• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan model arsitektur pohon roux jenis Koordersiodendron pinnatum Merr dan koriba jenis Pometia pinnata Forster terhadap parameter perimbangan air di hutan tanaman anggori Manokwari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan model arsitektur pohon roux jenis Koordersiodendron pinnatum Merr dan koriba jenis Pometia pinnata Forster terhadap parameter perimbangan air di hutan tanaman anggori Manokwari"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN MODEL ARSITEKTUR POHON ROUX JENIS

Koordersiodendron pinnatum

Merr DAN KORIBA JENIS

Pometia

pinnata

Forster TERHADAP PARAMETER PERIMBANGAN

AIR DI HUTAN TANAMAN ANGGORI MANOKWARI

HERU JOKO BUDIRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Hubungan Model Arsitektur Pohon Roux Jenis Koordersiodendron pinnatum Merr dan Koriba Jenis Pometia pinnata Forster Terhadap Parameter Perimbangan Air di Hutan Tanaman Anggori Manokwari adalah karya sendiri yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

(3)

HERU JOKO BUDIRIANTO. Relationship of Tree Model Architecture Roux of Koordersiodendron pinnatum Merr and Koriba of Pometia pinnata Forster to Water Balance Parameters in Anggori Manokwari Research Plantation. Under Direction of Prof. Dr. Ir. H. DEDE SETIADI, MS and Dr I. MUHADIONO, M.Sc.

Tree model architecture have an important role in water balance in forest lands. The pattern of growth and development of the tree produces a stem, branches and canopy that serves as the interception of rain water, produce organic material, and increase soil infiltration. The whole function is important in water storage in the forest. The research was conducted in Anggori Manokwari research plantations. Water balance parameters such as precipitation, throughfall, stem flow, soil moisture content, stem water content, and transpiration were measured on two tree species, Koordersiodendron pinnatum Merr and Pometia pinnata Forster.The results of Principal Component Analysis (PCA) showed a close relationship with the whole tree architecture model parameters of water balance. The same pattern of relationship shown by the two trees model architecture with parameters of rainfall, throughfall, and stem the flow. While the parameters of soil water content, stem water content, and transpiration showed a different relationship. Tree model architecture Roux K. pinnatum Merr, parameters of stem water content and transpiration have closer ties. Tree model architecture Koriba P.pinnata Forster, parameters of stem water content and soil moisture content has a closer relationship. These results illustrate that K. pinnatum Merr was higher to store water in the trunk, while P. pinnata Forster was higher to store water in the soil. Therefore, P. pinnata Forster is better to be planted in term of environmental management through water-soil-reserve relationships.

(4)

HERU JOKO BUDIRIANTO. Hubungan Model Arsitektur Pohon Roux jenis

Koordersiodendron pinnatum Merr dan Koriba jenis Pometia pinnata Forster

Terhadap Parameter Perimbangan Air di Hutan Tanaman Anggori

Manokwari. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. H. DEDE SETIADI, MS dan Dr I. MUHADIONO, M.Sc.

Model arsitektur pohon memegang peranan penting dalam sistem perimbangan air. Pengaruh penting tersebut antara lain, mempengaruhi tanah memegang air, dan menambah kapasitas simpan air dalam tanah. Proses interaksi antara pohon dengan tanah adalah untuk memperbaiki infiltrasi, struktur tanah dan kapasitas memegang air, pengurangan laju aliran permukaan oleh serasah yang dihasilkan pohon, dan keterikatan fisik tanah dengan akar tanaman. Sistim perakaran dalam, pada pohon secara nyata memberikan simpanan air yang tinggi.

Bentuk morfologi pohon seperti bentuk tajuk, percabangan, dan tekstur kulit batang berperan mengurangi energi kinetik dan energi potensial air hujan. Bila air hujan tidak di intersepsi bagian morfologi pohon, tetesan air hujan itu dapat merusak komponen tanah. Oleh karena itu, fungsi model arsitektur pohon adalah melindungi tanah dari tumbukan air hujan secara langsung, meningkatkan intersepsi tajuk terhadap air hujan, meningkatkan infiltrasi, mempengaruhi jumlah serapan air atau jumlah air yang disimpan pada setiap kejadian hujan, serta drainase lansekap. Tujuan penelitian adalah mengukur komponen perimbangan air curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi, persen berat basah kadar air tanah, persen berat basah kadar air batang, transpirasi, dan pendugaan evaporasi serta mencari hubungan model arsitektur pohon dengan komponen perimbangan air dari 2 model arsitektur pohon.

Dua jenis pohon dipilih yaitu Koordersiodendron pinnatum Merr dan Pometia pinnata Forster. Jenis K. pinnatum Merr teridentifikasi model arsitektur pohon Roux. Jenis P. pinnata Forster teridentifikasi model arsitektur pohon Koriba. Parameter perimbangan air diukur langsung di lapangan, yaitu curah hujan, curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi, persen berat basah kadar air tanah pada kedalaman 0-120 cm, persen berat basah kadar air batang pohon dengan jari-jari 18, 19, 21 cm, dan laju transpirasi. Parameter evaporasi tidak diukur langsung di lapang melainkan menggunakan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Rendani Manokwari.

Seluruh paramater perimbangan air yaitu curahan tajuk, aliran batang, persen berat basah kadar air tanah, Kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi mempunyai hubungan positif dengan curah hujan. Sedang infiltrasi mempunyai hubungan negatif dengan curah hujan.

Curahan tajuk lebih tinggi pada model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr 769.54 mm (89.67 %) daripada model arisitektur pohon Koriba

(5)

lebih tinggi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr 53.77 % daripada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster 48.64 %. Laju transpirasi lebih tinggi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr dengan total 8.62 ml/gr/menit daripada model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster dengan total 4.83 ml/gr/menit. Pendugaan evaporasi total lahan 149.76 mm (17.46%).

Hasil analisis komponen utama pada model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, kadar air batang lebih dekat dengan transpirasi. Hal ini menunjukkan bahwa, model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr banyak menahan air pada batang pohonnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh laju transpirasi tinggi, sehingga dengan penyimpanan air pada batang pohon merupakan strategi model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr saat menghadapi musim kemarau. Hasil analisis komponen utama model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, kadar air batang lebih dekat dengan kadar air tanah. Hal ini menunjukkan bahwa, model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mampu menahan air lebih banyak pada tanah. Keadaan tersebut disebabkan oleh tutupan tajuk yang besar, sehingga penguapan dari permukaan tanah dan laju transpirasinya lebih kecil.

(6)

Hak cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penyusunan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

Koordersiodendron pinnatum

Merr DAN KORIBA JENIS

Pometia

pinnata

Forster TERHADAP PARAMETER PERIMBANGAN

AIR DI HUTAN TANAMAN ANGGORI MANOKWARI

HERU JOKO BUDIRIANTO

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Pada Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan kelimpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah dengan judul Hubungan Model Arsitektur Pohon Roux Jenis Koordersiodendron pinnatum Merr dan Koriba Jenis Pometia pinnata Forster Terhadap Parameter Perimbangan Air di Hutan Tanaman Anggori Manokwari. Perimbangan air pada suatu lahan sangat penting diperhatikan sebagai upaya konservasi tanah dan air. Sehubungan dengan masalah itu, peran model arsitektur pohon memegang peranan penting untuk mencapai tujuan tersebut. Model arsitektur pohon berfungsi untuk mengurangi daya kinetik hujan terhadap tanah. Diharapkan model arsitektur pohon mampu menyimpan persediaan air tanah yang cukup dan mengurangi penguapan air dari tanah. Oleh karena itu, perlu diketahui hubungan model arsitektur pohon dengan parameter perimbangan air pada suatu lahan. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal yang berkelanjutan untuk mempertimbangkan model arsitektur pohon dalam penataan lansekap hutan.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, MS dan Dr. I. Muhadiono, M.Sc selaku komisi pembimbing yang memberikan saran dan masukan yang sangat berharga hingga terselesaikannya karya tulis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Laboratorium Biologi Tanah Universitas Negeri Papua beserta staf yang telah membantu penulis selama penelitian berlangsung. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada semua pihak yang telah membantu baik moril, materil, dan tenaganya selama proses dan penyelesaian penelitian ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Penulis mengharapkan masukan dan saran dari semua pihak guna sempurnanya karya tulis ini.

Bogor, Juni 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Oktober 1975 di Surabaya sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari Ayah (Alm.) Slamet Basuki dan Ibu Indah Sudiastuti.

