• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama pada jamaah salafy di Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama pada jamaah salafy di Bekasi"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

Rangga Prawira

NIM : 104070002402

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

(2)

ii

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini adalah benar adanya yang merupakan hasil karya asli / original saya sendiri tanpa ada mencontek atau menjiplak hasil karya orang lain baik di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atau Universitas lainnya sebagai syarat kelulusan dan guna mendapatkan gelar sarjana Strata 1 (S1) Psikologi yang berasal dari Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber penulisan yang tercantum sudah sesuai dengan kebijakan atau aturan yang sudah ditentukan oleh Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti melanggar aturan atau kebijakan yang ada, penulis bersedia mengikuti aturan atau kebijakan yang telah ditetapkan oleh Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai penentu kelulusan dan pemberi gelar akademik pada sarjana Strata 1(S1) Psikologi.

Jakarta, 04 November 2010

(3)

iii Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

OLEH :

RANGGA PRAWIRA 1040 7000 2402

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si

(4)

iv

munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta pada tanggal 04 November 2010 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi).

Jakarta, 04 November 2010

Disahkan oleh :

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua merangkap anggota Sekertaris merangkap anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si

NIP 130885552 NIP 195612231983032001

Penguji :

Penguji 1 Penguji 2

Ikhwan Luthfi, M.PSi Solicha, M.Si

NIP 197307102005011006 NIP 19720415999032001

Pembimbing :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag Ghazi, M.Si

(5)

v

‘D

i antara sekian banyak kehendak manusia, yang terpenting

adalah kehendak untuk bermakna.

S

etiap manusia secara alamiah keinginan untuk bermakna.

I

a selalu ingin memberi makna kepada setiap hal

yang ada pada dirinya.

B

ermakna

adalah keinginan manusia yang alamiah’

-Viktor Frankl-

K

arya ini ku dedikasikan untuk kedua orang tuaku dan semua orang

dalam hidupku yang telah memberikan makna dan hakikat hidup yang

(6)

vi (E) x + 91 halaman

(F) Dewasa kini banyak sekali permasalahan yang berhubungan dengan kerukunan umat beragama baik internal maupun eksternal, dimana begitu banyak organisasi masyarakat yang berafiliasi atas nama agama atau golongan suatu agama tertentu, melakukan tindakan yang melegalkan kekerasan dengan nama agama. Frankl menghubungan makna hidup dengan agama atau spirtualitas (Bastaman, 2007) dengan keyakinan itu dapat menjadi bimbingan atau petunjuk dalam menemukan kebahagiaan didalam hidup mereka. Banyak orang mencari kebahagiaan, salah satunya yakni dengan menemukan makna hidup mereka. Dengan makna hidup mereka dapat mengetahui tujuan hidup, memiliki kebahagiaan, rasa tanggung jawab, alasan eksis, kontrol diri dan tidak takut akan kematian. Salah satu sarana menemukan makna hidup adalah dengan beragama. Namun demikian ada pemahaman suatu agama disalah gunakan seperti golongan radikal misalnya Wahhabi atau Salafy dan sejenisnya. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian yang mencari hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama.

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan metode korelasi. . Tempat penelitian ini adalah tempat kajian salafy di jabodetabek khususnya di Amar Maruf di Bekasi. Dengan sampel sebesar 30 orang jamaah. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling. Penelitian ini menggunakan instrument yakni dengan model skala likert yaitu skala makna hidup dan toleransi beragama. Teknik menghitung dan mengolah data menggunakan analisa seperti stastik deskriptif untuk menjelaskan keumuman subjek. Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitas instrument skala dan Shapiro Wilk menguji data distribusi normal.selanjutnya Levene’s Test untuk menguji homogenitas sampel data dan korelasi produk moment untuk menguji hubungan antara dua variabel.

(7)

vii

(8)

viii

lahir dan batin kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang sempurna bagi seluruh umat manusia di muka bumi ini hingga akhir zaman.

Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak luput dari berbagai rintangan yang harus dihadapi, namun penulis telah berusaha seoptimal mungkin untuk menyajikan hasil penelitian dengan baik, meskipun

Masih banyak kekuarangan dalam penulisannya. Penulis juga menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Umar Jahja Ph.D. Selaku dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag dosen pemimbing skripsi 1 yang telah banyak memberikan bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini ditengah kesibukannya dengan penuh kesabaran. Semoga Allohlah yang membalas kebaikan bapak, amien

3. Bapak Ghazi, M.Si dosen pembimbing skripsi 2 yang telah banyak bersedia menyediakan waktunya ditengah kesibukkan beliau untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr Achmad Syahid, M. Ag selaku dosen pembimbing akademik kelas D angkatan 2004 yang telah menjadi pembimbing yang baik untuk kami 5. Segenap dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

(9)

ix

pencarian karya – karya Ilmiah dalam skripsi ini. Semoga kebaikan dan kasih diberikan kepada kalian oleh Tuhan yang Maha Esa

8. Orang tua penulis terkasih yakni H Tasman susanto dan Sumarnih yang tanpa mengenal lelah berjuang dan berkorban yang telah memberikan segalanya yang terbaik serta bersabar dalam mendidik penulis sampai saat ini dan tetap menyayangi dengan ikhlas kepada penulis. Semoga Surga diberikan Alloh untuk kalian di negeri yang abadi karena penulis tidak bisa membalasnya dengan apa pun

9. Kakakku semua yakni Eko Apriyanto, Kartika Dewi, Tantri Wulandari, Lestari, Adi Nugroho dan Ayu Pitaloka, dan adikku RIzka Kirena yang membuat aku tahu apa itu kasih sayang keluarga.

Penulis berharap skirpsi ini bisa memberikan manfaat kepada bagi diri penulis dan para pembaca

Jakarta, November 2010

(10)

x

Halaman judul ……… i

Lembar Pernyataan……….ii

Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ………iii

Lembar Pengesahan Ujian………..……….Iv Motto ………v

Abstrak ..………..………vi

Kata Pengantar ……...………..………...viii

Daftar Isi ………...……..………ix

Daftar Tabel ………..………..……….……xiv

Daftar Bagan……….xv

Daftar Gambar ……….…………..………..xvi

Daftar Lampiran..……….………...xvii

BAB 1 PENDAHULUAN…….……….1-11

1.1 Latar Belakang Masalah ………..… 1-7 1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah……….8

1.2.1 Pembatasan masalah ...8

1.2.2 Perumusan masalah ...8

1.3 Tujuan Penelitian ………..9

1.4 Manfaat Penelitian ………9

(11)

xi

2.1.2 Aspek - aspek toleransi beragama ………...15

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama ………18

2.2 Makna Hidup ……….…………...20

2.2.1 Pengertian makna hidup ………. ..20

2.2.2 Dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki Kebermaknaan ………26.

2.2.3 Metode menemukan makna hidup ………...30

2.3 Salafi………....32

2.3.1 Karakteristik salafi ………..33

2.4 Kerangka Berpikir ………...34

2.5 Hipotesis ……….……… 37

BAB 3 METODE PENELITIAN ………..………38-54

3.1 Jenis Penelitian ………...38

3.1.1 Pendekatan penelitian ……….38.

3.2 Variabel penelitian...39

3.2.1 Identifikasi variabel...39

3.2.2 Definisi konseptual variabel ...39

3.2.3 Definisi operasional variabel ....………...40

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ………...41

(12)

xii

3.4.1 Metode dan instrumen penelitian ………43

3.4.2 Hasil uji instrumen penelitian ………...………46

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ………..49

3.6 Prosedur Penelitian ……….49

BAB 4 HASIL PENELITIAN ………...……….51-64

4.1 Gambaran Responden ………..51

4.2 Uji Persyaratan ………..53

4.2.1 Uji reliabilitas makna Hidup………..….53

4.2.2 Uji reliabilitas toleransi beragama……….53

4.2.3 Uji normalitas ………...53

4.2.4 Uji homogenitas ………...56

4.3 Hasil Penelitian ……….58

4.4 Analisa Penelitian ...………..59

4.5 Analisa Tambahan……….60

4.5.1 Perbedaan makna hidup berdasarkan jenis kelamin……….61

4.5.2 Perbedaan makna hidup berdasarkan pendidikan ………61

4.5.3 Perbedaan makna hidup berdasarkan usia ………62

4.5.4 Perbedaan toleransi beragama berdasarkan jenis kelamin …….62

4.5.5 Perbedaan toleransi beragama berdasarkan pendidikan ………63

(13)

xiii

BAB 5

PENUTUP ……….………65-71

5.1 Kesimpulan ……….………65 5.2 Diskusi ………..65 5.3 Saran ………70

(14)

xiv

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Makna Hidup………45

Tabel 3.3 : Blue Print Skala Toleransi agama ….……….46

Tabel 3.4 : Blue Print Revisi Skala Makna Hidup ………47

Tabel 3.5 : Kaidah Reliabilitas Guilford ……….………...47

Tabel 3.6 : Blue Print Revisi Skala Toleransi Beragama ………48

Tabel 4.1 : Distribusi Jenis Kelamin Responden ………51

Tabel 4.2 : Distribusi Tingkat Pendidikan Responden………..52

Tabel 4.3 : Distribusi Usia Responden ……….. ….52

Tabel 4.4 : Uji normalitas ……….54

Tabel 4.5 : Tes Homogenitas Varians……… …..57

Tabel 4.6 : Kategorisasi umum Makna Hidup ………58

Tabel 4.7 : Kategorisasi umum Toleransi Beragama ……….58

(15)

xv

(16)
(17)

xvii 3. Uji normalitas

4. Uji homogentias 5. UJi korelasi 6. UJI t

7. Daftar try out makna hidup

8. Daftar try out Toleransi Beragama 9. Tes makna Hidup

(18)

