• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penambahan Cassabio ke dalam Ransum terhadap Konsumsi dan Kecernaan Zat Makanan pada Anak Domba Lokal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penambahan Cassabio ke dalam Ransum terhadap Konsumsi dan Kecernaan Zat Makanan pada Anak Domba Lokal."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENAMBAHAN CASSABIO

KE DALAM RANSUM

TERHADAP KONSUMSI DAN KECERNAAN ZAT MAKANAN

PADA ANAK DOMBA LOKAL

SKRIPSI

WAHYU R UMARRULLAH

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

i PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA

PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penambahan Cassabio ke dalam Ransum terhadap Konsumsi dan Kecernaan Zat Makanan pada Anak Domba Lokal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

ii RINGKASAN

WAHYU R UMARRULLAH. D24070202. 2013. Evaluasi Penambahan Cassabio ke dalam Ransum terhadap Konsumsi dan Kecernaan Zat Makanan pada Anak Domba Lokal. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc. Pembimbing Anggota : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc.

Pengembangan peternakan di Indonesia dihadapkan pada masalah penyediaan bahan baku pakan, baik dari segi jumlah, mutu, maupun harga. Ditinjau dari segi jumlah bahan baku pakan bersaing dengan kebutuhan manusia seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan ketersediaan yang saat ini masih bergantung kepada bahan baku pakan dari luar negeri. Pakan ternak yang digunakan pada umumnya mempunyai kualitas mutu yang relatif rendah, adapun pakan yang bermutu baik harganya relatif mahal. Peningkatan kualitas bahan baku pakan lokal dan penyediaan pakan alternatif terutama dengan memanfaatkan limbah pertanian untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pakan. Onggok merupakan produk samping yang diperoleh dari industri tepung tapioka dan jumlahnya meningkat sejalan dengan meningkatnya industri tepung tapioka. Pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan ternak, dibatasi oleh kandungan protein yang rendah. Onggok hanya digunakan sebagai sumber energi. Salah satu teknologi alternatif dalam upaya peningkatan pemanfaatan onggok sebagai bahan baku pakan ternak, adalah dengan meningkatkan nilai nutrisi melalui proses fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan cara fermentasi substrat padat dengan menggunakan Aspergillus niger sebagai inokulum dengan penambahan urea dan amonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik. Produk yang dihasilkan berupa cassabio (cassava bioprocess) yang dapat ditambahkan ke dalam konsentrat, namun taraf penambahan yang optimal masih belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh taraf penambahan cassabio ke dalam konsentrat terhadap konsumsi dan kecernaan nutrien dan energi yang diberikan kepada domba lokal pada fase pertumbuhan.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan tiga ulangan, domba lokal yang digunakan sebagai ulangan adalah domba ekor gemuk dengan bobot badan berkisar 13,2-15,7 kg. Perlakuan yang diterapkan adalah penambahan cassabio ke dalam konsentrat pada taraf 0% (P0), 20% (P1), 40% (P2), dan 60% (P3). Penggunaan konsentrat 60 % dengan penambahan rumput gajah sebanyak 40% dari total pemberian pakan. Variabel yang diukur kecernaan BK, bahan organik, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, bahan esktrak tanpa nitrogen, total digestible nutrient (TDN) dan digestible energy

(DE). Data dianalisis dengan analisis varians (ANOVA) dan perbedaan antara perlakuan diuji dengan uji Duncan.

(4)

iii kecernaan BK, serat kasar, total digestible nutrient dan energi. Dengan demikian penggunaan cassabio hingga taraf 60% ke dalam konsentrat masih aman dan memberikan hasil yang cukup baik diberikan pada anak domba lokal.

(5)

iv ABSTRACT

Evaluation of Cassabio Addition into Ration of Local Lamb on Consumption and Nutrient Digestibility

W. R. Umarrullah, A. D. Lubis and A. S. Tjakradidjaja

Problems that are faced in farming development in Indonesia are providing feed raw materials, these are due to its low quantity and quality, as well as expensive in its price. The availability of feed raw material is also limited by its competition with human needs which are in line with the increase in its population, and by its dependent on imported products. Utilisation of agricultural byproduct, and improving its quality with applied technology, can be used as alternatives to overcome the problems. Cassava waste (onggok) is a byproduct of cassava flour industry with an increase in its amount relating to the increase in cassava flour industry. However, its use is limited by its low crude protein content, but its energy content is high, then it can be used as energy source feed. Improving nutritive value of cassava byproduct can be done by solid substrate fermentation with Aspergillus niger which is mixed with urea and ammonium sulphate as inorganic nitrogen sources. The product is known as cassabio, but the optimal use of cassabio in a ration has not yet been determined. Therefore, the experiment is carried out to evaluate cassabio addition into rations of local lamb at growth phase on nutrient digestibility. The experiment was conducted using randomized block design with four treatments and three replications, local lambs were used as replications. The treatments applied were addition levels of cassabio into concentrate at 0% (P0), 20% (P1), 40% (P2), and 60% (P3). Variables measured were digestibilities of dry matter, organic matter, crude protein, crude fiber, ether extract, nitrogen free extract, total digestible nutrients (TDN) and digestible energy (DE). Data were analysed with analysis of variance (ANOVA) and differences among treatments were determined with Duncan test. The results showed that the use of cassabio up to 60% (P3) in rations for local lamb at growth phase produced the best results on variables measured (digestibility and consumption). The highest nutrient consumption and digestibilities were obtained at 568.65 gram/day and 76.25% for organic matter, 394.45 gram/day and 82.39% for nitrogen free extract, and 86.28 gram/day and 76.25% for crude protein. The conclusion of this research is the use cassabio up to 60% into concentrate given are safe and the best results in local lamb.

(6)

v

EVALUASI PENAMBAHAN CASSABIO

KE DALAM RANSUM

TERHADAP KONSUMSI DAN KECERNAAN ZAT MAKANAN

PADA ANAK DOMBA LOKAL

WAHYU R UMARRULLAH D24070202

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(7)

vi Judul Skripsi : Evaluasi Penambahan Cassabioke dalam Ransum terhadap Konsumsi

dan Kecernaan Zat Makanan pada Anak Domba Lokal. Nama : Wahyu R Umarrullah

NIM : D24070202

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc.) (Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur.Sc.) NIP. 19670103 199303 1 001 NIP. 19610930 198603 2 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001

(8)

vii RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1988 di Ngawi, Jawa Timur. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Agus Sutikno dan Ibu Minarti. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1993 di Taman Kanak - Kanak Sidoasri dan dilanjutkan dengan pendidikan dasar pada tahun 1995 di Sekolah Dasar Negeri Sidoharjo 2 sampai tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2001 dan

diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Senori. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Bojonegoro dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008.

Selama mengikuti pendidikan penulis aktif dalam organisasi, diantaranya Organisasi Mahasiswa Daerah PAD Bojonegoro 2007-2011, Staf INFOKOM Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB IPB 2007-2008, periode 2008-2009 sebagai staf Departemen SOSLINGMAS Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan, pada

periode yang sama 2008-2009 sebagai staf PSDM Ikatan Mahasiswa Jawa Timur, periode 2009-2010 sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER IPB), dan periode 2010-2011 sebagai kordinator Badan Pengawas Himpro HIMASITER IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Kebijakan dan Pengawasan Mutu Pakan pada tahun ajaran 2010 -2011. Penulis pernah mengikuti magang selama 2 minggu di University Farm (2009). Penulis berhasil mendapatkan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat dan didanai oleh DIKTI dengan judul kampanye protein hewani melalui media “Keluarga Si Ahooy” di sekolah TK lingkar kampus IPB Dramaga Bogor (2011).

Bogor, Februari 2013

(9)

viii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan nikmat yang tidak terhitung, kasih sayang dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Evaluasi Penambahan Cassabio ke dalam Ransum terhadap Konsumsi dan Kecernaan Zat Makanan pada Anak Domba Lokal”. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2012.