(12)

Halaman

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 27

Status Kawasan ... 27

(13)

Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis P. pinnata Forster ... 28

Deskripsi Pohon P. pinnata Forster ... 31

Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis K. pinnatum Merr ... 32

Deskripsi Pohon K. pinnatum Merr ... 34

Hasil Pengukuran Parameter Perimbangan Air ……… 35

Curah Hujan ... 36

Curahan Tajuk ... 37

Aliran Batang ... 38

Infiltrasi ... 39

Kadar Air Tanah ... 39

Kadar Air Batang ... 40

Transpirasi ... 42

Evaporasi ... 42

PEMBAHASAN ... 45

SIMPULAN DAN SARAN ... 53

Simpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(14)

Halaman 1. Hasil dan Analisis Pengukuran Parameter Perimbangan Air

Jenis P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr di

(15)

Halaman 1. Diagram alir penelitian ... 5 2. Mekanisme perimbangan air pohon di lahan hutan ... 19 3. Identifikasi model arsitektur pohon Pometia

pinnata Forster ... 29 ketinggian 4 m dari permukaan tanah, (c) Permukaan batang

pohon ... 31 6. Identifikasi model arsitektur pohon K. pinnatum Merr ... 32

7. (a) Pola percabangan pohon K. pinnatum Merr plagiotropik bukan karena aposisi, (b) Cabang pohon K. Pinnatum Merr dapat bertahan lama (Long-Lived) teridentifikasi sebagai model

arsitektur pohon Roux ... 33 8. (a) Daun K. pinnatum Merr (b) Batang utama K. pinnatum Merr bentuk

silindris tidak berlekuk, mempunyai alur, warna coklat hingga

coklat keabuan ... 34 9. (a) Berbanir sedang dengan ketinggian akar banir 0.50 meter,

(b) Getah menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, dengan bagian

dalam keras warna kuning jingga ... 35 10. Alat penakar hujan sederhana (Ombrometer) yang diletakkan

di lokasi penelitian, dengan luas penampang 113.04 cm2 ... 37 11. (a) Tampilan fisik kayu jenis K. pinnatum Merr pada jari-jari 18.2,

21.0, dan 19.3 cm, (b) Tampilan fisik kayu jenis P. pinnata Forster

pada jari-jari 18.8, 21.0, dan 19.9 cm ... 41 12. Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr terhadap parameter perimbangan air ... 46 13. Biplot analisis komponen utama hubungan model arsitektur pohon

Koriba jenis pohon Pometia pinnata terhadap parameter

(16)

Halaman 1. Data Curahan Tajuk, Aliran Batang, Infiltrasi, Kadar Air Tanah,

Kadar Air Batang, Transpirasi, Model Arsitektur Pohon Koriba Jenis Pometia pinnata Forster dan Model Roux

Jenis Koordersiodendron pinnatum Merr... 63 2. Data Pendugaan Evaporasi di Lahan Hutan Arboretum Anggori

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peranan pohon dalam suatu lansekap memberikan dampak positif bagi keseimbangan air. Secara umum peranan pohon dapat meningkatkan bahan organik tanah yang penting untuk meningkatkan penyerapan air (Suharto 2006). Kondisi ini sangat penting guna meningkatkan tangkapan air pada suatu lahan hutan sehingga fungsi tanah dapat dioptimalkan (Hunt et al. 1998). Oleh karena itu diperlukan suatu tatanan lansekap yang dapat menyimpan air besar dan penguapan relatif kecil.

Pohon mempunyai arti penting bagi konservasi tanah dan air. Bentuk morfologi pohon seperti bentuk tajuk, percabangan, dan tekstur kulit batang berperan mengurangi energi kinetik dan energi potensial air hujan. Bila air hujan tidak di intersepsi bagian morfologi pohon, tetesan air hujan itu dapat merusak komponen tanah (Suripin 2002). Kerusakan berupa penutupan pori-pori tanah. Akibatnya, kemampuan tanah menyerap air berkurang. Masalah ini memicu air limpasan yang menyebabkan erosi. Peristiwa selanjutnya dimana air membawa komponen tanah hanyut bersama dengan air limpasan (Suprayogo et al. 2007).

Saat kejadian hujan, dengan adanya tajuk pohon, air ditahan oleh dedaunan yang menyusun tajuk. Air hujan menetes melalui tajuk disebut sebagai curahan tajuk. Selain menetes ke lapisan tajuk, air juga mengalir melalui batang pohon. Peristiwa mengalirnya air tersebut disebut sebagai aliran batang (Williams 2004; Bentley 2007). Jadi Fungsi pohon adalah melindungi tanah dari tumbukan air hujan secara langsung, meningkatkan intersepsi tajuk terhadap air hujan, meningkatkan infiltrasi, mempengaruhi jumlah serapan air atau jumlah air yang disimpan pada setiap kejadian hujan, serta drainase lansekap (Van Noordwijk 2004).

(18)

pohon. Proses tersebut membantu memperbesar pori-pori tanah yang memudahkan air masuk ke dalam tanah. Adapun fungsi aliran batang berpartisipasi dalam memberikan kontribusi masuknya air ke dalam tanah (Owens et al. 2006). Proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan secara vertikal disebut infiltrasi. Kapasitas infiltrasi lebih banyak dipengaruhi keadaan tanah. Tanah bertekstur kasar memiliki kapasitas infiltrasi lebih besar dibanding tanah bertekstur halus. Peristiwa infiltrasi penting dalam konservasi tanah dan air (Arsyad 2006).

Bagian morfologi seperti pola pertumbuhan dan perkembangan batang, bentuk cabang dan tajuk pohon merupakan gambaran pertumbuhan nyata yang dapat diamati setiap saat disebut sebagai model arsitektur pohon (Halle et al. 1978). Model arsitektur pohon mempunyai peran besar dalam sistim perimbangan air pada suatu lansekap hutan. Bentuk pertumbuhan batang, percabangan, dan bentuk tajuk pohon mempengaruhi tangkapan air. Nugroho et al. (2004) menyatakan bahwa dalam suatu lansekap hutan, susunan komposisi pohon seperti kerapatan tegakan pohon, tajuk dengan bentuk tertentu, dan besar diameter pohon mempengaruhi perimbangan air pada lansekap hutan. Pengaruh model arsitektur dalam perimbangan air antara lain mempengaruhi tanah memegang air. Hubungan tersebut bertujuan untuk menambah kapasitas simpan air dalam tanah. Suharto (2006) menyatakan bahwa proses interaksi antara pohon dengan tanah antara lain adalah untuk memperbaiki infiltrasi, struktur tanah dan kapasitas memegang air, pengurangan laju aliran permukaan oleh serasah yang dihasilkan pohon, dan keterikatan fisik tanah dengan akar tanaman. Sistim perakaran dalam, pada pohon secara nyata memberikan simpanan air yang tinggi.

(19)

akan berbeda dengan tutupan tajuk yang lebih rapat. Adapun penguapan transpirasi melalui stomata daun, diakibatkan oleh kecepatan transpirasi. Mekanisme ini menyebabkan penyerapan air dari akar pohon pada kedalaman tanah menuju ke daun. Kecepatan penyerapan tergantung susunan sel penyusun jaringan pohon, seperti luas daun, jaringan penyusun batang terutama trakeid, dan kedalaman perakaran pohon. Peran model arsitektur pohon diharapkan dapat memberi simpanan air yang besar dalam suatu lahan, mengurangi air limpasan permukaan, dan penguapan kecil.

Korelasi antara model arsitektur pohon, curah hujan, curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang, evaporasi dan transpirasi memiliki keterkaitan erat. Setiap model arsitektur dengan ciri tertentu memiliki keeratan hubungan dengan parameter tersebut. Arijani (2006) menggambarkan korelasi antar komponen tersebut pada DAS Cianjur Cisokan Tengah. Hasil pengamatan 30 kali kejadian hujan diperoleh Model arsitektur Attims dan Rauh berkorelasi erat dengan aliran batang dan produksi serasah. Model Prevost, Massart, Petit, dan Fagerlind berkorelasi positif dengan curahan tajuk dan curah hujan netto. Model Stone, Aubreville dan Scarrone berkorelasi positif dengan aliran permukaan dan erosi.

Masalah utama dalam konservasi sumber daya air suatu lansekap adalah orientasi yang kurang mempertimbangkan neraca air. Desain yang tidak mempertimbangkan faktor tersebut menyebabkan air hilang secara potensial dari suatu lahan. Sedang tujuan utama penataan suatu lansekap hutan adalah mempertahankan kesuburan tanah dan sumber daya air secara lestari. Untuk tujuan tersebut, mempertahankan air dalam tanah dan mengurangi penguapan sangat penting. Model arsitektur pohon memiliki bentuk tertentu yang dapat mentranslokasi air hujan, sehingga kekuatan mekanik air tidak merusak tanah. Selain itu, produksi serasah memberikan andil besar dalam memperbaiki aerasi dan menambah aspek kesuburan tanah.

(20)

transpirasi dan gabungan keduanya. Fungsi arsitektur pohon sangat penting untuk menjalankan fungsi menjaga neraca air pada suatu lansekap hutan.

Hutan tanaman dibuat untuk tujuan komersialisasi nilai ekonomi jenis kayu tertentu, upaya perbaikan kawasan yang hampir rusak, peningkatan fungsi hidrologi, penelitian, dan sebagainya. Jenis pohon biasa ditanam pada blok yang telah ditentukan untuk memudahkan pemanfaatannya. Pengukuran curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi pada hutan tanaman penting dilakukan. Perbedaan model aristektur dan jenis yang memiliki model sama perlu dibandingkan sebagai upaya mengetahui kisaran nilai. Oleh karena itu, model arsitektur pohon tertentu dapat dimanfaatkan untuk menjaga perimbangan air pada lahan hutan.

