• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fotografi Pementasan Teater Dengan Teknik Freeze Motion Di Dalam Gedung Pertunjukan (Analisis visual foto pementasan Maaf-Maaf-Maaf dan Sayang Ada Orang Lain produksi Teater Lakon UPI Bandung )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fotografi Pementasan Teater Dengan Teknik Freeze Motion Di Dalam Gedung Pertunjukan (Analisis visual foto pementasan Maaf-Maaf-Maaf dan Sayang Ada Orang Lain produksi Teater Lakon UPI Bandung )"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Curriculum Vitae

Data Pribadi / Personal Details

Nama / Name : Farid Shobri

Alamat / Address : Jln. Kelapa Gading 531 Pedurungan Semarang

Kode Post / Postal Code : 50193

Nomor Telepon / Phone : (024) 6704893

Email : faridshobri@yahoo.co.id

Jenis Kelamin / Gender : Laki-laki Tanggal Kelahiran / Date of Birth : 25 September 1987

Agama / Religion : Islam

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan

Educational and Professional Qualification

Jenjang Pendidikan : Education Information

Periode Sekolah / Institusi / Universitas

Jurusan Jenjang IPK

1993 - 1999 SD Plamongan Sari 01 1999 2002 SMP 2 Semarang

2002 2005 SMA 3 Semarang IPS

2005 - 2010 UNIKOM DKV S1

Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya. Bandung, Agustus 2010

(2)

ABSTRACT

Theater performances in the building is a fertile aesthetic area for the photographer to capture moments that have been organized and designed by all the supporting performances include the director, actors, stage manager, lighting, music arranger, make-up and costumes stylist. Theater photography is required for the needs of documentation and evaluation media for Theater group, used as illustrations in various media publications, and also a photo of the photographer's work.

Special techniques in theater photography became very needed to create a work of high quality images, where the pictures have a message, technically feasible, aesthetic and artistic, and in presentation. In low lighting conditions, using only available light in the theater, dynamic movement of players and rules must be obeyed to photographers as spectators, to capture the movements actors by freeze-motion technique have done well on the photos selected.

Photographs of tater Lakon production with the title Maaf-Maaf-Maaf by Nano Riantiarno and Sayang Ada Orang Lain by Utuy Tatang Sontani selected as the objects in

this research. By analyzing the photos of both performances that then can be found comparing the techniques used in certain conditions.

Key Words : Photography, Theater, Freeze Motion.

(3)

ABSTRAK

Pementasan teater didalam gedung pertunjukan adalah sebuah lahan estetis

yang subur bagi fotografer untuk mengabadikan momen-momen yang telah diatur

dan dirancang oleh seluruh pendukung pementasan mencakup sutradara, pemain,

tata panggung, tata lampu, tata suara, make-up dan kostum. Fotografi pementasan

teater diperlukan untuk kebutuhan dokumentasi dan media evaluasi bagi kelompok

tater, digunakan sebagai ilustrasi publikasi dalam berbagai media, dan juga menjadi

karya foto bagi fotografernya.

Teknik-teknik khusus dalam fotografi pementasan teater menjadi sangat

diperlukan untuk menghasilkan sebuah karya foto yang berkualitas, dimana foto

memiliki pesan, layak secara teknis, estetik dan artistik serta dalam presentasinya.

Dalam kondisi pencahayaan yang minim, hanya menggunakan cahaya yang ada

dalam teater, gerakan pemain yang dinamis dan aturan yang harus ditaati fotografer

sebagai penonton, untuk menangkap gerakan pemain teknik freeze motion telah

dilakukan dengan baik pada foto-foto yang terpilih.

Foto-foto pementasan produksi teater Lakon dengan judul Maaf-Maaf-Maaf

karya Nano Riantiarno dan Sayang Ada Orang Lain karya Utuy Tatang Sontani

dipilih sebagai objek dalam penelitian ini. Dengan menganalisa foto-foto dari kedua

pementasan tersebut maka dapat diketahui perbandingan teknik yang digunakan

dalam kondisi-kondisi tertentu.

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam hidup yang tidak mungkin kembali, akan diingat selalu dengan memandangi foto. Dan kesan yang terdapat dalam kenangan tersebut akan terasa saat dikenang jika foto yang dihasilkan baik, menarik dan berkesan. Selain untuk mengabadikan momen yang penting, sebuah foto juga dapat mengandung nilai jual atau komersial, jurnalistik, ataupun nilai seni yang tinggi tergantung pada kebutuhan seseorang untuk membuat foto yang diinginkannya. Karena foto dibuat untuk menyampaikan sesuatu yang ingin diingat dan memiliki pesan untuk disampaikan.

Foto yang baik dan berkualitas adalah foto yang memiliki pesan, layak secara teknis, estetik dan artistik serta presentasinya.Dalam penyampaian pesan sebuah foto, diperlukan keahlian dan teknik khusus dalam hal fotografi, sehingga pesan yang ingin disampaikan dapat dikomunikasikan dan sampai pada penikmat fotonya. Tidak hanya dalam hal teknis memotret dalam artian penggunaan alat fotografi seperti kamera dengan pengaturannya, tripod, lighting dan lain-lain tetapi juga perlu diketahui bahasa yang digunakan oleh foto sehingga foto tersebut dapat berbicara, berkomunikasi atau menyampaikan pesan. Juga hal lain mulai dari ide awal, sampai pada foto tersebut jadi.

(5)

Menurut Adi Kusrianto (2007 : 119) bahwa khususnya dalam dunia desain komunikasi visual, foto banyak digunakan sebagai illustrasi penguat komunikasi dalam sebuah media, contohnya dalam iklan media cetak seperti poster dan billboard, kampanye sosial maupun politik, dan sebagainya. Foto juga berperan dalam media komunikasi visual lain seperti film, cd interaktif, dan games. Juga menjadi media komunikasi visual tersendiri dalam penyampaian pesan.

Sementara itu fotografi dalam perkembangannya memiliki beberapa kategori-kategori yang beranekaragam. Hal ini terus berkembang hingga terdapat beberapa anggapan mengenai kategori fotografi. Dalam sebuah komunitas fotografi dunia maya, Fotografer.net atau lebih dikenal dengan FN, terdapat 27 kategori fotografi, salah satunya yaitu foto panggung atau stage fotografi yaitu foto-foto aksi pentas, konser musik oleh artis, pemusik, teater, pertunjukan tari, pentas showbiz dan lain-lain.

Foto panggung menjadi kategori tersendiri dalam fotografi dan menjadi menarik menantang, dan dibutuhkan teknik khusus dalam membuatnya.

Karena, menurut Herman Effendi (2009), pentas seni pertunjukan yang sarat peristiwa dan susunan artistik, dimata pemotret dapat dijadikan sasaran pemotretan yang menartik, dinamis , variatif, dan menantang. Tantangan pada proses perekaman realitas pentas di tangan pemotret berpeluang terciptanya karya fotografi yang memiliki kaidah estetika fotografi, baik seni gagasan maupun teknik.

Menurut Earl Theisen dalam Photographic Approach to People(1966 : 9), “Snapping of pictures is taken for granted” foto merupakan gambar yang dibuat apa adanya. Fotografi merupakan iconic atau perlambang dari kehidupan nyata karena foto merupakan sebagian dari keseluruhan objek atau kejadian yang diambil, yang dapat mewakili objek tersebut.

(6)

Teater sama halnya dengan fotografi sebagai media penyamapaian pesan dengan bentuk yang berbeda. Dalam teater pesan disampaikan melalui cerita yang dibangun lewat naskah yang tokoh-tokohnya dimainkan oleh aktor diatas panggung dengan dekorasi tata panggung atau lebih dikenal dengan tata artistik yang merupakan gambaran dari keadaan yang terdapat dalam naskah, diiringi musik pengiring dan pembangun suasana, dengan disinari cahaya lampu yang memberikan cahaya penerang panggung sebagai penunjuk waktu, penguat suasana, jiwa dan emosi dengan dalang seorang sutradara.

Pertunjukan teater biasa dilakukan di dalam gedung pertunjukan walaupun ada pertunjukan teater yang dilakukan di luar ruangan. Gedung pertunjukan teater memilikipencahayaan yang minim, hanya diterangi oleh lampu dari tata lampu teater sajasaatpertunjukanberlangsung. Hal ini menyebabkan sangat sulit untuk mengatur kamera agar dapat menangkap cahaya dengan baik, mengatur posisi agar didapatkan komposisi yang baik, dan memilih sudut pandang atau angleyang menarik. Karena fotografer tidak diperbolehkan untuk menggunakan cahaya tambahan dan atau blitz atau flashlight karena dapat mengganggu aktor dalam memainkan perannya dan merusak suasana yang telah dibangun oleh semua pendukung teater. Fotografer tidak diperbolehkan berjalan-jalan didepan penonton karena dapat mengganggu kenyamanan dalam menyaksikan pertunjukan. Selain itu tidak diperbolehkan naik keatas panggung untuk memotret aktor dari dekat.

(7)

yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri yang dapat dijadikan sebagai objek foto teater sesuai dengan maksud fotografer dalam menyampaikan pesan dan tujuannya.

