PENDINGINAN SEARAH DI DALAM RUANG ANULAR
TUGAS AKHIR
Disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik Program Studi S-1 Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh :
IMMAWAN WAHYUDI AHYAR 2012 013 0024
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iii
ARAH CIRCUMFERENTIAL PADA PIPA KONSENTRIK HORISONTAL DENGAN ALIRAN PENDINGINAN SEARAH DI DALAM RUANG ANULAR” adalah karya saya pribadi dan bukan karya yang pernah diajukan atau ditulis sebelumnya. Tugas Akhir ini saya tulis berdasarkan kaidah penyusunan karya tulis yang berlaku.
Yogyakarta, 17 Agustus 2016
iv Tugas Akhir ini saya persembahkan kepada :
1. Orang Tua tercinta, yang tanpa mereka tak mungkin saya bisa melakukan hal
sampai sejauh ini. Tak ada ungkapan yang dapat menggambarkan apa yang
telah mereka lakukan untuk saya. Saya menyadari bahwa saya tidak mungkin
mampu membalas apa yang telah mereka berikan. Terima kasih kepada
Bapak dan Ibu, semoga saya senantiasa diberi kesempatan melakukan hal
terbaik untuk kalian.
2. Kakak-kakak saya, Mas Fuad dan Mbak Fitria, terima kasih atas segala
bentuk dukungan kalian untuk adikmu yang “sering” bandel ini.
3. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Komisariat Fakultas
Teknik UMY khususnya angkatan 2012 dan PC IMM AR Fakhruddin Kota
v
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Ta’ala, yang telah memberikan
petunjuk dan kemudahan kepada penyusun sehingga penyusun dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah berupa Tugas Akhir dengan judul “ANALISIS COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) TERHADAP PROFIL
TEMPERATUR UNTUK KONDENSASI STEAM ARAH CIRCUMFERENTIAL
PADA PIPA KONSENTRIK HORISONTAL DENGAN ALIRAN
PENDINGINAN SEARAH DI DALAM RUANG ANULAR” yang bertujuan
untuk memperoleh hasil simulasi komputasi dinamika fluida untuk profil
temperatur kondensasi uap pada posisi circumferential pipa konsentrik horisontal
dengan pendinginan searah untuk mendukung desain yang optimal pada sistem
perpipaan bertemperatur tinggi guna menghindari atau meminimalisir terjadinya
fenomena water hammer dengan mekanisme early warning system.
Tugas Akhir ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini, penyusun ucapkan terima kasih
kepada pihak yang membantu sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan
baik.
1. Bapak Novi Caroko, S.T., M. Eng. selaku Ketua Prodi Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Sukamta, S.T., M.T. dan Bapak Ir. Sudarja, M.T. selaku dosen
pembimbing dalam penyusunan tugas akhir ini.
3. Bapak Muhammad Nadjib, S.T., M. Eng. selaku dosen penguji tugas akhir
ini.
vi
7. Seluruh pihak yang membantu yang tidak dapat penyusun sebutkan
semuanya.
Dalam penyusunan karya tulis ini tentu sangat jauh dari kesempurnaan
sehingga penyusun sangat berharap akan adanya kritik dan saran yang
membangun untuk karya tulis ini yang ke depannya dapat dijadikan bahan
evaluasi.
Sebagai penutup, dengan keterbatasan yang ada semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi umat untuk kemajuan peradaban manusia yang lebih baik.
Aamiin.
Billaahi fii sabiilil haq, fastabiqul khairaat.
vii
2.2.5 Komputasi Dinamika Fluida ... 11
2.2.6 Proses CFD ... 13
2.2.6.1 Pre-processing ... 14
2.2.6.2 Processing ... 17
2.2.6.3 Post-processing ... 20
viii
3.2.2 Processing ... 33
3.2.3 Post-processing ... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Hasil Penelitian ... 45
4.2 Pembahasan ... 53
BAB V PENUTUP ... 61
5.1 Kesimpulan ... 61
5.2 Saran ... 62
Daftar Pustaka ... 63
ix
Gambar 2.10. Flowchart proses FLUENT ... 14
Gambar 2.11. Bentuk Sel Dua Dimensi ... 15
Gambar 2.12. Bentuk Sel Tiga Dimensi ... 15
Gambar 2.13. Structured Mesh ... 16
Gambar 2.14. Unstructured Mesh ... 16
Gambar 2.15. Contoh Displaying Mesh ... 21
Gambar 2.16. Contoh Tampilan Kontur Tekanan Statik ... 21
Gambar 2.17. Contoh Tampilan Kontur Statik Dalam Bentuk Flat ... 22
Gambar 2.18. Contoh Tampilan Vektor Kecepatan ... 22
Gambar 2.19. Contoh Tampilan Pathlines ... 23
Gambar 2.20. Logo OpenFOAM ... 23
Gambar 2.21. Preview OpemFOAM ... 24
Gambar 2.22. Logo Ansys FLUENT ... 24
Gambar 2.23. Preview Ansys FLUENT ... 25
Gambar 2.24. Preview Post-processing Ansys FLUENT ... 25
Gambar 2.25. Logo XFlow ... 26
Gambar 2.26. Preview Tampilan XFlow ... 26
Gambar 2.27. Preview Post-processing XFlow ... 27
Gambar 3.1. Diagram alir ... 29
x
Gambar 3.7. Toolbar General ... 33
Gambar 3.8. Toolbar Models ... 34
Gambar 3.9. Toolbar Materials ... 34
Gambar 3.10. Toolbar Cell Zone Conditions ... 35
Gambar 3.11. Toolbar Mass Flow Inlet ... 35
Gambar 3.12. Toolbar Pressure Inlet ... 36
Gambar 3.13. Toolbar Pressure Outlet ... 36
Gambar 3.14. Toolbar Pressure Outlet ... 37
Gambar 3.15. Toolbar Solution Methods ... 38
Gambar 3.16. Toobal Residual Monitors ... 38
Gambar 3.17. Toolbar Solution Initialization ... 39
Gambar 3.18. Toolbar Run Calculation ... 39
Gambar 3.19. Toolbar Plane ... 40
Gambar 3.28. Legend berdasarkan koordinat YZ ... 44
Gambar 3.29. XY Legend pada titik Z ... 44
Gambar 4.1. Profil temperatur pada 10 cm dari inlet (m̊st,i = 5.9 x 10-3 kg/s) ... 45
xii
Gambar 4.21. Grafik profil temperatur pada posisi bawah di dalam pipa
xiii V = Kecepatan Fluida (m/s)
ρ = Massa Jenis Fluida (kg/m³)
μ = Viskositas Dinamik Fluida (kg/m.s) atau (N.s/m²)
x = Koordinat Sumbu X
y = Koordinat Sumbu Y
z = Koordinat Sumbu Z
u = Komponen Kecepatan U
v = Komponen Kecepatan V
w = Komponen Keceptan W
t = Waktu (s)
Et = Energi Total
q = Heat Flux
Re = Bilangan Reynold
Pr = Bilangan Prandtl
T1 = Temperatur Inlet
xiv Tsat = Temperatur Jenuh
Cp = Kalor Jenis
Pg = Tekanan Jenuh
hf = Entalpi liquid
hg = Entalpi gas
hfg = Entalpi Evaporasi
ϕ
= Kelembaban Relatifxv
membandingkan hasil simulasi dengan hasil penelitian berbasis eksperimental dengan kasus yang sama yang dilakukan oleh Sukamta dkk (2015).
Penelitian ini menggunakan aplikasi Computational Fluid Dynamic (CFD) Ansys Fluent 15. Geometri dalam penelitian ini adalah sebuah pipa konsentrik dengan bagian dalam dari bahan tembaga (d1 = 17,2 mm, d2 = 19 mm), dan bagian luar dari bahan besi
galvanis (d1 = 108,3 mm, d2 = 114,3 mm), dan panjang pipa konsentrik 1,6 m.
Penelitian dilakukan pada tekanan statis Psteam = 108,825 kPa dan variasi laju aliran
massa uap air ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s, ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s, dan ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s.
