• Tidak ada hasil yang ditemukan

The influence analysis between fruit maturity and oil extraction method to quality of bintaro seed oil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The influence analysis between fruit maturity and oil extraction method to quality of bintaro seed oil"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN DAN

METODE EKSTRAKSI TERHADAP MUTU MINYAK BIJI

BINTARO

SKRIPSI

DESTI PUSPITASARI

F34070120

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

The Influence Analysis Between Fruit Maturity and Oil Extraction Method

to

Quality of Bintaro Seed Oil

Desti Puspitasari

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 0856 97966095, e-mail: puspitasaridesti@ymail.com

ABSTRACT

Cerbera manghas L. (Bintaro) is a small evergreen coastal tree that could grow up to 12 m high. The color of leaves is shiny dark-green, ovoid in shape. Bintaro have a fairly high oil content of about 43-64% in seeds so it can be developed into biofuels. There are several factors that influence Bintaro seed oil quality, including the level of maturity and the used of extraction method. The research objective was to study the influence between fruits maturity level and oil extraction method on yield and quality of Bintaro seed oil. The fruits maturity level categorized into three types: immature fruit (dark-green), fruits that were ripe (bright red) and fruits that have been germinated. The extraction method of Bintaro seed oil consist of a mechanical pressing method using a hydraulic presser and hot hydraulic presser, and maceration extraction using n-hexane solvent. The greatest content of Bintaro seed was oil content which was 59,58 % for ripe Bintaro, 55,04 % for immature Bintaro and 45,56 % for germinate Bintaro. In order to achieve the efficiency of Bintaro seed extraction process, drying process was done earlier before the pressing stages. The oil obtained from the extraction process were characterized for each treatment. Based on the analysis, the best treatment for Bintaro seed oil production was the ripe fruit and extracted with maceration using n- hexane solvent method with a yield of 52.59 %, free fatty acid levels of 2.75 %, iodine value number was 60.31 I2/100g, peroxide value numbers was 5.85 mg O2 / g, saponification value number was

199.76 mg KOH / g, the viscosity value was 63 cP, the density value was 0.90 g/cm3, the % transmission was 87.43 % and the ash content was 0.40 %.

(3)

DESTI PUSPITASARI. F34070120. Kajian Pengaruh Tingkat Kematangan Buah dan Metode Ekstraksi Terhadap Mutu Minyak Bintaro . Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2011.

RINGKASAN

Bintaro (Cebera manghas L.) adalah tumbuhan atau pohon yang memiliki tinggi mencapai 12 meter dengan daun yang berwarna hijau tua mengkilat. Buah bintaro berbentuk bulat telur dengan panjang 5 – 10 cm. Buah bintaro yang masih muda berwarna hijau pucat dan ketika masak berubah menjadi merah cerah. Biji bintaro yang terdapat di dalam buah bintaro memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi sekitar 43-64 % sehingga dapat dikembangkan menjadi bahan bakar nabati. Bahan bakar dengan mutu yang baik dihasilkan dari minyak murni dengan mutu yang baik juga. Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu minyak bintaro, diantaranya adalah tingkat kematangan dan metode ekstraksi yang digunakan. Tingkat kematangan biji bintaro dikatagorikan menjadi tiga jenis yaitu buah bintaro yang masih muda (hijau), buah yang sudah masak (merah) dan buah yang sudah berkecambah. Selain tingkat kematangan, metode ekstraksi juga sangat berpengaruh terhadap mutu minyak biji bintaro. Metode ekstraksi minyak biji bintaro yang digunakan terdiri atas pengepresan mekanis dengan menggunakan alat hydraulic presser dan hot presser hydraulic, dan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut n-Heksana.

Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh tingkat kematangan buah dan metode ekstraksi minyak terhadap rendemen dan mutu minyak biji bintaro yang dihasilkan sehingga mendapatkan karakteristik minyak biji bintaro yang terbaik. Pada biji bintaro didapatkan hasil bahwa kandungan terbesar dari biji bintaro adalah kadar minyak yaitu 59,58 % untuk biji bintaro masak, 55,04 % untuk biji bintaro muda, dan 45,56 % untuk biji bintaro berkecambah. Sebelum dilakukan pengepresan, dilakukan terlebih dahulu proses pengeringan biji agar tercapainya efisiensi proses ekstraksi minyak biji bintaro. Minyak yang didapatkan dari proses ekstraksi dikarakterisasi untuk setiap perlakukan. Karakterisasi minyak dilakukan dengan menganalisis bilangan asam, kadar asam lemak bebas, bilangan iod, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, densitas, viskositas, kadar abu, % transmisi, dan % rendemen.

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan perlakuan terbaik untuk produksi minyak biji bintaro adalah minyak biji bintaro yang berasal dari buah yang sudah masak dan di ekstrak minyaknya dengan menggunakan pelarut n-heksana dengan rendemen sebesar 52,59 %, kadar asam lemak bebas sebesar 2.75 %, nilai bilangan iod sebesat 60.30 g I2/100 g, nilai bilangan peroksida 5.85 mg O2/g, nilai

(4)

KAJIAN PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN DAN

METODE EKSTRAKSI TERHADAP MUTU MINYAK BIJI

BINTARO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DESTI PUSPITASARI

F34070120

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi

: Kajian Pengaruh Tingkat Kematangan Buah dan Metode

Ekstraksi Terhadap Mutu Minyak Biji Bintaro

Nama

: Desti Puspitasari

NIM : F34070120

Menyetujui,

Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

19631026 199002 1 001

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa skripsi dengan judul KAJIAN PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN DAN METODE EKSTRAKSI TERHADAP MUTU MINYAK BIJI BINTARO adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan.

(7)

© Hak cipta milik Desti Puspitasari, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

(8)

BIODATA PENULIS

Desti Puspitasari. Lahir di Jakarta, 30 Desember 1988 dari ayah Purwito dan ibu Luciana Suwarsilah (Alm), sebagai putri pertama dari dua bersaudara. Pendidikan Taman Kanak-anak diselesaikan pada tahun 1995 di TK Marsudi Utomo, Jakarta. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di SD K Lemuel II, Jakarta Barat. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP K Lemuel, Jakarta. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMA Negeri 78, Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur SPMB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti kegiatan perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten mata kuliah Pengawasan Mutu pada tahun 2009/2010 dan menjadi staf Human Resources Development, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri pada tahun 2008/2009. Pada tahun 2009 penulis mengikuti lomba karya seni drama yang diadakan Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Teknologi Pertanian dan mendapatkan juara 1. Pada tahun 2010 penulis juga mengikuti lomba inovasi makanan tradisional dalam acara “Nutrition” yang

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kajian Pengaruh Tingkat Kematangan Buah dan Metode Ekstraksi Terhadap Mutu Minyak Biji Bintaro. Penulis menulis dan menyusun skripsi ini berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama kurang lebih tiga bulan dari bulan Maret 2011 hngga Juni 2011 di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini dapat dibuat dengan bantuan, bimbingan, motivasi dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA. sebagai pembimbing yang telah membimbing, memberikan kritik, saran dan memotivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Drs. Purwoko, M. Si. dan Dr. Ir. Endang Warsiki sebagai penguji yang telah menguji, memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi.

3. Kedua orang tua, adik dan seluruh keluarga yang telah memberikan do’a, kasih sayang dan dukungan kepada penulis.

4. Egnawati Sari, Sri Mulyasih, Rini Purnawati, Sugiardi, dan Gunawan selaku laboran di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan, kritik, saran dan motivasi selama penelitian.

