UJI EFEKTIVITAS PROTEIN HIDROLISAT IKAN CUCUT (
Carcharhinus sp.),
NAKTAR, DAN AGENS HAYATI
Beauveria bassiana
MENGENDALIKAN
LALAT BUAH (
Bactrocera sp.) (Diptera: Tephtritidae)DI LABORATORIUM
SKRIPSI
OLEH :
IMMANUEL SEMBIRING 080302051
HPT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI EFEKTIVITAS PROTEIN HIDROLISAT IKAN CUCUT (
Carcharhinus sp.),
NAKTAR, DAN AGENS HAYATI
Beauveria bassiana
MENGENDALIKAN
LALAT BUAH (
Bactrocera sp.) (Diptera: Tephtritidae)Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
ABSTRACT
Immanuel Sembiring, “The Effectivity of Swordfish Protein Hydrolysis, Nectar and Biological Agent (Beauveria bassiana) to control fruit flies (Bractocera sp.)” supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lahmuddin. The objectives of the research were to study the ability of protein hydrolysis swordfish, nectar and biological agent (Beauveria bassiana) to control fruit flies (Bractocera dorsalis). The research was held at Laboratory of Agricultural Research and Development of Fruit Crops Experimental Garden Plants Berastagi, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo (altitude 1.340 meters). The method used Randomized Complete Design with two factors and three replications. The first factor was protein hydrolysis concentrate (0 % /liter nectar + Beauveria bassiana, 25 % /liter of nectar + Beauveria bassiana,50 % /liter of nectar + Beauveria bassiana, 75 % /liter of nectar + Beauveria bassiana, 100 % /liter of nectar hydrolysis + Beauveria bassiana) and the second factor was infection technic (male and female feed, male feed and female feed).
The results showed that infection technic and protein hydrolysis concentrate significantly effected the percentage of fruit fly mortality.The highest percentage (93.33%) on male and female feed, and the lowest (53.33%) on male feed.
ABSTRAK
Immanuel Sembiring, “Uji Efektivitas Protein Hidrolisat Ikan Cucut
(Carcharhinus sp.), Naktar dan Agen Hayati (Beauveria bassiana) Mengendalikan Lalat Buah (Bactrocera sp.) (Diptera: Tephtritidae)”, di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lahmuddin Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan hidrolisis protein ikan cucut, naktar, dan agen hayati (Beauveria bassiana) untuk mengendalikan lalat buah (Bactrocera sp.). Penelitian dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Buah Kebun Percobaan Tanaman Berastagi, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo (1.340 m dpl) mulai Mei sampai Juli 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi protein hidrolisa (0 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 25 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 50 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 75 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 100 % / liter naktar hidrolisis + Beauveria bassiana) dan faktor kedua adalah teknik penularan (mengumpan jantan betina, jantan ,dan betina).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik mengumpan dan konsentrasi protein hidrolisa berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas lalat buah. Persentase tertinggi (93,33%) pada perlakuan mengumpan jantan dan betina ,dan terendah (53,33%) pada perlakuan mengumpan jantan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi yang berjudul ”Uji Efektivitas Protein Hidrolisat Ikan Cucut (Carcharhinus sp.), Naktar, dan Agens Hayati Beauveria bassiana Mengendalikan Lalat
Buah (Bactrocera sp.) (Diptera: Tephtritidae) Di Laboratorium” merupakan salah satu
syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi
Pembimbing Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS, selaku Ketua dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP. selaku Anggota yang telah memberikan saran dan
kritik kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan dan staf di Balai Penelitian Tanaman Buah Kebun Percobaan Tanaman Berastagi yang telah memberikan tempat dan fasilitas selama penelitian ini berlangsung.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, diharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Januari 2014
DAFTAR ISI
ABSTRACT ...i
ABSTRAK ...ii
KATA PENGANTAR ...iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... ... 3
Hipotesa Penelitian ... ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. ... . 5
Gejala Serangan Bactrocera sp. ... 7
Pengendalian Bactrocera sp. ... 8
Protein Hidrolisat Ikan cucut (carcharhinus sp.) ... 9
Beauveria bassiana ... 10
Atraktan (Naktar) ... 11
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian ... .... 13
Bahan dan alat ... ... 13
Metode penelitian ... .... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Mortalitas Bactrocera sp. ... 20 Waktu Mortalitas Bactrocera sp. ... 24 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 25 Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Tabel Hal. 1. Pengaruh konsentrasi protein hidrolisat dan sistem penularan
terhadap mortalitas lalat buah 20
2. Pengaruh teknik penularan terhadap persentase mortalitas lalat
buah 21
3. Pengaruh konsentrasi protein hidrolisat terhadap persentase
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Hal.