1.1 L

atar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini perilaku beragama yang terlewat ekstrim banyak

ditunjukan oleh kelompok yang beraliran keras. Gus Dur atau K.H

Abdurrahman Wahid menyatakan sebagai refleksi dari rasa rendah diri,

dan hal tersebut itu mudah ditemukan dalam praktek fatwa sesat,

pengusiran, teror dan pembakaran rumah-rumah kelompok keagamaan di

Indonesia yang mereka anggap sesat. Tentu saja mereka tidak mewakili

umat Islam secara keseluruhan. Meski terus sesumbar mewakili aspirasi

kelompok mayoritas umat, kenyataannya mereka segelintir saja. Dan

salah satunya adalah kelompok Islam Salafy atau Wahhaby atau

Wahhabi. Mereka menganggap diri dan kelompoknyalah yang memiliki

otoritas kebenaran sejati. Kelompok-kelompok lain adalah kafir, penghuni

neraka, dan kalau perlu harus dimusuhi bahkan dibasmi.

(www.islamlib.com).

Salafi juga dikenal golongan yang alergi dengan filsafat dan

tasawuf. Mereka dengan tegas menolak demokrasi, mengurung wanita di

dalam rumah, mengharamkan alat musik dan nyanyianya, membenci

kesenian. Kemudian memerintahkan mereka untuk berjenggot, bergamis,

memakai celana setengah betis bagi laki-laki. Dan bagi perempuan

menggunakan jubah besar dan cadar. Praktek kehiduapn sosial ini

(19)

tampak nyata dalam kehidupan masyarakat Afganistan di bawah

kekuasaan Taliban yang berideologi Wahhabisme. ( Azra, 2002).

Menurut Muqsith, minimal ada empat ciri dalam gerakan-gerakan

neo-Salafi di Indonesia. Pertama, mereka selalu mempersoalkan

Pancasila dan UUD 1945 karena dianggap bukan sebagai ijtihad Tuhan,

melainkan ijtihad manusia. Kedua, adanya ciri penolakan terhadap system

demokrasi yang dianggap sekuler. Ketiga, perjuangan legalisasi syariat

Islam lebih bersifat particular. Dan keempat, penyangkalan terhadap

tradisi atau adat.(www.islamlib.com).

Jalaludin (2007) mengakui, penganut Salafi ditandai dengan

melekatnya perasaan paling suci. Mereka menganggap kelompok mereka

sebagai penganut tauhid murni. Dengan melekatnya perasaan paling suci,

kaum wahabi cenderung ekslusif antipluralisme. Mereka menganggap

surga hanya milik mereka. Sikap itu berdampak pada keengganan mereka

untuk beradaptasi terhadap tradisi setempat. Mereka hanya mengakui

tradisi dari Arab Saudi, tempat asalnya. Dengan demikian apa yang

dikatakan Jalaludin di atas, memiliki landasan histories. Jika saat ini juga

ada kelompok Islam yang corak teologinya puritan dan fundamentalis,

maka memiliki kecenderungan menjadi radikal dan menggunakan teror

dalam ekspresi keagamaannya. (www.rakyataceh.com).

kemudian perilaku puritan dan militerisme terhadap satu ajaran

yang diklaim kebenaran absolut sementara yang lain dianggap salah dan

(20)

penganut keyakinan yang berbeda bahkan dalam satu ajaran yang sama

(dikarenakan setiap agama memiliki pemahaman serta penafsiran yang

berbeda antar kelompok di intern agama itu sendiri). Adapun perilaku

tersebut ada pada tiap aliran pada semua agama bukan hanya agama

Islam saja. Kemudian gerakan radikalisme saat ini berlanjut dengan

adanya konflik antara satu golongan lainnya didalam mengklaim

kebenaran dengan cara kekerasan serta fanatisme buta dalam keyakinan

atau agama, sehingga melahirkan gerakan yang membahayakan

kebebasan beragama. (www.republika.com).

Karena sifat dan ajaran salafi yang keras, kaku dan memaksa itulah

yang sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya yang

sangat toleran dan menerima perbedaan yang ada, sehingga sering

mengakibatkan konflik agama baik yang tampak maupun yang tidak

tampak. Mereka juga mudah menganggap bid’ah bahkan musyrik

beberapa kegiatan tradisi atau adat istiadat yang ada di masyarakat

Indonesia yang merupakan masyarakat penganut paham ahlu sunnah wal

jamaah. Selanjutnya pemahaman agama tersebut dijadikan prinsip dan

jalan hidup bagi mereka sebagai bentuk pemaknaan hidup atas nama

keyakinan. Sehingga mereka terlalu banyak melupakan penghormatan

atas keyakinan beragama orang lain, padahal di sisi lain. Islam menjamin

toleransi keyakinan beragama bahka negara Indonesia pun menjamin hal

yang serupa untuk setiap umat beragama baik secara sosial dan individu

(21)

Frankl (Koeswara, 1987) mengemukakan bahwa masalah makna

hidup dalam bentuknya yang ekstrim bisa timbul dan membayangi setiap

orang. Timbulnya masalah makna hidup dimulai ketika individu memulai

pematangan spiritual. Selanjutnya Frankl (Bastaman, 2007) mengakui

adanya dua peringkat makna hidup yaitu makna hidup paripurna (the ultimate meaning) dan makna hidup pribadi (the personal meaning). Makna hidup paripurna bersifat universal dan mutlak serta dapat dijadikan

makna pribadi. Namun bagi orang-orang non agamis (atheis) dan kurang apresiasinya dengan agama kurang mungkin alam semesta, ekosistem,

pandangan falsafah dan ideology tertentu dianggap memiliki nilai-nilai

universal. Sementara bagi orang-orang yang bergama, Tuhan merupakan

perwujudan tuntunannya. Berbeda dengan makna hidup paripurna yang

universal dan mutlak, maka makna hidup pribadi bersifat unik, personal,

dan spesifik yang berbeda-beda untuk setiap orang dan berbeda dari

waktu ke waktu. (Bastaman, 2007).

Pandangan logoterapi, manusia yang paling hakiki adalah manusia

yang memiliki dimensi ruhani atau spiritual, atau dimensi neotic, disamping dimensi fisik dan dimensi psikologis. Ketiganya satu Kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan dan bukan satu unit kepingan yang dapat

terurai dalam diri manusia. Adanya ketiga dimensi tersebut berpengaruh

besar terhadap kebebasan yang hakiki. Dalam psikis, manusia mampu

lebih luwes, tetapi dapat dimanipulasi. Hanya dalam dimensi sprituallah

(22)

Sedangkan menurut Frank realisasi keagamaan yang matang dapat

membantu dalam penemuan makna hidup, namun Frankl juga mengakui

bahwa agama bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi

kebermaknaan hidup, akan tetapi manusia dapat menemukan

kebermaknaan hidup melalui realisasi nilai-nilai manusiawi (dalam

Bastaman, 2007). Nilai-nilai tersebut meliputi :

1) Nilai-nilai kreatif, tercermin pada saat seseorang melakukan karya,

karsa, dan cipta serta melakukan tugas dan kewajiban

sebaik-baiknya.

2) Nilai-nilai penghayatan, yaitu apa yang diperoleh atau dihayati

seseorang dari hidup. Ini tercermin pada upaya seseorang dalam

meyakini serta menghayati nilai-nilai tertentu seperti nilai

keindahan, kebenaran, kebajikan, dan lain sebagainya. Selain itu

nilai-nilai penghayatan tercermin saat saling memberi kasih antar

sesamanya.

