• Tidak ada hasil yang ditemukan

Quantity Increasing of Ketoprofen Loaded Chitosan Nanoparticles Based on Surfactant Type and Ultrasonication Condition.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Quantity Increasing of Ketoprofen Loaded Chitosan Nanoparticles Based on Surfactant Type and Ultrasonication Condition."

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN

TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM

SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI

LIDINIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(4)
(5)

ABSTRACT

LIDINIYAH. Quantity Increasing of Ketoprofen Loaded Chitosan Nanoparticles Based on Surfactant Type and Ultrasonication Condition. Under direction of PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI.

The objective of this study was evaluate the effects of ultrasonication and surfactant type on the change in particle size of ketoprofen loaded chitosan nanoparticles. Surfactant which was used in the synthesis of nanoparticles is oleic acid and poloxamer 188. The ketoprofen loaded chitosan nanoparticles were caracterized using PSA, SEM, FTIR, and XRD. Poloxamer 188 is the surfactant that assist in nanoparticles formation. The result of synthesis of ketoprofen loaded chitosan nanoparticles use poloxamer 188 as surfactant that ultrasonicated during 60 min at amplitude 40, has shown turbidity of formula P, A, and B was 6,68, 5,90, 5,42 NTU respectively. The nanoparticles quantity was resulted by this three formulas was >95% with particles size diameter <400 nm and entrapment efficiency of ketoprofen was >70%. Under the SEM, nanoparticles seen spherical stuctures. The FTIR and XRD analysis showed that all of compounds that used has no damaged by ultrasonication process. The mean diameter decreased linearly with increasing duration and amplitude of ultrasonication.

(6)
(7)

RINGKASAN

LIDINIYAH. Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA and LAKSMI AMBARSARI.

Ketoprofen merupakan obat yang sangat bermanfaat sebagai antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik, pada penyakit sendi, penyakit gigi dan mulut, pasca bedah, pasca trauma dan pasca persalinan. Ketoprofen memiliki waktu eliminasi yang sangat cepat, yaitu 1,5–2 jam sehingga obat tersebut harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen dalam tubuh telah terakumulasi sampai dosis >300 mg akan mengakibatkan iritasi atau pendarahan pada lambung dan atau pada usus. Penjerapan ketoprofen dengan menggunakan kitosan dalam bentuk nanopartikel merupakan salah satu cara untuk mengatasi cepatnya waktu eliminasi. Pembentukan partikel dalam ukuran nanometer diharapkan dapat terserap dengan utuh pada saluran cerna setelah pemberian secara oral dan dapat terpenetrasi diantara pembuluh kapiler maupun sel di dalam tubuh sehingga obat dapat lebih tepat sasaran.

Komposisi material dan metode yang digunakan sangat mempengaruhi keberhasilan pembentukan nanopartikel. Penggunaan surfaktan sering dilakukan agar diperoleh jumlah partikel berukuran nanometer lebih banyak dan lebih stabil. Perbedaan nilai hydrophilic-lipophilic balance (HLB) pada surfaktan menghasilkan sebaran diameter partikel yang berbeda pula. Surfaktan yang memiliki nilai HLB lebih tinggi menghasilkan nanopartikel lebih banyak. Asam oleat (HLB=1) dan poloxamer 188 (HLB=29) dibandingkan peranannya dalam pembentukan nanopartikel. Selain komposisi material, metode yang digunakan juga mempengaruhi nanopartikel yang dihasilkan. Metode ultrasonikasi merupakan metode yang efektif untuk pembuatan nanopartikel. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen berdasarkan jenis surfaktan (asam oleat dan poloxamer 188) dan kondisi ultrasonikasi (waktu dan amplitudo), juga untuk pencirian nanopartikel yang dihasilkan sebagai sediaan baru pengantaran obat ke dalam tubuh.

Pembentukan nanopartikel kitosan sebagai pengantar obat ketoprofen ini terdidri atas beberapa tahap, yaitu pemilihan jenis surfaktan, optimasi kondisi ultrasonikasi, pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik, pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dengan menggunakan particle size analyzer (PSA), scanning electron microscopy (SEM), fourier transform infrared (FTIR) serta X-ray diffraction (XRD) dan efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan.

(8)

lainnya. Hasil sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen menunjukkan bahwa ketiga formula (P, A, dan B) memiliki nilai turbiditas rendah, yaitu berturut-turut 6,68, 5,90, 5,42 NTU. Ketiga formula tersebut menghasilkan jumlah nanopartikel sebanyak >95% dengan rata-rata ukuran diameter partikel <400 nm dan memiliki rata-rata efisiensi penjerapan ketoprofen >70%. Nilai jumlah nanopartikel dari penelitian ini mengalami peningkatan dari penelitian sebelumnya yang memiliki jumlah nanopartikel tertinggi, yaitu 58% dengan rata-rata ukuran partikel 380– 900 nm. Peningkatan ini diduga dipengaruhi oleh jenis surfaktan, waktu dan amplitudo ultrasonikasi, konsentrasi kitosan serta konsentrasi surfaktan yang digunakan, Pencirian dilakukan pada salah satu formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen, yaitu formula B dengan menggunakan SEM, FTIR, dan XRD untuk mengetahui berturut-turut bentuk partikel, gugus fungsi, dan kristalinitasnya. Hasil analisis SEM dari formula B menunjukkan bahwa bentuk partikel dari formula B adalah sferis (bulat) dan tidak mengalami aglomerasi (penggumpalan), sedangkan berdasarkan spektrum FTIR formula sebelum ultrasonikasi (formula Bo) dan setelah ultrasonikasi (formula B) tidak terdapat perbedaan yang mencolok, sehingga dapat disimpulkan bahwa proses ultrasonikasi tidak merusak senyawa-senyawa yang ada dalam formula, sedangkan hasil analisis XRD menunjukkan terjadinya kenaikan kristalinitas yang membuktikan bahwa terdapat ketoprofen yang terjerap dalam nanopartikel kitosan-TPP.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

PENINGKATAN JUMLAH NANOPARTIKEL KITOSAN

TERISI KETOPROFEN BERDASARKAN RAGAM

SURFAKTAN DAN KONDISI ULTRASONIKASI

LIDINIYAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi

Nama : Lidiniyah

NRP : G451090191

Program Studi : Kimia

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S. Dr. Laksmi Ambarsari, M.S. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kimia

Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Mei 2011 ini ialah Peningkatan Jumlah Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen Berdasarkan Ragam Surfaktan dan Kondisi Ultrasonikasi.

Ucapan terima kasih yang tulus kepada Ibu Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi S2 Kimia, dan Ibu Dr. Laksmi Ambarsari, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, serta dorongan moral kepada saya, serta kepada Ibu Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran untuk perbaikan tesis saya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Umi, suami serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya dan kepada Kementerian Agama

Republik Indonesia yang telah mendanai pendidikan penulis selama menjalani program pascasarjna Kimia.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, Juli 2011

(16)
(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 02 Agustus 1986 dari pasangan Bapak H.Ubaidillah dan Ibu Hj. Hulduniyah. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Ketoprofen ... 5

Nanopartikel Kitosan ... 6

Metode Pembuatan Nanopartikel ... 10

Sonokimia ... 11

BAHAN DAN METODE ... 15

Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Jenis Surfaktan Terpilih ... 19

Kondisi Ultrasonikasi Optimum ... 22

Formula Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen terbaik ... 24

Karakterisasi Nanopartikel Kitosan Terisi Ketoprofen ... 30

Efisiensi Penjerapan Ketoprofen pada Nanopartikel Kitosan ... 35

SIMPULAN DAN SARAN ... 37

Simpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(20)
(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Parameter mutu kitosan niaga ... 9 2 Kombinasi konsentrasi kitosan, TPP, ketoprofen dan surfaktan ... 17 3 Hubungan jenis surfaktan dan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas 20 4 Jumlah nanopartikel kitosan berdasarkan jenis surfaktan dan turbiditas ... 21 5 Hubungan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas formula PP ... 23 6 Jumlah nanopartikel berdasarkan waktu, amplitudo, energi ultrasonikasi dan

turbiditas pada formula PP ... 24 7 Hubungan konsentrasi material, viskositas, energi ultrasonikasi dan

turbiditas ... 25 8 Jumlah nanopartikel dan indeks polidispersitas berdasarkan konsentrasi

material dan turbiditas ... 27 9 Puncak serapan pada spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur kimia ketoprofen ... 5 2 Beberapa tipe pemuatan obat dalam nanopartikel ... 6 3 Struktur kimia kitosan ... 7 4 Struktur kimia (a) asam oleat, (b) poloxamer 188 ... 10 5 Teori Hot spot kavitasi akustik ... 13 6 Strategi penelitian ... 18 7 Perbandingan turbiditas formula PP7 dan PO1 secara visual ... 19 8 Hubungan amplitudo dengan energi ultrasonikasi pada formula PP ... 22 9 Tingkat kestabilan turbiditas formula P, A, dan B berdasarkan waktu

penyimpanan ... 29 10 Perbandingan turbiditas formula (a) sebelum penyimpanan (b) setelah

disimpan 20 hari ... 30

11 Foto bentuk partikel formula B dengan menggunakan SEM perbesaran 2.000× ... 30 12 Spektrum FTIR (a) kitosan, (b) ketoprofen, (c) formula Bo serta (d) formula

B ... 31

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(26)
(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketoprofen merupakan suatu obat antiinflamasi nonsteroid yang mempunyai efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan) yang disebabkan oleh beberapa kondisi, seperti osteoarthritis dan rheumatoid arthritis. Ketoprofen praktis tidak larut dalam air serta kecepatan disolusi dan bioavilabilitasnya rendah (Alatas et al. 2006). Waktu eliminasinya sangat cepat, yaitu 1,5–2 jam sehingga obat tersebut harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen dalam tubuh telah terakumulasi sampai dosis >300 mg akan mengakibatkan iritasi atau pendarahan pada lambung (Yamada et al 2001; Patil et al. 2005). Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan

tersebut ialah dengan menjerap ketoprofen dalam bentuk nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat yang terkendali dengan menggunakan biopolimer.

