PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
AMERIKA SERIKAT
(CONTENT ANALYSIS STUDY: THE ADVOCACY OF THE COUNCIL ON AMERICAN-ISLAMIC
RELATIONSIN HANDLING THE ISLAMOPHOBIA ISSUE IN THE UNITED STATES)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh:
MAWADDAH FAUZIAH
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
DI AMERIKA SERIKAT
(CONTENT ANALYSIS STUDY: THE ADVOCACY OF THE COUNCIL ON AMERICAN-ISLAMIC RELATIONSIN HANDLING THE ISLAMOPHOBIA ISSUE IN THE UNITED STATES)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata-1 (S1)
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh:
MAWADDAH FAUZIAH
iii
ANALISIS ISI ADVOKASI THECOUNCIL ON AMERICAN-ISLAMIC
RELATIONS (CAIR) DALAM MENANGANI ISU ISLAMOPHOBIA DI AMERIKA SERIKAT
MAWADDAH FAUZIAH 20130510102
Telah dipertahankan, dinyatakan lulus dan disahkan dihadapan
Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
pada:
Hari/Tanggal: Selasa, 20 Desember 2016
Pukul: 08.00 WIB
Tempat: Ruang HI.C
TIM PENGUJI Ketua Penguji
Dr. Surwandono, S.Sos, M.Si
Penguji I Penguji II
Dra. Mutia Hariati Hussin M.Si Drs. Djumadi M. Anwar M.Si
iv
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya ini adalah asli dan belum pernah
diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain.
Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain –kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai
acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta, 26 Desember 2016
Materai+ttd
Yang Membuat Pernyataan
v
Puji syukur atas kehadirat Allah Azza wa Jalla, Rabb Semesta Alam, karena atas rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul
“Analisis Isi Advokasi the Council on American-Islamic Relations dalam
Menangani Isu Islamophobia di Amerika Serikat”, dengan lancar dan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada utusan Allah sekaligus
merupakan Nabi dan Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa
sallam beserta kepada para keluarganya, para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum
‘ajma’in, para pengikutnya yang berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah
hingga akhir zaman. Penulis juga berterima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu kelancaran penyusunan skripsi ini secara materiil maupun non-materiil,
yakni kepada:
1. Musbar Chaniago bin Muchtar dan Sri Suciharti binti Miswan, orang tua
penulis, atas kasih sayang, kesabaran, kepercayaan, pendidikan dan dukungan
yang tak terhingga yang dicurahkan kepada penulis. Skripsi ini merupakan
hadiah persembahan bagi kalian berdua hafizhakumaallah, semoga
persembahan ini menjadi catatan amalan penulis dalam menunaikan birrul
walidain
2. Baity Jannati Rahmania bin Musbar, saudari perempuan penulis, atas segala
dukungan dan tempat curahan hati, suka maupun duka. Semoga engkau diberi
kemudahan untuk menyelesaikan pendidikan S1 seperti yang telah ditempuh
vi
perkuliahan. Beserta Bapak Drs. Djumadi M. Anwar M.Si. selaku dosen
pembimbing akademik (DPA) dan dosen penguji skripsi. Semoga ilmu yang
para beliau ajarkan menjadi amalan jariyah yang bermanfaat
4. Ibu Nur Azizah S.IP., M.A., selaku ketua jurusan Hubungan Internasional dan
Bapak Ali Muhammad S.IP., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah yang selama ini membantu
kelancaran perkuliahan dan kelancaran birokrasi untuk menyelesaikan skripsi
5. Seluruh dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta serta para staff TU yang senantiasa memberikan ilmu dan
bantuannya yang sangat bermanfaat. Semoga ilmu yang diberikan bapak dan
ibu dosen bisa penulis terapkan dan dapat bermanfaat bagi agama dan bangsa,
terkhususnya bagi penulis sendiri sebagai makhluk sosial
6. Teman-teman Hubungan Internasional 2013 dan Tim KKN 43 Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta atas kerja samanya dalam melakukan kegiatan
perkuliahan selama 6 semester dan 1 semester untuk KKN dan skripsi.
Khusus teruntuk Dini Oktavia, Itsnaini Permata Hati, dan Laila Rezvina
Baswedan. Terima kasih atas diskusi yang berkualitas selama 7 semester ini,
semoga ilmu yang teman-teman berikan kepada penulis, entah secara
langsung maupun tersirat, bisa bermanfaat bagi penulis dan juga bisa menjadi
amalan kebaikan kalian
7. Institusi pendidikan yang telah penulis tempuh sejak kecil hingga sekarang
vii
telah mewarnai kehidupan penulis dalam menempuh pendidikan selama ini
8. Wisma Shoffiyah yang menjadi tempat tinggal di Yogyakarta walaupun
hanya 1 tahun. Insyaa Allaahu Ta’ala wisma yang dibenuhi keberkahan
karena di dalamnya dipenuhi teman-teman yang shalihah dan yang senantiasa
mengingatkan penulis untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
Terima kasih kepada Titi Komalasari, Nurul Hidayah, Nur Jannah, Elsa
Istiqomah, Husnul Rofikoh, Sri Puji Hapsari, dan Septiana. Selain itu juga,
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada University Residence dan
teman-teman Usrah Ummu Habibah Ramlah yang telah menjadi keluarga
bagi penulis pada tahun pertama di Yogyakarta
9. Ma’had Al-Mubarok yang menjadi tempat kajian Islam selama penulis
mengisi akhir pekan untuk menuntut ilmu syar’i sejak pertama kali
menginjakkan kaki di Yogyakarta. Semoga para panitia dan para asatidzah
hafizhahumullah diberi keistiqomahan meniti jalan-Nya yang lurus. Semoga
Ma’had Al-Mubarok bisa terus merangkul mahasiswa/i di sekitar Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta untuk menuntut ilmu agama Islam agar menjadi
generasi muda yang cerdas dalam urusan akhirat maupun dunia
10.Dan seluruh pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap
sumbangsihnya hingga skripsi ini dapat direalisasikan dengan baik. Semoga
Allah memberikan ganjaran yang terbaik bagi kalian di dunia, terutama di
akhirat disaat tidak ada pertolongan yang hakiki selain amalan kita sendiri dan
viii
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”
(QS. al-Hujuraat: 13)
ةنجلا باوبأ طسوأ دلاولا
“Orang tua adalah pintu surga yang paling baik”
(Hadits Shahih. Riwayat at-Tirmidzi)
Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
“Keridhaan manusia adalah cita-cita yang tidak mungkin tercapai, dan bagiku tidak
ada cara melainkan menuju keselamatan. Karena itu, kerjakanlah apa yang
bermanfaat untukmu dan tekunilah”
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR GRAFIK ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Tujuan Penelitian ... 7
C.Manfaat Penelitian ... 8
D.Pokok Permasalahan ... 9
E.Konsep Pemikiran ... 10
1. Non-Governmental Organization ... 10
F. Hipotesis ... 17
G.Metode Penelitian ... 18
1. Pendekatan Penelitian ... 18
2. Sifat Penelitian ... 19
x
6. Populasi dan Sampling ... 21
7. Cara Analisis dan Penafsiran Data ... 22
H.Sistematika Penulisan ... 23
BAB II. DINAMIKA CAIR DALAM MENGARTIKULASIKAN ADVOKASI MUSLIM DI AMERIKA SERIKAT ... 25
A.Keragaman Muslim Amerika ... 25
B.Profil the Council on American-Islamic Relations (CAIR) ... 28
C.Program CAIR sebagai Kelompok Advokasi ... 33
D.Tanggapan CAIR terhadap Diskriminasi Muslim Amerika ... 36
BAB III. DISKURSUS KEBIJAKAN ISLAMOPHOBIA DI AMERIKA SERIKAT ... 41
A.Perkembangan Islamophobia di Amerika Serikat ... 41
1. Sejarah Pemikiran Islamophobia ... 41
2. Isu Islamophobia di Era Kontemporer ... 43
B.Kebijakan Islamophobia di Amerika Serikat ... 46
1. Kebijakan Global War on Terror ... 46
2. Undang-Undang Anti Syariah ... 49
3. Kebijakan Patriot Act ... 51
4. Kebijakan Controlled Application Review and Resolution Policy (CARRP) ... 53
5. Program Registrasi Imigran dari Negara Muslim (NSEERS) ... 55
xi
A. Advokasi CAIR dalam Membentuk Citra Baik Islam ... 60
B. Asas Mempertahankan Hak Muslim Amerika oleh CAIR ... 72
BAB V. KESIMPULAN ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 80
A.Kepustakaan ... 81
B.Situs Internet ... 83
LAMPIRAN ... 85
A.Islamophobia and Its Impact in the United States ... 85
B.American Muslim Voters ... 86
C.CAIR: Civic Participation Book ... 87
D.The Status of Muslim Civil Rights in the United States 2009 ... 88
E.Written Statement of the CAIR on Drone Wars ... 89
F. CAIR Chicago: Hajj Travel Guide ... 90
G.Islamophobia in America ... 91
H.Islamophobia Pocket Guide ... 92
I. Legislative Fact Sheet ... 93
J. Written Statement of the CAIR on Protecting the Civil Rights ... 94
K.What They Say About CAIR ... 95
xii
Bagan 1.1 Cara Sosialisasi Islam oleh CAIR ... 2
Bagan 1.2 Tipologi NGO ... 12
Bagan 1.3 Proses Advokasi ... 16
Bagan 1.4 Sifat Penelitian ... 19
Bagan 1.5 Unit Analisis ... 21
xiii
xiv
Tabel 1.1 Tingkatan NGO ... 11
Tabel 2.1 Periodesasi Gelombang Imigran Muslim ke Amerika ... 26
Tabel 3.1 Kategorisasi Jaringan Islamophobia ... 45
Tabel 4.1 Indikator Citra Negatif Islam ... 60
Tabel 4.2 Indikator Citra Positif Islam ... 63
Tabel 4.3 Pengemasan Citra Islam ... 65
Tabel 4.4 Indikator Mempertahankan Hak Muslim Amerika ... 72
xv
This research will describe the advocacy of the Council on American-Islamic Relations (CAIR) in handling the Islamophobia issues in the United States by content
analysis. CAIR is a non-governmental, non-profit, grassroots civil rights and advocacy organization. It is the largest Muslim civil liberties organization in the U.S.