Salah satu hutan tanaman di Propinsi Papua Barat dimiliki oleh Universitas Negeri Papua Manokwari, yaitu Arboretum Anggori Manokwari. Keberadaan hutan tanaman ini mempunyai fungsi antara lain untuk kepentingan konservasi jenis, monitoring perkembangan riap tumbuh jenis pohon, dan uji viabilitas benih. Pohon yang dikembangkan merupakan jenis dominan di hutan alam Gunung Meja sebagai sumber plasma nutfah. Jenis Pometia pinnata Forster dan Koordersiodendron pinnatum Merr merupakan jenis yang dikoleksi di hutan tanaman (Arboretum) Anggori Manokwari. Dua jenis pohon tersebut merupakan endemik Papua, mempunyai nilai ekonomi penting bagi masyarakat, dan ekologi. P. pinnata Forster merupakan jenis yang dapat dimanfaatkan baik pada buahnya maupun kayunya yang biasa digunakan untuk bahan bangunan. Jenis K. pinnatum Merr kayunya digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan dan perahu (Lekitto et al 2008). Segi nilai Ekologi, dimana dua jenis pohon ini mempunyai akar banir yang penting untuk menahan aliran permukaan sebagai penyebab erosi.

(21)

Bagan Alir Penelitian

Tahap-tahap penelitian dilakukan berdasarkan bagan alir seperti yang tercantum pada Gambar 1 di bawah ini :

Gambar 1 Bagan Alir Penelitian

Kelembaban Udara Angin

Curah Hujan

Model Arsitektur Pohon

Curahan Tajuk Aliran Batang

Infiltrasi

Kadar Air Tanah

Transpirasi

Evaporasi

Perimbangan Air Pohon

CH=CT + AB + INF + KA Tanah + KA Batang + Transpirasi + Evaporasi

Kadar Air Batang

Permukaan/ Jenis Tanah

Aliran Permukaan

Keterangan :

(22)

Tujuan Penelitian

1. Mengukur faktor perimbangan air (curah hujan, curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang, dan transpirasi) dari 2 model arsitektur pohon jenis pohon K. pinnatum Merrdan P. pinnata Forster sebagai komponen sistem hidrologi di hutan tanaman Anggori Manokwari

2. Mencari Hubungan model arsitektur pohon dengan faktor-faktor perimbangan air (curahan tajuk, aliran batang, infiltrasi, kadar air tanah, kadar air batang, transpirasi, dan evaporasi) dari 2 model arsitektur pohon pada Jenis Pohon K. pinnatum Merr dan P. pinnata Forster di hutan tanaman Anggori Manokwari

Manfaat penelitian

1. Sebagai data awal yang berkelanjutan untuk menduga perimbangan air pada 2 model arsitektur pohon jenis pohon K. pinnatum Merr dan P. pinnata Forster. 2. Sebagai masukan bagi pengelola Arboretum Anggori untuk mempertimbangkan

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Model Arsitektur Pohon

Gambaran morfologi pohon memunculkan sifat pada waktu dan fase tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan, nyata dan dapat diamati setiap waktu disebut arsitektur pohon. Program pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur disebut sebagai model arsitektur pohon. Halle et al. (1978) menyatakan bahwa arsitektur tidak sama dengan bentuk karena bentuk biasa merujuk pada ekspresi akhir organisme seperti herba, semak dan pohon serta merujuk pada suatu ukuran. Elemen arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon berupa ritmik atau kontinu. Pertumbuhan ritmik berarti memiliki suatu periodisitas dalam proses pemanjangan secara morfologi ditandai ada segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu tidak mempunyai periodisitas pemanjangan dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabang.

Birch et al. (2003) menyatakan ada 2 fungsi model arsitektur pohon yaitu : 1. Representasi hasil pertumbuhan dan perkembangan individu yang tampil dalam

suatu dimensi

2. Pertumbuhan dan perkembangan pohon diketahui perilaku organ atau bagian morfologi individu seperti daun dan ruas.

Representasi pertumbuhan dan perkembangan menunjukkan fase tertentu yang ada pada unit ekologi. Sehubungan dengan hal ini Setiadi (1998) membuat pemetaan hutan hujan tropika berdasarkan unit ekologinya :

1. Tidak dijumpai kategori pohon atau pohon dengan tinggi kurang dari 2 meter atau pohon yang telah mati dan mulai membusuk, disebut sebagai Reorganizing eco-unit.

2. Pohon masa depan yaitu pohon yang telah mulai menunjukkan suatu model arsitektur yang mengalami pengaturan pola pertumbuhan, disebut Aggrading eco-unit.

(24)

4. Pohon masa lampau, yaitu pohon yang telah mati atau mengering atau pohon yang sudah tua, disebut degrading eco-unit.

Elemen lain arsitektur pohon berupa pola percabangan, dimana menurut Halle et al. (1978) membagi pola percabangan menjadi dua bagian yaitu pola percabangan syllepsis dan pola percabangan prolepsis. Pola percabangan syllepsis merupakan percabangan dibentuk dari meristem lateral dengan perkembangan kontinu, pola percabangan prolepsis merupakan percabangan terbentuk diskontinu dengan beberapa periode istirahat dari meristem lateral. Pertumbuhan tunas jenis pohon dibedakan atas orthotropikdan plagiotropik. Tunas orthotropik dicirikan oleh pucuk terbentuk berorientasi vertikal dan sering tidak berbunga. Sedang tunas plagiotropik pucuk terbentuk berorientasi horizontal dan sering menghasilkan bunga.

Halle et al. (1978) menyatakan bahwa berdasar keberadaan cabang dan aksis vegetatif, model arsitektur pohon dibedakan 4 karakteristik utama, yaitu :

1. Pohon tidak bercabang yaitu bagian vegetatif pohon terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh meristem soliter. Contohnya model Holtum dan model Corner. 2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif ekivalen dan orthotropik. Contohnya

model Tomlinson, model Chamberlain, model Leuwenberg dan model Schoute. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif nonekivalen. Contohnya model Prevost,

model Rauh, model Cook, model Koriba, model Fagerlind, model Petit, model Aubreville, model Theoretical, model Scarrone, model Attim, model Nozeran, model Massart dan model Roux.

4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekivalen dan non ekivalen. Contohnya model Troll, model Champagnat dan model Mangenot. Parameter Perimbangan Air Dari Pohon

Aliran Batang

(25)

air. Penguapan dari batang hanya merupakan bagian kecil bila dibanding penguapan tajuk sehingga sering diabaikan (Arijani 2006). Jumlah aliran batang pada banyak jenis berkisar antara 2-5% dari seluruh jumlah curah hujan. Kuantitas aliran batang yang mengalir ke permukaan tanah sangat kecil. Meskipun demikian secara ekologi sangat penting karena aliran secara langsung masuk ke dalam zona perakaran pohon (Bentley 2007).

Hasil studi Williams (2004) tentang persentase aliran batang berdasarkan diameter batang pohon, tidak lebih dari 2%. Model arsitektur pohon dari jenis Agathis damara Rich (model Massart) volume aliran batang 1.177%, Pinus merkusii Jungh (Rauh daun jarum) 1.051%, dan Schima wallichii Kort (Rauh daun lebar) 0.702% (Aththorick 2000). Begitu pula studi yang dilakukan pada Sub-DAS Cianjur Cisokan Citarum Tengah. Berdasar 30 jenis pohon yang mewakili 12 model arsitektur pohon volume aliran batang rata-rata kurang dari 1% (Arijani 2006).

Faktor yang mempengaruhi aliran batang antara lain arsitektur pohon, kulit batang, struktur tegakan, ada dan tidaknya ephyphyt, komposisi jenis pohon, kejadian hujan (frekwensi, lama hujan, besar curah hujan, dan intensitas) dan posisi daun (Steinbuck 2002). Pengaruh angin juga mempengaruhi aliran batang (Xiao et al. 2003; Levia 2003)

(26)

batang dengan aliran batang. Pada model yang dibuat terdapat hubungan antara besar diameter batang pohon dengan volume aliran batang. Semakin besar diameter batang berbanding lurus dengan besar volume aliran batang. Hal ini berkaitan erat dengan luas permukaan batang, dimana air hujan mengalir pada batang pohon (Arijani 2006).

Curahan Tajuk

Bagian air jatuh ke atas permukaan tanah melalui celah tajuk dan atau berupa limpasan dari daun, ranting atau cabang pohon disebut sebagai curahan tajuk (Aththorick 2000; Williams 2004). Curahan tajuk adalah bagian dari curah hujan yang mencapai lantai hutan setelah melalui struktur lapisan tajuk rapat, mulai dari lapisan tajuk pohon dominan sampai ke lapisan semak belukar dan serasah. Aliran tajuk yang sampai ke permukaan tanah dapat memperkaya kandungan mineral tanah, dan berperan menambah kelembaban tanah (Levia & Frost 2006). Jumlah aliran batang dan curahan tajuk merupakan curah hujan netto mencapai permukaan tanah di bawah tajuk.