Skripsi ini memuat informasi tentang peningkatan kualitas nutrisi limbah agro industri ubi kayu (onggok) dan pemanfaatannya sebagai pakan alternatif ternak ruminansia pada berbagai taraf. Peningkatan kualitas nutrisi dengan proses fermentasi menggunakan kapang Aspergillus niger dan penambahan urea, zeolit dan amonium sulfat (cassabio). Proses fermentasi dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan kandungan protein dan kecernaan bahan pakan serta menurunkan kandungan serat kasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh taraf pemberian cassabio ke dalam konsentrat terhadap konsumsi, kecernaan pakan dan energi pada domba lokal fase pertumbuhan.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap masukan yang bersifat membangun yang dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi penyusunan skripsi ini dimasa

yang akan datang dengan mengembangkan konsep yang lebih baik lagi. Demikian pengantar ini penulis sampaikan, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2013

(10)

ix

Penggunaan Cassabio pada Ternak... 6

(11)

x

Pengukuran Kecernaan Nutrien... 14

Pengukuran Digestible Energy... 14

Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 15

Peubah yang Diamati... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian... 17

Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering... 17

Konsumsi Bahan Kering... 18

Kecernaan Bahan Kering... 18

Konsumsi dan Kecernaan Bahan Organik... 19

Konsumsi Bahan Organik... 19

Kecernaan Bahan Organik... 20

Konsumsi dan Kecernaan Protein Kasar... 20

Konsumsi Protein Kasar... 20

Kecernaan Protein Kasar... 21

Konsumsi dan Kecernaan Serat Kasar... 22

Konsumsi Serat Kasar ... 23

Kecernaan Serat Kasar... 23

Konsumsi dan Kecernaan Lemak Kasar... 23

Konsumsi Lemak Kasar... 24

Hubungan Antara Nilai TDN dengan DE... 29

(12)

xi DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Zat Makanan Onggok dari Beberapa Literatur... .. 3 2. Komposisi Konsentrat Penelitian... .. 12 3. Kandungan Zat Makanan Pakan Penelitian (%BK)... .. 12 4. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering pada Domba

Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf

Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat... .. 17 5. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Bahan Organik pada Domba

Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf

Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat... .. 19 6. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Protein Kasar pada Domba

Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf

Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat... .. 20 7. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Serat Kasar pada Domba

Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf

Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat... .. 22 8. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Lemak Kasar pada Domba

Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf

Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat... .. 24 9. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Bahan Ekstak Tanpa Nitrogen

pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan

Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat... .. 25 10. Rataan Pemanfaatan Energi pada Domba Lokal Jantan yang

Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang

(13)

xii DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pembuatan Cassabio... 11

2. Penjemuran Cassabio... 11

3. Konsentrat Penelitian Domba... 12

4. Rumput Digunakan Penelitian... 12

5. Pemeliharaan Ternak... 13

6. Pemberian Pakan ke Ternak... 13

7. Penimbangan Feses Segar... 14

8. Pengeringan Feses Komposit... 14

(14)

xiii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan

Kering... 37 2. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Bahan Kering

Feses... 37 3. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan

Kering (KCBK)... 37 4. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Bahan

Organik... 38 5. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Bahan Organik

Feses... 38 6. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan

Organik (KCBO)... ... 38 7. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan

Bahan Organik (KCBO)... 39 8. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Protein

Kasar... 39 9. Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Kasar

Feses... 39 10.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein

Kasar (KCPK)... 40 14.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Serat

Kasar (KCSK)... 41 15.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Lemak

Kasar... 41 16.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi

Lemak Kasar... 42 17.Hasil Analisa Pengaruh Perlakuan terhadap Lemak Kasar

Feses... 42 18.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Lemak

(15)

xiv 19.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan

Lemak Kasar (KCLK)... ... 43

20.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi BETN... 43

21.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi BETN... 43

22.Hasil Analisa Pengaruh Perlakuan terhadap BETN Feses... 44

23.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan BETN... 44

24.Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan BETN... 44

25.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai TDN... 45

26.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi GE... 45

27.Hasil Analisa Pengaruh Perlakuan terhadap GE Feses... 45

28.Hasil Analisis Pengaruh Perlakuan terhadap DE... 46

(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan peternakan di Indonesia dihadapkan pada masalah penyediaan bahan baku pakan, baik dari segi jumlah, mutu, maupun harga. Ditinjau dari segi jumlah bahan baku pakan bersaing dengan kebutuhan manusia seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan ketersediaan yang saat ini masih bergantung kepada bahan baku pakan dari luar negeri. Pakan ternak yang digunakan pada umumnya mempunyai kualitas mutu yang relatif rendah, adapun pakan yang bermutu baik harganya relatif mahal. Peningkatan kualitas bahan baku pakan lokal dan penyediaan pakan alternatif terutama dengan memanfaatkan limbah pertanian dan agro industri dapat mengurangi ketergantungan bahan baku pakan impor.

Salah satu bahan baku pakan alternatif yang melimpah adalah limbah agro industri ubi kayu (Manihot esculenta). Ubi kayu banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung tapioka yang menghasilkan produk sampingan berupa onggok. Menurut Badan Pusat Statistik (2011), Indonesia menghasilkan ubi kayu sebanyak 24 juta ton per tahun atau dapat dihasilkan onggok sekitar 3,6 juta ton per

tahun. Onggok dapat digunakan sebagai pakan, namun nilai nutrisinya cukup rendah

terutama kandungan PK (> 2%) (Lubis et al., 2007). Salah satu teknologi alternatif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan baku pakan ternak menjadi produk

yang berkualitas adalah dengan cara fermentasi menjadi produk yang diberi nama

cassava by product bioprocess (cassabio). Melalui teknologi fermentasi dengan

Aspergillus niger diharapkan akan meningkatkan nilai gizi (khususnya meningkatnya kandungan protein) (Tarmudji, 2004).

Nilai nutrisi suatu bahan pakan, selain ditentukan oleh kandungan zat gizi juga sangat ditentukan oleh jenis ternak yang mengkonsumsinya. Cassabio mempunyai kelebihan dalam kandungan nutrisi dan kecernaan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan onggok tanpa difermentasi. Pemberian cassabio hingga taraf 40% dapat memberikan hasil yang baik pada ternak unggas (Fajrinnalar, 2011; Wijaya, 2011). Penggunaan cassabio pada ternak terutama ruminansia seperti pada domba lokal belum pernah diuji.

(17)

2 mempunyai beberapa keunggulan, antara lain mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan tropis, tidak mengenal musim kawin, bersifat prolifik, dan kebal terhadap beberapa macam penyakit dan parasit (Rianto et al., 2004). Domba lokal juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain memiliki bobot tubuh dan ukuran - ukuran tubuh lainnya dengan keragaman yang sangat tinggi. Domba dalam masa pertumbuhan membutuhkan pakan yang mengandung energi dan protein lebih baik karena selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, energi dan protein juga dibutuhkan untuk pertumbuhan. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan pemberian pakan yang berkualitas agar mendapatkan domba dengan kualitas baik. Pemberian pakan yang berkualitas diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ternak. Pakan berkualitas sangat penting untuk memelihara tubuh, baik untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi, terlebih untuk memenuhi kebutuhan ternak dalam masa pertumbuhan. Oleh karena itu, penggunaan cassabio di dalam ransum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrien dan mempengaruhi pertumbuhan domba lokal.

Tujuan

(18)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Onggok

Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. Onggok sebagian kecil digunakan perusahaan asam sitrat sebagai substrat dalam fermentasi asam sitrat. Onggok memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 50%-70% (Anindyawati et al., 2001). Onggok memiliki kekurangan yaitu kandungan protein relatif rendah dan SK yang cukup tinggi. Onggok memiliki energi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan jagung, tetapi lebih tinggi daripada dedak. Onggok dalam ransum ruminansia dapat digunakan sebanyak 40% dari ransum. Kandungan zat makanan onggok dari beberapa sumber dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Onggok dari Beberapa Literatur

Zat Makanan Kandungan Nutrisi (% BK)

1 2 3

Aspergillus niger merupakan salah satu kapang yang termasuk genus

Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales, kelas Ascomycetes. Kapang

Aspergillus niger bersifat aerobik sehingga dalam pertumbuhan kapang ini membutuhkan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger telah diketahui memiliki kelebihan baik dalam penggunaan substrat atau dalam menghasilkan enzim pendegradasi (Enari, 1983). Enzim yang dihasilkan Aspergillus niger diantaranya, selulase, amilase, protease, glukosa oksidase sehingga produk fermentasi menghasilkan senyawa yang lebih sederhana seperti senyawa glukosa dan asam organik. Kapang Aspergillus niger juga menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang digunakan dalam pembentukan asam amino.