Dalam kehidupan di teater sendiri, fotografi dijadikan sebagai alat dokumentasi bagi kelompok-kelompok teater yang mementaskan sebuah cerita. Tidak banyak kelompok teater yang memberikan perhatian lebih terhadap fotografi pementasan teater. Hal ini tercermin dalam Festival Teater Mahasiswa Nasionaldi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009 dimana foto-foto pementasan kelompok pesertanya tidak dapat dibagikan dikarenakan hasil foto yang tidak baik atau gagal.

Kelpmpok teater professional biasanya memiliki fotografer sendiri yang khusus memotret setiap pementasan yang dipentaskan oleh kelompoknya. Bagi teater kampus biasanya mereka bekerjasama dengan unit fotografi mahasiswa di kampusnya. Tetapi tidak sedikit kelompok teater yang kurang memperhatikan dokumentasi fotopementasannya. Lebih-lebih fotografi teater yang bukan hanya sekedar dokumentasi tetapi foto yang berbicara dengan bahasa fotografi juga menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh si fotografer.

(8)

1.2. Identifikasi Masalah

• Perlunya Fotografi teater bagi kelompok teater adalah sebagai dokumentasi dan evaluasi. Namun foto teater dapat digunakan sebagai sebuah karya desain sebagai illustrasi pada publikasi pementasan, atau juga sebagai karya tunggal bagi seorang fotografer.

• Gedung pertunjukan teater dengan pencahayaan yang minim, panggung hanya diterangi pencahayaan teater dan gerakan-gerakan yang dinamis menyebabkan adanya kesulitan dalam memotret pertunjukan teater, terutama membekukan objek / motion (freeze motion).

• Peraturan di dalam gedung pertunjukan teater dan kesopanan atau etika penonton pertunjukan teater menyebabkan fotografer tidak diperkenankan untuk :

a. Menggunakan blitz ataupun cahaya tambahan karena dapat mengganggu aktor dalam memainkan perannya dan merusak suasana yang telah dibangun oleh semua pendukung teater.

b. Berjalan-jalan didepan penonton karena dapat mengganggu kenyamanan dalam menyaksikan pertunjukan.

c. Naik keatas panggung untuk mengambil gambar aktor dari dekat.

1.3. Perumusan Masalah

Bagaimana teknik freeze motion fotografi pementasan teater digunakan pada foto-foto yang terpilih sehingga tercipta karya foto yang berkualitas (memiliki pesan, layak secara teknis, estetik dan artistik serta presentasinya).

1.4. Pembatasan Masalah

(9)

• Pembahasan fotografi pementasan teater dikhususkan pada fotografi sebagai “pantograph” /penangkap gambar atau dokumentasi.

• Pembahasan foto dalam penelitian ini dibatasi pada foto-foto dari pementasan produksi teater Lakon UPI Bandung. Kelompok teater ini dianggap memiliki pementasan-pementasan yang berkualitas dilihatdari prestasi-prastasi yang diraihnya diantaranya adalah peraih juara umum dalam Festifal Teater Mahasiswa Nasional IV 2009 dan Juara 2 dalam Festifal Drama Basa Sunda 2010. Karya pementasan yang dijadikan sample adalah pementasan dengan karakter tokoh dan cerita yang realis atau apa adanya menyerupai kenyataan yang sebenarnya dengan judul Maaf-Maaf-Maaf (Politik Cinta Dasamuka) dan Sayang Ada Orang Lain. • Pembahasan teknik dibatasi pada teknik “freeze motion” dimana objek

terjebak dalam suatu moment.

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

• Mengetahui teknik-teknik khusus yang dilakukan terutama teknik freeze motion, alat-alat yang digunakan dan persiapan yang dilakukan oleh seorang fotografer untuk memotret pementasan teater dalam keadaan dan situasi tertentu.

• Memberikan perhatian lebih dalam kepada kelompok-kelompok teater tentang perlunya fotografi pementasan teater.

1.6. Manfaat Penelitian

• Penelitian ini bermanfaat bagi fotografer sebagai referensi teknik dalam memotret pementasan teater juga pemotretan sejenis yang memiliki keadaan yang hampir sama.

(10)

• Bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin memperoleh informasi dan menambah wawasan mengenai fotografi panggung, mengenai teater dan yang berhubungan dengan penelitian ini.

1.7. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu dengan menginterpretasikan data-data yang diperoleh berdasarkan fakta-fakta yang ada, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti. Jenis data yang diperoleh adalah data kualitatif. Data kualitatif, yaitu melalui telaah sumber-sumber buku yang memiliki informasi terkait dengan penelitian ini, juga informasi yang berasal dari orang-orang yang benar-benar memahami atau pakar dalam masalah yang ada dalam penelitian ini.

(11)

1.8. Kerangka Berfikir

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir

1.9. Teknik Pencarian Data

Teknik pencarian data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Library Research (Studi kepustakaan), yaitu pengumpulan teori dan konsep

juga mempelajari literatur yang berkaitan dengan masalah yang sedang dibahas.

2. Diskusi, yaitu tukar-menukar ilmu pengetahuan dengan orang yang lebih memahami dan mengerti tentang bahasan penelitian.

3. Field Research (Penelitian Lapangan), yaitu studi lapangan untuk melihat dan mengetahui teori dan konsep apa saja yang digunakan di lapangan.

1.10. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dimaksudkan agar proses pembuatan makalah dapat dibuat secara terstruktur dan sistematis, sehingga dengan mudah dimengerti dan

Fotografi

Stage Fotografi

Teknik Fotografi Pementasan Teater

Persiapan Teknik

Pengambilan Foto  Unsur Pendukung

(12)

dipahami oleh pihak yang akan mempergunakannya. Sistematika penulisan makalah dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, metode penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka berfikir, teknik pencarian data, dan sistematika penulisan skripsi mengenai teknik fotografi pementasan teater di dalam gedung pertunjukan.

BAB II TEKNIK FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

Dalam bab ini akan dijelaskan teori-teori mengenai fotografi mencakup sejarah dan perkembangannya, pengertian, teknik-teknik, dan bahasa fotografi. Lebih khusus akan dibahas teknik fotografi pementasan teater dan teknik freeze motion dalam pengambilan gambarnya.

BAB III PEMENTASAN TEATER SEBAGAI OBJEK FOTOGRAFI

Bab ini akan membahas pementasan teater yang berlangsung di dalam gedung pertunjukan dengan sample penelitian pementasan produksi teater Lakon berjudul Maf-Maaf-Maaf (Politik Cinta Dasamuka) dan Sayang Ada Orang Lain. Bahasan mencakup jalan cerita, dan unsur-unsur pementasan seperti aktor, tata artistik, pencahayaan, rias dan kostum sebagai objek fotografi.

BAB IV FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dari hasil peneletian menjawab perumusan masalah yang ada, sehingga didapatkan perbandingan secara teknis dari foto-foto kedua pementasan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(14)

BAB II

TEKNIK FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

2.1 Sejarah dan Perkembangan Fotografi

Sejarah fotografi pada awalnya yaitu adanya penemuan camera obscura yang

artinya kamar gelap. Camera obscura ditemukan berates-ratus tahun sebelum fotografi

dikenal pada saat ini. Prinsip kuno kamar gelaplah yang menjadi dasar fotografi

modern saat ini. Sinar akan masuk ke dalam kamar gelap melalui lubang kecil

sehingga akhirnya akan membentuk objek dari luar kamar gelap menjadi bayangan

objek yang terbalik di dinding kamar gelap. Diyakini bahwa prinsip itu ditemukan

pada saat pemerintahan Yunani kuno oleh Aristoteles pada tahun 384 SM – 322 SM,

dan kemudian ditulis ulang oleh Leonardo DaVinci (1452-1519).

Pada abad 16, perbaikan dilakukan pada sistem kamar gelap dan lubang

kamera (pin-hole). Sistem itu menghasilkan gambar yang terlalu gelap sehingga

ditambahkan lensa optis untuk meningkatkan kecerahan gambar. Prinsip kamera

dengan penambahan lensa optis tersebut telah dibuat di inggris pada tahun 1770

dengan ukuran kotak 6 cm x 6cm. tipe kamera itulah yang mendasari terbentuknya

sistem kamera SLR (Single Lens Reflex) dengan menempatkan beberapa cermin untuk

menghasilkan gambar yang semakin baik. Tambahan beberapa cermin pada kamera

menghasilkan gambar yang tidak terbalik. Beberapa sistem mekanis ditambahkan

disertai dengan perbaikan posisi lensa sehingga gambar bisa lebih terang dan lebih

fokus. Elemen penangkapnya juga berkembang setelah ditemukan film. Sistem camera

obscura tersebut semakin berkembang sehingga terbentuk kamera-kamera yang ada

pada masa sekarang dengan teknologi yang semakin maju.

Perkembangan saat ini muncul sebuah teknologi baru yang dikenal dengan

(15)

semua segmen teknologi yang ada dalam kehidupan manusia modern - termasuk

bidang fotografi.

Saat ini teknologi digital sudah semakin berkembang. Kamera-kamera digital

banyak sekali beredar di pasaran. Setiap orang bisa memiliki kamera, dan setiap orang

dapat dengan mudah mengambil gambar dalam kehidupan sehari-hari.

Kamera-kamera digital tersebut memiliki prinsip yang sama dengan Kamera-kamera obscura. Fotografi

digital hanya merupakan alat bantu untuk ‘menghentikan waktu’ serta menangkap

momen hingga melukiskan cahaya.