Jumlah aliran tajuk jenis pohon yang sampai ke permukaan tanah mempunyai volume besar. Setiap jenis pohon memiliki jumlah curahan tajuk berbeda. Model Arsitektur Pohon Rauh dengan Jenis P. merkusii Jungh dan S. walchii Kort pada kelas kelerengan 20-30% memiliki persentase aliran tajuk masing-masing 71.216% dan 77.968%. Model arsitektur Massart dengan A. dammara Rich persentase aliran tajuknya 87.23% (Aththorick 2000). Hutan Pegunungan Tropis Equador memiliki jumlah total aliran tajuknya 53% dari total curah hujan sebesar 2200 mm (Zimmerman et al 2007). Jenis Pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) mampu menghasilkan 57.32 % aliran tajuk dari curah hujan 1015.5 mm (Bentley 2007). Data tersebut diatas dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi curah hujan setiap kejadian hujan, akan berbanding lurus dengan jumlah volume tajuk yang dihasilkan.

(27)

tembus tajuk bisa dipengaruhi oleh jenis ephyfit yang tumbuh pada vegetasi, tipe hujan, intensitas hujan, dan kejadian hujan yang memiliki nilai kecil.

Saat kejadian hujan, morfologi permukaan daun juga mempengaruhi laju aliran tajuk. Permukaan daun yang kasar cenderung menahan air hujan lebih lama dibanding permukaan daun yang halus. Hal ini disebabkan karena air hujan di permukaan daun harus membasahi seluruh permukaan sebelum dialirkan ke cabang. Pada daun permukaan halus, lebih cepat jenuh dengan air hujan yang diintersepsi (Arijani 2006).

Infiltrasi

Infiltrasi diartikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah, umumnya melalui permukaan tanah dan vertikal ke bawah (Iverson 2000). Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah dan pergerakannya dalam tanah. Berdasar definisi ini, infiltrasi dibagi dalam tiga tingkatan proses, yaitu pertama, Imbibisi, merupakan proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan atau adsorbsi air oleh tanah; kedua, perkolasi atau filtrasi adalah infiltrasi dimana imbibisi masih berlangsung; dan ketiga, redistribusi air dalam tanah setelah imbibisi berakhir. Beberapa penulis atau peneliti lain membatasi infiltrasi hanya pada tingkatan proses pertama (Asdak 2007).

Laju infiltrasi diartikan sebagai banyak air per satuan waktu yang masuk melalui permukaan tanah. Sedang laju air memasuki tanah pada suatu saat disebut sebagai kapasitas infiltrasi. Laju infiltrasi ditentukan oleh kapasitas infiltrasi dan laju penyediaan air (Asdak 2007; Lee 1988). Selama intensitas hujan (laju penyediaan air) lebih kecil dari kapasitas infiltrasi maka laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Tetapi jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi maka terjadi genangan air di atas permukaan tanah atau limpasan permukaan (Arijani 2006). Sifat fisik tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi adalah struktur tanah disamping tekstur dan kandungan air tanah. Unsur struktur tanah yang terpenting adalah ukuran dan kemantapan pori (Supardi 1983) .

Curah Hujan

(28)

(2006) menyatakan bahwa presipitasi atau curah hujan dibagi atas Curah hujan terpusat (Point Rainfall) dan Curah hujan daerah (Areal Rainfall). Curah hujan terpusat (Point Rainfall) adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat pengukur hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau data mentah yang tidak dapat langsung dipakai. Curah Hujan Daerah (Areal Rainfall) adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir yaitu curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu curah hujan daerah ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dinyatakan dalam milimeter (mm).

Kelembaban udara merupakan satu faktor penting terjadinya hujan. Kelembaban udara berfungsi menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan radiasi matahari. Sejalan dengan meningkatnya suhu udara, meningkat pula kapasitas udara dalam menampung air. Sebaliknya, ketika udara bertambah dingin, gumpalan awan menjadi besar, dan pada gilirannya akan jatuh sebagai hujan. Uap air di atmosfer bergerak sebagai respons adanya beda tekanan uap air antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Laju gerakan air di atmosfer berbanding lurus dengan beda tekanan uap air yang terjadi (Jensen 1991). Di atas tegakan hutan, besarnya tekanan uap air di atmosfer biasanya berkurang dengan bertambahnya ketinggian tempat. Dengan demikian, akan terjadi gerakan uap air ke tempat yang lebih tinggi. Akumulasi uap air yang terjadi pada tempat dengan ketinggian tertentu pada suhu udara yang rendah pada saatnya akan terjadi proses kondensasi (Campbell et al. 2000). Air hasil proses kondensasi tersebut pada gilirannya akan jatuh sebagai air hujan (Asdak 2007).

(29)

berbagai ekosistem yang merupakan landasan dalam siklus hara. Pertama, tumbuhan memperoleh hidrogen untuk fotosintesis dari pecahnya molekul-molekul air. Kedua, tumbuhan menggunakan sebagian besar air guna mempertahankan keadaan kerangka hidrostatis dan untuk menggerakkan bahan kimia. Ketiga, tumbuhan mengambil unsur-unsur dalam larutan dari tanah. Tanpa aliran ini tumbuhan tidak mampu mempertahankan keseimbangan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya (Owens 2006).

Kadar Air Tanah

Air tanah merupakan suatu fase dari daur air. Air yang masuk ke dalam tanah akan tinggal di pori-pori tanah atau meresap melalui pori-pori tersebut ke bagian bawah yang disebut sebagai perkolasi. Air ditahan oleh tanah (diantara pori-pori tanah) akan kembali ke udara dengan cara evaporasi dan evapotranspirasi. Penahanan air oleh tanah dan gerakan air dalam tanah merupakan dua faktor penting dalam hubungan antara air dan tanah (Libby 1981).

Air tanah biasanya hanya mengisi sebagian ruang pori tanah, dan keadaan dimana seluruh ruang pori terisi jarang terjadi. Nisbah antara isi ruang pori dan isi tanah seluruhnya disebut porositas, dan dinyatakan dalam persentase. Nilai ini berubah sesuai dengan perbedaan sifat alami dari tanah dan kandungan airnya. Porositas biasanya naik dengan naiknya kandungan air tanah (Tadjang 1980).

Kandungan air tanah dapat dinyatakan dalam satuan mutlak, biasanya digunakan dalam bidang hidrologi dan keperluan neraca air. Kandungan air tanah dinyatakan juga sebagai ukuran potensial dalam satuan tegangan air tanah. Hal ini digunakan dalam fisiologi tumbuhan, dalam praktek irigasi dan dalam masalah-masalah hidraulik yang bersangkutan dengan aliran air dalam tanah tidak jenuh (Suprayogo et al. 2007).

(30)

bahan koloidal, ruang pori dan permukaan adsorptif. Air hujan tersebut sebagian akan masuk ke dalam tanah dan membuat tanah menjadi lembab, tersimpan dalam cekungan-cekungan di permukaan tanah, dan sebagian lainnya akan hilang sebagai evaporasi (Supardi 1983) .

Pohon memerlukan tingkat kelembaban tanah tertentu. Artinya pada tingkat tertentu dapat menentukan bentuk tata guna lahan. Sebab tujuan akhir dari penataan lahan hutan adalah bagaimana lahan dapat memanen air hujan sebanyak-banyaknya yang disimpan dalam tanah. Oleh karena itu menjaga kondisi tanah tetap dalam keadaan lembab sangat diperlukan. Deng et al. (1987) menyatakan ada tiga proses terbentuknya kelembaban tanah, yaitu kelembaban higroskopis, kapiler, dan gravitasi. Kelembaban higroskopis terjadi karena air terikat pada lapisan tipis butir-butir tanah. Air yang dihasilkan tidak dapat digunakan oleh pohon. Kelembaban kapiler terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara butir-butir tanah. Air yang dihasilkan pada kelembaban ini dapat digunakan oleh pohon. Kelembaban gravitasi terjadi akibat adanya gaya tarik bumi, yaitu air dalam posisi peralihan menuju pori-pori tanah yang lebih besar.

Tanah yang telah terisi oleh air akan mengalami tingkat kejenuhan. Kandungan air tanah sangat penting diketahui untuk mengetahui jumlah air yang ada dalam tanah. Tujuannya adalah sebagai bahan untuk mempertimbangkan perubahan kapasitas kelembaban tanah suatu lahan (Suripin 2002).

Kadar Air Batang

Berat kadar air batang didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kayu bebas air atau berat kering tanur (BKT). Nilai berat basah kayu diperoleh dengan menimbang kayu langsung di lapang. Selanjutnya Kayu dikeringkan dalam tanur pengering atau oven menggunakan suhu 700C kemudian ditimbang hingga konstan. Perbandingan berat kayu basah dan kering merupakan persen berat kadar airnya (Setiadi et al. 1989).

(31)

kadar air tetap tinggi dikarenakan pada bagian ujung tersebut merupakan pusat pertumbuhan kayu pohon. Ikatan sel pembuluh atau disebut juga vascular bundle mengandung phloem, xylem, parenkim dan serat berdinding tebal. Serat berdinding tebal berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang. Dinding sel dari serat ini bertambah tebal dari bagian tengah (core) ke bagian korteks batang. Xylem diselimuti oleh sel-sel parenkim yang biasanya mengandung dua sel pembuluh yang lebih dan besar, kombinasi dari sel pembuluh besar dan kecil atau kumpulan dari beberapa sel pembuluh besar dan kecil (Kewilaa 2007).

Secara makroskopis diketahui adanya perbedaan kerapatan (penyebaran) vascular bundle antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang. Semakin ke arah sentral kerapatan vascular bundle semakin berkurang, sedangkan ke arah vertikal kerapatan vascular bundle semakin bertambah. Kemampuan vascular bundle sebagai penyokong kekuatan kayu berkaitan erat dengan tebal dinding sel serabut dan kandungan silika dalam sel (Daniel et al. 1987).