(19)

4 fermentasi Aspergillus niger yang terbaik adalah selama enam hari (Putri et al., 2009). Menurut Phong et al. (2003), onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan pertumbuhan dan konversi pakan ketika digunakan dalam ransum babi, baik di laboratorium maupun di lapang. Onggok fermentasi pada penelitian ini digunakan untuk menggantikan dedak padi sebanyak 30%.

Zeolit

Zeolit adalah komoditi tambang yang dapat digunakan sebagai sumber mineral dalam ransum. Kandungan mineral zeolit adalah kalsium, natrium, kalium, magnesium, stronsium, dan barium. Mineral zeolit adalah senyawa aluminosilikat hidrat dengan logam alkali. Mineral ini cukup melimpah di Indonesia, mempunyai sifat khas yaitu memiliki daya serap dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Zeolit mempunyai struktur kristal tetrahedra dari elumino silikon-oksigen yang berisi molekul air yang mudah lepas, kation yang dipertukarkan mudah bereaksi dengan asam dan mengembang bila berada dekat dengan api (Anwar et al., 1985).

Zeolit mempunyai struktur berongga biasanya rongga ini diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan serta memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekuler, senyawa penukar ion, sebagai filter dan katalis (Srihapsari, 2006). Clinoptilolit adalah jenis zeolit yang mempunyai rongga (Leung et al., 2006). Clinoptilolit merupakan jenis zeolit yang

secara spesifik dapat mengabsorbsi amonia sehingga mempunyai potensi untuk meningkatkan daya cerna dari protein.

Urea

(20)

5 karbondioksida, selanjutnya amonia akan digunakan untuk membentuk asam amino. Nitrogen dalam media fermentasi mempunyai fungsi fisiologis bagi mikroorganisme, yaitu sebagai bahan untuk mensintesis protein, asam nukleat dan koenzim (Fardiaz, 1992). Menurut Lubis (1996), penggunaan urea dalam proses fermentasi dapat mempengaruhi kandungan PK, protein murni, SK, LK, BETN dan BK.

Amonium Sulfat

Amonium sulfat mempunyai rumus molekul (NH4)2SO4 termasuk garam anorganik. Amonium sulfat mengandung 21% kation amonium dan 24% sulfur sebagai anion sulfat. Nama lain dari amonium sulfat adalah diamonium sulfat, sulfuric acid diamonium salt, maskagnit, aktamaster dan dolamin. Menurut Phong et al. (2003), penambahan amonium sulfat sebanyak 1% pada onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama 6 hari dapat memberikan hasil yang optimal yaitu dapat meningkatkan kandungan PK dan protein murni onggok yaitu sekitar 8,9% dan 5,1%.

Cassabio

Cassabio merupakan hasil campuran onggok, zeolit, urea dan amonium sulfat yang difermentasi dengan Aspergillus niger. Cassabio yang difermentasi dengan

Aspergillus niger dapat meningkatkan PK dari 2% menjadi 14% (Lubis et al., 2007). Hasil tersebut lebih tinggi daripada hasil penelitian yang dilakukan oleh Iyayi dan

Losel (2001) yang meningkatkan PK onggok dari 3,6% menjadi 7,8 % setelah difermentasi dengan Aspergillus niger.

Menurut Lubis (1998), pembuatan komplek onggok - urea - zeolit dengan cara biologis dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas onggok. Mikroorganisme membantu menurunkan SK dan meningkatkan PK. Aspergillus niger dapat menghasilkan enzim selulase dan mempunyai protein tinggi. Penggunaan zeolit bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan urea oleh Aspergillusniger. Zeolit yang mempunyai rongga-rongga akan mengabsorbsi amonia hasil penguraian urea dan melepaskan secara perlahan sesuai dengan kebutuhan kapang Aspergillusniger.

(21)

6 hari mempunyai kandungan nutrien yang paling baik karena mempunyai kandungan PK dan protein murni yang paling tinggi. Perlakuan penambahan amonium sulfat berpengaruh nyata terhadap kandungan abu, SK dan LK, tetapi tidak berpengaruh pada kandungan BK, BETN, protein murni dan asam amino esensial pada cassabio (Pitriyatin, 2010).

Penggunaan Cassabiopada Ternak

Penggunaan cassabio dalam ransum ayam broiler menunjukkan hasil yang cukup baik terhadap presentase lemak abdominal dan panjang relatif usus besar. Cassabio dapat dijadikan salah satu bahan pakan lokal alternatif berdasarkan kandungan lemak abdominal yang lebih sedikit dan disukai konsumen. Pada penelitian ini didapatkan penggunaan cassabio taraf 20% dalam ransum menunjukkan hasil yang paling baik. Menurut Fajrinnalar (2011), penggunaan cassabio pada taraf 20% memberikan hasil lebih baik berdasarkan konversi ransum dan pertambahan bobot badan, tetapi tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, mortalitas, dan presentase karkas ayam broiler. Penggunaan pada ransum ayam broiler masih cukup baik pada taraf 40% (Wijaya, 2011).

Domba Lokal

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang paling diminati oleh kelompok peternakan rakyat. Domba memiliki daya adaptasi yang baik terhadap

iklim tropis, makanan yang kualitasnya rendah, penyakit dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara dengan biaya rendah dan dapat beranak sepanjang tahun (FAO, 2002). Hal ini dikarenakan domba sangat mudah pemeliharaannya, tidak memerlukan ruang pemeliharaan yang luas dan mampu mengubah pakan tidak berkualitas untuk keperluan hidupnya. Menurut Sumantri et al. (2007), domba lokal mempunyai posisi yang sangat strategis di masyarakat karena mempunyai fungsi sosial, ekonomis, dan budaya serta merupakan sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan bangsa domba di Indonesia. Hal itu dilakukan melalui persilangan antar bangsa domba lokal dengan domba dari luar negeri yang mempunyai kualitas genetik baik. Selain itu, domba juga termasuk ternak penghasil daging yang sangat potensial (Hudallah et al., 2007).

(22)

7 termasuk ternak penghasil daging yang sangat potensial karena mampu mengkonversi bahan pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi tinggi, memiliki kemampuan reproduksi yang relatif tinggi. Pada domba lokal jantan lepas sapih pemberian pakan berenergi tinggi diperlukan untuk menunjang kebutuhan hidup pokok dan produksi selama fase pertumbuhan. Sumber karbohidrat seperti jagung dan onggok yang mempunyai kandungan energi tinggi akan memberikan nilai kecernaan yang baik untuk menghasilkan pertumbuhan domba yang sesuai.

Konsumsi Pakan

Konsumsi merupakan faktor terpenting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi. Konsumsi pakan juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda (Williamson dan Payne, 1993). Tingkat konsumsi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hewan, faktor makanan, faktor lingkungan. Faktor makanan antara lain bentuk, bau, rasa, tekstur dan komposisi nutrien. Faktor hewan antara lain bobot badan, palatabilitas, status fisiologis, dan kapasitas rumen serta faktor lingkungan antara lain suhu dan kelembaban udara (Parakkasi, 1999).

Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut

(Tillman et al., 1998). Konsumsi pakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan, karena pada umumnya kapasitas saluran pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan.

Kecernaan Pakan

(23)

8 cerna bahan organik. Kecernaan bahan makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis hewan, jumlah ransum, cara pemberian makanan, kadar zat makanan yang dikandung, umur ternak, taraf pemberian pakan, pengolahan makanan, dan komposisi ransum.