which concerns in Islamophobia issue. They work through media relations, lobbying, education and advocacy to make sure a Muslim voice is represented. All of texts that will be analyzed are derived from the advocacy documents of CAIR. It is known 11
documents of CAIR from 2001-2016 in the official website of CAIR which have been chosen that will be analyzed in this research. Data analysis was performed with a content analysis that focused on specific messages that represent in diction of CAIR’s
advocacy documents.
xv
This research will describe the advocacy of the Council on American-Islamic Relations (CAIR) in handling the Islamophobia issues in the United States by content analysis. CAIR is a non-governmental, non-profit, grassroots civil rights
and advocacy organization. It is the largest Muslim civil liberties organization in the U.S. which concerns in Islamophobia issue. They work through media
relations, lobbying, education and advocacy to make sure a Muslim voice is represented. All of texts that will be analyzed are derived from the advocacy documents of CAIR. It is known 11 documents of CAIR from 2001-2016 in the
official website of CAIR which have been chosen that will be analyzed in this research. Data analysis was performed with a content analysis that focused on specific messages that represent in diction of CAIR’s advocacy documents.
Keywords: Advocacy, Advocacy Organization, CAIR, Content Analysis,
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Amerika Serikat merupakan negara multienis yang terkenal dengan kata
pluralisme sebagai semboyannya.1 Mengingat, penduduk Amerika Serikat kini
memang sebagian besar merupakan migrasi dari wilayah Eropa. Seiring
berjalannya waktu dan berbagai peluang yang menjanjikan, penduduk Amerika
Serikat pun semakin beragam yang bermigrasi
dari belahan dunia.
Berdasarkan data tahun 2014 persentase
ras di Amerika Serikat masih didominasi ras
kulit putih yakni sebesar 77.4%.2 Sedangkan
persentase agama menunjukkan fakta bahwa
agama Islam masih menjadi kaum minoritas
dengan persentase 1%. Dengan status
minoritas tersebut, menjadi hal yang wajar jika
kaum Muslim Amerika mendirikan
organisasi-organisasi yang menyangkut kepentingan mereka
sebagai kaum Muslim sekaligus warga Amerika. Diketahui organisasi Muslim di
Amerika Serikat terdapat kurang lebih 70 organisasi Muslim3 yang bergerak
1
Lawrence Auster (1991), America: Multiethnic, Not Multicultural dalam Academic Questions Fall 1991, Vol. 4 Issue 4, hal. 72
2
Pew Research Center (2015), America’s Changing Religious Landscape, diakses dalam
www.pewforum.org/2015/05/12/americas-changing-religious-landscape/ pada 10 Mei 2016 pukul 11.35 WIB
3
Lihat selengkapnya pada hal. 97
2
dalam bidang yang berbeda-beda. Keragaman dalam bidang tersebut diharapkan
mampu mencakup semua lini yang ada.
The Council on American-Islamic Relations atau yang biasa disingkat sebagai CAIR merupakan salah satu organisasi Muslim terbesar di Amerika Serikat yang
menyangkut hak-hak sipil. CAIR juga termasuk ke dalam kelompok advokasi.
Sejak berdiri tahun 1994, organisasi ini bekerja untuk membela Muslim Amerika
yang mengalami perilaku diskriminatif serta
bekerja untuk mensosialisasikan gambaran
mengenai Islam dan Muslim di Amerika. Hal ini
dilakukan melalui 4 cara yang mereka tekankan.
Lihat Bagan 1.1. Dalam perspektif ini, CAIR
memberikan wadah bagi komunitas Muslim
Amerika dan mendorong partisipasi mereka dalam aktivitas sosial dan politik.4
Markas organisasi non-profit yang berbasis akar rumput ini berlokasi di Capitol
Hill, Washington DC. CAIR juga tersebar di beberapa negara bagian Amerika
Serikat serta Kanada.5
Advokasi merupakan bentuk mengemukakan pendapat dan suara serta
menunjukkan isu penting apa yang sedang menjadi perhatian oleh suatu
kelompok. Advokasi yang dilakukan CAIR menyinggung mengenai pembelaan
Muslim Amerika di publik melalui media hingga pembelaan secara hukum ke
tingkat pengadilan dan pemerintah. Dalam melakukan visi dan misinya, CAIR
sebagai kelompok advokasi menampung keluhan Muslim Amerika yang
mengalami diskriminasi individual. Akan tetapi, keluhan tersebut harus memenuhi
4
CAIR, CAIR Vision and Mission, diakses dalam http://www.cair.com/about-us/vision-mission-core-principles.htmlpada 05 Mei 2016 pukul 08.14 WIB
3
syarat yang diajukan oleh CAIR apakah tindakan yang dialami termasuk tindakan
yang mampu dilaporkan selanjutnya atau tidak. Kemudian laporan tersebut
diproses oleh bagian kepengurusan hak sipil CAIR yang bernama Civil Rights
Department. Tahap selanjutnya ialah mencari solusi melalui mediasi, negosiasi,
public pressure, dan jika dibutuhkan dengan tindakan legal lainnya. Di samping adanya Civil Rights Department, CAIR juga memiliki Government Affairs yang juga merupakan bagian dari upaya advokasi ke tingkat pemerintah. CAIR juga
melakukan upaya preventif dengan cara mempublikasikan buku panduan “Know
Your Rights and Responbilities”.
Diketahui CAIR kerap menulis dokumen advokasi, baik itu berupa dokumen
online, pamflet, selembaran, buku panduan, tulisan website dan lain sebagainya.
Dokumen-dokumen tersebut merupakan bagian dari perwujudan upaya advokasi
organisasi CAIR dalam memberikan solusi, anjuran serta meluruskan pandangan
negatif mengenai Islam dan Muslim. Dari dokumen tersebut, beberapa di
antaranya akan menjadi bahan untuk dilakukan analisis isi dalam karya ilmiah ini.