Transpirasi

Transpirasi adalah proses hilangnya air dari tumbuhan melalui permukaan daun atau bagian lain dari tumbuhan. Sebagian besar proses transpirasi melalui daun. Di alam, air yang hilang melalui transpirasi dari daun bisa mencapai lebih dari 90% dari total air yang diserap oleh tumbuhan tersebut. Sebagian besar air yang diserap oleh pohon akan dibuang melalui proses transpirasi (Hamim 2007). Air yang mengalami proses transpirasi akan menguap ke atmosfer karena adanya perbedaan tekanan udara di sel-sel daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan atmosfer yang lebih rendah (Rindam et al. 2010).

(32)

peran akar sebenarnya kurang lebih pasif dalam penyerapan air. Meskipun demikian, fungsi akar adalah menjaga permeabilitas dan menghisap kelembaban tanah.

Penggerak laju transpirasi biasanya dinyatakan dengan jumlah air yang diuapkan per satuan waktu. Penggerak transpirasi adalah perbedaan konsentrasi uap air di dalam stomata dan konsentrasi uap air di udara bebas. Kekurangan uap air biasanya akan mencapai maksimum pada saat tengah hari ketika suhu udara dan daun tinggi (Rindam et al. 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya transpirasi antara lain cahaya, suhu, defisit tekanan uap air, dan ketersediaan air. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan cahaya adalah iklim makro, faktor lahan, dan vegetasinya. Iklim makro yang berperan paling besar adalah penyinaran matahari. Sedangkan faktor lahan yang berperan adalah kelerengan, dan ketinggian tempat (latitude). Faktor vegetasi seperti tutupan tajuk dan kerapatan pohon sangat mempengaruhi cahaya dan arah angin (Hamim 2007). Yulistyarini dan Ariyanti (2004) menyatakan bahwa pengaruh suhu tinggi pada transpirasi akan mempercepat laju transpirasi karena suhu yang tinggi akan menurunkan uap udara. Demikian pula kelembaban yang rendah akan meningkatkan laju transpirasi. Karena dengan kelembaban yang rendah uap air akan bergerak dari tekanan yang tinggi (dalam daun) ke tekanan yang rendah (atmosfer). Supardi (1983) menyatakan bahwa laju transpirasi juga tergantung ketersediaan air dalam tanah. Artinya kecepatan transpirasi akan meningkat ketika penyediaan air dalam tanah juga tinggi. Hubungan tingginya kadar air tanah dengan transpirasi dilakukan oleh Bora (2008) bahwa penambahan air pada periode waktu yang berbeda mempengaruhi laju transpirasi tanaman Jarak pagar. Jarak pagar yang disiram setiap 7 hari sekali mempunyai laju transpirasi yang lebih tinggi dibanding tanaman jarak pagar yang disiram setiap 28 hari sekali.

Evaporasi

(33)

energi yang ekivalen. Evaporasi dapat dipandang sebagai suatu proses pertukaran energi pada permukaan evaporasi, difusi molekuler melalui suatu lapisan batas udara yang tipis di dekat permukaan, dan difusi turbulen pada udara bebas (Lee 1988).

Faktor-faktor yang mempengaruhi evaporasi antara lain ketersediaan air nisbi, besarnya tekanan uap atau perbedaan kerapatan antara permukaan evaporasi dan atmosfer ambien, dan efisiensi mekanisme penguapan. Ketersediaan air untuk evaporasi sebagian besar bergantung pada frekwensi presipitasi, dan laju pengeringan. Perbedaan tekanan uap antara permukaan evaporasi dan atmosfer merupakan suatu faktor penentu dasar dari laju evaporasi. Efisiensi mekanisme-mekanisme penguapan bergantung pada kecepatan dan turbulensi gerakan udara dan pada karakteristik permukaan yang berevaporasi (Menenti & Choudhury 1993). Mekanisme Perimbangan Air Pohon

Seperti diketahui bahwa curah hujan merupakan komponen utama sistem input yang penting bagi pohon. Sebagian besar sumber daya air hujan dipergunakan untuk perimbangan air. Air hujan berperan penting dalam sistim pengairan sungai, sumber mata air, menjaga kelembaban tanah, air tanah, dan kehidupan vegetasi (Chang 2006). Seluruh sistem tersebut akan mengalami suatu proses sirkulasi yang berkelanjutan. Banyaknya curah hujan dipengaruhi oleh faktor cuaca dan tekanan udara yang sebagian besar juga turut berperan dalam siklus air. Pergerakan dan perubahan udara yang terjadi di atmosfer, di atas permukaan tanah, dan yang terjadi diantara keduanya, merupakan seluruh proses yang menyebabkan hujan.

(34)

Air hujan tembus tajuk pohon dan air yang mengalir dari batang selanjutnya akan menuju ke permukaan tanah. Air yang sampai ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah melalui infiltrasi (Setiadi 1998). Siradz et al. (2007) menyatakan bahwa air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah menjadi aliran permukaan. Sedangkan air yang masuk ke dalam tanah akan mengisi ruang pori-pori tanah dan bergerak menuju ke daerah perakaran yang paling dalam.

Air hujan yang berada dalam tanah selanjutnya akan diserap oleh akar pohon. Masuknya air ke dalam akar karena adanya tekanan potensial air yang berbeda antara di dalam dan di luar akar pohon, dimana air masuk melalui mekanisme osmosis. Air yang masuk ke dalam sel ini akan terdorong terus ke batang pohon (Campbell et al. 2000). Selanjutnya, air yang berada di dalam batang akan membetuk suatu ikatan hidrogen diantara molekul-molekulnya, sehingga terbentuk rantai molekul air (Lauenroth dan Bradford 2006)

(35)

Mekanisme perimbangan air pohon pada suatu lahan hutan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini :

(36)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada setiap kejadian hari hujan pada bulan November 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Tanaman Anggori milik Universitas Negeri Papua Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat. Hutan tanaman ini bersebelahan dengan Hutan Alam Gunung Meja Manokwari.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah GPS, Altimeter, Termometer, Ombrometer, Hygrometer, meteran, gelas ukur volume 1000 dan 100 mililiter, Terpal, Selang, Jerigen ukuran 10 liter, timbangan, kamera, bor tanah, bor kayu riap dan ember. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Manokwari (meliputi curah hujan harian, kecepatan angin, suhu dan kelembaban, evaporasi, lama penyinaran, dan data lain yang terkait), plastik klip ukuran besar dan kecil, label, tali rafia, kawat, patok kayu, paku ukuran kecil, kertas alumunium foil, dan tas plastik.

Penentuan Lokasi dan Plot Pengamatan

Lokasi penelitian berada di areal hutan tanaman Anggori yang merupakan hutan tanaman Pendidikan milik Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Luas hutan tanaman 10 Ha. Jenis Pohon yang dipilih dalam penelitian ini adalah jenis P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr. Banyaknya ulangan masing-masing jenis 3 individu pohon yang dipilih secara acak dalam plot penelitian. Untuk pengamatan transpirasi, dan kadar air batang dipilih sampel individu pohon lain pada masing-masing jenis yang diukur.

(37)

Pengukuran Parameter Perimbangan Air Aliran batang

Aliran batang ditampung dengan cara melingkarkan selang plastik pada sekeliling permukaan batang dengan salah satu ujungnya diletakkan lebih rendah menuju jerigen penampungan. Tinggi selang yang dilingkarkan pada batang masing-masing jenis 130 cm. Masing-masing jenis pohon dibuat ulangan sebanyak 3 kali (Arijani 2006). Kemudian volume aliran batang (cm3) yang tertampung dikonversi ke dalam satuan tinggi kolom air (mm) dengan persamaan :

Sfi = Vi/Li cm = Vi/Li x 10 mm ……… (1) (Kaimudin 1994) kerangka kayu dengan luas penampungan 1x1 m2, kemudian ditempatkan di bawah tajuk pohon. Tinggi lembaran plastik masing-masing jenis sebagai tempat penampungan 130 cm dari permukaan tanah. Pada lembaran plastik dilubangi dan diberi selang penghubung untuk mengalirnya air ke bak penampungan. Setiap satu jenis pohon dibuat ulangan sebanyak 3 kali. Untuk menghitung banyaknya curahan tajuk diukur berdasarkan banyaknya volume air yang tertampung dalam bak penampungan per satuan luas penampungan (mm) (Aththorick 2000).

Curah Hujan

Curah hujan diukur dengan ombrometer biasa yang diletakkan di tempat terbuka. Tinggi mulut penampung pada ombrometer dengan permukaan tanah 130 cm. Pengukuran air yang tertampung pada ombrometer dilakukan setiap 1 hari hujan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung banyaknya volume air yang tertampung adalah :

L V

CH = ……… (2) (Suroso 2006) Dimana : CH = Curah Hujan (mm)

(38)

Infiltrasi

Laju infiltrasi ke dalam tanah dilakukan di bawah masing-masing tegakan pohon. Pengukuran laju Infiltrasi menggunakan paralon dengan diameter 15 cm (6 Inchi) dan panjangnya 75 cm, dibenamkan ke dalam tanah dengan bagian yang terbenam 5 cm. Selanjutnya kedalaman paralon tersebut diisi oleh air sebanyak 1 liter dan dicatat waktu yang diperlukan oleh air untuk dapat masuk ke dalam tanah, hingga batas air dalam paralon telah habis sampai permukaan tanah. Pengukuran semuanya berada di bawah masing-masing tegakan pohon contoh, pada tempat atau titik pengamatan yang berbeda (Setiadi 1998).