Akhirnya kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan untuk memyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2011

(10)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 1

1.3. Ruang Lingkup ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Bintaro ... 3

2.2. Minyak Bintaro ... 4

2.3. Ekstraksi Minyak ... 6

2.4. Minyak Nabati ... 8

BAB III METODOLOGI ... 12

3.1. Alat dan Bahan ... 12

3.2. Metode Penelitian ... 12

3.1.1. Penelitian Pendahuluan ... 14

3.1.2. Penelitian Utama ... 14

3.3. Rancangan Percobaan ... 16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. Karakteristik Biji Bintaro ... 18

4.2 Karakteristik Minyak Biji Bintaro ... 20

(11)

iii

Halaman

4.2.2. Bobot Jenis Minyak (Densitas) ... 23

4.2.3. Bilangan Iod Minyak ... 23

4.2.4. Bilangan Penyabunan Minyak ... 25

4.2.5. Bilangan Peroksida Minyak ... 27

4.2.6. Viskositas Minyak ... 28

4.2.7. Kadar Abu Minyak ... 30

4.2.8. Kejernihan Minyak (% Transmisi) ... 30

4.2.9. Rendemen Minyak ... 32

4.2.10. Komponen Asam Lemak Minyak Biji Bintaro ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(12)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji Bintaro ... 5

Tabel 2. Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar ... 9

Tabel 3. Sifat Fisikokimia minyak jarak pagar ... 9

Tabel 4. Kandungan asam lemak pada minyak kelapa sawit ... 10

Tabel 5. Sifat Fisikokimia minyak kelapa sawit ... 10

Tabel 6. Karakteristik Minyak Nyamplung ... 10

Tabel 7. Komposisi Asam Lemak Minyak Nyamplung ... 11

Tabel 8. Komposisi kimia biji bintaro kering ... 18

(13)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pohon bintaro ... 3

Gambar 2. (a) akar, (b) batang, (c) daun, (d) bunga, dan (e) buah bintaro ... 4

Gambar 3. (a) kulit (epikarp) (b) sabut (mesokarp), dan (c) biji (endokarp) ... 4

Gambar 4. Gugus fungsi asam lemak ... 5

Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian ... 12

Gambar 6. Diagram alir tahapan ekstraksi minyak biji bintaro ... 13

Gambar 7. Alat hydraulic presser ... 15

Gambar 8. Alat hot presser hydraulic ... 15

Gambar 9. (a) maserator dengan pengaduk, (b) penyaring vakum ... 16

Gambar 10. (a) Buah bintaro muda, (b) Buah bintaro matang, dan (c) Buah bintaro berkecambah ... 18

Gambar 11. (a) minyak hydraulic pressing, (b) minyak hot hydraulic pressing, (c) minyak ekstraksi maserasi) ... 20

Gambar 12. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap kadar asam lemak bebas (FFA) minyak biji bintaro yang dihasilkan ... 21

Gambar 13. Persamaan reaksi hidrolisis minyak atau lemak ... 22

Gambar 14. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bobot jenis minyak biji bintaro yang dihasilkan ... 23

Gambar 15. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bilangan iod minyak biji bintaro yang dihasilkan ... 24

Gambar 16. Reaksi bilangan penyabunan minyak ... 25

Gambar 17. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bilangan penyabunan minyak biji bintaro yang dihasilkan ... 26

Gambar 18. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bilangan peroksida minyak biji bintaro yang dihasilkan ... 27

(14)

vi

Halaman

Gambar 20. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap kadar abu minyak biji bintaro yang dihasilkan ... 30 Gambar 21. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap

kejernihan minyak biji bintaro yang dihasilkan ... 31 Gambar 22. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi minyak biji

(15)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Analisa Proksimat Biji Bintaro ... 39 Lampiran 2. Prosedur Analisa Fisiko Kimia Minyak Biji Bintaro ... 41 Lampiran 3. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Kadar Asam Lemak Bebas

Minyak ... 45 Lampiran 4. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Bobot Jenis (Densitas) Minyak Biji Bintaro ... 47 Lampiran 5. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Bilangan Iod Minyak Biji Bintaro

... 48 Lampiran 6. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Bilangan Penyabunan Minyak Biji

Bintaro ... 50 Lampiran 7. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Lanjut Duncan Bilangan Peroksida Minyak Biji

(16)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bintaro (Cebera manghas L.) merupakan tumbuhan atau pohon yang mempunyai tinggi mencapai 12 m. Daunnya berwarna hijau tua mengkilat dan berbentuk buah telur. Buah bintaro memiliki panjang 5 – 10 cm. Buah bintaro yang masih muda berwarna hijau pucat dan ketika masak berubah menjadi merah cerah. Biji bintaro yang terdapat di dalam buah bintaro memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi. Kandungan minyak yang tinggi menyebabkan bintaro berpotensi sebagai sumber minyak nabati dan dapat dikembangkan sebagai bahan bakar.

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui dan prospektif untuk dikembangkan karena melonjaknya harga minyak bumi akibat terbatasnya produksi minyak bumi. Terbatasnya produksi minyak bumi akibat ketersediaan energi fosil yang diramalkan tidak akan berlangsung lama lagi memerlukan solusi yang tepat untuk mengatasinya, diantaranya adalah dengan mencari sumber energi alternatif (biodiesel). Biodiesel diproduksi dari minyak murni melalui proses transesterifikasi. Semakin baik mutu minyak murni maka mutu biodiesel yang dihasilkan akan semakin baik. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap mutu minyak bintaro diantaranya adalah tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi yang digunakan.

Tingkat kematangan biji bintaro dapat dicirikan berdasarkan asal buah bintaro tersebut dihasilkan. Buah yang masih terdapat di pohon berbeda tingkat kematangannnya dengan buah yang sudah jatuh ke tanah begitu pula dengan buah yang sudah berkecambah. Buah yang sudah berkecambah memiliki tingkat kematangan yang paling tinggi dibandingkan terhadap buah yang masih terdapat di pohon dan buah yang jatuh ke tanah. Minyak bintaro yang dihasilkan dari buah bintaro dengan tingkat kematangan yang berbeda memiliki kandungan asam lemak yang berbeda. Kandungan asam lemak yang berbeda dapat mempengaruhi mutu minyak biji bintaro yang dihasilkan.

Selain tingkat kematangan, metode ekstraksi juga sangat berpengaruh terhadap mutu minyak bintaro yang dihasilkan. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah, daya penyesuaian dengan metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna. Pengepresan mekanis merupakan cara pemisahan minyak yang sesuai untuk bahan biji – bijian dan memiliki kadar minyak yang tinggi. Ekstraksi minyak biji bintaro dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya dengan menggunakan pelarut n – heksana dan dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat pengempa hidrolik.

Semakin baik kualitas minyak yang dihasilkan maka efisiensi proses pembuatan biodieselpun semakin meningkat dan dapat menghasilkan mutu biodiesel yang lebih baik. Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan optimasi proses ekstraksi minyak biji bintaro dengan menggunakan biji bintaro yang memiliki tingkat kematangan yang berbeda – beda.

1.2. Tujuan

(17)

2

1.3. Ruang Lingkup

(18)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BINTARO (Cebera manghas)

Bintaro (Cebera manghas) termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera pasifik. Pohon bintaro banyak digunakan sebagai penghijauan dan juga sebagai penghias taman kota. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian (Gaillard et al. 2004). Pohon bintaro sering disebut juga sebagai mangga laut, buta badak, babuto dan kayu gurita. Dalam bahasa inggris tanaman ini sering disebut sebagai sea mango. Nama bintaro juga sering disematkan kepada teman dekatnya yang bernama ilmiah Cebera odollam karena memiliki kemiripan dalam berbagai hal (Alamendah 2011).