CAIR sebagai kelompok yang menaungi masyarakat Muslim Amerika
merepresentasikan dirinya sebagai kelompok yang terbuka terhadap publik
sebagaimana yang mereka klaimkan. Berdirinya organisasi ini ternyata tidak
berjalan mulus dan justru kemudian memunculkan stigma negatif dari kalangan
aktivis Islamophobia ataupun kalangan Muslim sendiri yang berbeda haluan. Ada
yang mengatakan bahwa walaupun penampilan CAIR itu menunjukkan sisi
ideologi yang bersifat keseragaman dan moderat, tetapi karakteristik konservatif
dan ekstrimisnya sangat kuat sekali dengan pandangan fundamentalis Islamnya.6
6
4
Namun demikian, di sisi lain CAIR justru mendapat sambutan positif dari
kalangan Muslim Amerika. Bukan hanya dari kalangan Muslim, sambutan positif
dari mantan gubernur Pennsylvania pada April 2007, Ed Rendell, yang
mengungkapkan bahwa
“As Governor and on behalf of all Pennsylvanians, I thank everyone involved with CAIR-PA7 for your commitment to serving the needs of our commonwealth’s Muslim community and building a stronger, more united Pennsylvania.”8
(Sebagai gubernur dan mewakili warga Pennsylvania, saya berterima kasih kepada semuanya yang telah turut serta dengan CAIR-PA atas komitmen kalian dalam melayani kebutuhan komunitas Muslim kita serta menciptakan hubungan yang lebih kuat dan lebih menyatukan bagi Pennsylvania)
Dengan hadirnya dua tanggapan yang bertolak belakang terhadap organisasi
CAIR ini, tak dipungkiri sebagai suatu hal yang lumrah terjadi dalam suatu
organisasi yang memiliki kepentingan dalam pencapaiannya.
Pada dekade ini isu Islamophobia kian merebak di dunia internasional.
Termasuk di negara Amerika Serikat yang menunjukkan signifikansi peningkatan
terhadap fenomena Islamophobia. Serangan pengeboman gedung World Trade
Center dan Pentagon 9/11 oleh al-Qaeda di Washington menjadi awal bagi isu Islamophobia untuk semakin disuarakan di isu perpolitikan internasional, terlebih
di domestik Amerika Serikat. Peristiwa pun berlanjut dengan berbagai
penyerangan yang diklaim ISIL sebagai pihak yang bertanggung jawab di
dalamnya seperti penyerangan di California, Kentucky, Massachussets,
Minnesota, New Jersey, New York, Ohio dan lainnya.9
7
CAIR-PA merupakan CAIR cabang Pennsylvania 8
CAIR (2014), What They Say About CAIR, Washington D.C. 9
5
Mengulas sedikit lebih dalam, Islamophobia merupakan ketakutan atau rasa
ketidaksukaan hingga kebencian yang terkadang memunculkan perlakuan negatif
atau perlakuan yang bersifat diskriminatif secara langsung ke Islam ataupun
Muslim. Sehingga yang patut digarisbawahi pada Islamophobia disini ialah
berbentuk perlakuan negatif yang merenggut hak-hak dasar individu.10
Islamophobia di Amerika Serikat sudah merambah ke ranah isu politik, bukan
lagi isu yang hanya sekedar di kalangan masyarakat. Ini ditandai dengan
pernyataan kontroversial yang dikemukakan oleh salah satu kandidat calon
Presiden Amerika Serikat dari partai Republik, Donald Trump11, yang dalam
kampanyenya pada Desember 2015. Ia melarang Muslim untuk datang ke
Amerika Serikat. 12 Dari warga Amerika sendiri, cukup banyak yang bersikap
kontra terhadap pernyataan tersebut. Mereka menganggap bahwa pernyataan
tersebut bertentangan dengan prinsip dasar negara Amerika yakni demokrasi.
Karena pada hakikatnya negara Amerika menerima segala etnis, agama, dan suku
bangsa. Namun tidak sedikit pula yang mendukung pernyataan Trump ini,
dikarenakan adanya ketakutan akan Islam yang juga memang semakin meningkat
disana pasca berbagai serangan yang terjadi pada 2 tahun terakhir ini seperti di
negara bagian Amerika, serangan bom Eropa contohnya di Paris, Brussel dan
lainnya.
03/23/islamophobia-us-cities-face-anti-muslim-backlash/82180536/ pada 07 Mei 2016 pukul 06.56 WIB
10
Erik Bleich (2012), Defining and Researching Islamophobia dalam Review of Middle East Studies, MESA, hal. 180
11
Berdasarkan pemungutan suara, Donald Trump menjadi Presiden terpilih pada November 2016 12
6
Tak bisa dielakkan munculnya isu ini menjadikan kaum Muslimin sebagai
obyek dari kebencian tersebut. Bentuk kebencian tersebut termanifestasi dalam
bentuk perlakuan negatif seperti disangka sebagai teroris, bahkan diganggu,
dilecehkan, didiskriminasi, hingga penyerangan. Salah satu contoh kasus yang
baru-baru ini terjadi ialah tujuh wanita Muslimah diusir dari sebuah Urth Caffe di
Pantai Laguna, Barat Hollywood karena mereka memakai kerudung di kepalanya
pada Maret 2016.13 Peristiwa tersebut merupakan segelintir kasus diskriminasi
yang diterima kaum Muslim Amerika pasca meningkatnya isu Islamophobia di
negara adidaya tersebut.
Berbagai aktivitas negatif yang mengatasnamakan Islam seperti pengeboman
dan penyerangan yang dilakukan kelompok-kelompok teroris membuat citra Islam
ternodai di kalangan non-Muslim, termasuk di Amerika. Maka dari itu,
munculnya kebencian terhadap Islam dan Muslim ini atau yang disebut sebagai
Islamophobia. Dan ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Muslim agar bisa
bertahan di Amerika. Setidaknya, munculnya kelompok atau komunitas yang
menyatukan Muslim Amerika dapat menjadi tempat bernaung mereka dalam
berbagi keluh kesah, pengalaman suka-duka dalam menjalankan syari’at Islam di
negara yang tingkat isu Islamophobia-nya tinggi. Alih-alih jika mereka dapat
menyuarakan hak-hak mereka dari penindasan aktivitas Islamophobia. Tentunya
hal ini justru menjadi langkah yang lebih maju lagi dalam mempertahankan
eksistensi mereka.
13
7
Dengan berbagai peristiwa yang terjadi, kaum Muslim berusaha untuk
melindungi hak-hak dasar mereka agar bisa tetap tinggal di Amerika dengan
normal tanpa adanya intimidasi ataupun diskriminasi. Identitas mereka sebagai
umat Muslim sekaligus warga negara Amerika yang legal memang sepatutnya
diperjuangkan. Peran organisasi Muslim Amerika –salah satunya the Council on
American-Islamic Relations (CAIR)- sangat dibutuhkan dalam permasalahan yang timbul dari perkembangan isu Islamophobia di Amerika Serikat pada dewasa ini.
B. Tujuan Penelitian
Dalam penulisan tugas akhir atau skripsi ini, terdapat beberapa tujuan yang
penulis canangkan yaitu:
1) Menganalisis isi dokumen resmi the Council on American-Islamic
Relations (CAIR)
2) Mendeskripsikan kondisi kaum Muslimin dan perkembangan
Islamophobia di Amerika Serikat berdasarkan dokumen CAIR
3) Mengetahui upaya-upaya advokasi yang dilakukan NGO the Council on
American-Islamic Relations (CAIR) dalam membendung fenomena Islamophobia di Amerika Serikat
4) Menerapkan konsepsi yang telah dipelajari mengenai non-governmental
organization, advokasi, Islamophobia, dekonstruksi, serta yang berkaitan dengan politik Amerika Serikat
5) Sebagai skripsi atau tugas akhir dalam menempuh Strata 1 (S1) Ilmu
8
C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian ini yaitu:
1) Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu menerapkan berbagai konsep dan teori yang telah
dipelajari selama perkuliahan berlangsung di jurusan Ilmu Hubungan
Internasional. Kemudian dihubungkan dengan studi kasus yang terjadi
sehingga memunculkan benang merah di dalamnya. Selain itu, agar
mahasiswa memahami politik domestik Amerika Serikat dan bagaimana
penyaluran hak-hak suara masyarakat melalui NGO nasional. Diharapkan juga
mampu memahami politik Islam walaupun sebatas dalam kelompok yang
cakupannya lebih kecil atau dibawah negara, yakni melalui pemahaman
organisasi CAIR.
