Coblong Kota Bandung 40132

Alamat Rumah : Jl. Mawar No.141 Perum-Pemda Ohoijang Watdek Kabupaten Maluku Tenggara 97611

Nomor Handphone : 081222011300

E-mail : ievhan076@gmail.com

PENDIDIKAN

(5)

2007-2010 : SMAN 1 Kei-Kecil

2010-2014 : Program Sarjana (S-1) di Perencanaan Wilayah dan Kota Unikom, Bandung.

PENGALAMAN ORGANISASI SMP : Osis (Anggota) dan Pramuka SMA : Osis (Anggota)

Perguruan Tinggi : HIMA PWK (Anggota) dan KMK (Anggota) PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKAN

 Studio Proses : Identifikasi Permasalahan DAS Cikapundung (Kelurahan Babakan Ciamis – Kelurahan Batu Nunggal) Berdasarkan Land Use dan Sistem Kegiatan yang Berdampak pada Kepentingan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Hidup.

 Studio Kota : Kajian Kebutuhan Perkembangan Perkotaan (Studi Kasus : Kecamatan Garut Kota)

 Studio Wilayah : Identifikasi Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT) dan Sistem Logistik dalam Pengembangan Wilayah Bandung Metropolitan Area (BMA) yang Berbasis Industri Kreatif.

 Tenaga Survey Penyusunan Masterplan Drainase Kabupaten Bekasi Tahun 2013

 Identifikasi Presepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus Kelurahan Braga)

SEMINAR YANG PERNAH DIIKUTI  Rossy Goes To Campus Tahun 2011

 Peserta pada Kuliah Umum Geologi Tahun 2011

 Peserta pada Kuliah Umum Strategi Politik Luar Negeri Indonesia Tahun 2011

(6)

 Peserta pada Kuliah Umum Geospasial Pembangunan Nasional dan Informasi Spasial (Implementasi Untuk Perencanaan Wilayah dan Kota) Tahun 2013

 Peserta pada Pelatihan Membuat Pc Router Menggunakan Clear Os Tahun 2013

 Bandung Livable City Seminar & talkshow “Bandung City Forum” Tahun 2014

KEMAMPUAN

 Microsoft Office ( Ms.office, excel, & Powerpoint)  SPSS

 Autocad  Arcgis

(7)

iv

1.6.3 Metode Pengambilan Sampel ... 11

1.7Teknik Analisis Data ... 13

1.8Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

2.1 Permukiman Kumuh ... 15

2.2 Faktor- Faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman Kumuh ... 16

2.3 Karakteristik dan Kriteria Permukiman Kumuh ... 18

2.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kondisi Permukiman Kumuh ... 19

2.5 Cagar Budaya ... 23

2.6 Kriteria Pelestarian Cagar Budaya ... 25

2.7 Kebijakan dalam Mengatasi Permukiman Kumuh ... 27

2.8 Kebijakan Pelestrarian Kawasan Cagar Budaya ... 28

BAB III GAMBARAN UMUM ... 31

(8)

v

3.2 Kependudukan ... 34

3.2.1 Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala keluarga ... 34

3.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 36

3.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 37

3.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran, Kematian, Pindah dan Kedatangan ... 39

3.3. Sejarah Kawasan Heritage Braga ... 42

3.4 Kondisi Eksisting Wilayah Studi ... 45

3.4.1 Kondisi Lingkungan Permukiman Kelurahan Braga ... 45

3.4.2 Kondisi Lingkungan Kawasan Heritage Braga ... 46

3.4.3 Kondisi Ekonomi dan Sosial Kawasan Heritage Braga ... 52

3.5 Fasilitas Umum dan Sosial ... 53

BAB IV IDENTIFIKASI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PENGARUH SLUM AREA TERHADAP KAWASAN HERITAGE KOTA BANDUNG (STUDI KASUS : KELURAHAN BRAGA) ... 60

4.1 Kondisi Kekumuhan di Permukiman Wilayah Studi ... 60

4.1.1 Kondisi Masyarakat Permukiman Wilayah Studi ... 60

4.1.2 Kondisi Perekonomian Masyarakat Permukiman Wilayah Studi ... 66

4.1.3 Kondisi Sarana dan Prasarana Dasar Permukiman Wilayah Studi ... 69

4.1.4 Hubungan Kondisi Kekumuhan Permukiman di (RW 04, 06, 08) Kelurahan Braga dengan Kawasan Heritage Braga ... 79

4.2 Identifikasi Pola Interaksi Masyarakat Slum Area dengan Kegiatan di Kawasan Heritage Braga ... 83

4.2.1 Pola Interaksi Masyarakat Slum Area terhadap Kegiatan Sosial Ekonomi di Kawasan Heritage Braga ... 83

4.2.2 Pola Interaksi Masyarakat Slum Area terhadap Kegiatan Lingkungan di Kawasan Heritage Braga ... 86

(9)

vi 4.3.1 Persepsi Pengelola Usaha Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap

Kawasan Heritage Braga ... 92

4.3.2 Persepsi Pengunjung Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Braga ... 86

4.3.3 Persepsi Penduduk Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Braga ... 95

BAB V KESIMPULAN ... 99

5.1 Kesimpulan ... 100

5.2 Rekomendasi ... 101

5.3 Kelemahan Studi ... 101

(10)

Referensi

Budiharjo, Eko. 1993. Kota Berwawasan Lingkungan. Bandung : P.T Alumni. Budiharjo, Eko. 2011. Penataan Ruang Pembangunan Perkotaan. Bandung : P.T

Alumni.

Budiharjo, Eko. 1997. Preservation And Conversation Of Cultural Heritage In Indonesia. Yogyakarta : Gama Press.

Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : Raja Wali Pers.

Jayadinata, Johara T. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan & Wilayah. Bandung: ITB.

Kunto, Haryoto. 1984. Wajah Bandoeng Tempoe Doeloe. Bandung : PT. Granesia Pontoh, Nia K. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan.Bandung : ITB.

Rindarjono, Mohammad Gamal. 2013. Slum Kajian Permukiman Kumuh Dalam Perspektif Spasial. Yogyakarta : Media Perkasa.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Undang – Undang / Peraturan

Badan Pusat Statistik 2011. Kota Bandung Dalam Angka 2011. Bandung.

Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Daerah Penyangga Kota Metropolitan Departemen Pekerjaan Umum

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengelolahan Kawasan dan Bangunan.

Undang- undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung Tahun 2011 – 2031.

(11)

Drianda, Riela Provi (2004), Persepsi dan Preferensi Stakeholders Kawasan Braga : Masukan Bagi Revitalisasi Kawasan. Departemen Teknik Planologi. Institut Teknologi Bandung

Mekarsari, Julia K (2011), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Koridor Heritage Braga Kota Bandung. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro.

Melati (2012). Presepsi Masyarakat Tentang Peningkatan Ruang Terbuka Hijau Di Kelurahan Tamansari. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Komputer Indonesia.

Rahardian, Rizki (2012). Identifikasi Pengaruh Industri Maritim terhadap Pola Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Tanjung Riau. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Komputer Indonesia.

Siddik, Zulkifli (2006). Kajian Mengenai Permukiman Kumuh Berdasarkan Aspek Fisik dan Aspek Sosial Ekonomi (studi kasus RW 04 Kelurahan Braga). Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Universitas Komputer Indonesia.

Situs

(12)

i Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang karena atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “Identifikasi Persepsi Masyarakat Tentang Pengaruh Slum Area Terhadap Kawasan Heritage Kota Bandung (Studi Kasus Kelurahan Braga)”. Tugas akhir ini adalah sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia. Diharapkan dengan dilakukannya penyusunan Tugas Akhir ini dapat menjadikan manfaat dan masukan bagi banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas bantuan, motivasi, bimbingan serta pemberian materi yang membantu selama penulis menempuh pendidikan Strata-1 dan juga dalam penyusunan Tugas Akhir ini, yaitu kepada :

1. Kedua Orang Tua yang sangat berjasa dalam hidup penulis yaitu Andreas Edy

Lampang dan Paskalina Rumlus, terima kasih atas segalanya sehingga penulis

bisa pada titik ini.

2. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeyanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

3. Bapak Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M.Sc, selaku Dekan Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonesia.

4. Ibu Rifiati Safariah S.T., M.T., selaku Dosen Wali dan Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Komputer Indonesia. 5. Bapak Tatang Suheri S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing yang telah

membimbing, membantu, memberi masukan & motivasi kepada penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.

(13)

ii 7. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, M.T., selaku dosen di Perencanaan Wilayah dan

Kota yang banyak memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis.

8. Seluruh staf dosen di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Komputer Indonesia.

9. Pak koko dan Staf Bandung Heritage Society, terima kasih atas bantuan dan masukkan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

10.Teh Vitri, selaku Sekretaris Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, yang telah membantu segala keperluan selama menempuh pendidikan Strata 1 serta dalam pengerjaan tugas akhir ini.

11.Pak Muis, selaku Asisten Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota yang telah banyak membantu dalam proses pendidikan.

12.Edno Cs (Ce vytha, Ce venny dan memey melda) yang telah memberikan dukungan serta doa, sehingga Penulis kuat dan tetap bertahan sampai sekarang ini.

13.Sahabat penulis “Riover & friends” yang saya tidak sebutkan satu persatu terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang indah dan menyenangkan selama ini, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus.

14.Teman-teman “Planology 2010” yang saya tidak sebutkan juga satu persatu terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan kita yang luar bisa. Semoga pertemanan kita bakal terus berlanjut.

15.Selfa Septiani Aulia, sebagai teman sekaligus guru yang banyak membantu dan teman seperjuangan yang telah menghabiskan banyak waktu baik suka, duka dan berbagai pengalaman dan pelajaran berharga selama menempuh pendidikan strata-1.

16.Barnes Chrisma Nuniary, sebagai teman sekaligus yang menjadi sodara di tanah perantauan, terima kasih untuk dukungan, doa, pengalaman, dan mau menjadi kakak yang baik selama di Bandung.

17.Saudara seperjuangan penulis di Bandung (K’nissa, Dhyva, K’eny, Abang

(14)

iii 18.Ade sepupu Calvin Russel Mahaly, Vina, debby, selly, denny, theo &

gokil genk terima kasih atas bantuan dan dukungannya.

19.Keluarga penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan dan bantuan yang selama menempuh pendidikan penulis dapatkan dari kalian.

20.Semua alumni maupun adik kelas Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota terimakasih atas kebersamaannya selama masa kuliah.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, dan penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat tulisan yang kurang berkenan dan kekurangan dalam tulisan ini karena penulis pun masih dalam proses pembelajaran.

Bandung, 14 Agustus 2014

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk 14.676 jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2014). Berdasarkan data sensus jumlah penduduk, Kota Bandung di kategorikan sebagai Kota Metropolitan.

Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bandung tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Kota Bandung dari tahun 2012 mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 kenaikannya 19,65% sedangkan pada tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 21,00% (Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2012). Kota Bandung memiliki aktivitas yang beragam, sehingga banyak para penduduk dari luar Kota Bandung datang untuk dan mencari pekerjaan di Kota Bandung.

Jumlah Penduduk Kota Bandung yang memiliki presentase penduduk 5% bila dilihat dari total jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat (BPS Jawa Barat 2012). Hal ini menyebabkan timbulnya masalah permukiman, dan masalah– masalah mengenai permukiman lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan. Di Kota Bandung masalah permukimannya di antaranya adalah tempat tinggal dan lingkungan. Faktor – faktor ini yang seharusnya merupakan salah satu syarat hidup sehat dan layak di daerah perkotaan namun menjadi masalah untuk Kota Bandung. Bukan hanya di Kota Bandung tapi permasalahan permukiman daerah perkotaan yang terjadi terdapat juga terdapat di kota–kota besar yang menjadi pusat perhatian bagi para migran sehingga mengakibatkan tingginya jumlah penduduk di daerah perkotaan ini.

(16)

bekerja di Kota Bandung tinggal di kelurahan ini. Para migran memilih tinggal di kelurahan ini dikarenakan letak Kelurahan Braga berdekatan dengan pusat kota. Kelurahan Braga ini ada mempunyai kawasan Heritage yang selalu di datangi para turis lokal maupun internasional atau mancanegara, keadaan inilah sehingga laju pertumbuhan penduduk di Kelurahan ini menjadi sangat pesat. Kelurahan Braga yang memiliki aktivitas ekonomi yang cukup tingg sehingga para migran memilih tinggal di Kelurahan ini, karena itu kebutuhan akan permukiman semakin meningkat sehingga mengakibatkan adanya permukiman–permukiman liar yang tidak layak huni atau permukiman kumuh di Kelurahan Braga. Selain itu, kondisi bangunan perumahan maupun kualitas lingkungan pada kawasan permukiman tersebut tergolong buruk.

Pedati Weg atau yang sekarang dijuluki Jalan Braga dengan penataan letak bangunan yang bergaya arsitektur kolonial (art deco) adalah Jalur dengan lebar ± 10 meter yang menjadi penghubung pengiriman hasil bumi antara gudang kopi dan Jalan Raya Pos pada awal mulanya perkembangan Kawasan Braga ini. Kawasan Braga merupakan kawasan perekonomian pertama di Kota Bandung, sehingga Jalan Braga menjadi kawasan Heritage Kota Bandung yang telah tercatat di Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Kota Bandung dan kawasan Braga dilindungi oleh Pemerintah Kota Bandung dalam Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2004 yang dijadikan sebagai kawasan cagar budaya Kota Bandung.

(17)

3

yang berada di Kelurahan Braga yang berdampak pada popularitas Kawasan Heritage Braga.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang mendasari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

Menurut data BPS tahun 2014 jumlah penduduk Kota Bandung dari tahun ke tahun semakin melonjak drastis sehingga menyebabkan kurangnya lahan di Kota Bandung yang dapat dijadikan permukiman layak huni. Lahan perkotaan di Kota Bandung yang semakin hari semakin padat dengan bangunan–bangunan mengakibatkan banyak masyarakat berekonomi lemah atau para urbanisasi yang tinggal di Kota Bandung menyalahfungsikan sebagian lahan sisa sebagai tempat tinggal yang tidak layak huni seperti yang terjadi di bantaran–bantaran sungai Kota Bandung. Bantaran sungai seharusnya dijadikan sebagai kawasan steril/lindung guna mendukung kelancaran aliran sungai, sekarang di salahgunakan sebagai tempat tinggal mengakibatkan terjadi permukiman liar dan kumuh salah satunya di Kelurahan Braga. Masyarakat juga kurang memperdulikan aturan-aturan yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan akan pentingnya memilik tempat tinggal yang aman, nyaman, sehat dan nilai estetika dari tempat tinggal di kawasan Permukiman, khususnya di Kelurahan Braga. Permukiman padat penduduk yang berada di Kelurahan Braga selayaknya memberi jawaban atas permasalahan kebutuhan perumahan di Kota Bandung, lokasi permukiman braga memiliki lokasi yang unik karena berada di pusat kota dan bertentangga dengan Jalan Heritage Braga. Banyak dampak yang dirasakan Kawasan Heritage Braga akibat berdekatan dengan Kawasan permukiman padat ini, maka dari itu persepsi masyarakat diperlukan dalam suatu perencanaan, agar dapat mengetahui apa saja pengaruh Slum Area terhadap kawasan Heritage Braga?

(18)

1.3Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi presepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap perkembangan Kawasan heritage Kota Bandung dengan wilayah studi Kelurahan Braga khususnya di RW 04, 06, 08. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasarannya adalah:

 Mengidentifikasi kondisi kekumuhan permukiman di wilayah studi

 Mengidentifikasi pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di kawasan Heritage Braga

 Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang pengaruh Slum Area terhadap Kawasan Heritage Braga.