Secara revolusioner, bahan peka cahaya yang semula berupa unsur-unsur kimia

dalam bentuk film itu kini peranannya diambil alih oleh sel-sel peka cahaya yang

meneruskan citra digital yang dihasilkan oleh permukaannya ke dalam sebuah

memory penyimpanan digital yang setiap diinginkan siap menampilkan gambar yang

disimpannya, melalui sebuah layar monitor - yang terdapat pada setiap kamera digital.

Pembuatan gambar kini tidak tergantung pada film lagi. Demikian juga

hasilnya yang dengan cepat dapt diketahui sangat mengancam kehadiran film dan

kelangsungan lab-lab foto tradisional yang ada. Sebagai gantinya, muncul lab digital

yang lebih canggih dan akrab lingkungan karena bebas bahan kimia.

Lebih dari itu teknologi digital selain mempermudah proses penyimpanan

gambar, turut pula mempercepat pengiriman gambar dari satu tempat ke tempat

lainnya hanya melalui sebuah telpon genggam yang dioperasikan dari sebuah tempat

yang jauh dari kehidupan modern, berkat jasa satelit telekomunikasi yang mampu

menghubungkan semua bagian dunia ini dengan memanfaatkan Teknologi Informasi

di dalamnya yang populer dengan nama Internet.

Dunia Internet yang dikenal dengan nama dunia virtual atau maya berjalan

beriringan dengan dunia nyata. Dapat ditemukan di dalamnya berbagai kegiatan maya

(16)

Melalui berbagai situs di Internet inilah dunia fotografi menampilkan dirinya

dalam bentuk yang sulit dibayangkan sebelumnya. Jual beli stok foto, Galeri Foto

hingga komunikasi interaktif masyarakat foto dapat ditemui di dalamnya. Belum lagi

promosi oleh perusahaan-perusahaan film raksasa dunia, seperti Kodak atau Fuji.

Baru-baru ini seolah muncul dari tempat yang sangat tidak terduga, lahirlah

film elektronik yang justru mengancam kelangsungan kamera digital. Bentuk fisiknya

sama dengan film biasa, hanya lidah filmnya kaku tidak dapat digulung, terbuat dari

chip yang peka cahaya. Memakainya cukup dipasang seperti biasa pada rumah film

kamera.

2.2 Pengertian Fotografi

Dalam sebuah buku penunjang fotografi/Leo Nardi Hon CPNS, Hon PAF

(1989 : 7) menjelaskan bahwa “ kata foto berasal dari kata fotos yang berarti melukis

atau menulis, grafi berasal dari kata grafos yang berarti cahaya”. Jadi fotografi adalah

kegiatan melukis atau menulis dengan cahaya mutlak.

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, fotografi merupakan “seni dan

penghasilan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan”. Jadi fotografi adalah

teknik melukis dengan menggunakan cahaya.

Fotografi merupakan media yang digunakan untuk mengabadikan momen

penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi

kenangan dalam hidup yang tidak mungkin kembali, akan diingat selalu dengan

memandangi foto. Dan kesan yang terdapat dalam kenangan tersebut akan terasa saat

dikenang jika foto yang dihasilkan baik, menarik dan berkesan. Selain untuk

mengabadikan momen yang penting, sebuah foto juga dapat mengandung nilai jual

atau komersial, jurnalistik, ataupun nilai seni yang tinggi tergantung pada kebutuhan

seseorang untuk membuat foto yang diinginkannya.

Jadi fotografi adalah perpaduan antara teknologi dan seni. Berbagai nilai

(17)

diselaraskan dengan proses teknis untuk memberikan karakter dan keindahan pada

hasil visualnya. Dasar dari fotografi jelas berkaitan dengan perangkat alat-alat seperti

kamera, lensa, blitz, dan lain-lain.

2.3 Teknik Dasar Fotografi

Dijelaskan dalam Teknik Dasar Fotografi Digital menurut Ariel Sunarto

(2008) dibagi menjadi 3 bagian yaitu “shutter speed, aperture, dan ISO”.

a. Shutter Speed

Shutter adalah sebuah tirai pada kamera yang dapat terbuka dan

menutup berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya saat mengambil sebuah

gambar. Shutter speed adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk

menyinari CMOS atau CCD pada kamera digital, atau film pada kamera

analog, sehingga obyek dapat ditangkap atau dibekukan.

Gambar 2.1. Sistem mekanik pada kamera DSLR

Pada kamera tertera angka-angka 250,125,60,30,15, dst, ini berarti

(18)

tertera. Contoh : shutter speed menunjukkan angka 250 berarti kecepatan dari

shutter saat membuka dan menutup kembali adalah satu per 250 detik.

Semakin besar angkanya berarti semakin cepat shutter menutup, hal

ini menciptakan efek diam atau freeze. Contohnya saat memotret mobil yang

sedang melaju cepat diperlukan kecepatan lebih dari satu per 125 detik, artinya

angkanya haus lebih dari 125. Lain halnya jika diiginkan efek bergerak atau

motion blur, maka shutter speed yang digunakan kurang dari angka tersebut.

b. Aperture

Untuk menambah dan mengurangi cahaya melewati lensa, yang

diatur adalah ukuran bukaan lensa atau aperture. Sistem kerjanya mirip dengan

bukaan pada retina mata manusia yang disebut iris. Saat lubang dibuka

lebar-lebar, cahaya akan lebih banyak masuk kedalam lensa. Demikian juga

sebaliknya jika bukaan lensa dikecilkan maka cahaya yang masuk akan semakin

sedikit. Pada kamera pengaturan aperture atau diafragma ini ditunjukkan dalam

angka-angka yang disebut f-stop atau f-nummber.

F-number dirumuskan /# N . Lambang f merupakan

jarak fokus lensa atau focal length, sedangkan D adalah diameter diafragma

(pupil). Dengan demikian f-number berbanding terbalik dengan diameter

bukaan diafragma. Jadi semakin besar diafragma maka f-number menunjukan

(19)

Gambar 2.2. Apperture/Diafragma

Aperture juga berpengaruh pada ruang ketajaman atau depth of field.

Semakin kecil diafragma maka rentang ketajaman akan semakin lebar. Artinya

objek di belakang dan di depan fokus utama memiliki ketajaman yang baik.

Sebaliknya jika diinginkan efek buram atau blur pada bagian di luar fokus atau

objek utama, maka digunakan diafragma besar atau dengan f-number kecil.

c. ISO

Angka ISO atau ASA yang menunjukkan kepekaan film terhadap

cahaya dan ini disebut kecepatan film. Dalam teknologi digital, ISO berfungsi

sama, yaitu sebagai kemampuan teknologi sensor dalam menangkap cahaya.

Makin tinggi angkanya menunjukkan bahwa makin peka terhadap cahaya.

ISO adalah singkatan dari International Standard Organization. ISO

merupakan lembaga yang mengatur standar kecepatan film atau sensor.

Kecepatan ISO terbagi dalam tiga golongan: lambat, sedang, cepat.

• Angka ISO berkecepatan rendah adalah 100 atau kurang. Digunakan pada pemotretan bercahaya terang.

(20)

• Antara ISO 400-1600 adalah kecepatan tinggi. Digunakan dalam kondisi cahaya rendah di dalam ruangan.

• Antara ISO 1600-3200 atau lebih adalah kecepatan tinggi. Digunakan dalam kondisi cahaya gelap di malam hari, dan cahaya lampu.

Semakin kecil ISO semakin tajam gambar karena rapatnya

butiran-butiran pembentuk fotonya. Semakin besar ISO semakin renggang butiran-butiran

penyusun foto tersebut sehingga terlihat seperti bintik-bintik atau disebut noise.

2.4 Metode EDFAT

Suatu metode yang dikenalkan oleh Walter Cronkite School of Jurnalism and

Telecomunication, Arizone State Universit-Metode pemotretan untuk melatih optis

melihat sesuatu dengan detail dan tajam. Mencakup entire, detil, frame, angle, dan time.

E : Entire atau disebut established shoot, suatu keseluruhan pemotretan

yang dilakukan begitu melihat suatu peristiwa atau penguasaan lain, dalam

memilih bagian-bagian yang dipilih sebagai objek.

D : Detail, suatu pilihan dari keseluruhan pandangan terdahulu.

Unsur ini menentukan objek yang dipilih menjadi “Point of Interest”.

F : Frame, tahap dimana membingkai suatu detail yang terpilih. Unsur

ini menekankan pada kemampuan mengenal arti komposisi, pola, tekstur dan

bentuk subjek pemotretan dengan akurat.

A : Angle, dalam pemotretan sudut pandang menjadi sesuatu yang

dominan sekaligus, mengkonsepsikan visual yang diinginkan dalam fase ini.

T : Time, tahap penentuan exposure dengan mengkombinasikan

diafragma dan kecepatan atas keempat tahap atau unsur-unsur di atas.

(21)

2.5 Bahasa Fotografi (Photographic Language)

Bahasa fotografi adalah tata bahasa yang digunakan untuk menyampaikan

pesan tertentu. Foto yang menggunakan bahasa fotografi dalam mengungkapkan

pesan menjadikan foto tersebut dapat berbicara atau berkomunikasi dengan penikmat

fotonya.

“Bahasa fotografi terbagi atas lima kategori yaitu, bahasa penampilan

(performance language), bahasa komposisi (composition language), bahasa gerak (motion

language), bahasa konteks (contextual language), dan bahasa tanda (sign language)”,

(Iskandar, Andang, 2007).