2) Bagi Masyarakat
Dengan adanya penelitian ini diharapkan masyarakat umum, khususnya
kaum Muslim, lebih menaruh perhatian terhadap isu-isu yang berkembang
yang melibatkan Islam dan kaum Muslimin di dalamnya. Isu Islamophobia
menjadi titik awal bagi kaum Muslimin untuk berjuang dalam
mempertahankan eksistensi agamanya dan berusaha untuk tetap bermuamalah
dengan kaum non-Muslim sesuai porsinya. Selain itu juga, diharapkan melalui
penelitian ini dapat menggambarkan bahwa Muslim bukan lah suatu ancaman
bagi negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Sehingga terwujud lah
hubungan yang baik antar negara, antar suku bangsa, antar ras dan antar
agama. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan bagi Muslim yang memiliki
9
3) Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (NGO)
Organisasi CAIR kemudian diharapkan mampu menginspirasi atau
setidaknya dapat diambil pelajaran, entah itu kelebihan ataupun
kekurangannya, dalam pelaksanaan dan manajemen organisasinya dalam
menyalurkan kepentingan-kepentingan terhadap pihak yang terkait melalui
upaya advokasi.
4) Bagi Negara
Diharapkan negara Amerika Serikat atau negara yang memiliki kasus
serupa, semakin menaruh perhatian terhadap hak-hak warga negaranya dan
tidak memandang sebelah mata masalah sosial yang terjadi sehingga
kemudian merambah ke ranah politik. Khususnya bagi negara di dunia Islam,
kasus ini menjadi pengingat bahwa isu Islamophobia juga patut diperhatikan agar tidak semakin menjalar ke negara lain. Mengingat kasus ini terjadi di
Amerika Serikat, negara yang memiliki bargaining position yang terpandang di kancah intenasional. Sehingga diharapkan sebab-akibat yang terjadi dari isu
Islamophobia ini bisa ditekan dan tidak menjadi efek domino bagi negara lain.
D. Pokok Permasalahan
Dari fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka dapat
dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
“Bagaimana upaya advokasi yang dilakukan organisasi the Council on
American-Islamic Relations (CAIR) dalam menangani isu Islamophobia di
10
E. Konsep Pemikiran
Mengingat penelitian ini bersifat deskriptif, maka konsep dirasa cukup untuk
menjadi alat dalam menjawab rumusan masalah diatas. Maka akan digunakan satu
konsep yaitu konsep non-governmental organization yang tergolong ke dalam NGO yang berbasis advokasi.
Non-Governmental Organization
Non-Govermental Organization adalah organisasi yang bersifat privat dan
non-profit (tidak ada keuntungan materiil) yang terlibat dalam aktivitas internasional. Mereka memiliki orientasi pada satu isu ataupun bisa saja dengan
berbagai orientasi isu. Mereka pun juga dapat menekan pemerintah dan
organisasi-organisasi internasional lainnya dengan secara langsung dan tidak
langsung dengan teknik lobi.14 NGO atau yang dikenal dengan LSM juga
menggagas ide-ide, menyediakan informasi, dan mempengaruhi (lobbying) untuk mengadakan sebuah perubahan kebijakan.
Istilah NGO sendiri tidak beredar secara umum sebelum dibentuknya
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tetapi NGO baru menjadi populer sejak 1970-an
hingga sekarang. Sangat jelas sekali, NGO haruslah berdiri secara independen dari
berbagai campur tangan langsung pemerintah. NGO juga bukan bagian dari
birokrasi pemerintah, partai, perusahaan, organisasi kriminal atau kelompok
gerilya. Menurut Professor Peter Willets,
“NGO is defined as an independent voluntary association of people acting together on a continuous basis, for some common purpose, other than achieving government office, making money or illegal activities.”15
(NGO didefinisikan sebagai asosiasi sukarela yang independen yang terdiri dari orang-orang bekerja bersama-sama pada
14
Kelly-Kate S. Pease (2010), International Organizations Perspective on Governance in the Twenty-First Century, New York: Pearson Education
15
11
landasan yang berkelanjutan, untuk beberapa tujuan yang sama, dan bukan seperti pencapaian pemerintah, ataupun yang menghasilkan uang atau aktvitas ilegal)
NGO pada perkembangannya memiliki definisi yang berbeda. Dahulunya
studi NGO masih membahas NGO yang ada dalam tubuh PBB. Namun seiring
berjalannya waktu, pertumbuhan NGO semakin besar dan semakin memunculkan
arti lain di dalamnya. Sehingga secara struktur, NGO diklasifikasikan ke dalam
lima level, sebagai berikut:
Tabel 1.1 Tingkatan NGO
Sumber: Peter Willets dalam What is a Non-Governmental Organization?
Dikarenakan organisasi CAIR tergolong NGO skala nasional, maka akan
dibahas lebih lanjut mengenai NGO nasional. NGO di tingkat ini terdiri dari
individu-individu yang bekerja sama dalam kelompok lokal yang berkoordinasi
dengan cabang lainnya di daerah lain dan kemudian memiliki markas utama di
ibukota pada negara tersebut. NGO nasional juga ikut serta dalam perkembangan
transnasional dan aktivitas kemanusiaan, dan terkadang juga ikut serta dalam
diplomasi internasional. Saat NGO nasional hendak bergabung untuk
mempengaruhi politik pada skala global, mereka dapat melakukannya melalui
INGO.
Level of
Organization From 1945 to Early 1990s Early 1990s Onwards
Local National NGO, at the UN
National National NGO, at the UN NGO, outside the UN
NGO or national NGO or civil society organization
Regional International NGO NGO or civil society organization
12
Ada beberapa kemungkinan untuk mengklasifikasi NGO, sebagaimana
yang dilakukan oleh Peter Willets yang mengatakan ada 2 jenis aktivitas NGO
yakni NGO berbasis operasional dan NGO berbasis kampanye.16 Hal ini hampir
serupa dengan 2 tipologi aktivitas NGO yang digunakan oleh World Bank, yakni
sebagai berikut:17
Bagan 1.2 Tipologi NGO
Menurut Andrews dan Edward dalam Advocacy Organization in the U.S
Political Process, NGO yang berbasis advokasi didefinisikan sebagai
“Advocacy organizations make public interest claims either promoting or resisting social change that, if implemented, would conflict with the social, cultural, political, or economic interests or values of other constituencies and groups” 18
(Organisasi yang berbasis advokasi membuat tuntutan kepentingan publik dibandingkan melakukan promosi atau melawan perubahan sosial yang jika diimplementasikan akan membuat konflik pada kepentingan di ranah sosial, budaya, politik maupun ekonomi atau nilai-nilai lainnya dari para pemilih dan para kelompok)
NGO semakin menunjukkan keterlibatannya dalam advokasi untuk
perubahan di sistem lokal, nasional maupun internasional yang
mendiskriminasikan dan menekan orang-orang serta mencegah mereka dalam
mencapai pembangunan yang maksimal. Pada aktivitas advokasi oleh NGO
16
Ibid., hal. 9 17
Concepts and Functions of NGO, Rai Technology University, hal. 27 18
Sara E. Kimberlin, Advocacy by Nonprofits: Roles and Practices of Core Advocacy Organizations and Direct Service Agencies, California: Taylor and Francis Grroup, hal. 165
NGO berbasis operasional NGO berbasis advokasi
Tujuannya adalah merancang dan melaksanakan proyek-proyek yang berkaitan dengan pembangunan dan pertolongan
13
biasanya memfokuskan pada aktivitas lobi melawan pelanggaran hak asasi
manusia atau bekerja sama dengan komunitas untuk meminimalisasi diskriminasi
gender.19
Dalam menekankan NGO berbasis advokasi, maka juga perlu diketahui di
dalamnya terdapat perbedaan dalam aktivitas melakukan advokasi dan lobi yang
terkadang disalahartikan karena dianggap mempunyai tujuan sama padahal
hakikatnya berbeda. Advokasi menekankan proses agar suara atau
kepentingan-kepentingan kelompok advokasi bisa didengar terhadap isu-isu yang akan
berdampak pada kehidupan mereka dan kehidupan orang lain di tingkat lokal,
negara dan nasional. Adapun lobi cenderung menekankan aktivitas langsung
untuk mendukung atau melawan undang-undang yang spesifik.
