• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun yang Dioperasikan di Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun yang Dioperasikan di Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BUBU

TAMBUN YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN KARANG

PULAU KERDAU, KABUPATEN NATUNA

SLAMET ACHRODI

DEPARTEMEN PEMENFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun yang Dioperasikan di Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2015

Slamet Achrodi

(4)

ABSTRAK

SLAMET ACHRODI. Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun yang Dioperasikan di Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna. Dibimbing oleh SULAEMAN MARTASUGANDA dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR

Alat tangkap bubu tambun digunakan oleh nelayan di Pulau Kerdau untuk menangkap ikan di perairan karang Pulau Kerdau, Natuna. Bubu tambun yang dioperasikan di Pulau Kerdau memiliki dimensi panjang x lebar x tinggi: 92 cm x 77 cm x 30 cm. Bubu tambun dioperasikan di perairan karang dengan kedalaman 5-12 m dengan jangka waktu penanaman 3 hari. Hasil tangkapan bubu tambun terbagi atas hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan bubu tambun didominasi oleh ikan tangkapan sampingan dengan presentase sebesar 86%. Hasil tangkapan utama jauh lebih sedikit yakni sebesar 14%, hal tersebut diakibatkan laju penangkapan yang lebih tinggi karena harga ikan hasil tangkapan utama lebih tinggi dibanding hasil tangkapan sampingan. Kata kunci: bubu tambun, hasil tangkapan, Natuna, kerapu

ABSTRACT

SLAMET ACHRODI.Catch Composition of Pot Operated in Coral Reef waters of Kerdau Island, Natuna Distrik. Supervised bySULAEMAN MARTASUGANDA andBUDHI HASCARYO ISKANDAR.

The pot used by fishermen in Kerdau Island to catch fish in coral reef water of Kerdau Island, Natuna. The pot oprated in Kerdau Island have size of lengt x width x depht: 92 cm x 77 cm x 30 cm. Pot operated in coral reef water in deep 5-12 m with time periode of cultivation 3 day. The catch pot consist of primerycatch and bycatch. Domination of catch is bycatch with presentase is 86%. The primerycatch more minimal with presentase 14%, it’s because high effort of catch has prize of fish primerycatch more expensive than bycatch.

(5)

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BUBU TAMBUN YANG DIOPERASIKAN DI PERAIRAN KARANG PULAU KERDAU,

KABUPATEN NATUNA

SLAMET ACHRODI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMENFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan dengan judul “Komposisi Hasil Tangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun Yang di Operasikan di Perairan Karang Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis hasil tangkapan yang tertangkap oleh alat tangkap bubu tambun di perairan Pulau Kerdau dan mendeskripsikan unit penangkapan alat tangkap bubu tambun yang dioperasikan di perairan Pulau Kerdau.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Sulaeman Martasuganda B Fish Sc M Sc dan Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar M Si selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, dukungan, kesabaran, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan.

Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Keluarga tersayang, ibunda tercinta (Tukiyem), Ayah (Jumpono) dan kakak-kakak tersayang (Sarwan, Solikin, Masri’ah dan Muntimah) atas segala doa, perhatian, kasih sayang dan dukungan dari awal hingga akhir kuliah. Selain itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Delvy Wulandari atas bantuan, doa, dukungan dan semangatnya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Pak Ramli dan masyarakat Pulau Kerdau serta teman-teman KKP (Delvy, Ulil, Luki, Ana, Kiki) yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Adi Kusnadi, Ridwan Rifandi dan Febriana Rahmalia yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, keluarga besar PSP 48 dan IKAMADE IPB yang telah menemani dan memberikan semangat dalam penelitian yang telah dilakukan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 3 Metode penelitian 3 Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Unit Alat Tangkap 5 Alat Tangkap Bubu Tambun 5 Nelayan 7 Kapal 7

Metode Operasi Penangkapan Alat Tangkap Bubu Tambun 8

Hasil Tangkapan Bubu Tambun 10

Jenis Hasil Tangkapan Utama 11

Hubungan Panjang dan Berat Hasil Tangkapan Utama 14

Jenis Hasil Tangkapan Sampingan 16

Proporsi Hasil Tangkapan Utama dan Tangkapan Sampingan 18

Penanganan Hasil Tangkapan 19

KESIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(10)

DAFTAR TABEL

1 Daftar Harga Ikan Kerapu 11

2 Jenis-jenis Ikan Hasil Tangkapan Utama 11

3 Ukuran dan Bobot Hasil Tangkapan Utama 13

4 Hasil Tangkapan Sampingan 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi pengambilan data 2

2 Alat tangkap bubu tambun 6

3 Kapal bubu tambun 8

4 Ilustrasi kegiatan operasi penangkapan bubu tambun 9

5 Hasil tangkapan per trip 10

6 Hasil Tangkapan utama 12

7 Hubungan panjang dan berat kerapu hitam (Cephalopholis boenk) 14 8 Hubungan panjang dan berat kerapu macan (Epinephelus foscoguttata) 15 9 Hubungan panjang dan berat kerapu sunu (Plectropoma leopardus) 16

10 Proporsi hasil tangkapan utama dan sampingan 18

11 Penanganan hasil tangkapan 19

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Potensi kawasan terumbu karang yang luas di Indonesia merupakan habitat yang baik bagi ikan-ikan karang. Potensi tersebut dapat dilihat dengan tingkat produktifitas dan keragaman ikan karang yang sangat tinggi. Beberapa jenis ikan karang memiliki nilai jual yang tinggi. Ikan karang seperti ikan jenis kerapu merupakan jenis ikan yang dapat dikategorikan dalam jenis ekonomis penting. Salah satu daerah yang memiliki potensi ikan karang yang tinggi khususnya jenis ikan kerapu adalah Pulau Kerdau, Kabupaten Natuna.