Hasil penelitian berbasis modeling ini menunjukkan bahwa besar variasi laju aliran massa yang diberikan mempengaruhi pola penurunan temperatur uap air di dalam pipa. Penurunan temperatur tertinggi terjadi pada variasi ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s
dan terendah pada variasi ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s. Penurunan temperatur uap air ini
berdampak pada terjadinya fenomena kondensasi yang mempengaruhi pola aliran di dalam pipa. Akibatnya terjadi ketidakstabilan aliran fluida di dalam sistem sehingga pola aliran cenderung bergelombang
xvi ABSTRACT
The objective of the present research is to obtain a computational fluid dynamics simulation results of temperature profile for circumferential steam condensation on a horizontal concentric pipe with parallel flow coolling in an annular space and comparing the simulation results with the results of the research based experiments conducted by Sukamta et al (2015).
This research used CFD Ansys Fluent 15 application. The geometry in this research is an horizontal concentric pipe with the material on the inside is copper (d1 = 17.2 mm, d2 = 19 mm), and the material on the outside is galvanized iron (d1 = 108.3 mm, d2 = 114.3 mm), and the length of pipe 1.6 m. The experiments were conducted at a static pressure Psteam = 108.325 kPa and variations in the mass flow rate of steam ṁst = 5.9 x 10-3 kg/s, ṁst = 8.9 x 10-3 kg/s, and ṁst = 1.9 x 10-2 kg/s.
The results of this research based modeling showed that the variation of a given mass flow rate affects the pattern of temperature decrease of steam in the pipeline. The highest temperature decrease in the variation ṁst = 5.9 x 10-3 kg/s and
the lowest on the variation ṁst = 1.9 x 10-2 kg/s. The effects of temperature decrease is the occurrence of condensation phenomena that affect patterns of flow in the pipeline. As a results of instability of fluid flow within the system so that the flow pattern tend wavy.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aliran fluida merupakan fenomena yang sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Aplikasi dari ilmu mekanika fluida ini memiliki peran penting dalam
bidang industri, pertanian, kedokteran, dan lain sebagainya. Dalam bidang industri
misalnya, ilmu mekanika fluida berperan penting dalam perancangan sebuah sistem
perpipaan.
Setiap aliran fluida berpotensi terjadinya sebuah fenomena water hammer
yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Dalam proses perancangan sistem
perpipaan diperlukan perhitungan yang tepat guna menghindari kemungkinan
buruk seperti halnya fenomena water hammer ini.
Dewasa ini, terdapat metode berbasis sistem komputer yang mampu
melakukan suatu analisa terhadap fenomena aliran fluida. Sehingga kemungkinan
buruk yang terjadi dalam suatu sistem perpipaan seperti halnya fenomena water
hammer dapat dihindari karena sebelum sistem perpipaan dirancang dapat
disimulasikan terlebih dahulu sehingga pola yang nantinya akan terjadi dalam
sistem tersebut dapat diketahui.
Computational Fluid Dynamic (CFD) sangat cocok digunakan untuk
melakukan analisa terhadap sebuah sistem yang rumit dan sulit dipecahkan dengan
perhitungan manual. Dengan kelebihannya tersebut, CFD sering digunakan untuk
melakukan analisa terhadap suatu pola sebuah sistem seperti yang telah dilakukan
oleh Bhanuchandrarao dkk (2013), Mazumder (2012), Kanade (2015), dll dalam
menganalisa sebuah fenomena perpindahan panas di dalam pipa. Adapun software
CFD yang sering digunakan adalah Fluent, Comsol, dll.
Bhanuchandrarao dkk (2013), menggunakan aplikasi CFD Ansys Fluent 12.1
untuk menganalisis penurunan temperatur pada heat exchanger pipa konsentrik
dengan model aliran paralel dan berlawanan arah. Kemudian hasilnya dibandingkan
dan multiphase pada pipa tipe elbow. Karakteristik aliran yang diamati adalah pola
penurunan tekanan pada aliran single dan multiphase berdasarkan variasi kecepatan
udara dan air. Kanade (2015), meneliti tentang efek dari baffle alumunium pada
Double Pipe Heat Exchanger. Parameter yang diteliti adalah total Residence time,
penurunan tekanan, heat exchanger coefficient, dan tingkat perpindahan panas.
Dalam penelitian ini dilakukan analisa terhadap suatu proses aliran fluida di
dalam pipa konsentrik horisontal dengan pendinginan searah pada ruang anular
menggunakan aplikasi CFD Ansys Fluent 15 guna mengetahui profil temperatur di
dalam sistem tersebut. Kondisi batas yang digunakan adalah laju aliran massa inlet
air pendingin, tekanan outlet steam dan air pendingin, temperatur inlet dan outlet
steam dan air pendingin, dengan variasi laju aliran massa inlet steam.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah dalam proses merancang sebuah
sistem perpipaan bukan merupakan hal yang sederhana. Karena kemungkinan
terjadinya permasalahan di dalam sistem seperti fenomena water hammer dapat
terjadi setiap saat. Terlebih untuk sistem yang terdapat aliran uap bertemperatur
tinggi di dalamnya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mendukung desain
yang optimal pada sistem perpipaan bertemperatur tinggi sebagai proses
penanggulangan kemungkinan terjadinya fenomena water hammer pada sebuah
sistem supaya dampak buruk yang disebabkan oleh fenomena water hammer dapat
dihindari atau diminimalisir.
1.3 Batasan Masalah
Untuk mengerucutkan persoalan, maka diperlukan batasan masalah sebagai
berikut:
1. Penelitian ini menggunakan aplikasi CFD Ansys Fluent 15.
2. Aliran fluida di dalam sistem steady.
3. Aliran fluida di dalam sistem turbulen.
4. Perpindahan kalor antara dinding pipa luar (isolator) dengan udara luar
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil simulasi komputasi
dinamika fluida untuk profil temperatur kondensasi uap air pada posisi
circumferential di dalam pipa konsentrik horisontal dengan pendinginan searah
pada ruang anular serta membandingkan hasil simulasi dengan hasil penelitian
berbasis eksperimental dengan kasus yang sama yang dilakukan oleh Sukamta dkk
(2015).
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendukung desain yang optimal
pada sistem perpipaan bertemperatur tinggi guna menghindari atau meminimalisir
4
2.1 Tinjauan Pustaka
Sejumlah penelitian berbasis modeling untuk memprediksi suatu perpindahan
kalor di dalam pipa telah banyak dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal
yang tidak diinginkan di dalam sistem tersebut. Mazumder (2012) melakukan
analisa aliran single dan multiphase pada pipa tipe elbow untuk mengetahui
karakteristik profil tekanan yang terjadi. Pola karakteristik aliran yang diamati ada
pada 6 titik berbeda dengan memberikan variasi 3 jenis kecepatan udara dan 3 jenis
kecepatan air. Profil tekanan dan kecepatan pada 6 titik menunjukkan peningkatan
pada tekanan di geometri elbow dengan penurunan tekanan pada sisi outlet karena
fluida yang meninggalkan elbow.
Behera (2013) menganalisis pengaruh counter flow pada heat exchanger dari
pipa spiral menggunakan aplikasi CFD Ansys Fluent 13. Material pipa spiral yang
digunakan terbuat dari tembaga dengan fluida yang digunakan adalah air. Variasi
yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah temperatur fluida dan diameter
pipa.
Akhtari dkk (2013) menggunakan aplikasi CFD Ansys Fluent 12.1 melakukan
penelitian terkait studi numerik pada heat exchanger dari a-A1203/air nanofluid
yang mengalir melalui pipa elbow ganda. Dalam penelitian ini analisa dilakukan
pada pengaruh parameter seperti tingkat laju aliran volume, suhu nanofluid, dan
konsentrasi nano partikel pada karakteristik perpindahan panas. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa performa heat exchanger berbanding lurus dengan
peningkatan laju aliran volume serta konsentrasi partikel dan suhu inlet nanofluid.
Kanade dkk (2015) meneliti tentang efek dari baffle alumunium pada double
pipe heat exchanger. Baffle diambil dalam bentuk geometri setengah lingkaran dan
seperempat lingkaran yang diatur dalam pipa heat exchanger bagian dalam.