3) Nilai-nilai bersikap. Nilai ini dikembangkan oleh seseorang agar ia

mampu mengambil sikap yang tepat terhadap keadaan dan

penderitaan yang tidak dapat dielakan lagi, setelah segala upaya

yang dilakukansecara maksimal dan ternyata tidak berhasil

mengatasinya.

Pengalaman beragama termasuk kedalam dimensi spiritual

(23)

sebagai unsur keberagamaan namun Bastaman menemukan keimanan

(faith) sebagai dasar dari kehidupan beragama adalah salah satu dimensi dalam makna hidup. Unsur-unsur tersebut ternyata bila disimak dan

direnungkan secara mendalam ternyata merupakan kehendak, sikap, sifat

dan tindakan khas insani yakni, pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi

keunggulan-keunggulan dan meminimalkan kelemahan-kelemahan

pribadi. Dengan demikian dilihat dari segi dimensi-dimensinya dapat

diungkap melalui sebuah prinsip, yaitu keberhasilan mengembangkan

penghayatan hidup bermakna dilakukan dengan jalan menyadari dan

mengaktualisasikan potensi kualitas-kualitas insani. Ada dimensi-dimensi

yang tidak disadari meski dimensi ini satu-satunya dimensi yang kasat

mata yakni dimensi ragawi dan menggambarkan eksistensi manusia

sebagai uniter biopsikososial spiritual (Bastaman, 2007).

Bangsa Indonesia terkenal bangsa yang madani. Dimana di dalam

kehidupan beragama negara memberikan kesempatan yang sama dan

seluas-luasnya untuk setiap pemeluk agama dalam mengaktualisasikan

diri mereka dalam menghayati ajaran agama mereka dengan

sebaik-baiknya. Namun karena bangsa Indonesia bukan negara agama, maka

negara ini membut undang-undang yang mengatur masalah

keberagamaan untuk semua agama. Agar tidak ada dominasi satu agama

terhadap agama lainnya (penyetaraan hak dan kewajiban). Sehingga

tercipta harmonisasi dan toleransi yang ada di antara umat beragama

(24)

spiritual (Jamrah, 1986) Abdullah bin Nuh dalam kamus-barunya

menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain

berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang berlainan

agama. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Hasyim (1979)

mengungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap

menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian

pandapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dan sebagainya yang lain

atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.

Sehingga dengan alasan tersebut peneliti ingin mengetahui

Hubungan antara makna hidup dengan toleransi beragama

dikalangan jamaah salafy (wahhabi) di Bekasi.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian ini tidak melebar.

Pembatasan masalahnya sebagai berikut :

1. Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat

berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan

hidup yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan

(25)

2. Toleransi yang didefiniskan dalam Hasyim (1979) dalam

kamus-barunya menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa

tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa

terhadap orang yang berlainan agama.

3. Salafi adalah penyebutan nama dalam mengikuti jalan beragama

para Salafusshaleh yakni generasi terbaik dalam Islam yakni

Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin adapun peneliti disini adalah meneliti

Salafi yang sering dikenal dengan Wahhabi yang berarti pengikut

Muhammad Bin Abdul Wahab yang bermazab Imam Hambali yang

memiliki ciri menolak keras bidah dan khurafat, serta berusaha

memurnikan kembali ajaran Islam seperti awal dakwah Nabi

Muhammad SAW (Assidawi,2007)

4. Adapun subjek penelitian disini adalah jamaah Salafy atau

Wahhabi di Masjid Amar Maruf Bekasi.

1.2.2 Perumusan Masalah

Dengan pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan

masalah penelitian ini yakni apakah ada hubungan antara makna hidup

(26)

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin menguji hubungan yang signifikan

antara makna hidup dan toleransi beragama pada jamaah Salafi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian, peneliti membaginya sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis. Manfaat teoritis yang didapat dari penelitian ini

menjadi tambahan pengetahuan yang baru bagi dunia keilmuan

Psikologi terutama logoterapi, Psikologi sosial dan psikologi agama.

2. Manfaat praktis. Manfaat praktis yang didapat dari penelitian ini

untuk :

a. Mengetahui makna hidup dari sebuah aliran yang dianggap

“keras” oleh sebagian umat Islam sehingga kita dapat menilai

lebih objektif dalam menilai mereka kemudian mengetahui

karakter dan tingkah laku mereka di masyarakat sebagai

anggota sosial masyarakat untuk menghindari konflik yang

besar dan luas guna mewujudkan masyarakat yang aman dan

damai yang merupakan modal terbesar pembangunan nasional

(27)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah di dalam penulisan penelitian, peneliti

menggunakan standar APA (American Psychology Association) Style. Dan di dalam sistematika penulisan ini penulis membaginya menjadi

beberapa bab dan subbab agar lebih teratur dan tersistematis dengan

baik. Sistematika penulisannya sebagai berikut :

Bab 1 Pendahuluan : Latar belakang masalah,

,pembatasan dan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, sistematika penulisan

Bab 2 Kajian Teori : Definisi toleransi, asas toleransi

beragama, faktor-faktor yang

mempengaruhi toleransi

beragama. Pengertian makna

hidup, dimensi makna hidup serta

karakteristik individu yang

memiliki kebermaknaan hidup,

metode menemukan makna

hidup,

Bab 3 Metode Penelitian : Pendekatan dan metode

penelitian, populasi, sampel dan

(28)

teknik pengumpulan data,

metode pengolahan data.

BAB 4 Hasil Penelitian : Gambaran umum responden,

hubungan antara makna hidup

dengan toleransi beragama pada

jamaah salafy atau wahhabi

(29)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Untuk memperjelas penelitian ini dibutuhkan teori yang sesuai dengan

judul penelitian guna mendukung penelitian yang ilmiah. Dan sebagai

berikut teori yang ada :

2.1 Toleransi Beragama

2.1.1 Definisi toleransi beragama

Toleransi terhadap sesuatu mengandung pengertian bahwa setiap

individu secara pasti tidak menyukai sesuatu tetapi dalam derajat

ketidaksukaan individu tersebut harus tahan terhadap sesuatu. Terkadang

istilah toleransi lebih bermakna kasar. Orang yang bersahabat dikatakan

sebagai toleran apabila ia tidak membedakan ras, warna kulit, atau

keyakinan. Dia tidak hanya tahan terhadap perbedaan tetapi secara umum

menerima adanya perbedaan tersebut (Allport, 1954). Allport memberikan

batasan yang sederhana terhadap istilah toleransi sebagai berikut :

(30)

Berdasarkan batasan yang diberikan Allport maka istilah toleransi

mempunyai pengertian suatu sikap yang bersahabat dan penuh percaya

dari seseorang terhadap orang lain yang tidak memperdulikan pada

kelompok mana mereka berasal. Manifestasi toleransi ini adalah sikap mau

menerima orang lain. Sehingga toleransi beragama adalah suatu sikap

seseorang yang menerima kehadiran orang lain yang berlainan agama

dengan dirinya dan menghormati keyakinannya meskipun ia tidak

menyetujuinya. Kemudian Abdullah bin Nuh (Hasyim, 1979) dalam

kamus-barunya menjelaskan pengertian toleransi berasal dari bahasa

tolerare yang berarti bersifat menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap orang yang

berlainan agama. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Hasyim, 1979)

mengungkapkan bahwa pengertian toleransi yaitu sifat atau sikap

menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian

pandapat, pandangan, kepercayaan, kelakuan dan sebagainya yang lain

atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.

Sedangkan Hasyim memberikan makna tasamuh yang berarti bersikap lapang dada dan saling menghormati. Dalam pengertiannya

membiarkan kerukunan hidup bukan berarti mengintegrasikan akidah

ajaran suatu agama dengan lainnya (sinkretisme). Tetapi kerukunan hidup

beragama adaah saling menghormati, bertoleransi, tepo seliro dalam

(31)

Selanjutnya Allport (1954) membagi menjadi 6 macam bentuk

toleransi berdasarkan uraian bab tolerant personality, yaitu :

1. Conformity tolerance. Toleransi terjadi karena suatu masyarakat memberikan standar, aturan, atau kode etik tertentu yang mengatur

toleransi. Mereka menjadi toleran karena berusaha conform

dengan peraturan yang ada.

2. Character conditioning tolerance. Berbeda dengan yang pertama, toleransi bentuk ini terjadi karena seseorang mengembangkan

suatu bentuk positif organisasi kepribadian yang berfungsi penuh

arti dalam totalitas kepribadiannya. Orang-orang ini memiliki

penghargaan positif terhadap orang lain, siapapun ia, mereka

mempunyai pandangan terhadap dunia yang positif.