1.4Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian merupakan batasan kajian dalam penelitian, ruang lingkup dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :

1.4.1 Lingkup Wilayah

(19)

5

(20)

1.4.2 Lingkup Materi

Penelitian ini ditekankan pada pengaruh keberadaan slum area yang berdekatan dengan kawasan cagar budaya. lingkup materi pada studi ini adalah sebagai berikut:

Aspek Lingkungan

Kajian kondisi fisik bangunan dan lingkungan yang berada di permukiman kumuh untuk melihat faktor fisik yang mempengaruhi kawasan Heritage. Aspek Sosial Ekonomi

Kajian kondisi sosial ekonomi penduduk yang tinggal di permukiman kumuh untuk melihat faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi Kawasan Heritage Braga.

Aspek Urban Heritage

Kajian Kondisi Heritage yang ada di Kelurahan Braga untuk melihat seberapa pengaruhnya permukiman kumuh yang ada di kelurahan dalam mempengaruhi Kawasan Heritage Braga.

1.5Kerangka Pemikiran

(21)

7

Gambar I-2 Kerangka Pemikiran

Perkembangan Perkotaan Bandung

Teridentifikasi Persepsi Masyarakat tentang Slum Area yang mempengaruhi kawasan Heritage Braga

Perkembangan Perekonomian Kota Bandung

Perkembangan Kawasan Heritage Perkembangan Penduduk Bandung

Kebutuhan tempat tinggal meningkat, namun lahan terbatas sehingga terjadi Slum Area

Kelurahan Braga, memiliki :  Slum area,

 Kawasan Heritage

Variabel Slum Area mempengaruhi kawasan Heritage Braga, meliputi :

 Variabel sarana dan prasarana  Variabel estetika

 Variabel gangguan lingkungan Variabel Kriminalitas

Presepsi Masyarakat

(22)

1.6Metodologi Penelitian

Metode penelitian di dalam studi ini terdiri dari metode pengumpulan data, variable penelitan, metode pengambilan sampel, dan teknik analisis data. Metode penelitian merupakan alat untuk mencapai tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Berikut ini adalah pemaparan masing-masing metode yang digunakan dalam penelitian.

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menunjukan cara–cara yang dapat ditempuh untuk memeperoleh data yang dibutuhkan. Pada penelitian ini dalam proses pengumpulan data, dilakukan dengan dua jenis survei yaitu survei primer dan survei sekunder.

A.Survei Primer

(23)

9

Tabel I-1

Matriks Kebutuhan Data Primer

Tujuan Sasaran

Data Primer

Wawancara Kuisioner Observasi

Identifikasi Kondisi

Kawasan Heritage Braga

Mengidentifikasi pola

interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di Kawasan Heritage Braga

√ √ √

slum area terhadap kawasan

Heritage Braga

√ √

B.Survei Sekunder

(24)

1.6.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari sehingga diperoleh informasi hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (sugiyono,2010). Dengan adanya variabel penelitian maka peneliti akan mencoba menganalisis atau mempelajari suatu kasus sehingga peneliti dapat memperoleh informasi mengenai kasus tersebut dan dapat menarik kesimpulan. Berikut ini adalah tabel variabel-variabel yang akan diteliti :

Kawasan Heritage Braga

Mengidentifikasi pola area terhadap kawasan

Heritage Braga

Tabel I-2

(25)

11

Tabel. I-3

Variabel Penelitian

No Variabel Indikator-indikator Variabel Penelitian

X1 Sarana dan Prasarana Pedestrian

Jalan Heritage

X2 Estetika Kerapatan Bangunan

Persampahan

X3 Gangguan Lingkungan Gangguan Kebisingan

X4 Tingkat Kriminalitas Kenyamanan Pengunjung

Keamanan Pengunjung

1.6.3 Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini membutuhkan, beberapa responden untuk dijadikan sampling dalam proses kuisioner dan wawancara. Sehingga Populasi dari penelitian ini adalah Penduduk setempat, Pengunjung Kawasan Braga dan Pemilik Usaha dijalan Braga.

Penentuan Responden

Penentuan responden dalam penelitian ini ada tiga jenis responden, yaitu : 1. Penduduk

Responden penduduk menjadi sampel penelitian karena responden penduduk di Kelurahan Braga merupakan penduduk kawasan permukiman padat yang berdekatan dengan kawasan Heritage Braga sehingga dijadikan responden untuk mengetahui pengaruh permukiman terhadap Kawasan Heritage Braga. Penentuan responden penduduk berdasarkan rumus slovin, dengan menggunakan rumus slovin, yaitu :

Keterangan : n : Ukuran Sampel

N : Ukuran Populasi Penduduk kelurahan Braga

(26)

e = Presentase (%) toleransi ketidaktelitian

=1 + . 1 2 =

Jadi, responden untuk penduduk adalah 88 KK

2. Pengunjung

Penentuan responden pengunjung, berdasarkan asumsi dari distribusi normal dikarenakan tidak ada data populasi pengunjung yang dapat dijadikan sampel. Pengambilan sampel untuk pengunjung dengan syarat harus mengetahui adanya permukiman kumuh yang berada di kawasan heritage Braga agar mengetahui dampak-dampak yang dirasakan oleh pengunjung dengan adanya permukiman kumuh. Berdasarkan asumsi dari distribusi normal sehingga responden untuk pengunjung yaitu 30 orang.

3. Pengelola usaha

Penentuan responden pengelola usaha dikhususkan untuk usaha seperti perdagangan dan jasa, restoran, dan perhotelan karena bidang usaha– usaha ini yang mendominasi di Heritage Braga, selain itu bidang usaha-usaha ini yang merasakan dampak adanya permukiman kumuh. Penentuan responden berdasarkan rumus slovin yaitu :

=1 + . 1 2 =

Jadi, responden pengelola usaha adalah 30 orang.

(27)

13

1.7Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah Pendekatan kuantitatif. Menurut Emzir (2009), Pendekatan Kuantitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang secara primer menggunakan paradigma post positivist dalam mengembangkan ilmu pengetahuan seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis, dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori. Pendekatan analisis pada penelitian ini dengan melakukan identifikasi kondisi eksisting dahulu sehingga dapat diketahui keterkaitan antara variabel-variabel penelitian yang mempengaruhi kawasan Heritage Braga. Sehingga akan mengetahui penilaian masyarakat terhadap variabel-variabel penelitian yang telah ditentukan.

(28)

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika pembahasan merupakan gambaran struktur pembahasan dari isi laporan secara keseluruhan. Sistematika pembahasan dalam laporan ini yaitu sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penilitian, ruang lingkup penelitian, kerangka pemikiran metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisikan mengenai Pada bab ini berisikan mengenai penjelasan-penjelasan teori dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan tema penelitian yang bersumber dari studi literatur.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Pada bab ini berisikan mengenai Kondisi Umum Kelurahan Braga, Kependudukan, Kondisi Eksisting Wiayah Studi, dan fasilitas umum dan sosial yang berada di Kelurahan Braga.

BAB IV IDENTIFIKASI PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG

PENGARUH SLUM AREA TERHADAP KAWASAN

HERITAGE BRAGA

Pada bab ini menjelaskan mengenai kondisi kekumuhan permukiman yang berada di wilayah studi, pola interaksi masyarakat slum area dengan kegiatan di kawasan Heritage Braga, dan presepsi masyarakat tentang pengaruh slum area terhadap Kawasan Heritage Braga.

BAB V KESIMPULAN

(29)

15 perumahan. Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta sarana dan prasarana lingkungan, sedangkan permukiman memberikan arti yakni kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan.