Biopolimer yang memiliki sifat biodegradabel dan biokompatibel adalah kandidat tepat sebagai pengantaran obat. Kitosan merupakan salah satu biopolimer yang banyak digunakan sebagai sistem pengantaran obat. Kitosan mudah terdegradasi, biokompatibel, tidak beracun, memiliki aktivitas antibakteri, mukoadesif, serta mudah diperoleh (Ru et al. 2009). Namun, kitosan merupakan biopolimer yang rapuh sehingga perlu dilakukan modifikasi kimia dan modifikasi fisik untuk meningkatkan kualitas kitosan. Salah satu modifikasi kimia yang banyak dilakukan, yaitu dengan menambahkan senyawa pengikat silang seperti tripolifosfat (TPP). Kekuatan mekanik gel kitosan meningkat dengan penggunaan TPP karena TPP memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih besar (Shu & Zhu 2002).

(28)

tepat sasaran. Nanopartikel kitosan telah banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat antikanker, gen, dan vaksin dalam bentuk gel atau lembaran (Thassu et al. 2007).

Penelitian tentang nanopartikel kitosan sebagai pengantaran obat telah banyak dilakukan. Kumar (2000) telah menghasilkan nanopartikel kitosan poli(etilen oksida) dengan ukuran partikel 200-1000 nm. Ciri nanopartikel kitosan terisi amonium glisirrizinat sebagai obat anti-hepatitis melalui proses gelasi ionik dengan menggunakan TPP telah dipelajari oleh Wu et al. (2005). Hasil dari penelitian tersebut adalah, ukuran nanopartikel yang diperoleh berkisar 20–80 nm dan dapat digunakan sebagai sistem pengantaran amonium glisirrizinat. Keberhasilan sintesis nanopartikel dipengaruhi oleh penggunaan surfaktan. Perbedaan nilai hydrophilic-lipophilic balance (HLB) pada surfaktan menghasilkan sebaran diameter partikel yang berbeda pula. Surfaktan yang memiliki nilai HLB lebih tinggi menghasilkan nanopartikel lebih banyak (Sugita et al. 2010a). Wahyono et al. (2010) menggunakan asam oleat (HLB = 1) sebagai surfaktan dalam sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dan menghasilkan 58% nanopartikel dari pengukuran secara manual pada foto SEM. Jumlah nanopartikel yang dihasilkan oleh Wahyono et al. (2010) masih sedikit dan kurang akurat, karena hasil pengukuran ukuran partikel secara manual dengan

menggunakan foto SEM tidak dapat menggambarkan keadaan keseluruhan dari kondisi sampel yang dianalisis. Oleh karena itu perlu dicoba penggunaan surfaktan yang memiliki nilai HLB lebih besar dari asam oleat dan perlu digunakan alat lain untuk mengetahui ukuran partikel yang lebih akurat seperti particle size analyzer (PSA). Surfaktan lain yang digunakan dalam pembentukan nanopartikel adalah poloxamer 188 (HLB = 29). Penggunaan poloxamer 188 dapat membantu menurunkan rata-rata diameter partikel (Memisoglu-Bilensoy et al. 2006). Namun poloxamer 188 belum banyak digunakan dalam sintesis nanopartikel kitosan.

(29)

3

(Sonochemistry). Prinsip sonokimia sangat berkaitan dengan fenomena kavitasi akustik yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam medium cairan (Schroeder et al. 2009). Hielscher (2005) berpendapat bahwa penggunaan gelombang ultrasonik dapat menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya amplitudo, konsentrasi dan viskositas. Proses ultrasonikasi dengan amplitudo yang tinggi dan waktu yang lama menghasilkan energi yang besar, energi yang besar dapat menyebabkan proses kavitasi terjadi dengan baik (Tsai et al. 2008). Wahyono et al. (2010) telah meneliti tentang pembuatan nanopartikel kitosan sebagai penyalut ketoprofen. Nanopartikel dibuat dengan menggunakan metode ultrasonikasi (130 Watt, frekuensi 20 kHz selama 30 menit) dan sentrifugasi (kecepatan 20000 rpm selama 2 jam) yang menghasilkan 58% nanopartikel yang memiliki ukuran 380–900 nm dengan efisiensi penyalutan terhadap ketoprofen sebesar 72,48%. Dengan metode yang digunakan oleh Wahyono et al. (2010) masih menghasilkan mikropartikel sebanyak 42% sehingga metode tersebut perlu diperbaiki agar memperoleh nanopartikel yang lebih banyak dengan menggunakan ragam waktu dan amplitudo ultrasonikasi.

Pada penelitian ini akan dibuat nanopartikel kitosan sebagai penjerap ketoprofen dengan menggunakan asam oleat dan poloxamer 188 melalui metode

ultrasonikasi dengan ragam waktu dan amplitudo. Komposisi material yang digunakan mengacu pada tiga formula terbaik dari Wahyono et al. (2010) yang menunjukkan ukuran nanopartikel serta efisiensi penjerapan >50%. Penggunaan ragam surfaktan, dan kondisi ultrasonikasi diharapkan dapat mempengaruhi proses kavitasi sehingga diperoleh ukuran nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang lebih banyak dan seragam.

Perumusan Masalah

(30)

diperlukan modifikasi metode untuk meningkatkan jumlah nanopartikel dan efisiensi penjerapan, yaitu dengan menggunakan surfaktan asam oleat dan poloxamer 188, dan kondisi ultrasonikasi dengan ragam waktu dan amplitudo serta analisis ukuran partikel dilakukan menggunakan PSA.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen berdasarkan jenis surfaktan (asam oleat dan poloxamer 188) dan kondisi ultrasonikasi (waktu dan amplitudo), juga untuk pencirian nanopartikel yang dihasilkan sebagai sediaan baru pengantaran obat ke dalam tubuh.

Hipotesis

1. Penggunaan poloxamer 188 dapat meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan.

2. Peningkatan waktu dan amplitudo ultrasonikasi dapat meningkatkan jumlah nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan.

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Ketoprofen

Ketoprofen [asam 2-(3-benzoilfenil)-propionat; rumus kimia C16H14O3;

Mr=254,3 g mol-1] termasuk suatu obat anti inflamasi nonsteroid (AINS), derivat asam propionat. Obat antiinflamasi nonsteroid merupakan obat yang mempunyai efek analgesik (penghilang rasa sakit), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (menghilangkan pembengkakan). Mekanisme kerjanya adalah dengan cara menghambat sintesis prostaglandin, yang merupakan suatu zat yang menyebabkan inflamasi (Alatas et al. 2006).

Ketoprofen (Gambar 1) diindikasikan untuk menekan berbagai reaksi inflamasi yang dihubungkan dengan nyeri dan demam. Seperti pada penyakit sendi (rematoid dan osteoarthritis), penyakit gigi dan mulut, paska bedah, paska trauma dan paska persalinan (Valliappan et al. 2006). Dosis oral adalah 75 mg, 3 kali sehari atau 50 mg, 4 kali sehari. Akibat waktu paruh eliminasi yang cepat, maka obat tersebut harus sering dikonsumsi. Namun, jika ketoprofen di dalam lambung telah terakumulasi > 300 mg, maka akan mengakibatkan pendarahan (Patil et al. 2005).

Ketoprofen praktis tidak larut dalam air, laju disolusi dan ketersediaan hayatinya rendah (Alatas et al. 2006). Berbagai teknik seperti obat kering, dispersi padat, bakal obat yang larut air atau kompleksasi telah diterapkan untuk meningkatkan kelarutan. Salah satu cara agar ketoprofen tidak terlalu sering dikonsumsi sehingga dapat mengakibatkan pendarahan lambung ialah dengan

menyalut ketoprofen sehingga pengantaran obat dapat terkendali. Penyalut yang telah banyak digunakan untuk mengurangi kelemahan ketoprofen adalah kitosan, baik yang termodifikasi maupun yang tidak. Yamada et al (2001) telah

(32)

menggunakan kitosan sebagai penyalut ketoprofen dalam bentuk mikropartikel. Penelitian lain yang telah dilakukan yaitu mempelajari perilaku disolusi ketoprofen tersalut gel kitosan gom-guar (Amelia 2007), perilaku disolusi mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat (Sugita et al. 2010b) dan penyalutan ketoprofen dengan kitosan dalam bentuk nanopartikel (Wahyono et al. 2010).