Evaporasi

Ditujukan untuk menduga tingkat penguapan dari permukaan tanah yang terjadi di lokasi penelitian. Data evaporasi menggunakan data sekunder dari Badan Meteorologi dan Geofisika Rendani yang merupakan Badan Klimatologi terdekat. Jarak stasiun BMG Rendani dengan lokasi penelitian ± 5 km dan dapat ditempuh dalam waktu 20-30 menit.

Transpirasi

(39)

Kadar Air Tanah

Kadar air tanah diartikan sebagai air yang masuk ke dalam tanah akan tinggal di pori-pori tanah atau meresap melalui pori-pori tersebut ke bagian bawah. Penahanan air oleh tanah dan gerakan air dalam tanah merupakan dua faktor penting hubungan antara air dan tanah. Pengambilan sampel tanah di lapang dilakukan dengan bor tanah pada kedalaman 0-120 cm. Tanah diambil mulai dari permukaan pada setiap kedalaman 20 cm di dua titik pengambilan di bawah setiap tajuk pohon. Tanah yang diambil pada setiap kedalaman 20 cm dimasukkan dalam wadah plastik kemudian dikompositkan. Pegambilan ini dilakukan hingga mencapai kedalaman 120 cm. Sampel tanah yang ada dalam wadah plastik dan sudah tertutup rapat kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya. Sampel tanah tersebut dibawa ke laboratorium Jurusan Tanah Universitas Negeri Papua untuk di keringkan dalam oven pada suhu 1050C dan ditimbang hingga beratnya konstan. Berat tanah yang konstan kemudian di nyatakan dalam persen Kadar Air Tanah. Dasar dari pengambilan tanah hingga kedalaman 120 cm merupakan batas pertumbuhan akar primer dari masing-masing jenis pohon. Pengambilan sampel tanah ini dilakukan selama 30 kali pada setiap kejadian hujan. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kadar air Total yang berada di bawah tegakan 2 jenis pohon. Penetapan kadar air tanah dilakukan dalam persentase berat basah tanah dengan persamaan :

Untuk mengetahui kadar air pada batang, dilakukan pengambilan sampel dengan menggunakan bor riap mulai permukaan batang pohon hingga bagian tengahnya. Kayu yang berada dalam tempat penampungan bor dikeluarkan kemudian ditimbang. Selanjutnya sampel tersebut dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 700C sampai beratnya konstan. Untuk mengetahui kadar air batang pohon digunakan persamaan :

(40)

Identifikasi Model Arsitektur Pohon

Identifikasi model arsitektur pohon dilakukan berdasarkan ketentuan Halle et al (1978) dan kunci yang telah dikembangkan oleh Setiadi (1998). Identifikasi dilakukan dengan mengamati pola pertumbuhan batang, bentuk percabangan, dan tipe bunga pada jenis pohon.

Analisis Data

(41)

HASIL

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kawasan arboretum Anggori di buka sejak tahun 1959 pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu pihak pemerintah Kolonial Belanda mempunyai tujuan membuka kawasan tersebut sebagai tempat untuk mendatangkan jenis-jenis pohon untuk ditanam . tahun 1962 pemerintah Kolonial Belanda kembali ke negaranya kemudian menyerahkan kawasan Arboretum Anggori kepada pemerintah Indonesia melalui Universitas Cenderawasih (UNCEN) yang salah satu Fakultasnya berada di Manokwari (Fakultas Pertanian UNCEN). Akan tetapi pemerintah Kolonial Hindia Belanda tidak menyerahkan SK sehingga pemerintah Republik Indonesia (RI) melakukan pembayaran hak ulayat tanah kepada masyarakat setempat.

Setelah penerbitan sertifikat tanah untuk kawasan Arboretum ini terbit pemerintah RI melakukan pengoleksian jenis-jenis endemik dan komersial untuk ditanam. Beberapa jenis komersial antara lain damar (Agathis labillardieri Warb), jati (Tectona grandis L), pinus (Pinus merkusii Jungh) bintanggur (Calophyllum inophyllum L), cempaka (Elmerillia papuana Linn), dan merbau (Intsia bijuga Kuntze).

Status Kawasan

Kawasan Arboretum Anggori mulai dikelola oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1962, yang dikelola oleh UNCEN dan masih menggunakan hutan tersebut sebagai kebun percobaan bagi mahasiswa UNCEN. Namun pada perkembangannya, hutan tanaman ini terkesan tidak terawat dengan baik, sehingga pihak Universtas Negeri Papua (UNIPA) melalui Fakultas Kehutanan mengambil alih kawasan dan mengelolanya hingga saat ini.

Luas dan Batas Wilayah

(42)

Sebelah Timur : Berbatasan dengan KampungAipiri

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kampung Cabang Dua

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Lautan Pasifik

Secara astronomi Hutan Pendidikan Anggori terletak antara koordinat 1340 BT dan 0057 LS. Luas Hutan Pendidikan Anggori secara keseluruhan 112,2 Ha yang terdiri dari areal jenis tanaman Industri atau perkebunan buah-buahan seluas 25 Ha, koleksi tanaman kehutanan seluas 10 Ha, dan sisa areal tersebut terdiri dari Hutan Alam yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan seluas 86,2 Ha.

Iklim, Tanah dan Topografi

Berdasarkan data 5 tahun terakhir (2005-2009) yang diambil dari Stasiun Bada Meteorologi dan Geofisika tergolong tinggi dengan tipe iklim A dengan rata-rata Curah Hujan per Tahun antara 174.2-216 mm. Sedangkan untuk pengukuran suhu antara 28-320 C dan kelembaban udara antara 79-100 %.

Untuk jenis tanah yang ada di hutan Pendidikan Anggori berdasarkan pada peta 1:20.000 adalah jenis tanah Mediternian coklat dengan bahan induk batu kapur dan podsolik merah campuran dengan bahan induk batuan sedimen. Hutan Pendidikan Anggori Unipa mempunyai topografi datar sampai bergelombang dengan kemiringan yang bervariasi mulai dari 1-20% dan terletak pada ketinggian 40-80 m dpl.

Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis P. pinnata Forster

(43)

Percabangan akrotoni Konstruksi modular

dengan cabang plagiotropik sedikit Pembungaan

terminal yang berfungsi baik

Pertumbuhan simpodial

Module sama pada bagian pangkal tetapi berbeda pada

bagian ujungnya, Bercabang dengan

satu cabang utama membentuk Pokok Batang

bercabang

Ada perbedaan jelas batang & cabang

Aksis vegetatif heterogen

Model arsitektur pohon Koriba

(44)

Model arsitektur pohon P. pinnata Forster adalah Koriba, mempunyai ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen (heterogen) tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang. Aksis vegetatif heterogen terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik dan plagiotropik. Percabangan akrotoni. Pohon dengan konstruksi modular, cabang plagiotropiknya sedikit, module umumnya mempunyai pembungaan terminal yang berfungsi baik. Pertumbuhan simpodial, konstruksi modular, modul sama pada bagian pangkal tapi berbeda pada bagian ujungnya, bercabang dengan satu cabang utama membentuk pokok (trunk) (Halle et al. 1978).

Anakan pohon jenis P. pinnata Forster memiliki pertumbuhan simpodial dapat dilihat pada Gambar 4 (a), dan pada Gambar 4 (b) cabang plagiotropik yang sedikit dengan satu cabang membentuk pokok (trunk), di bawah ini :

(a) (b)

Gambar 4 (a). Anakan pohon P. pinnata Forster dengan pertumbuhan simpodial (b). Pohon P. pinnata Forster dengan cabang plagiotropik sedikit, satu

(45)

Deskripsi Pohon P. pinnata Forster

Deskripsi P. pinnata Forster tumbuhan berupa pohon, takikan batang bergetah, getah tidak putih mengental atau melimpah, tidak berwarna krem atau kuning, getah berwarna merah, daun majemuk menyirip tunggal tanpa anak daun di ujung, batang berwarna cokelat kemerahan, banir berukuran besar (Lekitto et al 2008). Pohon P. pinnata Forster mempunyai ciri antara lain, perawakan pohon berukuran besar dengan tinggi bebas cabang 6-36 m, dan tinggi keseluruhannya 21-49 m. Daun majemuk menyirip genap, kedudukan daun tersusun spiral, anak daun 3-8 pasang, bentuk jorong memanjang, tepi daun bergigi. Bunga berbentuk malai, biasanya di ujung tangkai daun Batang utama silindris, kadang berlekuk, dan berbuncak. Berbanir besar dengan ketinggian banir 0.85-4 m. Permukaan batang licin, bopeng, berwarna kemerahan seperti karat, coklat keabu-abuan atau keputihan. Percabangan dengan pertumbuhan condong ke atas. Getah pohon berwarna merah. (Lekito et al 2008; Sudarmono 2000).