1. Performance language

a. Facial expression language atau bahasa ekspresi muka.

Digunakan untuk menyampaikan pesan kegembiraan,

kesedihan, kesinisan, terkejut dan lain-lain dalam ekspresi muka.

b. Gestural language atau bahasa isyarat.

Gerak tubuh yang menyampaikan makna, contoh: gesture

kemenangan dengan mengangkat tangan, menunjuk, menolak atau

setuju dan lain-lain.

c. Action language atau bahasa tindakan.

Memperlihatkan tindakan yang dilakukan objek. Pesan yang

disampaikan ada dua jenis yaitu visible atau kasat mata, sesuai dengan

gerakan yang dilakukan dan invisible atau tersirat, contohnya kasih

sayang.

2. Composition language

(22)

a. Bahasa warna (color language)

Warna merupakan unsur visual yang keberadaannya

ditentukan oleh jenis pigmennya, sedangkan kesan yang diterima oleh

mata lebih ditentukan oleh cahaya. Terdapat tiga permasalahan

mendasar pada warna khususnya dalam foto yaitu, hue (spectrum

warna), saturation (nilai kepekatan), dan lightness atau nilai cahaya

dari gelap terang. Warna dalam sebuah foto dapat memiliki arti

tertentu dalam menyampaikan pesan. contohnya warna putih yang

berarti kesucian, merah yang berarti keberanian, dan lain-lain.

b. Bahasa tekstur (texture language)

Tekstur adalah nilai raba dari suatu permukaan. Secara fisik

tekstur dibagi menjadi tekstur kasar dan halus, dengan kesan pantul

mengkilat dan kusam. Tekstur dalam penerapannya dapat

mempengaruhi unsur visual lainnya, yaitu kejelasan titik, kualitas garis,

keluasan bidang dan ruang, serta intensitas warna. Maka tekstur

memiliki pengaruh dalam pemaknaan sebuah foto dengan kesan-kesan

yang ditimbulkannya.

c. Bahasa garis (line language)

Garis dianggap sebagai unsur visual yang banyak berpengaruh

terhadap pembentukan suatu objek sehingga garis selain dikenal

sebagai goresan atau coretan, juga menjadi batas limit suatu bidang

atau warna. Ciri khasnya adalah terdapat arah dan dimensi

memanjang. Garis dapat tampil dalam bentuk lurus, lengkung,

gelombang, zigzag, dan lainnya dan memiliki arti tertentu dalam setiap

(23)

d. Bahasa sinar (lighting language)

Sinar atau cahaya merupakan unsur utama dalam fotografi.

Sinar tidak hanya sebagai unsur pembentuk foto saja tetapi juga

memiliki makna sesuai dengan intensitasnya, volumenya, kelembutan

atau tegasnya sinar dalam foto. Terdapat dua kategori menyangkut

dominan tidaknya sinar, yaitu :

High key (foto dengan yang dominan berwarna putih). Memberikan arti ceria, suci, popular, dan lain-lain.

Low key (foto dengan dominan warna hitam). Memberikan arti duka, misterus, dan lain-lain.

Warna disini ditentukan oleh sinar yang diterima oleh foto.

e. Bahasa bentuk (form language)

Bentuk pada dasarnya adalah garis-garis yang terhubung benjadi

bidang yang berdimensi panjang dan lebar. Dengan adanya bidang

maka terbentuklah ruang. Bentuk-bentuk yang terdapt dalam foto

dapat memberikan kesan tersendiri baik secara langsung maupun tidk

langsung.

Terdapat beberapa teori komposisi dalam fotografi, yang paling popular

dalam dunia fotografi diantaranya :

1. Golden Mean / Golden Section

Golden mean, golden section, golden rectangle, golden ratio, atau

irisan emas. Ditemukan pada zaman Yunani kuno oleh para pelukis.

Mereka memiliki cita rasa seni komposisi yang sebenarnya tidak dapat

ditentukan secara eksak dan matematis. Pola tersebut tercipta karena

rasa harmoni yang muncul saat mereka melukis. Penentuan pembagian

(24)

garis. diagonal. Formula tersebut dapat diputar dan disesuaikan dengan

objeknya.

Gambar 2.3. Golden Mean

2. Rule of Thirds

Konsep rule of thirds merupakan penyederhanaan dari konsep

Golden section. Penggunaan komposisi rule of thirds akan membagi empat

persegi panjang menjadi tiga bagian yang akan menghasilkan titik-titik

kuat pada pertemuan garis vertikal dan horisontal. Sebagai contoh

adalah foto berikut yang memilih komposisi tidak simetris dengan

memasukkan unsur asap sebagai eleman di bagian kanan. Keputusan

memilih komposisi akan makin mudah dengan makin seringnya

(25)

Gambar 2.4. Keputusan Komposisi Rule of Thirds

3. Motion language

Foto yang menggunakan atau memiliki macam-macam gerak,

menggunakan bermacam-macam teknik.

a. Panning.

Memperlihatkan suatu gerakan dan objek pada suatu

kesempatan tertentu dimana hasil fotonya memiliki objek tegas dan

latar belakang buram atau blur bergerak (motion blur).

b. Blurring.

Pada prinsipnya merupakan kebalikan dari panning dimana

dalam objek yang ditampilkan buram bergerak dengan latar belakang

jelas.

c. Multiple exposure.

Untuk memperlihatkan kontinuitas beberapa gerakan individu

(26)

d. Multiple printing.

Prinsip geraknya sama dengan multiple exposure hanya tekniknya

berbeda. Beberapa negatif yang memperlihatkan beberapa gerakan

dicetak bersama-sama dalam satu kertas yang sama untuk

memperlihatkan kestuan gerak.

e. Zooming.

Memperlihatkan suatu gerakan dimana objek dan latar

belakang keduanya dibuat buram seperti dipecah. Tekniknya

menggunakan lensa zoom yang memindahkan focal length atau fokus

dari normal ke tele atau zoom atau sebaliknya.

f. Freezing.

Pemilihan gerakan yang merupakan klimaks dari perbuatan

objek. Objek yang bergerak seolah dibekukan.

4. Contextual language

Berkaitan dengan ruang dan waktu. Contoh : gambar memperlihatkan

hubungan antara tape recorder dengan pemandangan alam, seolah suara tape

itu seindah alam.

5. Sign language

Foto menggunakan tanda atau lambang yang khas sehingga dengan

melihat foto tersebut dapat menimbulkan pengertian tentang makna dari

tanda tersebut.

2.6 Teknik Foto Panggung

Dengan pencahayaan yang minim dan tanpa cahaya tambahan, fotografer

perlu mengetahui teknik-teknik khusus dalam memotret pementasan di atas

(27)

batasan-batasan tertentu yang membatasi ruang gerak fotografer. Tidak sama dengan foto

panggung biasa dalam teater terdapat aturan dan etika yang harus di patuhi oleh

pemotret.

Arbain Rambey (2009) seorang wartawan yang menggeluti fotografi panggung

pada sebuah artikelnya Kiat Memotret Panggung dalam Kompas.com mengatakan

bahwa “Fotografi panggung adalah hal yang sulit di masa lalu, tetapi dengan kemajuan

teknologi kini mudah dilakukan oleh siapa saja”. Saat ini teknologi semakin

berkembang dan kamera-kamera memiliki teknologi yang dapat memecahkan

permasalahan fotografi.

Dalam hal ini akan dibahas teknik penggunaan kamera dikhususkan pada

penggunaan kamera SLR maupun DSLR karena pemakaian kamera jenis ini akan

dapat memaksimalkan kualitas foto yang dihasilkan dalam memotret pementasan di

atas panggung, selain pada setting atau pengaturan dalam kamera tersebut juga lensa

yang dapat diganti sesuai kebutuhan pemotretan. Akan tetapi beberapa setting atau

pengaturan juga terdapat pada kamera pocket atau kamera digital biasa yang banyak

beredar di pasaran.

Teknik dasar yang digunakan dalam foto panggung pada dasarnya adalah

memaksimalkan cahaya yang masuk ke dalam kamera dengan batasan-batasan

kecepatan tertentu sesuai keadaan yang terjadi di panggung.

(28)

Gambar 2.5. Film 800 dan tampilan ISO 800

Untuk memberikan input cahaya sebanyak mungkin pada kamera, maka

bukaan aperture atau diafragma harus besar, atau nilainya lebih kecil dari f2.8. Intinya

dengan kondisi pencahayaan terbatas dan harus mengambil moment gerakan dan

aktifitas di panggung, kuncinya kembali pada bukaan diafragma yang harus besar. Bila

menggunakan lensa bawaan dari body camera, hanya memiliki f3.5- 5.6 yang

sebenarnya kurang baik bagi pemotretan panggung. Faktor post-processing yang

berperan sekali bila mengandalkan lensa ini.

Untuk mengetahui kecepatan yang dibutuhkan dalam keadaan cahaya

tertentu pada kamera digunkan metering atau pengukur cahaya. Jika setting kamera

terdapat setting untuk mengubah tipe metering pencahayaan, tipe spot metering atau

pengukuran cahaya pada titik tertentu bisa digunakan. Biasanya spot metering

berguna untuk meningkatkan detail objek ketika aktor terkena lampu sorot dari sisi

depan.

