• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Energi Spesifik Prototipe Evaporator Tipe Falling Film Pada Proses Pemekatan Larutan Gelatin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Energi Spesifik Prototipe Evaporator Tipe Falling Film Pada Proses Pemekatan Larutan Gelatin"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN

LARUTAN GELATIN

Oleh

MOHAMAD SUJAI F14103038

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN

LARUTAN GELATIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOHAMAD SUJAI F14103038

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN

LARUTAN GELATIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOHAMAD SUJAI F14103038

Dilahirkan di Jakarta, 4 Februari 1985 Tanggal lulus : Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA Ir. Harianto, M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

(4)

Mohamad Sujai. F14103038. Penentuan Energi Spesifik Prototipe Evaporator Tipe Falling Film Pada Proses Pemekatan Larutan Gelatin. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA dan Ir. Harianto, M.Si.

RINGKASAN

Gelatin merupakan suatu produk yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit, jaringan ikat dan tulang hewan. Gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari gelatin tipe A dan tipe B. Pada prinsipnya perbedaan proses pembuatan gelatin tipe A dan tipe B adalah pada proses perendamannya. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam asam, terutama pada bahan baku dari kulit babi. Sedangkan gelatin tipe B direndam dalam larutan basa atau biasa disebut proses basa (alkali), terutama pada bahan baku dari kulit dan tulang sapi.

Kegunaan utama gelatin adalah untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai stabilizer, emulsifier dan untuk memperbaiki tekstur makanan. Pada industri non pangan, gelatin digunakan untuk pembuatan cangkang kapsul, tablet, fotografi, bahan perekat (lem) dan pelapis kertas. Kebutuhan akan gelatin di Indonesia selama ini masih bergantung pada impor gelatin dari negara-negara Eropa, Amerika dan Australia. Penggunaan tulang dan kulit babi pada produksi gelatin di negara-negara tersebut menjadi kendala bagi penduduk Indonesia yang mayoritas muslim.

Pada proses produksi gelatin, tahap evaporasi merupakan tahap yang kritis dilihat dari segi konsumsi energi. Hasil evaporasi harus memenuhi kadar air yang telah ditentukan, karena akan menentukan sifat produk pada proses selanjutnya, yaitu ekstrusi dan pengeringan. Sifat produk ini berkaitan dengan gel strength dan warna gelatin yang dihasilkan, dimana gelatin sangat sensitif terhadap suhu tinggi. Laju evaporasi tertinggi sebesar 0.61 liter/menit terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan nilai laju evaporasi paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, dengan nilai sebesar 0.44 liter/menit. Semakin besar debit input bahan, maka semakin besar laju evaporasi. Rata-rata laju evaporasi terbesar terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.58 liter/menit. Sedangkan rata-rata laju evaporasi paling rendah terjadi pada percobaan dengan input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.49 liter/menit.

Nilai ekonomi steam tertinggi sebesar 0.87 liter air yang diuapkan/kg steam terjadi pada percobaan dengan input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan nilai ekonomi steam paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.73 liter air yang diuapkan/kg steam. Rata-rata nilai ekonomi steam terbesar terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.86 liter air yang diuapkan/kg steam. Pada percobaan dengan debit 1 liter/menit, rata-rata nilai ekonomis steam-nya merupakan nilai yang paling rendah, yaitu sebesar 0.77 liter air yang diuapkan/kg steam.

(5)

input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.26 kWh/liter uap evaporasi. Rata-rata konsumsi energi listrik tertinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.24 kWh/liter uap evaporasi. Sedangkan rata-rata konsumsi energi listrik paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.20 kWh/liter uap evaporasi.

Konsumsi bahan bakar tertinggi yaitu sebesar 0.13 liter/liter uap evaporasi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit. Sedangkan konsumsi bahan bakar paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.10 liter/liter uap evaporasi. Rata-rata konsumsi bahan bakar tertinggi sebesar 0.12 liter/liter uap evaporasi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit. Sedangkan rata-rata konsumsi bahan bakar paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit dan 1.4 liter/menit, yaitu sebesar 0.11 liter/liter uap evaporasi.

Energi spesifik proses evaporasi paling rendah yaitu sebesar 4.40 MJ/liter uap evaporasi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan energi spesifik paling tinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 4.92 MJ/liter uap evaporasi. Pada debit input bahan 1.4 liter/menit, enrgi spesifiknya sebesar 4.66 MJ/liter uap evaporasi.

Nilai efisiensi tertinggi terjadi pada percobaan dengan input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 56.29%. Sedangkan nilai efisiensi paling rendah sebesar 42.03% terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit. Rata-rata nilai efisiensi tertinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 52.99%. Sedangkan rata-rata nilai efisiensi paling rendah sebesar 47.68% terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit.

Dari hasil perhitungan persamaan pindah massa, didapatkan nilai konstanta sebesar 96.46 dan koefisien pindah massa sebesar 6.29 x 10-5 kg/m2s. Diameter, panjang pipa, dan jumlah pipa nilainya tetap, sedangkan nilai laju massa dapat diubah sesuai perlakuan. Persamaannya menjadi sebagai berikut :

(6)

RIWAYAT HIDUP

Mohamad Sujai dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Februari 1985, merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara, putra pasangan Suyono dan Kastonah.

Memulai pendidikan di SDN Pesanggrahan 08 Petang lulus tahun 1997, melanjutkan ke SLTPN 177 Jakarta lulus tahun 2000. Melanjutkan di SMUN 47 Jakarta lulus tahun 2003.

Pendidikan dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis sempat aktif di organisasi kampus, seperti KITA dan ILUNI 47. Penulis juga sempat menjadi asisten mata kuliah Pengantar Matematika dan Kalkulus I tahun ajaran 2004/2005. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di PTPN VIII Perkebunan Teh Gunung Mas, Bogor. Topik yang diambil “MEMPELAJARI ALIRAN ENERGI PADA PROSES PENGOLAHAN TEH HITAM DI PTPN VIII PERKEBUNAN GUNUNG MAS BOGOR” .

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Energi Spesifik Prototipe Evaporator Tipe Falling Film Pada Proses Pemekatan Larutan Gelatin”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama ini.

2. Bapak Ir. Harianto, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr sebagai dosen penguji atas segala masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak dan Mama atas setiap dukungan dan doa yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama ini, semoga karya kecilku ini dapat membahagiakan kalian. Kakakku Puasih dan Adikku Nurhasanah, terima kasih atas dukungan dan doanya. 5. Teman satu lokasi penelitianku Kiki, terima kasih atas segala bantuannya selama

penelitian.

6. Pak Muharam, Mba Maya dan Karsa yang telah banyak membantu selama penelitian di Citeureup.

7. Dodo, Riris, Sulikah, Amna, Elly, Diah Esti, Khafid, Suharjo, Abon, Raning, Irwan dan seluruh teman-teman satu lab Energi atas segala bantuan dan dukungannya. 8. Teman-teman kosan : Ferianto, Nunus, Fatih, Asrofi, Bilal, Irwan, Yohanes dan yang

lainnya, terima kasih atas bantuannya.

9. Kindi, I’in, Sari, Taufik, Tari, Hanif, Hasyim, Nana, Dedi dan seluruh TEP 40 atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya selama ini.

(8)

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2007

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR SIMBOL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Evaporasi... 5

B. Evaporator ... 6

C. Gelatin ... 8

D. Proses Produksi Gelatin ... 11

III. BAHAN DAN METODE ... 15

A. Waktu dan Tempat ... 15

B. Alat dan Bahan ... 15

C. Prosedur Percobaan... 19

D. Data Percobaan ... 22

IV. TEORI... 27

A. Perhitungan Performansi Teknis ... 27

(10)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 31

A. Performansi Evaporator………. 31

B. Efisiensi Energi……….. 42

C. Koefisien Pindah Massa………. 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 52

A. Kesimpulan……… 52

B. Saran……….. 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN

LARUTAN GELATIN

Oleh

MOHAMAD SUJAI F14103038

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN

LARUTAN GELATIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOHAMAD SUJAI F14103038

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA PROSES PEMEKATAN

LARUTAN GELATIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MOHAMAD SUJAI F14103038

Dilahirkan di Jakarta, 4 Februari 1985 Tanggal lulus : Agustus 2007

Menyetujui, Bogor, Agustus 2007

Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA Ir. Harianto, M.Si Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

(14)

Mohamad Sujai. F14103038. Penentuan Energi Spesifik Prototipe Evaporator Tipe Falling Film Pada Proses Pemekatan Larutan Gelatin. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA dan Ir. Harianto, M.Si.