Nanopartikel Kitosan

Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar 10–1000 nm (Tiyaboonchai 2003; Mohanraj & Chen 2006). Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik itu dalam bentuk nanosphere, atau nanokapsul (Gambar 2). Nanopartikel memiliki sifat yang baik karena faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat meningkatkan reaktivitas, kekuatan, sifat listrik, dan perilaku in vivo (Thassu et al. 2007).

Mohanraj & Chen (2006) berpendapat bahwa nanopartikel memiliki empat kelebihan dalam penggunaannya sebagai pengantaran obat, yaitu: (1) dapat dengan mudah memanipilasi ciri permukaan serta ukuran partikel sesuai dengan target pengobatan; (2) pelepasan obat dapat diatur dan diperpanjang selama proses transpor obat ke sasaran; (3) memasukkan obat ke dalam sistem nanopartikel dapat dilakukan tanpa reaksi kimia. Hal ini merupakan faktor penting untuk menjaga aktivitas obat; dan (4) berbagai jalur sirkulasi tubuh dapat menggunakan sistem nanopartikel.

Polimer nanopartikel yang biodegradabel dan biokompetibel adalah kandidat tepat sebagai pengantaran obat. Hal tersebut dikarenakan polimer

(33)

7

nanopartikel diharapkan dapat terserap dengan utuh pada saluran pencernaan setelah pemberian secara oral (Wu et al. 2005). Tujuan utama pembuatan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat yaitu untuk mengatur ukuran partikel, sifat permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan yang tepat. Salah satu contoh polimer nanopartikel biodegradabel dan biokompetibel yang banyak digunakan sebagai sistem pengantaran obat adalah kitosan.

Kitosan (1,4)-2-amino-2-deoksi-β-D-glukosamin (Gambar 3) merupakan

biopolimer polikationik linear terdiri dari D-glukosamin dan

N-asetil-D-glukosamin yang dihubungkan oleh ikatan β-(1→4) glikosidik (Prusty 2009).

Kitosan memiliki rumus molekul (C6H11NO4)n yang merupakan salah satu dari

polimer alam yang bersifat mudah terdegradasi, biokompatibel, tidak beracun, memiliki aktifitas anti bakteri, mukoadhesif serta mudah diperoleh (Ru et al. 2009). Kitosan larut dalam asam dengan pH dibawah 6,0, yang umum digunakan adalah asam asetat dengan pH sekitar 4,0. Pada pH tinggi, cenderung terjadi pengendapan. Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktivitas kimia yang tinggi dan penyumbang sifat polielektrolit

kation dalam larutan asam organik (Sundar 2010).

Nanopartikel kitosan telah banyak diteliti untuk sistem pengantaran obat pada obat antikanker, gen, dan vaksin (Thassu et al. 2007). Dari sudut pandang biofarmasi, kitosan memiliki potensi melayani sebagai peningkat penyerapan di epitel usus untuk mukoadhesif dan meningkatkan permeabilitas (Wu et al. 2005). Kitosan dalam bentuk nanopartikel memiliki kekuatan mekanik dan keteruraian hayati yang lambat sehingga dapat dipakai sebagai pengantar obat. Sebagai

(34)

pengantar obat antikanker kitosan biasanya dibentuk menjadi gel atau lembaran (Thassu et al. 2007).

Agar keaktifan dan kualitas dari kitosan meningkat, maka perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan zat pengikat silang. Zat pengikat silang yang sering digunakan antara lain glutaraldehida dan tripolifosfat. Penggunaan glutaraldehida sebagai zat pengikat silang untuk sistem penghantaran obat umumnya dihindari karena bersifat toksik. Selain itu ikatan silang yang terjadi melalui reaksi pembentukan basa Schiff antara gugus aldehida-ujung pada glutaraldehida dengan gugus amino pada kitosan membentuk imina akan menyebabkan ikatan kimia yang kuat antar polimer kitosan. Pada nanopartikel kitosan sebagai sistem penghantaran obat, hal ini harus dihindari karena dapat mengakibatkan sulitnya proses pelepasan obat dari dalam nanopartikel kitosan. Umumnya pembentukan ikatan silang ionik antara polikationik kitosan dengan senyawa polianion akan lebih disukai. Tripolifosfat (TPP) yang merupakan senyawa polianion merupakan zat pengikat silang yang baik. Kekuatan mekanik gel kitosan meningkat dengan penggunaan TPP karena TPP memiliki rapatan muatan negatif yang tinggi sehingga interaksi dengan polikationik kitosan akan lebih besar (Shu & Zhu 2002).

Nanopartikel kitosan terisi amonium glisirrizinat sebagai obat anti-hepatitis

melalui proses gelasi ionik dengan menggunakan TPP telah dipelajari oleh Wu et al. (2005). Hasil dari penelitian tersebut adalah, ukuran nanopartikel yang diperoleh berkisar 20–80 nm dan dapat digunakan sebagai sistem penghantaran amonium glisirrizinat dengan pelepasan amonium glisirrizinat pada 1 jam pertama sekitar 22,5%. Pelepasan amonium glisirrizinat tergolong sangat lambat hingga mencapai 16 jam, yaitu 37,5%.

Modifikasi lain pada gel kitosan dengan penambahan hidrokoloid alami diantaranya dengan gom guar (Amelia 2007) dan alginat (Sugita et al. 2010b) telah digunakan sebagai matriks penghantaran ketoprofen sebagai obat anti inflamasi. Kitosan juga dapat memperbaiki sistem pengantaran ketoprofen dengan cara menyalut obat dalam mikrokapsul (Yamada et al. 2001).

(35)

9

dapat mempengaruhi viskositas kitosan diantaranya suhu, konsentrasi pelarut, derajat deasetilasi, dan bobot molekul. Kitosan niaga memiliki bobot molekul berkisar antara 1 × 105 dan 1,2 × 106 g/mol. Parameter mutu kitosan niaga dapat dilihat pada Tabel 1.

Keberhasilan pembentukan nanopartikel dipengaruhi oleh penggunaan zat aktif permukaan (surfaktan) yang berfungsi untuk menurunkan energi antarmuka larutan sehingga mencegah timbulnya agregat-agregat permukaan. Pada pembuatan nanopartikel, surfaktan banyak digunakan karena rata-rata ukuran partikel menurun dengan meningkatnya konsentrasi surfaktan. Konsentrasi tinggi surfaktan menurunkan tegangan permukaan dan memudahkan partisi partikel selama homogenisasi. Silva et al (2006) telah menggunakan surfaktan berupa Tween 80, Span 80 dalam proses pembuatan mikrosfer kitosan untuk sistem penghantaran hemoglobin ke dalam tubuh. Kedua surfaktan tersebut dapat menurunkan rerata diameter mikrosfer kitosan, yaitu pada Span 80 dari 132,6 µm menjadi 24,9 µm dan pada Tween 80 dari 198 µm menjadi 181,3 µm. Selain itu, kedua surfaktan tersebut juga dapat menurunkan efisiensi enkapsulasinya. Sebagai sistem pengantaran obat penggunaan surfaktan dengan penambahan zat kimia tertentu memiliki kelemahan yaitu toksisitas yang tinggi (Tarirai 2005). Oleh karena itu, sistem penghantaran obat harus dibuat dari material yang memiliki

tingkat toksisitas rendah. Senyawa yang tidak beracun dan dapat digunakan sebagai surfaktan dalam pembuatan nanopartikel kitosan adalah asam oleat dan poloxamer 188 (Gambar 4).

Tabel 1 Parameter mutu kitosan niaga (Wahyono et al. 2010) Parameter Ciri Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk

Kadar air ≤ 10%

Kadar abu ≤ 2%

Derajat deasetilasi ≥ 70%

Warna larutan tidak berwarna Viskositas (cP):

ƒRendah < 200

ƒMedium 200–799

ƒTinggi 800–2000

(36)
(37)

11

ditambahkan surfaktan agar membentuk emulsi minyak dalam air, stelah itu dilakukan penguapan pelarut. Pada teknik polimerisasi, monomer di polimerisasi dalam larutan berair untuk membentuk nanopartikel. Kemudian suspensi nanopartikel dipisahkan dari zat penstabil dan surfaktan dengan menggunakan sentrifugasi. Pada teknik gelasi ionik dilakukan pencampuran antara polimer yang bersifat polikation dengan polianion.

Menurut Tiyaboonchai (2003) nanopartikel dapat dibuat dengan empat metode. Metode tersebut diantaranya gelasi ionik, mikroemulsi, difusi emulsifikasi pelarut dan komplek polielektrolit. Metode yang berkembang luas adalah metode gelasi ionik (Tiyaboonchai 2003; Mohanraj & Chen 2006) dan metode pembentukan kompleks polielektrolit (Tiyaboonchai 2003). Pada metode gelasi ionik, dilakukan pencampuran polikation kitosan dengan polianion sodium tripolifosfat yang mengakibatkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dan muatan negatif pada TPP. Beberapa peneliti yang menggunakan metode gelasi ionik kitosan dengan TPP antara lain: Kumar (2000) dalam pembentukan nanopartikel kitosan poli(etilen oksida), ukuran nanopartikel yang diperoleh berkisar 200–1000 nm. Wu et al (2005) melakukan pembentukan nanopartikel kitosan terisi amonium glisirrizinat menghasilkan ukuran nanopartikel 20–80 nm. Proses homogenisasi pada metode gelasi inonik ini

dilakukan dengan menggunakan pengaduk magnetik pada suhu kamar. Wahyono et al. (2010) melakukan proses homogenisasi material yang digunakan pada pembentukan nanopartikel dengan menggunakan metode ultrasonikasi.