(29)

Metering harus dipikirkan pada pemotretan panggung karena berhubungan

dengan masalah pencahayaan. Dengan pelaksanaan pertunjukan yang umumnya

malam, secara umum cahaya pada sebuah pertunjukan adalah lampu sorot yang

menyinari objek utama dengan latar belakang gelap total.

Gambar 2.7. Daerah over

Umumnya, pertunjukan teater mempunyai latar belakang gelap. Ada bagian

foto yang kelebihan cahaya seperti pada foto ini, yaitu pada wajah aktor. Pengukuran

matrix mengukur pencahayaan di seluruh ruang foto, ini membuat sebagian wajah dan

dada sang penari kelebihan cahaya. Hal ini terjadi karena pengukuran matrix ikut

mengukur bidang-bidang gelap di latar belakang. Untuk adegan seperti itu ,

pengukuran center weighted lebih tepat dipakai.

(30)

Sedangkan foto di bawah ini tidak memungkinkan pengukuran spot maupun

center weighted karena objek yang menyebar di seluruh bidang foto. Keadaan pada foto

ini hanya bisa dipotret dengan pengukuran matrix, plus sebuah catatan. Kompensasi

pengukuran harus under satu sampai dua stop.

Gambar 2.9. Pemilihan metering yang mempengaruhi foto

Gambar 2.10. Kompensasi under -2 dengan matering matrix

Pada kondisi pencahayaan sangat minim, pemotretan panggung harus sangat

mempertimbangkan cahaya spot yang datang pada bagian-bagian tubuh tertentu.

Menghitung dengan spot meter hampir tidak mungkin karena pergerakan cepat

(31)

Foto ini mengambil kompensasi pencahayaan under 2 stop. Akibatnya, tepi

tubuh yang tersinari jadi normal sementara bagian foto lain tampak gelap. Ini tidak

masalah kamera kenyataannya pertunjukkan tari Tommi Kitti dari Finlandia pada

acara Art Summit 2004 ini memang memilih pencahayaan remang.

Pada kamera terdapat pilihan mode M, A (AV), S (TV), P, Auto dan

seterusnya. Mode A/AV yang berarti Aperture Priority dan S/TV atau Speed Priority

dapat digunakan untuk membantu mempercepat untuk menentukan speed ataupun

diafragma yang dibutuhkan. Jika mengambil gambar dengan A/AV, diafragma lensa

dengan nilai terbesar, misalnya 2.8 atau 1.8. A/AV bisa menjadi patokan. Aperture

priority adalah setting semi otomatis dengan menggunakan pengaturan nilai Diafragma

secara manual, dengan setting kecepatan rana secara otomatis.

Gambar 2.11. Pilihan mode pemotretan

Banyak orang memilih pencahayaan dengan M (manual) karena merasa bahwa

pilihan ini adalah pilihan profesional. Padahal, dengan pilihan M, mau tidak mau

seorang fotografer harus mengukur terlebih dahulu sebelum menekan tombol shutter.

Kenyataannya, pencahayaan panggung selalu berubah dan akibatnya saat tombol

ditekan, pengukuran yang dilakukan tadi sesungguhnya sudah tidak berlaku lagi.

Namun, walau memakai pilihan A/AV, dan biasanya disertai dengan pilihan

bukaan diafragma terbesar, harus ada kecerdasan tertentu untuk mengambil

(32)

dengan menekan tombol bertanda +/- (plus minus). Kompensasi minus diambil

manakala latar belakang lebih gelap daripada latar depannya, alias sang artis berdiri

dengan latar belakang hitam. besarnya kompensasi minus ini tergantung

perbandingan luas antara subyek utama dan latar belakangnya. Hal tersebut

diungkapkan pula oleh Arbain Rambey dalam artikelnya Kiat Memotret Panggung

(2009).

2.7 Alat Yang Digunakan

1. Kamera

Semua kamera dapat digunakan dalam memotret pementasan di atas

panggung tergantung tujuan fotografer melakukan pemotretan. Tetapi untuk

memaksimalkan hasil, memperoleh hasil foto pementasan yang baik, ada

pilihan-pilihan jenis kamera yang digunakan untuk memotret.

Kini , hampir semua fotografer menggunakan Digital SLR, untuk

mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan pilihan kamera yang tepat dalam

bekerja pada ISO tinggi. Dalam foto panggung banyak menggunakan ISO

800 keatas. Jika dalam tahapan merencanakan membeli / mengupgrade

kamera , mempertimbangkan jenis-jenis terbaru dari kamera DSLR , karena

selain ISO sensitivitas yang cukup tinggi, fitur-fitur yang dihasilkan juga jauh

lebih canggih dan harganya juga terjangkau. Contohnya kamera Pentax seri

K-x memiliki fitur ISO hingga 12500 dengan noise rendah. Harganya cukup

terjangkau. Untuk kamera DSLR professional, NIKON D3 bahkan mampu

(33)

 

Gambar 2.12. Kamera baru dengan high noise reduce

High ISO adalah kuncinya, harus memperhatikan fitur dari lensa ini.

Selain dari fitur High ISO, bila kamera memiliki kemampuan Spot atau Partial

Metering hal ini adalah nilai tambah sendiri, karena kamera tersebut memiliki

kemampuan untuk menyeleksi area dengan intensitas cahaya lebih dibanding

yang lain yang cocok untuk lowlight photography.

2. Lensa

Komponen terpenting kamera, yang mempengaruhi fokus, ketajaman,

dan perspektif hasil pemotretan. Lensa 55mm memberikan sudut yang sama

dengan mata telanjang manusia, maka ini disebut lensa normal. Lensa

dengan panjang kurang dari 50mm disebut lensa wide angle atau sudut

pandang lebar. 11mm, 14mm, 16mm, 20mm, 24mm, 28mm. distorsi biasa

(34)

Lensa yang lebih panjang dari lensa normal disebut lensa tele, seperti

lensa 75mm, 100mm, 180mm, 200mm, 300mm, atau lebih, digunakan

untuk keperluan khusus. Semuanya bergantung dengan posisi pengambilan

gambar dan juga tingkat intensitas pencahayaan di panggung. Penggunakan lensa dengan Aperture / Diafragma yang besar (f2.8 kebawah) lebih tepat.

Namun kadang harga dari lensa beraperture besar kurang bersahabat

bagi fotografer pemula. Hal ini bisa diakali dengan menggunakan prime lensa

50mm f1.4 yang relative cukup terjangkau.

Gambar 2.14. Lensa 50mm f1.4

Lensa tele jarang digunakan bila berada di barisan penonton paling

depan, karena kebanyakan jarak antara fotografer dan panggung itu sangat

dekat. Jadi kalau memang nantinya berada tepat di depan, kebanyakan

menggunakan lensa wide atau lensa fix / prime lens dengan Diafragma besar.

Untuk meminimalkan penggantian lensa pada saat pementasan berlangsung,

bisa digunakan lensa 18-200mm.

(35)

Seperti fotografi pada umumnya, kuncinya adalah cahaya. Pencahayaan

bagus, pose yang pas, posisi pengambilan yang tepat, akan didapatkan foto

yang sempurna.

3. Penahan Guncangan

Teknologi penahan guncangan telah lama dikembangkan untuk

menggantikan tripod jika situasi atau keadaan tidak memungkinkan untuk

menggunakannya seperti pada foto panggung. Perusahaan kamera yang

terkenal telah mengembangkan teknologi ini. Nikon memiliki teknologi VR

(Vibrate Reduction) pada lensanya. Juga pada lensa Canon dengan IS (Image

Stabilization). Konsep teknologi Nikon dan Canon juga dikembangkan oleh

Sigma dengan OS (Optical Stabilizer).

Gambar 2.16. Beberapa teknologi penahan guncangan

Teknologi ini membantu pada foto panggung yang memerlukan speed

lebih lambat sampai lebih dari 1/4 detik saat artis atau pemain dalam

keadaan diam. Beberapa produsen kamera seperti Sony dan Pentax, telah

mengembangkan teknologi baru penahan guncangan pada body kamera atau

lebih tepatnya stabilisasi pada sensornya. Sony mengembangkan teknologi ini

melanjutkan teknologi yang dikembangkan Minolta yang disebut Anti Shake

yang kemudian diganti namanya menjadi Steady shoot dan super steady shoot.

Hal ini dijelaskan oleh Edi S. Mulyanto dalam Teknik Modern Fotografi

(36)

2.8 Persiapan Yang Dilakukan

Memotret pertunjukan di panggung merupakan sebuah cabang fotografi yang

unik. Pengetahuan fotografi saja tidak cukup untuk bekal melakukannya. Selain butuh

pengalaman dari pemotretan-pemotretan sebelumnya, fotografi panggung juga butuh

“pengalaman lokal”.

Pengalaman lokal yang dimaksud adalah pemahaman pada adegan-adegan yang

akan dipotret. Pada sebuah pertunjukan teater misalnya, seorang fotografer perlu

mendapatkan “adegan kunci”, yaitu sebuah foto yang bisa mewakili pertunjukan

secara keseluruhan. Di sini, waktu atau timing saat kamera dijepretkan sangatlah

menentukan. Dua adegan yang berselisih waktu detik pun bisa sangat berbeda

penampilannya.