Gambar 1. Pohon bintaro (Alamendah 2011)

Klasifikasi tanaman bintaro menurut Anonim (2011) adalah :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Division : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Division : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Class : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Subclass : Asteridae Orde : Gentianales Family : Apocynaceae Genus : Cerbera

Spesies : Cerbera manghas L

(19)

4

berbentuk terompet dengan pangkal merah muda, dan benang sari berjumlah lima dan posisi bakal buah tinggi. Buah berbentuk telur dengan panjang 5 – 10 cm. buah bintaro yang masih muda berwarna hijau sementara buah yang sudah tua berwarna merah kehitaman. Biji bintaro berbentuk pipih, panjang, dan berwarna putih (Chang et al. 2000).

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 2. (a) akar, (b) batang, (c) daun, (d) bunga, dan (e) buah bintaro (Pranowo 2010)

Buah bintaro terdiri atas tiga lapisan (Gambar 3), yaitu lapisan kulit terluar (epikarp), lapisan serat seperti sabut kelapa (mesokarp) dan bagian biji yang dilapisi oleh kulit biji atau tista (endokarp). Bagian mesokarp dapat diperas sebagai bahan biopestisida, sedangkan bijinya disamping untuk bahan biopestisida juga dapat diperah untuk menghasilkan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel (Pranowo 2010).

Gambar 3. (a) kulit (epikarp) (b) sabut (mesokarp), dan (c) biji (endokarp) (Pranowo 2010)

2.2. MINYAK BINTARO

Lemak atau minyak merupakan trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah – buahan, kacang – kacangan, biji – bijian, akar tanaman, dan sayur – sayuran. Dalam jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan jaringan tulang sumsum. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair rendah. Lemak dalam tanaman dibentuk dalam sel hidup, yang merupakan hasil serangkaian reaksi yang kompleks dalam proses metabolisme (Ketaren 1986).

(20)

5

O

R – C – OH atau R–COOH Gambar 4. Gugus fungsi asam lemak (Ketaren 1986)

Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya. Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut (Anonim 2010).

Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua bentuk: cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis (dilambangkan dengan "Z"). Asam lemak bentuk trans fatty acid, dilambangkan dengan "E") hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis. Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis

memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan rantainya tetap relatif lurus (Anonim 2010).

Menurut Edi (2011), biji Bintaro mengandung lemak/minyak sebesar 46 - 64%. Sementara itu, menurut Chang et al. (2000), biji bintaro mengandung minyak yang cukup banyak (54,33%) dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Menurut Pranowo (2010), komposisi kulit, sabut, dan tista buah bintaro sebesar 94,76 persen dan komposisi biji adalah 5,24 persen biji basah atau hanya sebanyak 3,10 persen biji kering dari buah panen. Sementara itu, komposisi kimia minyak bintaro dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro

Asam Lemak Nama Sistematik Hasil Analisis (%)

Miristat Tetradekanoat 0,17

Palmitat Heksadekanoat 17,90

Stearat Oktadekanoat 4,38

Oleat cis-9-oktadekenoat 36,64

Linoleat cis-9,12-oktadekadienoat 23,44

Linolenat cis-9,12,15-oktadekatrienoat 2,37 Sumber : Endriana (2011)

Minyak biji bintaro itu bisa memiliki daya bahan bakar selama 11,8 menit, sedangkan minyak tanah 5,6 menit dengan takaran 1 ml minyak biji bintaro dan minyak tanah. Itu menunjukkan bahwa minyak biji Bintaro memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah. Ampas kering biji bintaro dapat diolah menjadi briket arang atau diolah menjadi kompos untuk pupuk tanaman sehingga, dalam proses ini tidak menghasilkan sampah (zero waste) (Adrian 2009).

(21)

6

menyebabkan buah berubah warnanya menjadi kuning, orange atau merah. Menurut Anonim (2010), minyak yang mula – mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong – kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah dilapisi dengan kulit yang tebal dan berkilat. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang maka tanaman tesebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karotein. Setelah penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan. Pada saat pembentukan minyak terjadi yaitu trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karotein dan phitol untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu melakukannya sebagai antioksidasi.

2.3. EKSTRAKSI MINYAK

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression, dan solvent extraction. Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak dengan kadar air tinggi (Ketaren 1986). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel 1989).

Pengepresan mekanis (mechanical expression) merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji – bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut meliputi pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidraulik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing) (Ketaren 1986).

Pada cara pengepresan hidraulik (hydraulic pressing), bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4 sampai 6 persen, tergantung lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik (Ketaren 1986). Cara pengepresan berulir (expeller pressing) memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada remperatur 240 °F (115,5 °C) dengan tekanan berkisar sekitar 15 – 20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5 – 3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4 – 5 persen (Ketaren 1986)

(22)

7

Menurut Voigt (1994), pada proses ekstraksi dengen pelarut pada dasarnya dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi.

 Fase Pencucian (Washing Out)

Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel – sel yang rusak karena proses pengecilan ukuran langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat pada simplisisa tersebut dengan mudah dilarutkan dan dicuci oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam pelarut. Semakin halus ukuran simpisia, maka semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut.

 Fase ekstraksi (Difusi)

Pada fase difusi, pelarut menarik senyawa senyawa yang ada di dalam sel dengan cara menembus dinding sel terlebih dahulu. Pelarut dapat masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan dalam sel dengan pelarut yang mula – mula masih tanpa bahan aktif . proses penarikan ini akan berlangsung sampai terbentuk keseimbangan konsenterasi antara di sebelah dalam dan sebelah luar sel.

Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut dan kondisi proses ektraksi, proses pengambilan pelarut pengawasan mutu, dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahappan penyelesaian. Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi menyebabkan adanya kemungkinan kerusakan komponen – komponen senyawa penyusun pada saat pemanasan. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat, dan harganya murah (Sabel dan Waren 1973).

Dalam pemilihan cairan penyari harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan (Ketaren 1986).

Menurut Ketaren (1986), pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi minyak lemak adalah petroleum eter, gasoline, karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene, dan n – heksana. Menurut Rose et al (1975) dan Jacobs (1953), heksana merupakan pelarut yang mudah menguap, aromanya memusingkan, bobot molekul 86,2, titik didih pada tekanan 760 mmHg 66-71 °C dan banyak digunakan sebagai pelarut. Kelarutan 0,0138g/100 ml dalam air pada suhu 15,5 °C, 50 gram/100ml dalam air pada 33°C, larut dalam eter, sangat larut dalam kloroform. Heksana merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar, titik leleh – 95 °C, larut dalam alkohol, aseton, eter, dan tidak larut dalam air.

Menurut Kurnia (2010), ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain dengan refluks, soxhlet, digesti, destilasi uap dan infuse. Refluks merupakan ekstraksi pelarut pada suhu didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatasyang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi kinetik pada suhu lebih tinggi dari suhu kamar 40 – 50 °C. Destilasi uap adalah ekstraksi zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilasi air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Infuse adalah ekstraksi pelarut air pada suhu penangas air 96 – 98 °C selama 15 – 20 menit.

(23)

8

mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan akan didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsenterasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan dari metode maserasi adalah peralatannya sederhana. Kerugian metode maserasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, dan tidak dapat digunakan untuk bahan – bahan yang memiliki tekstrur keras seperti benzoin, tiraks, dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan beberapa modifikasi, diantaranya adalah modifikasi maserasi melingkar, modifikasi maserasi digesti, modifikasi maserasi melingkar bertingkat, modifikasi remaserasi dan modifikasi maserasi dengan mesin berpengaduk (Sudjadi 1986).