Parameter yang diteliti dalam penelitian ini adalah total Residence time, penurunan
yang sama, heat exchanger dengan baffle seperempat lingkaran memiliki laju
peprindahan panas lebih tinggi dibanding pipa dengan baffle setengah lingkaran dan
pipa tanpa baffle.
Banyak penelitian berbasis modeling yang telah dilakukan untuk
memprediksi suatu fenomena aliran fluida di dalam pipa. Khususnya penelitian
yang dilakukan menggunakan aplikasi CFD Ansys Fluent. Penelitian ini akan
melanjutkan penelitian terdahulu dengan kasus yang berbeda, yakni menggunakan
aplikasi CFD Ansys Fluent 15 akan melakukan simulasi pada pipa kosentrik
horisontal dengan pendinginan searah pada ruang anular dengan kondisi batas yang
digunakan adalah laju aliran massa inlet air pendingin, tekanan outlet steam dan air
pendingin, temperatur inlet dan outlet steam dan air pendingin, dengan variasi laju
aliran massa inlet steam. Selanjutnya akan dilakukan validasi dengan hasil
penelitian berbasis eksperimental untuk kasus yang sama yang dilakukan oleh
Sukamta dkk (2015).
2.2 Dasar Teori 2.2.1 Definisi Fluida
Fluida adalah suatu zat yang tidak mampu menahan tekanan geser tanpa
berubah bentuk. Fluida akan selalu berubah bentuk apabila mengalami tekanan
geser. Berbeda dengan zat padat yang akan menunjukkan reaksi deformasi yang
terbatas ketika menerima atau mengalami suatu gaya geser.
2.2.2 Aliran Fluida
Aliran pada fluida berbeda dengan zat padat, hal tersebut dikarenakan
kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah untuk mengalir karena ikatan
molekul pada fluida lebih kecil dibandingkan dengan ikatan molekul pada zat padat,
akibatnya fluida mempunyai hambatan yang relatif kecil pada perubahan bentuk
karena gesekan.
Beberapa jenis aliran sangat terpengaruh oleh bilangan Reynolds. Bilangan
Reynolds adalah bilangan tidak berdimensi yang penting digunakan untuk
aliran di dalam pipa adalah sebagai berikut (Yunus A. Cengel dan John M. Cimbala,
μ = Viskositas Dinamik Fluida (kg/m.s) atau (N.s/m²)
Berdasarkan kondisinya terhadap waktu, aliran fluida dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. Aliran Steady
Suatu aliran dimana kecepatannya tidak terpengaruh oleh perubahan waktu
sehingga kecepatan konstan pada setiap titik (tidak mempunyai percepatan).
b. Aliran Transient
Suatu aliran dimana terjadi perubahan kecepatan terhadap waktu.
Berdasarkan pola alirannya, aliran fluida dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Aliran Laminar
Aliran laminar didefinisikan sebagai aliran dengan fluida yang bergerak dalam
lapisan–lapisan atau lamina–lamina dengan satu lapisan meluncur secara
lancar. Aliran laminar ini mempunyai nilai bilangan Reynoldssnya kurang dari
2300 (Re < 2300).
Gambar 2.1. Aliran Laminar (Munson dkk., 2012)
b. Aliran Turbulen
Aliran dimana pergerakan dari partikel-partikel fluida sangat tidak menentu
karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang
yang lain dalam skala yang besar. Dimana nilai bilangan Renoldsnya lebih
besar dari 4000 (Re>4000).
Gambar 2.2. Aliran Turbulen (Munson dkk., 2012)
c. Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran
turbulen, nilai bilangan Reynoldssnya antara 2300 sampai dengan 4000
(2300<Re<4000) .
Gambar 2.3. Aliran Transisi (Munson dkk., 2012)
2.2.3 Pola Aliran Fluida Dua Fasa
Pola aliran fluida adalah gambaran dari suatu aliran fluida yang membentuk
suatu pola tertentu, pola aliran ini dapat digunakan sebagai parameter untuk
mengetahui keadaan suatu aliran fluida.
Untuk aliran dua fasa, distribusi aliran pada masing-masing fasa liquid dan
uap menjadi aspek yang penting. Distribusi masing-masing alirannya memiliki
karakeristik yang dapat dilihat pada pola aliran dua fasa.
Pola aliran fluida multifasa pada pipa horisontal cenderung memiliki
karakteristik yang lebih rumit dibanding dengan pola aliran pada pipa vertikal. Hal
ini disebabkan karena adanya pengaruh gaya gravitasi yang menyebabkan fluida
bawah pipa dan fluida yang memiliki massa jenis lebih ringan cenderung berada
diatas.
Ada beberapa pola aliran dalam pipa horisontal, yaitu:
a. Bubbly flow
Dalam aliran terdapat penyebaran gelembung gas kecil seragam dalam zat cair
menyeluruh. Gelembung terbentuk pada bagian atas pipa. Pola aliran ini terjadi
pada aliran fluida yang memiliki laju aliran massa uap tinggi.
Gambar 2.4. Bubly Flow (www.thermalfluidscentral.org)
b. Plug flow
Dalam aliran ini gelembung-gelembung akan berdesakan dan membentuk
gelembung yang lebih besar yang bentuknya mirip dengan peluru.
Gambar 2.5. Plug Flow (www.thermalfluidscentral.org)
c. Stratified flow
Dalam aliran ini terjadi pemisahan fasa karena perbedaan massa jenis dan gaya
gravitasi, dimana fasa gas mengalir pada bagian atas pipa dan fasa cair
Gambar 2.6. Stratified Flow (www.thermalfluidscentral.org)
d. Wavy flow
Pola aliran ini terjadi karena naiknya kecepatan aliran uap yang berada di
bagian atas pipa yang mengakibatkan garis batas uap-liquid terganggu dan
terbentuk gelombang.
Gambar 2.7. Wavy Flow (www.thermalfluidscentral.org)
e. Slug flow
Pola ini terjadi ketika kecepatan uap terus meningkat dan mengakibatkan
gelombang yang signifikan pada garis batas uap-liquid, sehingga liquid akan
menempel pada bagian atas pipa dan terbentuklah busa (forthy slug).
Gambar 2.8. Slug Flow (www.thermalfluidscentral.org)
f. Annular flow
Dalam aliran ini, aliran gas terdistribusi diantara lapisan cairan yang mengalir
horisontal tebal lapisan cairan pada dasar pipa lebih tebal dari pada bagian atas
pipa, hal tersebut dikarenakan pengaruh gravitasi.
Gambar 2.9. Annular Flow (www.thermalfluidscentral.org)
2.2.4 Kondensasi
Kondensasi adalah perubahan wujud dari uap menjadi cairan. Kondensasi
terjadi apabila temperatur uap berada dibawah temperatur jenuh dari uap tersebut,
tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap dikompresi (tekanan ditingkatkan)
sehingga menjadi cairan. Cairan hasil kondensasi disebut kondensat.
Proses kondensasi melibatkan perpindahan kalor dan massa secara simultan.
Banyak faktor yang mempengaruhi koefisien perpindahan kalor selama proses
kondensasi, seperti sifat fisis dan kimia uap, sifat embun, dan geometri saluran.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, proses kondensasi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Jenis kondensasi: Homogenous, heterogeneous, dropwise, film atau direct
contact.
Kondisi uap: Satu komponen, multi komponen dengan semua komponen mampu terkondensasi, multi komponen termasuk komponen tidak mampu
terkondensasi, dll.
Geometri sistem: Plane surface, external, internal, dll.
Dari klasifikasi diatas sangat memungkinkan ada kategori dari metode klasifikasi
yang berbeda terjadi overlaps, artinya pada kategori proses kondensasi yang satu
masih berhubungan dengan kategori proses kondensasi yang lain (Ghiaasiaan,
2008).
Temperatur jenuh suatu zat dapat diketahui dengan mencari titik embun (dew
(Tdp) maka akan terjadi kondensasi berikut (Yunus A. Cengel dan John M.