Kecernaan BK dan bahan organik merupakan indikator kecernaan pakan pada ternak dan manfaat pakan yang diberikan pada ternak. Kecernaan BK yang berkisar antara 55-65% dapat dinyatakan sebagai kecernaan BK yang tinggi dan diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ternak. Faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, dan cara pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan (Anggorodi, 1990).

Kecernaan protein bahan makanan bergantung kepada kandungan protein ransum, bahan makanan yang rendah kandungan proteinnya mempunyai kecernaan protein yang rendah, begitu pula sebaliknya. Kecernaan protein dapat tertekan dengan meningkatnya kadar SK ransum (Khoerunnisa, 2006). Faktor lain yang mempengaruhi kecernaan protein yaitu kandungan anti-nutrisi dan lignin dalam ransum. Menurut Nilan (1993), jenis pakan mempengaruhi degradasi protein dalam rumen. Pakan yang mengandung protein yang cukup dapat meningkatkan

pertumbuhan mikroorganisme rumen yang akhirnya dapat meningkatkan laju degradasi pakan tersebut.

Kebutuhan Energi

Energi diartikan sebagai kemampuan untuk melalukan kerja dan berbagai bentuk kegiatan (kimia, elektrik, radiasi, dan termal) dan dapat diubah-ubah. Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk memelihara tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1998). Kebutuhan energi ini bergantung kepada proses fisiologis ternak. Menurut Parakkasi (1999), kekurangan energi merupakan masalah defisiensi nutrisi yang umum terjadi pada domba, yang dapat disebabkan oleh kekurangan pakan atau karena konsumsi pakan dengan kualitas rendah.

(24)

9 hutan, dan rumput atau tunas-tunas), hay, silase, pakan dari produk sampingan (by product) dan biji-bijian. Pastura, hay, silase atau pakan dari produk sampingan (by product) yang berkualitas bagus dapat digunakan sebagai makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi ternak secara ekonomis. Menurut Parakkasi (1999), sumber energi adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Kebutuhan energi ternak adalah kebutuhan energi untuk hidup pokok dan untuk produksi.

Menurut National Research Council (1985), kebutuhan energi ternak untuk hidup pokok adalah jumlah energi dalam pakan yang harus dikonsumsi setiap hari bukan untuk mendapat ataupun kehilangan energi tubuh, energi tersebut digunakan untuk memelihara kelestarian hidup dan mempertahankan keutuhan alat-alat tubuh. Kebutuhan untuk produksi adalah energi di atas kebutuhan hidup pokok yang dimanfaatkan untuk proses-proses produksi yang diantaranya adalah pertumbuhan.

Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan kematian (National Research Council, 1985). Ternak yang kekurangan energi di dalam pakannya akan mengurangi fungsi rumen dan menurunkan efisiensi penggunaan protein serta menghambat pertumbuhan ternak (Ensminger et al., 1990). Penelitian Prayitno et al. (2010) menunjukkan bahwa pada

(25)

10 MATERI DAN METODE

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei 2012 sampai Agustus 2012. Lokasi penelitian bertempat di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah karung, mesin chopper, timbangan digital, ember, baki plastik, timbangan gantung dan peralatan fermentasi, tempat pakan dan minum, plastik penampung feses, selang air, alumunium foil, dan alas penampung feses, kandang domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), onggok, pollard, bungkil kelapa, mollases, bungkil kedelai, premik, cassabio (fermentasi dari onggok, urea 3 % BK onggok, zeolit sebesar 2,5% BK onggok, amonium sulfat 1,5% BK onggok, Aspergillus niger 0,2% BK onggok, dan

aquades).

Ternak Percobaan

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah anak domba ekor gemuk (DEG) lepas sapih sebanyak 12 ekor, berumur 6-7 bulan, berjenis kelamin jantan, kisaran bobot badan 13,2-15,7 kg yang terbagi kedalam empat perlakuan dengan tiga ulangan setiap perlakuan.

Metode Persiapan Kandang

(26)

11 Pembuatan Ransum

Pembuatan Cassabio. Onggok diperoleh dari industri tapioka di Cibinong dalam kondisi kering dan digiling. Zeolit dalam bentuk tepung digunakan sebanyak 2,5% dari BK onggok. Kedua bahan tersebut dicampur hingga homogen kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoclave dengan suhu 120°C dan tekanan 250 psi selama 15 menit. Setelah dingin dicampur dengan urea sebanyak 3% dari BK onggok, amonium sulfat sebanyak 1,5% dari BK onggok, starter Aspergillus niger

sebanyak 0,2% dari BK Onggok. Seluruh bahan tersebut dicampur hingga homogen dan ditambahkan aquades hingga mencapai kadar air sekitar 75%. Campuran kemudian dimasukkan kedalam ruang fermentasi dan diinkubasikan pada suhu 28– 32°C selama 6 hari. Setelah waktu inkubasi selesai dilakukan pemanenan dengan menghentikan aktifitas kapang dengan cara dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari.

Gambar 1. Pembuatan Cassabio

Gambar 2. Penjemuran Cassabio

(27)

12 Tabel 2. Komposisi Konsentrat Penelitian

Bahan Pakan Perlakuan (%)

P0 P1 P2 P3

Pollard 48,0 31,5 10,0 3,0

Onggok 14,6 0,0 0,0 0,0

Bungkil Kelapa 16,8 30,0 28,5 8,5

Bungkil Kedelai 13,0 11,0 14,0 21,0

Tetes 7,1 7,0 7,0 7,0

Premix 0,5 0,5 0,5 0,5

Cassabio 0,0 20,0 40,0 60,0

Keterangan : P0 = Ransum yang mengandung 0% cassabio dalam konsentrat; P1=Ransum yang mengandung 20% cassabio dalam konsentrat; P2 = Ransum yang mengandung 40%

cassabio dalam konsentrat; P3 = Ransum yang mengandung 60% cassabio dalam

konsentrat.

Tabel 3. Kandungan Zat Makanan Pakan Penelitian (%BK)

Nutrien Kandungan Nutrien (%)*

P0 P1 P2 P3

Bahan Kering 57,84 55,92 55,75 56,61

Protein Kasar 15,93 15,62 14,78 14,55

Lemak Kasar 4,61 4,29 3,27 3,03

Serat Kasar 14,80 14,83 14,36 13,77

BETN 56,47 56,78 59,15 60,32

Abu 8,19 8,48 8,44 8,33

TDN** 71,11 71,49 72,25 71,66

GE (kal/g)*** 2787 2779 2730 2742

Keterangan : *) Hasil analisa laboratorium PPSHB IPB (2012). **) Perhitungan berdasarkan Harris et al. (1972). ***) Hasil analisa laboratorium ITP FAPET IPB (2012). P0 = 0% cassabio

dalam konsentrat + rumput; P1=20% cassabio dalam konsentrat + rumput; P2 =

40% cassabio dalam konsentrat + rumput; P3 = 60% cassabio dalam konsentrat + rumput.

(28)

13 Pengadaptasian Ternak

Anak domba sebanyak 12 ekor berumur 6-7 bulan dibagi menjadi empat perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ekor sebagai ulangan. Pada saat anak domba datang, dilakukan penimbangan bobot awal. Setelah itu, dilakukan pengambilan secara acak untuk menempati kandang individu. Ternak dipelihara dalam kandang individu selama 8 minggu dengan masa adaptasi selama 2 minggu. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB dan sore hari pukul 14.00-15.00 WIB. Pemberian pakan sesuai dengan penentuan taraf jenis pakan yaitu P0 (kontrol), P1 (penambahan cassabio 20% dalam konsentrat), P2 (penambahan cassabio 40% dalam konsentrat), dan P3 (penambahan cassabio 60% dalam konsentrat) yang masih dicampur dengan konsentrat komersil selama waktu adaptasi secara bertahap hingga penggunaan pakan perlakuan 100%.