RINGKASAN

Gelatin merupakan suatu produk yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit, jaringan ikat dan tulang hewan. Gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari gelatin tipe A dan tipe B. Pada prinsipnya perbedaan proses pembuatan gelatin tipe A dan tipe B adalah pada proses perendamannya. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam asam, terutama pada bahan baku dari kulit babi. Sedangkan gelatin tipe B direndam dalam larutan basa atau biasa disebut proses basa (alkali), terutama pada bahan baku dari kulit dan tulang sapi.

Kegunaan utama gelatin adalah untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai stabilizer, emulsifier dan untuk memperbaiki tekstur makanan. Pada industri non pangan, gelatin digunakan untuk pembuatan cangkang kapsul, tablet, fotografi, bahan perekat (lem) dan pelapis kertas. Kebutuhan akan gelatin di Indonesia selama ini masih bergantung pada impor gelatin dari negara-negara Eropa, Amerika dan Australia. Penggunaan tulang dan kulit babi pada produksi gelatin di negara-negara tersebut menjadi kendala bagi penduduk Indonesia yang mayoritas muslim.

Pada proses produksi gelatin, tahap evaporasi merupakan tahap yang kritis dilihat dari segi konsumsi energi. Hasil evaporasi harus memenuhi kadar air yang telah ditentukan, karena akan menentukan sifat produk pada proses selanjutnya, yaitu ekstrusi dan pengeringan. Sifat produk ini berkaitan dengan gel strength dan warna gelatin yang dihasilkan, dimana gelatin sangat sensitif terhadap suhu tinggi. Laju evaporasi tertinggi sebesar 0.61 liter/menit terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan nilai laju evaporasi paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, dengan nilai sebesar 0.44 liter/menit. Semakin besar debit input bahan, maka semakin besar laju evaporasi. Rata-rata laju evaporasi terbesar terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.58 liter/menit. Sedangkan rata-rata laju evaporasi paling rendah terjadi pada percobaan dengan input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.49 liter/menit.

Nilai ekonomi steam tertinggi sebesar 0.87 liter air yang diuapkan/kg steam terjadi pada percobaan dengan input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan nilai ekonomi steam paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.73 liter air yang diuapkan/kg steam. Rata-rata nilai ekonomi steam terbesar terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.86 liter air yang diuapkan/kg steam. Pada percobaan dengan debit 1 liter/menit, rata-rata nilai ekonomis steam-nya merupakan nilai yang paling rendah, yaitu sebesar 0.77 liter air yang diuapkan/kg steam.

(15)

input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.26 kWh/liter uap evaporasi. Rata-rata konsumsi energi listrik tertinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.24 kWh/liter uap evaporasi. Sedangkan rata-rata konsumsi energi listrik paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.20 kWh/liter uap evaporasi.

Konsumsi bahan bakar tertinggi yaitu sebesar 0.13 liter/liter uap evaporasi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit. Sedangkan konsumsi bahan bakar paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.10 liter/liter uap evaporasi. Rata-rata konsumsi bahan bakar tertinggi sebesar 0.12 liter/liter uap evaporasi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit. Sedangkan rata-rata konsumsi bahan bakar paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit dan 1.4 liter/menit, yaitu sebesar 0.11 liter/liter uap evaporasi.

Energi spesifik proses evaporasi paling rendah yaitu sebesar 4.40 MJ/liter uap evaporasi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan energi spesifik paling tinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 4.92 MJ/liter uap evaporasi. Pada debit input bahan 1.4 liter/menit, enrgi spesifiknya sebesar 4.66 MJ/liter uap evaporasi.

Nilai efisiensi tertinggi terjadi pada percobaan dengan input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 56.29%. Sedangkan nilai efisiensi paling rendah sebesar 42.03% terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit. Rata-rata nilai efisiensi tertinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 52.99%. Sedangkan rata-rata nilai efisiensi paling rendah sebesar 47.68% terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit.

Dari hasil perhitungan persamaan pindah massa, didapatkan nilai konstanta sebesar 96.46 dan koefisien pindah massa sebesar 6.29 x 10-5 kg/m2s. Diameter, panjang pipa, dan jumlah pipa nilainya tetap, sedangkan nilai laju massa dapat diubah sesuai perlakuan. Persamaannya menjadi sebagai berikut :

(16)

RIWAYAT HIDUP

Mohamad Sujai dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Februari 1985, merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara, putra pasangan Suyono dan Kastonah.

Memulai pendidikan di SDN Pesanggrahan 08 Petang lulus tahun 1997, melanjutkan ke SLTPN 177 Jakarta lulus tahun 2000. Melanjutkan di SMUN 47 Jakarta lulus tahun 2003.

Pendidikan dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Penulis sempat aktif di organisasi kampus, seperti KITA dan ILUNI 47. Penulis juga sempat menjadi asisten mata kuliah Pengantar Matematika dan Kalkulus I tahun ajaran 2004/2005. Pada tahun 2006 penulis mengikuti kegiatan praktek lapangan di PTPN VIII Perkebunan Teh Gunung Mas, Bogor. Topik yang diambil “MEMPELAJARI ALIRAN ENERGI PADA PROSES PENGOLAHAN TEH HITAM DI PTPN VIII PERKEBUNAN GUNUNG MAS BOGOR” .

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian yang berjudul “PENENTUAN ENERGI SPESIFIK PROTOTIPE EVAPORATOR TIPE FALLING FILM PADA

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran dan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penentuan Energi Spesifik Prototipe Evaporator Tipe Falling Film Pada Proses Pemekatan Larutan Gelatin”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian mulai dari persiapan, pelaksanaan hingga penyusunan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Kamaruddin Abdullah, MSA sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama ini.

2. Bapak Ir. Harianto, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu selama penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Agr sebagai dosen penguji atas segala masukannya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak dan Mama atas setiap dukungan dan doa yang selalu memberikan semangat kepada penulis selama ini, semoga karya kecilku ini dapat membahagiakan kalian. Kakakku Puasih dan Adikku Nurhasanah, terima kasih atas dukungan dan doanya. 5. Teman satu lokasi penelitianku Kiki, terima kasih atas segala bantuannya selama

penelitian.

6. Pak Muharam, Mba Maya dan Karsa yang telah banyak membantu selama penelitian di Citeureup.

7. Dodo, Riris, Sulikah, Amna, Elly, Diah Esti, Khafid, Suharjo, Abon, Raning, Irwan dan seluruh teman-teman satu lab Energi atas segala bantuan dan dukungannya. 8. Teman-teman kosan : Ferianto, Nunus, Fatih, Asrofi, Bilal, Irwan, Yohanes dan yang

lainnya, terima kasih atas bantuannya.

9. Kindi, I’in, Sari, Taufik, Tari, Hanif, Hasyim, Nana, Dedi dan seluruh TEP 40 atas segala bantuan, dukungan dan kebersamaannya selama ini.