1. Telur Bactrocera sp. 5
2. Larva Bactrocera sp. 6
3. Pupa Bactrocera sp. 6
4. Imago Bactrocera sp. 7
5. Gejala Serangan Bactrocera sp. 8
6. Ikan cucut (Carcharhinus sp.) 9
7. Protein hidrolisat Ikan Cucut 14
8. Larutan masing-masing perlakuan 15
9. Perbanyakan Bactrocera sp. 16
10. Mengumpan Jantan dan Betina 16
11. Mengumpan Jantan 17
12. Mengumpan Betina 18
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Hal.
1 Bagan penelitian 28
2 Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Pertama Setelah Inokulasi 29 3 Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Kedua Setelah Inokulasi 30 4 Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Ketiga Setelah Inokulasi 33 5 Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Keempat Setelah Inokulasi 35 6 Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Kelima Setelah Inokulasi 37 7 Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Keenam Setelah Inokulasi 40 8 Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Ketujuh Setelah Inokulasi 41
ABSTRACT
Immanuel Sembiring, “The Effectivity of Swordfish Protein Hydrolysis, Nectar and Biological Agent (Beauveria bassiana) to control fruit flies (Bractocera sp.)” supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lahmuddin. The objectives of the research were to study the ability of protein hydrolysis swordfish, nectar and biological agent (Beauveria bassiana) to control fruit flies (Bractocera dorsalis). The research was held at Laboratory of Agricultural Research and Development of Fruit Crops Experimental Garden Plants Berastagi, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo (altitude 1.340 meters). The method used Randomized Complete Design with two factors and three replications. The first factor was protein hydrolysis concentrate (0 % /liter nectar + Beauveria bassiana, 25 % /liter of nectar + Beauveria bassiana,50 % /liter of nectar + Beauveria bassiana, 75 % /liter of nectar + Beauveria bassiana, 100 % /liter of nectar hydrolysis + Beauveria bassiana) and the second factor was infection technic (male and female feed, male feed and female feed).
The results showed that infection technic and protein hydrolysis concentrate significantly effected the percentage of fruit fly mortality.The highest percentage (93.33%) on male and female feed, and the lowest (53.33%) on male feed.
ABSTRAK
Immanuel Sembiring, “Uji Efektivitas Protein Hidrolisat Ikan Cucut
(Carcharhinus sp.), Naktar dan Agen Hayati (Beauveria bassiana) Mengendalikan Lalat Buah (Bactrocera sp.) (Diptera: Tephtritidae)”, di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lahmuddin Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan hidrolisis protein ikan cucut, naktar, dan agen hayati (Beauveria bassiana) untuk mengendalikan lalat buah (Bactrocera sp.). Penelitian dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Buah Kebun Percobaan Tanaman Berastagi, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo (1.340 m dpl) mulai Mei sampai Juli 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor, dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi protein hidrolisa (0 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 25 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 50 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 75 % / liter naktar + Beauveria bassiana, 100 % / liter naktar hidrolisis + Beauveria bassiana) dan faktor kedua adalah teknik penularan (mengumpan jantan betina, jantan ,dan betina).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik mengumpan dan konsentrasi protein hidrolisa berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas lalat buah. Persentase tertinggi (93,33%) pada perlakuan mengumpan jantan dan betina ,dan terendah (53,33%) pada perlakuan mengumpan jantan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas hortikultura penting yang permintaannya cukup besar dari tahun ke tahun dan paling menguntungkan untuk diusahakan. Data Dinas Pertanian Sumut menunjukkan luas panen tahun 2008 mencapai 13.090 hektar dan pada tahun 2009 menjadi 12.086 hektar. Sementara total produksinya sebesar 858.508 ton, dan menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar 728.796 ton per hektar. Kondisi tersebut menunjukan terjadinya penurunan total produksi jeruk di Sumatera Utara sebagai salah satu daerah produksi jeruk terbesar di Indonesia. Sedangkan data produksi jeruk nasional berkisar 17 – 25 ton/hektar dari potensi 25-40 ton/hektar (Deptan, 2009).
Berbagai kendala ditemukan dalam budidaya tanaman jeruk, salah satu diantaranya adalah serangan lalat buah. Jenis lalat buah yang ada di Indonesia termasuk dalam genus Bactrocera. Spesies Bactrocera dorsalis Hendel dapat
menyebabkan kehilangan hasil produksi hingga 100 %. B. arambotae, B. cucurbitae, dan B. umbrosus merupakan spesies yang banyak ditemukan di
sentra produksi buah di Indonesia (Sutrisno, 1991).
Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan antara lain : tradisional, kimiawi, umpan protein, atraktan, maupun penggunaan teknik jantan mandul. Secara mekanis dilakukan dengan cara membungkus buah antara lain dengan kantong plastik dan daun kelapa. Alternatif pengendalian di Indonesia yang mempunyai prospek dikembangkan adalah penggunaan protein, agen hayati dan atraktan (Iwashi et al., 1999).
