Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Rangga Prawira
NIM : 104070002402
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
ii
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini adalah benar adanya yang merupakan hasil karya asli / original saya sendiri tanpa ada mencontek atau menjiplak hasil karya orang lain baik di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau Universitas lainnya sebagai syarat kelulusan dan guna mendapatkan gelar sarjana Strata 1 (S1) Psikologi yang berasal dari Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber penulisan yang tercantum sudah sesuai dengan kebijakan atau aturan yang sudah ditentukan oleh Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti melanggar aturan atau kebijakan yang ada, penulis bersedia mengikuti aturan atau kebijakan yang telah ditetapkan oleh Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai penentu kelulusan dan pemberi gelar akademik pada sarjana Strata 1(S1) Psikologi.
Jakarta, 04 November 2010
iii Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
OLEH :
RANGGA PRAWIRA 1040 7000 2402
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si
iv
munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta pada tanggal 04 November 2010 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi).
Jakarta, 04 November 2010
Disahkan oleh :
Dekan/ Pembantu Dekan/
Ketua merangkap anggota Sekertaris merangkap anggota
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si
NIP 130885552 NIP 195612231983032001
Penguji :
Penguji 1 Penguji 2
Ikhwan Luthfi, M.PSi Solicha, M.Si
NIP 197307102005011006 NIP 19720415999032001
Pembimbing :
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si
v
‘D
i antara sekian banyak kehendak manusia, yang terpenting
adalah kehendak untuk bermakna.
S
etiap manusia secara alamiah keinginan untuk bermakna.
I
a selalu ingin memberi makna kepada setiap hal
yang ada pada dirinya.
B
ermakna
adalah keinginan manusia yang alamiah’
-Viktor Frankl-
K
arya ini ku dedikasikan untuk kedua orang tuaku dan semua orang
dalam hidupku yang telah memberikan makna dan hakikat hidup yang
vi (E) x + 91 halaman
(F) Dewasa kini banyak sekali permasalahan yang berhubungan dengan kerukunan umat beragama baik internal maupun eksternal, dimana begitu banyak organisasi masyarakat yang berafiliasi atas nama agama atau golongan suatu agama tertentu, melakukan tindakan yang melegalkan kekerasan dengan nama agama. Frankl menghubungan makna hidup dengan agama atau spirtualitas (Bastaman, 2007) dengan keyakinan itu dapat menjadi bimbingan atau petunjuk dalam menemukan kebahagiaan didalam hidup mereka. Banyak orang mencari kebahagiaan, salah satunya yakni dengan menemukan makna hidup mereka. Dengan makna hidup mereka dapat mengetahui tujuan hidup, memiliki kebahagiaan, rasa tanggung jawab, alasan eksis, kontrol diri dan tidak takut akan kematian. Salah satu sarana menemukan makna hidup adalah dengan beragama. Namun demikian ada pemahaman suatu agama disalah gunakan seperti golongan radikal misalnya Wahhabi atau Salafy dan sejenisnya. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang mencari hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan metode korelasi. . Tempat penelitian ini adalah tempat kajian salafy di jabodetabek khususnya di Amar Maruf di Bekasi. Dengan sampel sebesar 30 orang jamaah. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan instrument yakni dengan model skala likert yaitu skala makna hidup dan toleransi beragama. Teknik menghitung dan mengolah data menggunakan analisa seperti stastik deskriptif untuk menjelaskan keumuman subjek. Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrument skala dan Shapiro Wilk menguji data distribusi normal.selanjutnya Levene’s Test untuk menguji homogenitas sampel data dan korelasi produk moment untuk menguji hubungan antara dua variabel.
vii
viii
lahir dan batin kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang sempurna bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini hingga akhir zaman.
Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak luput dari berbagai rintangan yang harus dihadapi, namun penulis telah berusaha seoptimal mungkin untuk menyajikan hasil penelitian dengan baik, meskipun
Masih banyak kekuarangan dalam penulisannya. Penulis juga menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Umar Jahja Ph.D. Selaku dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag dosen pemimbing skripsi 1 yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini ditengah kesibukannya dengan penuh kesabaran. Semoga Allohlah yang membalas kebaikan bapak, amien
3. Bapak Ghazi, M.Si dosen pembimbing skripsi 2 yang telah banyak bersedia menyediakan waktunya ditengah kesibukkan beliau untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
4. Bapak Dr Achmad Syahid, M. Ag selaku dosen pembimbing akademik kelas D angkatan 2004 yang telah menjadi pembimbing yang baik untuk kami 5. Segenap dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
ix
pencarian karya – karya Ilmiah dalam skripsi ini. Semoga kebaikan dan kasih diberikan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Esa
8. Orang tua penulis terkasih yakni H Tasman susanto dan Sumarnih yang tanpa mengenal lelah berjuang dan berkorban yang telah memberikan segalanya yang terbaik serta bersabar dalam mendidik penulis sampai saat ini dan tetap menyayangi dengan ikhlas kepada penulis. Semoga Surga diberikan Alloh untuk kalian di negeri yang abadi karena penulis tidak bisa membalasnya dengan apa pun
9. Kakakku semua yakni Eko Apriyanto, Kartika Dewi, Tantri Wulandari, Lestari, Adi Nugroho dan Ayu Pitaloka, dan adikku RIzka Kirena yang membuat aku tahu apa itu kasih sayang keluarga.
Penulis berharap skirpsi ini bisa memberikan manfaat kepada bagi diri penulis dan para pembaca
Jakarta, November 2010
x
Halaman judul ……… i
Lembar Pernyataan……….ii
Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ………iii
Lembar Pengesahan Ujian………..……….Iv Motto ………v
Abstrak ..………..………vi
Kata Pengantar ……...………..………...viii
Daftar Isi ………...……..………ix
Daftar Tabel ………..………..……….……xiv
Daftar Bagan……….xv
Daftar Gambar ……….…………..………..xvi
Daftar Lampiran..……….………...xvii
BAB 1 PENDAHULUAN…….……….1-11
1.1 Latar Belakang Masalah ………..… 1-7 1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah……….81.2.1 Pembatasan masalah ...8