Pulau Kerdau merupakan salah satu pulau yang berada di kepulauan Riau yang dihuni oleh 80 Kepala keluarga yang terdiri atas 284 jiwa. Pulau Kerdau memiliki luas daratan sebesar 0,7 km2 dengan daerah perairan yang berkarang. Masyarakat yang berada di Pulau kerdau sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Nelayan yang menghuni Pulau Kerdau merupakan nelayan tradisional yang menggunakan alat tangkap bubu dan dibantu dengan alat kompresor dalam melakukan aktifitas penyelaman untuk mencari ikan karang. Mayoritas nelayan menjadikan ikan kerapu sebagai target utama. Kegiatan operasi penangkapan ikan kerapu dilakukan dengan menggunakan perangkap ikan yang dikenal dengan nama bubu tambun. Bubu tambun digunakan karena memiliki sifat ramah terhadap lingkungan.

Bubu tambun dioperasikan di daerah dasar perairan yang berkarang. Komposisi jenis hasil tangkapan alat tangkap bubu tambun terdiri atas jenis ikan karang konsumsi (food fish) dan hasil tangkapan jenis ikan-ikan ikan hias (ornamental fish). Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap pada alat bubu tambun memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Harga jual ikan yang tinggi, mengakibatkan laju penangkapan semakin meningkat. Tuntutan pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya akan di ikuti oleh tekanan eksploitasi sumberdaya ikan yang juga semakin intensif. Jika tidak dikelola secara bijaksana sangat dikhawatirkan pemanfaatan secara intensif akan mendorong usaha perikanan ke jurang kehancuran (Subani dan Barus, 2006)

(12)

2

dan hasil tangkapan dari kegiatan operasi pengkapan bubu tambun diharapkan dapat terciptanya pengawasan terhadap hasil tangkapan dan alat tangkap yang digunakan. Sehingga, kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan karang dapat berkelanjutan dan populasi ikan karang akan terjaga dengan baik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan unit penangkapan alat tangkap bubu tambun yang dioperasikan di perairan karang Pulau Kerdau.

2) Mengetahui jenis-jenis hasil tangkapan bubu tambun yang dioperasikan di perairan karang Pulau Kerdau.

Manfaat Penelitian

1) Memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang perikanan tangkap khususnya pada unit penangkapan ikan karang dengan bubu tambun.

2) Memberikan informasi kepada pihak terkait tentang unit penangkapan ikan karang dengan menggunakan bubu tambun.

3) Sebagai dasar bagi penelitian lanjutan pada bidang terkait.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai analisis hasil tangkapan sampingan dengan menggunakan bubu tambun yang dioperasikan di perairan karang Kepulauan Seribu telah dilakukan oleh Iskandar (2010). Perbedaan penelitian ini terletak pada kategori hasil tangkapan utama dan sampingan serta lokasi pengambilan data. Penelitian ini memiliki kesimpulan bahwa hasil tangkapan sampingan lebih tinggi dibanding tangkapan utama.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

(13)

3

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data

Alat dan Bahan

Penelian ini menggunakan bubu tambun yang dioperasikan di perairan karang Pulau Kerdau. Bubu yang digunakan terbuat dari rotan sebagai rangka dan kawat sebagai dinding dengan ukuran panjang x lebar x tinggi : 92 cm x 77 cm x 30 cm. Bubu tambun yang digunakan memilki bentuk mulut seperti corong dengan diameter bagian luar 40 cm dan dalam sebesar 15 cm. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan 12 bubu yang ditanam pada tiga titik lokasi. Kegiatan penelitian ini dibantu dengan menggunakan kapal dengan ukuran <3GT.

Metode Penelitian

(14)

4

direndam di perairan karang, nelayan akan mencatat posisi ordinat penanaman tersebut. Jarak antara satu bubu dengan yang lain antara 6-10 meter dan masing-masing spot penanaman berjarak 2-3 km. Pengangkatan bubu tambun dilakukan selama 3 hari masa perendaman. Pada saat bubu telah diangkat dan diambil hasil tangkapan yang masuk, selanjutnya bubu ditanam kembali ke perairan karang.

Ikan yang tertangkap dalam bubu, kemudian diangkat dan dipindahkan ke dalam palka yang berukuran 1m x 1m x 1m dengan daya tampung maksimal 40 ekor tangkapan kerapu dengan asumsi bobot sebesar 1 kg/ekor. Ikan tangkapan sampingan dipisahkan dengan tangkapan utama yang disekat dengan kayu.

Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis diskriptif adalah bagian dari statistika yang mempelajari alat, teknik, atau prosedur yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan kumpulan data atau hasil pengamatan yang telah dilakukan. Data yang diambil meliputi panjang total, panjang cagak, keliling operculum, keliling badan, bobot ikan dan jumlah ikan yang tertangkap. Data yang diambil kemudian dijelaskan secara deskriptif mengenai ikan-ikan yang tertangkap dan hubungan antara ukuran ikan dengan ukuran alat tangkap.

Kondisi morfometrik ikan yang tertangkap secara temporal diuji menggunakan model pertumbuhan dengan analisis hubungan panjang dan berat ikan. Persamaan yang digunakan adalah W = aLb (Effendie, 1979)

Keterangan: W : berat L : panjang a dan b : konstanta

Nilai a dan b ditentukan menggunakan metode kuadrat terkecil dengan mentransformasi model persamaan geometrik kedalam bentuk linearnya melalui logaritma. Logaritma persamaan tersebut menjadi: log W = log a + b log L atau Y = A + BX. Nilai W (berat ikan) dan L (panjang ikan) diperoleh dari hasil pengukuran. Analisis panjang dan berat ikan ini dilakukan menggunakan

Microsoft Excel.

Nilai b diuji terhadap nilai b = 3 atau b ≠ 3 menggunakan uji-t dengan tingkat kepercayaan 95%. Hipotesis uji-t pada statistik yaitu :

H0 : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik.

H1 : b≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah alometrik. Dasar pengambilan keputusan:

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Unit Alat Tangkap

Alat tangkap bubu tambun

Bubu tambun merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari bambu yang dioperasikan secara pasif diperairan berkarang. Sasaran dari penangkapan dengan alat tangkap ini adalah ikan karang seperti kakap dan kerapu. Bubu tambun termasuk ke dalam klasifikasi perangkap dan penghadang (Martasuganda, 2003). Bubu terdiri atas pintu dan badan bubu yang efektif untuk menangkap organisme yang bergerak di perairan laut maupun danau (Rounsefell diacu dalam Rumanjar, 2001).

Alat tangkap bubu tambun yang digunakan selama penelitian merupakan alat tangkap bubu yang biasa digunakan oleh nelayan di Pulau Kerdau. Bubu tambun yang digunakan memiliki ukuran panjang x lebar x tinggi: 92 cm x 77 cm x 40 cm, panjang mulut: 40 cm, dimensi mulut luar: 40 cm, mulut dalam: 15 cm dan mata jaring sebesar 3 cm. Bahan yang digunakan dalam pembuatan bubu adalah rotan dan kawat. Rotan digunakan sebagai rangka dan kawat sebagai dinding bubu. Bahan rotan yang digunakan sebagai bubu merupakan hasil pertanian dari Pulau Subi. Sehingga untuk mendapatkan bahan rotan tersebut nelayan Pulau Kerdau mengambil ke Pulau Subi.

Rotan dari Pulau Subi didapatkan secara gratis. Biaya yang digunakan untuk mendapatkan rotan hanya untuk BBM kapal yang digunakan untuk mengambil rotan. Pembuatan satu buah bubu tambun menghabiskan 3-4 batang rotan yang telah dibelah menjadi dua. Sedangkan untuk bahan kawat bubu dibeli dari Pulau Kalimantan dengan cara pemesanan dengan harga Rp 1.600.000/ gulung. Satu gulung bahan kawat memiliki panjang x lebar: 50 m x 1,5 m yang dapat dijadikan sekitar 25 bubu tambun dengan ukuran yang telah ditentukan. Kelemahan bahan kawat sebagai bahan bubu adalah sifatnya yang mudah korosi. Sehingga Alat tangkap bubu tambun tersebut hanya dapat digunakan dalam jangka waktu selama satu tahun operasi. Gambar alat tangkap bubu tambun yang dioperasikan di perairan karang Pulau Kerdau disajikan pada Gambar 2.

(16)

6

(a)

(b)

(c)

(d)

(17)

7

Nelayan

Nelayan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan, yaitu menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan. Nelayan di Pulau Kerdau terbagi atas nelayan penuh dan nelayan sambilan utama. Nelayan penuh merupakan nelayan yang seluruh waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Sedangkan nelayan sambilan utama merupakan nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan disamping melakukan pekerjaan lain. Nelayan yang melakukan pengoperasian alat tangkap bubu tambun dalam penelitian ini merupakan nelayan penuh.

Kegiatan operasi penangkapan selama penelitian dilakukan oleh satu orang nelayan. Sistem kerja dalam operasi penangkapan dikerjakan secara individu. Dalam sistem pembagian kerja tersebut, nelayan melakukan keseluruhan operasi penangkapan yang meliputi:

Setting

Pada kegiatan setting nelayan mempersiapkan alat tangkap yang akan digunakan dalam operasi penangkapan. Persiapan yang dilakukan meliputi cek alat bubu, pemeriksaan alat menyelam dan perendaman bubu ke perairan. Setelah semua alat siap, nelayan melakukan penyelaman ke dasar perairan untuk melakukan penanaman bubu.