Kota pada awalnya berupa permukiman dengan skala kecil, kemudian mengalami perkembangan akibat dari pertumbuhan penduduk, perubahan sosial ekonomi serta interaksi dengan kota – kota lain dan daerah hinterland. Kota – kota di indonesia pertumbuhan penduduk tidak di imbangi dengan pembangunan sarana dan prasarana kota dan peningkatan pelayanan perkotaan, bahkan yang terjadi justru sebagian kawasan perkotaan mengalami penurunan lingkungan yang berpotensi menciptakan slum area (kumuh). Akibatnya, muncul slum area (kumuh)di beberapa wilayah kota merupakan hal yang tidak dapat dihindari yaitu tidak di rencanakan oleh pemerintah tetapi slum area (kumuh) ini tumbuh secara alami.

Menurut Rindrojono, (2013) Kumuh adalah gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan rendah. Dengan kata lain, kumuh dapat di artikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan.

Menurut Undang–Undang No. 1 pasal 1 ayat 13 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, dijelaskan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Dan, perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

(30)

akses pada infrastruktur dan sewa lahan yang tidak aman. Adapun beberapa masalah yang sering ditemui dalam wilayah slums ini seperti kekumuhan, sarana dan prasarana yang terbatas, dan kriminalitas yang tinggi sehingga mempengaruhi perkembangan daerah sekitarnya.

2.2Faktor – faktor Penyebab Tumbuhnya Permukiman Kumuh

Menurut Rindrojono (2013), Adapun faktor – faktor yang menyebabkan tumbuhnya di permukiman kumuh di daerah perkotaan, yakni :

2.2.1 Faktor Urbanisasi

Urbanisasi adalah substansi pergeseran atau transformasi perubahan corak sosio – ekonomi masyarakat perkotaan yang berbasis industri dan jasa – jasa. Proses Urbanisasi ini merupakan suatu gejala umum yang di alami oleh negara – negara yang sedang berkembang dan proses urbanisasi ini berlansung pesat di karenakan daya tarik daerah perkotaan yang sangat kuat, baik yang bersifat aspek ekonomi maupun yang bersifat non ekonomi. Selain itu, daerah pedesaan yang serba kekurangan merupakan pendorong yang kuat dalam meningkatkan arus urbanisasi ke kota – kota besar.

Kota yang mulai padat penduduk dengan penambahan penduduk tiap tahunnya melampaui penyediaan lapangan pekerjaan yang ada di daerah perkotaan sehingga menambah masalah baru bagi kota. Tekanan ekonomi dan kepadatan penduduk yang tinggi bagi para penduduk yang urbanisasi dari desa, memaksa para urbanisasi ini untuk tinggal di daerah pinggiran sehingga akan terjadinya lingkungan yang kumuh dan menyebabkan banyaknya permukiman liar di daerah pinggiran ini.

2.2.2 Faktor Lahan Perkotaan

(31)

17

Permasalahan perumahan sering disebabkan karena ketidakseimbangan antara penyedian unit rumah bagi orang yang berekonomi lemah dan kaum yang tergolong ekonomi mampu di daerah perkotaan. Sehingga banyak masyarakat yang berekonomi lemah hanya mampu tinggal di unit – unit hunian di permukiman yang tidak layak.

2.2.3 Faktor Prasarana dan Sarana

Kondisi sarana dan prasarana dasar di permukiman seperti air bersih, jalan, drainase, jarinhan sanitasi, listrik, sekolah, pusat pelayanan, ruang terbuka hijau, dan pasar tidak memenuhi standar dan tidak memadai sehingga menyebabkan permukiman tersebut bisa menjadi kumuh.

2.2.4 Faktor Sosial dan Ekonomi

Pada umumnya sebagaian besar penghuni lingkungan permukiman kumuh mempunyai tingkat pendapatan yang rendah karena terbatasnya akses terhadap lapangan kerja yang ada. Tingkat pendapatan yang rendah ini yang menyebabkan tingkat daya beli yang rendah pula atau terbatasnya kemampuan untuk mengakses pelayanan sarana dan prasarana dasar. Selain itu, ketidakmampuan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk membangun rumah yang layak huni menambah permasalahan permukiman di daerah perkotaan.

2.2.5 Faktor Tata Ruang

(32)

Menurut Khomarudin (1997), penyebab utama tumbuhnya permukiman kumuh adalah sebagai berikut :

1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah,

2. Sulit mencari pekerjaan,

3. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan,

4. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta disiplin warga yang rendah,

5. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah. Menurut Arawinda Nawagamuwa, 2003 keadaan kumuh dapat mencerminkan keadaan ekonomi, sosial, budaya para penghuni permukiman tersebut. Adapun ciri-ciri kawasan permukiman kumuh dapat tercermin dari :

 Penampilan fisik bangunannya yang makin kontruksi, yaitu banyaknya bangunan-bangunan temprorer yang berdiri serta nampak tak terurus maupun tanpa perawatan.

2.3 Karakteristik Dan Kriteria Permukiman Kumuh

Menurut Budiharjo (2011), Karakteristik permukiman kumuh dapat disebabkan oleh faktor rumah dan faktor prasarana. Selain itu ktriteria perbaikan permukiman kumuh dapat dilihat dari gejala sosial dan gejala fisik.

Karakteristik Permukiman Kumuh

1) Faktor rumah yang semi permanen dan non permanen 3 Tata letak tidak teratur.

4 Status bangunan pada umumnya tidak memiliki surat ijin mendirikan bangunan.

5 Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi.

6 Kondisi bangunan yang tidak layak huni dan jarak antara bangunan yang rapat.

(33)

19

Kriteria perbaikan permukiman kumuh 1) Gejala sosial

 Kehidupan sosial yang rendah.  Status sosial ekonomi sangat rendah.  Tingkat pendidikan sangat rendah.  Kepadatan penduduk sangat tinggi. 2) Gejala fisik

 Kondisi bangunan rata- rata dibawah standar minimum.

 Umumnya suatu kampung dengan bangunan non permanen dan semi permanen telah mencapai umur 10 tahun.

 Kepadatan bangunan yang tinggi, sangat minimumnya ruang terbuka dan jarak antar bangunan.

 Kondisi sarana fisik yang dibawah standar minimum.  Daerah yang sangat dipengaruhi banjir.

 Keadaan daerah memerlukan pengaturan dari segi tata guna lahan. Permukiman suatu kelompok masyarakat memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya, yang tergantung pada karekteristik sosial budaya maupun sosial ekonominya. Pada hakikatnya, fungsi rumah bagi suatu keluarga bukan semata - mata sebagai tempat untuk bernaung melindungi diri dari segala pengaruh fisik saja, namun juga sebagai tempat tinggal atau tempat beristirahat setelah menjalani kegiatan sehari - hari. Rumah harus mampu memenuhi syarat - syarat psikologis insani dalam membina keluarga dan mampu memberi rasa aman, tentram dalam menyeimbangkan dan membangun diri maupun keluarga untuk mencapai kebahagiaan hidup lahir maupun batin.

(34)

Menurut Eko Budiharjo (2011), Kondisi permukiman kumuh diperkotaan, banyak dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan sosial yang ada pada masyarakat. Karakteristik fisik dan sosial yang diperkirakan berpengaruh terhadap permukiman kumuh perkotaan ini adalah : tingkat pendapatan, status kepemilikan lahan, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan penilaian masyarakat terhadap lingkungan permukimannya. Pengaruh faktor- faktor tersebut terhadap kondisi permukiman kumuh akan dikemukakan berikut ini :

2.4.1 Faktor Pendapatan

Permukiman merupakan kebutuhan dasar disamping pangan dan sandang. Permukiman termasuk indikator dari mutu kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut erat kaitannya dengan tingkat pendapatan. Kebutuhan pangan merupakan prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh kebutuhan sandang dan papan.

Pemenuhan setiap kebutuhan tersebut sangat bergantung pada tingkat pendapatan masing- masing keluarga. Pada keluarga dengan tingkat pendapatan rendah tidak digunakan untuk menambah pengeluaran bagi rumah karena yang utama adalah tercukupinya kebutuhan pangan. Setelah kebutuhan pangan terpenuhi dan juga kebutuhan sandang terpenuhi, pengeluaran untuk rumah akan meningkat sesuai dengan peningkatan pendapatan. Secara hipotesis, pada keluarga dengan tingkat pendapatan semakin tinggi, pengeluaran untuk perbaikan rumah akan semakin tinggi pula. Persentase pengeluaran untuk perumahan akan semakin meningkat, jika tingkat pendapatan tinggi dan sebagai implikasinya kondisi atau kualitas rumah akan semakin baik.