Survei pendahuluan sebelum memotret bisa dilakukan dengan mempelajari

skenario atau bertanya ke beberapa pemainnya. Kalau ada gladi resik, survai bisa

dilakukan (sambil memotret tentu saja) pada gladi resiknya. Kalau ada adegan yang

terlepas dari pemotretan, bisa diulangi pada pertunjukan aslinya. Selain itu,

mempelajari gladi resik membantu seorang fotografer untuk mendapatkan tempat

berdiri terbaik dan juga arah cahaya yang tepat .

Namun, banyak pertunjukan yang hanya boleh dipotret pada gladi resiknya saja.

Untuk hal ini, survey yang harus dilakukan mau tidak mau adalah dengan

mempelajari alur cerita pertunjukan itu dan peralatan yang ada di gedungnya.

Mempelajari adegan demi adegan juga sangat diperlukan untuk membantu membuat

komposisi foto. Pada beberapa kesempatan, pemilihan komposisi foto benar-benar

harus diputuskan dalam waktu singkat saat melihat adegan itu berlangsung.

Persiapan diri seorang fotografer dalam memotret pementasan diatas panggung

juga diperlukan. Persiapan ini dalam artian, bukan hanya dari peralatan fotografi yang

akan dibawa, namun meliputi juga hal hal pendukung, seperti ID pers atau kartu

(37)

Jika mengantisipasi untuk mengganti lensa selama pertunjukan, membawa tas

yang bisa mengakomodir hal tersebut, dan mengusahakan untuk sesederhana dan

seaman mungkin dan sering berlatih untuk cepat mengganti lensa jika diperlukan.

Namun bila memiliki body kamera lebih dari satu, dapat dipasang satu body camera

dengan lensa wide dan lensa tele pada body camera yang lain .

Gambar 2.17. Tas kamera dengan dua tempat lensa terpisah

Jangan lupa cek memory card bila menggunakan kamera digital , atau cadangan

film bila menggunakan kamera analog dan terakhir adalah cek batere cadangan bila

diperlukan. Untuk hal-hal pendukung ini, disimpan di tempat yang mudah terjangkau

oleh tangan, seperti di saku celana atau juga menggunakan rompi fotografer, karena

melakukan kegiatan foto panggung ini di posisi yang gelap, sehingga harus semudah

dan seaman mungkin dalam menyiapkan segala sesuatu.

(38)

2.9 Teknik pengambilan Foto

Konsep teknik pengambilan foto pada foto panggung, didasarkan pada

teknik action shots yang lebih dikenal dengan konsep Panning. Pada dasarnya

panning ada dua jenis :

a. Freeze Motion = Capture moment gerakan yang terekam dalam

foto,sehingga objek seakan ‘terjebak’ dalam suatu moment atau

‘freeze’.

b. Implying Motion = Capture moment yang ada tapi menghasilkan

flowing effect, yang bersifat memberikan efek gerakan.

Teknik pengambilan foto panggung dapat dimaksimalkan penggunaan

Shutter Priority ini dalam 2 teknik tadi. Freeze Motion biasanya diambil

dalam kecepatan tinggi diatas 1/100 .

Sedangakan Implying Motion bisa didapatkan dengan kecepatan

sedikit lebih rendah dibandingkan Freeze Motion, biasanya 1/4 – 1/10 .

Sering sering melihat hasil dari foto dan moment yang diambil, sehingga bisa

mendapatkan kualitas foto yang terbaik dari moment yang ada. Dalam foto

panggung, tidak semua moment bisa berulang di satu kesempatan. Kadang

moment itu bisa lepas begitu saja ketika mendapatkan kualitas hasil foto yang

tidak maksimal. Semua foto digital akan memiliki data yang tersimpan

selama foto tersebut tidak diedit secara drastis dan berlebihan. Pengambilan

gambar dengan keadaan colorful sangat membantu jika nantinya setting

warna tidak diinginkan dapat diubah ke setting warna sephia dan lainnya.

2.10 Teknik Freeze Motion

Seperti penjelasan sebelumnya, freeze motion merupakan menangkap moment

(39)

moment atau ‘freeze’. Dalam pementasan teater teknik ini berhasil jika didapatkan

gerakan puncak dari seorang aktor saat berakting di atas panggung.

Terdapat tiga interpretasi waktu dalam foto yaitu foto dengan waktu

mengambang, puncak dan acak. Teknik Freeze Motion ini memiliki interpretasi Foto

dengan waktu puncak atau decisive moment. Foto ini biasanya mengungkapkan klimaks

dari suatu kejadian. Kejadian yang terjadi hanya sekali atau jarang ada hal yang sama

terjadi. Secara teknis, dasar pemotretan ini adalah kecepatan shutter walaupun hal ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lainnya yaitu diafragma dan ISO dan juga

keseluruhan teknik dipengaruhi oleh keadaan pementasan itu sendiri.

1. Kecepatan Yang Dipengaruhi Pencahayaan

Kecepatan merupakan hal terpenting dalam menangkap objek bergerak

menjadi diam atau freeze. Speed yang dipakai untuk menangkap gerakan

biasanya di atas 1/100 detik. Namun dalam pementasan teater speed tersebut

sulit dicapai tanpa bukaan diafragma besar dan pencahayaan yang

menunjang.

Speed yang masih bisa dipakai dalam melakukan teknik freeze motion

antara 1/30 sampai 1/60 detik saat aktor freeze dalam pencahayaan sedang

dan sampai 1/80 detik atau lebih saat aktor dalam gerakan dalam

pencahayaan tinggi. Namun dapat pula didapatkan dalam pencahayaan

sangat minim yaitu saat suasana puncak romantis, kesedihan, misterius

ataupun suasana lainnya dengan menggunakan speed dibawah 1/20 dengan

memanfaatkan teknologi penahan guncangan ataupun menahan nafas saat

memencet tombol shutter dengan catatan objek atau aktor dalam puncak

gerakannya diam.

Program S/TV pada kamera digital dapat digunakan untuk memotret

dengan kecepatan sebagai prioritas dalam pengambilan gambarnya. Karena

(40)

yang diinginkan. Untuk mendapatkan freeze motion diperlukan kompensasi

cahaya plus agar diafragma otomatis yang dipilih semakin besar.

2. Kecepatan Yang Dipengaruhi Arah Gerak Objek

Terdapat perbedaan kecepatan yang dibutuhkan dalam menangkap

objek yang bergerak dipengaruhi oleh arah gerakan objek terhadap fotografer.

Objek yang bergerak dari sisi kiri atau kanan fotografer ke arah sisi yang lain

membutuhkan speed yang lebih cepat dibandingkan objek yang

berhadap-hadapan dengan fotografer.

Gambar 2.19. kecepatan yang dipengaruhi arah gerak objek

Foto ini difoto dengan kecepatan 1/20 detik. Objek yang bergerak dari

kanan ke kiri tidak dapat tertangkap atau freeze, tidak seperti gerakan objek

yang berhadap-hadapan dengan fotografer.

3. Memaksimalkan Bukaan Diafragma

Diafragma menjadi sangat berpengaruh dalam memotret pementasan

teater didalam gedung pertunjukan khususnya dalam pengaplikasian teknik

freeze motion. Pemaksimalan bukaan diafragma pada tiap-tiap lensa

(41)

maksimal diafragmanya dalam panjang fokus tertentu. Bukaan diafragma

yang besar membantu speed untuk mencapai kecepatan yang lebih tinggi

untuk dapat menangkap gambar sehingga freeze.

Sebenarnya semua lensa dapat dimaksimalkan penggunaannya dengan

memanfaatkan bukaan diafragma terbesarnya. Namun dengan bukaan

diafragma yang besar menyebabkan kedalaman fokus menjadi lebih sempit,

diperlukan kehati-hatian dalam membidik fokus karena sedikit meleset saja

focus bisa berubah.

Angka diafragma yang dibutuhkan dalam keadaan cahaya minim dan

sedang untuk mencapai kecepatan tinggi 1/80,1/100, bahkan lebih adalah

F/2,8 atau lebih besar lagi. Untuk pencahayaan kuat, dan gerakan aktor yang

tidak terlalu dinamis adalah F/4 bahkan F/5,6 dapat digunakan jika lensa

yang dipakai tidak mampu mencapai angka tersebut, dengan catatan gerakan

aktor yang tidak terlalu dinamis dan freeze di puncak geraknya.

Teknik Pemotretan dengan memaksimalkan Apperture dapat disisassati

dengan memilih program A/AV pada kamera digital. Bukaan diafragma

ditentukan dengan bukaan terbesar pada jarak fokus terpendek. Dengan

demikian speed dapat menyesuaikan secara otomatis. Namun kelemahannya

pada cahaya sangat minim speed yang otomatis berada pada kecepatan

rendah, untuk itulah perlu kompensasi minus agar speed otomatis lebih

tinggi nilainya.

4. Tetap Maksimal Dengan ISO Tinggi

Dalam pemotretan dengan teknik Freeze motion pada pementasan

teater, hal yang paling dibutuhkan adalah kecepatan termasuk kecepatan film

atau ISO yang digunakan. Mulai dari 800, 1600, bahkan lebih tinggi lagi jika

diperlukan. Namun tingginya noise menyebabkan ISO tinggi ini

(42)

semakin maju sehingga noise pada ISO tinggi tidak begitu terlihat, tapi tetap

saja kalah tajam dengan ISO yang lebih rendah.