Hauling

Hauling merupakan proses pengangkatan bubu yang telah ditanam

diperairan. Pada proses hauling nelayan melakukan penyelaman kembali untuk mengangkat bubu yang telah ditanam. Setelah hasil tangkapan bubu diambil, bubu ditanam kembali diperairan.

Kapal

(18)

8

Gambar 3 Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan bubu tambun

Metode operasi penangkapan alat tangkap bubu tambun

Pada operasi penangkapan ini, bubu yang digunakan berjumlah 12 buah. Bubu direndam pada tiga titik fishing ground yang terdiri atas Pulau Kerdau, Pulau Cepu dan Karang Pengumbang. Jarak masing-masing lokasi berkisar 2-3 km dan jarak bubu satu dengan yang lain didalam satu lokasi berkisar 6-10 m. Masing-masing titik lokasi direndam sebanyak 4 buah bubu tambun selama 3 hari. Proses perendaman dilakukan dengan cara penyelaman oleh nelayan dengan menggunakan kompresor pada kedalaman 5-12 meter. Pada proses perendaman bubu, nelayan tidak menggunakan pelampung sebagai tanda melainkan menggunakan alat GPS dan Navigator. Nelayan mencatat ordinat titik lokasi penanaman bubu yang bertujuan agar titik lokasi dapat diketahui. Pada saat menyelam, nelayan mencari daerah terumbu karang yang masih baik atau dalam keadaan rimbun. Hal tersebut dilakukan agar bubu yang ditanam tidak terlihat oleh ikan target. Bubu tambun yang dipasang di dasar perairan diikat dengan tali pada karang. Bubu direndam berlawanan dengan arus mengikuti sifat migrasi ikan.

(19)

9 bahwa ukuran mulut bubu akan menentukan keberhasilan dalam melakukan operasi penangkapan bubu tambun.

(20)

10

Hasil tangkapan bubu tambun

Rata-rata jumlah hasil tangkapan setiap operasi penangkapan dengan bubu tambun berada pada kisaran 50-98 ekor, dengan hasil jumlah tangkapan terendah pada trip ke 5 yakni sebesar 40 ekor. Sedangkan jumlah hasil tangkapan terbesar diperoleh pada trip ke 4 dengan hasil sebesar 98 ekor. Rata-rata hasil tangkapan per trip sebesar 71 ekor yang terdiri atas ikan tangkapan utama dan sampingan. Secara terperinci jumlah hasil tangkapan per trip penangkapan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Jumlah hasil tangkapan bubu tambun per trip

Gambar 5 menunjukan bahwa hasil tangkapan bubu tiap trip bervariasi. Perbedaan hasil tangkapan dipengaruhi oleh kondisi arus yang kuat pada masa tertentu dan salinitas. Parameter kualitas air untuk pertumbuhan ikan kerapu pada kisaran temperatur 24-31 °C, salinitas antara 30–33 ppt, kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 3,5 ppm dan pH antara 7,8–8,0 (Yoshimitsu et al, 1986). Menurut Nybakken (1988) perairan dengan kondisi tersebut diatas pada umumnya terdapat diperairan terumbu karang. Selain kondisi kualitas air, tingkah laku target tagkapan juga menjadi pengaruh. Adanya perbedaan hasil tangkapan bubu menurut Risamasu (2008) diakibatkan oleh beberapa hal yang meliputi: 1) migrasi kelompok ikan; 2) keragaman ukuran ikan dalam populasi; 3) tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap yang bersifat pasif dan menetap. Pemasangan bubu yang tepat adalah pada lokasi yang memiliki kualitas yang baik. Keberadaan ikan karang dipengaruhi oleh kondisi atau kualitas karang sebagai habitat. Parameter utama penentu keberhasilan dalam pengoperasian bubu adalah bukaan mulut bubu (Martasuganda, 2003).

(21)

11

Jenis hasil tangkapan utama

Hasil tangkapan utama merupakan ikan target yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pada umumnya, permintaan ikan tangkapan utama sangat tinggi sehingga harga ikan menjadi mahal. Adapun daftar harga ikan kerapu yang didapatkan selama penelitian. Harga ikan berikut berasal dari informasi nelayan yang menjual ikan tangkapannya lewat perantara cukong setempat. Sedangkan informasi harga dari kapal kapal Hongkong tidak dijelaskan.