2.4.2 Faktor Tingkat Pengeluaran

(35)

21

maka tingkat pengeluarannya hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pada keluarga dengan tingkat pendapatan semakin tinggi, maka pengeluaran untuk perbaikan rumah akan semakin tinggi pula. Sebaliknya apabila keluarga dengan tingkat pendapatan rendah, maka pengeluaran untuk perbaikan rumah akan semakin rendah.

2.4.3 Faktor Tingkat Pendidikan

Kondisi permukiman, baik di kota maupun di desa masih banyak yang memenuhi persyaratan teknis maupun kesehatan. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendapatan dan pendidikan dari sebagian besar masyarakat yang relatif rendah. Akibatnya daya tangkap dan pengertian terhadap fungsi rumah serta lingkungan masih kurang. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang arti serta fungsi rumah sehat. Tingkat pendidikan masyarakat akan turut menentukan kondisi rumah mereka. Jadi semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka pemahaman akan arti dan fungsi rumah yang sehat akan lebih baik, sehingga kondisi rumah akan lebih baik. 2.4.4 Faktor Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah sumber dari tingkat pendapatan masyarakat. Masyarakat dengan mata pencaharian dari sektor formal serta tingkat pendapatan tinggi kemungkinan dalam perbaikan kondisi rumah sangat tinggi. Sedangkan masyarakat dengan mata pencaharian dari sektor informal serta tingkat pendapatan rendah kemungkinan dalam perbaikan kondisi rumah sangat rendah. 2.4.5 Faktor Anggota Keluarga

(36)

terhadap kondisi rumah. Keadaan ini justru akan memperburuk kondisi rumah. Jumlah anggota keluarga akan menimbulkan kesan padat apabila tidak sebandung dengan luas rumah yang ada. Standar lantai untuk 1 orang adalah sebesar 6 m. 2.4.6 Faktor Status Kepemilikan Lahan Dan Bangunan

Tanah atau lahan merupakan salah satu faktor penting bagi permukiman. Mengenai hal status kepemilikannya, dapat dibedakan menjadi 2 yaitu tanah atau lahan dengan status hak milik dan tanah atau lahan dengan status bukan hak milik. Tanah atau lahan dengan status hak milik dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya seoptimal mungkin sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Akan timbul keterbatasan - keterbatasan dalam pemanfaatannya oleh pemilik jika status tanah atau lahannya bukan hak milik. Pada umumnya pemakaian tanah atau lahan ini dilakukan dengan membayar sewa yang besarnya antara lain ditentukan oleh luas tanah atau lahan dan lokasi tanah atau lahan tersebut berada.

Status kepemilikan tanah atau lahan ini akan turut dipengaruhi kondisi rumah yang dibangun diatasnya. Masyarakat tidak akan ragu-ragu lagi untuk membangun rumah yang permanen sesuai dengan keinginan dan kemampuannya, jika berada ditanah atau lahan miliknya. Sedangkan masyarakat yang menggunakan tanah atau lahan bukan hak milik/ sewa, masih mempertimbangkan besarnya uang sewa yang harus dikeluarkan disamping biaya untuk pembangunan dan perbaikannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan status tanah atau lahan milik sendiri diharapkan kondisi rumah akan relatif lebih baik dari pada rumah yang dibangun di atas tanah atau lahan bukan hak milik, karena kesempatan untuk memperbaiki rumah lebih besar tanpa harus membayar sewa tanah atau lahan. 2.4.7 Faktor Penilaian Masyarakat Terhadap Lingkungan Permukiman

(37)

23

menggunakan status bangunan bukan milik sendiri atau sewa, mereka masih mempertimbangkan uang sewa dibandingkan biaya untuk pembangunan atau perbaikannya. Hal tersebut dapat disimpulkan, bahwa masyarakat dengan status bangunan milik sendiri diharapkan kondisi rumah relatif lebih baik dari pada rumah dengan status bukan milik sendiri atau sewa.

2.5Cagar Budaya

2.5.1 Pengertian Cagar Budaya

Kawasan cagar budaya, perkotaan atau lebih dikenal juga dengan urban heritage (cagar budaya) adalah kawasan yang pernah menjadi pusat – pusat dari sebuah kompleksitas fungsi ekonomi, sosial, budaya yang mengakumulasi makna kesejarahan (historical significance). Menurut Budiharjo (1993), kawasan tersebut memiliki kekayaan tipologi dan morfologi Urban Heritage yang berupa historical site, historical distric, dan historical cultural. Sedangkan, dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolahan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya menjelaskan bahwa cagar budaya yang berada di Kota Bandung yang memilik kesejarahan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, terutama bangunan yang yang telah berumur dari 50 tahun yang memberikan ciri dan identitas peradaban perlu dilakukan perlindungan dan pelestarian.

Pelestarian secara umum dapat di definisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan untuk merawat, melindungi, dan mengembangkan objek pelestarian yang memiliki nilai guna untuk di lestarikan, namun sejauh ini belum terdapat pengertian baku yang disepakati bersama. Berbagai pengertian dan istilah pelestarian coba diungkapkan oleh para di ahli perkotaan dalam melihat permasalahan yang timbul berdasarkan konsep dan persepsi tersendiri. Berikut pernyataan para ahli :

(38)

areas) dan bahkan kota bersejarah (histories towns). Dengan pendekatan konservasi, berbagai kegiatan dapat dilakukan, menilai dari inventarisasi bangunan bersejarah kolonial maupun tradisional, upaya pemugaran (restorasi), rehabilitasi, rekonstruksi, sampai dengan revitalisasi yaitu memberikan nafas kehidupan baru.

2) Pontoh (1992), mengemukan bahwa konsep awal pelestarian adalah konservasi, yaitu upaya melestarikan dan melindungi sekaligus memanfaatkan sumberdaya suatu tempat dengan adaptasi terhadap fungsi baru, tanpa menghilangkan makna kehidupan budaya.

Dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat ataupun di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan, Kawasan Cagar Budaya adalah ruang kota yang di sekitar atau di sekeliling bangunan cagar budaya yang diperlukan untuk pelestarian kawasan tertentu dan/atau bangunan tertentu yang berumur sekurang – kurangnya 50 ( lima puluh) tahun, serta dianggap mempunya nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

2.5.2 Heritage Tourism

(39)

25

 Organisasi Wisata Dunia (World Tourism Organization) mendefinisikan pariwisata pusaka sebagai kegiatan untuk menikmati sejarah, alam, peninggalan budaya manusia, kesenian, filosofi dan pranata dari wilayah lain.

 Badan Preservasi Sejarah Nasional Amerika (The National Trust for Historic Preservation) mengartikannya sebagai perjalanan untuk menikmati tempat. Dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pusaka bisa berupa hasil kebudayaan manusia maupun alam beserta isinya. Pariwisata pusaka adalah sebuah kegiatan wisata untuk menikmati berbagai adat istiadat lokal, benda-benda cagar budaya, dan alam beserta isinya di tempat asalnya.

2.6Kriteria Pelestarian Cagar Budaya

Dalam menentukan apakah suatu bangunan, art, situs, kawasan, dan benda bersejarah lainnya termasuk dalam obyek yang perlu dilestarikan, digunakan kriteria-kriteria pelestarian. Berikut terdapat kriteria - kriteria pelestarian diantaranya :

Kriteria-kriteriia Penentuan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya sebagai berikut :

Tabel II-1

Kriteria-Kriteria Penentuan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya

No Kriteria Indikator Pelestarian

1 Sejarah Kawasan atau bangunan terkait dengan peristiwa yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat kota ataupun nasional

2 Arsitektur Kawasan atau bangunan memiliki rancangan dan estetika yang menggambarkan suatu zaman tertentu

3 Ilmu Pengetahuan Kawasan atau bangunan memiliki peran dalam

pengembangan ilmu pengetahuan (termasuk di dalamnya penggunaan konstruksi dan material khusus)

(40)

No Kriteria Indikator Pelestarian

serta kawasan/bangunan yang memiliki peran besar dalam meningkatkan sosial masyarakat.