Cimbala, 2006). Dew point temperature dapat dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Tdp = Tsat@Pv ………(2.2)
dengan,
Pv = Tekanan uap
2.2.5 Komputasi Dinamika Fluida
Komputasi Dinamika Fluida atau Computational Fluid Dynamics (CFD)
adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi pola aliran fluida, perpindahan
panas, reaksi kimia dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan
persamaan-persamaan matematika atau model matematika.
Pada umumnya proses perhitungan untuk aliran fluida diselesaikan dengan
menggunakan persamaan energi, momentum dan kontinuitas. Persamaan yang
digunakan adalah persamaan Navier-Stokes, persamaan ini ditemukan oleh G.G.
Stokes di Inggirs dan M. Navier di Perancis sekitar awal tahun 1800. Adapun
persamaan-persamaannya adalah sebagai berikut (Yunus A. Cengel dan John M.
Cimbala, 2006).
Momentum pada sumbu X : � �
Momentum pada sumbu Z :
u = Komponen Kecepatan ke arah sumbu X
v = Komponen Kecepatan ke arah sumbu Y
w = Komponen Keceptan ke arah sumbu Z
Pada dasarnya CFD mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari
kontinuitas, momentum, dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar.
Persamaan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) dirubah
menjadi model diskrit (jumlah sel terhingga).
Ada tiga teknik solusi numerik (metode diskritisasi) aliran yang berbeda,
yaitu finite diffrence, finite element dan finite volume methods. Metode diskritisasi
yang dibuat atau program software yang ada. Beberapa metode diskritisasi yang
digunakan untuk memecahkan persamaan-persamaan diferensial parsial,
diantaranya adalah (H.K. Versteeg dan W. Malalasekera, 1995):
a. Metode Beda Hingga (finite difference method)
Dalam metode ini area aliran dipisahkan menjadi satu set poin grid dan fungsi
kontinyu (kecepatan, tekanan, dan lainnya) didekati dengan nilai-nilai diskrit
dan fungsi-fungsi ini dihitung pada titik-titik grid. Turunan dari fungsi didekati
dengan menggunakan perbedaan antara nilai fungsi pada titik lokal grid dibagi
dengan jarak grid.
b. Metode Elemen Hingga (finite element method)
Metode ini membagi masalah besar menjadi lebih kecil dan sederhana yang
disebut elemen hingga.
Persamaan sederhana yang memodelkan seluruh kasus kemudian disusun
menjadi sebuah sistem persamaan yang lebih luas. Persamaan konservasi
kekekalan massa, momentum, dan energi ditulis dalam bentuk yang tepat untuk
setiap elemen, dan hasil dari set persamaan aljabar untuk bidang aliran
diselesaikan secara numerik.
c. Metode Volume Hingga (finite volume method)
Finite volume method adalah metode untuk mewakili dan mengevaluasi
persamaan diferensial parsial dalam bentuk aljabar. Metode ini sama seperti
finite difference method dan finite element method, nilai-nilai dihitung di
tempat terpisah pada geometri yang di mesh. Metode ini mengacu pada volume
kecil disekitar node pada mesh.
Dalam metode ini, volume integral dalam persamaan diferensial yang memiliki
istilah divergensi dikonversi ke surface integrals menggunakan teori
divergensi.
2.2.6 Proses CFD
Kode CFD disusun dengan menggunakan algoritma numerik yang dapat
dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pre processing, processing, dan post
processing.
Gambar 2.10. Flowchart proses FLUENT®
2.2.6.1 Pre Processing
Tahap pre processing merupakan tahap awal dari proses CFD, pada tahap ini
akan dilakukan beberapa proses sebagai berikut:
a. Definisi geometri dari benda kerja.
Pada proses ini akan dilakukan proses pemodelan dari benda kerja. Proses
pemodelan bisa langsung menggunakan software CFD, tetapi untuk benda
kerja yang rumit bentuknya sebaiknya menggunakan software assembly seperti
SolidWork.
b. Pembuatan grid (mesh) atau disebut sebagai meshing.
Meshing adalah proses membagi komponen yang akan dianalisis menjadi
elemen-elemen kecil atau diskrit (Yusra, 2008). Semakin baik kualitas mesh
maka akan semakin tinggi tingkat konvergensinya.
Secara umum bentuk sel dari proses meshing dibagi menjadi dua jenis, yaitu
dua dimensi dan tiga dimensi. Untuk sel dua dimensi terdapat dua jenis bentuk
sel yaitu Triangle dan Quadrilateral. Processing
Gambar 2.11. Bentuk Sel Dua Dimensi (https://en.wikipedia.org/wiki/Types_of_mesh)
Bentuk sel tiga dimensi terbagi kedalam empat jenis, yaitu Tetrahedron,
Pyramid, Triangular Prism, Hexahedron.
Gambar 2.12. Bentuk Sel Tiga Dimensi (https://en.wikipedia.org/wiki/Types_of_mesh)
Dalam proses meshing terdapat klasifikasi mesh yang terbagi kedalam tiga
jenis, yaitu:
a. Structured mesh
Structured mesh adalah meshing terstruktur,dapat dikenali dari konektivitas
mesh yang teratur dan rapi. Adapun mesh yang biasa menggunakan
Gambar 2.13. Structured Mesh
b. Unstructured mesh
Unstructured mesh merupakan mesh yang konektivitas meshnya tidak
beraturan. Mesh ini biasanya menggunakan triangle pada 2D dan tetrahedra
pada 3D.
Gambar 2.14. Unstructured Mesh (www.cfd-online.com)
c. Hybrid mesh
Struktur mesh yang ketiga adalah Hybrid mesh yang merupakan kombinasi
2.2.6.2 Processing
Processing merupakan proses kedua dari CFD, didalam tahap ini akan
dilakukan penentuan kondisi batas (boundary condition) dan pemilihan metode
inisiasi. Dalam penentuan kondisi batas akan dimasukkan nilai dari
parameter-parameter yang dibutuhkan, adapun parameter-parameter yang termasuk kondisi batas adalah:
a. Velocity inlet
Digunakan untuk mendefinisikan kecepatan aliran dan besaran skalar lainnya
pada sisi masuk aliran. Kondisi batas ini hanya digunakan untuk aliran
inkompresibel.
b. Mass flow inlet
Pada kondisi batas ini harus dimasukkan data laju aliran massa atau fluks massa,
temperature fluida (apabila mengaktifkan persamaan energi), tekanan gauge
pada sisi masuk, arah aliran, dan besaran turbulensi.
c. Pressure inlet
Pada Pressure inlet akan dimasukkan data tekanan total (absolute), tekanan
gauge, temperatur, arah aliran, dan besaran turbulen.
d. Pressure outlet
Pada Kondisi batas ini dipakai pada sisi keluar fluida dan data tekanan pada sisi
keluar diketahui atau minimal dapat diperkirakan mendekati sebenarnya. Pada
kondisi batas ini harus dimasukkan nilai tekanan statik, temperatur aliran balik
(backflow), dan besaran turbulen aliran balik.
e. Outflow
Kondisi batas ini digunakan apabila data aliran pada sisi keluar tidak diketahui.
Data pada sisi keluar diekstrapolasi dari data yang ada pada aliran sebelum
mencapai sisi keluar.
f. Pressure far-field
Kondisi batas ini digunakan untuk memodelkan aliran kompresibel, besaran
yang harus dimasukkan nilainya adalah tekanan gauge, bilangan March,
g. Inlet vent dan outlet vent
Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar aliran dimana
terdapat peralatan ventilasi di sisi luar saluran masuk/keluar yang dapat
menimbulkan kerugian tekanan pada aliran. Data yang harus dimasukkan pada
kondisi batas ini sama dengan data pada kondisi batas pressure inlet/pressure
outlet, hanya terdapat tambahan data untuk kerugian tekanan.
h. Intake fan dan exhaust fan
Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar aliran dimana
terdapat fan/blower di sisi luar saluran masuk/keluar untuk
menghembus/menghisap fluida di dalam saluran.