Tabel 1 Daftar harga ikan kerapu

Nama lokal Nama Latin Harga/ kg*

kerapu macan Epinephelus foscoguttata Rp 80.000,00 kerapu hitam Cephalopholis boenk Rp 170.000,00 kerapu marinir Epinephelus merra Rp 70.000,00 kerapu sunu Plectropoma leopardus Rp 180.000,00

Lesu Chromileptes sp Rp 50.000,00

kerapu tulang hantu Epinephelus tauvina Rp 70.000,00 *Harga jual pada Juli 2014

Ikan target utama yang ditangkap oleh nelayan adalah ikan jenis kerapu. Adapun jenis dan jumlah hasil tangkapan utama yang didapat selama penelitian sebagai berikut:

Tabel 2 Jenis-jenis ikan hasil tangkapan utama

Nama lokal Nama Latin Jumlah (Ekor)

kerapu macan Epinephelus foscoguttata 14

kerapu hitam Cephalopholis boenk 12

kerapu marinir Epinephelus merra 1

kerapu sunu Plectropoma leopardus 22

Lesu Chromileptes sp 1

kerapu tulang hantu Epinephelus tauvina 2

Total 52

(22)

12

(Epinephelus merra) dan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) sebesar 1 ekor. Jumlah hasil tangkapan utama secara rinci disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Jumlah hasil tangkapan utama bubu tambun

Gambar 6 menunjukan bahwa jumlah ikan target yang tertangkap beragam. Jenis ikan yang sedikit tertangkap meliputi Epinephelus merra, Chromileptes altivelis dan Epinephelus tauvina. Ketiga jenis ikan tersebut memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi yang mengakibatkan laju penangkapan yang dilakukan lebih tinggi. Sehingga dalam periode waktu yang lama, ketiga spesies tersebut mengalami penurunan. Nelayan di Pulau Kerdau hanya menjadikan spesies Kerapu sebagai ikan target utama. Hal tersebut diakibatkan karena permintaan dari Hongkong hanya ikan-ikan jenis kerapu. Ikan kerapu merupakan komoditas yang sangat penting karena memliki nilai ekonomis tinggi yang harganya dapat mencapai U$ 50/Kg di Hongkong (Sadovy 2007). Permintaan yang sangat tinggi telah meningkatkan penangkapan ikan kerapu. Kelestarian sumberdaya beberapa jenis kerapu telah terancam. Sadovy (2007) menambahkan bahwa dari 161 jenis ikan kerapu di dunia, 22 jenis kerapu telah ditempatkan pada daftar merah (red list).

Disamping melihat jenis-jenis tangkapan utama, penelitian ini juga melakukan pengukuran ikan target yang tertangkap. Adapun ukuran ikan target yang tertangkap pada alat bubu tambun sebagai berikut:

(23)

13 Tabel 3 Ukuran dan bobot hasil tangkapan utama

No Nama Ikan

(24)

14

Tabel 3 menunjukan bahwa hasil tangkapan memiliki ukuran yang berbeda. Rata-rata hasil tangkapan yang diperoleh memiliki ukuran keliling operculum yang lebih besar dibandingkan dengan ukuran mulut bubu bagian dalam. Hal tersebut terjadi karena ikan memiliki sifat tigmotasis maka ikan kerapu yang masuk akan menerobos mulut bubu yang berukuran lebih kecil. Sehingga ikan yang tertangkap mengalami kerusakan atau luka pada bagian kepala, badan dan ekor.

Hubungan panjang dan berat hasil tangkapan utama

Analisis hubungan panjang dan berat dilakukan pada jenis ikan yang dominan tertangkap. Jenis ikan yang dominan tertangkap meliputi kerapu hitam, kerapu macan dan kerapu sunu. Hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan didapatkan persamaan regresi dengan R2 yang berbeda (Gambar 7, 8 dan 9 ). Model persamaan hubungan panjang dan berat ikan kerapu hitam adalah y = 0,909468x0,0766 atau W = 0,909468TL0,0766 dengan nilai R² = 89 % (Gambar 7). Nilai model observasi (R² = 89%) menunjukkan bahwa panjang dan berat ikan kerapu hitam memiliki korelasi positif, artinya setiap kenaikan panjang sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan b atau ukuran morfometrik ikan sebesar 0,0766. Analisis uji-t untuk b pada taraf nyata 0,05 diperoleh thit> ttab, menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan kerapu hitam di wilayah penelitian (Gambar 7) menunjukan pola pertumbuhan alometrik negatif (b < 3), artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat.

Gambar 7 Hubungan panjang dan berat ikan kerapu hitam (Cephalopolis boenk) di perairan karang Pulau Kerdau

Model persamaan hubungan panjang dan berat ikan kerapu macan adalah y

= 0,052341x0,9401 atau W = 0,052341TL0,9401 dengan nilai R² = 21% (Gambar 8). Hasil ini menunjukkan bahwa panjang dan berat ikan ikan kerapu macan memiliki

(25)

15 korelasi positif, artinya setiap kenaikan panjang sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan b atau ukuran morfometrik ikan sebesar 0,9401. Analisis uji-t untuk b pada taraf nyata 0,05 diperoleh thit > ttab, menunjukkan bahwa pola pertumbuhan ikan kerapu macan di wilayah penelitian (Gambar 8) menunjukan pola pertumbuhan alometrik negatif (b < 3), artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dibanding pertumbuhan berat.