1.2.2 Perumusan masalah ...8
1.3 Tujuan Penelitian ………..9
1.4 Manfaat Penelitian ………9
xi
2.1.2 Aspek - aspek toleransi beragama ………...15
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama ………18
2.2 Makna Hidup ……….…………...20
2.2.1 Pengertian makna hidup ………. ..20
2.2.2 Dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki Kebermaknaan ………26.
2.2.3 Metode menemukan makna hidup ………...30
2.3 Salafi………....32
2.3.1 Karakteristik salafi ………..33
2.4 Kerangka Berpikir ………...34
2.5 Hipotesis ……….……… 37
BAB 3 METODE PENELITIAN ………..………38-54
3.1 Jenis Penelitian ………...383.1.1 Pendekatan penelitian ……….38.
3.2 Variabel penelitian...39
3.2.1 Identifikasi variabel...39
3.2.2 Definisi konseptual variabel ...39
3.2.3 Definisi operasional variabel ....………...40
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ………...41
xii
3.4.1 Metode dan instrumen penelitian ………43
3.4.2 Hasil uji instrumen penelitian ………...………46
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ………..49
3.6 Prosedur Penelitian ……….49
BAB 4 HASIL PENELITIAN ………...……….51-64
4.1 Gambaran Responden ………..514.2 Uji Persyaratan ………..53
4.2.1 Uji reliabilitas makna Hidup………..….53
4.2.2 Uji reliabilitas toleransi beragama……….53
4.2.3 Uji normalitas ………...53
4.2.4 Uji homogenitas ………...56
4.3 Hasil Penelitian ……….58
4.4 Analisa Penelitian ...………..59
4.5 Analisa Tambahan……….60
4.5.1 Perbedaan makna hidup berdasarkan jenis kelamin……….61
4.5.2 Perbedaan makna hidup berdasarkan pendidikan ………61
4.5.3 Perbedaan makna hidup berdasarkan usia ………62
4.5.4 Perbedaan toleransi beragama berdasarkan jenis kelamin …….62
4.5.5 Perbedaan toleransi beragama berdasarkan pendidikan ………63
xiii
BAB 5
PENUTUP ……….………65-71
5.1 Kesimpulan ……….………65 5.2 Diskusi ………..65 5.3 Saran ………70
xiv
Tabel 3.2 : Blue Print Skala Makna Hidup………45
Tabel 3.3 : Blue Print Skala Toleransi agama ….……….46
Tabel 3.4 : Blue Print Revisi Skala Makna Hidup ………47
Tabel 3.5 : Kaidah Reliabilitas Guilford ……….………...47
Tabel 3.6 : Blue Print Revisi Skala Toleransi Beragama ………48
Tabel 4.1 : Distribusi Jenis Kelamin Responden ………51
Tabel 4.2 : Distribusi Tingkat Pendidikan Responden………..52
Tabel 4.3 : Distribusi Usia Responden ……….. ….52
Tabel 4.4 : Uji normalitas ……….54
Tabel 4.5 : Tes Homogenitas Varians……… …..57
Tabel 4.6 : Kategorisasi umum Makna Hidup ………58
Tabel 4.7 : Kategorisasi umum Toleransi Beragama ……….58
xv
xvii 3. Uji normalitas
4. Uji homogentias 5. UJi korelasi 6. UJI t
7. Daftar try out makna hidup
8. Daftar try out Toleransi Beragama 9. Tes makna Hidup
1.1 L
atar Belakang MasalahAkhir-akhir ini perilaku beragama yang terlewat ekstrim banyak
ditunjukan oleh kelompok yang beraliran keras. Gus Dur atau K.H
Abdurrahman Wahid menyatakan sebagai refleksi dari rasa rendah diri,
dan hal tersebut itu mudah ditemukan dalam praktek fatwa sesat,
pengusiran, teror dan pembakaran rumah-rumah kelompok keagamaan di
Indonesia yang mereka anggap sesat. Tentu saja mereka tidak mewakili
umat Islam secara keseluruhan. Meski terus sesumbar mewakili aspirasi
kelompok mayoritas umat, kenyataannya mereka segelintir saja. Dan
salah satunya adalah kelompok Islam Salafy atau Wahhaby atau
Wahhabi. Mereka menganggap diri dan kelompoknyalah yang memiliki
otoritas kebenaran sejati. Kelompok-kelompok lain adalah kafir, penghuni
neraka, dan kalau perlu harus dimusuhi bahkan dibasmi.
(www.islamlib.com).
Salafi juga dikenal golongan yang alergi dengan filsafat dan
tasawuf. Mereka dengan tegas menolak demokrasi, mengurung wanita di
dalam rumah, mengharamkan alat musik dan nyanyianya, membenci
kesenian. Kemudian memerintahkan mereka untuk berjenggot, bergamis,
memakai celana setengah betis bagi laki-laki. Dan bagi perempuan
menggunakan jubah besar dan cadar. Praktek kehiduapn sosial ini
tampak nyata dalam kehidupan masyarakat Afganistan di bawah
kekuasaan Taliban yang berideologi Wahhabisme. ( Azra, 2002).
Menurut Muqsith, minimal ada empat ciri dalam gerakan-gerakan
neo-Salafi di Indonesia. Pertama, mereka selalu mempersoalkan
Pancasila dan UUD 1945 karena dianggap bukan sebagai ijtihad Tuhan,
melainkan ijtihad manusia. Kedua, adanya ciri penolakan terhadap system
demokrasi yang dianggap sekuler. Ketiga, perjuangan legalisasi syariat
Islam lebih bersifat particular. Dan keempat, penyangkalan terhadap
tradisi atau adat.(www.islamlib.com).
Jalaludin (2007) mengakui, penganut Salafi ditandai dengan
melekatnya perasaan paling suci. Mereka menganggap kelompok mereka
sebagai penganut tauhid murni. Dengan melekatnya perasaan paling suci,
kaum wahabi cenderung ekslusif antipluralisme. Mereka menganggap
surga hanya milik mereka. Sikap itu berdampak pada keengganan mereka
untuk beradaptasi terhadap tradisi setempat. Mereka hanya mengakui
tradisi dari Arab Saudi, tempat asalnya. Dengan demikian apa yang
dikatakan Jalaludin di atas, memiliki landasan histories. Jika saat ini juga
ada kelompok Islam yang corak teologinya puritan dan fundamentalis,
maka memiliki kecenderungan menjadi radikal dan menggunakan teror
dalam ekspresi keagamaannya. (www.rakyataceh.com).
kemudian perilaku puritan dan militerisme terhadap satu ajaran
yang diklaim kebenaran absolut sementara yang lain dianggap salah dan
penganut keyakinan yang berbeda bahkan dalam satu ajaran yang sama
(dikarenakan setiap agama memiliki pemahaman serta penafsiran yang
berbeda antar kelompok di intern agama itu sendiri). Adapun perilaku
tersebut ada pada tiap aliran pada semua agama bukan hanya agama
Islam saja. Kemudian gerakan radikalisme saat ini berlanjut dengan
adanya konflik antara satu golongan lainnya didalam mengklaim
kebenaran dengan cara kekerasan serta fanatisme buta dalam keyakinan
atau agama, sehingga melahirkan gerakan yang membahayakan
kebebasan beragama. (www.republika.com).
Karena sifat dan ajaran salafi yang keras, kaku dan memaksa itulah
yang sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya yang
sangat toleran dan menerima perbedaan yang ada, sehingga sering
mengakibatkan konflik agama baik yang tampak maupun yang tidak
tampak. Mereka juga mudah menganggap bid’ah bahkan musyrik
beberapa kegiatan tradisi atau adat istiadat yang ada di masyarakat
Indonesia yang merupakan masyarakat penganut paham ahlu sunnah wal
jamaah. Selanjutnya pemahaman agama tersebut dijadikan prinsip dan
jalan hidup bagi mereka sebagai bentuk pemaknaan hidup atas nama
keyakinan. Sehingga mereka terlalu banyak melupakan penghormatan
atas keyakinan beragama orang lain, padahal di sisi lain. Islam menjamin
toleransi keyakinan beragama bahka negara Indonesia pun menjamin hal
yang serupa untuk setiap umat beragama baik secara sosial dan individu
Frankl (Koeswara, 1987) mengemukakan bahwa masalah makna
hidup dalam bentuknya yang ekstrim bisa timbul dan membayangi setiap
orang. Timbulnya masalah makna hidup dimulai ketika individu memulai
pematangan spiritual. Selanjutnya Frankl (Bastaman, 2007) mengakui
adanya dua peringkat makna hidup yaitu makna hidup paripurna (the ultimate meaning) dan makna hidup pribadi (the personal meaning). Makna hidup paripurna bersifat universal dan mutlak serta dapat dijadikan
makna pribadi. Namun bagi orang-orang non agamis (atheis) dan kurang apresiasinya dengan agama kurang mungkin alam semesta, ekosistem,
pandangan falsafah dan ideology tertentu dianggap memiliki nilai-nilai
universal. Sementara bagi orang-orang yang bergama, Tuhan merupakan
perwujudan tuntunannya. Berbeda dengan makna hidup paripurna yang
universal dan mutlak, maka makna hidup pribadi bersifat unik, personal,
dan spesifik yang berbeda-beda untuk setiap orang dan berbeda dari
waktu ke waktu. (Bastaman, 2007).
Pandangan logoterapi, manusia yang paling hakiki adalah manusia
yang memiliki dimensi ruhani atau spiritual, atau dimensi neotic, disamping dimensi fisik dan dimensi psikologis. Ketiganya satu Kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan dan bukan satu unit kepingan yang dapat
terurai dalam diri manusia. Adanya ketiga dimensi tersebut berpengaruh
besar terhadap kebebasan yang hakiki. Dalam psikis, manusia mampu
lebih luwes, tetapi dapat dimanipulasi. Hanya dalam dimensi sprituallah
Sedangkan menurut Frank realisasi keagamaan yang matang dapat
membantu dalam penemuan makna hidup, namun Frankl juga mengakui
bahwa agama bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
kebermaknaan hidup, akan tetapi manusia dapat menemukan
kebermaknaan hidup melalui realisasi nilai-nilai manusiawi (dalam
Bastaman, 2007). Nilai-nilai tersebut meliputi :
1) Nilai-nilai kreatif, tercermin pada saat seseorang melakukan karya,
karsa, dan cipta serta melakukan tugas dan kewajiban
sebaik-baiknya.