Sonokimia

Spektrum suara (Sonic) yang memiliki frekuensi sangat tinggi disebut ultrasonik. Rentang frekuensi ultrasonik yaitu 20 kHz–10 MHz. Ultrasonik dibagi

(38)

Prinsip sonokimia sangat berkaitan dengan fenomena kavitasi akustik yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan pecahnya gelembung yang terbentuk dalam medium cairan (Schroeder et al. 2009). Pada fenomena kavitasi suara ultrasonik yang menjalar di dalam medium cair memiliki kemampuan untuk membangkitkan gelembung atau rongga (cavity) di dalam medium cair tersebut. Ketika gelombang ultrasonik menjalar pada medium cairan terjadi siklus regangan dan rapatan. Turunnnya tekanan mengakibatkan terjadinya regangan sehingga membentuk gelembung yang akan menyerap energi dari gelombang ultrasonik, sehingga gelembung tersebut dapat memuai sampai ukuran maksimum dan akhirnya pecah (Hielscher 2005). Menurut Schroeder et al. (2009) pecahnya gelembung mengakibatkan terjadinya kondisi ekstrem yaitu kenaikan suhu lokal mencapai suhu 5000 K serta kenaikan tekanan mencapai 1000 atm dengan kecepatan pemanasan sampai pendinginan >1010 K/s. Kondisi ekstrem ini menyebabkan terjadinya pemutusan ikatan kimia yang disebut dengan teori Hot Spot (Gambar 5).

Kavitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: amplitudo, suhu, tekanan, konsentrasi dan viskositas (Hielscher 2005). Sedangkan menurut Gronroos (2010) faktor yang mempengaruhi proses kavitasi adalah: frekuensi, intensitas, pelarut, suhu, tekanan, penghancuran gas dan partikel, serta kelemahan

pada alat ultrasonik. Kenaikan frekuensi ultrasonik mengakibatkan menurunnya pembentukan gelembung kavitasi. Dengan frekuensi tinggi maka periodenya lebih pendek, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk proses kavitasi tidak mencukupi. Pada frekuensi yang mendekati 10 MHz proses kavitasi tidak terbentuk (Gronroos

2010). Untuk ultrasonik seperti gelombang suara, panjang gelombang (λ)

berhubungan dengan cepat rambat suara (Vs) dalam medium dan frekuensi (f) yang dinyatakan pada persamaan (1).

=λ ……….(1)

Menurut Groonroos (2010) intensitas ultrasonik merupakan salah satu faktor penting pada proses kavitasi. Intensitas diartikan sebagai jumlah energi yang mengalir per luas area, yang dinyatakan dengan persamaan (2) berikut:

(39)

13

dimana E adalah energi dan Vs adalah cepat rambat suara. Hielscher (2005) menyatakan bahwa intensitas bergantung pada amplitudo (A), tekanan (P),

volume reaktor (VR), temperatur (T), viskositas (η) dan lain-lain yang

dinyatankan pada persamaan (3).

[ / ] = A[μ ], P[ ], V [ ], T[ C],η[cP], …….(3)

Tang et al (2003) melakukan proses ultrasonikasi pada kitosan-TPP dengan menggunakan ragam amplitudo (20, 40, 60 dan 80) selama (2, 5, 8 dan 10 menit), hasil yang diperoleh ternyata proses ultrasonikasi dapat menurunkan rata-rata diameter partikel. Penelitian tersebut juga dapat membuktikan bahwa semakin meningkatnya amplitudo dan waktu pada proses ultrasonikasi mampu menurunkan rata-rata diameter partikel. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Tsai et al. (2008), yaitu semakin lama proses ultrasonikasi pada kitosan-TPP diameter partikel yang diperoleh semakin menurun.

Faktor lain yang akan mempengaruhi proses kavitasi, yaitu penambahan surfaktan dalam medium cairan. Surfaktan akan terakumulasi di bagian antarmuka antara gas dan cairan pada gelembung kavitasi yang akan menurunkan tegangan permukaan gelembung. Turunnya tegangan permukaan akan mengakibatkan bertambahnya kecepatan pembentukan gelembung. Namun, gelembung yang terbentuk tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi ukurang yang lebih kecil di bandingkan gelembung dalam medium cairan tanpa penambahan surfaktan (Schroeder et al. 2009). Gelombang kejut yang dihasilkan pada saat ultrasonikasi

dapat memisahkan gumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan surfaktan sebagai penstabil (Hielscher 2005).

Pada penelitian dengan efek ultrasonik banyak menggunakan peralatan yang berbentuk probe. Alat tipe probe ini merupakan alat yang paling akurat dan efektif

(40)
(41)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian dari bulan Januari sampai Mei 2011 yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik IPB, Laboratorium Kimia Fisik IPB, Laboratorium Biofisik IPB, Laboratorium Terpadu FKH IPB, Balai Inkubator Teknologi (BIT) BPPT Gedung 410 ruang 129 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, PT BIN BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Pusat Antar Universitas (PAU) IPB, Laboratorium Geologi Quarterner PPGL Bandung dan Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah kitosan udang (C6H11NO4)n dari Bratachem (kadar air 9,94%, kadar abu 0,61%, derajat

deasetilasi 77,26%, dan bobot molekul 3×105 g/mol), ketoprofen (C16H14O3) dari

PT. Kalbe Farma, asam oleat, poloxamer 188, buffer fosfat pH 7,2, natrium Tripolifosfat (STPP).

Alat yang digunakan di antaranya homogenyzer Ultra-Turax T8, Turbidimeter jenis 2100 P, Viscometer TV-10, ultrasonic processor Cole Parmer 130 Watt 20 kHz jenis probe CV 18, sentrifusa kecepatan tinggi Himac CR 21G, particle size analyzer Delsa Nano C, pengering semprot Buchi 190, FTIR jenis Perkin Elmer seri SpectrumOne, spektrofotometer UV-Vis jenis UV-1700 PharmaSpec, pengocok, SEM JEOLJSM-6360LA, pH meter Toa HM-20S, dan XRD PW 1710 Philips.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri atas lima tahap, yaitu pemilihan jenis surfaktan, optimasi kondisi ultrasonikasi, pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik, pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dan efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan.

1. Pemilihan jenis surfaktan

(42)

(formula PP). Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 2%, ketoprofen dan asam oleat dilarutkan dalam etanol, sedangkan TPP dan poloxamer 188 masing-masing dilarutkan dalam air bebas ion. Ke dalam 100 mL larutan kitosan ditambahkan 40 mL TPP sambil dihomogenkan dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit untuk mendapatkan kitosan yang terikat silang dengan TPP, kemudian ditambahkan 40 mL ketoprofen dengan konsentrasi 0,2 mg/mL dan 20 mL surfaktan (asam oleat atau poloxamer 188), lalu dihomogenkan kembali. Formula yang telah homogen diukur nilai turbiditasnya (T0) dan viskositasnya. Partikel yang ada dalam formula kemudian dipecah dengan proses ultrasonikasi. Masing-masing formula diultrasonikasi pada kondisi yang sama yaitu tiap 25 mL menggunakan gelas piala 50 mL selama 30 menit (Wahyono et al. 2010) dengan amplitudo 20, 30 dan 40. Setelah diultrasonikasi, diukur kembali nilai turbiditasnya (Ta) dan selanjutnya disentrifugasi selama 2 jam dengan kecepatan 19900 rpm untuk memisahkan partikel yang masih berukuran besar. Supernatan yang diperoleh diukur turbiditasnya (Tb) dan formula yang memiliki turbiditas terkecil yang kemudian dianalisis dengan menggunakan PSA untuk mengetahui ukuran partikelnya. Jenis surfaktan terpilih adalah surfaktan yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan dapat membantu pembentukan nanopartikel.

2. Optimasi kondisi ultrasonikasi

Optimasi kondisi ultrasonikasi dilakukan dengan menggunakan formula P dan surfaktan terpilih dari tahap 1. Proses yang dilakukan sama dengan tahap 1, tetapi proses ultrasonikasi dilakukan pada kondisi yang beragam. Ultrasonikasi dilakukan dengan ragam waktu (10, 20, 30, 45, dan 60 menit) dan ragam amplitudo (20, 30 dan 40). Kondisi ultrasonikasi optimum adalah waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan jumlah partikel berukuran 10-1000 nm terbanyak.

3. Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik

(43)

17

adalah formula yang menghasilkan nilai turbiditas dan rata-rata diameter partikel terkecil.

Tabel 2 Kombinasi konsentrasi kitosan, TPP, ketoprofen dan surfaktan (Wahyono et al. 2010)

Formula Kitosan

4. Pencirian nanopartikel kitosan terisi ketoprofen (Sundar 2010)

Ukuran partikel kitosan terisi ketoprofen dianalisis dengan menggunakan PSA. Sedangkan karakteristik bentuk partikel, gugus fungsi dan kristalinitasnya berturut-turut dianalisis dengan menggunakan SEM, FTIR dan XRD yang menggunakan formula yang telah dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunkan pengering semprot.

5. Efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel (Wahyono et al. 2010)

Sebanyak 25 mg nanopartikel kitosan ditimbang dan dilarutkan ke dalam 50 mL bufer fosfat pH 7,2. Campuran tersebut dikocok selama 24 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh dibaca absorbansnya dengan spektrofotometer UV pada λmaks 259,8. Absorbans yang diperoleh digunakan untuk menentukan

konsentrasi ketoprofen dengan bantuan kurva standar. Kurva standar dibuat dengan cara larutan ketoprofen dalam bufer fosfat pH 7,2 dengan konsentrasi 1-10 mg/L diukur absorbansnya pada λmaks 259,8. Data yang diperoleh

merupakan kurva hubungan antara konsentrasi ketoprofen dan absorbansnya. Sebagai koreksi diukur juga nanopartikel kitosan kosong atau tanpa penambahan ketoprofen. Efisiensi penjerapan dihitung dengan menggunakan persamaan (4):

EP = x mg L × L⁄ Massa ketoprofen awal mg⁄ mL× vol. ekstraksi × a mg b mg⁄ × % … .

dengan: x = nilai konsentrasi ketoprofen dalam formula a = massa total nanopartikel yang diperoleh

(44)

+ Asam asetat 2%

+ Air bebas ion

+ Air bebas ion + Etanol

Gambar 6 Strategi penelitian.

XRD FTIR Efisiensi Penjerapan

Kitosan TPP Ketoprofen Poloxamer 188

Sentrifugasi

(19900 rpm, 2 jam)

Ultrasonikasi

(t= 60 mnt, A= 40)

Spray Dry Supernatan

Kitosan terikat silang dengan TPP

Turbiditas

PSA Viskositas Homogenisasi

(13500 rpm, 5 mnt)

(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Surfaktan Terpilih

Tahap awal penelitian ini dilakukan pemilihan jenis surfaktan. Pada tahap pemilihan jenis surfaktan ini menggunakan formula yang sama yaitu formula P. Surfaktan yang digunakan adalah asam oleat (formula PO) dan poloxamer 188 (formula PP). Surfaktan terpilih adalah surfaktan yang menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan dapat membantu pembentukan nanopartikel. Pembuatan nanopartikel pada formula PO dan PP menggunakan metode homogenisasi, ultrasonikasi dan sentrifugasi. Proses homogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit dilakukan pada saat mencampurkan kitosan dengan TPP untuk mempercepat terbentuknya ikatan silang kitosan-TPP, dan dilakukan pada saat mencampurkan ketoprofen dan surfaktan (asam oleat atau poloxamer 188) kedalam kitosan-TPP. Proses homogenisasi juga membantu mempermudah dan

mempercepat pembentukan emulsi antara kitosan-TPP dan ketoprofen dengan menggunakan surfaktan asam oleat atau poloxamer 188. Setelah terbentuk formula yang homogen dilakukan pemecahan partikel dengan cara ultrasonikasi. Proses ultrasonikasi pada formula PO dan PP dilakukan selama 30 menit dengan ragam amplitudo 20, 30, dan 40. Pemisahan partikel yang masih berukuran besar dilakukan dengan sentrifugasi dengan kecepatan 19900 rpm selama 2 jam. Supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifugasi kemudian dianalisis nilai turbiditasnya dengan menggunakan turbidimeter.

Parameter awal untuk memprediksikan telah terjadi degradasi kitosan menjadi molekul yang lebih kecil adalah dengan mengukur turbiditasnya. Secara visual formula PO1 dan PP7 yang keduanya diultrasonikasi pada amplitudo 20 selama 30 menit menghasilkan penampilan yang berbeda. Formula PO1 tampak

(46)

lebih keruh dibandingkan formula PP7 (Gambar 7). Berdasarkan Gambar 7 tersebut diprediksikan bahwa formula PP7 memiliki turbiditas dan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan formula PO1. Pengukuran turbiditas dilakukan pada masing-masing formula tiap setelah homogenisasi (T0), setelah ultrasonikasi (Ta), dan setelah sentrifugasi (Tb). Semakin kecil nilai turbiditas diasumsikan ukuran partikel yang ada didalam formula juga semakin kecil. Setelah dianalisis menggunkanan turbidimeter, ternyata formula PO memiliki turbiditas yang lebih besar dibandingkan dengan formula PP (Tabel 3). Turbiditas terendah pada formula PO adalah 121,60 NTU (formula PO1) yang diultrasonikasi selama 30 menit dengan amplitudo 20. Oleh karena itu formula PO1 dianalisis dengan menggunakan PSA untuk mengetahui ukran partikel yang sebenarnya. Agar dapat diketahui pengaruh dari jenis surfaktan yang digunakan, maka formula PP yang dianalisis dengan menggunakan PSA adalah formula yang diultrasonikasi dengan kondisi yang sama pada formula PO1 yaitu formula PP7.

Tabel 3 Hubungan jenis surfaktan dan kondisi ultrasonikasi dengan nilai

turbiditas

Formula Ultrasonikasi Tb

(NTU) t (menit) A E (Joule)

PO1 30 20 4188 121,60

PO2 30 30 7195 124,60

PO3 30 40 9710 127,80

PP7 30 20 4298 11,72

PP8 30 30 7211 10,64

PP9 30 40 10256 9,54

PO: Formula P dengan surfaktan asam oleat, PP: Formula P dengan surfaktan poloxamer 188.

Walaupun proses ultrasonikasi dilakukan dengan kondisi yang sama pada formula PO1 dan PP7, hasil analisis PSA membuktikan bahwa formula PO1 tidak dapat menghasilkan nanopartikel sedangkan formula PP7 menghasilkan 93,05% nanopartikel yang berukuran 700,2 nm (Tabel 4). Wahyono et al. (2010)

(47)

21

mampu menghasilkan nanopartikel yang lebih banyak, karena asam oleat memiliki HLB lebih rendah dari poloxamer 188. Nilai HLB asam oleat adalah 1 sedangkan poloxamer 188 adalah 29. Nilai HLB sangat mempengaruhi kestabilan partikel dalam medium cairan. Semakin tinggi nilai HLB dari surfaktan, maka semakin mampu menstabilkan partikel yang ada dalam medium air. Surfaktan dengan nilai HLB >8 akan mempromosikan jenis emulsi tipe o/w (Birdi 2010). Tiap formula yang dibuat pada penelitian ini termasuk tipe emulsi o/w yang mengandung sekitar 75% air sehingga poloxamer 188 lebih mampu menstabilkan formula dibandingkan dengan asam oleat. Kestabilan turbiditas dari formula PO diamati selama 7 hari dan ternyata semakin lama waktu penyimpanan mengakibatkan semakin naiknya nilai turbiditas, bahkan pada hari ke-7 nilai turbiditas dari setiap formula PO mendekati nilai turbiditas sebelum dilakukan proses ultrasonikasi (Lampiran 2b).

Tabel 4 Jumlah nanopartikel berdasarkan jenis surfaktan dan turbiditas

Formula PO: Formula P dengan surfaktan asam oleat, PP: Formula P dengan surfaktan poloxamer 188.

Sugita et al. (2010a) melakukan sintesis nanoenkapsulasi ketoprofen tersalut

kitosan-alginat berdasarkan jenis dan ragam konsentrasi surfaktan. Surfaktan yang digunakan pada penelitian tersebut adalah Tween 80 (HLB = 15) dan Span 80

(48)

penstabil sistem, tetapi tentunya mereduksi ukuran partikel. Oleh karena itu surfaktan terpilih adalah poloxamer 188 karena menghasilkan nilai turbiditas lebih rendah dan dapat membantu dalam pembentukan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen.

Kondisi Ultrasonikasi Optimum

Kondisi ultrasonikasi optimum adalah waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang dapat menghasilkan nilai turbiditas terkecil dan jumlah partikel berukuran 10-1000 nm terbanyak. Untuk mengetahui kondisi ultrasonikasi yang optimal, maka formula PP diultasonikasi dengan menggunakan ragam waktu (10, 20, 30, 45 dan 60 menit) dan amplitudo (20, 30 dan 40). Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi yang digunakan pada formula PP akan menghasilkan energi yang semakin tinggi (Gambar 8). Tang et al. (2003) dan Tsai et al (2008) menyatakan bahwa penggunaan waktu yang lebih lama dan amplitudo yang tinggi pada proses ultrasonikasi, memiliki energi yang lebih banyak dalam pembentukan efek kavitasi. Energi ultrasonikasi yang besar diharapkan proses pemecahan partikel berjalan dengan baik. Pengukuran nilai turbiditas dilakukan pada masing-masing formula untuk memprediksikan ukuran partikel. Semakin kecil nilai turbiditas suatu formula menunjukkan proses kavitasi berjalan dengan baik sehingga ukuran partikelnya semakin kecil. Tabel 5 memperlihatkan hubungan antara waktu, amplitudo serta energi ultrasonikasi terhadap turbiditas dari suatu formula. Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi pada formula PP menghasilkan energi yang semakin tinggi dan turbiditas yang rendah.