Gambar 8 Hubungan panjang dan berat ikan kerapu macan (Epinephelus foscoguttatus) di perairan karang Pulau Kerdau

Model persamaan hubungan panjang dan berat ikan kerapu sunu adalah y = 0,049736x0,9921 atau W = 0,049736TL0,9921 dengan nilai R² = 62%. Hasil ini menunjukkan bahwa panjang dan berat ikan kerapu sunu memiliki korelasi positif, artinya setiap kenaikan panjang sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan b

atau ukuran morfometrik ikan sebesar 0,9921. Analisis uji-t untuk b pada taraf nyata 0,05 diperoleh thit< ttab, menunjukkan bahwa pola pertumbuhan kerapu sunu di wilayah penelitian (Gambar 9) menunjukan pola pertumbuhan alometrik negatif (b < 3), artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dari pertumbuhan berat.

y = 0,052341TL09401 R² = 0,2177

n = 12

1 2 3

10 20 30

Be

ra

t

Ik

an

(Kg

)

(26)

16

Gambar 9 Hubungan panjang dan berat ikan kerapu sunu (Plectropoma leopardus) di perairan karang Pulau Kerdau

Menurut Bagenal dalam Habibun (2011), faktor-faktor yang menyebabkan b selain perbedaan spesies iadalah factor lingkungan, stok ikan dalam satu spesies, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Sedangkan menurut Effendi (1997), apabila nilai b sama dengan 3 (tiga) menunjukan bahwa pertumbuhanikan tidak akan berubah bentuknya atau bertambah panjang ikan seimbang dengan pertambahan beratnya. Apabila nilai b yang didapatkan lebih besar dari 3 (tiga) maka ikan tersebut dalam keadaan gemuk, diamana pertambahan panjangnya, sedangkan jika nilai b kurang dari lebih kecil maka ikan tersebut dalam kondisi kurus, dimana pertumbuhan panjang lebih cepat disbanding dengan pertumbuhan beratnya.

Menurut Effendie (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah faktor dalam dan faktor luar yang mencakup jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah makanan yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, faktor kualitas air, umur, dan ukuran ikan serta matang gonad.

Jenis hasil tangkapan sampingan

(27)

17 Tabel 4 Hasil tangkapan sampingan

Nama Lokal Nama Latin Jumlah (Ekor)

ikan badut Chaetodon boronsesa 30

kepe-kepe Chaetodon kleinii 20

ikan hias kuning Chelmon rostrastus 57

lubu merah Scharus niger forsskal 7

lubu hijau Chlorurus bleekeri 38

kecapar Hemigymnus fasciatus 15

lubu Hemigymnus melapterus 21

lubu Scharus tricolor 23

kenari merah Lutjanus malabaricus 4

ikan merah Lutjanus rufelineatus 20

ekor kuning Caesio cuning 14

kurisi Nemipterus nematophorus 17

sengat lebam Siganus sp 2

gerudu Siganus sp 4

mantung Upeneus sulphureus 1

ikan merah Coris gaimardi 3

ikan kuning Siganus virgatus 18

nus/ sotong Sepia paranois 3

moray Hiyamotorax sp 5

kepiting pasir Varruna litterata 2

napoleon Cheilinnus sp 4

Total 308

Jenis tangkapan sampingan terdiri atas 9 famili yang meliputi Chaetodontidae, Scaridae, Lutjanidae, Cephalopoda, Libridae, Siganidae, Caesionidae, Muraenidae dan Crustacea. Famili yang paling banyak tertangkap pada bubu tambun adalah Chatodontidae. Faimili tersebut terdiri atas spesies

Chaetodon boronessa, Chaetodon klinii dan Chaetodon rostrastus dengan jumlah tangkapan sebesar 107 ekor. Keragaman family Chaetodontidae dapat dijadikan sebagai indikator kualitas terumbu karang yang masih baik.

Pada family Scaridae, spesies yang tertangkap meliputi Scarus niger forsskal, Scharus tricolor dan Chlorus bleekeri. Family Scaridae yang tertangkap ke dalam bubu tambun sejumlah 68 ekor. Jenis spesies ini sering disebut juga oleh nelayan setempat dengan nama lubu atau dalam istilah umum disebut juga ikan kakak tua. Pada family Lutjanidae, ikan yang tertangkap sejumlah 24 ekor yang terdiri atas spesies Lutjanus malabaricus, Lutjanus sp dan Lutjanus rufelineatus.

Pada famili Siganidae, ikan yang tertangkap sebanyak 28 ekor yang terdiri atas

(28)

18

besar dan jumlah yang sedikit karena sedang tidak terjadi musim sotong. Sedangkan family Labridae, ikan yang tertangkap sejumlah 40 ekor yang terdiri atas Hemigymnus melapterus, Hemigymnus fasciatus dan Cheilinnus fasciatus.

Pada family Chaesionidae ikan yang tertangkap berjumah 14 ekor yang terdiri atas spesies Chaesio cuning. Sedangkan family Muraenidae, spesies yang tertangkap sebnyak 5 ekor yang terdiri atas spesies moray. Operasi penangkapan alat bubu tambun juga menangkap family dari Crustasea yakni spesies Kepiting Pasir (Varruna litterata) yang berjumlah 2 ekor.

Proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan

Hasil tangkapan pada alat tangkap bubu tambun selama penelitian berjumlah 360 ekor. Proporsi hasil tangkapan utama sebanyak 14% dengan total hasil tangkapan sebanyak 52 ekor dan hasil tangkapan sampingan sebanyak 86% dengan total hasil tangkapan berjumlah 308 ekor. Proporsi hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 10.