(18)

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2007

(19)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR SIMBOL... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Evaporasi... 5

B. Evaporator ... 6

C. Gelatin ... 8

D. Proses Produksi Gelatin ... 11

III. BAHAN DAN METODE ... 15

A. Waktu dan Tempat ... 15

B. Alat dan Bahan ... 15

C. Prosedur Percobaan... 19

D. Data Percobaan ... 22

IV. TEORI... 27

A. Perhitungan Performansi Teknis ... 27

(20)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN………... 31

A. Performansi Evaporator………. 31

B. Efisiensi Energi……….. 42

C. Koefisien Pindah Massa………. 44

VI. KESIMPULAN DAN SARAN……….. 52

A. Kesimpulan……… 52

B. Saran……….. 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data impor gelatin... ... 2

Tabel 2. Jumlah pemotongan sapi dan potensi kulit split... 2

Tabel 3. Standar mutu gelatin SNI dan British Standard... 9

Tabel 4. Sifat gelatin tipe A dan tipe B ... 10

Tabel 5. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat... 13

Tabel 6. Nilai laju evaporasi... 31

Tabel 7. Nilai ekonomi steam... 33

Tabel 8. Konsumsi energi spesifik pada proses evaporasi... 36

Tabel 9. Daya dan konsumsi listrik pada evaporator..………... .. 37

Tabel 10. Laju Konsumsi Minyak Tanah... 40

Tabel 11. Nilai kadar air hasil evaporasi... 42

(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Falling Film Evaporators... 8 Gambar 2. Gambar skematik evaporator dan aliran bahan (BPPT)... 16 Gambar 3. Gambar teknis evaporator efek tunggal tipe falling film (BPPT) 17 Gambar 4. Skema titik pengambilan data ... 25 Gambar 5. Perbandingan jumlah uap evaporasi dan konsumsi air boiler

pada debit 1 liter/menit... 34 Gambar 6. Perbandingan jumlah uap evaporasi dan konsumsi air boiler

pada debit 1.4 liter/menit... 34 Gambar 7. Perbandingan jumlah uap evaporasi dan konsumsi air boiler

(23)

DAFTAR SIMBOL

C Konstanta Cp Panas jenis produk (kJ/kgoC)

Cpa Panas jenis air (kJ/kgoC)

Cpg Panas jenis gelatin kering (kJ/kgK)

D Diameter (m)

Es Ekonomi steam (liter/kg)

Hfg Panas laten penguapan produk (kJ/kg)

Kg Koefisien pindah massa (kg/m2s)

m& Laju massa (kg/s) m Massa awal bahan (kg)

mair Berat air yang terkandung dalam bahan (g)

mo Berat awal bahan (g)

mpadat Berat padatan bahan kering (g)

ms Jumlah penggunaan steam (kg)

mt Berat bahan setelah dikeringkan (g)

mu Massa air yang diuapkan (kg)

Nkb Nilai kalor bahan bakar (kJ/liter)

Nkl Nilai kalor listrik (MJ/kWh)

Pk Daya listrik (kW)

Pt Konsumsi listrik (kWh) Q1 Panas penguapan produk (kJ)

Q2 Panas sensibel (kJ)

V& Laju evaporasi (liter/jam)

Vbb Volume bahan bakar (liter)

(24)

Vo Volume awal bahan (liter)

Vt Volume akhir bahan (liter)

X Kadar air

Xo Kadar air awal

Xt Kadar air akhir

z Panjang (m)

T

η Efisiensi total sistem

g

ρ Massa jenis gelatin (kg/m3) t

Λ Selisih waktu (jam)

T

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gelatin merupakan suatu produk yang diperoleh dari hidrolisis parsial kolagen yang berasal dari kulit, jaringan ikat dan tulang hewan. Gelatin yang beredar di pasaran terdiri dari gelatin tipe A dan tipe B. Pada prinsipnya perbedaan proses pembuatan gelatin tipe A dan tipe B adalah pada proses perendamannya. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam asam, terutama pada bahan baku dari kulit babi. Sedangkan gelatin tipe B direndam dalam larutan basa atau biasa disebut proses basa (alkali), terutama pada bahan baku dari kulit dan tulang sapi (Glicksman, 1969).

Kegunaan utama gelatin adalah untuk mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Dalam industri pangan, gelatin digunakan sebagai stabilizer, emulsifier dan untuk memperbaiki tekstur makanan. Pada industri non pangan, gelatin digunakan untuk pembuatan cangkang kapsul, tablet, fotografi, bahan perekat (lem) dan pelapis kertas. Dari segi ekonomis, gelatin merupakan salah satu produk hasil pertanian yang cukup berpotensi (Ward dan Courts, 1977).

(27)

Tabel 1. Data impor gelatin

Tahun Bobot (kg) Nilai (US$)

1998 1,851,328 6,781,735 1999 2,371,738 9,059,440 2000 3,418,383 10,555,489 2001 4,291,579 10,749,199 2002 2,144,372 6,801,882 2003 2,145,916 8,001,714 2004 2,630,692 8,063,802 Jan-Mei 2005 1,213,111 4,215,779

Sumber : BPS (2005)

Dalam industri gelatin, bahan baku yang digunakan dapat berasal dari kulit, tulang atau dari limbah industri penyamakan kulit. Limbah industri penyamakan yang umum digunakan adalah hasil samping proses pembelahan kulit (splitting) dan kulit trimming. Kulit split adalah kulit yang telah mengalami proses splitting, yaitu pembelahan kulit menjadi dua lapisan atau lebih untuk memperoleh tebal yang dikehendaki. Hasil samping kulit dari proses split mencapai 11.5% dari bahan baku kulit mentah yang diproses (Dinas Perindustrian, 1998). Data pemotongan sapi dan potensi kulit split di Indonesia disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah pemotongan sapi dan potensi kulit split

Tahun Jumlah Pemotongan (ekor) Bobot Kulit Split (kg)*

1999 1,664,396 4,019,516.34

2000 1,695,374 4,094,328.21

2001 1,784,036 4,308,446.94

2002 1,662,833 4,015,741.69

2003 1,789,849 4,322,485.33

Sumber : Buku Statistik Peternakan (2003)

(28)

Proses produksi utama gelatin dibagi menjadi tiga tahap, yaitu (1) persiapan bahan baku, (2) konversi kolagen menjadi gelatin, dan (3) pemurnian, pemekatan dan pengeringan. Tahap persiapan bahan baku meliputi pencucian, pengecilan ukuran, dan pengapuran (liming). Konversi kolagen menjadi gelatin dilakukan dengan cara ekstraksi bertingkat. Kemudian dilakukan penyaringan larutan untuk menghilangkan zat-zat lain yang tidak larut yang akan mengurangi kemurnian gelatin, dilanjutkan dengan pemekatan larutan gelatin dan pengeringan (Ward dan Courts,1977).

Proses yang umum dilakukan dalam pemekatan gelatin adalah dengan metode evaporasi dengan menggunakan evaporator vakum. Menurut Heldman et al. (1992), salah satu evaporator paling dikenal untuk menguapkan bahan pangan yang sensitif terhadap panas adalah evaporator pipa panjang vertikal tipe lapisan turun (long-tube vertical, falling film). Pada evaporator tipe ini, fluida dipompakan dari atas pada bagian penukar panas hingga menyebar diantara pipa-pipa pemanas yang mengakibatkan aliran lapisan tipis yang seragam turun melalui pipa-pipa pemanas. Uap air dipisahkan pada bagian pemisah di bagian bawah. Keuntungan evaporator tipe ini adalah waktu kontak antara bahan dengan pipa-pipa pemanas relatif singkat, dengan laju pindah panas yang tinggi dan ekonomis. Evaporator tipe ini sangat baik jika dioperasikan pada tekanan vakum, sehingga dapat digunakan untuk bahan yang sensitif terhadap panas seperti gelatin, karena gelatin merupakan produk yang sensitif terhadap suhu tinggi dan akan mengalami kerusakan pada suhu diatas 80 oC (Anne et al., 2002). Untuk menjamin operasi penguapan optimal, maka pipa-pipa pemanas harus selalu dalam keadaan basah.

Penelitian tentang evaporasi gelatin telah dilakukan oleh Joharman (2006) yang mengkaji pengaruh suhu dan lama evaporasi pada proses pemekatan gelatin. Penelitian tersebut menggunakan evaporator vakum dengan suhu evaporasi 55 oC, 60 oC dan 65 oC yang dikombinasikan dengan lama evaporasi 5 jam, 6 jam dan 7 jam. Hasil terbaik yang didapatkan adalah pada perlakuan evaporasi 55 oC dan lama evaporasi 6 jam.

(29)

pabrik penyedia bahan baku gelatin. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan impor gelatin dan secara langsung mengurangi pengeluaran devisa negara.