Pemeliharaan

Pemeliharaan domba dilakukan selama 8 minggu dalam kandang individu. Sebelum digunakan, domba ditimbang terlebih dahulu. Domba ditimbang setiap 14 hari sekali untuk mengetahui perubahan bobot badannya. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari pukul 07.00-08.00 WIB dan sore hari pukul 14.00-15.00 WIB. Pemberian pakan pada saat adaptasi sebesar 3 % BK dari bobot badan (BB), tetapi seiring bertambahnya BB maka konsumsi ransum dinaikkan sampai 5% dari BB.

Perbandingan pemberian pakan hijauan : konsentrat yaitu 40 : 60, sedangkan air minum diberikan ad libitum. Konsumsi pakan dan sisa pakan dihitung setiap hari. Sisa ransum ditimbang dari ransum yang tersisa dalam tempat pakan dan yang tercecer di kandang.

(29)

14 Pengukuran Kecernaan Nutrien

Pengumpulan feses dilakukan berdasarkan McDonald et al. (2002), pengumpulan feses dilakukan selama lima hari berturut-turut pada minggu terakhir pemeliharaan yang bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrien feses. Feses dikumpulkan selama 24 jam dimulai dari pagi hari sampai keesokan pagi harinya. Feses yang baru keluar ditampung dalam plastik yang sudah disediakan agar tidak tercampur dengan urin. Feses yang terkumpul selama 24 jam ditimbang dengan timbangan digital sebagai bobot feses segar (awal), kemudian sampel feses diambil 10% dan dimasukkan ke dalam freezer dari total feses segar yang terkumpul setiap harinya dan dikeringkan matahari dan dimasukkan ke dalam oven 60ºC untuk mendapatkan berat feses kering udara matahari. Sampel yang sudah kering dihaluskan dan dikomposit berdasarkan masing-masing perlakuan dan ulangan. Sampel yang sudah dikomposit selanjutnya dianalisis dengan analisa proksimat untuk mengetahui kandungan nutrien feses. Analisis proksimat sampel feses dan ransum dilakukan untuk melihat kecernaan nutriennya.

Gambar 7. Penimbangan Feses Segar Gambar 8. Pengeringan Feses Komposit

Pengukuran Digestible Energy (DE)

Digestible Energy (DE) adalah jumlah energi yang dapat diserap oleh tubuh ternak. Digestible Energy dapat diketahui dengan menghitung nilai energi bruto bahan makanan dikurangi zat-zat yang tidak dapat dicerna (energi dalam feses).

(30)

15 bruto yang terkandung di dalam bahan pakan tidak sama bergantung dari macam nutrien dan jenis bahan pakan itu sendiri (Sutardi, 2004).

Rancangan Percobaan dan Analisa Data Perlakuan

Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan 3 ulangan, perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

P0 : Ransum yang mengandung 0% cassabio dalam konsentrat + rumput. P1 : Ransum yang mengandung 20% cassabio dalam konsentrat + rumput. P2 : Ransum yang mengandung 40% cassabio dalam konsentrat + rumput. P3 : Ransum yang mengandung 60% cassabio dalam konsentrat + rumput.

Rancangan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK). Pengelompokan dilakukan berdasarkan bobot badan untuk P0 (14,20 ± 0,71 kg), P1 (14,70 ± 1,32 kg), P2 (14,53 ± 1,04 kg) dan P3 (14,86 ± 0,76 kg), dengan empat perlakuan taraf penambahan cassabio yaitu 0%, 20%, 40%, dan 60% dalam konsentrat dan setiap perlakuan mempunyai tiga kali ulangan, setiap ulangan terdiri atas 1 ekor. Model matematika dari rancangan percobaan ini menurut Steel dan Torrie (1997), adalah :

Yij = µ + τi + βj + εij Keterangan :

Yij : Respon percobaan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ : Rataan umum percobaan

τi : Efek perlakuan ke-i (i = 0,1,2,3) βj : Efek kelompok ke-j

εij : Eror perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Analisis Data

(31)

16 Peubah yang Diamati

Konsumsi Nutrien. Konsumsi nutrien adalah jumlah nutrien pakan (g) yang dimakan oleh seekor domba setiap hari selama koleksi total. Konsumsi nutrien diperoleh dengan menghitung selisih antara pakan yang diberikan, dikurangi dengan sisa pakan dikalikan kandungan nutrien pakan. Konsumsi nutrien yang dihitung yaitu konsumsi bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), total digestible nutrient (TDN) dan energi.

Konsumsi pakan (g) = pemberian (g) - sisa (g)

Konsumsi bahan kering (g) = konsumsi pakan (g) x kadar bahan kering pakan (%) Konsumsi nutrien (g) = konsumsi pakan (g) x kadar bahan kering pakan (%) x

kandungan nutrien pakan (%)

Kecernaan Nutrien. Kecernaan nutrien diperoleh dari selisih konsumsi nutrien dengan nutrien feses dibagi konsumsi nutrien dikalikan seratus persen. Kecernaan nutrien yang dihitung yaitu BK, BO, PK, SK, LK, BETN, dan TDN.

KCBK = ( Konsumsi BK Pakan – BK Feses ) x 100% Konsumsi BK Pakan

KCBO = ( Konsumsi BO Pakan – BO Feses ) x 100% Konsumsi BO Pakan

KCPK = ( Konsumsi PK Pakan – PK Feses ) x 100% Konsumsi PK Pakan

KCSK = ( Konsumsi SK Pakan – SK Feses ) x 100% Konsumsi SK Pakan

KCLK = ( Konsumsi LK Pakan – LK Feses ) x 100% Konsumsi LK Pakan

KCBETN = ( Konsumsi BETN Pakan – BETN Feses ) x 100% Konsumsi BETN Pakan

Nilai TDN = PKdd + SKdd + (LKdd x 2,25) + BETNdd

Digestible Energy (DE). Digestible Energy (DE) dihitung berdasarkan selisih antara energi bruto (EB) dengan energi dalam feses (EF).

(32)

17 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Pengambilan feses dilakukan 1 minggu setelah pengukuran peubah yang lainnya, hal ini dilakukan supaya ternak dalam kondisi ternak normal tanpa ada gangguan yang diakibatkan pengukuran peubah lainnya. Pada pengambilan peubah rataan bobot badan domba masing-masing perlakuan sebagai berikut P0 (19,20 ± 0,55), P1 (20,40 ± 1,41), P2 (20,40 ± 0,70), dan P3 (21,70 ± 0,80). Pakan yang diberikan sebanyak 4 % BK dari bobot badan domba, hal ini dikarenakan persentase pemberian pakan dalam jumlah tersebut sudah mencukupi kebutuhan ternak. Selama 5 hari pengukuran peubah, domba dalam kondisi sehat. Suhu dan kelembaban kandang selama pengukuran peubah rata-rata 26,5oC dan 92% pada pagi hari, 32,5oC

dan 80% pada siang hari, dan pada malam hari suhu 24oC dengan kelembababan 91%. Menurut Kartasudjana (2001), suhu optimal untuk domba yang berada di daerah tropis berkisar antara 24-26oC, dan kelembaban untuk domba berada di bawah 75%. Keadaan optimal tersebut tidak terjadi di Indonesia karena suhu rataan harian wilayah Indonesia adalah 29oC pada musim hujan dan 30-32oC pada musim kemarau. Keadaan lingkungan yang kurang nyaman akibat suhu dan kelembaban tinggi juga menyebabkan domba mengurangi konsumsi pakan.

Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering

Rata-rata konsumsi dan kecernaan BK pada domba lokal jantan yang mendapat perlakuan ransum dengan penambahan taraf cassabio berbeda dalam konsentrat, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat

Keterangan: Tidak ada superskrip huruf kecil pada baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). P0= 0% cassabio dalam konsentrat + rumput, P1= 20% cassabio dalam konsentrat +

rumput, P2= 40% cassabio dalam konsentrat + rumput, P3= 60% cassabio dalam

konsentrat + rumput.