Pemilihan ISO dalam memotret pementasan teater

mempertimbangkan aspek-aspek yang lain yang mempengaruhi exposure , juga

pada alat yang digunakan. ISO yang lebih rendah dari 800 dipilih jika

pencahayaan yang sangat kuat dan penggunaan lensa dengan bukaan

diafragma besar sehingga dicapainya kecepatan tertentu yang menghasilkan

freeze motion. Sedangkan ISO lebih dari 1600 dipilih dengan pertimbangan

pencahayaan yang sangat minim dengan penggunaan lensa standart, namun

kualitas kamera dengan teknologi terbaru lebih baik dalam reduce noise ISO

tinggi.

2.11 Penerapan Metode EDFAT

Inti dari freeze motion yaitu kecepatan dan ketepatan dalam memotret.

Dengan metode-metode tertentu hal tersebut dapat dilakukan digabungkan dengan

teknik tersebut dalam memotret pementasan teater. Seperti telah dijelaskan pada Bab

sebelumnya tentang metode EDFAT, metode ini dalam fotografi pementasan teater

(43)

Gambar 2.20. Metode EDFAT

Foto ini dibuat dengan penggabungan entire, detail, frame, dan angle,

serta keputusan menentukan eksposure dan ketepatan waktu saat moment

terjadi.

Sudut pandang menggambarkan kekuasaan dan suasana kemarahan,

dibingkai dalam frame memanfaatkan para pemain di depannya. Detil ini juga

cukup untuk menggambarkan kisah seorang yang gila kekuasaan yang di

(44)

BAB III

PEMENTASAN TEATER SEBAGAI OBJEK FOTOGRAFI

1.1 Pengertian Seni Pertunjukan Teater

Dalam bahasa Inggris seni pertunjukan berarti performance art. Menurut ensiklopedia bahasa Indonesia, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Seni pertunjukan biasanya melibatkan empat unsur utama yaitu waktu, ruang, tubuh seniman dan hubungan seniman dengan penonton. Jenisnya bisa bermacam-macam misalnya, seni akrobat, komedi/lawak, tari, pentas musik, opera, teater, dan lain-lain.

Teater atau dalam bahasa Inggris theater, dan dalam bahasa Perancis theatre, berasal dari bahasa yunani yaitu theatron yang berarti tempat untuk menonton, merupakan cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di

depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gesture (gerak tubuh), mimic, boneka, musik, tari, dan lain-lain. Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Universitas Hofstra, New York, dalam bukunya, Dynamics of Drama, mendefinisikan teater sebagai “yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu atau ruang, menghadirkan diri mereka pada orang lain”.

Terdapat dua jenis panggung pementasan teater menurut sudut pandang

(45)

Sedangkan panggung pertunjukan proscenium, merupakan pementasan teater dimana penonton berhadap-hadapan dengan panggung. Pementasan hanya terlihat pada bagian depannya saja, hal ini akan berpengaruh terhadap pencahayaan, dan akustik panggung. Dekorasi atau artistic yang digunakan merupakan benda-benda yang dibuat menyerupai bentuk aslinya untuk terlihat pada bagian depannya saja. Para pemain atau aktor memiliki gerakan-gerakan khusus agar posisi atau blocking tidak membelakangi penonton.

Gambar 3.1. Panggung Proscenium. 1.2 Pementasan Maaf-Maaf-Maaf

Pementasan Maaf-Maaf-Maaf, kisah cinta dasamuka produksi sebuah orgnisasi teater kampus di Universitas Pendidikan Indonesia, Teater Lakon. Dipentaskan di Gedung Kesenian Rumentang Siang Bandung pada 24 Januari 2007 dan sebelumnya telah dipentaskan pula pada 13-14 September 2006 di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa UPI Bnadung. Pementasan ini merupakan sebuah pementasan rutin yang dipentaskan setiap tahun dengan naskah yang berbeda-beda. Termasuk sebagai pementasan kolosal karena dimainkan oleh lebih dari 25 orang pemain.

(46)

ditangani oleh para mahasiswa yang selalu aktif dalam kegiatan teater ini tanpa melupakan tujuan utamanya di universitas.

Dengan dana seadanya Teater Lakon mampu menyuguhkan pementasan ini dengan tata panggung yang di handle oleh seorang penata artistik yang berpengalaman, mahasiswa jurusan seni rupa yang pada tahun angkatan 2009-2010 menjabat sebagai ketua di organisaasi ini, Jajang Arkidam. Penata lampu pada waktu itu juga tidak begitu kesulitan dengan fasilitas lighting dari gedung sendiri, juga arahan dari sutradara langsung membuat suasana tiap adegan dalam pementasan semakin terasa. Kostum juga dibuat bersama-sama dengan bahan seadanya dan arahan dari penata kostum, termasuk properti panggung dan properti dari tiap pemain.

Naskah drama karya Nano Riantiarno dipentaskan oleh teater Lakon dengan sutradara Dedi Warsana mengisahkan tentng sebuah keluarga di istana dengan Den Ario sebagai kepala keluarganya. Dalam pementasan ini Den Ario diperankan oleh Yussak Anugerah, seorang aktor senior yang juga tergabung dalam Studiklub Teater Bandung. Den Ario yang menjadi tokoh sentral drama ini gila dan menganggap dirinya sebagai Dasamuka Raja Diraja dari negeri Alang-alangka setelah mendapat cahaya wangsit.

Dasamuka kemudian dimahkotai Uti / Nenek Ratu Cahaya. Selanjutnya Den Ario memanggil semua keluarganya dengan nama tokoh-tokoh epos Ramayana. Bandem, abdinya di rumah yang diperankan oleh Wildan Tangginas, dianggapnya sebagai Patih Prahasta. Istrinya, dianggap sebagai Dewi Shinta. Adiknya dianggapnya sebagai Sarpakenaka. Anak-anaknya dianggap sebagai Trijata, anak Wibisana, Wibisana, Laksmana, Rama, Hanggada, dan Hanoman.

(47)

membunuh penduduk dengan lalim, merampas harta benda mereka, merampas anak gadis mereka, dan meneror penduduk dengan ketakutan.

Den Ario justru mempropagandakan pembangunan dengan meresmikan MCK Center (Mandi Cuci Kakus). Dasamuka meresmikan MCK Center itu di tengah gempita sambutan rakyatnya yang bergembira. MCK atau tempat mandi, cuci dan kakus tentu saja sangat bermanfaat di tengah hingar-bingar pusat perbelanjaan yang maju. Ini menjadi salah satu ironi, yaitu komedi di tengah tragedi.

Cerita ini menggambarkan politik mercusuar yang dibangun di negeri ini ketika pemerintah sok-sokan membangun freeport, exxon mobile, juga Meryl Line (ML) untuk eksplorasi minyak serta pertambangan dan penebangan hutan yang mengelembungkan isi dompet kapitalis luar alih-alih membangun keadilan bagi rakyat sendiri. Pemerintah saat itu hanya berkepentingan pada segelintir orang yang serakah dan ingin memperkaya diri tanpa peduli akan nasib bangsa dan penjajahan atas negerinya. Ini menjadi pesan moral yang diusung Riantiarno dalam karyanya.

Menanggapi kegilaan Den Ario itu, mula-mula keluarganya tenang-tenang saja dan menikmati perannya. Istri merasa berada dalam cinta yang murni. Demikian pula adik Den Ario, sebagai perawan tua yang haus cinta menikmati perannya sebagai Sarpakanaka yang mencintai pemuda Laksmana. Namun kecemasan mulai merebak ketika dua penyusup masuk ke dalam rumah Den Ario. Serta-merta Den Ario menganggap dua penyusup itu sebagai Hanoman dan Hanggada. Sebagai hukuman, keduanya harus dibakar. Menurut pakem cerita yang diyakini keluarga Den Ario, Hanoman dan Hanggada akan selamat dari hukuman bakar itu. Sebaliknya kerajaan Alang-alangka justru akan terbakar. Karena tidak ingin rumah ‘kerajaan Alang-alangka’ itu terbakar, sandiwara harus disudahi dengan ditangkapnya Den Ario alias Rahwana alias Dasamuka itu.

(48)

segala kemarahan harus melapor dahulu sebelum melaksanakan aksinya. Maka orang-orang yang marah pun kebelet untuk menumpahkan marahnya, mengantri untuk mendapatkan izin marah. Bandem, abdi Den Ario yang berperan pula sebagai Patih Prahasta memimpin Lembaga Manajemen Nafsu ini. Ia pula yang melakukan pelarangan terhadap penerbitan buku puisi dari penyair yang kritis yang dianggapnya sebagai karya yang tak masuk akal.

Pementasan ini merupakan bagian dari karya besar N. Riantiarno. Karya-karyanya jika diamati lebih lanjut merupakan karya yang sarat dengan nilai yang dekat dengan kehidupan. Karya-karya Riantiarno sangat kritis terhadap pemerintahan dan berlangsungnya kehidupan pada masanya. Pemberangusan, demonstrasi, pelarangan, kegilaan rezim pemerintah, ditampilkan sebagai sosok idola yang mengesankan.

1.3 Pementasan Sayang Ada Orang Lain

Pementasan Sayang Ada Orang Lain yang dipentaskan di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia, merupakan pementasan ujian akhir bagi anggota teater Lakon. Mencakup ujian keaktoran, kepenataan, dan penyutradaraan. Menceritakan kisah tragedi dalam sebuah keluarga miskin.