Pada proses produksi gelatin, tahap evaporasi merupakan tahap yang kritis dilihat dari segi konsumsi energi. Hasil evaporasi harus memenuhi kadar air yang telah ditentukan, karena akan menentukan sifat produk pada proses selanjutnya, yaitu ekstrusi dan pengeringan. Sifat produk ini berkaitan dengan gel strength dan warna gelatin yang dihasilkan, dimana gelatin sangat sensitif terhadap suhu tinggi. Pada tahap evaporasi ini, nilai kadar air akhir hasil evaporasi belum memenuhi kadar air yang diinginkan sehingga dicari nilai koefisien pindah massa dan persamaan untuk memprediksi nilai kadar air akhir. Dalam penelitian ini juga akan diuji kinerja dari evaporator yang telah ada. Diharapkan dari nilai percobaan yang dihasilkan dapat ditindaklanjuti dengan pemeliharaan dan perbaikan/modifikasi.

B. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan kinerja prototipe evaporator tipe falling film pada proses pemekatan larutan gelatin berdasarkan parameter laju evaporasi, ekonomi steam, konsumsi energi bahan bakar dan energi listrik serta efisiensinya.

2. Menentukan debit input bahan optimal untuk penghematan energi dengan menganalisa kinerja dari protitipe evaporator.

3. Menentukan nilai koefisien pindah massa dan persamaan untuk memprediksi nilai kadar air akhir hasil evaporasi.

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. EVAPORASI

Salah satu perlakuan penting dalam pengolahan hasil-hasil pertanian adalah proses penurunan kadar air bahan. Panas yang diberikan untuk suatu produk basah dimaksudkan untuk mengubah air menjadi uap. Menurut Hall (1979), besarnya panas yang diberikan pada suatu produk tergantung dari suhu dan tekanan yang ada pada proses tersebut, penguapan air ini dapat terjadi pada kondisi tekanan atmosfir maupun pada kondisi vakum.

Evaporasi merupakan proses yang melibatkan pindah panas dan pindah massa secara simultan. Dalam proses ini sebagian air akan diuapkan sehingga diperoleh suatu produk yang kental (konsentrat). Proses pindah panas dan pindah massa yang efektif akan meningkatkan kecepatan evaporasi. Evaporasi terjadi apabila suhu suatu bahan sama atau lebih tinggi dari titik didih cairan. Untuk produk makanan yang sensitif terhadap suhu tinggi, titik didih cairan atau pelarut harus diturunkan lebih rendah dari titik didih pada kondisi normal. Menurunkan titik didih pelarut atau cairan dilakukan dengan cara menurunkan tekanan di atas permukaan cairan menjadi lebih rendah dari tekanan atmosfir atau disebut vakum (Wirakartakusumah et al., 1989).

(31)

40-80 oC, suhu yang digunakan harus di atas titik lelehnya dengan menggunakan vakum.

Menurut Wirakartakusumah (1989), bahan makanan yang sensitif terhadap panas, mutu produk akhirnya sangat dipengaruhi oleh proses evaporasi. Faktor evaporasi yaitu hubungan antara suhu dan waktu akan menentukan tingkat kerusakan akibat panas. Suhu evaporasi seharusnya serendah mungkin dengan waktu evaporasi sesingkat mungkin. Suhu didih yang rendah dapat dicapai dengan menggunakan tekanan rendah dan bersamaan dengan itu perbedaan suhu produk dengan suhu media juga dapat diturunkan.

Pada tekanan atmosfir (76 cmHg), air akan mendidih pada suhu 100 oC, sehingga dalam suatu ruang hampa (vakum) kita dapat menguapkan air pada suhu yang lebih rendah, sehingga kerusakan bahan dapat ditekan (Muchtadi, 1989). Suatu sistem evaporator vakum memiliki empat elemen penting, yaitu ruang vakum dengan konstruksi tertentu, alat-alat untuk mensuplai panas, alat-alat untuk mempertahankan kondisi hampa dan komponen-komponen untuk mengumpulkan uap air yang dievaporasikan dari bahan pangan (Rizana, 1997).

B. EVAPORATOR

Tujuan evaporasi ialah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dalam kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Penyelesaian praktis terhadap masalah evaporasi sangat ditentukan oleh karakteristik cairan yang akan dikonsentrasikan. Variasi dalam karakteristik cairan itulah (yang menuntut keahlian dan pengalaman para insinyur dalam merancang dan mengoperasikan evaporator) yang menyebabkan operasi ini meluas dari perpindahan kalor sederhana menjadi suatu seni tersendiri.

(32)

pembentukan kerak pada permukaan pemanasan dan bahan konstruksi pembuatan evaporator (McCabe, 1985).

Menurut Standiford (1963) dalam Heldman et al (1992), untuk memperoleh evaporasi yang optimal diperlukan pindah panas yang cukup, pemisahan uap-cairan yang efisien, penggunaan energi yang efisien dan perlakuan produk yang tepat.

(33)

A: Produk B: Uap air C: Konsentrat D: Steam pemanas E: Kondensat 1: Head 2: Kalandria

3: Kalandria, Bagian bawah 4: Mixing Channel

5: Pemisah uap air

Gambar 1. Falling Film Evaporators (www.niro.com)

C. GELATIN

Gelatin merupakan hidrokoloid yang berasal dari hewan yang berfungsi untuk meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan. Menurut Bennion (1980), gelatin merupakan produk utama dari pemecahan kolagen dengan pemanasan yang dikombinasikan dengan perlakuan asam atau alkali. Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya yang unik (Glicksman, 1969).

(34)

ekstraksi. Secara umum, warna gelatin tidak mempengaruhi kegunaannya (Glicksman, 1969). Konsentrasi gelatin adalah faktor utama yang mempengaruhi pembentukan gel (Brown, 2000).

Menurut Ward dan Courts (1977), gelatin larut dalam air minimal pada suhu 49 oC atau biasanya pada suhu 60-70 oC. Perendaman dalam air dingin menjadikan gelatin lunak dan berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali bobotnya. Standar mutu gelatin dapat dilihat pada Tabel 3. Sifat gelatin tipe A dan tipe B dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Standar mutu gelatin SNI dan British Standard Karakteristik Mutu Syarat

Warna Tidak berwarna

Bau, rasa Normal

Kadar air Maksimum 16% Kadar abu Maksimum 3.25% Logam berat Maksimum 50 mg/kg Arsen Maksimum 2 mg/kg Tembaga Maksimum 30 mg/kg Seng Maksimum 100 mg/kg Sulfit Maksimum 1000 mg/kg pH* 4.5-6.5 Viskositas* 1.5-7.5 cP Kekuatan gel* 50-300 bloom

Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (SNI 06.3735-1995) (1995);

(35)

Tabel 4. Sifat gelatin tipe A dan tipe B

Sifat Tipe A Tipe B

Kekuatan gel (Bloom) 75-300 75-275 Viskositas (cP) 2-7.5 2-7.5 Kadar abu (%) 0.3-2 0.05-2

pH 3.8-6 5-7.1

Titik isoelektrik 9-9.2 4.8-5 Sumber : Tourtelotte (1980)

Molekul gelatin mengandung tiga kelompok asam amino yang tinggi, yaitu sekitar sepertiganya terdiri dari residu asam amino glisin atau alanin, hampir seperempatnya adalah asam amino basa atau asam, dan seperempatnya lagi merupakan asam amino prolin hidroksiprolin. Proporsi yang tinggi dari residu polar ini membuat molekul gelatin mempunyai afinitas yang sangat tinggi terhadap air. Proporsi yang tinggi dari residu prolin dan hidroksiprolin menyebabkan molekul-molekul gelatin tidak mampu untuk melilit membentuk heliks seperti halnya pada kebanyakan molekul protein. Molekul-molekul gelatin ini membentuk molekul yang panjang dan tipis, suatu sifat yang sangat menguntungkan dalam proses pembentukan gel (Poppe, 1992).

(36)

Gelatin digunakan dalam pengolahan pangan lebih disebabkan karena sifat fisik dan kimia gelatin yang khas daripada nilai gizinya sebagai protein. Dalam industri pangan, gelatin dapat befungsi sebagai pembentuk gel dan pengental makanan (thickening and gelling agents for food), pemantap emulsi (stabilizer), pengemulsi (emulsifier), penjernih, pengikat air dan pelapis (Ward dan Courts, 1977).