5 Umur Kawasan/bangunan berumur sekurang-kurangnya 50 tahun. Semakin tua bangunan, semakin tinggi nilainya.

(Sumber : Peraturan Daerah Kota Bandung No.19 tahun 2009)

Berdasarkan penilaian terhadap kriteria tersebut, lingkungan cagar budaya dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) golongan (Perda Kota Bandung no.19/2009), yaitu: 1. Bangunan golongan A (Utama) adalah bangunan cagar budaya yang "kekunoannya" (antiquity) dan "keasliannya" telah teruji.

a) Ditinjau dari segi estetika dan seni bangunan, memiliki "mutu" cukup tinggi (master piece) dan mewakili gaya corak-bentuk seni arsitektur yang langka.

b) Bangunan atau monumen, yang representetif mewakili jamannya.

c) Monumen/Bangunan mempunyai anti dan kaitan sejarah dengan Kota Bandung, maupun peristiwa nasional/internasional.

2.7Kebijakan dalam Mengatasi Permukiman Kumuh

(41)

27

pengembangan pedesaan dan perkotaan, memperluas lapangan kerja serta menggerakan kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan peningkatan dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pembangunan permukiman perlu ditingkatkan kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dengan mengindahkan persyaratan minimun bagi permukiman yang layak, sehat, aman dan serasi dengan lingkungan serta oleh daya beli masyarakat luas serta memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berperekonomian rendah.

Pemantapan kerangka landasan di bidang permukiman yang menurut Budiharjo (2011), yaitu :

1. Perlu penyediaan tanah dan prasarana permukiman skala yang besar 2. Sistem kelembagaan yang berkaitan dengan penyelenggaran tugas di

bidang permukiman telah mantap.

3. Penyempurnaan sistem pembiayaan permukiman.

2.7.1 Peraturan Pemerintah tentang Permukiman Kumuh

Perundang-undangan dan peraturan yang terikat dengan masalah penanganan permukiman kumuh dan masalah srategi serta ketentuan - ketentuan dalam proses dan rencana penanganan antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman

2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan 4) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2006 tentang Tata Ruang

(42)

dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan, peningkatan kehidupan dan penghidupan bangsa.Undang- Undang ini juga memberikan kesempatan dan hak yang seluas- luasnya kepada masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman bertumpu pada masyarakat.

2.8Kebijakan Pelestarian Kawasan Cagar Budaya

Peraturan yang digunakan sebagai acuan dalam Pelestarian Kawasan Heritage yang ada di Jalan Braga yaitu Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar dan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Peraturan pemerintah dalam Pelestarian kawasan dan bangunan cagar budaya yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar, bertujuan untuk :

 Mempertahankan keaslian kawasan dan/atau bangunan cagar budaya yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan;  Memulihkan keaslian kawasan dan/atau bangunan yang mengandung

nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan;

 Melindungi dan memelihara kawasan dan/atau bangunan cagar budaya dari kerusakan dan kemusnahan baik karena tindakan manusia maupun proses alam;

 Mewujudkan kawasan dan/atau bangunan cagar budaya sebagai kekayaan budaya untuk dikelola, dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan dan citra positif Daerah dan tujuan wisata.

Adapun bentuk-bentuk Pelestarian Kawasan Cagar Budaya, menurut Undang – Undang Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, meliputi:

(43)

29

adaptasi, dan preservasi yang dapat dipertanggung jawabkan dari segi arkeologis, historis, dan teknis.

a) Revitalisasi adalah upaya memberdayakan situasi dan kondisi kawasan dan/atau bangunan cagar budaya untuk berbagai fungsi yang mendukung pelesatariannya.

b) Restorasi atau rehabilitasi adalah pelestarian suatu kawasan dan/atau bangunan cagar budaya dengan cara mengembalikan bentuknya ke keadaan semula dengan menghilangkan tambahan–tambahan dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.

c) Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru, sesuai informasi kesejarahan yang diketahui.

d) Adaptasi adalah mengubah kawasan dan/atau bangunan cagar budaya agar dapat dimanfaatkan untuk fungsi yang lebih sesuai tanpa menuntut perubahan drastis.

e) Pemulihan adalah upaya pengembalian bentuk fisik bangunan ke kondisi semula, agar bangunan dapat dimanfaatkan kembali, baik dengan meneruskan fungsi semula maupun fungsi baru.

f) Konsolidasi adalah kegiatan pemugaran yang menitikberatkan pada pekerjaan memperkuat, memperkokoh struktur yang rusak atau melemah secara umum agar persyaratan teknis bangunan terpenuhi dan bangunan tetap layak fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga disebut dengan istilah stabilisasi kalau bagian struktur yang rusak atau melemah bersifat membahayakan terhadap kekuatan struktur.

Berdasarkan Penelitian Syarlianti (2013) tentang “Prinsip Perancangan Berdasarkan Persepsi dan Preferensi Stakeholder dalam Peremajaan Kawasan

(44)

Tabel II-2

Varibael Penelitian Syarlianti (2013)

No Variabel Penelitian

1 Aspek Fisik

Peruntukan Lahan Jalan

Bangunan

Infrastruktur

Lingkungan

2 Ekonomi

Occupancy Rate Profit

Jenis Usaha

3 Sosial

Tingkat sosial/kriminalitas

Kepadatan penduduk

(45)

31

BAB III

GAMBARAN UMUM

Bab ini mengenai gambaran umum di Kelurahan Braga yang meliputi kondisi umum Kelurahan Braga, kependudukan, sejarah Kawasan Heritage Braga, kondisi eksisting wilayah studi dan fasilitas umum serta fasilitas sosial.

3.1. Kondisi Umum Kelurahan Braga 3.1.1 Batas Administrasi

Kelurahan Braga merupakan salah satu bagian wilayah yang berada di Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung.

(46)

Gambar III-1

(47)

33

Gambar III-2

(48)

3.1.2 Kondisi Geografis

Secara geografis Kelurahan Braga Kecamatan Sumur Bandung memiliki bentuk wilayah yang datar sebesar 21% dari total keseluruhan luas wilayah. Kelurahan Braga jika ditinjau dari sudut ketinggian tanah, berada pada ketinggian 650 meter diatas permukaan air laut.

3.2 Kependudukan

3.2.1 jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga (KK)

Kelurahan Braga memiliki jumlah penduduk sebesar 5669 jiwa, dengan kepadatan penduduk 103 jiwa per hektar, dan jumlah Kepala Keluarga 1749 KK. Untuk mengetahui kondisi kependudukan di Kelurahan Braga, berikut ini adalah penjabaran penduduk yang berada di Kelurahan Braga.

Tabel III-1

Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Braga

No RW Jumlah Penduduk KK

1 RW 01 382 135

2 RW 02 500 198

3 RW 03 511 168

4 RW 04 786 229

5 RW 05 843 252

6 RW 06 548 183

7 RW 07 975 270

8 RW 08 1124 314

Jumlah 5669 1749

(49)

35

Gambar III-3

Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kelurahan Braga

Berdasarkan tabel III-1 dan Gambar III-3, Jumlah Kepala Keluarga terbanyak berada di RW 08 dengan jumlah kepala keluarga 314 jiwa, sedangkan jumlah kepala keluarga yang berada di wilayah penelitian (RW 04, RW 06, dan RW 08) lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III-2 dan Gambar III-2.