Atraktan merupakan salah satu cara menarik perhatian serangga selain feromon, garam, amonium dan protein hidrolisat. Bahan baku pembuatan protein hidrolisis salah satunya dapat dihasilkan dari sektor perikanan yakni ikan cucut. Besarnya kandungan protein ikan cucut dapat dimanfaatkan dalam mengendalikan lalat buah. Karbohidrat, protein, vitamin, mineral merupakan sumber energi bagi agens hayati dan sebagai bahan naktar dalam pengendalian lalat buah secara sistemik, dengan penambahan hidrolisis protein dapat menarik Bactrocera sp. untuk memakan naktar sehingga agens hayati di dalam naktar menginfeksi jaringan tubuh lalat buah secara sistemik (Diniz dan Martin, 1996).
Salah satu pengendalian yang mendapat prioritas untuk dikembangkan saat ini adalah pengendalian hayati dengan menggunakan jamur entomopatogen. Beberapa mikroorganisme entomopatogen baik bakteri, jamur maupun virus, dapat digunakan untuk sebagai agen hayati untuk mengendalikan populasi hama serta terbukti aman bagi parasitoid dan predator. Mikroorganisme yang umumnya digunakan sebagai entomopatogen adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae. Kedua mikroorganisme ini berupa jamur yang menjadi patogen pada beberapa serangga hama tanaman (Wahyono dan Tarigan, 2007).
Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin. Cendawan ini dilaporkan sebagai agens hayati yang sangat efektif mengendalikan sejumlah spesies serangga hama termasuk lalat buah, rayap, kutu putih, dan beberapa jenis kumbang (Sutopo dan Indriyani, 2007).
Dewasa ini telah terjadi peningkatan preferensi penggunaan agen hayati dalam pengelolaan hama tanaman. Hal ini disebabkan karena pengendalian ini dapat menjaga kestabilan lingkungan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian penggunaan protein hidrolisat ikan cucut, naktar, dan agens hayati (B. bassiana) untuk mengendalikan lalat buah (Bactrocera sp.)
Tujuan Penelitian
Hipotesa Penelitian
Ada kemampuan protein hidrolisat ikan cucut, naktar, dan agens hayati (B. bassiana) untuk mengendalikan lalat buah (Bactrocera sp.)
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae)
Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah jeruk atau di dalam luka atau cacat buah secara berkelompok (Borror, 1996).
Lalat buah betina bertelur sekitar 120-150 butir dan menetas dalam watu 8-16 jam. Pada suhu rendah yaitu diantara 12-13oC telur tidak akan menetas. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/buah/hari. Telur berwarna putih transparan berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing yang berukuran kurang lebih 1 mm (Gambar 1) (BKP Pangkalpinang, 2012).
Gambar 1. Telur Bactrocera sp. Sumber: http://www.entomol.nchu.edu
Gambar 2. Larva Bactrocera sp. Sumber : http://www.entomol.nchu.edu
Pupa berwarna coklat tua, berbentuk oval dengan panjang 5 mm dan tidak bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas siang hari pada suhu 30-35oC, kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara 450-900 meter. Masa pupa rata-rata 19 hari, dan sangat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban tanah, yaitu umur pupa lebih pendek pada kelembaban lebih tinggi (Montoya, 2008).
Gambar 3. Pupa Bactrocera sp. Sumber : http://www.entomol.nchu.edu
Lalat dewasa berwarna merah kecoklatan. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang 1/4 inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam di bagian
hari. Lalat buah dewasa sudah siap untuk bereproduksi, pada kondisi normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang jauh mencapai 1 kilometer (Putra, 1997).
Gambar 4. Imago Bactrocera sp. Sumber : http://www.labscorner.org
Lalat betina dewasa mengeluarkan feromon seks untuk memikat lalat jantan. Telur akan diletakkan pada jaringan tumbuhan yang cocok (cukup nutrisi) bagi keturunannya. Penelitian oleh Messina et al (1991) dan Putra (1997) membuktikan bahwa lalat buah memilih buah yang mulai masak agar lebih mudah ditembus oleh ovipositor, memiliki kandungan gula yang mulai meningkat, kandungan air yang makin rendah, dan ukuran yang makin besar.
Gejala serangan Bactrocera sp.
Apabila dibelah pada daging buah terdapat belatung-belatung kecil dengan ukuran antara 4-10 mm (Asri, 2003).
Larva lalat buah yang menetas dari telur akan membuat liang gerek di dalam buah dan menghisap cairannya. Larva dapat mengganggu pertumbuhan buah dan kehidupan organisme pembusuk. Buah menjadi busuk dan jatuh ke permukaan tanah (Soeroto et al., 1995).
Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan. Kerugian yang ditimbulkan oleh lalat buah dapat secara kuantitatif maupun kualitatif. Kerugian kuantitatif yaitu berkurangnya produksi buah sebagai akibat rontoknya buah yang terserang sewaktu buah masih muda ataupun buah yang rusak serta busuk yang tidak laku dijual. Kualitatif yaitu buah yang cacat berupa bercak, busuk, berlubang, dan terdapat larva lalat buah yang akhirnya kurang diminati konsumen (Asri, 2003).