Data yang harus dimasukkan pada kondisi batas ini sama dengan data pada
kondisi batas pressure inlet/pressure outlet, hanya terdapat tambahan data untuk
kenaikan tekanan setelah melewati fan/blower (pressure-jump).
i. Dinding (wall)
Kondisi batas ini digunakan sebagai dinding untuk aliran fluida dalam saluran
atau dapat disebut juga sebagai dinding saluran. Kondisi batas ini digunakan juga
sebagai pembatas antara daerah fluida (cair dan gas) dan padatan.
j. Symmetry dan axis
Kondisi batas simetri digunakan apabila model geometri kasus yang
bersangkutan dan pola aliran pada model tersebut simetri. Kondisi batas ini juga
dapat digunakan untuk memodelkan dinding tanpa gesekan pada aliran viskos.
Sedangkan kondisi batas axis digunakan sebagai garis tengah (centerline) untuk
kasus 2D axisymmetry.
k. Periodic
Kondisi batas periodik digunakan untuk mengurangi daya komputasi pada kasus
tertentu. Kondisi batas ini hanya dapat digunakan pada kasus yang mempunyai
medan aliran dan geometri yang periodic, baik secara translasi atau rotasi.
l. Cell zone fluid
Kondisi batas ini digunakan pada bidang model yang didefinisikan sebagai
fluida. Data yang dimasukkan hanya material fluida. Dapat didefinisikan sebagai
m.Cell zone solid
Kondisi batas ini digunakan pada bidang model yang didefinisikan sebagai
padatan. Data yang harus dimasukkan hanya material padatan. Dapat
didefinisikan heat generation rate pada kontinum solid (opsional).
n. Porous Media
Porous zone merupakan pemodelan khusus dari zona fluida selain padatan dan
fluida. Kondisi batas ini digunakan dengan cara mengaktifkan pilihan porous
zone pada panel fluida. Digunakan untuk memodelkan aliran yang melewati
media berpori dan tahanan yang terdistribusi, misalnya : packed beds, filter
papers, perforated plates, flow distributors, tube banks.
o. Kondisi batas internal
Selain kondisi batas yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa
kondisi batas lagi yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok kondisi batas
internal. Yang termasuk dalam kondisi batas internal adalah : fan, radiator,
porous jump, interior. Kondisi batas ini digunakan untuk bidang yang berada di
tengah medan aliran dan tidak mempunyai ketebalan.
Kondisi batas fan, radiator, dan porous jump digunakan untuk memodelkan
adanya fan, radiator, atau media berpori di tengah-tengah aliran, sehingga tidak
perlu dibuat model fan atau radiator, cukup dengan menentukan kenaikan
tekanan yang terjadi setelah melewati alat tersebut. Sedangkan kondisi batas
interior digunakan untuk bidang yang kedua sisinya dilewati oleh fluida.
Proses selanjutnya adalah pemilihan metode inisiasi, dalam metode inisiasi
terdapat beberapa metode solusi, adapun jenis dari metode solusi adalah sebagai
berikut:
a. SIMPLE
SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure Linked Equation) merupakan
metode yang menggunakan hubungan antara kecepatan dan tekanan untuk
mendapatkan nilai konservasi massa dan nilai bidang tekan (Ansys User Guide,
Dalam metode ini persamaan kecepatan dikoreksi untuk menghitung satu set
baru fluks konservatif. Persamaan momentum yang telah terdiskritisasi dan
koreksi kecepatan diselesaikan secara implisit dan koreksi kecepatan
diselesaikan secara eksplisit, hal ini adalah alasan disebutnya “Semi-Implisit
Metode”
b. SIMPLEC
SIMPLEC (Semi-Implicit Method for Pressure Linked Equation-Consistent).
Metode ini pada dasarnya merupakan modifikasi dari metode SIMPLE, metode
ini merupakan prosedur numerik yang biasa digunakan dalam CFD untuk
memecahkan persamaan Navier Stokes.
Pada metode SIMPLEC metode SIMPLE sedikit dilakukan variasi dimana
persamaan momentum dimanipulasi untuk memungkinkan koreksi kecepatan
SIMPLEC dihilangkan untuk menghilangkan nilai yang kurang penting, pada
dasarnya SIMPLEC mencoba untuk mencegah efek dropping velocity dan faktor
koreksi lainnya.
c. PISO
Metode ini didasarkan pada tingkatan yang lebih tinggi dari hubungan
pendekatan antara faktor koreksi tekanan dan kecepatan. Untuk meningkatkan
efisiensi perhitungan, metode piso menggunakan dua faktor koreksi tambahan,
yaitu neighbor correcion dan skewness correction.
Neighbor correction adalah proses iterasi yang disebut sebagai koreksi
momentum atau neighbor correction. Dengan tambahan neighbor correction
maka Control Processing Unit (CPU) pada komputer mengalami penambahan
waktu untuk melakukan proses solver iterasi, akan tetapi akan menurunkan
nomor iterasi yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi. Skewness
correction adalah proses penghitungan ulang untuk gradien koreksi tekanan
yang digunakan untuk memperbarui koreksi fluks massa.
2.2.6.3 Post Processing
Post processing merupakan tahapan terakhir dari proses CFD, pada tahapan
solver yang digunakan. Dalam post processing dapat memberikan tampilan grafis
yang menunjukkan mesh, kontur, vektor dan pathline.
a. Displaying Mesh
Displaying Mesh digunakan untuk menampilkan mesh pada model yang sedang
dikerjakan pada saat setup kondisi batas atau pada saat memeriksa solution.
Gambar 2.15. Contoh Displaying Mesh (Ansys User Guide, 2013)
b. Displaying Contours dan Profiles
Pada menu display ini akan ditampilkan bentuk kontur dan profil dari model
yang sedang diteliti. Kontur dan profil yang ditampilkan dapat berupa tekanan,
temperatur ataupun kecepatan.
Gambar 2.17. Contoh Tampilan Kontur Tekanan Statik Dalam Bentuk Flat (Ansys User Guide, 2013)
c. Displaying Vectors
Pada menu display ini akan ditampilkan bentuk vektor dari model yang sedang
diteliti. Vektor yang ditampilkan dapat berupa tekanan, temperatur ataupun
kecepatan.
Gambar 2.18. Contoh Tampilan Vektor Kecepatan (Ansys User Guide, 2013)
d. Displaying Pathlines
Pathlines digunakan untuk memvisualisasikan aliran partikel tak bermassa yang
Gambar 2.19. Contoh Tampilan Pathlines (Ansys User Guide, 2013)
2.2.7 Software CFD
Dalam dunia teknik dan sains sangat banyak software CFD yang digunakan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. OpenFOAM®
OpenFOAM® (Open Field Operation and Manipulation) adalah CFD Toolbox gratis yang bersifat non-komersil, karena merupakan paket perangkat
lunak open source yang diproduksi oleh OpenCFD® Ltd. OpenFOAM® memiliki basis pengguna yang cukup besar pada bidang keteknikan dan sains, baik dari organisasi komersial maupun akademik.
OpenFOAM® memiliki berbagai pilihan fitur untuk memecahkan permasalahan apa pun dari aliran fluida yang kompleks yang melibatkan reaksi
kimia, turbulensi dan perpindahan panas, dinamika struktur padat dan
elektromagnetik.
Gambar 2.21. Preview OpenFOAM®
b. FLUENT®
FLUENT® adalah salah satu dari jenis program CFD yang menggunakan
metode volume hingga. FLUENT® dapat menyelesaikan kasus aliran fluida
dengan mesh (grid) yang tidak terstruktur sekalipun dengan cara yang relatif
mudah, karena FLUENT® menyediakan fleksibilitas mesh yang lengkap.
FLUENT® didukung oleh jenis mesh tipe 2D triangular-quadrilateral, 3D tetrahedral-hexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid).
FLUENT® juga memungkinkan untuk memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada.
Gambar 2.23. Preview Ansys FLUENT®
Gambar 2.24. Preview Post-processing Ansys FLUENT®
FLUENT® memiliki struktur data yang efisien dan lebih fleksibel, karena FLUENT® ditulis dalam bahasa C. FLUENT® juga dapat dijalankan sebagai
proses terpisah secara simultan ada klien desktop workstation dan computer
server.