Ciri spesifik yang dapat dilihat pada P. pinnata Forster antara lain, daun P. pinnata Forster majemuk menyirip genap dengan anak daun jorong memanjang dan tepi daun yang bergigi. tinggi akar banir dari permukaan tanah, dan permukaan batang pohon dapat dilihat pada Gambar 5 (a), (b), dan (c) di bawah ini :

(a) (b) (c)

(46)

Identifikasi Model Arsitektur Pohon Jenis K. pinnatum Merr

Hasil pengamatan pola pertumbuhan batang, cabang, dan tipe pembungaan, pohon jenis K. pinnatum Merr teridentifikasi mempunyai model arsitektur pohon Roux. Adapun identifikasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini :

Pertumbuhan & percabangan kontinu

Gambar 6 Identifikasi model arsitektur pohon K. pinnatum Merr

Percabangan

bercabang Ada perbedaan jelas batang & cabang

(47)

Model arsitektur pohon K. pinnatum Merradalah Roux, mempunyai ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen (heterogen) tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang. Aksis vegetatif heterogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis ortotropik dan plagiotropik. Percabangan akrotoni. Bukan konstruksi modular, seringkali dengan pembungaan lateral. Pokok monopodium ortotropik. Pohon dengan pertumbuhan dan percabangan kontinu. Percabangan plagiotropik bukan karena aposisi. Cabang dapat bertahan lama (Long-lived).

Pola percabangan pohon K. pinnatum Merr plagiotropik bukan karena aposisi dan mempunyai cabang yang dapat bertahan lama (Long-Lived) selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7 (a) dan (b) di bawah ini :

(a) (b)

(48)

Deskripsi Pohon K. pinnatum Merr

Deskripsi K. pinnatum Merr, tumbuhan berupa pohon, takikan batang bergetah, getah tidak putih mengental atau melimpah, getah tidak berwarna merah, menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, daun majemuk, permukaan batang kasar, batang umumnya beralur, duduk anak daun berseling (Lekitto et al. 2008). Pohon K. pinnatum Merr mempunyai ciri pohon berukuran sedang sampai besar. Tinggi bebas cabang 22-42 m, dengan tinggi keseluruhan mencapai 26-49 m. Batang utama berbentuk silindris, tidak berlekuk, kadang-kadang berbuncak dan berpilin, berbanir sedang dengan tinggi 0.53-1.25 m. Permukaan batang kasar, mengelupas kotak atau persegi empat, beralur, warna coklat sampai coklat keabuan. Batang tidak bergetah merah, dengan bagian dalam keras warna kuning jingga. Daun majemuk bersirip ganjil, kedudukan daun spiral, anak daun 10-16 pasang, bentuk bulat telur lanset mengelompok di ujung ranting, ujung daun meruncing atau lancip, tepi rata. Letak bunga pada ketiak daun.

Ciri daun K. pinnatum Merr majemuk bersirip ganjil, ujung daun meruncing atau lancip, tepi daun rata bentuk bulat telur lanset dan ciri batang pohon dapat dilihat pada Gambar 8 (a) dan (b) di bawah ini :

(a) (b)

(49)

Tinggi akar banir dan warna getah batang pohon K. pinnatum Merr dapat dilihat pada Gambar 9 (a) dan (b) di bawah ini :

(a) (b)

Gambar 9 (a) Berbanir sedang dengan ketinggian akar banir 0.50 meter, (b) Getah menjadi berwarna hitam bila teroksidasi, dengan bagian

dalam keras warna kuning jingga.

Hasil Pengukuran Parameter Perimbangan Air

(50)

Tabel 1 Hasil dan Analisis Pengukuran Parameter Perimbangan Air Jenis Pometia pinnata Forster dan Koordersiodendron pinnatum Merr di Lokasi Penelitian

No Hasil Penelitian Pometia pinnata Forster

7. Transpirasi (ml/gr/menit) 4.83 8.62

8. Dugaan Evaporasi (mm) 149.76 149.76

9. Analisis Komponen Utama

9Garis Curahan tajuk,

9Kadar air batang & Transpirasi saling berdekatan

9Menahan air pada batang lebih tinggi

Curah Hujan

Jumlah Curah hujan 5 tahunan (2005-2009) dikumpulkan dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Rendani Manokwari yang merupakan stasiun BMG terdekat. Kawasan Manokwari tergolong Tipe A menurut Schmidt dan Ferguson. Jumlah rata-rata bulan basah sebanyak 9 bulan dan bulan kering sebanyak 3 bulan dengan hasil persentase 33.33 %.

(51)

Penakar hujan sederhana (Ombrometer) dengan luas penampang 113.04 cm2 di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini :

Gambar 10 Alat penakar hujan sederhana (Ombrometer) yang diletakkan di lokasi penelitian, dengan luas penampang 113.04 cm2.

Berdasarkan kategori hujan, dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kategori hujan rendah dengan ukuran < 5 mm, hujan sedang 5-20 mm, dan hujan tinggi yang mencapai > 20 mm (Aththorick 2000). Hasil pengukuran curah hujan selama 30 kali untuk hujan kategori rendah hanya terjadi 1 kali. Untuk hujan dengan kategori sedang terjadi sebanyak 18 kali, dan untuk kategori hujan tinggi > 20 mm terjadi sebanyak 11 kali.

Curahan Tajuk

Hasil pengukuran curahan tajuk selama 30 kali kejadian hujan, model arsitektur pohon Roux jenis pohon K. pinnatum Merr memiliki nilai curahan tajuk

lebih besar dibandingkan dengan model arsitektur pohon Koriba jenis pohon P. pinnata Forster. Besarnya nilai curahan tajuk K. pinnatum Merr 769.54 mm

(89.67 %) (Lampiran 1). Jenis P. pinnata Forster mempunyai nilai curahan tajuk sebesar 747.87 mm (87.19 %) (Lampiran 1).

(52)

melalui percabangan setelah penjenuhan tajuk yang selanjutnya mengalir ke permukaan Batang. Peristiwa tersebut menyebabkan translokasi air hujan menjadi aliran batang lebih besar daripada curahan tajuk. Selain itu, tutupan tajuk yang lebih rapat menyebabkan air hujan lolos ke permukaan tanah menjadi sedikit. Akibatnya, nilai curahan tajuknya juga menjadi kecil. Sebaliknya, model arsitektur pohon Roux mempunyai nilai curahan tajuk yang lebih besar. Bentuk percabangan horizontal menyebabkan air hujan yang ditahan oleh tajuk pohon akan diteruskan ke lantai hutan. Faktor lain yang membedakan nilai curahan tajuk yaitu permukaan daun P. pinnata Forster sedikit kasar dan permukaan yang lebar sehingga memerlukan

waktu lama untuk penjenuhan tajuk oleh air hujan. Sedangkan pada daun K. pinnatum Merr mempunyai permukaan daun yang licin dan kecil sehingga tidak

memerlukan waktu lama untuk penjenuhan tajuk. Aliran Batang

Aliran batang merupakan bagian hujan terintersepsi, berkumpul dan mengalir ke permukaan tanah melalui batang. Hasil pengamatan selama 30 kali

kejadian hujan menunjukkan bahwa model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai nilai aliran batang lebih tinggi dibandingkan dengan

model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr. Pohon P. pinnata Forster mempunyai nilai aliran batang 5.53 mm (0.64 % dari curah hujan) dengan rata-rata

0.18 mm (Lampiran 1). Aliran batang model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr mempunyai nilai aliran batang 4.06 (0.47 % dari curah hujan)

dengan rata-rata 0.14 mm (Lampiran 1).

Tingginya nilai aliran batang pada model arsitektur pohon Koriba karena pola percabangan pohonnya. Pola percabangan yang condong ke atas, memungkinkan air hujan yang tertahan oleh tajuk akan langsung mengalir ke

cabang dan diteruskan ke batang. Tajuk model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster luasan penutupannya cukup besar. Akibatnya, air yang

(53)

kulit permukaan batang kedua arsitektur pohon juga berbeda. Jenis P. pinnata Forster permukaannya lebih halus dibanding dengan K. pinnatum Merr. Keadaan ini menyebabkan nilai aliran batang model arsitektur pohon Koriba lebih tinggi dibanding dengan Roux.

Infiltrasi

Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, diperoleh bahwa laju infiltrasi terbesar adalah model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr dengan jumlah total 0.62 ml/cm2/menit dengan kisaran 0.008 – 0.028 ml/cm2/menit (Lampiran 1). Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mempunyai total laju infiltrasi 0.41 ml/cm2/menit dengan kisaran 0.004 – 0.024 ml/cm2/menit (Lampiran 1).

Curah hujan tinggi menyebabkan penurunan laju infiltrasi ke dalam tanah. Faktor penjenuhan tanah merupakan sebab turunnya laju infiltrasi. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, lebih cepat aspek penjenuhan tanahnya. Akibatnya, kecepatan laju infiltrasi tanahnya lebih rendah. Sebaliknya, model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr, kecepatan laju infiltrasinya lebih cepat. Perbedaan laju infiltrasi disebabkan sifat-sifat tanah yang berada di bawah tegakan masing-masing model arsitektur pohon. Tanah yang berada di bawah tegakan model arsitektur pohon Koriba mempunyai kandungan pasir rendah dan liat yang tinggi. Berbeda dengan tanah yang berada di bawah tegakan model arsitektur pohon Roux, kandungan pasir lebih tinggi dibandingkan dengan sifat liatnya. Sifat tanah pasir yang tinggi lebih cepat meresapkan air dibandingkan sifat liat. Oleh karena itu, sifat tanah pasir kurang dapat menahan partikel air lebih banyak dibandingkan sifat tanah liat yang lebih besar mengikat partikel air.