Gambar 5. Gejala Serangan Bactrocera sp. Sumber : http://www.karonewsupdate.com
Pengendalian Bactrocera sp.
pembungkusan, sanitasi kebun, penggunaan perangkap dengan atraktan, dan eradikasi (Soeroto et al., 1995).
Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu : (a) mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah, (b) menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap dan (c) mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan. Di alam, lalat jantan mengkonsumsi metil eugenol untuk kemudian setelah diproses dalam tubuhnya melalui suatu metabolisme akan menghasilkan zat penarik (sex pheromone) bagi lalat betina yang sangat diperlukan pada proses (Agus, 2007) Protein Hidrolisat Ikan Cucut
Berbagai macam protein hidrolisat sudah digunakan untuk menangkap lalat buah baik jantan maupun betinanya. Protein hidrolisat dapat dibuat dari berbagai macam sumber protein dari putih telur, ragi tape, dan kedelai. Umpan protein telah menjadi metode umum yang digunakan dalam menekan atau mengendalikan populasi lalat buah di beberapa negara di belahan dunia. Hal
tersebut merupakan kemajuan teknologi umpan secara semprot (Sookar et al., 2006).
Fungsi protein hidrolisat dapat sebagai penyedap atau sebagai intermediates untuk isolasi dan memperoleh asam amino secara individu atau dapat pula untuk pengobatan yaitu sebagai diet untuk penderita pencernaan. Protein hidrolisat ikan dapat diperoleh dengan cara hidrolisis basa, hidrolisis asam atau secara enzimatis. Mutu produk akhir yang meliputi warna, bau, rasa, dan flavour yang khas tergantung pada komposisi asam amino bahan awalnya, kondisi serta bahan penghidrolisa yang digunakan (Mujanah, 1993).
Bahan baku pembuatan protein hidrolisat sebagai atraktan salah satunya dapat dihasilkan dari sektor perikanan. Ikan cucut merupakan jenis ikan yang potensial secara ekonomis karena semua bagian tubuhnya dapat dimanfaatkan, baik daging, sirip, empedu juga kulit serta tulangnya, dan harganya relatif tidak mahal. Namun pemanfaatan ikan cucut di Indonesia masih terbatas. Hingga saat ini kulitnya dimanfaatkan untuk kerupuk dan disamak menjadi bahan pembuatan tas, dompet, dan sebagainya. Sedangkan tulangnya dimanfaatkan sebagai perekat. Besarnya potensi ikan cucut tersebut ternyata dapat dimanfaatkan sebagai produk protein hidrolisat (Wibowo, 1995).
Enzim papain mempunyai kemampuan untuk melunakkan daging dan menghidrolisis ikatan peptida dari protein. Peningkatan konsentrasi enzim akan meningkatkan konversi protein protein jaringan daging ikan yang bersifat tidak larut. Bila konsentrasi enzim berlebihan maka proses proses tersebut menjadi tidak efisien (Muljanah, 1993).
Beauveria bassiana
beberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai agensi hayati terhadap sejumlah serangga hama pada tanaman pangan, hias, buah-buahan, sayuran,
kacang-kacangan, perkebunan, kehutanan hingga tanaman gurun pasir. B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari pertanaman maupun dari tanah.
Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat (Sutopo dan Indriyani, 2007).
Sistem kerjanya yaitu spora jamur B. bassiana masuk kedalam tubuh serangga inang melalui kutikula, mulut, spirakel dan lubang lainnya. Selain itu inokulum jamur yang menempel pada tubuh serangga inang dapat berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah, kemudian masuk menembus kutikula tubuh serangga. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim atau toksin. Jamur ini selanjutnya akan mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Dalam hitungan hari, serangga akan mati. Setelah itu, miselia jamur akan tumbuh ke seluruh bagian tubuh serangga. Serangga yang terserang jamur B. bassiana akan mati dengan tubuh mengeras seperti mumi dan tertutup oleh benang-benang hifa berwarna putih (Desyanti et al., 2007).
Naktar
sehingga diharapkan seiring dengan waktu populasi lalat buah di alam akan menurun, karena betina tidak dapat dibuahi oleh jantan (Dalyanto, 2006)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Buah Kebun Percobaan Tanaman Berastagi, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo (1.340 m dpl) mulai bulan Mei 2013 sampai dengan Juli 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago lalat buah (Bactrocera sp.), ikan cucut (Carcharhinus sp.), enzim papain, natrium metabisulfit, agens hayati (Beauveria bassiana), buah jeruk yang terinfeksi serangan lalat buah, pasir, dan madu.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antar lain: pisau, blender, gelas ukur, kompor, dandang, wadah plastik 10 liter, botol plastik, kain kasa, kapas, gelas ukur, kawat besi, karet gelang.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, yaitu :
Faktor I : Persentase protein hidrolisat ikan cucut
Faktor II : Teknik Penularan Model linear yang digunakan adalah:
Yijk =
µ
+α
i +β
j + (αβ
)ij +ε
ijkKeterangan :
Yijk = hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Pelaksanan Penelitian
a. Pembuatan Enzim Papain
Enzim papain diperoleh dari buah pepaya muda dengan cara penyadapan yang dilakukan pada pukul 07.30–08.30 WIB agar dapat diperoleh enzim dalam jumlah yang banyak. Penyadapan dilakukan mulai dari pangkal menuju ujung batang sedalam 1–2 mm, kemudian getah yang keluar ditampung dengan wadah penampung. Getah yang diperoleh dicampur dengan Natrium metabisulfit 0,7 %, diaduk secara merata hingga membentuk emulsi berwarna putih, lalu didiamkan selama 24 jam hingga membentuk enzim papain kasar.