2) Nilai-nilai penghayatan, yaitu apa yang diperoleh atau dihayati
seseorang dari hidup. Ini tercermin pada upaya seseorang dalam
meyakini serta menghayati nilai-nilai tertentu seperti nilai
keindahan, kebenaran, kebajikan, dan lain sebagainya. Selain itu
nilai-nilai penghayatan tercermin saat saling memberi kasih antar
sesamanya.
3) Nilai-nilai bersikap. Nilai ini dikembangkan oleh seseorang agar ia
mampu mengambil sikap yang tepat terhadap keadaan dan
penderitaan yang tidak dapat dielakan lagi, setelah segala upaya
yang dilakukansecara maksimal dan ternyata tidak berhasil
mengatasinya.
Pengalaman beragama termasuk kedalam dimensi spiritual
sebagai unsur keberagamaan namun Bastaman menemukan keimanan
(faith) sebagai dasar dari kehidupan beragama adalah salah satu dimensi dalam makna hidup. Unsur-unsur tersebut ternyata bila disimak dan
direnungkan secara mendalam ternyata merupakan kehendak, sikap, sifat
dan tindakan khas insani yakni, pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi
keunggulan-keunggulan dan meminimalkan kelemahan-kelemahan
pribadi. Dengan demikian dilihat dari segi dimensi-dimensinya dapat
diungkap melalui sebuah prinsip, yaitu keberhasilan mengembangkan
penghayatan hidup bermakna dilakukan dengan jalan menyadari dan
mengaktualisasikan potensi kualitas-kualitas insani. Ada dimensi-dimensi
yang tidak disadari meski dimensi ini satu-satunya dimensi yang kasat
mata yakni dimensi ragawi dan menggambarkan eksistensi manusia
sebagai uniter biopsikososial spiritual (Bastaman, 2007).
Bangsa Indonesia terkenal bangsa yang madani. Dimana di dalam
kehidupan beragama negara memberikan kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk setiap pemeluk agama dalam mengaktualisasikan
diri mereka dalam menghayati ajaran agama mereka dengan
sebaik-baiknya. Namun karena bangsa Indonesia bukan negara agama, maka
negara ini membut undang-undang yang mengatur masalah
keberagamaan untuk semua agama. Agar tidak ada dominasi satu agama
terhadap agama lainnya (penyetaraan hak dan kewajiban). Sehingga
tercipta harmonisasi dan toleransi yang ada di antara umat beragama
spiritual (Jamrah, 1986) Abdullah bin Nuh dalam kamus-barunya
menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain
berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan
agama. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Hasyim (1979)
mengungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
pandapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dan sebagainya yang lain
atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
Sehingga dengan alasan tersebut peneliti ingin mengetahui
Hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama
dikalangan jamaah salafy (wahhabi) di Bekasi.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini tidak melebar.
Pembatasan masalahnya sebagai berikut :
1. Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat
berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan
hidup yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan
2. Toleransi yang didefiniskan dalam Hasyim (1979) dalam
kamus-barunya menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa
tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa
terhadap orang yang berlainan agama.
3. Salafi adalah penyebutan nama dalam mengikuti jalan beragama
para Salafusshaleh yakni generasi terbaik dalam Islam yakni
Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin adapun peneliti disini adalah meneliti
Salafi yang sering dikenal dengan Wahhabi yang berarti pengikut
Muhammad Bin Abdul Wahab yang bermazab Imam Hambali yang
memiliki ciri menolak keras bidah dan khurafat, serta berusaha
memurnikan kembali ajaran Islam seperti awal dakwah Nabi
Muhammad SAW (Assidawi,2007)
4. Adapun subjek penelitian disini adalah jamaah Salafy atau
Wahhabi di Masjid Amar Maruf Bekasi.
1.2.2 Perumusan Masalah
Dengan pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan
masalah penelitian ini yakni apakah ada hubungan antara makna hidup
1. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menguji hubungan yang signifikan
antara makna hidup dan toleransi beragama pada jamaah Salafi.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian, peneliti membaginya sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis. Manfaat teoritis yang didapat dari penelitian ini
menjadi tambahan pengetahuan yang baru bagi dunia keilmuan
Psikologi terutama logoterapi, Psikologi sosial dan psikologi agama.
2. Manfaat praktis. Manfaat praktis yang didapat dari penelitian ini
untuk :
a. Mengetahui makna hidup dari sebuah aliran yang dianggap
“keras” oleh sebagian umat Islam sehingga kita dapat menilai
lebih objektif dalam menilai mereka kemudian mengetahui
karakter dan tingkah laku mereka di masyarakat sebagai
anggota sosial masyarakat untuk menghindari konflik yang
besar dan luas guna mewujudkan masyarakat yang aman dan
damai yang merupakan modal terbesar pembangunan nasional
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah di dalam penulisan penelitian, peneliti
menggunakan standar APA (American Psychology Association) Style. Dan di dalam sistematika penulisan ini penulis membaginya menjadi
beberapa bab dan subbab agar lebih teratur dan tersistematis dengan
baik. Sistematika penulisannya sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan : Latar belakang masalah,
,pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, sistematika penulisan
Bab 2 Kajian Teori : Definisi toleransi, asas toleransi
beragama, faktor-faktor yang
mempengaruhi toleransi
beragama. Pengertian makna
hidup, dimensi makna hidup serta
karakteristik individu yang
memiliki kebermaknaan hidup,
metode menemukan makna
hidup,
Bab 3 Metode Penelitian : Pendekatan dan metode
penelitian, populasi, sampel dan
teknik pengumpulan data,
metode pengolahan data.
BAB 4 Hasil Penelitian : Gambaran umum responden,
hubungan antara makna hidup
dengan toleransi beragama pada
jamaah salafy atau wahhabi
BAB 2
KAJIAN TEORI
Untuk memperjelas penelitian ini dibutuhkan teori yang sesuai dengan
judul penelitian guna mendukung penelitian yang ilmiah. Dan sebagai
berikut teori yang ada :
2.1 Toleransi Beragama
2.1.1 Definisi toleransi beragama
Toleransi terhadap sesuatu mengandung pengertian bahwa setiap
individu secara pasti tidak menyukai sesuatu tetapi dalam derajat
ketidaksukaan individu tersebut harus tahan terhadap sesuatu. Terkadang
istilah toleransi lebih bermakna kasar. Orang yang bersahabat dikatakan
sebagai toleran apabila ia tidak membedakan ras, warna kulit, atau
keyakinan. Dia tidak hanya tahan terhadap perbedaan tetapi secara umum
menerima adanya perbedaan tersebut (Allport, 1954). Allport memberikan
batasan yang sederhana terhadap istilah toleransi sebagai berikut :
Berdasarkan batasan yang diberikan Allport maka istilah toleransi
mempunyai pengertian suatu sikap yang bersahabat dan penuh percaya
dari seseorang terhadap orang lain yang tidak memperdulikan pada
kelompok mana mereka berasal. Manifestasi toleransi ini adalah sikap mau
menerima orang lain. Sehingga toleransi beragama adalah suatu sikap
seseorang yang menerima kehadiran orang lain yang berlainan agama
dengan dirinya dan menghormati keyakinannya meskipun ia tidak
menyetujuinya. Kemudian Abdullah bin Nuh (Hasyim, 1979) dalam
kamus-barunya menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa
tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang
berlainan agama. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Hasyim, 1979)
mengungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
pandapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dan sebagainya yang lain
atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.