3. Millitant tolerance. Orang seperti ini berjuang menentang tindakan yang menujukkan intoleransi. Mereka adalah orang-orang yang

intoleran dengan intoleransi.

4. Passive tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang berusaha mencari perdamaian dan mengusahakan jalan damai terhadap

segenap tindakan intoleransi. Langkah-langkah yang mereka ambil

dalam menghadapi permasalahan intoleransi adalah dengan cara

menghasilkan suatu perdamaian bagi seluruh pihak

5. Liberalism tolerance. Tipe ini adalah orang-orang yang kritis terhadap status quo, mereka menginginkan perubahan sosial yang

(32)

menginginkan adanya perubahan yang revolusioner terhadap

keadaan masyarakat yang dilihatnya sebagai intoleransi

6. Radicalism tolerance. Dalam pengertian politis, radikalisme hamper bermakna sama dengan liberalisme, perbedaannya

hanyalah dalam segi intensitasnya yang lebih tinggi dari

liberalisme. Orang-orang yang toleran melakukan kritik yang

radikalisme (mengakar) terhadap keadaan-keadaan yang

dianggapnya tidak toleran.

Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa toleransi agama adalah

proses penghormatan, penghargaan, penerimaan atas keyakinan atau

kepercayaan atau agama yang berbeda tanpa memperlakukan

diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban di masyarakat dengan

alasan agama atau keyakinan berTuhan yang berbeda.

2.1.2 Aspek–aspek toleransi

Yang dimaksud dengan aspek-aspek toleransi disini ialah suatu

sikap atau tindakan yang merupakan dasar bagi terwujudnya toleransi

tersebut, khususnya toleransi antar umat beragama (Jamrah, 1986).

Adapun aspek toleransi tersebut antara lain ialah :

1. Dialog antar umat beragama

Adapun yang dimaksud dengan dialog antar umat beragama

(33)

beragama. Dalam suasana ini, kiranya dialog antar beragama sangat

penting dan harus selalu diadakan, untuk menuju toleransi, sehingga

tercipta rukun dan damai antar umat beragama tersebut. Dengan dialog,

setiap umat beragama membuka diri bagi pandangan yang berbeda-beda

dengan tetap diharapkan agar setiap umat beragama sadar bahwa tidak

selamanya perbedaan menuju kepada permusuhan.

2. Kerja sama kemasyarakatan

Kerja sama atau tolong menolong adalah suatu dasar umum bagi

semua masyarakat. Sehubungan dengan toleransi antar umat beragama

maka kerjasama ini adalah suatu dasar bago terwujudnya toleransi

tersebut. Bila kerja sama ini terbina dengan baik kiranya bisa digambarkan

bahwa toleransi akan terwujud. Melalui kerjasama sosial kemasyarakatan,

rasa saling ketergantungan, rasa keakraban dan persaudaraan serta rasa

saling hormat antar umat beragama dapat dipupuk dengan baik sehingga

dalam menghadapi persoalan-persoalan agamis yang serba berbeda itu,

akan terwujud pula sikap toleransi. Hasyim mengemukakan beberapa segi

toleransi (Hasyim, 1979) yaitu :

1. Mengakui hak setiap orang, yakni mengakui hak asasi

manusia pada umumnya yang telah disepakati bersama

2. Menghormati keyakinan orang lain, yakni memberikan

penghargaan dan kesantunan dalam memahami keyakinan

(34)

3. Setuju dalam perbedaan, yakni menerima perbedaan baik

dalam keyakinan maupun pendapat dalam kemasyarakatan

4. Saling pengertian, yakni saling menerima dan memahami

apa yang ada pada masing – masing keyakinan

5. Kesadaran dan Kejujuran yakni upaya diri dalam melihat

realitas sosial yang ada bahwa mengakui dengan jujur

bahwa ada perbedaan yang nyata pada keyakinan dan

kemasyarakatan

Manusia sebagai individu memiliki kebebasan penuh dalam

pendirian, berkeyakinan, berpikir, dan bertindak. Setiap individu harus

mengakui dan menghormati agama lain, karena semua itu adalah azas

toleransi. Kerukunan hidup antar umat beragama bukan saja terciptanya

kedamaian semu, tetapi harus diarahkan kepada keharmonisan hubungan

dalam dinamika pergaulan dan kehidupan masyarakat yang saling

menguatkan serta diikat oleh sikap saling mengendalikan diri, saling

menghormati, kebebasan orang lain dalam menjalankan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaannya. Dengan adanya kesadaran

beragama dan sikap toleransi terhadap umat lain akan tercipta suatu

kondisi hidup yang rukun dalam bermasyarakat. Toleransi berjalan baik,

keadaan menjadi aman dan tenteram bila kedua pihak saling pengertian

atau tenggang rasa. Rasanya semua agama menghendaki hal ini, akan

tetapi bila bertepuk tangan maka yang terjadi setelah kegelisahan,

(35)

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama

Allport (1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi

toleransi pada diri seseorang merupakan hasil dari interaksi faktor yang

mempunyai arah yang sama, yang secara garis besar dapat digolongkan

kedalam tiga faktor utama yaitu :

1. Awal kehidupan

Orang-orang toleran yang dilahirkan dan dibesarkan dengan

atmosfir yang positif. Mereka merasa diterima, dicintai oleh keluarganya

terlepas apapun yang mereka lakukan. Mereka dibesarkan dlam suasana

yang penuh dengan perlindungan bukan dengan suasana yang penuh

ancaman. Mereka mempunyai sikap yang lugas dalam beragama

terhadap orang tuanya. Mereka mampu menanganinya secara

memuaskan tanpa harus tertekan ataupun mereka menjadi pencari

kesalahan orang lain. Keluwesan mental terbaik pada orang toleran

adalah tampil pada penolakkannya terhadap logika dua sisi (abu-abu). Di

sekolah, orang-orang toleran tidaklah terpaku harus membuat sesuatu

secar persis, sesuai urutan,interaksi atau penjelasan sebelum mereka

melakukan tugas atau pekerjaan tertentu. Mereka mampu toleran

terhadap hal-hal yang kabur, mereka tidak menuntut kejelasan dan

kestrukturan sesuatu.Mereka mempunyai toleransi yang sukup tinggi

terhadap frustasi. Mereka tidak mudah panik dalam keadaan terancam,

(36)

langsung menyalahkan orang lain, sebaliknya dirinya sendiri meskipun ia

tidak akan terjatuh.

2. Pendidikan

Toleransi adalah tanda intelegen, sementara overkategorisasi

proyeksi, salah penempatan adalah tanda kebodohan. Meskipun demikian

masih dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis membuat

orang menjadi toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak

aman (insecurity) dan kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuata seseorang melihat keadaanya masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan

dan memandang bahwa kemakmuran suatu kelompok berkaitan dengan

seluruh kelompok yang ada. Allport menjelaskan, berdasarkan penelitian

bahwa pengetahuan tidaklah membuahkan toleransi. Demikian pula

pendidikan tidak mempunyai hubungan erat dengan sikap seseorang.

Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan akan mengingkatkan rasa

ama lebih mempertinggi kebiasaan orang untuk bersikap kritis. Akan tetapi

ini pun lebih berupa hasil dari latihan khusus dalam masalah antar budaya

yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum sekolah, kecil sekali yang

disebabkan oleh latihan-latihan di kampus.

Meskipun pendidikan, khususnya pendidikan antar budaya,

menghasilkan toleransi. Hal ini tidak berlangsung begitu saja. Korelasi

keduanya memang cukup menarik, meskipun tidak bermakna. Allport

(37)

3. Kemampuan empati

Kemampuan empati atau the ability to size up people atau disebut sebagai intelegensi sosial atau kepekaan sosial. Orang yang toleran lebih

akurat dalam menentukan kepribadian orang lain, mereka mempunyai

kemampuan menempatkan diri pada keadaan orang lain. Mereka peka

terhadap prasangka pemikiran orang lain.

2.2 Makna Hidup

2.2.1 Pengertian tentang makna hidup

Dalam kamus psikologi, makna (meaning) dalam James P Chaplin (2006) mempunyai arti :

1) Sesuatu yang dimaksudkan atau diharapkan,

2) Sesuatu yang menunjukkan satu istilah atau simbol tertentu.

Dengan demikian makna hidup adalah sesuatu yang dimaksudkan atau

diharapkan dalam hidup yang menunjukan satu istilah atau simbol tertentu

dalam hidup

Makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat

berarti bagi kehidupan seseorang yang berfungsi sebagai tujuan hidup

yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya

(Bastaman, 2007). Makna hidup adalah sesuatu yang dianggap penting,

benar, dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang.