0

(49)

23

Tabel 5 Hubungan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas formula PP

Formula ultrasonikasi Tb

(NTU)

PP15 60 40 20215 6,68

Analisis dengan menggunkan PSA juga dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel yang sebenarnya. Hasil analisis PSA kemudian dibandingkan dengan nilai turbiditas dari masing-masing formula untuk membuktikan bahwa semakin kecil nilai turbiditas suatu formula, maka ukuran partikelnya juga semakin kecil. Tabel 6 menggambarkan bahwa semakin tinggi waktu dan amplitudo yang digunakan menghasilkan energi yang semakin tinggi. Energi yang tinggi menghasilkan turbiditas yang rendah dan ukuran partikel yang kecil. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian dari Tang et al (2003) yang melakukan proses ultrasonikasi pada kitosan-TPP, dan dapat dibuktikan bahwa semakin meningkatnya amplitudo dan waktu pada proses ultrasonikasi mampu menurunkan diameter rata-rata partikel. Tsai et al. (2008) juga membuktikan bahwa semakin tinggi waktu radiasi ultrasonik dapat menurunkan diameter rata-rata partikel kitosan-TPP. Berdasarkan Tabel 6 formula yang memiliki ukuran partikel lebih kecil adalah formula PP15

(rata-rata diameter partikelnya 355,3±101,1 nm) yang diultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40. Kondisi ultrasonikasi optimum adalah pada waktu 60

(50)

Tabel 6 Jumlah nanopartikel berdasarkan waktu, amplitudo, energi ultrasonikasi dan turbiditas pada formula PP

Formula

Formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik

Pemilihan formula nanopartikel kitosan terisi ketoprofen terbaik menggunakan tiga formula dari Wahyono et al. (2010) yang memiliki jumlah

nanopartikel dan efisiensi penjerapan >50% (Tabel 2). Penggunaan kitosan dikarenakan kitosan merupakan biopolimer yang tidak beracun, mudah terdegradasi, dan biokompatibel yang banyak digunakan sebagai pengantar obat (Ru et al. 2009). Namun kitosan bersifat rapuh, sehingga perlu dilakukan modifikasi kimia dan modifikasi fisik. Untuk memperkuat matriks kitosan digunakan TPP yang merupakan senyawa pengikat silang yang bersifat tidak beracun. Kitosan-TPP telah digunakan oleh Wahyono et al. (2010) dan Sugita et al. (2010a) sebagai penyalut ketoprofen. Obat anti inflamasi ketoprofen memiliki waktu eliminasi yang cepat yaitu 1,5–2 jam sehingga perlu disalut oleh

kitosan-TPP agar pelepasan ketoprofen dalam tubuh lebih terkendali. Agar lebih tepat sasaran dan dapat melewati penghalang pada sistem metabolisme perlu dilakukan modifikasi fisik yaitu pembentukan nanopartikel.

Kelebihan menggunakan nanopartikel sebagai sistem pengantaran obat antara lain (1) ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi sesuai dengan target pengobatan; (2) nanopartikel mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor obat ke sasaran; (3) obat dapat dimasukan ke dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi kimia; dan (4) sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan, karena nanopartikel masuk ke dalam sistem peredaran darah dan di bawa oleh darah menuju target pengobatan (Mohanraj & Chen 2006). Nanoteknologi pada formulasi obat tidak hanya mempertinggi absorpsi pada obat dengan kelarutan rendah dalam air tetapi memperbaiki keefektifan pengobatan

(51)

25

sistem pengantaran obat dengan memiliki keuntungan yang bermacam-macam, mencakup meningkatnya kelarutan obat, meningkatkan kecepatan disolusi, memperbaiki bioavailabilitas, dan menurunkan dosis yang dibutuhkan untuk efek sesuatu, dibandingkan dengan obat kasar atau ukuran mikro (Yen et al. 2008).

Tabel 7 Hubungan konsentrasi material, viskositas, energi ultrasonikasi, dan turbiditas

*C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/mL, K (ketoprofen): 0,2 mg/mL, masing-masing formula diultasonikasi pada A:40 selama 60 menit.

Ketiga formula yang disintesis menggunakan poloxamer 188 sebagai surfaktan dan diultrasonikasi selama 60 menit dengan amplitudo 40. Tiga formula yang disintesis menghasilkan energi dan turbiditas yang berbeda walaupun proses sintesisnya dalam kondisi ultrasonikasi dan surfaktan yang sama (Tabel 7).

(52)

turbiditas tinggi. Berdasarkan Tabel 7 formula P memiliki konsentrasi kitosan tertinggi yaitu 3% b/v sehingga memiliki turbiditas teringgi pula dibandingkan formula A dan formula B yaitu 6,68 NTU. Maka dapat diindikasikan bahwa formula P memiliki ukuran diameter partikel lebih tinggi dari formula A dan formula B.

Selain konsentrasi kitosan dan viskositas formula, faktor lain yang akan mempengaruhi proses kavitasi, yaitu penambahan surfaktan dalam medium cairan. Surfaktan akan terakumulasi di bagian antarmuka antara gas dan cairan pada gelembung kavitasi yang akan menurunkan tegangan permukaan gelembung. Turunnya tegangan permukaan akan mengakibatkan bertambahnya kecepatan pembentukan gelembung. Namun, gelembung yang terbentuk tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi ukurang yang lebih kecil di bandingkan gelembung dalam medium cairan tanpa penambahan surfaktan (Schroeder et al. 2009). Gelombang kejut yang dihasilkan pada saat ultrasonikasi dapat memisahkan gumpalan partikel dan terjadi dispersi sempurna dengan penambahan surfaktan sebagai penstabil (Hielscher 2005). Formula P, A, dan B merupakan emulsi o/w yang masing-masing mengandung 75% air, sehingga memerlukan surfaktan dengan nilai HLB lebih besar dari 8 yang mampu menstabilkan emulsi pada medium berair (tipe o/w). Poloxamer 188 memiliki HLB = 29, sehingga poloxamer 188 mampu

menurunkan tegangan permukaan pada saat terjadi proses kavitasi dan mampu menstabilkan partikel sehingga tidak terjadi aglomerasi (penggumpalan). Berdasarkan Tabel 8 dapat diduga bahwa formula B memiliki ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan formula P dan A, karena formula B memiliki nilai turbiditas terkecil. Oleh karena itu untuk mengetahui ukuran partikel sebenarnya dilakukan analisis dengan menggunakan PSA.

(53)

27

pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel. Pengukuran diameter partikel pada penelitian ini menggunakan metode particle size analyzer (PSA) dengan menggunakan alat Delsa Nano C yang memiliki kisaran pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer dengan berat molekul minimal 267 Dalton dan konsentrasi 1–40 ppm. Hasil analisis PSA terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah nanopartikel dan indeks polidispersitas berdasarkan konsentrasi material, dan turbiditas

partikel (nm) Rata-rata (nm)

∑ *C (kitosan), P-188 (poloxamer 188), konsentrasi T (TPP): 0,84 mg/mL, K (ketoprofen): 0,2 mg/mL, masing-masing formula diultasonikasi pada A:40 selama 60 menit.

Berdasarkan Tabel 8 nampak bahwa proses ultrasonikasi dapat menurunkan rata-rata diameter partikel. Ukuran nanopartikel yang diperoleh dipengaruhi oleh amplitudo, waktu radiasi ultrasonik, energi yang dihasilkan setelah ultrasonikasi, suhu larutan dan konsentrasi kitosan (Tang et al. 2003; Tsai et al. 2011).Ketiga formula yang disintesis menghasilkan jumlah nanopartikel yang banyak. Namun dari ketiganya memberikan distribusi ukuran partikel yang berbeda walaupun proses sintesisnya dalam kondisi yang sama yaitu homogenisasi dengan kecepatan 13500 rpm selama 5 menit, ultrasonikasi dengan amplitudo 40 selama 60 menit, dan sentrifugasi dengan kecepatan 19.900 rpm selama 2 jam. Hal tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi material yang terkandung dalam formula masing-masing. Formula P yang memiliki konsentrasi kitosan 3% b/v menghasilkan

ukuran rata-rata diameter partikel yang lebih besar (355,3 ± 101,1 nm)

dibandingkan dengan formula A (104,2 ± 30,4 nm) dan formula B (78,2 ± 22,1

nm) yang masing-masing memiliki konsentrasi kitosan 2,5% b/v. Tsai et al. (2011) melakukan proses ultrasonikasi dengan daya 29 W selama 4 menit pada

(54)

menghasilkan rata-rata diameter parikel berturut-turut 92,7±0,8, 127,8±0,3,

205,3±0,5, 709,2±1,7 nm. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dinyatakan

bahwa rata-rata diameter nanopartikel yang dihasilkan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi kitosan.

Selain konsentrasi kitosan yang dapat mempengaruhi ukuran diameter partikel, konsentrasi poloxamer 188 memiliki peranan penting dalam mereduksi ukuran partikel. Berdasarkan Tabel 8 pada konsentrasi kitosan yang sama yaitu 2,5% b/v dapat menghasilkan jumlah nanopartikel sebanyak 100%. Namun formula B yang memiliki konsentrasi poloxamer 188 lebih tinggi yaitu 0,80 mg/mL menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan formula A yang mengandung 0,10 mg/mL poloxamer 188. Semakin besar konsentrasi poloxamer 188 maka ukuran partikel yang dihasilkan juga semakin kecil karena poloxamer 188 membantu mengurangi tegangan permukaan pada saat terbentuknya gelembung kavitasi dalam proses ultrasonikasi, sehingga dapat terbentuk gelembung yang besar namun tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi partikel yang berukuran lebih kecil. Cuscuta chinensis sukses dijadikan nanopartikel dengan menggunakan Pluronic F 68 (poloxamer 188) dengan ukuran rata-rata diameter 267,6 ± 4,4 nm dan nilai indeks polidispersitas 0,173 ± 0,041

dengan stabilitas nanopartikel yang cukup (Yen et al. 2008), hal tersebut diduga karena poloxamer 188 dapat larut dalam air, surfaktan nonionik kopolimer digunakan luas sebagai agen pelarut, emulsifier, dan penstabil suspensi untuk dosis dalam bentuk oral atau larutan, karena memiliki dua rantai hidrofilik polioksietilen yang berhubungan dengan rantai hidrofobik polioksipropilen (Chen et al. 2004; Shah et al. 2007).