Sedangkan Hasyim memberikan makna tasamuh yang berarti bersikap lapang dada dan saling menghormati. Dalam pengertiannya
membiarkan kerukunan hidup bukan berarti mengintegrasikan akidah
ajaran suatu agama dengan lainnya (sinkretisme). Tetapi kerukunan hidup
beragama adaah saling menghormati, bertoleransi, tepo seliro dalam
Selanjutnya Allport (1954) membagi menjadi 6 macam bentuk
toleransi berdasarkan uraian bab tolerant personality, yaitu :
1. Conformity tolerance. Toleransi terjadi karena suatu masyarakat memberikan standar, aturan, atau kode etik tertentu yang mengatur
toleransi. Mereka menjadi toleran karena berusaha conform
dengan peraturan yang ada.
2. Character conditioning tolerance. Berbeda dengan yang pertama, toleransi bentuk ini terjadi karena seseorang mengembangkan
suatu bentuk positif organisasi kepribadian yang berfungsi penuh
arti dalam totalitas kepribadiannya. Orang-orang ini memiliki
penghargaan positif terhadap orang lain, siapapun ia, mereka
mempunyai pandangan terhadap dunia yang positif.
3. Millitant tolerance. Orang seperti ini berjuang menentang tindakan yang menujukkan intoleransi. Mereka adalah orang-orang yang
intoleran dengan intoleransi.
4. Passive tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang berusaha mencari perdamaian dan mengusahakan jalan damai terhadap
segenap tindakan intoleransi. Langkah-langkah yang mereka ambil
dalam menghadapi permasalahan intoleransi adalah dengan cara
menghasilkan suatu perdamaian bagi seluruh pihak
5. Liberalism tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang kritis terhadap status quo, mereka menginginkan perubahan sosial yang
menginginkan adanya perubahan yang revolusioner terhadap
keadaan masyarakat yang dilihatnya sebagai intoleransi
6. Radicalism tolerance. Dalam pengertian politis, radikalisme hamper bermakna sama dengan liberalisme, perbedaannya
hanyalah dalam segi intensitasnya yang lebih tinggi dari
liberalisme. Orang-orang yang toleran melakukan kritik yang
radikalisme (mengakar) terhadap keadaan-keadaan yang
dianggapnya tidak toleran.
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa toleransi agama adalah
proses penghormatan, penghargaan, penerimaan atas keyakinan atau
kepercayaan atau agama yang berbeda tanpa memperlakukan
diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban di masyarakat dengan
alasan agama atau keyakinan berTuhan yang berbeda.
2.1.2 Aspek–aspek toleransi
Yang dimaksud dengan aspek-aspek toleransi disini ialah suatu
sikap atau tindakan yang merupakan dasar bagi terwujudnya toleransi
tersebut, khususnya toleransi antar umat beragama (Jamrah, 1986).
Adapun aspek toleransi tersebut antara lain ialah :
1. Dialog antar umat beragama
Adapun yang dimaksud dengan dialog antar umat beragama
beragama. Dalam suasana ini, kiranya dialog antar beragama sangat
penting dan harus selalu diadakan, untuk menuju toleransi, sehingga
tercipta rukun dan damai antar umat beragama tersebut. Dengan dialog,
setiap umat beragama membuka diri bagi pandangan yang berbeda-beda
dengan tetap diharapkan agar setiap umat beragama sadar bahwa tidak
selamanya perbedaan menuju kepada permusuhan.
2. Kerja sama kemasyarakatan
Kerja sama atau tolong menolong adalah suatu dasar umum bagi
semua masyarakat. Sehubungan dengan toleransi antar umat beragama
maka kerjasama ini adalah suatu dasar bago terwujudnya toleransi
tersebut. Bila kerja sama ini terbina dengan baik kiranya bisa digambarkan
bahwa toleransi akan terwujud. Melalui kerjasama sosial kemasyarakatan,
rasa saling ketergantungan, rasa keakraban dan persaudaraan serta rasa
saling hormat antar umat beragama dapat dipupuk dengan baik sehingga
dalam menghadapi persoalan-persoalan agamis yang serba berbeda itu,
akan terwujud pula sikap toleransi. Hasyim mengemukakan beberapa segi
toleransi (Hasyim, 1979) yaitu :
1. Mengakui hak setiap orang, yakni mengakui hak asasi
manusia pada umumnya yang telah disepakati bersama
2. Menghormati keyakinan orang lain, yakni memberikan
penghargaan dan kesantunan dalam memahami keyakinan
3. Setuju dalam perbedaan, yakni menerima perbedaan baik
dalam keyakinan maupun pendapat dalam kemasyarakatan
4. Saling pengertian, yakni saling menerima dan memahami
apa yang ada pada masing – masing keyakinan
5. Kesadaran dan Kejujuran yakni upaya diri dalam melihat
realitas sosial yang ada bahwa mengakui dengan jujur
bahwa ada perbedaan yang nyata pada keyakinan dan
kemasyarakatan
Manusia sebagai individu memiliki kebebasan penuh dalam
pendirian, berkeyakinan, berpikir, dan bertindak. Setiap individu harus
mengakui dan menghormati agama lain, karena semua itu adalah azas
toleransi. Kerukunan hidup antar umat beragama bukan saja terciptanya
kedamaian semu, tetapi harus diarahkan kepada keharmonisan hubungan
dalam dinamika pergaulan dan kehidupan masyarakat yang saling
menguatkan serta diikat oleh sikap saling mengendalikan diri, saling
menghormati, kebebasan orang lain dalam menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya. Dengan adanya kesadaran
beragama dan sikap toleransi terhadap umat lain akan tercipta suatu
kondisi hidup yang rukun dalam bermasyarakat. Toleransi berjalan baik,
keadaan menjadi aman dan tenteram bila kedua pihak saling pengertian
atau tenggang rasa. Rasanya semua agama menghendaki hal ini, akan
tetapi bila bertepuk tangan maka yang terjadi setelah kegelisahan,
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama
Allport (1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi
toleransi pada diri seseorang merupakan hasil dari interaksi faktor yang
mempunyai arah yang sama, yang secara garis besar dapat digolongkan
kedalam tiga faktor utama yaitu :
1. Awal kehidupan
Orang-orang toleran yang dilahirkan dan dibesarkan dengan
atmosfir yang positif. Mereka merasa diterima, dicintai oleh keluarganya
terlepas apapun yang mereka lakukan. Mereka dibesarkan dlam suasana
yang penuh dengan perlindungan bukan dengan suasana yang penuh
ancaman. Mereka mempunyai sikap yang lugas dalam beragama
terhadap orang tuanya. Mereka mampu menanganinya secara
memuaskan tanpa harus tertekan ataupun mereka menjadi pencari
kesalahan orang lain. Keluwesan mental terbaik pada orang toleran
adalah tampil pada penolakkannya terhadap logika dua sisi (abu-abu). Di
sekolah, orang-orang toleran tidaklah terpaku harus membuat sesuatu
secar persis, sesuai urutan,interaksi atau penjelasan sebelum mereka
melakukan tugas atau pekerjaan tertentu. Mereka mampu toleran
terhadap hal-hal yang kabur, mereka tidak menuntut kejelasan dan
kestrukturan sesuatu.Mereka mempunyai toleransi yang sukup tinggi
terhadap frustasi. Mereka tidak mudah panik dalam keadaan terancam,
langsung menyalahkan orang lain, sebaliknya dirinya sendiri meskipun ia
tidak akan terjatuh.
2. Pendidikan
Toleransi adalah tanda intelegen, sementara overkategorisasi
proyeksi, salah penempatan adalah tanda kebodohan. Meskipun demikian
masih dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis membuat
orang menjadi toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak
aman (insecurity) dan kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuata seseorang melihat keadaanya masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan
dan memandang bahwa kemakmuran suatu kelompok berkaitan dengan
seluruh kelompok yang ada. Allport menjelaskan, berdasarkan penelitian
bahwa pengetahuan tidaklah membuahkan toleransi. Demikian pula
pendidikan tidak mempunyai hubungan erat dengan sikap seseorang.
Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan akan mengingkatkan rasa
ama lebih mempertinggi kebiasaan orang untuk bersikap kritis. Akan tetapi
ini pun lebih berupa hasil dari latihan khusus dalam masalah antar budaya
yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum sekolah, kecil sekali yang
disebabkan oleh latihan-latihan di kampus.
Meskipun pendidikan, khususnya pendidikan antar budaya,
menghasilkan toleransi. Hal ini tidak berlangsung begitu saja. Korelasi
keduanya memang cukup menarik, meskipun tidak bermakna. Allport
3. Kemampuan empati
Kemampuan empati atau the ability to size up people atau disebut sebagai intelegensi sosial atau kepekaan sosial. Orang yang toleran lebih
akurat dalam menentukan kepribadian orang lain, mereka mempunyai
kemampuan menempatkan diri pada keadaan orang lain. Mereka peka
terhadap prasangka pemikiran orang lain.
2.2 Makna Hidup
2.2.1 Pengertian tentang makna hidup
Dalam kamus psikologi, makna (meaning) dalam James P Chaplin (2006) mempunyai arti :
1) Sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan,
2) Sesuatu yang menunjukkan satu istilah atau simbol tertentu.
Dengan demikian makna hidup adalah sesuatu yang dimaksudkan atau
diharapkan dalam hidup yang menunjukan satu istilah atau simbol tertentu
dalam hidup
Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat
berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup
yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya
(Bastaman, 2007). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting,
benar, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang.
Bastaman (2007). Makna hidup menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007)
dengan hubungan individu dengan pengalaman hidupnya. Frankl juga
mengemukakan bahwa keberhasilan dicapai dengan jalan berusaha
mempertahankan dan mengembangkan kehendak untuk hidup secara
bermakna (the will to meaning) meskipun mengalami penderitaan yang luar biasa. Frankl mengembangkan logaoterapi, yaitu corak psikologi yang
dilandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang
mengakui adanya dimensi kerohanian disamping dimensi ragawai dan
dimensi kejiwaan (termasuk dimensi sosal). Frankl beranggapan bahwa
makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih hidup bermakna (the meaningful life).
Frankl memusatkan perhatiannya pada makna hidup dan pada
upaya manusia untuk mencari makna hidup tersebut. Frankl percaya
bahwa perjuangan individu untuk menemukan makna hidup adalah
motivator utama orang tersebut. Itulah yang menyebabkan Frankl
menyebutnya sebagai keinginan untuk mencari makna hidup, yang sangat
berbeda dengan pleasure principle (prinsip untuk mencari kesenangan atau lazim dikenal dengann keinginan untuk mencari kesenangan) yang
merupakan dasar dari aliran psikoanalisa Freud dan juga berbeda dengan
will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), dasar dari aliran psikologi Adler yang memusatkan perhatian pada striving for superiority (perjuangan untuk mencari keunggulan). (Frankl, 2004). Jadi inti dari
untuk suatu tujuan tertentu. Motivasi utama dari manusaia adalah untuk
menemukan tujuan itu, makna hidup (Abidin, 2007)
. Menurut Yalom (dalam Bastaman, 2007) makna hidup
menunjukkan bahwa didalamnya terkandung juga tujuan hidup, Frankl
mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan
raga-jiwa-rohani yang tidak terpisahkan. Adapun inti dari ajaran logoterapi
dirumuskan sebagai berikut (Fabry dalam Bastaman, 2007) :
1. Hidup bermakna dalam kondisi apa pun
2. Kita memiliki “kehendak hidup bermakna” dan menjadi individu
yang bahagia hanya ketika kita merasa telah terpenuhinya
3. Kita memiliki kebebasan dengan segala keterbatasannya untuk
memenuhi makna hidup kita.
Makna hidup memiliki wawasan mengenai manusia yang
berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainnya erat hubungan
dan saling menunjang, yaitu kebebasan berkehendak (freedom to will), kehendak hidup bermakna (will to meaning), dan makan hidup (meaning of life). (Frankl dalam Bastaman, 2007). Berkaitan dengan aktualisasi diri (self actualization), Frankl menyatakan bila aktualisasi diri dijadikan sebagai target langsung maka akan membuahkan kegagalan pribadi.
Manusia mungkin hanya dapat mengaktualisasikan dirinya melalui
seberapa ia meraih suatu makna atau seberapa luas ia menemukan
manusia lainnya. Aktualisasi diri ini dicapai dengan kemampuan
berdasarkan ketiga asumsi tersebut antara satu dengan lainnya saling
berkaitan erat (koeswara, 1987) yaitu :
a. Kebebasan berkendak (the freedom of will)
Manusia tidak dapat bebas dari pengaruh kondisi biologis,
psikologis, sosiologis, dan kesejahteraan, akan tetapi yang demikian itu
manusia tetap memiliki kebebasan untuk mengambil sikap atau bebas
memilih respon guna menghadapi kondisi eksternal yang mempengaruhi
hidupnya. Ia memandang bahwa kebebasan itu terbatas dan menuntut
seseorang bertanggungjawab atas kebebasannya.
b. Kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning)
Kehendak akan makna merupakan motivasi besar yang menjadi
penggerak utama dari kepribadian manusia dan memiliki kekuatan besar
sehingga mampu mengarahkan motivasi-motivasi lainnya. Dalam
bertingkah laku, manusia mengarahkan apa yang ingin dicapainya dalam
hidup yaitu makna. Kebutuhan akan makna lebih tepat daripada dorongan
akan makna.
Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1987) istilah ini menunjukkan
bahwa makna berada diluar manusia dan manusia dapat menerima atau
menolaknya. Makna dan nilai-nilai adalah hal yang harus dicapai bukanlah
dorongan. Makna dan nilai-nilai hidup lebih bersifat mernarik dan
c. Kebermaknaan hidup (the meaning of life)
Keinginan utama pada manusia adalah makna. Manusia memiliki
kapasitas untuk menemukan makna hidup, bahkan dalam keadaaan
menderita atau diambang kematian. Frankl menyatakan bahwa makna
akan ditemukan pada setiap orang. Makna memiliki kualitas objektif
sebagai sesuatu yang ditemukan (discovered) dan bukan sesuatu yang diciptakan atau dihasilkan.
Frankl (dalam Bastaman 2007) membagi dua peringkat makna
hidup yaitu makna hidup paripurna (the ultimate meaning) dan makna hidup pribadi (the personal meaning). Makna hidup paripurna bersifat universal dan mutlak serta dapat dijadikan makna pribadi. Namun bagi
orang-orang non agamis (atheis) dan kurang apresiasinya dengan agama kurang terhadap Tuhan mungkin menganggap bahwa alam semesta,
ekosistem, pandangan falsafah dan ideology tertentu dianggap memiliki
nilai,tujuan-tujuan yang jelas.. Kemudian bagi orang beragama Tuhan
merupakan perwujudan tuntunannya berbeda dengan makna hidup
paripurna yang universal mutlak, maka makna hidup pribadi bersifat unik,
personal, dan spesifik yang berbeda-beda untuk setiap orang dan berbeda
dari waktu ke waktu (Bastaman, 2007).
Kemudian Bastaman (2007) membagi kehidupan yang bermakna
1 Penghayatan hidup bermakna
Penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang menuju ke arah
kepuasan dan kebahagian hidup (Bastaman, 2007). Mereka benar-benar
menghayati bahwa hidup dan kehidupan mereka bermakna, mereka
menjalankan keseharian dengan semangat dan gairah hidup serta
tanggung jawab serta merencanakan tujuan-tujuan yang jelas. Sikap
tabah ditunjukkanya ketika keadaan sulit dan tidak menyenangkan
dihadapinya karena mereka sadar bahwa dalam keadaan bagaimanapun
ada makna dan hikmah, karena mereka menyakini bahwa makna hidup
dapat ditemukan dalam keadaan kehidupan itu sendiri betapapun
buruknya keadaan yang dihadapinya.