Pada industri non pangan, gelatin digunakan dalam pembuatan cangkang kapsul sehingga obat menjadi lebih mudah ditelan. Pada industri fotografi, kristal perak halida yang sensitif terhadap sinar distabilkan di dalam larutan gelatin kemudian dilapiskan kepada lembaran film (Ward dan Courts, 1977). Gelatin juga dapat digunakan sebagai bahan pelapis (coating) untuk mengawetkan bahan makanan.

D. PROSES PRODUKSI GELATIN

Berdasarkan proses pembuatannya, terdapat dua jenis gelatin, yaitu gelatin tipe A dan tipe B. Gelatin tipe A berasal dari bahan baku yang diberi perlakuan asam, terutama pada bahan baku dari kulit babi dan ossein (Eropa). Gelatin tipe B direndam dalam larutan kapur, terutama pada bahan baku dari kulit dan tulang sapi (Saleh, 2004).

Proses pembuatan gelatin dibagi dalam tiga tahap, yaitu (1) persiapan bahan baku, (2) konversi kolagen menjadi gelatin dan (3) pemurnian, pemekatan dan pengeringan gelatin. Tahap persiapan bahan baku meliputi penghilangan komponen non kolagen dengan pencucian dan pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran menyebabkan penanganan asam dan basa menjadi seragam. Pengecilan ukuran diperlukan untuk memperluas permukaan bahan sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna (Wards dan Courts, 1977).

(37)

Courts (1977), proses liming bertujuan untuk merusak atau memutuskan ikatan tertentu yang masih ada dalam kolagen dan menghilangkan atau mengurangi material lain yang tidak diinginkan, seperti protein lain dan karbohidrat. Selama proses liming, lemak dikonversi menjadi sabun-sabun basa yang terlarut.

Proses pengapuran dilakukan dengan cara merendam kulit ke dalam larutan jenuh yang terdiri air sekitar 300% dan kapur sebanyak 5-10% dari bobot kulit basah. Fahidin dan Muslich (1999) menyatakan bahwa proses pengapuran menghasilkan kapur bebas dan kapur terikat. Kapur bebas dibuang dengan pencucian menggunakan air biasa.

Proses liming berlangsung selama lebih kurang 6-20 minggu, secara normal berlangsung selama 8-12 minggu, tergantung pada perlakuan yang diberikan pada kulit sebelumnya, ukuran hide, dan suhu liming (Poppe, 1992). Suhu proses liming tidak boleh lebih dari 20 oC jika ingin menekan kehilangan kolagen. Jika suhu liming terlalu rendah, maka proses akan berjalan lambat sehingga membutuhkan waktu perendaman yang lebih lama. Menurut Glicksman (1969), kapur untuk perendaman basa ditambahkan ke dalam air perendam dengan jumlah secukupnya (5-15%) sehingga terbentuk larutan kalsium hidroksida.

Peningkatan waktu liming mengakibatkan pembukaan ikatan intramolekuler dan intermolekuler kolagen meningkat, sehingga pembukaan struktur kolagen lebih sempurna. Proses liming yang tidak dilakukan dengan tepat dapat menyebabkan kelarutan kolagen dalam basa. Hal ini dapat menurunkan rendemen gelatin yang dihasilkan (Ward dan Courts, 1977). Berdasarkan penelitian Harijatmoko (2004), pemberian dosis kapur tohor (CaO) 15% dan lama perendaman 6 minggu akan menghasilkan gelatin dengan sifat fisika kimia terbaik.

(38)

dinaikkan 5-10 oC hingga ekstraksi terakhir suhunya mencapai titik didih air. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat

Ekstraksi Waktu (jam) Suhu (oC) Rendemen (%)

1 4-9 55-65 5-10

2 4-9 65-75 3-6

3 4-6 75-85 3-6

4 4-6 85-95 2-4

5 2-4 95-100 1-2

Total 14-28

Sumber : Glicksmann (1969)

Perlakuan metode dan tahapan ekstraksi hanya berpengaruh pada rendemen gelatin yang dihasilkan tetapi tidak berpengaruh terhadap mutu gelatin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2006), metode ekstraksi bertingkat 2, 3, 4 jam dengan total waktu sembilan jam memberikan nilai rendemen terbesar, yaitu 13.37% dibandingkan dengan metode ekstraksi bertingkat 5, 4, 3 jam (rendemen 10.07%) dan 4, 4, 4 jam (rendemen 12.00%).

Pemisahan larutan koloidal dapat dilakukan dengan pemisahan secara kimiawi maupun pemisahan dengan penyaringan (filtrasi). Pemisahan secara kimiawi tidak biasa digunakan karena biayanya mahal dan dapat menyebabkan rusaknya kualitas gelatin. Proses penyaringan lebih efisien dengan memperhatikan sifat fisika kimia, endapan-endapan partikel dan suhu (Ward dan Courts, 1977).

(39)
(40)

III. BAHAN DAN METODE

A. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2007. Penelitian dilakukan di lokasi Pilot Plant Pengolahan Gelatin yang merupakan kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan PT. Muhara Dwitunggal Laju di Desa Sarongge, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Dati II Bogor.

B. ALAT DAN BAHAN

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan larutan gelatin pada penelitian ini adalah kulit sapi sisa belahan (split) hasil samping industri penyamakan kulit.

Peralatan utama penelitian ini adalah prototipe evaporator efek tunggal tipe falling film. Bagian-bagian dari alat ini, yaitu :

1. Tangki bahan yang akan dievaporasi.

2. Tabung pemanas yang berfungsi menguapkan larutan produk ekstraksi dari kadar air 95% menjadi 75%.

3. Separator yang berfungsi memisahkan larutan gelatin kental dari uap air.

4. Kondensor yang berfungsi mengkondensasikan uap air dengan air pendingin secara langsung.

(41)

7. Cooling Water sebagai pendingin air.

8. Boiler yang berfungsi sebagai sumber steam.

4

2

5 3

1

7 8

6

Steam

Larutan gelatin

Air Uap air

(42)

HOPPER

KONDENSOR

TABUNG PEMANAS

SEPARATOR

POMPA VAKUM

FLOWMETER

(43)

Peralatan penunjang yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu peralatan untuk produksi dan peralatan untuk analisa.

1. Peralatan produksi

Gambar masing-masing alat dapat dilihat pada lampiran 9. a. Alat pencuci

Alat ini berupa bak air yang dilengkapi dengan bilah pengaduk. b. Alat pemotong kulit

Alat ini berupa pisau bundar yang berputar pada as, sedangkan bahan digerakkan di atas konveyor.

c. Mollen

Alat ini berbentuk silinder horisontal dengan penutup yang digunakan untuk perendaman dan pencucian bahan baku.

d. Ekstraktor

Alat ini berupa bejana terbuka dengan pemanas, pengaduk dan pengatur suhu untuk mengekstraksi larutan gelatin.

e. Saringan (Filter)

Alat ini berfungsi untuk menyaring larutan gelatin hasil ekstraksi dari kotoran.

f. Evaporator tipe falling film

(44)

g. Ruang pendingin (Chillroom)

Alat ini berfungsi untuk mamadatkan (penjedalan) larutan gelatin dan juga untuk penyimpanan sementara larutan gelatin.

h. Ekstruder

Alat ini digunakan ketika gelatin telah membentuk gel. Gelatin dimasukkan ke dalam alat ekstrusi kemudian ditekan hingga ke dasar alat yang terdapat lubang-lubang sehingga gelatin yang keluar berbentuk mie. i. Pengering tipe rak

Gelatin diletakkan pada rak-rak kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering dan diatur suhu pengeringannya secara bertahap.

j. Penggiling

Alat ini berfungsi untuk menggiling gelatin hasil pengeringan sehingga ukurannya menjadi butiran kecil.

2. Peralatan untuk analisa

a. Analisa kadar air menggunakan oven, desikator dan neraca.

b. Peralatan pengukur terdiri dari termometer, barometer, watermeter dan flowmeter.