(55)

29

Ukuran partikel berbanding lurus dengan nilai turbiditas pada formula yang disintesis dalam penelitian ini. Dengan kata lain semakin tinggi nilai turbiditas suatu formula maka ukuran partikelnya juga semakin tinggi. Oleh karena itu untuk mengetahui kestabilan ukuran partikel dilakukan pengontrolan nilai turbiditas selama 20 hari pada masing-masing formula dengan waktu pengukuran tiap 2 hari. Gambar 9 menunjukkan bahwa formula P dengan konsentrasi poloxamer 188 tertinggi yaitu 1,5 mg/mL merupakan formula yang paling stabil karena pada formula P dapat memperlambat peningkatan nilai turbiditas. Tingginya konsentrasi surfaktan dapat membantu stabilitas ukuran partikel karena surfaktan dapat mengurangi kemampuan partikel untuk mengalami aglomerasi (penggumpalan). Secara visual juga dapat terlihat bahwa formula yang telah disimpan selama 20 hari terlihat lebih keruh dibandingkan dengan formula yang segar (Gambar 10). Hasil penelitian ini sesuai denga Tsai et al. (2011) yang melakukan penyimpanan pada nanopartikel kitosan-TPP dengan konsentrasi kitosan 1 mg/mL selama 0, 1, 3, 6 dan 10 hari, ternyata setelah dilakukan

penyimanan ukuran partikel mengalami kenaikan berturut-turut 92,7±0,8,

93,6±1,1, 94,1±0,3, 94,3±0,2, dan 94,8±0,8 nm. Begitu juga dengan konsentrasi kitosan 2 mg/mL yang dengan waktu penyimpanan 0, 1, 3, 6 dan 10 hari ukuran

partikelnya berturut-turut 112,7±0,3, 113,5±0,1, 114,7±0,4, 116,0±0,4, dan

116,4±0,2 nm. Semakin meningkatnya nilai turbiditas dari formula selama proses

penyimpanan disumsikan ukuran partikel dari formula tersebut semakin besar.

(56)

Karakterisasi nanopartikel kitosan terisi ketoprofen

Analisis SEM

Nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang terbentuk dapat dibedakan secara visual setelah dianalisis menggunakan SEM. Analisis SEM ini berfungsi untuk mengidentifikasi morfologi permukaan, bentuk, serta ukuran nanopartikel kitosan yang ditampilkan melalui sebuah gambar. Berdasarkan pencirian formula B dengan menggunakan SEM pada perbesaran 2000× memperlihatkan bahwa nanopartikel kitosan terisi ketoprofen yang dihasilkan memiliki ukuran partikel yang seragam dan sebagian besar berbentuk sferis serta tidak mengalami aglomerasi (Gambar 11). Oleh karena itu untuk memperoleh ukuran partikel yang kecil dan seragam diperlukan formula yang memiliki nilai turbiditas kecil.

Gambar 11 Foto bentuk partikel formula B dengan menggunakan SEM perbesaran 2.000×.

Analisis FTIR

Karakterisasi gugus fungsi dilakukan dengan menggunakan analisis FTIR. Analisis ini perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi dari kitosan dan ketoprofen setelah diformulasi. Selain itu analisis FTIR juga digunakan untuk membandingkan apakah terjadi kerusakan pada formula yang Gambar 10 Perbandingan turbiditas formula (a) sebelum penyimpanan, dan (b)

setelah disimpan 20 hari.

(57)

31

diindikasikan dari munculnya pita baru yang berasal dari terbentuk atau terputusnya ikatan yang tidak diinginkan akibat tingginya energi dan suhu yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi.

Gambar 12 Spektrum FTIR (a) kitosan, (b) ketoprofen, (c) formula Bo serta (d) formula B.

Tabel 9 Puncak serapan pada spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan formula B

Getaran

Bilangan Gelombang (cm-1) Silverstein

karboksilat 3300-2500 -

3054,87-2877,94 3015,11 3008,92

ν(C–H) metil 3100-3000 - 2979,37 2936,20 2933,21 Nada lipat aromatis 2000-1650 -

(58)

Sampel yang di analisis dengan menggunakan FTIR adalah kitosan, ketoprofen, formula B sebelum ultrasonikasi (formula Bo) dan formula B setelah ultrasonikasi dengan puncak serapan pada Tabel 9. Menurut Wahyono et al. (2010) spektrum FTIR kitosan memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 3400 cm-1 (–OH), 1027 cm-1 (C–O–C), dan 1651 cm-1 (N–H tekukan pada amina primer). Wu et al. (2005) menyatakan puncak spesifik kitosan terdapat pada bilangan gelombang 3424 cm-1 (–OH), 1610 cm-1 (regangan N–H amina primer), dan 1092 cm-1 (C–O–C). Luo et al. (2010) menyatakan kitosan memiliki enam puncak spesifik, yaitu pada bilangan gelombang 3358,52, 1648,61, 1586,59, 1418,88, 1375,24, dan 1025,94 cm−1, yang berturut-turut merupakan regangan (O–H), regangan (C–O), tekukan (N–H) pada amida I dan regangan (C– N) pada amida II, tekukan (–CH2), perubahan bentuk simetri –CH3 dan regangan

kerangka pada (C–O). Spektrum ketoprofen dari penelitian Wahyono et al. (2010) memiliki puncak-puncak spesifik pada bilangan gelombang 2978 cm-1 (–OH pada karboksilat), 1700 cm-1 (C=O), 1600 cm-1 (konjugasi C=O dengan 2 cincin aromatik), 1200 cm-1 (C–O), 2000 cm-1 (pita karakteristik benzena), 1600 cm-1 dan 1480 cm-1 (C=C aromatik).

Spektrum FTIR kitosan, ketoprofen formula Bo dan formula B dibandingkan untuk mengetahui keberadaan gugus-gugus fungsi penting dan

untuk memastikan tidak terjadi kerusakan formula setelah proses ultrasonikasi. Terjadi pergeseran bilangan gelombang 3588-3320 cm-1 dari regangan (O–H)

menjadi 3547,46-3394,42 cm-1 pada formula Bo dan 3547,03-3395,15 cm-1 pada formula B dikarenakan pada formula Bo dan B memiliki gugus (O–H) karboksilat

dari ketoprofen dan adanya ikatan hidrogen yang dapat menggeser puncak serapan ke arah bilangan gelombang lebih rendah. Puncak serapan regangan (O–H) pada

formula Bo dan B lebih lebar dibandingkan kitosan akibat adanya gugus (O–H)

dari poloxamer 188. Puncak serapan pada bilangan gelombang 1646,73 cm-1 yang merupakan tekukan (N–H) amina primer dari kitosan bergeser menjadi 1648,08

(59)

33

(C–O–C) kitosan mengalami pergeseran dari 1076,90 cm-1 menjadi 1153,24 cm-1

(formula Bo) dan 1154,53 cm-1 (formula B) yang terjadi akibat adanya gugus (C–

O–C) dari polxamer 188 yang terdapat pada formula Bo dan B. Hal tersebut

mengakibatkan terjadinya pergeseran dan penajaman puncak serapan reganagan (C–O–C). Terdapat puncak serapan baru pada bilangan gelombang 1076,14 cm-1

(formula Bo) dan 1075,63 cm-1 (formula B) yang merupakan puncak serapan dari

(regangan P=O) yang berasal dari TPP. Selain itu puncak lainnya terbentuk pada bilangan gelombang 1030,50 cm-1 (formula Bo) dan 1050,83 cm-1 (formula B) yang merupakan puncak dari regangan (P–OH) dari TPP.

Secara keseluruhan spektrum FTIR formula Bo dan B (Gambar 12 c dan 12d) tidak memiliki perbedaan yang tajam, sehingga dapat dinyatakan bahwa proses ultrasonikasi tidak merubah struktur senyawa yang ada dalam formula. Proses ultrasonikasi berperan dalam memodifikasi secara fisik yaitu ukuran diameter partikel, dan tidak menyebabkan modifikasi kimia atau tidak mengakibatkan perubahan struktur senyawa yang terdapat dalam formula sehingga gugus fungsi yang memiliki peranan penting dapat dipertahankan.