b. Pembuatan Protein Hidrolisat Ikan Cucut (Carcharhinus sp.)
Ikan cucut terlebih dahulu dibersihkan dengan air mengalir lalu ditiriskan, ikan dicacah kasar dan ditimbang sebanyak 1 kg, lalu ditambahkan 4 l aquades dicampur dan diaduk sampai merata. Dimasukkan enzim papain kasar dengan konsentrasi 0,6 % hingga pH 6,5. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan NaOH 0,5 N.
c. Pembuatan Naktar
Disiapkan bahan naktar yang terdiri dari karbohidrat, protein, gula, vitamin, mineral, serta bahan yang mengandung kitin kemudian di masak. Disaring naktar dan disimpan dalam wadah plastik ukuran 10 l dan disimpan selama 2-3 hari.
Dicampurkan naktar dengan hidrolisis protein ikan cucut sesuai masing – masing perlakuan dan ditambahkan 8 gr agen hayati B. bassiana ke dalam larutan.
Gambar 8. Larutan masing-masing perlakuan d. Perbanyakan Bactrocera sp.
Gambar 9. Perbanyakan Bactrocera sp. a. Mengumpan jantan dan betina
Disediakan wadah plastik masing-masing berukuran diameter 20 cm dan tinggi 20 cm. Digantung kapas yang sudah dicelupkan ke masing – masing perlakuan dengan kawat besi setinggi 8cm. Dilepaskan 5 pasang Bactrocera sp. Ditutup wadah plastik dengan menggunakan kain kasa, Setelah 1 hari dikeluarkan kapas berisi perlakuan dari wadah plastik. Diletakkan madu sebagai bahan makanan Bactrocera sp. pada kain kasa. Pengamatan dilakukan setiap hari 1 hari setelah aplikasi.
b. Mengumpan jantan
Disediakan sebuah wadah plastik masing-masing berukuran diameter 20 cm dan tinggi 20 cm. Digantung kapas yang sudah dicelupkan ke masing – masing perlakuan dengan kawat besi setinggi 8cm. Ditutup wadah plastik dengan menggunakan kain kasa. Dilepaskan 5 ekor imago Bactrocera sp. jantan ke dalam wadah. Setelah 1 hari dikeluarkan kapas berisi perlakuan dari wadah plastik, selanjutnya dimasukkan 5 ekor imago Bactrocera sp. betina sehat kedalam wadah plastik. Diletakkan madu sebagai bahan makanan pada kain kasa. Pengamatan dilakukan setiap hari 1 hari setelah aplikasi.
Gambar 11: Mengumpan jantan c. Mengumpan betina
Gambar 12: Mengumpan betina Peubah Amatan
- Persentase Mortalitas Bactrocera sp.
Persentase mortalitas imago Bactrocera sp. dihitung dengan menggunakan rumus:
x 100%
Keterangan:
M : Persentase mortalitas imago Bactrocera sp. a : jumlah imago Bactrocera sp. yang mati b : jumlah imago yang diamati
Pengamatan terhadap mortalitas imago Bactrocera sp. dilakukan setiap hari setelah aplikasi.
- Waktu mortalitas bactrocera sp.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Mortalitas Lalat Buah
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa interaksi konsentrasi protein hidrolisat dan teknik penularan berpengaruh nyata terhadap mortalitas lalat buah (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh konsentrasi protein hidrolisat dan sistem penularan terhadap mortalitas lalat buah
Perlakuan Hari Setelah Aplikasi (HSA)
1 2 3 4 5 6 7 Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang
sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
persentase terendah (53,33 %) terdapat pada perlakuan A4B2 (100 % / liter larutan naktar + B. bassiana dengan teknik mengumpan jantan). Umumnya serangga tertarik terhadap seks feromon maupun umpan makan yang disukai, misalnya B. dorsalis tertarik dengan atraktan seperti metyl eugenol, eure iure, med iure, ammonia dan hidrolisis protein. Hal ini sesuai dengan penelitian Dalyanto (2006) yang menyatakan bahwa lalat buah jantan dan betina tertarik dengan aroma asam amino yang dihasilkan hidrolisis protein ikan cucut dan naktar.