C. PROSEDUR PERCOBAAN

Urutan pelaksanaan atau perlakuan yang dilakukan berkaitan dengan produk meliputi :

(45)

a. Penimbangan dan pencucian bahan baku (kulit split) sampai pH mencapai 7.

b. Pemotongan/pengecilan ukuran menjadi ukuran sekitar 4cm x 4cm. c. Pencucian.

d. Perendaman kulit dalam larutan kapur 10% selama 6 minggu. e. Pencucian/pembuangan larutan kapur.

f. Netralisasi dengan Amonium sulfat (1.5%) hingga pH kulit mencapai 7.

g. Pencucian.

h. Ekstraksi dengan cara pemanasan campuran bahan dan air (1:1) secara bertahap. Tahap I pada suhu 55 oC selama 4 jam, kemudian larutan difiltrasi. Ampas diekstrasi untuk tahap II dengan perbandingan 1:1 pada suhu 62 oC selama 4 jam, kemudian larutan difiltrasi. Tahap III pada suhu 69 oC, tahap IV pada suhu 76 oC, tahap V pada suhu 86 oC dan tahap VI pada suhu 96 oC. Hasil filtrasi ditampung dan disimpan dalam chillroom.

2. Pelaksanaan evaporasi

a. Penyiapan bahan. Bahan dikeluarkan dari chillroom, kemudian dicairkan dengan cara pemanasan pada suhu 40 oC dan dipindahkan ke tangki umpan.

b. Pengukuran bahan yang meliputi volume, kadar air (sampel) dan suhu.

(46)

1. Isi pompa output produk dengan bahan sebanyak 1 liter untuk memancing pompa produk.

2. Pasang selang output produk. 3. Nyalakan pompa input bahan.

4. Atur kran debit pada flowmeter sehingga mencapai debit yang diinginkan.

5. Cek debit overflow dengan gelas ukur dan stopwatch hingga mencapai nilai yang diinginkan, jika belum maka atur lagi kran flowmeter.

6. Nyalakan pompa input kondensor dan vakum. 7. Nyalakan pompa vakum.

8. Cek besaran tekanan vakum pada barometer di bagian atas evaporator (harus kurang dari 6 cmHg).

9. Buka kran hopper dan atur hingga mencapai debit yang diinginkan, kemudian buka kran input kondensor.

10. Nyalakan pompa output kondensor dan buka kran output kondensor.

11. Nyalakan pompa dan kipas cooling water. 12. Buka kran steam.

13. Cek suhu produk hingga stabil pada suhu 54-56 oC, jika belum maka atur lagi kran steam.

(47)

15. Bila evaporasi sudah cukup, matikan pompa vakum dan pompa input air kondensor. Selang 1 menit, matikan pompa output air kondensor, pompa dan kipas cooling water, serta pompa input bahan.

16. Nyalakan pompa output produk sampai habis. 17. Keluarkan dan tampung bahan dari kran sealpot.

18. Tampung bahan yang berasal dari tangki bahan, selang output produk, selang input bahan, di dalam pompa input bahan dan pompa output produk.

3. Pengukuran hasil evaporasi meliputi suhu, volume, lama evaporasi dan kadar air. Disamping itu juga diukur jumlah konsumsi bahan bakar, listrik dan konsumsi air boiler.

4. Proses pasca evaporasi

a. Penjendalan dalam chillroom. b. Ekstrusi.

c. Pengeringan. d. Penggilingan. e. Pengemasan.

D. Data Percobaan

Data yang diukur pada percobaan ini adalah :

1. Kadar air bahan (sebelum dan sesudah evaporasi)

(48)

basah merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan dibagi dengan berat bahan total. Persamaan untuk menghitung kadar air basis basah (Hall, 1957) adalah sebagai berikut :

%

mpadat = berat padatan bahan kering (g)

Kadar air bahan yang diukur adalah kadar air awal dan kadar air akhir. Kadar air awal dan akhir bahan diukur dengan menggunakan metode oven. Metode oven merupakan salah satu metode pengeringan konvensional dimana terjadi proses perambatan secara konduksi dan konveksi dan waktu pengeringan yang lama. Metode ini digunakan secara luas dalam berbagai laboratorium kontrol untuk mengukur kadar air (Pomeranz dan Meloan, 1994). Prinsip dari metode oven adalah pengurangan berat suatu bahan yang dipanaskan pada suhu 100°C-105°C disebabkan karena hilangnya air dan zat-zat menguap lainnya sehingga kekurangan berat tersebut dianggap sebagai berat air (SNI-01-2899-1992). Cara kerja metode ini adalah :

- Bahan diletakkan pada cawan yang telah diketahui bobotnya dan kemudian ditimbang dengan teliti pada neraca analitik - Masukkan ke dalam oven listrik yang diatur pada suhu 105°C

± 1°C selama 3-5 jam.

- Dinginkan bahan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar - Timbang bahan yang telah dingin

- Ulangi tahapan tersebut hingga diperoleh bobot tetap. - Berdasarkan Hall (2957) perhitungan kadar air menjadi

(49)

m0 = berat awal bahan (g)

mt = berat bahan setelah dikeringkan (g)

2. Suhu

Suhu yang diamati antara lain : a. Suhu bahan sebelum evaporasi b. Suhu evaporasi

3. Lama evaporasi

Lama evaporasi merupakan waktu yang digunakan selama proses evaporasi dari kadar air awal hingga kadar air akhir bahan yang diinginkan.

4. Konsumsi bahan bakar dan energi listrik

Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah sebagai bahan bakar untuk mengoperasikan boiler sebagai sumber steam. Energi listrik yang digunakan adalah untuk mengoperasikan boiler, pompa umpan, pompa input air kondensor, pompa output air kondensor, pompa vakum, pompa output produk, pompa pendingin air dan kipas pendingin air. Kebutuhan energi listrik diukur berdasarkan lamanya penggunaan boiler, pompa umpan, pompa input air kondensor, pompa output air kondensor, pompa vakum, pompa output produk, pompa pendingin air dan kipas pendingin air.

5. Konsumsi air boiler

(50)

1

3

4

2

(51)

Keterangan :

Nomor Keterangan 1 Flowmeter sebagai pengukur debit aliran masuk bahan 2 Termometer sebagai pengukur suhu evaporasi

3 Barometer sebagai pengukur tekanan vakum

(52)

IV. TEORI

A. Perhitungan Performansi Teknis 1. Laju Evaporasi

( )

V&

Laju evaporasi adalah besaran air yang dievaporasi selama proses

evaporasi. Berdasarkan diskusi lisan dengan Harianto (2007),

perhitungannya menjadi sebagai berikut :

t

V& = Laju evaporasi (liter/jam)

Vo = Volume awal bahan (liter)

Vt = Volume akhir bahan (liter)

t

Δ = Lama evaporasi (jam)

2. Ekonomi Steam (Es)

Heldman (1981) memberikan persamaan ekonomi steam sebagai berikut :

Ve = Jumlah air yang dievaporasikan (liter)

ms = Jumlah steam yang digunakan (kg)

(53)

dengan asumsi bahwa setiap 1 liter air yang masuk boiler dikonversi oleh

boiler menjadi 1 kg steam.

3. Panas yang digunakan untuk Menguapkan Air Produk (Q1)

Panas laten merupakan energi yang dibutuhkan atau dilepaskan

untuk menghasilkan perubahan pada keadaan fisik (fase) suatu bahan

(Abdullah dkk, 1998). Persamaannya sebagai berikut :

fg

u H

m

Q1 = × ...(3)

mu = Massa air yang diuapkan (kg)

Hfg = Panas laten penguapan produk pada suhu tertentu (kJ/kg)

4. Panas yang digunakan untuk Menaikkan Suhu Produk (Q2)

Menurut Abdullah dkk (1998), jumlah panas yang diserap atau

dilepaskan untuk menaikkan atau menurunkan suhu suatu bahan sebesar :

T

Perhitungan energi bahan bakar dan energi listrik menurut

Abdullah dkk (1998) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

(54)

Vbb = Volum bahan bakar (liter)

Nkb = Nilai kalor bahan bakar (kJ/liter)

Nkl = Nilai kalor listrik (kJ/kWh)

Pk = Daya listrik (kW)

Merupakan perbandingan antara total energi yang digunakan untuk

menurunkan kadar air produk (Qo) dengan total energi yang masuk ke

dalam sistem.