Beberapa NGO bisa melakukan lobi, namun terkadang ada beberapa
peraturan ketat yang tidak memungkinkan melakukan lobi akibat anggaran
pengeluaran masing-masing NGO. Dengan contoh yang aplikatif, advokasi hanya
memberitahukan kepada anggota Kongres mengenai dampak sebuah kebijakan
kepada para pemilih. Disisi lain, lobi langsung meminta anggota Kongres untuk
memberikan suara untuk melawan atau mengembangkan, atau memperkenalkan
sebuah pembuatan perundang-undangan.20
Kata to advocate yang dapat berarti ‘membela’ (pembelaan kasus di
pengadilan –to defend), atau ‘mengemukakan’ (to promote) atau berarti
melakukan ‘perubahan’ secara terorganisir dan sistematis (to change). Tujuan
19
Linda Kelly (2002), International Advocacy: Measuring Performance and Effectiveness,
Australia: Wollongong Australia, hal. 2 20
14
utama dari advokasi adalah terjadinya perubahan kebijakan publik.21 Berikut
manifestasi tanggung jawab politik NGO yang berbasis advokasi pada 7 bagian:
pemisahan arena politik; pengaturan agenda dan membangun strategi; menaikkan
dan mengalokasi sumber finansial; pemberian informasi; frekuensi dan format
informasi; penerjemahan informasi ke dalam bentuk-bentuk yang berguna; dan
formalitas hubungan.22
Adapun aktor utama dalam jejaring advokasi meliputi NGO domestik
maupun internasional, organisasi riset dan advokasi; gerakan sosial lokal;
yayasan; media; tempat ibadah, serikat dagang, organisasi konsumen, ilmuwan;
bagian dari NGO regional dan internasional; bagian dari eksekutif dan cabang
parlemen pemerintahan. Tidak semua aktor tersebut dapat merepresentasikan
jejaring advokasi. Namun NGO domestik dan internasional memainkan peran
utama dalam jejaring advokasi, yang biasanya memprakarsai berbagai tindakan
dan yang mampu menekan beberapa aktor untuk mendapatkan posisi yang hendak
dituju. 23
Peran NGO advokasi sangat penting untuk membuat opini publik guna
mendapatkan perhatian publik dan dukungan massa. Salah satu cara mereka ialah
memobilisasi informasi. Mereka juga dapat melakukan dekonstruksi pandangan.
Dekonstruksi pandangan ini akan lebih lanjut dibahas pada strategi advokasi
bagian pengemasan isu. Namun, alangkah bijak jika mengetahui apa hakikat dari
dekonstruksi.
21
Nur Azizah, Advokasi Kuota Perempuan di Indonesia, Yogyakarta: LP3M UMY, hal. 11 22
https://www.globalpolicy.org/component/content/article/176/31355.html diakses pada 22 Desember 2016
23
15
Dekonstruksi menunjukkan bahwa pemikiran yang ada saat ini terpengaruh
oleh pemikiran yang sudah ada sebelumnya. Dekonstruksi pada implementasinya
ialah mengubah pola pikir yang sudah ada dan yang sudah menjadi bagian dari
lingkungan tersebut, tetapi dimunculkan pemikiran baru ke dalamnya. Dalam
penggunaannya, dekonstruksi acapkali berkonotasi negatif karena dekonstrusi
sama dengan halnya mengambil atau membuang sesuatu yang telah ada.
Dekonstruksi menurut Derrida, sebagaimana yang diulas oleh Christopher
Norris dalam Deconstruction, adalah menemukan makna yang tersembunyi, kemudian melihat apa yang ada di dalam selubung tersebut dan dilihat dengan
cara terpisah. Dan selanjutnya membuang semua relasi yang ada antara kata dan
konsep. Cara ini menurut Derrida ampuh untuk menghapus prasangka. 24 Menurut
Christopher Norris, secara sederhana dekonstruksi adalah
“Criticism of received ideas, or (a slight improvement) thinking that systematically challenges consensus values from a sceptical, dissenting or oppositional standpoint”.25
(kecaman dari penerimaan gagasan, atau pandangan yang secara sistematis menantang nilai yang disepakati dari kecurigaan, ketidaksepakatan, atau berlawanan)
Dalam menjalankan strategi advokasi yang efektif, advokasi dapat
dilakukan dengan memperhatikan prosesnya, sebagaimana dalam bagan 1.3.
Awalnya persiapan dan pelaksanaan advokasi dimulai dengan memilih isu
strategis yang menjadi masalah pokok yang diperjuangkan suatu organisasi.
Selanjutnya persiapan dilakukan dengan mengumpulkan data informasi (bisa
berupa kasus) yang diolah dengan rapi. Kemudian bentuk jejaring inti yakni siapa
yang akan mengurus kegiatan advokasi tersebut dan siapa saja aliansinya.
24
E. Sumaryono (1999), Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, hal. 120 25
16
Langkah selanjutnya melakukan analisis kebijakan yang hendak diambil
dan mengemas isu strategis tersebut semenarik mungkin. Yang harus diperhatikan
pada tahapan ini ialah pesan advokasi menggunakan bahasa yang lugas dan
sampaikan dengan unik. Sehingga memudahkan dalam mempengaruhi opini
publik dan media massa. Pada tahap ini biasanya melakukan mobilisasi, seminar,
kampanye, penyampaian petisi, selembaran, penggunaan media (debat, siaran,
jajak pendapat), buletin, jumpa pers, dan lainnya. Di waktu yang bersamaan, ada
aktivitas untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana kebijakan. Pada tahap ini
bisa melakukan cara negosiasi, lobi, presentasi, petisi-resolusi, dan melancarkan
tekanan. Dengan dua tahap mempengaruhi tersebut, diharapkan dapat mengubah
kebijakan publik yang ada.26
26
Ritu R. Sharma (1999), An Introduction to Advocacy: Training Guide, Washington DC: AED hal. 52-58
Bagan 1.3 Proses Advokasi
Dikembangkan dari Ritu R. Sharma dalam An Introduction to Advocacy
17
Dalam melihat pengaruh advokasi patut dilihat pencapaian tujuan pada
tingkatan yang berbeda. Berikut tingkatan pengaruh advokasi menurut Keck dan
Sikkink:
1. membuat isu dan pengaturan agenda atau perhatian yang dituju;
2. mempengaruhi posisi negara dan organisasi regional maupun
internasional;
3. mempengaruhi prosedur-prosedur institusi;
4. mempengaruhi perubahan kebijakan ‘target actors’ yang mungkin saja
mencakup negara, organisasi internasional atau regional, ataupun aktor
privat;
5. mempengaruhi negara dalam bertindak. 27
F. Hipotesis
Dengan mengaitkan pokok permasalahan dengan konsep pemikiran, maka
dapat terlihat adanya sebuah hubungan dari keduanya. Sehingga berdasarkan
analisis isi dokumen ini memunculkan kesimpulan awal dalam advokasi yang
dilakukan the Council on American-Islamic Relations (CAIR) dalam menangani
masalah isu Islamophobia di Amerika Serikat, yaitu:
1) Dengan melakukan pembelaan yang dimulai dengan mengubah pandangan
negatif terkait Islam menjadi pandangan baru, yakni dengan nilai-nilai positif.
Hal ini lakukan agar Islam direpresentasikan sebagai agama yang damai. Cara
ini juga mencerminkan bahwa CAIR sebagai NGO yang berbasis advokasi.
27
18
2) Dengan mempertahankan hak Muslim Amerika dari bentuk diskriminasi dan
kekerasan melalui asas-asas fundamental yang dianut negara Amerika Serikat.
G. Metode Penulisan
1) Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan positivis dengan metode
kuantitatif. Analisis isi (kuantitatif) yang dipakai hanya memfokuskan pada bahan
yang tersurat saja.28 Dengan pendekatan ini penelitian melakukan proses
pengumpulan data, sesuai dengan teori yang hendak dibangun atau mendesain
treatment terhadap obyek penelitian untuk mendapatkan data. Setelah proses pengumpulan data dilakukan, data dimasukkan dalam program aplikasi.