2.4. MINYAK NABATI

Lemak atau minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati dan hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dalam tanaman dibentuk dalam sel hidup, yang merupakan hasil dari serangkaian reaksi yang kompleks dalam proses metabolisme. Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani adalah lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol, kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak nabati, dan lemak hewani memiliki bilangan Reichert Meissl lebih besar serta bilangan Polenske lebih kecil dibandingkan dengan minyak nabati.

Minyak atau lemak nabati adalah minyak yang diekstrak dari berbagai bagian tumbuhan. Sumber dari minyak nabati dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Biji – bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kaang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari,

2. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit

3. Biji – bijian dari tanaman tahunan : kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune, dan sebagainya (Ketaren 1986).

(24)

9

Tabel 2. Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar

Jenis Asam lemak Komposisi (%)

Asam palmitat Asam palmitoleat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Asam arasidat Asam gadoleat 14,1 0,5 6,8 38,6 36,0 0,2 3,6 Sumber :Janin dan Sharma (2010)

Tabel 3. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar

Sifat Minyak Satuan Nilai

Densitas pada 15°C Viskositas pada 30°C Nilai Kalor

Titik Tuang Titik awan Titik nyala

Bilangan penyabunan Bilangan tak tersabunkan Bilangan iod

Asam lemak bebas Bilangan Asam Sulfur Residu karbon Monogliserida Digliserida Trigliserida gr/ ml cP mj/kg °C °C °C mg KOH/g % mg iodine/g % mg KOH/ g

% % % % %

0,860 – 0,920 37,00 – 54,80 37,83 – 42,05

-3 2 210 – 240 102,9 – 209,0

0,79 – 3,80 92 – 112 0,18 – 3,40 0,92 – 6,16 0,00 – 0,13 0,07 – 0,64 Maks. 1,7 2,50 – 2,70 88,20 – 97,30 Sumber : Achten et al (2008)

(25)

10

Tabel 4. Kandungan asam lemak pada minyak kelapa sawit

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit

(persen)

Minyak Inti Sawit (persen)

Asam kaprilat Asam kaproat Asam laurat Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat - - - 1,1 – 2,5

40 – 46 3,6 – 4,7

39 – 45 7 - 11

3 – 4 3 – 7 46 – 52 14 – 17 6,5 – 9 1 – 2,5 13 – 19 0,5 – 2 Sumber : Eckey, S.W (1955)

Tabel 5. Sifat fisikokimia minyak kelapa sawit

Sifat Minyak Satuan Nilai

Asam lemak bebas Kadar air Pengotoran Besi Tembaga Bilangan iodium Karotena % % % ppm ppm mg iod/g

ppm

3 – 5 < 0,1 <0,01 < 10

0,2 45 – 56 500 -700 Sumber : Ketaren (1986)

Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di sepenjang pantai di seluruh Indonesia. Menurut Heyne (1987), inti biji mengandung air 3,3 persen dan minyak 71,4 persen bila biji segar mengandung 55 persen minyak sedangkan biji yang benar-benar kering mengandung 70,5 persen minyak. Minyak yang berasal dari bijinya dapat dipakai sebagai penerangan, pembuatan sabun, pelitur, minyak rambut, minyak urut dan obat (Dephut 2008). Karakteristik dan komposisi asam lemak minyak dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7

Tabel 6. Karakteristik minyak nyamplung

Karakteristik Minyak Satuan Nilai

(26)

11

Tabel 7. Komposisi asam lemak minyak nyamplung

Komponen Minyak Nyamplung Nilai (persen)

Asam miristat 0,09

Asam palmitat 15,89

Asam stearat 12,30

Asam oleat 48,49

Asam linoleat 20,70

Asam lonolenat 0,27

Asam arachidat 0,94

Asam erukat 0,72

(27)

12

III. METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri atas cawan alumunium, oven, desikator, piknometer, elemeyer 250 ml, elemeyer 300 ml, elenmeyer 100 ml, elemeyer 500 ml, pipet tetes, pipet volumetric, pemanas listrik, timbangan, soxlet, alat maserasi, rotary evaporator, Hydraulic Presser, dan Hot Press Hydraulic.

3.1.2. Bahan

Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bintaro dengan berbagai tingkat kematangan. Bahan – bahan kimia yang digunakan untuk reaksi dan analisis antara lain

chloroform, kalium iodida, natrium thiosulfat, NaOH, KOH, HCL 0.5 N, alkohol 95%, air destilata, indikator pp, indikator amilum 1 %, larutan Hanus, dan asam asetat.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menyiapkan bahan ekstraksi minyak biji bintaro. Sementara itu, penelitian utama dilakukan untuk mendapatkan metode ekstraksi yang terbaik dengan menggunakan tingkat kematangan buah yang berbeda. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 5 , sedangkan diagram alir tahapan ekstraksi minyak biji bintaro disajikan pada Gambar 6.

Gambar 5. Diagram alir tahapan penelitian Mulai

Selesai

Pengambilan sampel buah bintaro yang berasal dari buah yang sudah jatuh ke tanah (berwarna merah), buah bintaro yang berasal dari

tangkai pohon, dan buah bintaro yang sudah berkecambah Pemisahan biji buah dengan serat dan kulit buah bintaro

Ekstraksi minyak biji bintaro dengan menggunakan alat hot presser hydraulic, hydraulic presser, dan pelarut n-heksana

Analisis proksimat biji bintaro

(28)

13

Gambar 6. Diagram alir tahapan ekstraksi minyak biji bintaro Biji Bintaro

1. Buah bintaro muda (hijau)

2. Buah bintaro tua (merah kehitaman) 3. Buah bintaro

berkecambah Pengupasan

Pengeringan biji pada suhu 55°C

Biji buah kering

Penghancuran biji bintaro

Ekstraksi

Minyak Biji Bintaro

Analisa Fisiko Kimia Analisa Proksimat

1. Rendemen 2. Bobot jenis 3. Bilangan Asam 4. Bilangan Iod

5. Bilangan Penyabunan 6. Bilangan Peroksida 7. Viskositas

8. Kejernihan (%Transmisi) 9. Kadar Abu

1. Kadar Air 2. Kadar Abu 3. Kadar Lemak 4. Kadar Serat 5. Kadar Karbohidrat 6. Kadar Protein

1. Ekstraksi dengan Hot Presser Hydraulic (T = 60-70°C, P = 20 Ton)

2. Ekstraksi dengan Hydraulic Presser (P=20Ton)

3. Ekstraksi Pelarut (maserasi) Pelarut = n-Heksana

Minyak Biji Bintaro terpilih Analisa Gas Chromatography

(29)

14

3.2.1.