Mahmud (1989) menyatakan bahwa keberhasilan cendawan patogen sebagai pengendali hama dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, kelembaban), jumlah spora, viabilitas spora (daya kecambah) dan virulensi yang virulen memiliki infektifitas yang rendah atau sebaliknya. Setiap jamur membutuhkan komposisi media tumbuh dan kondisi lingkungan yang mendukung secara optimal. Setiap media baik berupa padat dan cair membutuhkan karbohidrat, energi (glukosa) protein sebagai sumber nitrogen. Hal ini didukung oleh pendapat Hidayah (2011) yang menyatakan bahwa perkembangan dan kestabilan produksi spora jamur terlihat nyata pada nutrisi lengkap, dikarenakan nutrisi merupakan sumber makanan bagi kebutuhan jamur.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa teknik penularan berpengaruh nyata terhadap mortalitas lalat buah (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh teknik penularan terhadap persentase mortalitas lalat buah Perlakuan Hari Setelah Aplikasi (HSA)
1 2 3 4 5 6 7
B1 0,00 5,46a 12,83 41,00 61,00 77,00 87,00
B2 0,00 0,00b 12,69 45,00 57,00 69,00 79,00
B3 0,00 0,00b 10,37 37,00 73,00 79,00 87,00
Tabel 2 menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata hanya terdapat pada pengamatan 2HSA, sementara pengamatan HSA yang lain tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan isolat awal B. bassiana yang digunakan sama, sehingga hanya terdapat perbedaan kecil dalam proses infeksi jamur tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyono dan Tarigan (2007) yang menyatakan bahwa sporulasi B. bassiana dipengaruhi kandungan nutrisi dari media tumbuh yang digunakan.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi protein hidrolisis berpengaruh nyata terhadap mortalitas lalat buah (tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi hidrolisis protein terhadap persentase mortalitas lalat buah
Perlakuan Hari Setelah Aplikasi (HSA)
1 2 3 4 5 6 7
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5%.
Waktu Mortalitas (Hari)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi protein hidrolisa, teknik pengumpanan dan interaksi keduanya berpengaruh tidak nyata terhadap waktu mortalitas lalat buah (Bactrocera sp.). Waktu mortalitas terlama (5,67 hari) terdapat pada perlakuan A4B3 (75% / liter larutan naktar + B. bassiana dengan teknik mengumpan betina) dan tercepat (3,33 hari) pada perlakuan A0B3, A3B2 dan A4B2. Hal ini sesuai dengan penelitian Desyanti (2007) yang menyatakan bahwa jamur B. bassiana menyebabkan gejala pada serangga dalam jangka waktu tiga hari, serangga terinfeksi mati antara 3-10 hari setelah infeksi tergantung spesies, umur, ukuran dan dosis konidia/ml.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Persentase mortalitas tertinggi pada 7HSA adalah (93,33%) terdapat pada perlakuan A0B1 (0 % / liter larutan naktar + B. bassiana dengan teknik mengumpan jantan dan betina), A0B2 (0 % / liter larutan naktar + B. bassiana dengan teknik mengumpan jantan), A1B1 (25 % / liter larutan naktar + B. bassiana dengan teknik mengumpan jantan dan betina).
2. Persentase mortalitas terendah pada 7HSA adalah (53,33 %) terdapat pada perlakuan A4B2 (100 % / liter larutan naktar + B. bassiana dengan teknik mengumpan jantan).
3. Waktu mortalitas terlama (5,67 hari) terdapat pada perlakuan A4B3 (75% / liter larutan naktar + B. bassiana dengan teknik mengumpan betina) dan tercepat (3,33 hari) pada perlakuan A0B3, A3B2 dan A4B2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Agus. K. 2007. Pengaruh Campuran Beberapa Jenis Minyak Nabati Terhadap Daya Tangkap Lalat Buah. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bul.Littro.Vol.XVII. No.1.2007. 60-66
Asri, 2003. Membuat Alat Perangkap Lalat Buah. Sinar Tani. http://www.litbang.deptan.go.id. Diunduh tanggal 22 September 2012. Borror, D.J., C.A. Triplehorn, dan N.F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi ke-6. Soetiyono P. penerjemah. Gajah Mada Press. Yogyakarta .Terjemahan dari: An Introduction To The Study of Insects. BKP Pangkalpinang, 2012. Lalat Buah (Bractocera sp.).
http://www.bkp-pangkalpinang.deptan.go.id. Diunduh tanggal 10 Oktober 2012.
Dalyanto, E. 2006. Atraktan Perangkap Lalat Dari Protein Hidrolisat Limbah Ikan Cucut (skripsi). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Deptan, 2009. Kajian Umum Mengenai Tanaman Jeruk. http ://ditlin_hortikultura.go.id. Diunduh tanggal 11 Desember 2013.
Desyanti, S.H. Yusuf, Y. Sulaeman, dan S. Teguh. 2007. Keefektifan Beberapa Spesies Cendawan Entomopatogen Untuk Mengendalikan Rayap Tanah Coptotermes gestroi (Isoptera:Rhinotermitidae) dengan Metode Kontak dan Umpan.