2. Penghayatan hidup tak bermakna
Tidak disadarinya bahwa dalam kehidupan begitu banyak makna
hidup potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan menjadi
pemicu penghayatan hidup tak bermakna. Menghayati hidup tanpa
makna menimbulkan suatu neurosis yang disebut dengan neurosis menurut logoterapi adalah keadaan tanpa makna. Neurosis diantaranya adalah frustasi eksistensial dimana dalam kehidupan kehendak untuk
bermakna sebagai motif manusia mungkin saja tidak terpenuhi, antara lain
karena ketidakmampuan melihat bahwa dalam kehidupan itu sendiri
terkandung makna hidup yang potensial sifatnya ayng perlu disadari dan
ditemukan. Keadaaan ini menimbulkan semacam frustasi yang disebut
“meaningless” (Bastaman, 2007). Frustasi eksistensial ini gejala-gejalanya tidak terungkap secara eksplisit dalam penghayatan kebosanan dan
apatis. Neurositis yang ditimbulkan frustasi ini dalam logoterapi disebut neruosis noogenik. Gejala-gejalanya tersebut biasanya serba bosan, kehilangan minat dan inisatif, kehilangan arti dan tujuan hidup, gairah
kerja menurun. Tak jarang pula penderita neruosis ini menggugat atas kelahirannya ke dunia ini. Ia sering berpikir bahwa bunuh diri merupakan
jalan keluar terbaik untuk lepas dari penghayatan tak bermakna tetapi
untuk hal itu ia merasa ngeri, takut dan tidak siap untuk mati (Bastaman,
2007)
Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa makna hidup adalah suatu
proses aktualisasi individu yang memiliki motivasi eksistensi diri yang
menghasilkan nilai – nilai hidup yang dianggap penting atau berarti baik
dalam keadaan senang maupun sulit ataupun dalam keadaan yang
terarah maupun tidak terarah guna eksistensi individu tersebut
2.2.2 Dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki
kebermaknaan
Bastaman (2007) menemukan beragam komponen dan secara
umum semuanya dapat dikategorikan dalam empat dimensi yaitu :
1. Dimensi personal. Unsur-unsur yang merupakan dimensi personal
a. Pemahaman diri (self insight), yaitu meningkatkan kesadaran atas buruknya kondisi diri apda saat ini dan keinginan kuat
untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.
b. Pengubahan sikap (changing attitude) dari yang semuala tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi
hidup dan musibah yang tak terelakan.
2. Dimensi sosial. Unsur dimensi sosial (social support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan
selalu bersedia memberikan bantuan pada saat yang dibutuhkan
3. Dimensi nilai. Adapun unsur-unsur dimensi nilai meliputi :
a. Makna hidup (the meaning of life). Yakni niali-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan berarti seseorang yang berfungsi
sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah
kegiatan-kegiatannya.
b. Kegiatan terarah (directred activities). Yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupaya pengembangan
potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang
positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang
tercapainya makna serta tujuan hidup
c. Keikatan diri (self commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang ditetapkan.
4. Dimensi Spiritual. Meski Frankl (dalam Bastaman, 2007) tidak
menemukan keimanan (faith) sebagai dasar dari kehidupan beragama adalah saalah satu dimensi dalam makna hidup. Unsur-unsur tersebut
ternyata bila disimak dan direnungkan secara mendalam ternyata
merupakan kehendak, sikap, sifat dan tindakan khas insani yakni,
pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi keunggulan-keunggulan dan
meminimalkan kelemahan-kelemahan pribadi. Dengan demikian dilihat
dari segi dimensi-dimensinya dapat diungkap melalui sebuah prinsip,
yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakna
dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi
kualitas-kualitas insani. Ada dimensi-dimensi yang tidak disadari meski
dimensi ini satu-satunya dimensi yang kasat mata yakni dimensi
ragawi dan menggambarkan eksistensi manusia sebagai uniter biopsikososial spiritual (Bastaman, 2007).
Selanjutnya karakteristik atau ciri-ciri individu yang memiliki
kebermaknaan hidup menurut Crumbaugh dan Maholick (Paloutzian,
1981) karakteristik individu yang memiliki kebermaknaan hidup adalah :
a. Memiliki tujuan yang jelas yaitu manusia memiliki tujuan atau
arah hidup (directred life) berupa kegiatan atau pencapaian cita-cita atau keinginan sebagai upaya yang dilakukan secara sadar
dan sengaja sebagai upaya mengembangkan potensi-potensi
pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta
pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya
b. Memiliki perasaan yang bahagia yakni individu yang memiliki
atau mendapatkan kebahagiaan dari apa yang diusahakan
dengan kegiatan yang bermakna sesuai ucapan William S
Sahakian “Dengan melibatkan diri dlam kegiatan yang
bermakna seseorang akan menikmati kebahagiaan sebagai
hasil sampingan” (Bastaman, 2007)
c. Memiliki rasa tanggung jawab maksudnya manusia menyadari
tanggung jawabnya terhadap manusia lain yang menunggunya
atau terhadap hati nuraninya atau terhadap pekerjaan yang
belum selesai sehingga dia tidak akan mengabaikan hidupnya
(Frankl, 2004)
d. Mampu melihat alasan untuk tetap eksis sesuai dengan
perkataan Nietzsche “he who has a why to live for can bear with almost any how” (Dia yang memiliki alasan untuk hidup , bisa menghadapi keadaan apa pun)(Frankl, 2004)
e. Memiliki kontrol diri yakni manusia memiliki pilihan dalam
bertindak walaupun didalam keadaan terburuk manusia masih
bisa melestarikan sisa-sisa kebebasan spriritual, kebebasan
berpikir mereka, meskipun mereka berada dalam kondisi mental
dan fisik yang sangat tertekan (Frankl, 2004)
f. Tidak merasa cemas akan kematian yaitu keyakinan akan
kehidupan yang tidak kekal karena Frankl mengatakan hal –
penderitaan tetapi juga kematian, jadi ketidakkekalan hidup kita
tidak membuat hidup itu tidak bermakna, sehingga dapat
mengubah ketidakkekalan hidup menjadi dorongan untuk
bertindak dengan penuh tanggung jawab (Frankl, 2004)
2.2.3Metode menemukan makna hidup
Selanjutnya metode menemukan makna hidup, Bastaman (2007)
menyederhanakan dan memodifikasi metode logo analisis di dalam
menemukan makna hidup sebagai berikut :
1. Pemahaman pribadi
Metode pertama dimaksudkan sebagai suatu metode untuk memediasi
dan membantu seseorang untuk memperluas dan mendalami aspek
kepribadian dan corak kehidupannya. Metode ini secara rinci
memberikan manfaat-manfaat seperti mengenali diri, menyadari
keinginan dan memahami kebutuhan yang mendasari keiniginan
tersebut dan merumuskan secara nyata keingianan tersebut dengan
merealiasai rencana-rencana.
2. Bertindak positif
Bertindak positif sebagai kelanjutan dan berpikir positif dengan tujuan
sebagai pembiasaan positif untuk memberikan dampak yang positif
pula
Dimensi sosial merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dan
eksistensi manusia, hakikat manusia adalah perbedaan dalam suatu
kebersamaan. Dan itu jelas bahwa hubungan keakraban manusia
merupakan asas dan sebagai salah satu sumber makna hidup
manusia.
4. Pendalaman tri nilai
Wujud dari pendalaman tri nilai yakni bertopeng pada sumber makna
hidup sebagai suatu nilai agar dipahami secara sungguh-sungguh.
Pendalaman tri nilai keratif, pendalaman nilai-nilai penghayatan,
pendalaman nilai-nilai bersikap
5. Ibadah
Dilakukan secara khidmat atau khusyu’ dapat memunculkan perasaan
tenteram, mantap dan tabah.
Selanjutnya, sumber sumber makna hidup yang menjadi titik awal
dari kebermaknaan hidup adalah (Bastaman, 2007). Nilai-nilai tersebut
meliputi :
1) Nilai-nilai kreatif, tercermin pada saat seseorang melakukan karya,
karsa, dan cipta serta melakukan tugas dan kewajiban
sebaik-baiknya.