Bastaman (2007). Makna hidup menurut Frankl (dalam Bastaman, 2007)

(38)

dengan hubungan individu dengan pengalaman hidupnya. Frankl juga

mengemukakan bahwa keberhasilan dicapai dengan jalan berusaha

mempertahankan dan mengembangkan kehendak untuk hidup secara

bermakna (the will to meaning) meskipun mengalami penderitaan yang luar biasa. Frankl mengembangkan logaoterapi, yaitu corak psikologi yang

dilandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang

mengakui adanya dimensi kerohanian disamping dimensi ragawai dan

dimensi kejiwaan (termasuk dimensi sosal). Frankl beranggapan bahwa

makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih hidup bermakna (the meaningful life).

Frankl memusatkan perhatiannya pada makna hidup dan pada

upaya manusia untuk mencari makna hidup tersebut. Frankl percaya

bahwa perjuangan individu untuk menemukan makna hidup adalah

motivator utama orang tersebut. Itulah yang menyebabkan Frankl

menyebutnya sebagai keinginan untuk mencari makna hidup, yang sangat

berbeda dengan pleasure principle (prinsip untuk mencari kesenangan atau lazim dikenal dengann keinginan untuk mencari kesenangan) yang

merupakan dasar dari aliran psikoanalisa Freud dan juga berbeda dengan

will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), dasar dari aliran psikologi Adler yang memusatkan perhatian pada striving for superiority (perjuangan untuk mencari keunggulan). (Frankl, 2004). Jadi inti dari

(39)

untuk suatu tujuan tertentu. Motivasi utama dari manusaia adalah untuk

menemukan tujuan itu, makna hidup (Abidin, 2007)

. Menurut Yalom (dalam Bastaman, 2007) makna hidup

menunjukkan bahwa didalamnya terkandung juga tujuan hidup, Frankl

mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai satu kesatuan

raga-jiwa-rohani yang tidak terpisahkan. Adapun inti dari ajaran logoterapi

dirumuskan sebagai berikut (Fabry dalam Bastaman, 2007) :

1. Hidup bermakna dalam kondisi apa pun

2. Kita memiliki “kehendak hidup bermakna” dan menjadi individu

yang bahagia hanya ketika kita merasa telah terpenuhinya

3. Kita memiliki kebebasan dengan segala keterbatasannya untuk

memenuhi makna hidup kita.

Makna hidup memiliki wawasan mengenai manusia yang

berlandaskan tiga pilar filosofis yang satu dengan lainnya erat hubungan

dan saling menunjang, yaitu kebebasan berkehendak (freedom to will), kehendak hidup bermakna (will to meaning), dan makan hidup (meaning of life). (Frankl dalam Bastaman, 2007). Berkaitan dengan aktualisasi diri (self actualization), Frankl menyatakan bila aktualisasi diri dijadikan sebagai target langsung maka akan membuahkan kegagalan pribadi.

Manusia mungkin hanya dapat mengaktualisasikan dirinya melalui

seberapa ia meraih suatu makna atau seberapa luas ia menemukan

manusia lainnya. Aktualisasi diri ini dicapai dengan kemampuan

(40)

berdasarkan ketiga asumsi tersebut antara satu dengan lainnya saling

berkaitan erat (koeswara, 1987) yaitu :

a. Kebebasan berkendak (the freedom of will)

Manusia tidak dapat bebas dari pengaruh kondisi biologis,

psikologis, sosiologis, dan kesejahteraan, akan tetapi yang demikian itu

manusia tetap memiliki kebebasan untuk mengambil sikap atau bebas

memilih respon guna menghadapi kondisi eksternal yang mempengaruhi

hidupnya. Ia memandang bahwa kebebasan itu terbatas dan menuntut

seseorang bertanggungjawab atas kebebasannya.

b. Kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning)

Kehendak akan makna merupakan motivasi besar yang menjadi

penggerak utama dari kepribadian manusia dan memiliki kekuatan besar

sehingga mampu mengarahkan motivasi-motivasi lainnya. Dalam

bertingkah laku, manusia mengarahkan apa yang ingin dicapainya dalam

hidup yaitu makna. Kebutuhan akan makna lebih tepat daripada dorongan

akan makna.

Menurut Frankl (dalam Koeswara, 1987) istilah ini menunjukkan

bahwa makna berada diluar manusia dan manusia dapat menerima atau

menolaknya. Makna dan nilai-nilai adalah hal yang harus dicapai bukanlah

dorongan. Makna dan nilai-nilai hidup lebih bersifat mernarik dan

(41)

c. Kebermaknaan hidup (the meaning of life)

Keinginan utama pada manusia adalah makna. Manusia memiliki

kapasitas untuk menemukan makna hidup, bahkan dalam keadaaan

menderita atau diambang kematian. Frankl menyatakan bahwa makna

akan ditemukan pada setiap orang. Makna memiliki kualitas objektif

sebagai sesuatu yang ditemukan (discovered) dan bukan sesuatu yang diciptakan atau dihasilkan.

Frankl (dalam Bastaman 2007) membagi dua peringkat makna

hidup yaitu makna hidup paripurna (the ultimate meaning) dan makna hidup pribadi (the personal meaning). Makna hidup paripurna bersifat universal dan mutlak serta dapat dijadikan makna pribadi. Namun bagi

orang-orang non agamis (atheis) dan kurang apresiasinya dengan agama kurang terhadap Tuhan mungkin menganggap bahwa alam semesta,

ekosistem, pandangan falsafah dan ideology tertentu dianggap memiliki

nilai,tujuan-tujuan yang jelas.. Kemudian bagi orang beragama Tuhan

merupakan perwujudan tuntunannya berbeda dengan makna hidup

paripurna yang universal mutlak, maka makna hidup pribadi bersifat unik,

personal, dan spesifik yang berbeda-beda untuk setiap orang dan berbeda

dari waktu ke waktu (Bastaman, 2007).

Kemudian Bastaman (2007) membagi kehidupan yang bermakna

(42)

1 Penghayatan hidup bermakna

Penghayatan hidup bermakna merupakan gerbang menuju ke arah

kepuasan dan kebahagian hidup (Bastaman, 2007). Mereka benar-benar

menghayati bahwa hidup dan kehidupan mereka bermakna, mereka

menjalankan keseharian dengan semangat dan gairah hidup serta

tanggung jawab serta merencanakan tujuan-tujuan yang jelas. Sikap

tabah ditunjukkanya ketika keadaan sulit dan tidak menyenangkan

dihadapinya karena mereka sadar bahwa dalam keadaan bagaimanapun

ada makna dan hikmah, karena mereka menyakini bahwa makna hidup

dapat ditemukan dalam keadaan kehidupan itu sendiri betapapun

buruknya keadaan yang dihadapinya.

2. Penghayatan hidup tak bermakna

Tidak disadarinya bahwa dalam kehidupan begitu banyak makna

hidup potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan menjadi

pemicu penghayatan hidup tak bermakna. Menghayati hidup tanpa

makna menimbulkan suatu neurosis yang disebut dengan neurosis menurut logoterapi adalah keadaan tanpa makna. Neurosis diantaranya adalah frustasi eksistensial dimana dalam kehidupan kehendak untuk

bermakna sebagai motif manusia mungkin saja tidak terpenuhi, antara lain

karena ketidakmampuan melihat bahwa dalam kehidupan itu sendiri

terkandung makna hidup yang potensial sifatnya ayng perlu disadari dan

ditemukan. Keadaaan ini menimbulkan semacam frustasi yang disebut

(43)

“meaningless” (Bastaman, 2007). Frustasi eksistensial ini gejala-gejalanya tidak terungkap secara eksplisit dalam penghayatan kebosanan dan

apatis. Neurositis yang ditimbulkan frustasi ini dalam logoterapi disebut neruosis noogenik. Gejala-gejalanya tersebut biasanya serba bosan, kehilangan minat dan inisatif, kehilangan arti dan tujuan hidup, gairah

kerja menurun. Tak jarang pula penderita neruosis ini menggugat atas kelahirannya ke dunia ini. Ia sering berpikir bahwa bunuh diri merupakan

jalan keluar terbaik untuk lepas dari penghayatan tak bermakna tetapi

untuk hal itu ia merasa ngeri, takut dan tidak siap untuk mati (Bastaman,

2007)

Sehingga peneliti menyimpulkan bahwa makna hidup adalah suatu

proses aktualisasi individu yang memiliki motivasi eksistensi diri yang

menghasilkan nilai – nilai hidup yang dianggap penting atau berarti baik

dalam keadaan senang maupun sulit ataupun dalam keadaan yang

terarah maupun tidak terarah guna eksistensi individu tersebut

2.2.2 Dimensi makna hidup serta karakteristik individu yang memiliki

kebermaknaan

Bastaman (2007) menemukan beragam komponen dan secara

umum semuanya dapat dikategorikan dalam empat dimensi yaitu :

1. Dimensi personal. Unsur-unsur yang merupakan dimensi personal

(44)

a. Pemahaman diri (self insight), yaitu meningkatkan kesadaran atas buruknya kondisi diri apda saat ini dan keinginan kuat

untuk melakukan perubahan ke arah kondisi yang lebih baik.

b. Pengubahan sikap (changing attitude) dari yang semuala tidak tepat menjadi lebih tepat dalam menghadapi masalah, kondisi

hidup dan musibah yang tak terelakan.