Diniz, F.M., and A.M. Martin. 1996. Effects of the Extent of Enzymatic Hydrolisis on Functional Properties of Shark Protein Hydrolysate. J. Biochem 30: 266-272.
Hidayah, N. dan I.G.A.A Indrayani. 2011. Pengaruh Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan Jamur Nomuraea rileyi (FARLOW) SAMSON dan Patogenesitasnya Pada Helicoverpa armigera HUBNER dan Spodoptera litura f. J. Littri 17(3): 312-327.
Iwashi, O.T.S.S. Subazar, and S. Sastrodiharjo. 1996. Attractiveness of Methyl Eugenol to Fruit Fly Bactrocera carombolae (Diptera : Tephtritidae) in Indonesia Ann. Entomol. Soc. 89 (5): 653-660.
Messina, F.J., D.G. Alston, & V.P. Jones. 1991. Oviposition by the Western Cherry fruit fly (Diptera: Tephritidae) in relation to host development. J. Kansas Entomol. Soc. 64: 197-208.
Montoya, P., S. Flores, & J. Toledo. 2008. Effect of rainfall and soil moisture on survival of adults and immature stages of Anastrepha ludens and A. obliqua (Diptera: Tephritidae) under semi-field conditions. Flor. Entomol. 91: 643-650.
Muljanah I, 1993. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. volume ke-23. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Putra, N. S. 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Yogyakarta: Kanisius. Soeroto, Wasiati, N.I. Chalid, T. Henrawati, A. Hikmat. 1995. Petunjuk Praktis
Pengendalian Lalat Buah. Jakarta: Direktorat Jendral Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman.
Sookar P, Permalloo, M. Alleck, dan S.I. Seewooruthun. 2006. Development of improved attractants and their integration into fruit fly management programme. Fruit Flies of Economic Importance: From Basic to Applied Knowledge. Proceedings of the 7th International Symposium on Fruit Flies of Economic Importance; Salvador. 10-15 September 2006. pp 71-77.
Sutopo. D. dan I.G.A.A. Indriyani. 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B. Bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang.
Sutrisno, S. 1991. Current Fruit Fly Problem in Indonesia in Kawasaki, O.K. Iwashi and K.Y. Kaeshiko (Eds). Proceeding of Symposium on The Biology and control of Fruit Flies Okinawa-Japan 2-4 September. pp. 72-78
Wahyono, T.E. dan N. Tarigan. 2007. UJI PATOGENISITAS AGEN HAYATI Beauveria bassiana DAN Metarhizium anisopliae TERHADAP ULAT SERENDANG (Xystrocera festiva). Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 1, 2007
Lampiran 2. Data Penelitian
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Pertama Setelah Inokulasi
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
I II III
Rataan 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Tabel Dwikasta Total Protein
Hidrolisis Jumlah Total Rataan
Tabel Dwikasta Rataan Protein
Hidrolisis
Jenis Kelamin Bactrocera
Dorsalis Terperangkap Total Rataan
B1 B2 B3
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Kedua Setelah Inokulasi
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
A3B2 0 0 0 0 0,0
Rataan 0,000 2,667 0,667 3,333 1,111
Tabel Dwikasta Total
Protein Hidrolisis Jumlah Total Rataan
B1 B2 B3
Protein Hidrolisis Jenis Kelamin Bactrocera
Dorsalis Terperangkap Total Rataan
B1 B2 B3
Rataan 2,05 0,00 0,00 2,05 0,68
Daftar Sidik Ragam
SBK Db Jk KT F.it F.005 F.001
Perlakuan 14 426,133 30,4381
A 4 42,7453 10,6863 0,3 2,69 4,02
B 2 297,897 148,948 3,97 3,22 5,39
A x B 8 85,4907 10,6863 0,3 2,42 2,4
Galat 30 1124,16 37,4718
FK= 148,948
KK = 16,3687
JKP 426,133 JKT 1550,29 JK 1124,16
Uji Jarak Duncan Faktor B
SY 0,58 ‐1,67 ‐2,01 ‐0,17
Ulangan Total Rataan
I II III
Total 0 73,7398 18,4349 81,87
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Ketiga Setelah Inokulasi
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
I II III
Rataan 8,667 6,000 6,667 21,333 7,111
Tabel Dwikasta Total Protein