2) Nilai-nilai penghayatan, yaitu apa yang diperoleh atau dihayati
meyakini serta menghayati nilai-nilai tertentu seperti nilai
keindahan, kebenaran, kebajikan, dan lain sebagainya. Selain itu
nilai-nilai penghayatan tercermin saat saling memberi kasih antar
sesamanya.
3) Nilai-nilai bersikap. Nilai ini dikembangkan oleh seseorang agar ia
mampu mengambil sikap yang tepat terhdap keadaan dan
penderitaan yang tidak dapat dielakan lagi, setelah segala upaya
yang dilakukan secara maksimal dan ternyata tidak berhasil
mengatasinya.
2.3 Salafi
Salaf secara bahasa artinya terdahulu sedangkan Salafi adalah
penisbatan atau penamaan diri terhadap cara memahami beragama Islam
pada masa Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin (Assidawi, 2007) yang menyeru
pada :
a. Kembali pada Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman
para Shalafusshaleh
b. Memurnikan syariat Islam dari segala bentuk syirik, Bidah, dan
pemikiran sesat
c. Membina kaum muslimin dengan ajaran Islam yang benar dan
2.3.1 Karakateristik salafi
Adapun untuk penelitian ini peneliti mengambil pemahaman Salafi yang di
bawa oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab yang bermahzab Imam
Hambali.sedangkan orang-orang yang mengikuti jalan pemahaman
agama beliau disebut dengan Wahabi. Adapun karakter Wahabi sebagai
berikut (dalam Assidawi, 2007) :
1. Anti bidah dalam agama, menjauhkan syirik,
khurafat serta pemikiran sesat
2. Mudah menyesatkan dan mengkafirkan kaum
muslimin, serta mudah mengharamkan sesuatu
3. Menghancurkan kubah-kubah di atas kuburan
serta melarang berdoa di depan kuburan
4. Membenci filsafat dan tasawuf serta hanya
mengakui hukum Islam satu-satunya hukum yang
patut diikuti
5. Menghindari terjadinya itjihad yang tidak
2.4 Kerangka Berfikir
Untuk mengetahui proses hubungan makna hidup dan toleransi
beragama peneliti mengambil teori makna hidup atau logoterapi dari Viktor
Frankl yang menyatakan logoterapi lebih memusatkan perhatian pada
masa depan, atau pada pencaharian makna hidup yang harus dilakukan
seseorang di masa depannya. Frankl dengan wawasan - wawasannya
mengenai dimensi spiritual , makna hidup paripurna, rasa keagamaan yang
tidak disadari dan transendensi diri tentu saja perlu berbicara mengenai
agama dan teologi. Sekalipun Frankl penganut yang taat dan wawasan,
asas-asas dan dan teori-teori Logoterapi yang dianggap sejalan dengan
nilai-nilai agama (Bastaman, 2007). Sejalan dengan psikologi transpersonal
yang menunjukkan bahwa di luar alam kesadaran biasa terdapat ragam
dimensi lain yang luar biasa potensialnya seperti pengalaman spriritual,
pengalaman mistik, ekstasi, parapsikologi dan praktek – praktek
keagamaan (Bastaman, 2005). Sama halnya dengan fokus pencarían
makna usaha manusia menemukan makna dalam kehidupan merupakan
kekuatan pendorong yang utama pada manusia. Frankl menyatakan
diantara sekian banyak kehendak manusia yang terpenting adalah
kehendak untuk bermakna. Setiap manusia secara alamiah memiliki
keinginan untuk bermakna. Ia ingin selalu memberi makna kepada setiap
hal yang ada didalam dirinya . bermakna adalah keinginan manusia yang
alamiah (Bagustakwin, 2007) Berkaitan dengan eksistensi, Frankl
dengan eksistensi itu sendiri. (2). Makna kongkrit dalam eksistensi diri yang
dalam logoterapi manusia yang paling hakiki adalah pandangan bahwa
manusia mempunyai dimensi ruhani atau spiritual. Pandangan logoterapi,
manusia yang paling hakiki adalah manusia yang memiliki dimensi ruhani
atau spiritual, atau dimensi neotic, disamping dimensi fisik dan dimensi psikologis. Ketiganya satu Kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan
bukan satu unit kepingan yang dapat terurai dalam diri manusia. Adanaya
ketiga dimensi tersebut berpengaruh besar terhadap kebebasan yang
hakiki. Dalam psikis, manusia mampu lebih luwes, tetapi dapat
dimanipulasi. Hanya dalam dimensi spirituallah manusia menemukan
kebebasan sebagai manusia. (Frankl, 2004).
Sebagai salah satu sarana untuk mencari makna bagi kaum
beragama yang mengakui adanya Tuhan, maka sudah seharusnya
tiap-tiap pengikutnya benar-benar meyakini (menghayati secara mendalam)
dan menjalankan apa-apa yang diyakini dengan sebaik mungkin. Namun
pemaknaan agama tersebut hendaklah melihat situasi dan kondisi di
lingkungan sekitar sebagai upaya penyesuaian diri sebagai pribadi yang
melihat realita sosial yang ada atas idealisme yang dimiliki di dalam
memaknakan keberagamaanya. Apalagi Indonesia adalah bangsa yang
pluralis dalam keyakinan, jadi pemaknaan atas keyakinan tersebut
tidaklah menganggu kehidupan beragama di masyarakat, oleh sebab itu
sangatlah urgen adanya toleransi sebagai salah satu upaya nyata dalam
menuju negara yang sejahtera baik secara materi maupun spiritual yang
sesuai dengan cita-cita luhur UUD 1945 dan Pancasila. Seseorang
dikatakan memiliki toleransi, apabila ia memiliki sikap : menahan diri,
tenggang rasa, lapang dada, menghormati terhadap orang yang berbeda
pendapat atau pandangan atau agama (Hasyim, 1979).
Islam agama yang rahmatan lil alamin dan agama mayoritas di dunia. Sebagaimana setiap agama yang lainnya, Islam juga memiliki
aliran atau sekte atau sempalan, dan aliran yang menjadi subjek peneltian
ini adalah Salafy atau Wahhabi (penamaan ini dinisbatkan atau
disandarkan kepada Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab). Stigma
dunia dan sejarah yang ada mengenai sekte atau aliran adalah bahwa
aliran ini dianggap puritan, tekstual kuno, dan serta banyak melakukan
tindakan yang membahayakan toleransi di Indonesia. Namun yang aneh
perkembangan ajaran Salafi sampai saat ini, telah sampai ke Indonesia
yang penduduk agama Islamnya berpaham ahlu sunnah wal jamaah.
Dimana penduduknya mayoritas bersifat konservatif, toleran dan senang
berdialog, fleksibel. Dengan kondisi demikian akan sangatlah banyak
perbedaan-perbedaan yang dapat memicu konflik agama apalagi
Indonesia adalah Negara kesatuan bukan Negara agama, dimana
Pancasila dan UUD 1945 adalah sebagai landasan utama dalam
berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya
pemikiran tersebutlah peneliti ingin mengetahui hubungan antara makna
hidup dengan toleransi beragama pada jamaah Salafy atau wahhabi.
Bagan Kerangka Berpikir
Makna Hidup Toleransi Beragama
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah :
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan
toleransi beragama pada jamaah Salafy atau Wahhabi
Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan
Kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
informasinya atau data-datanya dikelola dengan statistik. Hipótesis pada
penelitian diuji dengan menggunakan teknik-teknik statistik (Kountur,
2007). Sedangkan, menurut Azwar (2005) penelitian dengan pendekatan
kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka
yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan
kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian
hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas
kesalahan penolakan hipótesis nihil. Dengan pendekatan kuantitatif akan
diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan
antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif
merupakan sampel besar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Deskriptif dengan jenis penelitian Korelasional. Menurut Gay (Sevilla, et
al., 1993) metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan
data dalam rangka menguji hipótesis atau menjawab pertanyaan yang
penelitian. Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang
dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang
berbeda dalam satu populasi (Sevilla, et al., 1993). Menurut Azwar (2005),
penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki
sejauhmana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu
atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan penelitian
korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel serta saling
hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat dilakukan serentak
dalam kondisi yang realistik. Studi korelasional memungkinkan peneliti
untuk memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan
mengenai ada tidaknya efek variabel satu terhadap yang lain.