Kadar Air Tanah

(54)

Persen kadar air tanah ada hubungannya dengan laju infiltrasi tanah. Bila laju infiltrasi tanah tinggi maka persen kadar air tanah rendah. Sebaliknya, persen kadar air tanah yang tinggi disebabkan oleh makin menurunnya laju infiltrasi. Jadi, tingginya persen kadar air tanah akan linier dengan penambahan curah hujan. Hal ini disebabkan tanah telah mencapai kodisi yang jenuh dengan air. Perbedaan persen kadar air tanah model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr disebabkan oleh sifat

tanah dan rata-rata luas penutupan tajuknya. Jenis tanah di bawah tegakan P. pinnata Forster dan K. pinnatum Merr adalah Podsolik. Tegakan P. pinnata

Forster mempunyai tanah dengan persen Liat yang tinggi dan pasir rendah. Sedangkan jenis tanah K. pinnatum Merr mempunyai tanah dengan persen liat rendah dan pasir yang tinggi. Sifat tanah liat lebih banyak mengikat partikel air dibandingkan dengan sifat tanah berpasir. Selain itu, luas penutupan tajuk juga mempunyai peran dalam mempertahankan kadar air tanah dibawah tegakan masing-masing jenis pohon. Luas tutupan tajuk P. pinnata Forster lebih besar dibandingkan dengan K. pinnatum Merr. Dengan demikian, penguapan yang terjadi di bawah tegakan P. pinnata Forster lebih kecil dibandingkan penguapan yang terjadi di bawah tegakan K. pinnatum Merr. Oleh karena itu, tutupan tajuk berperan penting mengurangi tingkat penguapan air dari dalam tanah.

Kadar Air Batang

Pengukuran kadar air batang dilakukan selama 30 kali setiap kejadian hujan. pengambilan sampel batang dilakukan dengan bor riap pohon setinggi dada. Aktivitas pengeboran dilakukan hingga bagian tengah pohon. Adapun kedalaman pengeboran untuk K. pinnatum Merr mencapai 18.2 cm, 19.3 cm, dan 21.0 cm. Sedangkan untuk P. pinnata Forster kedalaman bor 18.8 cm, 19.9 cm, dan 21.0 cm. Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, diperoleh bahwa berat kayu K. pinnatum Merr lebih berat dibandingkan dengan P. pinnata Forster. Rata-rata persen berat kayu K. pinnatum Merr 53.77% dengan kisaran 48.66 – 60.34% (Lampiran 1), sedangkan P. pinnata Forster 48.64% dengan kisaran 43.45 – 59.04% (Lampiran 1).

(55)

dan suhu rendah dalam tanah. Suhu yang rendah dengan kelembaban tinggi mengakibatkan kurangnya penyerapan akar terhadap air. Model arsitektur pohon Koriba Jenis P. pinnata Forster memiliki persen kadar air tanah tinggi sehingga suhu tanah menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Keadaan ini menyebabkan penyerapan menjadi lambat bila kadar air tanah sangat tinggi. Begitu juga sebaliknya, bila terjadi penurunan curah hujan, kadar air tanah menjadi rendah. Kondisi tersebut menyebabkan bobot kayu yang ringan karena ketersediaan air tanah lebih rendah.

Model arsitektur pohon Roux Jenis K. pinnatum Merr, mempunyai kadar air batang lebih tinggi. Kadar air tanah yang rendah di bawah tegakan, memungkinkan akar untuk melakukan aktivitas penyerapan lebih tinggi. Sifat tanah di bawah tegakan ini lebih tinggi persen pasirnya, berdampak pada suhu yang optimum untuk penyerapan air pada setiap kejadian hujan.

Tampilan fisik kayu jenis K. pinnatum Merr dapat dilihat pada Gambar 11 (a) dan P. pinnata Forster pada 11 (b) di bawah ini :

(a) (b)

(a) (b)

(56)

Transpirasi

Hasil pengukuran selama 30 kali kejadian hujan, laju transpirasi lebih tinggi terdapat pada jenis K. pinnatum Merr dengan total 8.62 ml/gr/menit (Lampiran 1). Jenis P. pinnata Forster mempunyai laju transpirasi lebih rendah dengan total 4.83 ml/gr/menit (Lampiran 1).

Laju transpirasi berbeda dipicu oleh pengaruh cahaya, suhu, dan kelembaban yang terjadi di bawah tajuk pohon. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster, mempunyai tutupan tajuk dan kerapatan pohon yang tinggi. Dua faktor tersebut turut membentuk suhu dan kelembaban, dimana suhu yang terbentuk lebih rendah dan kelembaban tinggi. Kondisi tersebut juga mempengaruhi laju transpirasi. Model arsitektur pohon Koriba jenis P. pinnata Forster mempunyai laju transpirasi lebih rendah dibanding dengan model arsitektur pohon Roux jenis K. pinnatum Merr.

Selama pengukuran di lapangan, suhu di bawah tegakan K. pinnatum Merr lebih tinggi dibanding dengan P. pinnata Forster. Rata-rata suhu pada pagi sampai

siang hari 28-320C dengan kelembaban antara 73-85%. Sedangkan pada P. pinnata Forster suhu pagi hingga siang hari berkisar 27-300C dengan

kelembaban rata-rata 83-90%. Bentuk permukaan daun K. pinnatum Merr lebih

kecil, sedangkan P. pinnata Forster lebih besar. Meskipun demikian, pada K. pinnatum Merr, memiliki laju transpirasi lebih besar dibanding dengan P. pinnata Forster.

Suhu yang tinggi pada tegakan K. pinnatum Merr dipengaruhi oleh luas tajuk yang lebih kecil. Kondisi ini mengakibatkan cahaya matahari lebih banyak masuk menembus permukaan dan lantai hutan. Akibatnya, suhu menjadi tinggi dan

kelembabannya berkurang. Faktor inilah yang menyebabkan laju transpirasi K. pinnatum Merr tinggi. Sebaliknya, luas tajuk P. pinnata Forster lebih besar,

mengakibatkan cahaya matahari yang lolos ke lantai hutan lebih kecil. Faktor tersebut menyebabkan suhu menjadi rendah dan kelembaban tinggi. Sehingga laju transpirasinya pun menjadi kecil.

Evaporasi

(57)

penggerak utama dari evaporasi adalah sinar matahari. Pengukuran evaporasi dilakukan dengan pendugaan dengan menggunakan rumus Penman-Mounteith. Adapun pendugaan ini adalah bertujuan untuk mengetahui penguapan yang terjadi di lokasi penelitian. Data-data penelitian menggunakan data sekunder, berupa data iklim diambil dari BMG Rendani Manokwari yang merupakan stasiun iklim terdekat. Data yang diperlukan dalam perhitungan terdiri dari suhu maksimum dan minimum harian, kelembaban maksimum dan minimum, kecepatan angin di atas 2 meter, dan lama penyinaran matahari harian.

Hasil perhitungan pendugaan evaporasi lahan adalah 149.76 mm (Lampiran 2). Evaporasi di atas merupakan dugaan umum yang terjadi di lokasi penelitian. Namun pada dasarnya tingkat evaporasi setiap lahan yang ditumbuhi oleh vegetasi di atasnya adalah berbeda. Secara umum dapat digambarkan bahwa, evaporasi yang paling tinggi terjadi di bawah tegakan K. pinnatum Merr. Hal ini disebabkan oleh tutupan tajuk lebih kecil dibandingkan dengan P. pinnata Forster Olehnya, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar air tanah jenis K. pinnatum Merr lebih rendah dibandingkan dengan P. pinnata Forster.

Total luas tajuk K. Pinnatum Merr 768.95 m2 dengan rata-rata 21.97 m2. P. pinnata Forster mempunyai luas total penutupan tajuk 1858.53 m2 dengan

rata-rata 33.19 m2. Luasan tajuk sangat mempengaruhi nilai evaporasi pada setiap lahan. Tajuk yang rapat mempunyai tingkat evaporasi rendah dibanding dengan tajuk yang rendah kerapatannya. Fungsi dari tajuk pohon selain mengurangi evaporasi lahan juga memberikan andil membentuk suhu dan kelembaban yang dihasilkan. Dengan demikian, suatu tingkat evaporasi akan berkurang jika mempunyai tutupan vegetasi yang tinggi. Sebaliknya tingkat evaporasi menjadi tinggi bila tutupan vegetasi di atasnya makin terbuka.

Gambar

Gambar 1 Bagan Alir Penelitian
Gambar 2 Mekanisme
Gambar 3  Identifikasi Model Arsitektur Pohon P.  pinnata Forster
Gambar 4 (a). Anakan pohon P. pinnata Forster dengan pertumbuhan simpodial
+7

Referensi

Dokumen terkait