B. Persamaan Pindah Massa

Untuk mengetahui jumlah sirkulasi yang tepat sehingga tercapai kadar

air akhir yang diinginkan, maka Kamaruddin (2007) memberikan rumusan

persamaan sebagai berikut :

(55)

( )

⎟⎟

⎠ ⎞ ⎜⎜

⎝ ⎛ − =

m Dnsz K

C z

X g

& π

exp ... (9)

X = Kadar air basis basah (%)

C = Konstanta (-)

Kg = Koefisien pindah massa (kg/m2s)

D = Diameter dalam pipa pemanas (m)

n = Jumlah pipa (-)

s = Jumlah sirkulasi (-)

z = Panjang pipa pemanas (m)

= Laju massa (kg/s) m&

(56)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERFORMANSI EVAPORATOR

Fungsi utama evaporator adalah menguapkan sebagian air dari bahan sehingga diperoleh suatu produk yang kental. Dengan menghitung laju evaporasi, ekonomi steam dan konsumsi energi pada proses evaporasi, maka dapat diketahui kinerja dari evaporator tersebut.

1. Laju Evaporasi

Laju evaporasi didefinisikan sebagai banyaknya air yang diuapkan per jam. Semakin besar nilai laju evaporasi berarti proses pindah panas dan pindah massa yang terjadi semakin efektif. Nilai laju evaporasi pada masing-masing debit dan ulangan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai laju evaporasi Debit Input Bahan

(liter/menit) Ulangan

Nilai laju evaporasi tertinggi sebesar 0.61 liter/menit terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan nilai laju evaporasi paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, dengan nilai sebesar 0.44 liter/menit.

(57)

evaporasi rata-rata paling rendah terjadi pada percobaan dengan input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.49 liter/menit.

Dari nilai laju evaporasi yang didapatkan, terlihat bahwa semakin besar debit input bahan, maka persentase jumlah bahan yang menguap terhadap debit input bahan semakin kecil. Hal ini disebabkan ketebalan bahan yang melapisi dinding bagian dalam pipa semakin meningkat seiring dengan peningkatan debit input bahan menuju evaporator, sehingga panas yang berasal dari steam membutuhkan waktu lebih lama untuk menguapkan bahan yang berada di lapisan terluar.

Dilihat dari jumlah sirkulasi bahan, semakin besar debit input bahan, maka semakin bertambah pula jumlah sirkulasi bahan dan jeda antar sirkulasi semakin cepat. Dengan memperbesar kapasitas tangki produk (sealpot) yang sekarang berkapasitas 18 liter menjadi sekitar 50 liter, operator akan merasa lebih nyaman dalam menjalankan evaporator dan pompa produk tidak terlalu sering dinyalakan karena jumlah sirkulasi bahan berkurang dan jeda antar sirkulasi lebih lama. 2. Ekonomi Steam

(58)

Tabel 7. Nilai ekonomi steam Debit Input Bahan

(liter/menit) Ulangan

Ekonomi steam

Nilai ekonomi steam tertinggi sebesar 0.87 liter air yang diuapkan/kg steam terjadi pada percobaan dengan input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan nilai ekonomi steam paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.73 liter air yang diuapkan/kg steam. Nilai ini termasuk cukup baik karena evaporator yang digunakan merupakan evaporator efek tunggal.

Rata-rata nilai ekonomi steam terbesar terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.86 liter air yang diuapkan/kg steam. Pada percobaan dengan debit 1 liter/menit, rata-rata nilai ekonomis steam-nya merupakan nilai yang paling rendah, yaitu sebesar 0.77 liter air yang diuapkan/kg steam.

Nilai ekonomi steam ini menggambarkan tingkat efisiensi dari penggunaan steam terhadap jumlah air yang dievaporasikan oleh evaporator. Evaporator yang digunakan pada percobaan merupakan evaporator jenis efek tunggal yang nilai ekonomi steamnya kurang dari satu. Pada evaporator jenis ini, uap evaporasi yang masih cukup panas langsung didinginkan melalui kondensor, sedangkan pada evaporator efek jamak, uap tersebut digunakan kembali untuk pemanasan bahan.

(59)

steam pada debit terbesar tetap merupakan nilai yang paling tinggi. Hal ini disebabkan oleh jumlah uap yang dievaporasikan per jam juga meningkat melebihi peningkatan konsumsi air boiler. Pada Gambar 5, 6 dan 7 disajikan perbandingan jumlah uap evaporasi dan konsumsi air boiler pada masing-masing nilai debit percobaan.

Perbandingan Jumlah Uap Evaporasi dan Konsumsi Air Boiler (Debit 1.4 liter/menit)

150 144

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata

Li

te

r

Jumlah Uap Evaporasi Konsumsi Air Boiler Perbandingan Jumlah Uap Evaporasi dan

Konsumsi Air Boiler (Debit 1 liter/menit)

179

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata

Li

te

r 20

25 30

Jumlah Uap Evaporasi Konsumsi Air Boiler

Gambar 5. Perbandingan jumlah uap evaporasi dan konsumsi air boiler pada debit 1 liter/menit

(60)

Perbandingan Jumlah Uap Evaporasi dan Konsumsi Air Boiler (Debit 1.8 liter/menit)

189

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rata-rata

Li

te

r

Jumlah Uap Evaporasi Konsumsi Air Boiler

Gambar 7. Perbandingan jumlah uap evaporasi dan konsumsi air boiler pada debit 1.8 liter/menit

3. Konsumsi Energi

Proses evaporasi merupakan salah satu bagian dari proses pengolahan gelatin yang jumlah konsumsi energinya paling tinggi. Pada proses pemekatan gelatin, ada tiga jenis energi yang digunakan yaitu energi manusia, energi bahan bakar dan energi listrik.

(61)

Tabel 8. Konsumsi energi spesifik pada proses evaporasi Debit Input Bahan

(liter/menit) Ulangan

Konsumsi Listrik (kWh/liter uap)

Konsumsi Bahan Bakar (liter/liter uap)

Dari data yang disajikan diatas, konsumsi energi listrik paling rendah yaitu sebesar 0.19 kWh/liter uap yang dievaporasikan terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan konsumsi energi listrik tertinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.26 kWh/liter uap yang dievaporasikan.

Rata-rata konsumsi energi listrik tertinggi terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 0.24 kWh/liter uap yang dievaporasikan. Sedangkan rata-rata konsumsi energi listrik paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.20 kWh/liter uap yang dievaporasikan.

Konsumsi bahan bakar tertinggi yaitu sebesar 0.13 liter/liter uap yang dievaporasikan terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit. Sedangkan konsumsi bahan bakar paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit, yaitu sebesar 0.10 liter/liter uap yang dievaporasikan.

(62)

dan 1.4 liter/menit, yaitu sebesar 0.11 liter/liter uap yang dievaporasikan.

Energi spesifik didefinisikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk pembuatan suatu massa produk. Pada proses evaporasi ini, nilai energi spesifiknya merupakan perbandingan jumlah konsumsi energi listrik dan konsumsi energi bahan bakar terhadap jumlah uap evaporasi. Pada debit input bahan 1 liter/menit, energi spesifiknya sebesar 4.92 MJ/liter uap evaporasi, pada debit input bahan 1.4 liter/menit sebesar 4.66 MJ/liter uap evaporasi dan pada debit input bahan 1.8 liter/menit, energi spesifiknya sebesar 4.40 MJ/liter uap evaporasi.

a. Energi listrik

Energi listrik sangat penting untuk mendukung proses evaporasi, walaupun energi listrik hanya menyumbang 17% dari total energi input untuk pengoperasian evaporator, namun seluruh alat yang terpasang pada evaporator memerlukan energi listrik agar dapat berjalan dengan baik. Masing-masing alat memiliki daya yang berbeda untuk mengoperasikannya, seperti yang tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9. Daya dan konsumsi listrik pada evaporator

Konsumsi Listrik (kWh)

Peralatan Listrik Daya

(kW) Debit 1 Pompa Input Air Kondensor 0.2 1.10 1.02 0.91

Pompa Vakum 1.5 8.27 7.67 6.79

(63)

3.38 kW. Sedangkan konsumsi listrik yang paling rendah terjadi pada pompa output produk, yaitu sebesar 0.12 kWh pada debit 1 liter/menit, 0.23 kWh pada debit 1.4 liter/menit dan 0.38 kWh pada debit 1.8 liter/menit.