Peubah Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Konsumsi BK (g/e/h) 522,89 ± 36,53 558,21 ± 46,28 585,12 ± 70,57 614,38 ± 14,78

BK Feses (g/e/h) 161,49 ±16,58 181,70 ± 14,44 194,36 ± 46,56 161,22 ± 13,16

(33)

18 Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi merupakan tolak ukur dalam penilaian palatabilitas suatu bahan pakan yang diberikan pada ternak. Pemberian ransum dengan berbagai taraf penggunaan cassabio tidak menyebabkan gangguan palatabilitas pakan bagi ternak. Menurut Mulyono (2005), palatabilitas dicerminkan dari organoleptik seperti penampakan, bau, rasa dan tekstur. Hal ini yang akan menumbuhkan daya tarik dan merangsang ternak untuk mengkonsumsi. Pemberian pakan dengan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap konsumsi BK domba. Konsumsi BK domba pada penelitian ini berkisar 522,89-614,38 gram/ekor/hari. Hasil tersebut sesuai dengan standar kebutuhan BK domba menurut National Research Council (1985), yaitu kebutuhan BK untuk ternak domba dengan bobot badan 10-20 kg dan pertambahan bobot badan kurang lebih 133 gram/ekor/hari adalah 500-1000 gram/ekor/hari. Hal ini menunjukkan bahwa domba mengkonsumsi pakan masih dalam keadaan normal.

Data pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa walaupun tidak berpengaruh nyata, namun penggunaan taraf cassabio yang semakin tinggi berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi BK oleh ternak. Konsumsi BK paling tinggi terlihat pada penggunaan cassabio taraf 60% (P3) sebesar 614,38 gram/ekor/hari dan terendah pada taraf 0% (P0) sebesar 522,89 gram/ekor/hari. Tidak terdapatnya pengaruh yang

nyata dari penambahan cassabio ke dalam konsentrat dikarenakan keempat ransum perlakuan mempunyai kadar zat makanan yang hampir sama (Tabel 3). Tinggi rendahnya konsumsi pakan ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (kondisi ternak itu sendiri), yang meliputi suhu lingkungan, palatabilitas, selera, status fisiologis, konsentrasi nutrisi, bentuk pakan, bobot badan dan produksi (Mulyono, 2005).

Kecernaan Bahan Kering

(34)

19 kecernaan yang hampir sama. Hasil kecernaan BK pada penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian Rachmadi (2003), yaitu sebesar 42,7%. Menurut Tillman et al.

(1989), faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah komposisi pakan, faktor hewan, dan laju perjalanan melalui alat pencernaan. Konsumsi BK yang tidak berbeda nyata juga menyebabkan kecernaan BK tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan aktifitas mikroorganisme mengikuti bahan pakan yang dikonsumsi (Kamal, 1994).

Konsumsi dan Kecernaan Bahan Organik

Rata-rata konsumsi dan kecernaan BO pada domba lokal jantan yang mendapat perlakuan ransum dengan penambahan taraf cassabio berbeda dalam konsentrat, disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Bahan Organik pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat

Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0= 0% cassabio dalam konsentrat + rumput, P1= 20% cassabio dalam

konsentrat + rumput, P2= 40% cassabio dalam konsentrat + rumput, P3= 60% cassabio

dalam konsentrat + rumput.

Konsumsi Bahan Organik

Pada penelitian ini pemberian pakan dengan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda pada domba lokal jantan tidak berpengaruh terhadap konsumsi BO. Konsumsi BO pada penelitian ini berkisar antara 485,42-568,65 gram/ekor/hari (Tabel 5). Besar konsumsi BO yang tidak berbeda antar perlakuan disebabkan oleh konsumsi BK yang tidak berbeda. Konsumsi BK mempunyai korelasi yang positif

terhadap konsumsi BO, hal ini disebabkan zat yang terkandung dalam BO terdapat pula pada BK. Korelasi positif juga dapat dilihat dari peningkatan konsumsi BK oleh ternak yang juga diiringi dengan peningkatan konsumsi BO (Tabel 4). Konsumsi BO paling tinggi terlihat pada penggunaan cassabio taraf 60% sebesar 568,65 gram/ekor/hari dan terendah pada 0% (kontrol) sebesar 485,42 gram/ekor/hari.

Peubah Perlakuan

P0 P1 P2 P3

Konsumsi BO (g/e/h) 485,42 ± 32,52 516,36 ± 41,36 541,40 ± 63,50 568,65 ± 13,40

BO Feses (g/e/h) 143,73 ± 14,75 159,41 ± 12,67 165,11 ± 39,55 135,08 ± 11,02

(35)

20 Kecernaan Bahan Organik

Penambahan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) pada kecernaan BO pakan (Tabel 5). Kecernaan BO pada penelitian ini berkisar antara 69,13%-76,25%. Pada perlakuan penambahan cassabio 60% mempunyai nilai kecernaan yang paling tinggi sebesar 76,25% bila dibandingkan dengan perlakuan penambahan cassabio 0%, 20% dan 40%. Hal ini dikarenakan cassabio merupakan bahan pakan produk dari fermentasi oleh kapang Aspergillus niger yang mana fermentasi menghasilkan beberapa keuntungan diantaranya meningkatkan mutu dari bahan pangan baik dari aspek gizi ataupun daya cernanya (Adewusi et al., 1999). Kecernaan BO pada perlakuan 60% berbeda diduga karena kecernaan nutien yang terkandung didalam BO seperti protein kasar (66,83%), SK (52,92%), LK (80,13%) dan BETN (82,39%) relatif tinggi pula pada penelitian ini. Selain itu, penggunaan bahan seperti pollard, bungkil kelapa dan bungkil kedele yang berbeda antar ransum juga dapat mempengaruhi kecernaan BO.

Konsumsi dan Kecernaan Protein Kasar

Rata-rata konsumsi dan kecernaan PK pada domba lokal jantan yang mendapat perlakuan ransum dengan penambahan taraf cassabio berbeda dalam konsentrat, disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Protein Kasar pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat

Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0= 0% cassabio dalam konsentrat + rumput, P1= 20% cassabio dalam

konsentrat + rumput, P2= 40% cassabio dalam konsentrat + rumput, P3= 60% cassabio

dalam konsentrat + rumput.

Konsumsi Protein Kasar

(36)

21 enzim (Sutardi, 1981). Fungsi utama protein adalah membentuk jaringan tubuh dengan kandungan asam aminonya. Konsumsi protein dapat menggambarkan mutu ransum yang diteliti dalam sebuah penelitian. Pemberian pakan dengan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda pada domba lokal jantan tidak berpengaruh terhadap konsumsi PK. Rataan konsumsi protein penelitian ini berkisar antara 82,46-86,28 gram/ekor/hari. Menurut National Research Council (1985), domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan PK sebesar 127-167 gram/ekor/hari. Konsumsi protein pada penelitian ini lebih rendah dari ketentuan National Research Council (1985). Hal ini diduga terkait dengan genetik dari perbedaan jenis domba yang digunakan antara domba lokal yang hidup di daerah tropis dengan domba di luar negeri yang hidup di daerah subtropis.

Konsumsi protein pada perlakuan penambahan cassabio 60% dalam konsentrat relatif lebih tinggi dibandingkan konsumsi pada perlakuan lainnya walaupun tidak berbeda nyata. Konsumsi PK sangat ditentukan oleh konsumsi BK dan kadar PK. Tidak ada perbedaan kadar PK ransum, tetapi konsumsi BK yang tinggi akan menghasilkan konsumsi PK yang relatif tinggi pula. Menurut Okmal (1993), jumlah konsumsi dipengaruhi oleh palatabilitas, komposisi kimia, jumlah pakan yang tersedia dan kualitas bahan pakan. Kualitas ransum dapat mempengaruhi besarnya protein yang dikonsumsi, palatabilitas, kapasitas alat pencernaan dan

kemampuan menggunakan zat makanan yang dapat diserap merupakan faktor yang ikut menentukan tingkat konsumsi dari ternak. Dalam ransum yang diberi cassabio 60%, jumlah penggunaan bungkil kedele dan bungkil kelapa relatif lebih tinggi dibandingkan ransum cassabio lainnya walaupun tidak ada perbedaan dalam kadar PK ransum, kondisi ini juga dapat mempengaruhi konsumsi PK.