FLUENT® sering digunakan karena memiliki kelebihan sebagai berikut: 1. FLUENT® mudah untuk digunakan
2. Model yang realistic (tersedia berbagai pilihan solver)
3. Diskritisasi atau meshing model yang efisien (dalam GAMBIT)
4. Cepat dalam penyajian hasil (bisa dengan paralel komputer)
Dalam dunia industry, FLUENT® sering digunakan untuk desain suatu sistem fluida, juga untuk mencari sumber atau analsis kegagalan suatu sistem fluida.
klasifikasi penggunaan FLUENT® dalam dunia industri (secara umum): Aerospace, Otomotif, Biomedical, Proses kimia, Semikonduktor,
Pertambangan, Petrokimia, Polimer, Pembangkit tenaga, Turbomachinery.
c. XFlow®
XFlow® adalah salah satu software CFD yang dirancang khusus untuk
perusahaan yang membutuhkan akurasi data pada simulasi aliran, contohnya
pada kasus transient aerodynamic, pengelolaan alir, proses kimia, otomotif,
mikrofluida, dan interaksi struktur fluida.
Gambar 2.25. Logo XFlow®
Dalam mekanika statistik non-ekuilibrium, persamaan Boltzmann yang ada
pada XFlow® mampu memproduksi batas hidrodinamik dan juga dapat melakukan modeling yang rumit untuk aplikasi aerospace. XFlow® memiliki proses meshing yang lebih baik dibandingkan dengan beberapa software CFD
lainnya. Tampilan dari XFlow® juga lebih simpel dibandingkan dengan software CFD lainnya.
28
3.1 Perangkat Penelitian
Penelitian ini menggunakan perangkat sebagai berikut :
1. Laptop merk Asus tipe A45V dengan spesifikasi,
2. Aplikasi CFD Ansys 15.0
3.2 Diagram Alir Penelitian
Pengaplikasian metode CFD digunakan antara lain karena kemampuannya
untuk memperolah parameter-parameter pengujian tanpa harus melakukan
yaitu Pre-Processing, Processing, dan Post-Processing. Diagram alir penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 3.1.
3.2.1 Pre-Processing
Pre-Processing adalah tahap awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan
simulasi CFD seperti membuat geometri, meshing, mendefinisikan bidang batas
pada geometri, dan melakukan pengecekan mesh.
a. Membuat Geometri
Pada dasarnya, dalam proses membuat geometri untuk simulasi pada Ansys
Fluent, selain menggunakan dengan aplikasi tersebut dapat dilakukan juga
dengan aplikasi lain seperti Gambit, Solidwork, Autocad, dan lain sebagainya
yang selanjutnya di impor ke aplikasi Ansys Fluent.
Pada penelitian ini, geometri dibuat menggunakan aplikasi Ansys Fluent
dikarenakan lebih efektif dalam prosesnya. Geometri dalam penelitian ini
berupa pipa anulus ganda dengan pipa dalam menggunakan material tembaga
dan pipa luar menggunakan material besi galvanis dengan spesifikasi seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.2 dan 3.2.
Gambar 3.2. Pipa Konsentrik (tampak depan)
D1 = 17.2 mm
D2 = 19 mm
D1 = 108.3 mm
Gambar 3.3. Pipa Konsentrik (tampak samping) b. Meshing
Dalam persoalan ini, topologi grid atau mesh yang akan diambil adalah jenis
Quadrilateral terstruktur dan pada sisi dekat dinding pipa diperdetail dengan
inflation.
Gambar 3.4. Hasil Meshing
Gambar 3.5. Hasil Meshing
Gambar 3.6. Hasil Meshing
Setelah melakukan meshing dilanjutkan dengan pengidentifikasian bidang
batas pada geometri. Bidang yang diidentifikasi adalah inlet dan outlet pipa
3.2.2 Processing
Ada banyak hal yang harus dilakukan kaitannya dengan penentuan kondisi
batas dalam sebuah simulasi CFD. Proses ini merupakan proses paling penting
karena hampir semua parameter penelitian diproses dalam tahapan ini seperti
models, materials, cell zone conditions, boundary conditions, mesh interfaces,
dynamic mesh, reference values, solution methods, solution controls, solution
initialization, calculation activities, dan yang terakhir run calculation.
a. General
Simulasi ini menggunakan metode solusi default berdasarkan tekanan.
Kemudian untuk velocity formulation menggunakan absolute. Aliran dalam
sistem ini bersifat steady.
Gambar 3.7. Toolbar General b. Models
Pada tahap ini energy disetting on karena simulasi ini memerlukan
penghitungan energi dalam prosesnya. Selanjutnya untuk viscous disetting
menggunakan k-epsilon dengan model realizable. Realizable k-epsilon
dipilih karena memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibanding metode
standart k-epsilon ataupun RNG k-epsilon. Dan metode inilah yang paling
Gambar 3.8. Toolbar Models c. Materials
Material yang dipakai adalah untuk solid menggunakan galvanize steel dan
copper sedangkan untuk fluidanya menggunakan water dan vapor.
Gambar 3.9. Toolbar Materials d. Cell Zone Conditions
Cell Zone Conditions berisi daftar zona sel yang dibutuhkan. Pada tahap ini
masing-masing zona disesuaikan dengan nama dan jenis materialnya. Untuk
Porous Formulation yang berisi opsi untuk mengatur kecepatan simulasi
Gambar 3.10. Toolbar Cell Zone Conditions e. Boundary Conditions
Tahap ini merupakan proses untuk memberikan kondisi batas berupa nilai
yang dibutuhkan pada simulasi ini. Kondisi batas yang digunakan adalah laju
aliran massa inlet air pendingin, tekanan outlet steam dan air pendingin,
temperatur inlet dan outlet steam dan air pendingin, dengan variasi laju aliran
massa inlet steam.
Gambar 3.12. Toolbar Pressure Inlet
Gambar 3.14. Toolbar Pressure Outlet f. Solution Methods
Simulasi ini menggunakan skema PISO, persamaan yang digunakan untuk
mesh yang mengandung cells dengan skewness yang lebih tinggi dari
rata-rata. Metode ini didasarkan pada tingkatan yang lebih tinggi dari hubungan
pendekatan antara faktor koreksi tekanan dan kecepatan. Untuk
meningkatkan efisiensi perhitungan, metode piso menggunakan dua faktor
koreksi tambahan, yaitu neighbor correcion dan skewness correction.
Pada Spatial Discretization, untuk Gradient-nya menggunakan Least Squares
Cell based, Pressure menggunakan Second Order, dan untuk Momentum,
Turbulent Kinetic Energy, Turbulent Dissipation Rate, dan Energy
Gambar 3.15. Toolbar Solution Methods g. Monitors
Pada tahap ini akan diatur parameter yang digunakan untuk memantau
konvergensi secara dinamis. Pada dasarnya konvergensi dapat ditentukan
dengan merubah parameter pada residual, statistik, nilai gaya, dll.
Pada kasus ini equations pada residual monitors disetting sesuai kebutuhan
yaitu akan menampilkan continuity, z-velocity, energy, k-epsilon, dan
do-intensity.
Gambar 3.16. Toolbar Residual Monitors h. Solution Initialization
Proses ini ditujukan untuk menentukan nilai dari variabel aliran dan untuk
standart initialization dengan reference frame menggunakan relative to cell
zone.
Gambar 3.17. Toolbar Solution Initialization i. Run Calculation
Pada proses ini akan dilakukan iterasi hingga terjadi konvergensi. Number of
iterations adalah batasan iterasi yang kita tentukan, sedangkan konvergensi
tidak terpaku oleh jumlah data number of iterations yang kita masukkan.
Konvergensi dipengaruhi oleh ketepatan dalam menentukan metode yang
digunakan dalam simulasi ini.
3.2.3 Post-Processing
Setelah simulasi selesai langkah selanjutnya adalah menampilkan hasil dari
proses perhitungan dari kondisi batas dan metode solver yang digunakan seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Hasil yang dibutuhkan adalah pola
aliran fluida serta distribusi temperatur di dalam sistem.