Tabel III-2

(50)

Gambar III-4

Jumlah Kepala Keluarga (KK) Kelurahan Braga Wilayah Penelitian

Berdasarkan tabel III-2 dan Gambar III-4 jumlah Kepala Keluarga wilayah penelitian (RW 04, RW 06, RW 08) adalah 726 KK. Jumlah Kepala Keluarga terbanyak berada di RW 08 yaitu 314 KK.

3.2.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Braga cukup beragam dan ada juga belum/tidak sekolah. Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Braga, tingkat pendidikan penduduk masyarakat di Kelurahan Braga dapat ditunjukan oleh tabel III-3 dan Gambar III-5.

Tabel III-3

Jumlah Penduduk Kelurahan Braga Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan

(Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Braga, 2014)

(51)

37

Gambar III-5

Presentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan Kelurahan Braga pada tabel III-3 dan Gambar III-5, penduduk di Kelurahan Braga sebagian besar berpendidikan SLTA yaitu 2156 jiwa (38%), sedangkan, tidak tamat SD yang paling rendah yaitu 82 jiwa (1%). Hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Kelurahan Braga cukup tinggi.

3.2.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah Mata pencaharian penduduk di Kelurahan Braga cukup beragam mulai dari pegawai negeri, TNI, pegawai swasta, petani, pedagang, pelajar, mahasiswa, pension dan lainnya Berdasarkan data kependudukan Kelurahan Braga, tingkat pendidikan penduduk masyarakat di Kelurahan Braga dapat ditunjukan oleh tabel III-4 dan Gambar III-6.

5%

Presentase Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

(52)

Tabel III-4

Jumlah Penduduk Kelurahan Braga Berdasarkan Mata Pencaharian

No Jenis Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Pegawai Negeri 59 51 110

(Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Braga, 2014)

Berdasarkan Tabel III-4 dan Gambar III-6, penduduk di Kelurahan Braga bermata pencaharian yang sangat beragam sehingga yang paling dominan di Kelurahan Braga adalah lain-lain yaitu 2278 (40%) sedangkan, penduduk di Kelurahan Braga tidak ada yang bermata pencaharian sebagai petani.

2%

Presentase Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Pegawai Negeri

(53)

39

3.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran, Kematian, Pindah dan Kedatangan

sedangkan jumlah penduduk berdasarkan kepindahan sebesar 84 jiwa dan kedatangan sebesar 67 jiwa. Untuk lebih jelas mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelahiran, kematian, pindah dan kedatangan Kelurahan Braga dapat dilihat pada tabel III-5, tabel III-6, Gambar III-7, Gambar III-8, Gambar III-9, dan Gambar III-10

Tabel III-5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelahiran dan Kematian

No Jenis Kelamin Kelahiran Kematian

1 Laki-laki 16 15

2 Perempuan 18 6

Jumlah 34 21

(Sumber : BPS Kota Bandung, 2014)

Gambar III-7

Presentase Penduduk Berdasarkan Kelahiran 47%

53%

Presentase Penduduk Berdasarkan Kelahiran

Laki-laki

(54)

Gambar III-8

Presentase Penduduk Berdasarkan Kematian

Berdasarkan Tabel III-5, Gambar III-7, dan Gambar III-8, jumlah penduduk Kelurahan Braga berdasarkan angka kelahiran sebesar 34 jiwa dengan jumlah angka kelahiran perempuan yang terbanyak yaitu 18 jiwa (53%) dan Jumlah angka kematian sebesar 21 jiwa dengan jumlah angka kematian laki-laki yang terbanyak yaitu 15 jiwa (71%).

Tabel III-6

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pindah dan Kedatangan

NO Jenis Kelamin Kepindahan Kedatangan

1 Laki-laki 23 34

2 Perempuan 61 33

Jumlah 84 67

(Sumber : BPS Kota Bandung, 2014)

71% 29%

Presentase Penduduk berdasarkan Kematian

Laki-laki

(55)

41

Gambar III-9

Presentase Penduduk Berdasarkan Pindah

Gambar III-10

Presentase Penduduk Berdasarkan Kedatangan

Berdasarkan Tabel III-6, Gambar III-9, dan Gambar III-10, jumlah penduduk Kelurahan Braga berdasarkan kepindahan sebesar 84 jiwa dengan jumlah kepindahan perempuan yang terbanyak yaitu 61 jiwa (73%) dan Jumlah

27%

73%

Presentase Penduduk Berdasarkan Pindah

Laki-laki

Perempuan

51% 49%

Presentase Penduduk Berdasarkan Kedatangan

Laki-laki

(56)

Kedatangan sebesar 67 jiwa dengan jumlah angka kedatangan laki-laki yang terbanyak yaitu 34 jiwa (51%).

3.3 Sejarah Kawasan Heritage Braga

Lahirnya Karren Weg (Jalan Pedati) yang pada tahun 1882 mulai diberi nama Jalan Braga. Nama “Braga” sendiri menimbulkan beberapa kontroversi. Ada kalangan yang mengatakan, Braga berasal dari sebuah perkumpulan drama Bangsa Belanda yang didirikan pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Pietter Sitjoff, seorang Asisten Residen, yang bermarkas di salah satu bangunan di Jalan Braga. Diduga sejak saat itulah nama Jalan Braga digunakan. Pemilihan nama "Braga" oleh perkumpulan drama ini diperkirakan berasal dari beberapa sumber yang erat kaitannya dengan kegiatan drama, antara lain nama Theotilo Braga (1834-1924), seorang penulis naskah drama, dan Bragi, nama dewa puisi dalam mitologi Bangsa Jerman. Sementara itu ada versi lain dari nama "Braga". Menurut ahli Sastra Sunda, Baraga adalah nama jalan di tepi sungai, sehingga berjalan menyusuri sungai disebut ngabaraga. Sesuai dengan perkembangan Jalan Braga (terletak di tepi Sungai Cikapundung), yang kemudian menjadi tersohor ke seluruh Hindia Belanda bahkan ke manca negara, Jalan Braga menjadi ajang pertemuan dari orang orang, dan ngabaraga tadi berubah menjadi ngabar raga, yang lebih kurang artinya adalah pamer tubuh atau pasang aksi

.

(57)

43

Tiga puluh tahun kemudian, kawasan ini terkenal dengan aktivitas seeing and being seen (melihat dan dilihat). Banyaknya produk-produk dari luar negeri yang diperdagangkan di Braga menunjukan bahwa daerah tersebut merupakan daerah pertokoan elite di Kota Bandung. Pada masa itu Braga mencapai puncak

kejayaan karena berhasil menjadi “De Meest Europeesche Winkelstraat Van

Indie” atau Kompleks pertokoan Eropa yang paling terkemuka di Hindia. Kawasan ini memiliki beberapa butik, kafe, restoran, teater, bank dan tempat perkumpulan sosial dan sepanjang jalan. Hiburan tradisional khas sundapun hadir di sana sehingga Kawasan Braga semakin ramai. Dibalik kemegahan Jalan Braga yang sangat berkesan Eropa terdapat perkampungan tradisional pribumi yang berdiri semenjak tahun 1826. Pada tahun 1925 terdapat perkampungan yang menjadi rumah tinggal para penjaga kuda pejabat, pengemudi pedati, dan Kuli pekerja.

Pada saat Jepang mengambil ahli kekuasaan yang akhirnya membuat para pemilik toko ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Kegiatan di kawasan ini mulai terhenti pada tahun 50an. Aktivitas di Kawasan Jalan Braga dapat dikatakan sekarat. Pada tahun 1957 saat pemerintahan presiden Soekarno Kawasan Jalan Braga mulai diperhatikan, kepemilikan lahan dan bangunan-bangunan diambil oleh pemerintah dan swasta yang di ikuti dengan perubahan bentuk

bangunan-bangunan yang banyaknya berkonsep “art deco” .