Penelitian Pendahuluan

Persiapan bahan untuk ekstraksi minyak meliputi sortasi (pemilihan buah bintaro berdasarkan tingkat kematangan), pemisahan biji buah dengan serat dan kulit buah, pengeringan biji buah selama 48 jam pada suhu 55 °C, dan analisis proksimat pada biji yang telah dikeringkan. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat di dalam biji. Menurut Norris (1982), minyak yang diperoleh dengan pengempaan mekanis dipengaruhi oleh kandungan air, metode pemanasan, dan komposisi kimia biji. Menurut Hartanti (1995), pengeringan dimaksudkan untuk memudakan pengeluaran minyak pada waktu ekstraksi sehingga waktu ekstraksi menjadi lebih singkat. Dengan adanya pemanasan, butiran – butiran lemak minyak dapat membentuk butiran – butiran yang lebih besar dan protein yang mengikat lemak akan terkoagulasi sehingga butiran ini akan lebih mudah keluar dari biji. Pemanasan juga dapat menurunkan afinitas minyak terhadap permukaan biji, sehingga minyak dapat diekstrak dengan pengepresan. Menurut Swern (1979), pemanasan dapat memberikan sifat plastis biji, mengurangi kelarutan fosfatida, destruksi kapang dan bakteri, serta dapat meningkatkan fluiditas minyak. Pemanasan yang terlalu lama pada suhu yang tinggi akan menurunkan mutu organoleptik minyak. Suhu oven yang digunakan pada penelitian ini adalah 55°C. Suhu tersebut didasarkan atas pernyataan oleh Whiteley et al. (1949) bahwa suhu yang baik untuk ekstraksi minyak secara mekanis adalah 50 – 60°C, karena pada suhu tersebut lemak sudah mencair sekaligus dapat menggumpalkan protein yang terdapat pada dinding sel dan memecahkan emulsi protein dengan lemak. Prosedur analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2.2. Penelitian Utama

Penelitian yang dilakukan meliputi kajian proses ekstraksi minyak biji bintaro dengan tingkat kematangan buah yang berbeda. Faktor – faktor yang dipelajari adalah pengaruh tingkat kematangan buah dan metode ekstraksi yang digunakan. Biji bintaro yang telah dikeringkan, dikecilkan ukurannya sampai sekitar 40 mesh dengan menggunakan blender untuk selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana melalui maserasi, hydraulic presser, dan hot press hydraulic. Ukuran partikel akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan semakin kecil ukuran partikel, maka rendemen minyak yang didapat akan semakin besar. Hal ini dikarenakan semakin kecil ukuran partikel maka luas permukaan biji yang bereaksi dengan pelarut akan semakin besar sehingga kontak antara biji bintaro dengan pelarut akan semakin besar. Ekstraksi dengan pelarut n-heksana dilakukan dengan metode maserasi pada suhu ruang selama ±15 jam dan suhu 40 °C selama 6 jam, dengan perbandingan pelarut adalah 1:3(w/v).

(30)

15

penelitian yang dilakukan oleh Vitriani (2003). Pada penelitian tersebut minyak diekstraksi dengan alat hot hydraulic presser menggunakan tiga jenis perlakuan suhu yaitu 30 – 40 °C, 50-60 °C, dan 70

– 80 °C. Dari hasil penelitian, didapat hasil bahwa rendemen minyak terbesr terdapat pada ekstraksi dengan suhu 70 – 80 °C dan 50- 60 °C sehingga digunakan gabungan suhu diantara keduanya yaitu 60-70 °C.

Pada ekstraksi minyak dengan pelarut n-heksana dengan metode maserasi dengan digesti dilakukan dengan merendam biji dalam pelarut n – heksana selama 15 jam selanjutnya dilakukan proses ekstraksi pada suhu 40 °C dalam waktu 6 jam. Setelah dilakukan ekstraksi, minyak yang terdapat di dalam pelarut n – heksana dipisahkan dengan bungkil dengan menggunakan penyaring vakum untuk selanjutnya dilakukan pemisahan larutan n-heksana dengan minyak dengan menggunakan alat rotary evaporator dengan suhu 70 °C (Gambar 9). Menurut Kurnia (2010), digesti adalah maserasi kinetik pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar yaitu 40 – 50 °C. Maserasi dengan pengadukan merupakan metode ekstraksi dengan maserasi yang dapat mempercepat waktu menjadi 6 sampai 24 jam (Ahmad 2006). Pada ekstraksi dengan metode ini, biji bintaro direndam di dalam pelarut n-heksan selama ± 15 jam. Hal tersebut dimaksudkan agar terjadi proses pencucian (washing out) dan fase ekstraksi (difusi). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa proses ekstraksi dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian (washing out) dan fase ekstraksi (difusi).

[image:30.595.251.389.624.716.2]

Fase washing out merupakan proses pencucian atau penarikan minyak yang terdapat di luar sel oleh pelarut. Fase berikutnya adalah fase ekstraksi dimana pelarut heksana menarik senyawa – senyawa yang ada di dalam sel dengan menembus dinding sel terlebih dahulu. Pelarut masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan dalam sel dengan pelarut yang mula – mula masih tanpa bahan aktif. Proses penarikan ini akan berlangsung sampai terbentuk keseimbangan konsentersai antara larutan di sebelah dalam dan sebelah luar sel. Fase ekstraksi ini akan dioptimalkan dengan menaikkan suhu ekstraksi menjadi 40°C dan menggunakan alat pengaduk selama 6 jam. Menurut Moestafa (1981) ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi hal ini akan mengakibatkan beberapa komponen rusak. Menurut Suryandari (1981), semakin lama waktu ekstraksi maka kesempatan untuk bersentuhan antara bahan dengan pelarut semakin besar sehingga rendemen juga akan bertambah sampai titik jenuh larutan. Pada penelitian ini digunakan pelarut n – heksana karena sifatnya yang stabil, mudah menguap, dan selektif dalam melarutkan zat.

Gambar 7. Alat hydraulic presser

(31)

16

(a) (b) Gambar 9. (a) maserator dengan pengaduk, (b) penyaring vakum

Setelah dilakukan ekstraksi, dilakukan analisa minyak biji bintaro yang dihasilkan, diantaranya adalah rendemen, bobot jenis, % transmisi, (kejernihan), FFA, bilanagan iod, bilangan penyabunan, bilangan peroksida, kadar abu minyak, dan viskositas minyak. Prosedur analisis sifat fisiko kimia minyak dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil yang terbaik yang diperoleh pada tahap ini selanjutnya dilakukan pengujian Gas Chromatography Spectrofotometry Mass untuk menentukan komponen asam – asam lemak yang terkandung di dalam minyak.

3.3. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor – faktor yang divariasikan adalah metode ekstraksi (A) dan tingkat kematangan (B). Faktor metode ekstraksi terdiri atas tiga taraf , yaitu ekstraksi dengan menggunakan alat Hot Press Hydraulic, alat Hydraulic Presser, dan pelarut n-heksana dengan maserasi. Faktor tingkat kematangan terdiri atas tiga taraf, yaitu buah yang matang (berwarna merah), buah yang muda (berwarna hijau), dan buah yang berkecambah. Model matematika dapat dilihat pada persamaan (1.1) :

YIJ = µ + Ai + Bj + ABij + єij (1.1)

dengan :

YIJ = Nilai pengamatan µ = Rata – rata

Ai = Pengaruh faktor metode ekstraksi pada taraf ke-i (i = 1,2,3) Bj = Pengaruh faktor tingkat kematangan pada taraf ke-j (j = 1,2,3)

ABij = Pengaruh interaksi faktor metode ekstraksi pada taraf ke-I dengan faktor tingkat kematangan

pada taraf ke-j єij = Galat percobaan

[image:31.595.138.479.84.197.2]
(32)

17

Langkah perhitungan uji Duncan terdiri atas : 1. Urutkan menaik nilai tengah perlakuan

2. Hitung wilayah nyata terpendek untuk wilayah dari berbagai nilai tengah dengan menggunakan formula (1.2) :

R

ρ

= r

α,ρ,v

(1.2)

Keterangan :

r

α,ρ,v

= nilai wilayah nyata Duncan KTG = Kuadrat Tengah Galat r = ulangan

3. Nilai mutlak selisih kedua rata – rata dibandingkan dengan nilai wilayah nyata terpendek Jika | | { ρ ρ

(33)