Kemudian didapatkan hubungan variabel satu dengan yang lain dalam bentuk
hubungan pembuktian statistik dan menghasilkan hasil yang lebih obyektif.29
Menurut Klaus Krippendorf mengenai analisis isi, ia berasumsi bahwa semua
dokumen selalu dalam posisi serius dalam pembuatannya karena merupakan
bagian dari pesan yang akan dikirimkan kepada pihak lain. Sehingga tidak ada
dokumen yang dibuat tanpa sebuah pertimbangan spesifik. Pilihan kata dalam
dokumen mencerminkan situasi, posisi, kepentingan dari pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan sebuah dokumen. Asumsi Krippendorf lainnya ialah
obyektivitas analisis isi dapat dicapai jika menggunakan kategori analisis yang
diklasifikasi secara tepat. Sehingga jika parameter yang digunakan bisa sama
dalam menelaah pemahaman dokumen tersebut, maka hasilnya pun akan sama.30
28
Eriyanto (2011), Analisis Isi: Pengantar Metodologi Untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, hal. 412
29
Surwandono (2012), Statistik: Ilmu Hubungan Internasional, Yogyakarta: Jihan Press, hal. 22 30
19
Di dalam ilmu hubungan internasional itu sendiri masih terdapat perdebatan
besar antara positivis dan post-positivis. Pendekatan kualitatif pun masih
mendominasi ilmu sosial. Kendati demikian, keduanya menjadi suatu pendekatan
yang saling mengisi dan menambah penyempurnaan ilmu hubungan internasional.
Sehingga, pendekatan kuantitatif masih dianggap relevan untuk digunakan.
2) Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan content analysis berbasis kuantitatif. Sebagaimana arti dari analisis isi itu sendiri, yakni teknik penelitian untuk
mendapatkan jawaban dan kesimpulan yang valid dari teks (atau sumber yang
memiliki arti) ke konteks penggunaannya.31
Pada penelitian ini, advokasi CAIR sebagai unit analisis (variabel dependen)
dan isu Islamophobia sebagai unit ekspalanasi (variabel independen). Sehingga
tingkat analisisnya ialah tingkat kelompok individu.32 Sedangkan level analisis
berada pada level induksionis, yakni unit eksplanasi lebih tinggi dibandingkan
unit analisis.
3) Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis riset deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data-data yang
tersedia dalam obyek tersebut. Analisis isi deskriptif adalah analisis isi yang
31
Klaus Krippendorff (2004), Content Analysis: An Introduction to Its Methodology, USA: Sage Publications Inc., hal. 18
32Berdasarkan pengelompokkan tingkat analisis oleh Patrick Morgan atau Mochtar Mas’oed yang dibagi menjadi 5 kategorisasi yakni, individu; kelompok individu; negara-bangsa; kelompok negara; dan sistem internasional
Dokumen atau laporan
organisasi CAIR Menganalisis konten Diolah menjadi data kuantitatif Bagan 1.4
20
dimaksudkan untuk menggambarkan secara detail suatu pesan, atau suatu teks
tertentu.33
4) Teknik Pengumpulan Data
Menilik jenis dan sifat penelitian menunjukkan bahwa karya ilmiah ini
mengandung riset historis. Riset historis memiliki tujuan untuk mencari dan
meneliti data-data masa silam secara sistematis dan obyektif. Maka dari itu, data
yang berasal dari studi pustaka diperlukan dan menjadi modal utama dikarenakan
penelitian ini berbasis content analysis. Sehingga akan menjadi sesuai jika yang menjadi rujukan ialah data sekunder.
Data sekunder disini berupa dokumen atau laporan atau artikel yang diunggah
langsung oleh organisasi CAIR dalam website resminya yang menjadi bahan
utama dalam analisis isi. Data tambahan lainnya berupa buku, jurnal, artikel,
koran online atau lainnya yang dianggap relevan. Adapun isi dari sumber data
tambahan tersebut juga dipilih dari yang pro, netral, hingga kontra terhadap kajian
tersebut. Hal ini agar sesuai dengan cakupan studi kasus yang diteliti serta untuk
meningkatkan obyektifitas.
5) Jangkauan Penelitian
Jangkauan dari penelitian ini dibatasi pada fenomena Islamophobia yang
terjadi di Amerika Serikat saja dan tidak membahas di wilayah lain. Walaupun isu
ini masih menjadi satu konsepsi dan tujuan yang sama, tetapi isu Islamophobia di
setiap wilayah memiliki karakteristik dan tingkat permasalahan yang berbeda.
Penelitian ini memfokuskan pada peran organisasi non-profit The Council on
American-Islamic Relations (CAIR) sebagai aktor dalam menyelesaikan
33
21
permasalahan Islamophobia di Amerika Serikat dan bukan aktor lain. Mengingat
CAIR ini merupakan organisasi advokasi Muslim terbesar di Amerika Serikat.
Jangka waktu obyek dokumen yang diteliti dibatasi yakni tahun 2001 hingga
Oktober 2016. Kurun waktu sejak didirikannya CAIR tahun 1994 belum terlalu
menunjukkan signifikansi masalah isu Islamophobia. Tetapi dengan terjadinya
peristiwa September 2001 menjadi tolak ukur bertambahnya kasus diskriminasi
terhadap Muslim. Pembatasan waktu tersebut dianggap sebagai jangkauan yang
tepat untuk penelitian ini.
6) Populasi dan Sampling
Unit analisis dalam penelitian ini menggunakan unit analisis sintaksis. Unit
sintaksis adalah unit analisis yang menggunakan elemen atau bagian bahasa dari
suatu isi.34 Penelitian ini akan menghitung jumlah berapa banyak kata yang
muncul dalam dokumen CAIR. Yang mana dengan asumsi frekuensi suatu kata
memberikan suatu informasi tertentu.
Populasi dari penelitian ini terdiri dari seluruh dokumen resmi The Council on
American-Islamic Relations. Yang kemudian ditarik sampel berdasarkan periode yang ditentukan penulis. Penarikan sampel tidak acak (non-probability sampling)
22
dengan sampel kuota (quota sampling) sebagai batasannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi subyektifitas penulis.
Bagan 1.6 Proses Penarikan Sampel
7) Cara Analisis dan Interpretasi Data
Dengan telah ditentukannya obyek penelitian, data dokumen akan diteliti
dengan alat yang dinamakan lembar coding (coding sheet). Lalu diolah dan
disajikan dengan menggunakan tabel frekuensi, grafik, diagram atau lain
sebagainya. Penyajian tersebut disesuaikan berdasarkan penyajian mana yang
dianggap relevan agar mudah dibaca dan dipahami. POPULASI SASARAN
(Target Population)
KERANGKA SAMPEL (Sampling Frame)
Dokumen resmi CAIR
Daftar dokumen CAIR kurun 2001- Oktober 2016
SAMPEL 11 Dokumen CAIR
Kategorisasi dokumen:
About CAIR (2 dokumen dan 6 artikel)
Government Affairs (4 dokumen dan 7 artikel)
Election Center (1 dokumen dan 5 artikel)
CAIR Testimony and Other Documents (19 dokumen dan 3 artikel)
Issues and Legislation (12 dokumen dan 9 artikel)
Publications (3 dokumen dan 2 artikel)
Guides to Muslim Religious Practices (9 dokumen dan 3 artikel)
Travel Guide (8 dokumen)
Your Rights (4 artikel)
23
Penelitian ini akan dikombinasikan dengan penjabaran dan penggambaran
yang sesuai dengan hasil olahan data kuantitatif sebagai faktor pendukung.
Beberapa representasi data kuantitatif tidak bisa dipahami hanya dengan melihat
data saja.35
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini secara sistematis berdasarkan kaidah yang berlaku dalam
penulisan ilmiah dibagi dalam beberapa bab dengan pembagian pembahasan
dalam wilayahnya sendiri namun tetapi saling terkait satu sama lain. Dengan
tujuan mempermudah dalam melakukan interpretasi terhadap topik persoalan,
maka skripsi ini dibagi menjadi lima bagian yang terdiri dari:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, pokok permasalahan, konsep
pemikiran, hipotesis, metode penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II DINAMIKA CAIR DALAM MENGARTIKULASIKAN
ADVOKASI MUSLIM AMERIKA
Berisi mengenai deskripsi dan pengukuran profil organisasi the
Council on American-Islamic Relations (CAIR) dimulai dari sejarah berdirinya, strategi yang digunakan dan sasaran advokasinya.