Hasil tangkapan utama bubu tambun selama penelitian hanya satu family yakni Serranidae. Jenis spesies yang tertangkap meliputi, kerapu sunu (Plectropoma leopardus) sebanyak 22 ekor, kerapu hitam (Cephalopholis boenck)

sebanyak 12 ekor, kerapu bebek (Chromileptes altivelis) sebanyak 1 ekor, kerapu tulang hantu (Epinephelus tauvina) sebanyak 2 ekor, kerapu marinir (Epinephelus merra) 1 ekor, kerapu macan (Epinephelus fuscoguttata) sebanyak 14 ekor.

Gambar 10 Proporsi hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan Hasil tangkapan sampingan yang paling banyak tertangkap selama penelitian adalah family Chaetodontidae sebesar 107 ekor yang terdiri atas tiga spesies. Spesies tersebut meliputi Chaetodon boronessa sebanyak 30 ekor,

Chaetodon kleinii sebanyak 20 ekor dan Chaetodon rostrastus sebanyak 57 ekor. Ketiga spesies ini merupakan salah satu indikator kualitas terumbu karang. Meskipun ketiga spesies ini tergolong bukan ikan penting, namun proporsi ikan yang tertangkap paling banyak. Jenis ikan ini dijadikan sebagai pakan ikan tangkapan utama yang dipelihara di waring sebelum ikan dijual oleh nelayan.

86% 14%

(29)

19 Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa proporsi hasil tangkapan utama lebih rendah dibanding dengan tangkapan sampingan. Upaya dalam meningkatkan sumberdaya ikan karang agar tetap terpelihara dengan baik perlu adanya penurunan jumlah hasil tangkapan sampingan dengan meningkatkan selektifitas alat tangkap bubu (Miller, 1990). Miller (1995) menambahkan bahwa terdapat beberapa metode yang digunakan untuk meningkatkan selektifitas bubu yang meliputi perbaikan ukuran jarring, mulut bubu, umpan maupun pemasangan celah pelolosan. Pada penelitian Iskandar, et.al (2007) mendapatkan hasil bahwa dengan adanya celah pelolosan pada bubu lipat persegi empat didapatkan hasil tangkapan dengan ukuran yang layak.

Pada penelitian ini, bubu yang digunakan memiliki ukuran yang lebih besar. Namun, dinding bubu yang digunakan terbuat dari bahan kawat yang lunak. Sehingga ikan yang memiliki ukuran lebih besar dari mulut bagian dalam tetap bisa masuk dengan merusak mulut bagian depan. Kerusakan terjadi juga terhadap ikan hasil tangkapan utama maupun sampingan. Kerusakan tersebut terjadi dibagian kepala, badan dan ekor. Kerusakan pada tubuh ikan dipicu oleh dorongan ikan yang sangat kuat dalam upaya memasuki bubu tambun.

Penanganan hasil tangkapan

Kegiatan Penanganan hasil tangkapan disampaikan dalam bentuk diagram alir sebagai berikut:

(30)

20

Hasil tangkapan dibagi menjadi dua yakni hasil tangkapan utama dan tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utama ditangkap dalam bentuk hidup. Hasil tangkapan yang tertangkap dimasukan ke dalam palka kapal. Ikan yang dimasukan ke dalam palka, kemudian dibersihkan dari kutu laut yang berada pada sirip ikan. Palka yang digunakan sebagai tempat ikan dipastikan dalam kondisi berisi air yang berarus dan bersih. Pada saat di fishing base, ikan dipindah ke dalam kolam pemeliharaan atau waring. Selama di dalam waring, ikan dipelihara dengan diberikan pakan. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam satu hari. Pakan yang digunakan adalah ikan tangkapan sampingan dari operasi penangkapan bubu tambun. Ikan sampingan dicincang dan digunakan sebagai pakan ikan tangkapan utama yang dipelihara di dalam waring atau kolam pemeliharaan sampai masa tunggu penjualan tiba.

Masa penjualan ikan hasil tangkapan bergantung pada lama tidaknya kapal hongkong datang. Pada umumnya, kapal hongkong datang pada kisaran waktu 2-3 minggu. Pada saat masa tunggu ikan selesai, ikan diangkat dari waring dan dipindah di palka kapal untuk dijual ke kapal Hongkong yang telah menunggu di perairan sekitar pulau. Ikan yang msuk ke dalam palka telah dipisah menurut jenis ikan. Setelah dipastikan kondisi ikan di dalam palka baik, kapal akan bersandar di samping kapal Hongkong untuk melakukan transaksi penjualan ikan hasil tangkapan. Pada proses penjualan ini, nelayan tidak langsung menjual ke pihak Hongkong melainkan melalui perantara cukong. Ikan yang telah melewati cukong barulah dilakukan proses gradding yakni memisahkan ikan menurut jenis, bobot dan kualitas ikan yang dilakukan di dalam kapal Hongkong. Ikan yang telah melewati proses gradding dimasukan ke dalam palka yang selanjutnya dikirim ke Negara Hongkong.