Analisis XRD

Analisis XRD dapat digunakan untuk mengetahui struktur kristal dari suatu material, menganalisis komposisi fasa, ukuran dan bentuk kristal, kisi distorsi dan variasi komposisi (Sundar et al. 2010). Analisis dengan menggunakan XRD yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan menganalisis kristalinitas kitosan, formula Bo dan formula B. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi ada atau tidaknya kerusakan setruktur kitosan setelah proses ultrasonikasi yang menghasilkan energi serta suhu yang tinggi. Pola difraksi sinar-X pada Gambar 13 menunjukkan bahwa kitosan memiliki dua puncak karakteristik dengan intensitas tinggi yaitu pada

sudut 2θ sekitar 10⁰ dan 22⁰. Menurut Beppu et al. (2007) puncak di daerah 2θ

sekitar 10⁰ dan 22⁰ berhubungan dengan refleksi (200) dan (020), tetapi umumnya

struktur kitosan memperlihatkan struktur semikristalin karena diduga terbentuk

ikatan hidrogen (Costa et al. 2009). Puncak pada sudut 2θ = 10⁰ menunjukkan

(60)

didominasi struktur polimorf, sedangkan puncak pada sudut 2θ=22⁰ menunjukkan

kisi kristal yang relatif teratur (Wan et al. 2006). Kitosan memiliki tiga pola difraksi sinar-X, yaitu puncak tajam pada sudut 2θ = 10,4⁰ dan 20–22⁰ dimiliki

oleh kitosan terhidrat, puncak tajam pada sudut 2θ = 15⁰ dan 20⁰ dimiliki oleh

kitosan anhydrous, dan puncak tajam hanya pada sudut 2θ = 20⁰ dimiliki oleh kitosan amorf (Kencana 2009).

Gambar 13 Difraktogram XRD (

) kitosan, (

) formula Bo, (

) formula B.

Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa pada formula Bo dan formula B

tidak terdapat puncak pada sudut 2θ = 10⁰ yang berasal dari kitosan, hal ini dapat

diduga bahwa gugus amina pada kitosan tidak lagi berinteraksi dengan air, tetapi sudah berinteraksi elektrostatik dengan gugus fosfat dari TPP. Kristalinitas dari

(61)

35

tajam, oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa energi dan suhu tinggi yang dihasilkan dari proses ultrasonikasi tidak merusak struktur senyawa yang ada di dalam formula.

Efisiensi penjerapan ketoprofen pada nanopartikel kitosan

Efisiensi penjerapan (EP) dapat menggambarkan seberapa banyak

ketoprofen yang terjerap dalam nanopartikel kitosan. Metode yang digunakan

untuk menentukan nilai EP adalah metode ekstraksi, yaitu sebanyak ± 25 mg

nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dicampur dengan 50 mL larutan bufer fosfat pH 7,2 kemudian dikocok selama 24 jam dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian diukur nilai absorbansnya pada panjang gelombang 259,8 nm. Nilai pH 7,2 digunakan karena nilai pH ini mendekati nilai pH usus manusia. Nilai absorbans yang diperoleh kemudian diplotkan pada kurva standar (Lampiran 8) untuk mengetahui nilai konsentrasi ketoprofen.

Berdasarkan Tabel 10 dapat diindikasikan bahwa, semakin kecil ukuran partikel, persentase efisiensi penjerapan ketoprofennya semakin besar. Hal tersebut dikarenakan partikel yang memiliki ukuran partikel lebih kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga obat yang terjerap lebih bayak dibandingkan dengan partikel yang berukuran lebih besar (Sundar et al. 2010). Dalam bidang farmasi nilai efisiensi penjerapan merupakan hal yang penting karena dari nilai efisiensi penjerapan akan terlihat kemampuan nanopartikel kitosan membawa ketoprofen kedalam tubuh (Wahyono et al. 2010).

Dari ketiga formula yang disintesis, formula B yang memiliki nilai efisiensi penjerapan tertinggi yaitu 86,99%. Formula B dan formula A memiliki konsentrasi kitosan, TPP, dan ketoprofen yang sama tetapi konsentrasi poloxamer 188 yang berbeda. Formula B memiki konsentrasi poloxamer 188 lebih tinggi

(62)

Tabel 10 Hubungan ukuran partikel dengan efisiensi penjerapan

Formula

Konsentrasi*

Tb (NTU)

Rata-rata diameter (nm)

Nano

(%)

EP (%) C (%b/v) P-188

(mg/mL)

(63)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada kondisi ultrasonikasi yang sama (waktu 30 menit dan amplitudo 20) penggunaan poloxamer 188 lebih mampu membantu pembentukan nanopartikel kitosan terisi ketoprofen dibandingkan dengan asam oleat. Semakin tinggi waktu dan amplitudo ultrasonikasi pada formula yang menggunakan poloxamer 188 sebagai surfaktan menghasilkan semakin kecilnya ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, efisiensi penjerapan ketoprofen dalam nanopartikel kitosan semakin besar. Hasil sintesis nanopartikel kitosan terisi ketoprofen menunjukkan bahwa ketiga formula (P, A, dan B) memiliki nilai turbiditas rendah, yaitu berturut-turut 6,68, 5,90, 5,42 NTU. Ketiga formula tersebut menghasilkan jumlah nanopartikel sebanyak >95% dengan rata-rata ukuran diameter partikel <400 nm

dan memiliki rata-rata efisiensi penjerapan ketoprofen >70%. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa partikel yang dihasilkan berbentuk sferis dan tidak mengalami aglomerasi, sedangkan analisis FTIR dan XRD menunjukkan bahwa proses ultrasonikasi yang menghasilkan energi tinggi tidak merusak senyawa-senyawa yang terkandung di dalam formula.

Saran

(64)
(65)

DAFTAR PUSTAKA

Alatas F, Nurono S, Asyarie S. 2006. Pengaruh Konsentrasi PEG 4000 Terhadap Laju Disolusi Ketoprofen dalam Sistem Dispersi Padat Ketoprofen-PEG 4000. Majalah Farmasi Indonesia 17:57–62.

Amelia F. 2007. Perilaku Disolusi Ketoprofen Tersalut Gel Kitosan-Gom Guar [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Beppu MM, Vieira RS, Aimoli CG, Santana CC. 2007. Croslinking of kitosan membranes using glutaraldehyde effect on ion permeability and water absorption. Journal of Membrane Science. 301: 126–130.

Birdi KS. 2010. Surface and Colloid Chemistry: Principles and Applications. United States of America: CRC Press. Hlm 173–212.

Chen Y, Zhang GG, Neilly J, Marsh K, Mawhinney D, Sanzgiri YD, 2004. Enhancing the bioavailability of ABT-963 using solid dispersion containing Pluronic F-68. International Journal of Pharmaceutics 286: 69–80.

Costa et al. 2009. Preparation and Characterisation of Chitosan/Poly(vinyl Alkohol) Chemically Crosslinked Blends of Medical Aplication. Carbohydrate Polymer. 76: 472–481.

Eerikainen H, Peltonen L, Raula J, Hirvonen J, Kauppinen EI. 2004. Nanoparticles Containing Ketoprofen and Acrylic Polymers Prepared by an Aerosol Flow Reactor Method. AAPS PharmSciTech 5 (4):1–9.

Gedanken A. 2003. Sonochemistry and its Application to Nanochemistry. Current Science. 85:1720–1722.

Gronroos A, Pirkonen P, Heikkinen J, Ihalainen J, Mursuhen H, Sekki H. 2001. Ultrasonic depolymerization of aqueous polyvinyl alcohol. Ultrasonics Sonochemistry. 8: 259–264.

Gronroos A. 2010. Ultrasomically Enhanced Disintegration: Polymers, Sludge, and Contaminated Soil. [dissertation]. VTT Publications 734.

Hielscher T. 2005. Ultrasonic Production of Nano-Size Dispersions and Emulsions.ENS’05.

Kencana AL. 2009. Perlakuan sonikasi terhadap kitosan: viskositas dan bobot molekul kitosan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 6  Strategi penelitian.
Gambar 8   Hubungan amplitudo dengan energi ultrasonikasi pada formula PP
Tabel 5  Hubungan kondisi ultrasonikasi dengan nilai turbiditas formula PP
Gambar 10   Perbandingan turbiditas formula (a) sebelum penyimpanan, dan (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maksud berbicara dalam penelitian ini adalah kemampuan berbicara bahasa Perancis siswa menggunakan metode demonstrasi berbasis media tiga dimensi terhadap siswa SMKN 3 Bandung

We prepare school students for life, helping them develop an informed curiosity and a lasting passion for learning. CAIE Attribute A1 posters.indd 9 29/06/2017

Proses bisnis adalah seragkaian aktivitas dan tugas- ugas yang saling terkait , terkoordinasi , dan terstruktur yang dilakukan oleh orang , komputer ,atau mesin yang

KKN PPM ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan Kelompok tani Tangkuban Perahu dan Kelompok tani Mekar melalui penyuluhan dan demonstrasi tentang

pelaksanaan ritual perayaan Imlek dan ke- baktian pada nabi Konghucu tetapi integrasi sosial yang diharapkan adalah upaya mem- bangun rasa kebersamaan dalam wilayah dengan

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 16 tahun 2001 dinyatakan, bahwa yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas harta kekayaan yang dipisahkan dan

PEMIKIRAN HATTA AZAD KHAN DALAM DRAMA MUZIKAL KAMPUNG BARU 4.1 Pengenalan Teks Muzikal Kampung Baru refleksi kehidupan orang Melayu 4.2 Di Kampong Bharu 4.2.1 Kampung Baru untuk

Setelah melakukan terapi sebanyak 6 kali dengan menggunakan modalitas terapi manual teknik Graston dan terapi latihan eccentric strengthening exercise , kekuatan