Ditambah dengan pemaparan mengenai isi dari unit-unit dokumen
yang dijadikan obyek penelitian ini
35
24
BAB III DISKURSUS KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERKAIT
ISLAMOPHOBIA
Berisi penjabaran perkembangan Islamophobia Amerika Serikat
yang meliputi sejarah perkembangan pemikiran Islamophobia dan
isu tersebut di era kontemporer. Poin utama bab ini ialah kebijakan
Islamophobia yang dikeluarkan pemerintah. Serta pemaparan
urgensi menghadapi isu Islamophobia.
BAB IV ANALISIS ISI: ADVOKASI ORGANISASI CAIR DALAM
MENANGANI MASALAH ISU ISLAMOPHOBIA
Berisi pengukuran advokasi CAIR dalam menangani isu
Islamophobia di Amerika Serikat yang berdasarkan kuantifikasi
lembar coding yang merujuk beberapa elemen tahapan advokasi.
Kemudian data tersebut diinterpretasi dengan deskripsi
BAB V KESIMPULAN
Berisi mengenai pemaparan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya
sebagai bentuk penegasan atas penelitian ini dan juga beberapa
25
DINAMIKA CAIR DALAM MENGARTIKULASIKAN
ADVOKASI MUSLIM DI AMERIKA SERIKAT
Bab ini akan menjelaskan mengenai keragaman Muslim Amerika yang dimulai
dari sejarah masuknya Islam ke Amerika serta posisi mereka di publik. Dilanjutkan
dengan profil organisasi the Council on American-Islamic Relations yang meliputi sejak kapan dan apa alasan yang melatarbelakangi dibentuknya CAIR hingga regulasi
pendanaan. Kemudian penguraian mengenai CAIR sebagai kelompok advokasi, yang meliputi program yang dilaksanakan. Mengingat penelitian ini berbasis analisis isi,
akan dipaparkan unit dokumen CAIR yang merupakan pengejawantahan respon
CAIR dalam menanggapi isu yang terkait dengan Muslim Amerika.
A. Keragaman Muslim Amerika
Amerika Serikat merupakan negara yang didirikan berasaskan perbedaan.
Keragaman inilah yang menjadi asas para founding fathers mendirikan negara
Amerika, salah satunya kaum Muslim. Muslim juga menjadi bagian dari Amerika,
meskipun migrasi Muslim baru terjadi di akhir abad 19.
Hubungan Amerika Serikat dengan Muslim tercipta sejak awal didirikannya
negara Amerika pada tahun 1776. Negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan
Amerika ialah Maroko. Dilanjutkan dengan hubungan George Washington dengan
Sultan Alawi Muhammad pada tahun 1778 dalam perjanjian persahabatan
diplomatik.1
1
26
Suriah, dan Turki. Imigran tersebut kebanyakan menempati wilayah perkotaan seperti
New York, Chicago dan Detroit. Dalam buku Alixa Naff yang berjudul Becoming
American: The Early Arab Immigrant Experience, ia mengkutip dari sumber koran 1967 yang mengatakan bahwa sekitar tahun 1902 para pelopor Muslim yang
bermigrasi ke Dakota Utara menjadi pedagang. Sementara itu, di pesisir Pasifik Utara
Amerika, para imigran dari Asia Selatan yang terdiri dari Hindu dan Muslim datang
melalui Kanada. Mayoritas pendatang ini bekerja di bidang pertanian.2 Berikut
periodesasi gelombang datangnya imigran Muslim ke Amerika menurut Yvonne
Haddad dan Adair Lummis:3
Gelombang Periode Tahun Imigrasi
1 Tahun 1875-1912 Imigran yang belum terdidik, dari pedesaan, pemuda Arab dari Lebanon dan Suriah
2 Tahun 1918-1922 Kerabat dari imigran pada gelombang pertama dan ada beberapa yang datang dari wilayah perkotaan
3 Tahun 1930-1938 Masih kerabat imigran gelombang sebelumnya
4 Tahun 1947-1960
Muslim yang datang bukan hanya dari Timur Tengah, melainkan Asia Selatan, USSR, dan Eropa Timur. Imigran elit perkotaan datang untuk menempuh pendidikan dan peluang hidup yang lebih baik, beberapa diantaranya ada juga pengungsi
5 Tahun 1967
Imigran yang sudah terdidik dan professional dalam merespon U.S Immigration and Naturalization Act of 1965
Tabel 2.1 Dikembangkan dari Karen Isaksen Leonard dalam Muslim in the United States
2
Bureau of International Information Programs (2014), American Muslim, Washington DC: Embassy of United States of America, hal. 19
3
Karen Isaksen Leonard (2003), “The Development of Ethno-Racial Muslim Communities in the
27
melarang para imigran datang. Namun kebijakan tersebut kemudian dicabut pada
tahun 1965.4 Dengan dicabutnya kebijakan tersebut, semakin banyak para imigran
Muslim datang. Kedatangan mereka harus disertai syarat bahwa mereka datang atas
persetujuan keluarga mereka yang sudah menetap di Amerika Serikat. Persyaratan
lainnya ialah dibolehkannya bermigrasi ke Amerika jika sudah memiliki skill yang memadai. Mayoritas Muslim Amerika sudah mengenyam pendidikan yang cukup
baik dan terdidik (well-educated). Dengan kondisi yang demikian membuat Muslim Amerika juga memiliki posisi yang baik di ranah publik. Hal ini berbeda jika
dibandingkan dengan Muslim Eropa yang kebanyakan masih di bawah rata-rata
sehingga dimarginalisasikan. Disebabkan Muslim Eropa kebanyakan pindah
baru-baru ini untuk sekedar mencari tempat tinggal yang aman dan untuk terbebas dari
konflik di negaranya.
Jumlah populasi Muslim Amerika pada tahun 2015 mencapai 3,3 juta yang
tepatnya 1% dari jumlah penduduk 322 juta orang. Meskipun jumlah ini belum pasti
dikarenakan estimasi populasi warga Amerika berdasarkan agama sulit dilakukan.
Mengingat adanya larangan dalam regulasi demografi Amerika untuk menanyakan
keyakinan apa yang dianut.5
Muslim Amerika tidaklah homogen. Posisi mereka di publik pun beragam. Ada
yang menjadi dokter, polisi, seniman, atlet, insinyur, penulis, dan masih banyak lagi.
Terlihat bahwa Muslim Amerika memang menempati berbagai bidang. Salah satu
4
Ibid., hal. 20 5
28
Oprah Winfrey Show.
Status Muslim Amerika bisa dikatakan perannya cukup memberikan konstribusi
di ranah publik. Sehingga mereka sudah menjadi bagian dari Amerika yang tidak
terpisahkan. Dan itu membuat kekuatan Muslim masih bisa diperhitungkan dengan
keaktifan maupun kehadiran komunitas Muslim Amerika di tengah masyarakat.
B. Profil The Council on American-Islamic Relations (CAIR)
The Council on American-Islamic Relations atau yang biasa disingkat dengan CAIR didirikan pada Juni 1994 di Washington DC. CAIR digolongkan sebagai
lembaga swadaya masyarakat (NGO), organisasi berbasis akar rumput, organisasi
non-profit dan juga sebagai kelompok advokasi. Organisasi ini didirikan oleh tiga orang yakni Omar Ahmad, Nihad Awad6, dan Rafeeq Jaber. Sebelum mendirikan
CAIR, mereka merupakan anggota dari Islamic Association for Palestine (IAP). Sejak didirikan, CAIR berupaya untuk menghadapi tantangan terhadap Islam
maupun Muslim di Amerika Serikat. Mereka pun melihat adanya urgensi untuk
membentuk sebuah komunitas Muslim Amerika mengingat populasi Muslim
Amerika tidak begitu banyak. Dengan didirikannya CAIR diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi Muslim Amerika dalam aktivitas sosial dan politik.