2. Dimensi sosial. Unsur dimensi sosial (social support), yakni hadirnya seseorang atau sejumlah orang yang akrab, dapat dipercaya dan

selalu bersedia memberikan bantuan pada saat yang dibutuhkan

3. Dimensi nilai. Adapun unsur-unsur dimensi nilai meliputi :

a. Makna hidup (the meaning of life). Yakni niali-nilai penting dan sangat berarti bagi kehidupan berarti seseorang yang berfungsi

sebagai tujuan hidup yang harus dipenuhi dan mengarah

kegiatan-kegiatannya.

b. Kegiatan terarah (directred activities). Yakni upaya-upaya yang dilakukan secara sadar dan sengaja berupaya pengembangan

potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang

positif serta pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang

tercapainya makna serta tujuan hidup

c. Keikatan diri (self commitment), terhadap makna hidup yang ditemukan dan tujuan yang ditetapkan.

4. Dimensi Spiritual. Meski Frankl (dalam Bastaman, 2007) tidak

(45)

menemukan keimanan (faith) sebagai dasar dari kehidupan beragama adalah saalah satu dimensi dalam makna hidup. Unsur-unsur tersebut

ternyata bila disimak dan direnungkan secara mendalam ternyata

merupakan kehendak, sikap, sifat dan tindakan khas insani yakni,

pribadi pada dasarnya mengoptimalisasi keunggulan-keunggulan dan

meminimalkan kelemahan-kelemahan pribadi. Dengan demikian dilihat

dari segi dimensi-dimensinya dapat diungkap melalui sebuah prinsip,

yaitu keberhasilan mengembangkan penghayatan hidup bermakna

dilakukan dengan jalan menyadari dan mengaktualisasikan potensi

kualitas-kualitas insani. Ada dimensi-dimensi yang tidak disadari meski

dimensi ini satu-satunya dimensi yang kasat mata yakni dimensi

ragawi dan menggambarkan eksistensi manusia sebagai uniter biopsikososial spiritual (Bastaman, 2007).

Selanjutnya karakteristik atau ciri-ciri individu yang memiliki

kebermaknaan hidup menurut Crumbaugh dan Maholick (Paloutzian,

1981) karakteristik individu yang memiliki kebermaknaan hidup adalah :

a. Memiliki tujuan yang jelas yaitu manusia memiliki tujuan atau

arah hidup (directred life) berupa kegiatan atau pencapaian cita-cita atau keinginan sebagai upaya yang dilakukan secara sadar

dan sengaja sebagai upaya mengembangkan potensi-potensi

pribadi (bakat, kemampuan, keterampilan) yang positif serta

pemanfaatan relasi antar pribadi untuk menunjang tercapainya

(46)

b. Memiliki perasaan yang bahagia yakni individu yang memiliki

atau mendapatkan kebahagiaan dari apa yang diusahakan

dengan kegiatan yang bermakna sesuai ucapan William S

Sahakian “Dengan melibatkan diri dlam kegiatan yang

bermakna seseorang akan menikmati kebahagiaan sebagai

hasil sampingan” (Bastaman, 2007)

c. Memiliki rasa tanggung jawab maksudnya manusia menyadari

tanggung jawabnya terhadap manusia lain yang menunggunya

atau terhadap hati nuraninya atau terhadap pekerjaan yang

belum selesai sehingga dia tidak akan mengabaikan hidupnya

(Frankl, 2004)

d. Mampu melihat alasan untuk tetap eksis sesuai dengan

perkataan Nietzsche “he who has a why to live for can bear with almost any how” (Dia yang memiliki alasan untuk hidup , bisa menghadapi keadaan apa pun)(Frankl, 2004)

e. Memiliki kontrol diri yakni manusia memiliki pilihan dalam

bertindak walaupun didalam keadaan terburuk manusia masih

bisa melestarikan sisa-sisa kebebasan spriritual, kebebasan

berpikir mereka, meskipun mereka berada dalam kondisi mental

dan fisik yang sangat tertekan (Frankl, 2004)

f. Tidak merasa cemas akan kematian yaitu keyakinan akan

kehidupan yang tidak kekal karena Frankl mengatakan hal –

(47)

penderitaan tetapi juga kematian, jadi ketidakkekalan hidup kita

tidak membuat hidup itu tidak bermakna, sehingga dapat

mengubah ketidakkekalan hidup menjadi dorongan untuk

bertindak dengan penuh tanggung jawab (Frankl, 2004)

2.2.3Metode menemukan makna hidup

Selanjutnya metode menemukan makna hidup, Bastaman (2007)

menyederhanakan dan memodifikasi metode logo analisis di dalam

menemukan makna hidup sebagai berikut :

1. Pemahaman pribadi

Metode pertama dimaksudkan sebagai suatu metode untuk memediasi

dan membantu seseorang untuk memperluas dan mendalami aspek

kepribadian dan corak kehidupannya. Metode ini secara rinci

memberikan manfaat-manfaat seperti mengenali diri, menyadari

keinginan dan memahami kebutuhan yang mendasari keiniginan

tersebut dan merumuskan secara nyata keingianan tersebut dengan

merealiasai rencana-rencana.

2. Bertindak positif

Bertindak positif sebagai kelanjutan dan berpikir positif dengan tujuan

sebagai pembiasaan positif untuk memberikan dampak yang positif

pula

(48)

Dimensi sosial merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dan

eksistensi manusia, hakikat manusia adalah perbedaan dalam suatu

kebersamaan. Dan itu jelas bahwa hubungan keakraban manusia

merupakan asas dan sebagai salah satu sumber makna hidup

manusia.

4. Pendalaman tri nilai

Wujud dari pendalaman tri nilai yakni bertopeng pada sumber makna

hidup sebagai suatu nilai agar dipahami secara sungguh-sungguh.

Pendalaman tri nilai keratif, pendalaman nilai-nilai penghayatan,

pendalaman nilai-nilai bersikap

5. Ibadah

Dilakukan secara khidmat atau khusyu’ dapat memunculkan perasaan

tenteram, mantap dan tabah.

Selanjutnya, sumber sumber makna hidup yang menjadi titik awal

dari kebermaknaan hidup adalah (Bastaman, 2007). Nilai-nilai tersebut

meliputi :

1) Nilai-nilai kreatif, tercermin pada saat seseorang melakukan karya,

karsa, dan cipta serta melakukan tugas dan kewajiban

sebaik-baiknya.

2) Nilai-nilai penghayatan, yaitu apa yang diperoleh atau dihayati

(49)

meyakini serta menghayati nilai-nilai tertentu seperti nilai

keindahan, kebenaran, kebajikan, dan lain sebagainya. Selain itu

nilai-nilai penghayatan tercermin saat saling memberi kasih antar

sesamanya.

3) Nilai-nilai bersikap. Nilai ini dikembangkan oleh seseorang agar ia

mampu mengambil sikap yang tepat terhdap keadaan dan

penderitaan yang tidak dapat dielakan lagi, setelah segala upaya

yang dilakukan secara maksimal dan ternyata tidak berhasil

mengatasinya.