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. KARAKTERISTIK BIJI BINTARO

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menyiapkan bahan yang digunakan pada ekstraksi minyak. Proses diawali dengan sortasi buah bintaro yang akan diolah. Sortasi dimaksudkan untuk memisahkan buah bintaro berdasarkan atas tingkat kematangannya. Tingkat kematangan dalam proses sortasi buah bintaro didasarkan atas buah bintaro yang muda (berwarna hijau), buah bintaro yang matang (berwarna merah), dan buah bintaro berkecambah. Buah bintaro yang muda biasanya masih terdapat pada tangkai pohon bintaro. Sementara itu buah bintaro yang sudah matang dan berkecambah buahnya sudah gugur dari tangkai pohon. Buah bintaro yang berkecambah ditandai dengan adanya kecambah yang terdapat pada buah. Perubahan tingkat kematangan buah bintaro dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b) (c)

Gambar 10. (a) buah bintaro muda, (b) buah bintaro matang, dan (c) buah bintaro berkecambah (Pranowo 2010)

Buah bintaro dengan tingkat kematangan yang berbeda kemudian dicuci dengan air bersih untuk membersihkan kotoran – kotoran yang menempel pada kulit buah yang dapat menyebabkan terjadinya pembusukkan. Setelah itu buah ditempatkan pada wadah (karung) sesuai dengan tingkat kematangan buah masing – masing. Buah bintaro yang telah dibersihkan dikupas dengan menggunakan golok sehingga didapatkan biji bintaro yang berwarna putih dan berbentuk pipih.

[image:33.595.109.532.609.754.2]

Biji bintaro dengan tingkat kematangan yang berbeda – beda tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 55 °C selama 48 jam. Kemudian, biji bintaro yang siap diolah tersebut dilakukan analisis proksimat. Analisa proksimat merupakan analisa kimia yang digunakan untuk mengetahui kandungan komponen nutrisi dari suatu bahan sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis selanjutnya. Analisis proksimat terdiri atas kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat, dan kadar karbohidrat (by different). Hasil analisa prosimat biji bintaro dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Komposisi kimia biji bintaro kering

Komposisi Biji Biji Muda Biji Matang Biji Berkecambah

Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Kadar Serat (%) Kadar karbohidrat (by different) (%)

(34)

19

Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak (lemak) merupakan komponen tertinggi dalam biji bintaro sehingga biji bintaro cukup potensial digunakan sebagai sumber minyak nabati. Kadar minyak (lemak) terbesar adalah biji bintaro matang dan biji bintaro muda yaitu sebesar 59,58 persen dan 55,04 persen, sementara kadar minyak (lemak) biji bintaro terkecil adalah biji bintaro berkecambah yaitu 45,56 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar lemak mengalami kenaikan seiring dengan tingkat kematangan buah kecuali biji berkecambah. Bertambahnya kadar lemak pada buah yang muda dengan buah yang matang disebabkan oleh adanya metabolisme pembentukan lemak yang terjadi selama tingkat kematangan buah. Menurut Ketaren (1986) proses pembentukan lemak dalam tananaman terdiri atas 3 tahap yaitu sintesis gliserol, sintesis asam lemak, dan kondensasi gliserol yang merupakan hasil serangkaian reaksi kompleks dalam metabolisme. Sementara itu, kadar lemak dalam biji berkecambah mengalami penurunan karena karena lemak tersebut digunakan sebagai cadangan makanan untuk pembentukan struktur membran sel (Junaidi 2010). Selain itu, dikarenakan kadar minyak yang tinggi maka minyak biji bintaro cocok untuk diekstrak dengan menggunakan alat kempa mekanis seperti yang dinyatakan oleh Ketaren (1986), pengepresan mekanis dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen).

Kadar air terendah terdapat pada biji muda sebesar 1,53 persen dan biji matang sebesar 1,44 persen. Sementara itu, kadar air tertinggi terdapat pada biji berkecambah yaitu sebesar 2,09 persen. Sehingga dengan pertambahan tingkat kematangan buah cenderung menaikkan kadar air yang terdapat di dalamnya kecuali biji bintaro matang. Hal tersebut sesuai dengan literatur karena terjadinya proses respirasi pada buah seiring dengan tingkat kematangan buah. Respirasi didefinisikan sebagai perombakan senyawa komplek yang terdapat pada sel seperti pati, gula dan asam organik menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti karbondioksida, dan air, dalam waktu bersamaan memproduksi energi dan senyawa lain yang dapat digunakan sel untuk reaksi sintetis.Laju respirasi per unit berat adalah tertinggi untuk buah dan sayur yang belum matang dan kemudian terus menerus menurun dengan bertambahnya umur (Fauzi 2011). Nilai kadar air ini dapat menunjukkan bahwa biji bintaro siap untuk diolah. Kandungan air yang tinggi dapat menyebabkan hidrolisa minyak. Selain itu, pada proses ekstraksi minyak menggunakan pelarut jumlah kadar air merupakan faktor penting karena kandungan air di dalam bahan akan mempengaruhi efektifitas pelarut dalam melarutkan minyak. Kadar air yang tinggi akan memperpanjang proses pemisahan air pada tahap evaporasi.

Kadar protein tertinggi terdapat pada buah yang muda yaitu 15,29 persen dilanjutkan dengan biji matang yaitu 12,84 persen. Sementara itu, kadar protein terkecil didapatkan pada buah yang sudah berkecambah yaitu 12,39 persen. Kadar protein mengalami penurunan seiring dengan kematangan buah. Wirahadikusumah (1989) menyatakan bahwa menurunnya kadar protein di dalam buah dengan semakin meningkatnya umur buah disebabkan karena dalam proses pematangannya sebagian besar protein (asam amino) disintesis menjadi lemak. Lemak berfungsi dalam pertumbuhan struktur membran sel. Pada proses ekstraksi, protein akan terurai dan menghasilkan senyawa – senyawa yang larut dalam minyak. Hal ini dapat menyebabkan warna minyak menjadi lebih gelap. Menurut Ketaren (1986) pigmen cokelat yang terdapat pada minyak atau lemak disebabkan karena terjadi reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein dan yang disebabkan karena aktivitas enzim – enzim, seperti phenol oxidase, polyphenol oxidase, dan sebagainya.

(35)

20

kadar serat yang paling rendah (13,77 persen) karena enzim selulosa yang terbentuk akan aktif merombak polisakarida menjadi monosakarida sebagai cadangan energi dalam pembentukan embrio (Rindengan et al. 1996).

Kadar abu (mineral) merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu adalah zat anorganik yang tidak menguap, sisa hasil proses pembakaran dan oksidasi. Kadar abu terendah terdapat pada biji muda sebesar 1,97 persen dan kadar abu yang paling tinggi terdapat pada biji yang berkecambah sebesar 2,63 persen. Semakin tinggi tingkat kematangan buah semakin tinggi kadar abu yang dimiliki. Kadar abu menyatakan besarnya kandungan bahan – bahan anorganik yang terdapat di dalam suatu bahan. Nilai kadar abu dipengaruhi oleh tempat tumbuh, keadaan tanah, dan pemberian unsur hara pada tanaman. Kadar abu dalam tumbuhan naik karena unsur organik yang terdapat di dalam tanaman digunakan dalam proses metabolisme tumbuhan (Setiono 2010).