Kecernaan Protein Kasar

(37)

22 National Research Council (1985), tinggi rendahnya kecernaan protein dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia pakan. Sifat fisik dan kimia pakan dalam percobaan ini dapat digambarkan dengan penggunaan pollard, bungkil kedele dan bungkil kelapa yang berbeda antar ransum. Ketiga pakan ini dan cassabio mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda, seperti degradabilitas protein bungkil kedele lebih rendah daripada bungkil kelapa sehingga dapat mensuplai protein bypass yang lebih tinggi di dalam organ pasca rumen (McDonald et al., 2002). Ransum cassabio 60% mengandung bungkil kedele dan cassabio yang lebih besar, tetapi bungkil kelapa dan pollard yang paling rendah (Tabel 2) daripada ransum dengan penambahan cassabio 20% dan 40% maupun ransum kontrol. Keadaan tersebut akan mempengaruhi ketersediaan dan kecernaan protein di dalam rumen dan organ pasca rumen.

Perbedaan kecernaan PK pada setiap perlakuan diduga juga dipengaruhi konsumsi SK yang lebih tinggi pada perlakuan 20%, 40%, dan 60% berturut-turut sebesar 65,96 gram/ekor/hari, 65,93 gram/ekor/hari, dan 66,80 gram/ekor/hari dibanding konsumsi SK pada perlakuan kontrol sebesar 62,21 gram/ekor/hari. Kecernaan PK juga dipengaruhi oleh kandungan lignin dari suatu bahan pakan (Crampton dan Harris, 1969). Lignin mengandung inti fenolat yang bersifat melindungi serangan mikroba, sehingga dapat menurunkan kecernaan protein.

Konsumsi dan Kecernaan Serat Kasar

Rata-rata konsumsi dan kecernaan SK pada domba lokal jantan yang mendapat perlakuan ransum dengan penambahan taraf cassabio berbeda dalam konsentrat, disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Serat Kasar pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat

(38)

23 Konsumsi Serat Kasar

Serat kasar adalah penyusun utama dinding sel tumbuhan dan merupakan fraksi karbohidrat yang telah dipisahkan dengan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang tidak larut dalam basa dan asam encer setelah pendidihan selama 30 menit (Tillman et al., 1989). Pemberian pakan dengan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda pada domba lokal jantan tidak berpengaruh terhadap konsumsi SK. Rataan konsumsi SK pada penelitian ini berkisar antara 62,21-66,80 gram/ekor/hari. Hasil penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Anggreini (2007), yaitu berkisar 104-146 gram/ekor/hari. Kandungan SK dalam bahan pakan mampu mengurangi tingkat kecernaan pakan di dalam tubuh ternak. Semakin banyak SK dalam bahan pakan maka semakin tebal dinding sel dan berakibat semakin rendah daya cerna dari bahan makanan (Tillman et al., 1989). Tidak ada perbedaan konsumsi SK antar perlakuan diduga disebabkan kandungan SK dari masing-masing perlakuan tidak jauh berbeda (Tabel 3).

Kecernaan Serat Kasar

Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang sulit dicerna (Tillman et al., 1989). Kandungan SK yang tinggi pada suatu bahan pakan akan sukar dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan nutrien pakan pada ternak ruminansia ditentukan oleh kecernaan SK pakan (faktor eksternal) dan aktifitas mikroba rumen

(faktor internal), terutama bakteri dan interaksi kedua faktor tersebut. Pada penelitian ini pemberian pakan dengan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda pada domba lokal jantan tidak berpengaruh terhadap kecernaan SK. Pada penelitian ini kecernaan SK pakan berkisar 48,45%-52,49%. Hasil diatas lebih rendah dari penelitian Pangestu (2005), yaitu sebesar 57,25%. Hal tersebut dapat disebabkan kandungan NDF dan ADF ransum perlakuan yang banyak menggunakan rumput gajah. Tingginya kandungan NDF dapat mengurangi kemampuan ternak mengkonsumsi pakan hijauan (Beauchemin, 1996), sedangkan tingginya ADF dapat mengurangi kecernaan pakan.

Konsumsi dan Kecernaan Lemak Kasar

(39)

24 Tabel 8. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Lemak Kasar pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat

Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0= 0% cassabio dalam konsentrat + rumput, P1= 20% cassabio dalam

konsentrat + rumput, P2= 40% cassabio dalam konsentrat + rumput, P3= 60% cassabio

dalam konsentrat + rumput.

Konsumsi Lemak Kasar

Lemak merupakan zat tidak larut air, BO yang larut dalam pelarut organik (Parakkasi, 1999). Lemak mempengaruhi palatabilitas suatu pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Sutardi, 1980). Penambahan taraf cassabio dalam konsentrat berpengaruh nyata (P<0,05) pada konsumsi LK (Tabel 8). Rataan persentase konsumsi LK pada penelitian ini berkisar antara 21,12-28,83

gram/ekor/hari. Konsumsi lemak pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Anggreini (2007), yaitu berkisar antara 29-51 gram/ekor/hari. Konsumsi

LK pada perlakuan 0% cassabio dalam konsentrat lebih tinggi dibandingkan dengan 40% dan 60% cassabio dalam konsentrat, tetapi tidak berbeda dengan perlakuan 20% cassabio dalam konsentrat. Hal tersebut diduga disebabkan pada perlakuan 0% dan 20% cassabio dalam konsentrat memiliki kandungan LK lebih tinggi (Tabel 3) dibanding dengan perlakuan yang lainnya, sehingga konsumsi LK menjadi lebih tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada kadar lemak ransum dengan penambahan cassabio 40% dan 60%.

Kecernaan Lemak Kasar

(40)

25 gram/ekor/hari), P1 (558,21 gram/ekor/hari) dan P2 (585,12 gram/ekor/hari) yang rendah dibanding P3 (614,38 gram/ekor/hari) menyebabkan kecernaan lemak menjadi efisien dan meningkatkan kecernaan lemak. Menurut Nursasih (2005), tingginya konsumsi BK cenderung berbanding terbalik dengan efisiensi kecernaan komponen lemak. Hal ini kurang sesuai dengan hasil yang diperoleh pada percobaan ini. Tingginya daya cerna pada perlakuan 60% diduga disebabkan oleh struktur kimia lemak yang mudah dicerna lebih baik dibandingkan dengan perlakuan 40%. Hal ini mengacu pada pernyataan Wiseman (1990), yang menyatakan bahwa tingginya daya cerna LK disebabkan oleh struktur kimia lemak yang mudah dicerna. Kondisi ini dapat diperlihatkan dengan hasil konsumsi lemak yang lebih tinggi pada ransum kontrol dan ransum dengan cassabio 20% masih lebih baik kecernaannya daripada ransum dengan penambahan cassabio 40% dan 60% yang dibuktikan dengan pengeluaran lemak kasar feses yang lebih rendah. Hasil ini dapat menunjukkan adanya karakteristik lemak yang berbeda antar ransum yang dapat diakibatkan oleh penggunaan lemak kasar yang berasal dari bungkil kedele, bungkil kelapa dan pollard (Tabel 2).

Konsumsi dan Kecernaan BETN

Rata-rata konsumsi dan kecernaan BETN pada domba lokal jantan yang mendapat perlakuan ransum dengan penambahan taraf cassabio berbeda dalam

konsentrat, disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Konsumsi dan Kecernaan Bahan Ekstak Tanpa Nitrogen pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat

Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). P0= 0% cassabio dalam konsentrat + rumput, P1= 20% cassabio dalam konsentrat

(41)

26 Konsumsi BETN

Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) merupakan karbohidrat bahan selain SK, sehingga BETN bahan dapat mencerminkan kandungan energi yang mudah digunakan oleh kapang, karena BETN terdiri dari pati dan gula serta sakarida lainnya. Kandungan BETN onggok hasil fermentasi umumnya mengalami penurunan jika dibandingkan dengan onggok tanpa fermentasi (Pitriyatin, 2010). Penambahan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi BETN (Tabel 9). Rataan konsumsi BETN pada penelitian ini berkisar antara 311,91-394,45 gram/ekor/hari. Konsumsi BETN berbanding lurus dengan konsumsi BK dan BO pakan. Konsumsi BK yang meningkat dikarenakan dengan kandungan BETN yang meningkat dari ransum kontrol hingga ransum dengan penambahan cassabio 60%.