hidrolisis Jumla Total Rataan
B1 B2 B3
Total 192,48 190,30 155,61 538,39 59,82
Rataan 12,83 12,69 10,37 35,89 11,96
Rataan 7,33 8,00 6,00 193,33 7,11
Daftar Sidik Ragam
SBK Db Jk KT F.it F.005 F.001
Perlakuan 14 1821,967 130,14
A 4 963,1313 240,783 2,6347 tn 2,69 4,02
Ulangan Total Rataan
I II III
A0B1 18,43 18,43 26,57 63,43 21,14
A0B2 18,43 0,00 0,00 18,43 6,14
A0B3 0,00 0,00 18,43 18,43 6,14
A1B1 18,43 18,43 0,00 36,87 12,29
A1B2 18,43 0,00 18,43 36,87 12,29
A1B3 18,43 18,43 0,00 36,87 12,29
A2B1 18,43 18,43 18,43 55,30 18,43
A2B2 18,43 26,57 26,57 71,57 23,86
A2B3 18,43 18,43 18,43 55,30 18,43
A3B1 18,43 0,00 0,00 18,43 6,14
A3B2 18,43 18,43 0,00 36,87 12,29
A3B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
A4B1 18,43 0,00 0,00 18,43 6,14
A4B2 26,57 0,00 0,00 26,57 8,86
A4B3 0,00 18,43 26,57 45,00 15,00
Total 229,349 155,61 153,435 538,39
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Keempat Setelah Inokulasi
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
I II III
Total 640 560 660 1860
Rataan 42,667 37,333 44,000 124,000 41,333
Tabel Dwikasta Total Protein
hidrolisis Jumlah Total Rataan
B1 B2 B3
Dorsalis Terperangkap Total Rataan
Total 206,67 226,67 186,67 620,00 206,67
Rataan 41,33 45,33 37,33 1160,00 41,33
Daftar Sidik Ragam
SBK db Jk KT F.it F.005 F.005 F.001
Perlakuan 14 5920,00 422,86
A 4 2631,11 657,78 4,11111 * 2,69 4,02
B 2 480,00 240,00 1,5 tn 3,22 5,39
A x B 8 2808,89 351,11 2,19444 tn 2,42 2,4
Galat 30 4800,00 160,00
Total 44 10720
FK= 76880
KK = 1,67618
JKP 5920 JKT 10720 JK 4800
Uji Jarak Duncan A
SY 1,99 20,93 35,30 36,81 36,27 40,34
P 2 3 4 5 6
SSR 0,01 2,89 3,48 3,84 4,11 4,30
LSR 0,01 5,74 6,92 7,63 8,17 8,55
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Kelima Setelah Inokulasi Perlakuan
Ulangan Total Rataan
I II III
Total 1190 1010 670 2870
Rataan 79,333 67,333 44,667 191,333 63,778
Tabel Dwikasta Total Protein
Hidrolisis Jumla Total Rataan
B1 B2 B3
Dorsalis Terperangkap Total Rataan
B1 B2 B3
Total 306,67 283,33 366,67 956,67 318,89
Daftar Sidik Ragam
SBK Db Jk KT F.it F.005 F.005 F.001
Perlakuan 14 5124,44 366,03
A 4 702,22 175,56 0,32245 tn 2,69 4,02
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Ke-lima Setelah Inokulasi
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
I II III
Total 1190 1010 670 2870
Tabel Dwikasta Total Protein
Hidrolisis Jumlah Total Rataan
B1 B2 B3
Dorsalis Terperangkap Total Rataan
B1 B2 B3
Total 306,67 283,33 366,67 956,67 318,89
Rataan 61,33 56,67 73,33 1700,00 63,78
Daftar Sidik Ragam
SBK Db Jk KT F.it F.005 F.005 F.001
Perlakuan 14 5124,44 366,03
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Keenam Setelah Inokulasi
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
I II III
Total 1250 1120 1020 3390
Rataan 83,333 74,667 68,000 226,000 75,333
Tabel Dwikasta Total
Protein
Hidrolisis Jumla Total Rataan
B1 B2 B3
Dorsalis Terperangkap Total Rataan B1 B2 B3
A0 83,33 76,67 80,00 240,00 80,00
A2 83,33 63,33 70,00 216,67 72,22
A3 76,67 70,00 86,67 233,33 77,78
A4 63,33 63,33 86,67 213,33 71,11
Total 386,67 346,67 396,67 1130,00 376,67
Rataan 77,33 69,33 79,33 2020,00 75,33
Daftar Sidik Ragam
SBK db Jk KT F.it F.005 F.005 F.001
Perlakuan 14 2786,67 199,05
A 4 497,78 124,44 0,65116 tn 2,69 4,02
Persentase Ketertarikan Lalat Buah Hari Ketujuh Setelah Inokulasi
Perlakuan
Ulangan Total Rataan
I II III
Tabel Dwikasta Total Protein
Hidrolisis Jumlah Total Rataan
B1 B2 B3
Dorsalis Terperangkap Total Rataan
B1 B2 B3
Total 436,67 396,67 436,67 1270,00 423,33
Rataan 87,33 79,33 87,33 2266,67 84,67
Daftar Sidik Ragam
SBK db Jk KT F.it F.005 F.005 F.001
Perlakuan 14 2186,67 156,19
FOTO PENELITIAN
Bagan penelitian Perbanyakan Bactrocera sp.
Larutan masing-masing perlakuan
Bactrocera sp. terinfeksi B. Bassiana