CAIR dalam visi dan misinya bukan hanya menyebutkan mengenai pembelaan
terhadap Muslim Amerika. Namun juga berupaya untuk menjunjung tinggi
kebebasan dalam memeluk agama. Hal tersebut merupakan bagian dari keadilan serta
6
29
”CAIR's vision is to be a leading advocate for justice and mutual understanding. CAIR's mission is to enhance understanding of Islam, encourage dialogue, protect civil liberties, empower American Muslims, and build coalitions that promote justice and mutual understanding.”7
(Visi CAIR adalah menjadi pemimpin advokasi untuk nilai keadilan dan saling memahami. Misi CAIR adalah untuk meningkatkan pemahaman mengenai Islam, mendukung kegiatan dialog, melindungi kebebasan sipil, mendukung Muslim Amerika dan membangun koalisi yang meningkatkan keadilan dan saling memahami)
CAIR juga mengecam aksi-aksi penistaan hingga aksi terorisme terhadap kaum
non-Muslim. Dan inilah memang prinsip-prinsip Islam yang berada di pertengahan –
antara tidak berlebihan dan tidak menyepelekan dalam urusan agama- yang dicoba
CAIR untuk direpresentasikan. Sehingga bukan hanya melindungi kaum Muslim
Amerika, namun seluruh warga negara Amerika. Mereka pun menempatkan dirinya
bukan hanya sebagai kaum Muslim, tetapi juga sebagai warga Amerika. CAIR
menginginkan agar terciptanya korelasi dan hubungan yang baik antara agama dan
negara. Berikut prinsip-prinsip utama yang diusung CAIR:
1) CAIR mendukung kebebasan dalam aktivitas, agama, dan berekspresi
2) CAIR melindungi hak-hak sipil seluruh warga negara Amerika, termasuk
orang-orang dengan keyakinan agama apapun
3) CAIR mendukung kebijakan domestik yang memajukan hak-hak sipil,
keberagaman dan kebebasan dalam beragama
4) CAIR menolak kebijakan domestik yang membatasi hak-hak sipil, surat izin
yang dikeluarkan atas dasar diskriminasi berdasarkan riwayat rasial, etnis atau
7
30
5) CAIR merupakan kelompok yang terbentuk secara alamiah, religius, dan
sekuler yang mengadvokasi dan membela keadilan serta hak-hak asasi
manusia di Amerika maupun seluruh dunia
6) CAIR mendukung politik luar negeri yang membantu menciptakan
perdagangan bebas dan adil, mendorong hak-hak asasi manusia dan
mendukung pemerintah berdasarkan keadilan sosial-ekonomi
7) CAIR percaya bahwa mengamalkan Islam secara aktif akan memperkuat
elemen sosial dan agama pada negara
8) CAIR menolak segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil entah itu
individu, kelompok, maupun negara
9) CAIR beradvokasi dengan cara berdialog antar komunitas agama, baik itu di
Amerika dan seluruh dunia
10)CAIR mendukung hak-hak persamaan dan hak-hak saling mengisi satu sama
lain serta tanggung jawab antara laki-laki dan wanita.8
CAIR dalam perkembangannya hingga 2016 ini telah memiliki cabang di 35
negara bagian Amerika dan juga di Kanada. Di Amerika nama organisasi ini tetap
menggunakan nama CAIR dengan tambahan di belakangnya yaitu kode negara
bagian –contoh CAIR-CT ialah cabang di Connecticut-. Adapun di Kanada bernama
National Council of Canadian Muslim walaupun pada awalnya bernama Canadian
Council on American-Islamic Relations (CAIR-CAN).
8
31
diperlukan kelompok aktivis yang menyediakan rencana program dalam jangka satu
tahun dengan daftar orang-orang yang akan berafiliasi dengan cabang CAIR tersebut
dan ditambah dengan adanya penandatanganan perjanjian agar menjadi bukti bagi
seluruh negara bagian dan hukum di pemerintah pusat. Dengan manajemen yang
diatur secara independen, diharapkan program yang disusun oleh cabang CAIR dapat
lebih sesuai dan memenuhi kebutuhan Muslim Amerika berdasarkan wilayahnya.
Berbicara mengenai pendanaan, organisasi ini mendapatkan dana operasional dari
Muslim Amerika sendiri. CAIR bukan hanya menerima dana dari individu Muslim
saja, namun pemeluk agama lain seperti Kristen, Yahudi, dan lainnya. Mengingat
misi dari CAIR ini bukan hanya membela kaum Muslim, namun juga menjunjung
keadilan dan pemahaman satu sama lain dalam hal toleransi.
Seiring berjalannya waktu pendanaan berasal dari donatur, entah itu dari anggota
maupun dari luar anggota. Sebagaimana dana yang diberikan oleh Pangeran
Al-Walid bin Talal sebesar $500,000 untuk proyek perpustakaan.9 Adapun
cabang-cabang CAIR di negara bagian, mereka mencari sendiri dana tersebut secara lokal
dan tidak disediakan oleh kantor pusat CAIR. Sehingga manajemen dari rencana
program hingga pendanaan dilakukan independen dan mandiri walaupun tidak
memungkiri tetap adanya pengawasan CAIR pusat.
Dalam kerja nyatanya, CAIR terlihat merangkul semua elemen masyarakat yakni
semua agama hingga merangkul pemerintah. Usaha CAIR untuk menciptakan
hubungan yang baik di ranah sosial maupun politik memang sudah menjadi
9
32
tuduhan terhadap CAIR yang merupakan bagian dari Hamas ataupun Ikhwanul
Muslimin membuat netralitas CAIR dipertanyakan, terlebih oleh Islamophobic atau
anti-Muslim. Dalam menanggapi hal tersebut, CAIR telah mengklarifikasi bahwa
pernyataan dukungan yang disampaikan salah satu pendiri CAIR, Nihad Awad,
terhadap gerakan-gerakan Hamas dan Ikhwanul Muslimin terjadi sebelum
didirikannya CAIR. Setelah CAIR dibentuk, Nihad Awad mengatakan bahwa ia
berlepas diri dari gerakan-gerakan tersebut dan mendedikasikan dirinya pada CAIR
yang merupakan komunitas Muslim Amerika yang moderat pada umumnya.10
Dalam merealisasikan visi dan misinya, CAIR menjalin hubungan dengan
berbagai aktor untuk melancarkan program-programnya. CAIR juga menerbitkan
dokumen-dokumen berbentuk hard-copy dan soft-copy. Dokumen-dokumen tersebut
diketahui terdapat kurang lebih 1.999 dokumen laporan sejak tahun 1994.
Dokumen-dokumen tersebut dipublikasikan melalui website resminya, entah itu website CAIR
pusat maupun cabang-cabang CAIR lainnya.
Dari jumlah dokumen tersebut sebesar 50% nya dokumen laporan mengenai
hak-hak sipil dan anti-penistaan. Maka bisa dilihat bahwa memang pusat perhatian CAIR
sampai saat ini ialah tidak terpenuhinya hak-hak sipil Muslim Amerika. Hal ini bisa
termanifestasi dari tidak diterimanya Muslim Amerika dengan baik di masyarakat
sosial hingga tingkat diskriminasi. Anti-penistaan yang menjadi topik utama
mengindikasikan bahwa agama Islam masih belum diterima dengan baik di negara
Amerika. Walaupun tak dapat dipungkiri memang di Amerika adanya pembolehan
10
33
C. Program CAIR sebagai Kelompok Advokasi
Advokasi merupakan visi yang diemban the Council on American-Islamic
Relations (CAIR). Model advokasi CAIR merupakan antitesis dari ekstrimis anti-Muslim. Pembelaan yang dilakukan CAIR beragam bentuknya. Adapun program
yang dilakukan CAIR ialah berbagai metode seperti:
a.) Civil Rights Work
Departemen yang mengurusi bidang konseling, mediasi, advokasi terhadap
Muslim dan lainnya yang mengalami diskriminasi agama, penistaan dan
kejahatan. Departemen ini bekerja untuk melindungi hak-hak konstitusi Muslim
Amerika, dengan demikian termasuk melindungi seluruh warga negara Amerika
b.) Government Affairs
Departemen yang memimpin dan mengatur upaya lobi pada isu-isu yang
terkait dengan Islam dan Muslim. Departemen ini juga mengawasi
perundang-undangan dan aktvitas pemerintah serta merespon komunitas Muslim Amerika.
Perwakilan CAIR juga memberikan kesaksian sebelum disampaikan ke Kongres
dan juga memberikan persiapan untuk membawa isu Muslim ke Capitol Hill
c.) Media Relations
Bekerja sama dengan media lokal maupun nasional untuk menggambarkan
Islam dan Muslim yang sesuai di publik Amerika. Selain itu, departemen ini juga
mengawasi media lokal, nasional dan internasional. Departemen ini juga telah