2.3 Salafi

Salaf secara bahasa artinya terdahulu sedangkan Salafi adalah

penisbatan atau penamaan diri terhadap cara memahami beragama Islam

pada masa Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin (Assidawi, 2007) yang menyeru

pada :

a. Kembali pada Al Quran dan Assunnah dengan pemahaman

para Shalafusshaleh

b. Memurnikan syariat Islam dari segala bentuk syirik, Bidah, dan

pemikiran sesat

c. Membina kaum muslimin dengan ajaran Islam yang benar dan

(50)

2.3.1 Karakateristik salafi

Adapun untuk penelitian ini peneliti mengambil pemahaman Salafi yang di

bawa oleh Muhammad Bin Abdul Wahhab yang bermahzab Imam

Hambali.sedangkan orang-orang yang mengikuti jalan pemahaman

agama beliau disebut dengan Wahabi. Adapun karakter Wahabi sebagai

berikut (dalam Assidawi, 2007) :

1. Anti bidah dalam agama, menjauhkan syirik,

khurafat serta pemikiran sesat

2. Mudah menyesatkan dan mengkafirkan kaum

muslimin, serta mudah mengharamkan sesuatu

3. Menghancurkan kubah-kubah di atas kuburan

serta melarang berdoa di depan kuburan

4. Membenci filsafat dan tasawuf serta hanya

mengakui hukum Islam satu-satunya hukum yang

patut diikuti

5. Menghindari terjadinya itjihad yang tidak

(51)

2.4 Kerangka Berfikir

Untuk mengetahui proses hubungan makna hidup dan toleransi

beragama peneliti mengambil teori makna hidup atau logoterapi dari Viktor

Frankl yang menyatakan logoterapi lebih memusatkan perhatian pada

masa depan, atau pada pencaharian makna hidup yang harus dilakukan

seseorang di masa depannya. Frankl dengan wawasan - wawasannya

mengenai dimensi spiritual , makna hidup paripurna, rasa keagamaan yang

tidak disadari dan transendensi diri tentu saja perlu berbicara mengenai

agama dan teologi. Sekalipun Frankl penganut yang taat dan wawasan,

asas-asas dan dan teori-teori Logoterapi yang dianggap sejalan dengan

nilai-nilai agama (Bastaman, 2007). Sejalan dengan psikologi transpersonal

yang menunjukkan bahwa di luar alam kesadaran biasa terdapat ragam

dimensi lain yang luar biasa potensialnya seperti pengalaman spriritual,

pengalaman mistik, ekstasi, parapsikologi dan praktek – praktek

keagamaan (Bastaman, 2005). Sama halnya dengan fokus pencarían

makna usaha manusia menemukan makna dalam kehidupan merupakan

kekuatan pendorong yang utama pada manusia. Frankl menyatakan

diantara sekian banyak kehendak manusia yang terpenting adalah

kehendak untuk bermakna. Setiap manusia secara alamiah memiliki

keinginan untuk bermakna. Ia ingin selalu memberi makna kepada setiap

hal yang ada didalam dirinya . bermakna adalah keinginan manusia yang

alamiah (Bagustakwin, 2007) Berkaitan dengan eksistensi, Frankl

(52)

dengan eksistensi itu sendiri. (2). Makna kongkrit dalam eksistensi diri yang

dalam logoterapi manusia yang paling hakiki adalah pandangan bahwa

manusia mempunyai dimensi ruhani atau spiritual. Pandangan logoterapi,

manusia yang paling hakiki adalah manusia yang memiliki dimensi ruhani

atau spiritual, atau dimensi neotic, disamping dimensi fisik dan dimensi psikologis. Ketiganya satu Kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan

bukan satu unit kepingan yang dapat terurai dalam diri manusia. Adanaya

ketiga dimensi tersebut berpengaruh besar terhadap kebebasan yang

hakiki. Dalam psikis, manusia mampu lebih luwes, tetapi dapat

dimanipulasi. Hanya dalam dimensi spirituallah manusia menemukan

kebebasan sebagai manusia. (Frankl, 2004).

Sebagai salah satu sarana untuk mencari makna bagi kaum

beragama yang mengakui adanya Tuhan, maka sudah seharusnya

tiap-tiap pengikutnya benar-benar meyakini (menghayati secara mendalam)

dan menjalankan apa-apa yang diyakini dengan sebaik mungkin. Namun

pemaknaan agama tersebut hendaklah melihat situasi dan kondisi di

lingkungan sekitar sebagai upaya penyesuaian diri sebagai pribadi yang

melihat realita sosial yang ada atas idealisme yang dimiliki di dalam

memaknakan keberagamaanya. Apalagi Indonesia adalah bangsa yang

pluralis dalam keyakinan, jadi pemaknaan atas keyakinan tersebut

tidaklah menganggu kehidupan beragama di masyarakat, oleh sebab itu

sangatlah urgen adanya toleransi sebagai salah satu upaya nyata dalam

(53)

menuju negara yang sejahtera baik secara materi maupun spiritual yang

sesuai dengan cita-cita luhur UUD 1945 dan Pancasila. Seseorang

dikatakan memiliki toleransi, apabila ia memiliki sikap : menahan diri,

tenggang rasa, lapang dada, menghormati terhadap orang yang berbeda

pendapat atau pandangan atau agama (Hasyim, 1979).

Islam agama yang rahmatan lil alamin dan agama mayoritas di dunia. Sebagaimana setiap agama yang lainnya, Islam juga memiliki

aliran atau sekte atau sempalan, dan aliran yang menjadi subjek peneltian

ini adalah Salafy atau Wahhabi (penamaan ini dinisbatkan atau

disandarkan kepada Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab). Stigma

dunia dan sejarah yang ada mengenai sekte atau aliran adalah bahwa

aliran ini dianggap puritan, tekstual kuno, dan serta banyak melakukan

tindakan yang membahayakan toleransi di Indonesia. Namun yang aneh

perkembangan ajaran Salafi sampai saat ini, telah sampai ke Indonesia

yang penduduk agama Islamnya berpaham ahlu sunnah wal jamaah.

Dimana penduduknya mayoritas bersifat konservatif, toleran dan senang

berdialog, fleksibel. Dengan kondisi demikian akan sangatlah banyak

perbedaan-perbedaan yang dapat memicu konflik agama apalagi

Indonesia adalah Negara kesatuan bukan Negara agama, dimana

Pancasila dan UUD 1945 adalah sebagai landasan utama dalam

berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya

(54)

pemikiran tersebutlah peneliti ingin mengetahui hubungan antara makna

hidup dengan toleransi beragama pada jamaah Salafy atau wahhabi.

Bagan Kerangka Berpikir

Makna Hidup Toleransi Beragama

2.5 Hipotesis

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini adalah :

H1 : Ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan

toleransi beragama pada jamaah Salafy atau Wahhabi

Ho : Tidak ada hubungan yang signifikan antara Makna Hidup dengan

(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan

Kuantitatif. Pendekatan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang

informasinya atau data-datanya dikelola dengan statistik. Hipótesis pada

penelitian diuji dengan menggunakan teknik-teknik statistik (Kountur,

2007). Sedangkan, menurut Azwar (2005) penelitian dengan pendekatan

kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal atau angka

yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan

kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian

hipotesis) dan menyadarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas

kesalahan penolakan hipótesis nihil. Dengan pendekatan kuantitatif akan

diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan

antar variabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif

merupakan sampel besar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Deskriptif dengan jenis penelitian Korelasional. Menurut Gay (Sevilla, et

al., 1993) metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan

data dalam rangka menguji hipótesis atau menjawab pertanyaan yang

(56)

penelitian. Sedangkan penelitian korelasional adalah penelitian yang

dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

berbeda dalam satu populasi (Sevilla, et al., 1993). Menurut Azwar (2005),

penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki

sejauhmana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi. Dengan penelitian

korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel serta saling

hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat dilakukan serentak

dalam kondisi yang realistik. Studi korelasional memungkinkan peneliti

untuk memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan

mengenai ada tidaknya efek variabel satu terhadap yang lain.

3.2 Variabel Penelitian

3.2.1 Identifikasi variabel

Variabel penelitian terdiri atas variabel 1 yaitu makna hidup sedangkan

untuk variabel 2 adalah toleransi beragama

3.2.2 Definisi konseptual variabel

1. Makna hidup

Variabel makna hidup, yakni nilai-nilai yang dianggap penting dan sangat

(57)

yang harus dipenuhi dan dapat mengarahkan kegiatan-kegiatannya

(Bastaman, 2007).

2. Toleransi beragama

Variabel toleransi beragama yaitu bersifat menahan diri, bersikap sabar,

membiarkan orang lain berpendapat lain dan tenggang rasa terhadap

orang yang berlainan agama (Hasyim, 1979).