4.2. KARAKTERISTIK MINYAK BIJI BINTARO

Ekstraksi minyak biji bintaro dilakukan dengan dua metode, yaitu metode mekanis (hydraulic presser dan hot presser hydraulic) dan metode ekstraksi dengan pelarut n-heksana. Ekstraksi dengan alat hydraulic presser dilakukan pada tekanan 20 ton pada suhu ruang. Sementara itu, ekstraksi dengan menggunakan alat hot press hydraulic dilakukan dengan mengepress minyak pada tekanan 20 ton pada suhu 60 – 70 °C. Ekstraksi dengan pelarut n-heksana dilakukan dengan metode maserasi pada suhu ruang selama ±15 jam dan suhu 40 °C selama 6 jam, dengan perbandingan pelarut adalah 1:3 (w/v). Minyak yang dihasilkan dari setiap perlakuan kemudian dianalisa beberapa sifat fisiko kimianya dan juga dihitung rendemen yang dihasilkan. Hasil ekstraksi minyak biji bintaro dapat dilihat pada Gambar 11.

(a) (b) (c)

Gambar 11. (a) minyak hydraulic pressing, (b) minyak hot hydraulic pressing, (c) minyak ekstraksi maserasi.

4.2.1. Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

(36)
[image:36.595.114.525.84.297.2]

21

Gambar 12. Pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi minyak biji bintaro terhadap kadar asam lemak bebas (FFA).

Berdasarkan data yang diperoleh dari grafik, kadar asam lemak bebas terbesar terdapat pada minyak yang dihasilkan dari buah yang berkecambah dengan metode ekstraksi menggunakan pelarut n- heksana sebesar 4,54 persen dan kadar asam lemak bebas terkecil terdapat pada minyak yang dihasilkan dari buah bintaro muda sebesar 0,31 persen dengan metode ekstraksi hydraulic pressing. Dari hasil data keseluruhan, kadar asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak biji bintaro menyerupai kadar asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak jarak sebesar 0,18 persen – 3,40 persen (Achten et al, 2008), lebih rendah dibanding minyak kelapa sawit sebesar 3 sampai 5 persen (Ketaren, 1986), dan lebih rendah dibandingkan dengan minyak nyampung sebesar 7,4 persen (Sudrajat, 2007).

Berdasarkan hasil keragaman (Lampiran 3), faktor tingkat kematangan buah memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak biji bintaro. Dari hasil uji Duncan didapatkan perbedaan yang sangat nyata antara rata – rata kadar asam lemak bebas minyak dari buah bintaro muda sebesar 1,18 persen dengan rata – rata kadar asam lemak bebas minyak dari buah bintaro matang sebesar 2,15 persen dan rata – rata kadar asam lemak bebas minyak dari buah bintaro berkecambah sebesar 2,94 persen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar asam lemak bebas yang terkandung di dalam buah semakin tinggi. Hal tersebut dapat disebabkan karena kadar air yang cenderung mengalami peningkatan selama proses kematangan buah yang dapat dilihat dari hasil analisis proksimat. Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis minyak. Menurut Ketaren (1986), dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan dubah menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau yang tengik pada minyak tersebut. Reaksi hidrolisis minyak atau lemak dapat ditunjukkan pada Gambar 13.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5

Kecambah Muda Matang

F

a

t Fa

tty

A

cid

(

%

)

Tingkat Kematangan Buah

(37)

22

O

CH2 – O – C – R

O H+ O CH – O – C – R+ 3 HOH 3R – C – OH O

CH2– O – C – R

[image:37.595.216.429.84.184.2]

trigliserida gliserol asam lemak

Gambar 13. Persamaan reaksi hidrolisis minyak atau lemak (Ketaren, 1986).

Pembentukan asam lemak bebas pada minyak dapat terjadi karena proses pengolahan (penyiapan bahan). Menurut Ketaren (1986), proses hidrolisis dapat berlangsung pada waktu minyak masih berada dalam jaringan biji yang telah dipanen, selama pengolahan, dan penyimpanan. Selain itu lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisis lemak.

Berdasarkan hasil keragaman, faktor metode ekstraksi memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak. Dari hasil uji Duncan tidak didapatkan perbedaan yang sangat nyata antara rata – rata kadar asam lemak bebas minyak dengan metode ekstraksi hydraulic pressing sebesar 1,37 persen dengan rata – rata kadar asam lemak bebas minyak dengan metode ekstraksi hot press hydraulic sebesar 1,75 persen. Sementara itu, kedua metode ekstraksi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap rata – rata kadar asam lemak bebas dengan metode ekstraksi dengan pelarut n – heksana sebesar 3,16 persen. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa metode ekstraksi dengan menggunakan alat hydraulic presser menghasilkan kadar asam lemak bebas yang lebih rendah dibanding dengan ekstraksi minyak dengan menggunakan alat

hot hydraulic presser. Hal tersebut disebabkan karena suhu yang digunakan pada ekstraksi hot hydraulic pressing lebih tinggi dibandingkan dengan hydraulic pressing.

Menurut Ketaren (1986), pemanasan mengakibatkan tiga macam perubahan kimia dalam lemak yaitu terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, dan terjadinya polimerasi oksidasi sebagian. Jika minyak dipanaskan pada suhu tinggi maka lapisan permukaan minyak panas akan kontak dengan oksigen. Dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu lebih rendah (190°C) daripada tanpa udara (240 °C-260°C) sehingga dekomposisi minyak tidak terjadi pada proses ini karena suhu yang digunakan lebih rendah. Thermal polimerisasi terjadi jika minyak dipanaskan pada suhu sekitar 250 °C tanpa oksigen sehingga tidak terjadi juga thermal polimerisasi di dalam minyak. Sedangkan yang terjadi adalah oksidasi thermal dimana dalam proses ekstraksi dengan mekanis minyak sudah bersentuhan dengan oksigen dan dengan adanya pemanasan maka akan meningkatkan laju oksidasi. Namun minyak yang dihasilkan dari hot press hydraulic ataupun hydraulic pressing tidak berbeda nyata karena suhu yang digunakan berada di bawah titik didih minyak. Sementara itu minyak yang dihasilkan dengan menggunakan pelarut heksana memiliki kandungan asam lemak bebas yang paling tinggi. Hal tersebut dapat disebabkan karena terjadinya reaksi hidrolisis yang terdapat di dalam minyak. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena suhu yang digunakan pada saat ekstraksi lebih rendah dibanding titik didih air dan ekstraksi berlangsung lebih lama dibanding dengan ekstraksi secara mekanis.

(38)

23

4.2.2. Bobot Jenis Minyak (Densitas)

[image:38.595.110.525.60.457.2]

Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu tertentu dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Alat yang digunakan dalam pengukuran densitas minyak adalah piknometer (Ketaren,1986). Bobot jenis yang terdapat di dalam minyak ditentukan oleh jumlah komponen yang terdapat di dalam minyak. Semakin banyak komponen yang terdapat dalam minyak maka bobot jenis akan semakin besar. Penelitian besarnya bobot jenis (densitas) minyak biji bintaro dengan variasi perlakuan tingkat kematangan buah dan jenis ekstraksi disajikan seperti pada Gambar 14.

Gambar 14. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bobot jenis minyak biji bintaro.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bobot jenis tertinggi terdapat pada minyak yang berasal dari buah bintaro yang berkecambah dengan menggunakan metode ekstraksi hydraulic pressing sebesar 0,9062 g/ml dan yang paling rendah adalah minyak yang berasal dari buah bintaro yang berkecambah dengan menggunakan metode ekstraksi hot hydraulic pressing sebesar 0,8984 g/ml. Sementara itu, hasil analisis keragaman (Lampiran 4) menunjukkan bahwa faktor tingkat kematangan buah bintaro dengan faktor metode ekstraksi minyak tidak berpengaruh secara nyata terhadap bobot jenis minyak bintaro yang dihasilkan. Hal tersebut dapat disebabkan karena bobot jenis merupakan sifat fisis minyak sehingga setiap minyak memiliki bobot jenis yang berbeda pada rentang tertentu. Bobot jenis semakin besar dengan semakin tingginya ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa minyak biji bintaro memiliki bobot jenis minyak pada rentang 0,8984 g/ml dan 0,9062 g/ml.