Ada 3 tahap yang harus dilakukan untuk mengetahui hasil simulasi yang
berupa pola aliran serta distribusi temperaturnya.
1. Plane
Dengan plane akan ditentukan area untuk membaca pola aliran serta pola
distribusi temperatur.
Gambar 3.19. Toolbar Plane
Gambar 3.21. Tampilan YZ Plane
Dalam penelitian ini, selain menentukan area tampilan plane berdasarkan
koordinat YZ juga berdasarkan koordinat XY untuk mengetahui area
tampilan hasil pada tiap titik di sepanjang sumbu Z pipa anulus ganda ini.
2. Contour
Dengan countur dapat diketahui dengan lebih detail terkait pola hasil simulasi
berdasarkan variabel yang dikehendaki pada setiap plane yang telah
ditentukan sebelumnya. Contour dideskripsikan dengan warna untuk
membaca pola berdasarkan variabel yang ditentukan.
Gambar 3.23. Toolbar Contour
Gambar 3.25. Tampilan XY Contour pada titik Z di koordinat 10 cm dari sumbu
3. Legend
Setelah menentukan area tampilan dan pola aliran berdasarkan warna dari
hasil simulasi dengan plane dan contour, tahap selanjutnya adalah
menentukan dimensi untuk membaca warna pola dengan menggunakan
legend. Tiap plane atau contour dibuatkan legend tersendiri untuk
mendapatkan dimensi yang lebih spesifik dan akurat.
Gambar 3.27. Toolbar Legend
Gambar 3.28. Legend berdasarkan koordinat YZ
45
4.1 Hasil Penelitian
Bab ini akan membahas hasil penelitian distribusi temperatur uap air pada
pipa konsentrik horisontal yang secara lebih dalam akan dibahas pada sub bab 4.2
dengan parameter kondisi batas yang digunakan adalah sebagai berikut : Laju aliran massa inlet air pendingin (ṁco,in) = 4,23 x 10-1kg/s
Temperatur inlet air pendingin (Tco,in) = 15 °C
Temperatur outlet air pendingin (Tco,out) = 30 °C
Tekanan outlet air pendingin (Pco,out) = 4,2469 kPa
Temperatur inlet uap air (Tst,in) = 103,226 °C
Variasi laju aliran massa uap air (ṁst,in) 5,9 x 10-3kg/s, 8,9 x 10-3 kg/s, dan 1,9
x 10-2 kg/s.
Hasil dan pembahasan akan di fokuskan pada distribusi temperatur arah
circumferential di sepanjang lokasi aksial pipa konsentrik.
a. Profil temperatur pada lokasi aksial 10 cm dari inlet
Gambar 4.2. Profil temperatur pada 10 cm dari inlet (ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s)
Gambar 4.3. Profil temperatur pada 10 cm dari inlet (ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s)
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa gambar 4.3 dengan ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s
memiliki kecenderungan temperatur lebih tinggi dibanding dengan variasi lainnya
dengan temperatur pada arah circumferential (atas, samping, dan bawah)
berturut-turut sebesar 102,59 °C, 102,62 °C, dan 102,56 °C, dan untuk ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s
sebesar 100,46 °C, 100,95 °C, dan 100,33 °C, dan ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s sebesar
b. Profil temperatur pada lokasi aksial 30 cm dari inlet
Gambar 4.4. Profil temperatur pada 30 cm dari inlet (ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s)
Gambar 4.6. Profil temperatur pada 30 cm dari inlet (ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s)
Pada posisi 30 cm dari inlet kecenderungan profil temperatur masih sama
dengan posisi 10 cm dari inlet. Untuk ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s distribusi temperatur
pada posisi circumferential sebesar 86,62 °C, 87,77 °C, dan 86,76 °C. Untuk ṁst =
8,9 x 10-3 kg/s sebesar 88,67 °C, 88,98 °C, dan 88,23 °C. Sedangkan untuk ṁst =
1,9 x 10-2 kg/s sebesar 91,48 °C, 91,68 °C, dan 91,36 °C. c. Profil temperatur pada lokasi aksial 55 cm dari inlet
Gambar 4.8. Profil temperatur pada 55 cm dari inlet (ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s)
Gambar 4.9. Profil temperatur pada 55 cm dari inlet (ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s)
Pada posisi 55 cm dari inlet, profil temperatur untuk ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s
sebesar 77,26 ºC, 77,92 ºC, dan 77,38 ºC, ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s sebesar 80,02 ºC,
80,23 ºC, dan 79,82 ºC, sedangkan untuk ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s sebesar 84,26 ºC,
d. Profil temperatur pada lokasi aksial 100 cm dari inlet
Gambar 4.10. Profil temperatur pada 100 cm dari inlet (ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s)
Gambar 4.12. Profil temperatur pada 100 cm dari inlet (ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s)
Pada posisi 100 cm dari inlet, profil temperatur untuk ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s
sebesar 62 ºC, 62,27 ºC, dan 61,89 ºC, ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s sebesar 65,74 ºC, 65,77
ºC, dan 65,49 ºC, sedangkan untuk ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s sebesar 72,14 ºC, 72,17 ºC,
dan 72,08 ºC.
e. Profil temperatur pada lokasi aksial 150 cm dari inlet
Gambar 4.14. Profil temperatur pada 150 cm dari inlet (ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s)
Gambar 4.15. Profil temperatur pada 150 cm dari inlet (ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s)
Pada posisi 100 cm dari inlet, profil temperatur untuk ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s
sebesar 49,07 ºC, 49,30 ºC, dan 48,93 ºC, ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s sebesar 53,26 ºC,
53,27 ºC, dan 53,04 ºC, sedangkan untuk ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s sebesar 60,86 ºC,
4.2 Pembahasan
Dari hasil simulasi di atas, secara statistik dapat ditunjukkan dengan grafik
sebagai berikut:
Gambar 4.16. Grafik profil temperatur dengan ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s
Gambar 4.18. Grafik profil temperatur dengan ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s
Gambar 4.16, 4.17, dan 4.18 menunjukkan bahwa variasi laju aliran massa
uap air yang diberikan dalam penelitian ini memiliki kecenderungan pola
penurunan temperatur yang sama. Selisih dari variasi yang diberikan tidak
menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap hasil yang diperoleh.
Tetapi dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa besar laju aliran massa
uap air berbanding terbalik dengan besar penurunan temperatur yang terjadi. Hal
ini dapat dilihat dari hasil yang ditunjukkan oleh variasi ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s yang
memiliki temperatur lebih tinggi dibanding dengan variasi lainnya.
Kekurangan pada penelitian ini adalah hasil simulasi hanya menunjukkan
profil temperatur berdasarkan warna. Sehingga fenomena kondensasi yang
memungkinkan terjadi di dalam sistem tidak dapat diketahui secara visual. Untuk
itu, guna mengetahui terjadinya fenomena kondensasi dan lebih spesifik letak
terjadinya kondensasi, maka dilakukan pengecekan secara teoritis dengan
menghitung dew point temperature (Tdp) untuk masing-masing variasi percobaan.
a. Dew point untuk ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s
Diketahui,
T1 = 103,226 °C (dengan tekanan jenuh air sebesar 113,99 kPa)
hf2 = 367,24 kJ/kg
Berdasarkan nilai dew point di atas, menunjukkan bahwa fenomena
kondensasi di dalam pipa terjadi pada titik awal dekat sisi inlet. Untuk variasi ṁst =
5,9 x 10-3 kg/s terjadi diantara titik 10 dan 30 cm dari sisi inlet, sedangkan untuk variasi ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s dan ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s terjadi diantara titik 30 dan 55
cm dari inlet. Fenomena kondensasi tersebut mempengaruhi pola aliran di dalam
pipa. Akibatnya terjadi ketidakstabilan aliran fluida di dalam sistem sehingga pola
Hasil penelitian berbasis modeling ini memiliki kecenderungan yang berbeda
dibanding dengan penelitian berbasis eksperimental untuk kasus yang sama yang
dilakukan oleh Sukamta dkk (2015). Hasil penelitian berbasis eksperimental
menunjukkan bahwa penurunan temperatur yang terjadi di dalam sistem cenderung
sangat kecil. Sehingga temperatur pada sisi pipa mendekati outlet cenderung masih
relatif tinggi yang menunjukkan fasa uap air masih mendominasi aliran.