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi variabel
Variabel penelitian terdiri atas variabel 1 yaitu makna hidup sedangkan
untuk variabel 2 adalah toleransi beragama
3.2.2 Definisi konseptual variabel
1. Makna hidup
Variabel makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat
yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya
(Bastaman, 2007).
2. Toleransi beragama
Variabel toleransi beragama yaitu bersifat menahan diri, bersikap sabar,
membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap
orang yang berlainan agama (Hasyim, 1979).
3.2.2 Definisi operasional variabel
1. Makna hidup
Definisi operasional variabel makna hidup adalah skor yang
diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses aktualisasi Individu yang
memiliki motivasi eksistensi diri yang menghasilkan nilai-nilai hidup yang
dianggap penting atau berarti baik dalam keadaan senang maupun sulit.
yang akan diteliti terdiri dari 6 sub-variabel yaitu : (1) Memiliki tujuan yang
jelas, (2)Memiliki perasaan yang bahagia, (3) Memiliki rasa tanggung
jawab, (4)Mampu melihat alasan untuk tetap eksis, (5) Memiliki kontrol
diri, (6)Tidak merasa cemas akan kematian
2. Toleransi beragama
Definisi operasional variabel toleransi beragama adalah skor yang
diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses penghormatan, penghargaan,
tanpa memperlakukan diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban
di masyarakat dengan alasan agama yang berbeda. Indikatornya terdiri:
(1) Mengakui hak dan kewajiban setiap orang, (2) Menghormati alam
pikiran orang lain, (3) Tolong menolong dan mampu bekerja sama dengan
orang lain. Peneliti sengaja mempersingkat 5 variabel menjadi 3 variabel
yakni dengan mengakui hak setiap orang dan saling pengertian menjadi
mengakui hak dan kewajiban setiap orang, kemudian menghormati
keyakinan orang lain menjadi menghormati alam pikiran orang lain,
selanjutnya setuju dalam perbedaan, kesadaran sosial dan kejujuran
peneliti wujudkan dalam bentuk tolong menolong dan mampu bekerja
sama dengan orang lain. Dengan demikian 3 indikator ini sengaja untuk
mempermudah penelitian yang ada dengan maksud yang sama
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang
merupakan perhatian peneliti (Kountur, 2007). Sebagai suatu populasi,
kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik
bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar,
2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jamaah kajian di
Masjid Amar Maruf di Bekasi tepatnya dekat Departemen sosial kota
Bekasi dengan status aktif terus mengaji. Populasi terbagi kedalam 2
(wanita). Populasi yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah jamaah
sebanyak 80 orang. selain dan ini didasarkan atas seijin ustadz untuk
menggunakan jam kajian untuk penelitian dan meminta ijin setiap jamaah
setelah kajian selesai juga
3.3.2 Sampel
Menurut Ferguson sebagaimana dalam Sevilla, et al., 1993, sampel
adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Gay
(dalam Sevilla, et al., 1993) menawarkan beberapa ukuran minimum yang
dapat diterima berdasarkan tipe penelitian. Untuk metode korelasional,
jumlah sampel minimum adalah 30 subjek. Sedangkan menurut Arikunto
(2002), jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah 10 – 15 % dari
jumlah populasi. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 15
jamaah Ikhwan (pria) dan 15 jamaah akhwat (perempuan) sehingga total
sampel adalah 30 orang jamaah Salafi di masjid Amar Maruf
3.3.3 Teknik sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu dimana setiap subjek dari responden yang ada berdasarkan ciri-ciri atau sifat yang sesuai demgam karakteristik subjek
penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti diungkapkan oleh
Gay (1976), dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki
dilakukan berdasarkan pertimbangan yang ada karena dalam
pelaksanaannya digunakan pertimbangan hal-hal tertentu yang dikenakan
dalam sub-kelompok (Sevilla, 1993). Adapun karakteristik sampel dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Jamaah Salafy Ikhwan (pria) atau Akhwat (perempuam) yang aktif
mengikuti kajian lebih dari 1 tahun
2. Dengan rentang usia 17 – 35 tahun
3. Subjek berpendidikan minimal lulusan SMP atau sederajat karena
diduga dengan pendidikan tersebut Subjek dirasa mampu untuk
membaca dan memahami instruksi yang terdapat dalam kuesioner
penelitian
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Metode dan instrumen penelitian
Penelitian ini menggunakan angket dengan model skala Likert
sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini terdapat dua skala
yaitu skala makna hidup dan skala toleransi beragama. Teknik yang
digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan
kuisioner, yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, sikapnya terhadap sesuatu, atau hal-hal yang diketahuinya.
Dalam model skala Likert terdapat 5 (lima) kategori jawaban dan
ini skala yang digunakan hanya ada 4 kategori, yaitu Sangat Setuju (SS),
Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), sedangkan
Ragu-Ragu (R) tidak digunakan. Menurut Sevilla, et al., (1993) banyak
peneliti yang memberikan penekanan pada kecenderungan responden
untuk “mengamankan” dan menempatkan jawaban ereka ditengah sebagai
angka netral. Hal ini disebut pengaruh “kecenderungan sentral”. Individu
yang mempunyai kecenderungan tersebut selalu menghindari perilaku
atau pengungkapan yang ekstrim. Dengan demikian, peneliti memutuskan
untuk tidak menggunakan kategori jawaban yang bersifat netral atau
Ragu-Ragu (R) untuk mendorong responden memutuskan jawaban yang bersifat
positif atau negatif. Adapun penilaian skala Likert dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 3.1 .
Kategori Jawaban Skala Likert
JAWABAN FAVOURABLE UNFAVOURABLE
SS 4 1 S 3 2 TS 2 3 STS 1 4
Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
adalah :
1) Skala Makna Hidup. Skala ini disusun peneliti mengacu pada teori
Craumbaugh dan Maholick. Dimana dalam penelitian ini aspek-aspek
yang digunakan terdiri dari 6 (enam) aspek, yaitu : memiliki tujuan
jawab,mampu melihat alasan untuk tetap eksis,memiliki kontrol diri,
dan tidak merasa cemas akan kematian
Skala ini disusun menggunakan skala Likert yang terdiri dari sejumlah
pernyataan. Distribusi pernyataan-pernyataan ini dapat dilihat pada tabel
3.2
Tabel 3.2
Blue Print Skala Makna Hidup
VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH
MAKNA HIDUP
1) Memiliki tujuan yang jelas
5) Memiliki kontrol diri
2) Skala toleransi beragama. Skala ini disusun peneliti mengacu pada
teori yang dikembangkan Allport (1954) tentang tolerant personality dan hasil rumusan Umar Hasyim (1979), yaitu : mengakui hak dan
lain, dan tolong menolong serta mau bekerja sama dengan orang
lain. Berikut ini adalah blue print toleransi beragama
Tabel 3.3
Blue Print Skala Toleransi Beragama
VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH
3.4.2 Hasil uji instrumen penelitian
1. Instrumen makna hidup
Berdasarkan hasil uji coba terhadap 40 item dalam instrumen ini,
maka terdapat 37 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun
pada taraf signifikansi 1%. Sedangkan 3 item lainnya tidak valid yakni
28,33, 38. Semua item yang valid digunakan untuk penelitian. Adapun
nomor-nomor item yang digunakan yaitu: Berikut ini adalah blue print
Tabel 3.4.
Blue Print Revisi Skala Makna Hidup
VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH
MAKNA HIDUP
1) Memiliki tujuan yang jelas
5) Memiliki kontrol diri
Uji realibilitas skala makna hidup ini menggunakan Alpha
Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,954
dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.
Tabel 3.5.
Kaidah Reliabilitas Guilford
KRITERIA KOEFISIEN RELIABILITAS
SANGAT RELIABEL > 0.9
RELIABEL 0.7 – 0.9
CUKUP RELIABEL 0.4 – 0.7
KURANG RELIABEL 0.2 – 0.4