Kecernaan BETN

Penambahan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan BETN pakan (Tabel 9). Kecernaan BETN pada pakan penelitian ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 72,44%-82,39%. Kecernaan BETN tertinggi terdapat pada perlakuan 60% penggunaan cassabio dalam konsentrat sebesar 82,39% dan terendah pada perlakuan 20% penggunaan cassabio dalam konsentrat sebesar 27,44% (P<0,05). Meningkatnya taraf pemberian cassabio pada

(42)

27 Pemanfaatan Energi

Rata-rata pemanfaatan energi pada domba lokal jantan yang mendapat perlakuan ransum dengan penambahan taraf cassabio berbeda dalam konsentrat, disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Pemanfaatan Energi pada Domba Lokal Jantan yang Mendapat Ransum dengan Penambahan Taraf Cassabio yang Berbeda dalam Konsentrat

Keterangan: Tidak ada superskrip huruf kecil pada baris menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). P0= 0% cassabio dalam konsentrat + rumput, P1= 20% cassabio dalam konsentrat + rumput, P2= 40% cassabio dalam konsentrat + rumput, P3= 60% cassabio dalam konsentrat + rumput. *) Nilai TDN dihitung dengan rumus = PKdd + SKdd + (LKdd x 2,25) + BETNdd.

Konsumsi Energi

(43)

28 Digestible Energy (DE)

Pemberian pakan dengan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda pada domba lokal jantan tidak berpengaruh terhadap kecernaan energi. Pada penelitian ini energi yang dapat dicerna oleh domba berkisar antara 2056-2350 kkal/ekor/hari. Energi yang dapat dicerna oleh ternak berbanding lurus dengan konsumsi energi bruto setiap perlakuan. Energi yang dapat dicerna tertinggi terdapat pada perlakuan 60% penggunaan cassabio dalam konsentrat yaitu sebesar 2350 kkal/ekor/hari, disusul perlakuan 40% sebesar 2204 kkal/ekor/hari, selanjutnya perlakuan 20% sebesar 2174 kkal/ekor/hari, dan yang paling rendah perlakuan kontrol sebesar 2056 kkal/ekor/hari. Peningkatan kecernaan terjadi karena peningkatan jumlah konsumsi ransum, protein dan energi yang dikonsumsi, bentuk fisik ransum, berkurangnya waktu ruminasi, dan frekuensi pemberian ransum pada ternak. Menurut Prayitno et al. (2010), kelebihan energi pakan yang dikonsumsi setelah terpenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan normal dan metabolisme biasanya disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi tersebut tidak dapat diekskresikan dari tubuh ternak.

Nilai TDN

Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai energi yang dapat diserap atau dicerna oleh ternak berdasarkan kecernaan zat-zat makanannya. Penambahan taraf cassabio dalam konsentrat yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P<0,05)

(44)

29 Hubungan Antara Nilai TDN dengan DE

Pada penelitian ini nilai TDN berkisar 70,04%-76,42% atau sebesar 398,38-454,73 gram/ekor/hari. Menurut National Research Council (1985), 1 kg TDN setara dengan 4,4 Mkal/kg, jika dikonversi hasil diatas maka nilai TDN setara dengan energi sebesar 1646-2001 kkal/ekor/hari. Besar DE pada penelitian ini berkisar antara 2056-2350 kkal/ekor/hari. Pada penelitian ini terlihat bahwa semakin tinggi taraf penggunaan cassabio dalam konsentrat maka nilai TDN dan DE semakin tinggi pula. Hasil ini menunjukkan adanya perbaikan dalam ketersediaan energi dengan penggunaan ransum ditambah dengan cassabio. Hubungan antara DE dan TDN pada domba lokal jantan yang mendapat perlakuan ransum dengan penambahan taraf cassabio berbeda dalam konsentrat, disajikan pada Gambar 9. Korelasi yang dicapai sebesar 95,28% dengan persamaan y = -941,7+1,236x. Peningkatan nilai DE pada setiap perlakuan berkorelasi positif dengan peningkatan kecernaan energi hasil konversi nilai TDN.

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Digestible Energy dan Total Digestible Nutrient

(45)

30 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan cassabio hingga taraf 60% dapat menyebabkan konsumsi dan kecernaan nutrisi yang tinggi yaitu pada konsumsi dan kecernaan BO, BETN dan PK jika dibanding dengan perlakuan yang lain. Namun pemberian taraf cassabio yang berbeda tidak mengakibatkan perbedaan dalam konsumsi dan kecernaan BK, SK, TDN dan energi. Dengan demikian, penggunaan cassabio hingga taraf 60% ke dalam konsentrat masih aman dan memberikan hasil yang cukup baik diberikan pada anak domba lokal.

Saran

(46)

31 UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Evaluasi Penambahan Cassabio ke dalam Ransum terhadap Konsumsi dan Kecernaan Zat Makanan pada Anak Domba Lokal”.

Penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis, MSc. selaku pembimbing utama dan Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc. selaku pembimbing akademik sekaligus pembimbing anggota atas segala bimbingan dan saran yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Suryahadi, DEA selaku dosen pembahas seminar, Dr. Ir. Didid Diapari, MS. dan Muhamad Baihaqi, SPt., MSc. selaku dosen penguji sidang serta Ir. Widya Hermana, MSi. selaku panitia sidang atas segala saran dan nasihat yang telah diberikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

Terimakasih juga kepada Tim Penelitian (Sanda, Ricky R., Safira A., Widia L., Widya A., Febrina W., dan Aisyah) yang telah bekerjasama dengan baik dalam kelancaran penelitian ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Dendy, Dafi, Ikka, Tantry, Faris, Fatmi, Dziaudin, Arfi, Nur, Intan, Nadia,

Titis, Mubarok dan Keluarga Besar INTP 44, Himasiter 2009-2010, DPM TPB 44, BEM FAPET Kabinet Dragon, IMAJATIM IPB, OMDA PAD Bojonegoro, dan penghuni Kost Hikari atas segala bantuan, doa dan dukungannya selama ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu, Mbak Veve, Mas Ma’ruf, Adik Zwagery dan Dyera tercinta serta Keluarga Besar yang berada di Tuban dan Ngawi, Jawa Timur atas dukungan dan doanya.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis selanjutnya dan bagi ilmu pengetahuan serta semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2013

Gambar

Gambar 1. Pembuatan Cassabio
Gambar 3. Konsentrat Penelitian Domba              Gambar 4. Rumput Digunakan Penelitian
Gambar 5. Pemeliharaan Ternak
Gambar 7. Penimbangan Feses Segar

Referensi

Dokumen terkait

Keluarga calon mempelai perempuan akan menaburkan beras kuning ke segala arah, dengan maksud Ranying Hatalla (Allah) turut serta menyaksikan upacara yang tengah berlangsung.

Melalui penggunaan media, pelbagai keperluan semasa umat Islam dapat dicurahkan oleh umat Islam itu sendiri mengikut citarasa kontemporari yang sesuai dengan ajaran

godefroyii lebih tinggi dari pada teripang jenis lain, selain karena tingginya kemampuan kedua jenis teripang tersebut untuk menyesuaikan diri dengan kondisi

[r]

[r]

Beberapa Fakultas di lingkup Universitas Trisakti yang melakukan kerjasama pada tahap ini adalah Fakultas Seni Rupa dan Disain (FSRD), Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Hukum

Catatan dan Tanggapan Penilai terhadap dokumen dan/atau keterangan guru (catat kegiatan yang dilakukan). Guru memiliki catatan tentang kemajuan belajar siswa, siswa yang tidak

Kepada Anggota Dewan Perwakilan Rakjat Daerah jang melakukan perdjalanan dinas diberikan uang perdjalanan, uang penginapan dan uang perdjalanan pindah sesuai dengan