Berbeda dengan proses tangkapan utama, hasil tangkapan sampingan hanya melalui proses yang pendek. Proses perlakuan ikan hasil tangkapan sampingan setelah di dalam palka, ikan dicincang dan dijadikan sebagai pakan ikan tangkapan utama. Ikan tangkapan sampingan hanya dijadikan sebagai pakan dan konsumsi nelayan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(31)

21 dan sampingan terletak pada harga jual, dimana ikan tangkapan utama memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Saran

1) Perlu upaya peningkatan selektifitas bubu tambun terhadap ikan hasil tangkapan sampingan dengan penambahan celah pelolosan pada alat tangkap bubu tambun.

2) Operasi penangkapan bubu tambun mengakibatkan kerusakan pada daerah terumbu karang sehingga perlu upaya untuk mengurangi kerusakan dengan cara pengawasan terhadap operasi penangkapan yang bubu tambun.

DAFTAR PUSTAKA

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hlm.

Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Habibun E, A. 2011. Aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan ekor kuning.

Iskandar MD, Lastari, Lanti. 2007. Effect of Escape Gape on Catch of Blue Swimming Crab (Portunnus Pelagius). The 2nd International Symposium on Food Security, Agricultural Development and Enviromental Conservation in Southeast and East Asia; 85-90

Iskandar MD.2011. Analisis Hasil Tangkapan Sampingan Bubu yang Dioperasikan di Perairan Karang Kepulauan Seribu. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6,No. 2, 2011, 31-37

Kuiter RH, Takamasa T. 2004. Pictorial Guide to Indonesia Reef Fishes. Bali (ID): PT Dive and Dive’s

Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Departemen PSP. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Edisi pertama. Institut Pertanian Bogor.

Monintja DR, S Martasuganda. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II. Diktat Kuliah. Tidak dipublikasikan. Bogor (ID): LPIU, MSPE, Institut Pertanian Bogor

Miller RJ 1995. Option for reducing bycatch in lobster and crabs pots. Proceedings of the International Symposium on Biology, Management and Economics of Crabs from High Latitude Habitats. Anchorage, Alaska, USA: p. 163-168

Miller RJ. 1990. Effectiveness of crabs and lobster traps. Can. J. Fish aquat Sci: Vol.47: 1228-1249

(32)

22

Risamasu FJL. 2008. Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor [Tidak dipublikasikan]

Rumanjar TP. 2001. Pendekatan Sistem untuk pengembangan Usaha Perikanan Ikan Karang dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung Manimbaya Kab. Donggala [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, hlm 16-18

Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Vol II No.2.Jakarta: Balai Riset Perikanan Laut, Departemen Pertanian.

Sukaca. 2013. Statistik Deskriptif: Penyajian Data, Ukuran Pemusatan Data, dan Ukuran Penyebaran Data.

Yoshimitsu, T. H. Eda and Hiramatsu, K. 1986. Groupers final repot

marineculture research and development in Indonesia. ATA 192, JICA. p.103 – 129.

(33)

23

4 kerapu sunu Plectropoma

(34)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Grobogan pada tanggal 25 Juli 1994 dari ayah Jumpono (alm) dan ibu Tukiyem. Penulis adalah putra ke lima dari lima bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Futuhiyyah Mranggen, Demak dan pada tahun yang sama penulis juga lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan serta mendapatkan beasiswa Bidikmisi.

(35)

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data
Gambar 2. Alat tangkap Bubu Tambun yang digunakan di Pulau Kerdau; (a)
Gambar 3 Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan bubu tambun
Gambar 4 Ilustrasi kegiatan operasi panangkapan bubu tambun tampak atas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah individu (ekor) dan berat (kg) dan hasil tangkapan bubu lipat pada pagi dan sore hari.. bubu lipat dari yang tertinggi hingga yang terendah pada pagi dan sore hari di

Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil tangkapan pada alat tangkap bagan pe- rahu diperoleh target tangkapan terdiri dari 1 spesies

Hasil tangkapan utama pukat udang dikelompokkan kedalam 4 jenis menurut hasil tangkapan terbanyak, yaitu udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang windu (Penaeus monodon),

Proporsi hasil tangkapan sasaran utama, maka dapat dikatakan bahwa unit penangkapan pada alat tangkap gillnet millennium dapat dikatakan ramah lingkungan apabila dilihat dari

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan data dan informasi tentang komposisi hasil tangkapan menggunakan alat tangkap bubu ( trap ) yang dioperasikan di perairan

Berdasarkan gambar di atas diperoleh komposisi hasil tangkapan Rajungan bubu lipat dengan dengan lama perendaman 9 jam yakni, Rajungan lebar karapas terbesar 13 cm

Berdasarkan gambar di atas diperoleh komposisi hasil tangkapan Rajungan bubu lipat dengan dengan lama perendaman 12 jam yakni, Rajungan lebar karapas terbesar 13,5 cm

Hasil penelitian menunjukan jenis hasil tangkapan sampingan pada alat tangkap lampara yang beroperasi di Perairan Tablolong, terdapat 6 spesies terdiri dari Cumi-cumi Lolingidae, Ikan