3.2.2 Definisi operasional variabel

1. Makna hidup

Definisi operasional variabel makna hidup adalah skor yang

diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses aktualisasi Individu yang

memiliki motivasi eksistensi diri yang menghasilkan nilai-nilai hidup yang

dianggap penting atau berarti baik dalam keadaan senang maupun sulit.

yang akan diteliti terdiri dari 6 sub-variabel yaitu : (1) Memiliki tujuan yang

jelas, (2)Memiliki perasaan yang bahagia, (3) Memiliki rasa tanggung

jawab, (4)Mampu melihat alasan untuk tetap eksis, (5) Memiliki kontrol

diri, (6)Tidak merasa cemas akan kematian

2. Toleransi beragama

Definisi operasional variabel toleransi beragama adalah skor yang

diperoleh dari jamaah Salafy tentang proses penghormatan, penghargaan,

(58)

tanpa memperlakukan diskriminasi kemanusiaan baik hak dan kewajiban

di masyarakat dengan alasan agama yang berbeda. Indikatornya terdiri:

(1) Mengakui hak dan kewajiban setiap orang, (2) Menghormati alam

pikiran orang lain, (3) Tolong menolong dan mampu bekerja sama dengan

orang lain. Peneliti sengaja mempersingkat 5 variabel menjadi 3 variabel

yakni dengan mengakui hak setiap orang dan saling pengertian menjadi

mengakui hak dan kewajiban setiap orang, kemudian menghormati

keyakinan orang lain menjadi menghormati alam pikiran orang lain,

selanjutnya setuju dalam perbedaan, kesadaran sosial dan kejujuran

peneliti wujudkan dalam bentuk tolong menolong dan mampu bekerja

sama dengan orang lain. Dengan demikian 3 indikator ini sengaja untuk

mempermudah penelitian yang ada dengan maksud yang sama

3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

3.3.1 Populasi

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang

merupakan perhatian peneliti (Kountur, 2007). Sebagai suatu populasi,

kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik

bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar,

2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jamaah kajian di

Masjid Amar Maruf di Bekasi tepatnya dekat Departemen sosial kota

Bekasi dengan status aktif terus mengaji. Populasi terbagi kedalam 2

(59)

(wanita). Populasi yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah jamaah

sebanyak 80 orang. selain dan ini didasarkan atas seijin ustadz untuk

menggunakan jam kajian untuk penelitian dan meminta ijin setiap jamaah

setelah kajian selesai juga

3.3.2 Sampel

Menurut Ferguson sebagaimana dalam Sevilla, et al., 1993, sampel

adalah beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi. Gay

(dalam Sevilla, et al., 1993) menawarkan beberapa ukuran minimum yang

dapat diterima berdasarkan tipe penelitian. Untuk metode korelasional,

jumlah sampel minimum adalah 30 subjek. Sedangkan menurut Arikunto

(2002), jumlah sampel minimal yang dapat diambil adalah 10 – 15 % dari

jumlah populasi. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 15

jamaah Ikhwan (pria) dan 15 jamaah akhwat (perempuan) sehingga total

sampel adalah 30 orang jamaah Salafi di masjid Amar Maruf

3.3.3 Teknik sampling

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu dimana setiap subjek dari responden yang ada berdasarkan ciri-ciri atau sifat yang sesuai demgam karakteristik subjek

penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti diungkapkan oleh

Gay (1976), dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki

(60)

dilakukan berdasarkan pertimbangan yang ada karena dalam

pelaksanaannya digunakan pertimbangan hal-hal tertentu yang dikenakan

dalam sub-kelompok (Sevilla, 1993). Adapun karakteristik sampel dalam

penelitian ini sebagai berikut :

1. Jamaah Salafy Ikhwan (pria) atau Akhwat (perempuam) yang aktif

mengikuti kajian lebih dari 1 tahun

2. Dengan rentang usia 17 – 35 tahun

3. Subjek berpendidikan minimal lulusan SMP atau sederajat karena

diduga dengan pendidikan tersebut Subjek dirasa mampu untuk

membaca dan memahami instruksi yang terdapat dalam kuesioner

penelitian

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Metode dan instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan angket dengan model skala Likert

sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini terdapat dua skala

yaitu skala makna hidup dan skala toleransi beragama. Teknik yang

digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan

kuisioner, yaitu sejumlah pernyataan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya, sikapnya terhadap sesuatu, atau hal-hal yang diketahuinya.

Dalam model skala Likert terdapat 5 (lima) kategori jawaban dan

(61)

ini skala yang digunakan hanya ada 4 kategori, yaitu Sangat Setuju (SS),

Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS), sedangkan

Ragu-Ragu (R) tidak digunakan. Menurut Sevilla, et al., (1993) banyak

peneliti yang memberikan penekanan pada kecenderungan responden

untuk “mengamankan” dan menempatkan jawaban ereka ditengah sebagai

angka netral. Hal ini disebut pengaruh “kecenderungan sentral”. Individu

yang mempunyai kecenderungan tersebut selalu menghindari perilaku

atau pengungkapan yang ekstrim. Dengan demikian, peneliti memutuskan

untuk tidak menggunakan kategori jawaban yang bersifat netral atau

Ragu-Ragu (R) untuk mendorong responden memutuskan jawaban yang bersifat

positif atau negatif. Adapun penilaian skala Likert dapat dilihat pada tabel

berikut.

Tabel 3.1 .

Kategori Jawaban Skala Likert

JAWABAN FAVOURABLE UNFAVOURABLE

SS 4 1 S 3 2 TS 2 3 STS 1 4

Adapun instrumen pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

adalah :

1) Skala Makna Hidup. Skala ini disusun peneliti mengacu pada teori

Craumbaugh dan Maholick. Dimana dalam penelitian ini aspek-aspek

yang digunakan terdiri dari 6 (enam) aspek, yaitu : memiliki tujuan

(62)

jawab,mampu melihat alasan untuk tetap eksis,memiliki kontrol diri,

dan tidak merasa cemas akan kematian

Skala ini disusun menggunakan skala Likert yang terdiri dari sejumlah

pernyataan. Distribusi pernyataan-pernyataan ini dapat dilihat pada tabel

3.2

Tabel 3.2

Blue Print Skala Makna Hidup

VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH

MAKNA HIDUP

1) Memiliki tujuan yang jelas

5) Memiliki kontrol diri

2) Skala toleransi beragama. Skala ini disusun peneliti mengacu pada

teori yang dikembangkan Allport (1954) tentang tolerant personality dan hasil rumusan Umar Hasyim (1979), yaitu : mengakui hak dan

(63)

lain, dan tolong menolong serta mau bekerja sama dengan orang

lain. Berikut ini adalah blue print toleransi beragama

Tabel 3.3

Blue Print Skala Toleransi Beragama

VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH

3.4.2 Hasil uji instrumen penelitian

1. Instrumen makna hidup

Berdasarkan hasil uji coba terhadap 40 item dalam instrumen ini,

maka terdapat 37 item yang valid baik pada taraf signifikansi 5% maupun

pada taraf signifikansi 1%. Sedangkan 3 item lainnya tidak valid yakni

28,33, 38. Semua item yang valid digunakan untuk penelitian. Adapun

nomor-nomor item yang digunakan yaitu: Berikut ini adalah blue print

(64)

Tabel 3.4.

Blue Print Revisi Skala Makna Hidup

VARIABEL ASPEK F UF JUMLAH

MAKNA HIDUP

1) Memiliki tujuan yang jelas

5) Memiliki kontrol diri

Uji realibilitas skala makna hidup ini menggunakan Alpha

Cronbach. Dari uji realibilitas tersebut, diperoleh koefisien sebesar 0,954

dimana menurut Guilford (Kuncono,2004) hasil tersebut sangat reliabel.

Tabel 3.5.

Kaidah Reliabilitas Guilford

KRITERIA KOEFISIEN RELIABILITAS

SANGAT RELIABEL > 0.9

RELIABEL 0.7 – 0.9

CUKUP RELIABEL 0.4 – 0.7

KURANG RELIABEL 0.2 – 0.4

Gambar

Gambar 2 ScatterPlot Toleransi Beragama ……………………………………………56
Tabel 3.1 .
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Blue Print Skala Toleransi Beragama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil tersebut juga dapat dipahami bahwa korelasinya bersifat positif sehingga menunjukkan adanya hubungan yang searah, artinya semakin tinggi persepsi terhadap

Analisis bivariat bertujuan mempresentasikan hubungan antara dukungan suami dengan penggunaan alat kontrasepsi IUD di Wilayah Kerja Puskesmas Tahtul Yaman Kota Jambi

Sport je danas vrlo respektabilna aktivnost zbog čega se istražuje i kao posebna djelatnost kroz razvoj specifičnog oblika turizma koji se naziva sportski

Struktur organisasi merupakan kerangka pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk suntuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok

Berdasarkan hasil Uji F, menjelaskan pengaruh kecerdasan emosional, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi secara simultan berpengaruh positif terhadap kinerja

Dalam pra rancangan pabrik diperlukan analisa ekonomi untuk mendapatkan perkiraan ( estimation) tentang kelayakan investasi modal dalam suatu kegiatan produksi suatu pabrik,

Akan tetapi, faktanya LKS yang ada di sekolah-sekolah, jarang ditemukan LKS yang memenuhi kreteria LKS yang berkualitas baik. Hal tersebut mengakibatkan walaupun

Secara teori, perpustakaan memiliki dua sistem layanan yaitu sistem terbuka dan tertutup. Kedua sistem tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.