(49)

yakni Sum sebagai penjual perhiasan yang bergaya hidup hedonis, tukang minyak yang datang menagih hutang, serta lelaki selingkuhan yang memicu perselisihan. Hasutan-hasutan dari orang lain inilah yang kemudian pada akhirnya membuat rumah tangga Suminta dan Mini hancur, rasa sayang yang telah mereka bangun selama lima tahun harus pudar karena ada orang lain.

Akhirnya, Suminta memilih pergi meninggalkan Mini istrinya. Lelaki itu merasa telah disakiti oleh apa yang diperbuat istrinya, tak tahan oleh kemiskinan Mini telah tidur dengan lelaki lain demi uang. Suminta merasa terhina dan ia memutuskan pergi, mereka harus berpisah. Tapi, bukan dengan kemarahan dan kebencian Suminta pergi, melainkan dengan kesedihan karena bagaimanapun ia masih mencintai Mini. Mereka berpisah dengan langkah Suminta meninggalkan rumah menyembunyikan air matanya, membawa tas pakaiannya. Meninggalkan suara Mini yang terjatuh mencegah kepergian Suminta, meratap menyeru, "Kakaaaaaak....”

1.4 Usur-Unsur Pementasan Sebagai Objek Foto

Unsur-unsur teater merupakan bagian-bagian yang mendukung seluruh pementasan diatas panggung. Dalam Pernak-prnik teater (2006) Teater Garasi disebutkan beberapa unsur teater yaitu sutradara, aktor, tata rias, tata busana, tata lampu, tata panggung, dan tata suara. Sebagai objek fotografi, unsur-unsur teater memiliki peranan sebagai berikut.

1. Sutradara

(50)

Gambar 3.2. Peran sutradara dalam mengatur komosisi pemain.

Dalam Pementasan ini, Dedi Warsana sebagai sang sutradara telah menkomposisikan pemain dalam blocking dan grouping secara apik dan teratur. Dimana Ario duduk diatas sebuah singgasana dan rakyat berkumpul di sisi sebelah kiri. Disana juga terlihat Bandem atau sang Patih merada di atasnya mempengaruhi pikiran Dasamuka. Dalam setiap adegan, sutradara mengkomposisikan pemainnya dalam posisi-posisi tertentu, kadang banyak pemain di atas panggung dan terkadang hanya menampilkan seorang aktor.

Dalam sebuah pementasan teater, sutradara mempunyai tugas mengkoordinasikan segala unsur pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai.

2. Aktor

Karya seni sang aktor diciptakan melalui tubuhnya sendiri, suaranya sendiri, dan jiwanya sendiri. Hasilnya berupa peragaan cerita yang ditampilkan di depan penonton.

(51)

Gambar 3.3. Ekspresi seorang aktor.

Ini adalah foto Eva Sri Rhayu yang disini berperan sebagai seorang rakyat yang menjerit. Diceritakan bahwa dirinya hamil dan mencari ayah dari bayi yang dikandungnya. Dituntut keseriusan dan ketotalan dalm berakting, karena disini pemain juga memainkan perasaannya dimana bercampur antara

kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan. Ekspresi dan gesture akan tampak wajar jika sebuah peran dihayati dan didalami dengan jiwa pemain.

3. Tata Rias

(52)

Gambar 3.4. Make-up dan kostum nenek Uti.

Berdasarkan jenis rias, tata rias dapat diklasifikasikan menjadi 8 jenis, rias, yaitu sebagai berikut :

1. Rias Jenis : Rias yang mengubah peran, misalnya peran laki-laki diubah menjadi peran wanita

2. Rias bangsa : Rias yang mengubah kebangsaan seseorang, misalnya orang muda berperan sebagai orang tua atau sebaliknya.

3. Rias Usia : Rias yang mengubah usia seseorang, misalnya orang muda berperan sebagai orang tua atau sebaliknya

4. Rias tokoh : Rias yang membentuk tokoh tertentu yang sudah memiliki ciri fisik yang harus ditiru. Misalnya seseoran gpemuda bisa berperan sebagai superman.

5. Rias Watak : Rias sesuai dengna watak peran. Misalnya tokoh sombong, pelacur, penjahat, dan lain-lain.

6. Rias tempat : Rias dibedakan karena waktu tertentu. Misalnya rias sehabis mandi, bangun tidur pesta, sekolah, dsb.

(53)

8. Rias Lokal : Rias yang ditentukan oleh tempat atau hal yang menimpa pesan saat itu. Misalnya rias dipenjara, petani, dipasar, dsb.

4. Tata Kostum

Tata busana adalah pengaturan pakaian pemain baik bahan, model, maupun cara mengenakannya. Tata busana sebenarnya mempunyai hubungan yang erat sekali dengan tata rias. Karena itu, tugas mengatur pakaian pemain sering dirangkap penata rias.

Berdasarkan tujuan pemberian kostum pada aktor dan aktris, tata pakaian dalam foto bertujuan untuk menguatkan pesan foto pementasan yang disampaikan seperti membantu mengidentifikasi periode saat cerita pementasan itu dilaksanakan, membantu mengidividualisasikan pemain, menunjukkan asal-usul dan strategi sosial orang tersebut, misal adat palembang, jawa dan lain-lain. Kostum juga akan menunjukkan waktu sesuai dengan zaman / trend yang sedang berlangsung. Kostum juga mengeskpresikan usia orang itu. Kostum juga mengekpresikan gaya permainan. Kostum, bagaimanapun rumitnya juga harus membantu gerak-gerik aktor dipentas dan membantu aktor mengekspresikan wataknya.

Dalam pementasan Maaf-maaf-maaf kostum yang di buat menggambarkan kostum yang ada pada bayangan Ario dan para pengikutnya. Dimana kostum pewayangan melekat pada tubuhnya sedangkan jika cerita berubah pada adegan kesedihan istri, anak, dan menantu, kostum yang dipakai oleh mereka adalah pakaian sehari-hari.

5. Tata Cahaya

(54)

panggung menggambarkan ruangan rumah orang miskin di daerah terpencil, berdinding anyaman bambu dan di situ tertempel lampu minyak, maka lampu minyak itu tidak termasuk tata lampu. Lampu minyak itu menjadi bagian dari tata panggung meskipun menyala dan memancarkan cahaya.

Lampu dapat memberikan pengaruh psikologis, dan juga dapat berfungsi sebagai ilistrasi atau penunjuk waktu (pagi, sore) dan suasana pentas. Ini sangat membantu fotografer dalam memotret karena semuanya telah diatur sedemikian rupa.

6. Tata Panggung dan Dekorasi

Tata panggung adalah keadaan panggung yang dibutuhkan untuk permainan drama. Misainya, panggung harus menggambarkan keadaan ruang tamu. Supaya panggung seperti ruang tamu, tentu panggung diisi peralatan seperti meja, kursi, hiasan dinding. dan lain-lain. Semua peralatan itu diatur sedemikian rupa sehingga seperti ruang tamu. Semuanya telah diatur, tinggal bagaimana fotografer memanfaatkannya bukan hanya sebagai objek juga dapat digunakan sebagai bingkai maupun background objek.

(55)

7. Tata Suara

Yang dimaksud tata suara bukan hanya pengaturan pengeras suara

(sound system), melainkan juga musik pengiring. Musik pengiring diperlukan agar suasana yang digambarkan terasa lebih meyakinkan dan lebih mantap bagi para penonton. Suara tentu saja tidak dapat ditampilkan secara langsung dalam foto, namun dalam foto pementasan teater tentu saja suara akan tampak jika sebuah foto dapat menggambarkan suasana sampai pada musik ataupun suara-suara yang ada saat pementasan berlangsung.

(56)

BAB IV

TEKNIK FREEZE MOTION

FOTOGRAFI PEMENTASAN TEATER

4.1 Foto Pementasan Maaf-Maaf-Maaf

Pada pementasan Maaf-Maaf-Maaf pada 24 Januari di gedung kesenian Rumentang Siang, teater Lakon bekerjasama dengan Agus Bebeng seorang fotografer pertunjukan, berhasil mengabadikan pementasan tersebut dalam beberapa foto. Foto-foto diambil dengan menggunakan kamera Nikon D70 dengan lensa 80-200mm.

Gambar 4.1 Nikon D70

Gambar 4.2 AF Nikkor 80-200mm

(57)

1. Foto Dasamuka Menangis

Gambar 4.3. Dasamuka Menangis

No. Objek Data Analisis

1. Aktor -Yussak Anugrah Sebagai Den Ario / Dasamuka, tokoh utama dalam pementasan ini.

-Wildan Tangginas Bandem / Patih Prahasta -Ophey Sophia Nek Uti / Ratu

Cahaya 2. Adegan Babak III

Dasamuka menangis.

Saat itu adalah adegan dimana Dasamuka menangis karena keluarga ingin mengahiri kisah wayang yang ada dalam pikiran Den Ario. Dalam adegan tersebut, nenek Uti dan Bandem mencoba menenangkannya. 3. Pencahayaan Kuat Pencahayaan cukup kuat karena

Gambar

Gambar 2.10. Kompensasi under -2 dengan matering matrix
Gambar 2.11. Pilihan mode pemotretan
Gambar 2.14. Lensa 50mm f1.4
Gambar 2.17. Tas kamera dengan dua tempat lensa terpisah
+7

Referensi

Dokumen terkait