(58)

(Sumber : Bandung Heritage Society, 2014)

Gambar III-12 Jalan Braga tahun 50an (Sumber : Bandung Heritage Society, 2014)

Gambar III-11

(59)

45

3.4 Kondisi Eksisting Wilayah Studi

3.4.1 Kondisi Lingkungan Permukiman Kelurahan Braga

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandung tahun 2011-2031 perumahan di Kelurahan Braga temasuk perumahan dengan kepadatan tinggi dengan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) 80-90% dengan nilai lahannya sangat tinggi dan strategis. Di sekitar Kawasan Heritage Jalan Braga terdapat permukiman warga Kelurahan Braga, daerah tersebut adalah permukiman RW 06 (Jl. Kejaksaan, Jl. Morse, dan Jl. Telepon), permukiman RW 04 dan RW 08 (Daerah Aliran Sungai Cikapundung). Permukiman di RW 04 dan 06 tergolong permukiman kumuh karena memiliki kepadatan dan jumlah penduduk yang tinggi, kondisi lingkungan perumahan yang tidak layak huni, banyaknya bangunan semi permanen, sanitasi yang buruk, jalan yang sangat sempit, dan kondisi sarana MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus) yang buruk. Masyarakat RW 04 dan RW 08 sebagian ada bangunan rumahnya di bantaran Cungai Cikapundung yang seharusnya menjadi kawasan lindung untuk kelancaran Daerah Aliran Sungai Cikapundung, berbeda dengan sebagian masyarakat RW 06 yang merupakan RW dengan status sosial dan ekonomi para penghuni yang lebih baik dibandingkan RW 04 dan RW 08, rumah di RW 06 sebagian sudah permanen.

(Sumber : Hasil Observasi, 2014)

Gambar III-13

Permukiman RW 04 & RW 08

(60)

sedangkan akses yang menghubungkan RW 06 dengan Kawasan Heritage Braga adalah Jl. Kejaksaan.

3.4.2 Kondisi Lingkungan Heritage Kelurahan Braga

Kawasan Jalan Braga telah mengalami perubaha dari yang awalnya nyaman untuk pejalan kaki sekarang menjadi alur lalu lintas yang sekedar lewat oleh pengendara dari Bandung selatan dan utara sehingga menyebabkan kemacetan pada jam-jam tertentu, karena arus lalu lintas yang sangat cepat dan padat ini sehingga para pejalan kaki sudah tidak mungkin berjalan dengan santai dan bebas sambil menikmati Kawasan Heritage Braga. Selain itu, tidak ada perhatian khusus dari penyewa/pemilik usaha untuk merawat bangunan-bangunan Heritage Jalan Braga, Kondisi bangunan yang banyak poster dan gambar-gambar yang tidak jelas menempel pada dinding-dinding bangunan dan pada bagian atas atap bangunan ditumbuhi rumput-rumput liar yang jika dipandang merusak pemandangan bangunan heritage. Sementara itu, pedagang kaki lima leluasa berjualan di trotoar-trotoar kawasan dan banyak pengemis yang berkeliaran dengan bebas di

Gambar III-14 Akses RW 06 ke Kawasan Heritage Braga (Jl. Kejaksaan)

Gambar III-15

(61)

47

kawasan tersebut. Kawasan Heritage Jalan Braga tidak memiliki tempat atau gedung parkir seperti halnya kawasan Heritage lainnya yang menyediakan tempat parkir, di Kawasan Heritage Braga ini pemerintah mengizinkan kendaraan untuk parkir di bahu-bahu jalan sehingga banyak kendaraan yang parkir di pinggir-pinggir jalan menyebabkan kemacetan pada jam-jam tertentu, seharusnya pemerintah menyediakan gedung parkir khusus untuk pengunjung Kawasan Heritage Jalan Braga agar tidak terjadi kemacetan dan tidak merusak jalan Heritage yang terbuat dari batu-batu andesit ini.

Pada malam hari, aktivitas-aktivitas kehidupan malam seperti café, karaoke, tempat billiard, pub dan lain-lain terjadi di sana mengakibatkan banyak warga kota berkunjung ke sana karena takut akan tindakan-tindakan kriminal yang sering terjadi terlebih pada masyarakat yang berkunjung di malam hari. Kawasan Heritage Braga memiliki Banyak bangunan-bangunan baru yang tidak selaras

dengan konsep bangunan “Art Deco” seperti Hotel Ginno Ferucci dan Hotel Aston, bangunan Hotel Ginno Ferucci dan Aston terlalu vertical ke atas dan gaya bangunan yang modern mengakibatkan Kawasan ini mulai tidak berkonsep lagi. Padahal, Kawasan Heritage Braga sangat berpotensi menjadi Landmark Kota Bandung.

(Sumber : Hasil Observasi, 2014)

Gambar III-16

(62)

(Sumber : Hasil Observasi, 2014) Gambar III-17 Hotel Gino Feruci Braga

Sepanjang Jalan Braga masih terdapat 28 bangunan yang masih

(63)

49

No Bangunan Bersejarah Alamat Tahun

dibangun

Fungsi bangunan Ket

1 Gedung Majestic (Asia Afrika Culture Centre)

Jln. Braga no. 1 1925 Gedung Bioskop

2 Deretan Apotik Kimia Farma Jln. Braga no. 2,4,6 1902 Bank dan Toko

3 Kimia Farma (ex. Au Bon Marche) Jln. Braga no. 3 1915 Departemen Store Au Bon Marche

4 Hotel Braga (ex. Hotel Wilhelmina) Jln. Braga no. 8 1928-1931 Hotel Wilhelmina

5 Sarinah Jln. Braga no. 10 1937-1940 Toko Onderling Belang

6 BDP Jabar & Banten (ex. Bank Denis) Jln. Braga no. 12 1935 `Bank Denis Insurance

7 Dekranas Jabar Jln. Braga no. 13-15 Sebelum 1919 Kantor Koran Algemen Indisch dagblad

8 LKBN Antara Jln. Braga no. 25 1936 Kantor

9 Toko Ling-ling/Braga Meubel Jln. Braga no. 36-38 1925 Toko

10 Gedung Gas Negara Jln. Braga no. 40 1930 Kantor Gas Negara

11 Forty Three Furniture Jln. Braga no. 43 1915 Stoker, Toko arloji swiss

12 Ex. Toko Populair Jln. Braga no. 45 1915 Ex. toko populair

13 Sibayak/Bank Sikapura Jln. Braga no. 52, 54, 56 1920 Pertokoan 14 Ex. Bank Modern/Toko Concurent Jln. Braga no. 53-55 1919 Ruko

15 Deretan Sinsin/Tifanny’s/Sinar Mas Jln. Braga no. 59,61,63 1935 Ruko

16 Deretan Kasoem Jln. Braga no. 60, 62, 64,

66

Sebelum 1923 Ruko

Tabel III-7

(64)

50

(Sumber : Data Inventarisasi Bangunan Bersejarah,2014)

No Bangunan Bersejarah Alamat Tahun

dibangun

Fungsi Bangunan Ket

17 Deretan Coero Jln. Braga no. 77-97 1928-1931 Ruko

18 Toko Merdeka/Meubel/North Sea Bar Jln. Braga no. 82-84 Sebelum 1937 Ruko

19 Deretan Elegance Jln. Braga no. 90,92,94 1950 Ruko

20 Ex. Permorin Jln. Braga no. 99 1924 Assembling mobil mercedez,

fuchs & Rent

21 Permorin (Gerbang) Jln. Braga no. 99 1920 Pintu gerbang permorin

22 Deretan Central Bilyard Jln. Braga no. 101, 103, 105

1930 Ruko

23 Bank Indonesia Jln. Braga no. 108 1917 Javasche Bank

24 Ega Kineta Jln. Braga no. 111 1955 Toko pakaian

25 Leather Palace Jln. Braga no. 113 1955 Ruko

26 Centre Point Jln. Braga no. 117 1925 Ruko

27 Gedung Landmark Jln. Braga no. 131 1922 Toko Buku dan Percetakan Van

Dorp

(65)

51

Gambar III-18

Gambar

Tabel II-2
Gambar III-1
Gambar III-2
Tabel III-2
+7

Referensi

Dokumen terkait