Perbandingan hasil penelitian berbasis eksperimental dan modeling secara statistik
ditunjukkan pada Gambar 4.19, 4.20, dan 4.21.
Gambar 4.20. Grafik profil temperatur pada posisi samping di dalam pipa konsentrik
Hasil penelitian berbasis modeling adalah hasil ideal yang memungkinkan
untuk terjadi. Hasil tersebut dapat dijadikan acuan untuk menganalisis kondisi suatu
sistem perpindahan kalor. Hasil penelitian berbasis eksperimental menunjukkan
keadaan uap air di dalam pipa yang masih cenderung bertemperatur tinggi. Hal ini
dikarenakan proses perpindahan kalor yang terjadi kurang maksimal. Sehingga
perlu adanya evaluasi pada kondisi yang mempengaruhi sistem seperti faktor
61
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian berbasis modeling
menggunakan aplikasi CFD Ansys Fluent berdasarkan variasi laju aliran massa
steam, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola penurunan temperatur pada ketiga variasi memiliki kecenderungan yang
sama. Besar laju aliran massa uap air berbanding terbalik dengan besar
penurunan temperatur yang terjadi.
2. Fenomena kondensasi di dalam pipa terjadi pada titik awal dekat sisi inlet.
Untuk variasi ṁst = 5,9 x 10-3 kg/s terjadi diantara titik 10 dan 30 cm dari sisi
inlet, sedangkan untuk variasi ṁst = 8,9 x 10-3 kg/s dan ṁst = 1,9 x 10-2 kg/s
terjadi diantara titik 30 dan 55 cm dari inlet.
3. Fenomena kondensasi mempengaruhi pola aliran di dalam pipa. Akibatnya
terjadi ketidakstabilan aliran fluida di dalam sistem sehingga pola aliran
cenderung bergelombang.
4. Terdapat perbedaan pola distribusi temperatur antara penelitian berbasis
eksperimental yang dilakukan oleh Sukamta dkk (2015), dengan penelitian
berbasis modeling. Pola penurunan temperatur pada penelitian berbasis
eksperimental cenderung lebih kecil dibanding dengan hasil simulasi. Hal ini
terjadi karena dalam penelitian berbasis eksperimental terdapat faktor
lingkungan seperti kondisi udara luar yang mempengaruhi yang dalam
penelitian berbasis modeling hal tersebut bukan merupakan parameter kondisi
5.2 Saran
Saran untuk penelitian berbasis modeling dengan kasus yang sama adalah:
1. Mencari pola aliran yang lebih baik dengan parameter input yang lebih
variatif untuk meminimalisir slug flow yang dapat menyebabkan
terjadinya fenomena water hammer.
63
Engineering and Applied Sciences Vol 8, No 7, July 2013.
Akhtari. M, Haghshenasfard. M, dan, Talaie. MR. 2013. Numerical and Experimental Investigation of Heat Transfer of α-Al2O3 / Water Nanofluid in
Double Pipe and Shell and Tube Heat Exchanger. Taylor & Francis Group, LLC.
Ansys Fluent User’s Guide. 2013. Ansys, Inc. USA.
Behera, Siddharta Shankar. 2013. CFD Analysis of Heat Transfer in a Helical Coil Heat Exchanger Using Fluent. Departement of Mechanical Engineering, National Institute of Technology Rourkela.
Bhanuchandrarao, B. 2013. CFD Analysis And Performance of Parallel And Counter Flow In Concentric Tube Heat Exchangers. International Journal of Engineering Research & Technology (IJERT) Vol. 2 Issue 11, November 2013.
Cengel, Yunus A., dan Cimbala, John M. 2006. Fluid Mechanics, Fundamentals and Applications. McGraw Hill. New York.
Pouesaeidi. Esmaeil, dan Arablu. Masoud. 2011. Using CFD to Study Combustion and Steam Flow Distribution Effects on Reheater Tubes Operation. Journal of Fluids Engineering Vol 133.
Rahul H, Kanade. 2015. Heat Transfer Enhancement in a Double Pipe Heat Exchanger Using CFD. International Research Journal of Engineering and Technology (IRJET) Vol 02.
Mazumder, Quamrul. H. 2012. CFD Analysis of Single and Multiphase Flow Characteristic in Elbow. Journal of Scientific Research, Engineering, 2012, 4, 210-214.
Munson, Okiishi, Huebsch, dan Rothmayer. 2013. Fundamental of Fluid Mechanics. John wiley & Son, Inc.
Ridwan. Seri Diktat Kuliah Mekanika Fluida Dasar. Gunadarma. Depok.
Song, Shengwei. 2014. Analysis of Y Type Branch Pipe Exhaust Ventilation Flow Characteristics. Applied Mechanics ang Materials Vols. 556-562, pp 1054-1058. Trans Tech Publications, Switzerland.
Tuakia, Firman. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika. Bandung.
65
Project
First Saved Tuesday, March 1, 2016 Last Saved Sunday, August 7, 2016 Product Version 15.0 Release Save Project Before Solution No
Contents
o Coordinate Systems o Connections
Rotational Velocity rad/s Temperature Celsius
Model (A3)
Geometry
TABLE 2 Model (A3) > Geometry
Object Name Geometry
State Fully Defined
Definition
Source E:\UMY\kuliah\skripsi\Ansys Fluent\percobaan 6.3.2_files\dp0\FFF\DM\FFF.agdb Type DesignModeler
Length Unit Meters
Bounding Box
Length X 0.1143 m Length Y 0.1143 m Length Z 1.6 m
Properties
Mesh Metric None
Basic Geometry Options
Parameters Yes Parameter Key DS Attributes No Named Selections No Material Properties No
Advanced Geometry Options
Use Associativity Yes Coordinate Systems No Reader Mode Saves
Updated File No Use Instances Yes Smart CAD Update No
Compare Parts On
Update No Attach File Via Temp File Yes
Temporary Directory C:\Users\Freeware Sys\AppData\Roaming\Ansys\v150 Analysis Type 3-D
Model (A3) > Geometry > Body Groups
Object Name Part
Coordinate System Default Coordinate System
Bounding Box
Length X 0.1143 m Length Y 0.1143 m Length Z 1.6 m
Properties
Volume 1.6417e-002 m³
Statistics
Nodes 162146 Elements 158500 Mesh Metric None
TABLE 4
Model (A3) > Geometry > Part > Parts
Object Name uap copper air steel
State Meshed
Visible Yes
Definition
Suppressed No Coordinate
System Default Coordinate System Reference
Frame Lagrangian
Material
Fluid/Solid Defined By Geometry (Fluid)
Volume 3.7176e-004 m³ 8.1882e-005 m³ 1.4285e-002 m³ 1.6784e-003 m³ Centroid X 9.5418e-020 m 2.6399e-019 m -3.9917e-019 m -5.4952e-018 m Centroid Y -2.6836e-019 m -9.3074e-020 m -6.0312e-019 m -9.4898e-018 m Centroid Z 0.8 m
Model (A3) > Coordinate Systems > Coordinate System
Object Name Global Coordinate System
State Fully Defined
Definition
Model (A3) > Connections
Object Name Connections
Auto Detection
Generate Automatic Connection On Refresh Yes
Transparency
Enabled Yes
TABLE 7
Model (A3) > Connections > Contacts
Object Name Contacts
State Fully Defined
Definition
Connection Type Contact
Scope
Scoping Method Geometry Selection Geometry All Bodies
Auto Detection
Tolerance Type Slider Tolerance Slider 0. Tolerance Value 4.0204e-003 m
Use Range No Face/Face Yes Face/Edge No Edge/Edge No
Priority Include All Group By Bodies Search Across Bodies
Mesh
Physics Preference CFD Solver Preference Fluent
Relevance 0
Sizing
Use Advanced Size Function On: Curvature Relevance Center Medium
Initial Size Seed Active Assembly Smoothing Medium
Transition Slow Span Angle Center Fine Curvature Normal Angle Default (18.0 °)