4.2.3. Bilangan Iod Minyak

Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menujukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan iod merupakan parameter penting dalam menentukan mutu minyak. Semakin tinggi bilangan iod menunjukkan jumlah ikatan rangkap di dalam minyak semakin banyak.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

Kecambah Muda Matang

Densi

ta

s

(g

r/m

l)

Tingkat Kematangan Buah

(39)

24

[image:39.595.111.526.72.419.2]

Menurut Ketaren (1986), bilangan iod dapat digunakan untuk menggolongkan minyak sebagai minyak mengering dan bukan mengering. Minyak yang mempunyai bilangan iod lebih dari 130 digolongkan sebagai minyak mengering, sedangkan minyak yang mempunyai bilangan iod antara 100 sampai 130 bersifat setengah mengering dan bilangan iod kurang dari 100 bersifat tidak mongering. Jenis minyak mengering (drying oil) adalah minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental, dan membentuk sejenis selaput bila dibiarkan di udara terbuka. Istilah minyak “setengah mengering” berupa minyak yang memiliki daya mengering lebih lambat. Penelitian nilai bilangan iod minyak biji bintaro dengan variasi perlakuan tingkat kematangan buah dan jenis ekstraksi disajikan seperti pada Gambar 15.

Gambar 15. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap bilangan iod minyak biji bintaro.

Berdasarkan data yang diperoleh dari grafik, bilangan iod tertinggi terdapat pada minyak yang berasal dari buah bintaro berkecambah dengan metode ekstraksi maserasi dengan pelarut n-heksana sebesar 85,19 I2/100 gram minyak dan bilangan iod terendah terdapat pada minyak yang

berasal dari buah bintaro matang dengan metode ekstraksi hydraulic pressing sebesar 51,08 I2/100

gram. Berdasarkan bilangan iod yang diperoleh maka minyak biji bintaro termasuk ke dalam minyak yang tidak mengering dimana kandungan bilangan iod yang dihasilkan cukup rendah. Nilai bilangan iod minyak biji bintaro lebih rendah dibanding dengan minyak jarak pagar sebesar 92 – 112 I2/100

gram (Achten et al. 2008) dan minyak biji nyamplung sebesar 86,42 I2/100 gram (SNI 2006).

Sementara itu minyak biji bintaro memiliki bilangan iod yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak kelapa sawit sebesar 45 – 56 I2/100 gram (Ketaren, 1986).

Berdasarkan hasil analisa keragaman (Lampiran 5), tingkat kematangan buah memiliki pengaruh yang nyata terhadap bilangan iod minyak biji bintaro yang dihasilkan. Dari hasil uji Duncan didapatkan bahwa buah bintaro yang matang memiliki minyak dengan rata – rata bilangan iod sebesar 57,67 I2/100 gram yang berbeda nyata dengan rata – rata bilangan iod minyak yang dihasilkan dari

buah bintaro yang muda sebesar 67,89 I2/100 gram dan rata – rata bilangan iod minyak buah bitaro

berkecambah sebesar 74,09 I2/100 gram. Berdasarkan hasil yang didapat, minyak bintaro dari buah

berkecambah rentan terhadap terjadinya oksidasi minyak dibandingkan dengan minyak yang berasal dari buah bintaro muda dan minyak bintaro dari buah yang sudah matang. Menurut Ketaren (1986), ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh dapat bereaksi secara adisi dengan hidrogen, oksigen, halogen, dan sulfur yang dapat menurunkan bilangan iod minyak. Reaksi adisi tersebut mengakibatkan ikatan rangkap pada minyak berkurang sehingga bilangan iod menurun.

0 20 40 60 80 100

Kecambah Muda Matang

B ila ng a n Io d (I2 /1 0 0 g r m iny a k )

Tingkat Kematangan Buah

(40)

25

Hasil analisa keragaman juga menunjukkan bahwa metode esktraksi minyak biji bintaro berpengaruh secara nyata terhadap bilangan iod minyak yang dihasilkan. Dari hasil uji Duncan didapatkan bahwa rata – rata bilangan iod terbesar terdapat pada minyak biji bintaro dengan metode ekstraksi dengan pelarut n-heksana sebesar 70,87 I2/100 gram dilanjutkan dengan minyak biji bintaro

dengan metode ekstraksi hydraulic pressing sebesar 65,30 I2/100 gram, dan metode ekstraksi hot hydraulic pressing menghasilkan minyak biji bintaro dengan rata – rata bilangan iod terkecil yaitu 63,49 I2/100 gram. Rendahnya bilangan iod minyak biji bintaro hasil hot hydraulic pressing dapat

disebabkan karena telah terjadi sejumlah reaksi oksidasi pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ketaren (1986) bahwa kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara terbuka akan bertambah dengan kenaikkan suhu. Suhu yang tinggi selama pengempaan mendorong terjadinya reaksi kimia pada komponen – komponen minyak sehingga terjadi perubahan pada komponen – komponen minyak tersebut. Sementara itu, pada ekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana menghasilkan bilangan iod yang tinggi karena suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi dan ekstraksi dilakukan pada tempat yang tertutup rapat sehingga kecil kemungkinan oksigen dapat masuk.

Berdasarkan hasil analisa keragaman, faktor tingkat kematangan buah dengan metode ekstraksi minyak memiliki interaksi secara nyata baik pada tingkat 5 persen dan 1 persen. Hal tersebut dapat disebabkan karena semakin tinggi tingkat kematangan buah menyebabkan semakin banyaknya jumlah asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalam minyak sehingga apabila masing – masing biji bintaro akan menghasilkan bilangan iod yang berbeda tergantung dari metode ekstraksi yang dilakukan. Dari hasil uji Duncan didapatkan bahwa kombinasi perlakuan A1B2 tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap kombinasi perlakuan A3B2 pada tingkat 1 persen. Berdasarkan bilangan iod yang dihasilkan dari penelitian ini, untuk mendapatkan minyak biji bintaro yang memiliki asam lemak tidak jenuh paling banyak berasal dari minyak biji bintaro dari buah yang berkecambah dengan ekstraksi menggunakan pelarut n-heksana.

4.2.4. Bilangan Penyabunan Minyak

Bilangan penyabunan adalah jumlah mg KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Apabila sejumlah contoh minyak atau lemak disabunkan dengan larutan KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui (Ketaren, 1986).

R1COO – CH2 R1COOK HOCH2

R2COO – CH + 3 KOH R2COOK + HOCH

R3COO – CH2 R3COOK HOCH2

gliserol sabun kalium gliserol Gambar 16. Reaksi bilangan penyabunan minyak (Ketaren, 1986).

(41)

26

[image:41.595.111.512.142.330.2]

peningkatan bi

Gambar

Tabel 1.   Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji Bintaro ....................................
Gambar 20. Grafik pengaruh tingkat kematangan buah bintaro dan metode ekstraksi terhadap kadar
Gambar 2. (a) akar, (b) batang, (c) daun, (d) bunga, dan (e) buah bintaro (Pranowo 2010)
Tabel 1. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro
+7

Referensi

Dokumen terkait