Kapasitas pompa dan kipas cooling water yang digunakan pada evaporator ini lebih besar dari yang dibutuhkan. Kapasitas yang terpasang adalah untuk mendinginkan air sebesar 150 liter/menit, sedangkan air yang keluar dari kondensor hanya sekitar 30 liter/menit.

PERSENTASE KONSUMSI LISTRIK (Debit 1 liter/menit)

12.49%

0.32%

49.04% 1.89%

11.38%

21.96% 2.93%

Pompa Input Bahan Pompa Input Air Kondensor Pompa Vakum Pompa Output Air Kondensor Pompa dan Kipas Cooling Water Pompa Output Produk Boiler

(64)

PERSENTASE KONSUMSI LISTRIK

Pompa Input Bahan Pompa Input Air Kondensor Pompa Vakum Pompa Output Air Kondensor Pompa dan Kipas Cooling Water Pompa Output Produk Boiler

Pompa Input Bahan Pompa Input Air Kondensor Pompa Vakum Pompa Output Air Kondensor Pompa dan Kipas Cooling Water Pompa Output Produk Boiler

Gambar 9. Persentase konsumsi listrik pada debit 1.4 liter/menit

Gambar 10. Persentase konsumsi listrik pada debit 1.8 liter/menit

(65)

semakin sering dinyalakan yang berakibat konsumsi listrik dari alat tersebut akan semakin meningkat.

Karena pompa input air kondensor, pompa vakum, pompa output air kondensor, serta pompa dan kipas cooling water dinyalakan dan dimatikan secara bersamaan, maka tidak terjadi banyak perubahan persentase konsumsi energi listrik pada dua percobaan yang dilakukan. Persentase alat-alat tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh daya yang terpasang pada masing-masing alat. Begitu pula dengan boiler dan pompa input bahan yang lama penggunaannya hanya berbeda 10 menit dari lama evaporasi. b. Energi bahan bakar

Bahan bakar yang digunakan untuk mendukung proses evaporasi adalah minyak tanah. Minyak tanah berfungsi sebagai bahan bakar pada boiler untuk memanaskan air yang akan digunakan sebagai media pemanas (steam) pada bagian heater dari evaporator. Energi bahan bakar minyak tanah menyumbang sekitar 83% dari total energi input untuk setiap proses evaporasi. Pada Tabel 10 disajikan laju konsumsi minyak tanah pada masing-masing percobaan.

Tabel 10. Laju Konsumsi Minyak Tanah Debit Input

Rata-rata 5.46 19.00 3.48

1.4 1 5.03 18 3.58

1.4 2 4.33 16 3.69

1.4 3 5.82 20 3.44

Rata-rata 5.06 18.00 3.57

1.8 1 5.18 19 3.67

1.8 2 4.33 16 3.70

1.8 3 3.92 15 3.83

(66)

Laju konsumsi minyak tanah paling tinggi sebesar 3.83 liter/jam terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit. Sedangkan laju konsumsi minyak tanah paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 3.41 liter/jam.

Rata-rata laju konsumsi minyak tanah paling rendah terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1 liter/menit, yaitu sebesar 3.48 liter/jam. Sedangkan rata-rata laju konsumsi minyak tanah paling tinggi sebesar 3.73 liter/jam terjadi pada percobaan dengan debit input bahan 1.8 liter/menit.

Laju konsumsi minyak tanah pada percobaan akan semakin besar seiring dengan meningkatnya debit input bahan menuju evaporator. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah steam yang diperlukan untuk menguapkan bahan, sehingga kebutuhan minyak tanah sebagai bahan bakar boiler akan meningkat pula. 4. Kadar air

Nilai kadar air menunjukkan persentase air yang terdapat dalam bahan, baik air bebas maupun air terikat yang dapat diuapkan. Menurut Setijahartini (1985), bagian air yang terdapat dalam bahan basah terdiri dari air bebas, air terikat fisis dan air terikat secara kimia. Air bebas merupakan air pada permukaan bahan padat yang dapat dengan mudah dihilangkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba. Di dalam makanan juga terdapat air terikat (bound water), yaitu air yang terdapat dalam tenunan bahan yang sulit diuapkan dan dihilangkan karena terikat di dalam bahan.

(67)

Tabel 11. Nilai kadar air hasil evaporasi Debit Input Bahan

(liter/menit) Ulangan

Kadar Air Awal (%)

Kadar Air Akhir (%)

Proses pengolahan gelatin setelah evaporasi adalah ekstrusi dan pengeringan. Berdasarkan penelitian Winata (2006), hasil evaporasi dengan kadar air 75% merupakan nilai kadar air yang paling baik untuk pengeringan. Apabila kadar air terlalu tinggi, maka proses ekstrusi tidak dapat berlangsung dengan baik karena gelatin akan cepat mencair dan proses pengeringan akan memakan waktu cukup lama serta kemungkinan sebagian bahan akan melumer sehingga rendemen hasil pengolahan gelatin semakin kecil. Bila kadar air terlalu rendah, maka proses ekstrusi sulit dilakukan karena kerasnya bahan.

Hasil evaporasi pada debit input bahan 1.8 liter/menit merupakan hasil evaporasi terbaik berdasarkan nilai kadar air yang dihasilkan, yaitu 77.67%. Sedangkan hasil terburuk dengan kadar air akhir 86.97% terjadi pada debit input bahan 1 liter/menit. Nilai kadar air yang terlalu tinggi menyebabkan proses pengeringan awal yang dilakukan pada suhu rendah akan membutuhkan waktu lebih lama.

B. EFISIENSI ENERGI

(68)

dan energi input dalam suatu proses. Nilai efisiensi untuk masing-masing debit disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Nilai efisiensi evaporator Debit Input Bahan

(liter/menit) Ulangan

(69)

Perbandingan Energi Input dan Energi Output

Debit 1 liter/menit Debit 1.4 liter/menit Debit 1.8 liter/menit

MJ

Energi Bahan Bakar Energi Listrik Panas Laten Panas Sensibel

Gambar 11. Perbandingan energi input dan energi output

Dari Gambar 11 terlihat bahwa energi bahan bakar menyumbang energi terbanyak, yaitu sekitar 83% dari total energi input dan sisanya berasal dari energi listrik. Jumlah penggunaan bahan bakar, yaitu minyak tanah ini dapat dikurangi dengan cara mengalirkan kondensat steam dari bagian heater menuju ke boiler, sedangkan konsumsi energi listrik bergantung pada lama evaporasi. Suhu kondensat steam sekitar 50 oC dapat mengurangi kebutuhan energi untuk mengubah air menjadi steam sehingga konsumsi minyak tanah dapat dihemat.

Energi output pada proses evaporasi ini terdiri atas panas laten penguapan produk dan panas sensibel untuk menaikkan suhu produk. Suhu bahan masuk evaporator sebesar 40 oC dan suhu keluar evaporator sebesar 55 oC. Panas laten penguapan produk menyumbang sekitar 97% dari total energi output dan sisanya berasal dari panas sensibel.

C. KOEFISIEN PINDAH MASSA

(70)

diinginkan, yaitu sebesar 75%. Dengan menggunakan teori persamaan pindah massa dan nilai kadar air hasil percobaan, dicari nilai koefisien pindah massa yang mewakili evaporator yang diuji, sehingga hasil evaporasi bisa mencapai nilai yang diinginkan dengan mengatur jumlah sirkulasi bahan. Rumusan persamaan yang diberikan pada bab Teori menghasilkan persamaan sebagai berikut :

⎟⎟

Data yang didapatkan dari hasil percobaan adalah nilai kadar air awal, kadar air akhir, laju massa, dan jumlah sirkulasi. Dengan memasukkan nilai-nilai hasil percobaan ke dalam persamaan pindah massa diatas, akan didapatkan nilai koefisien pindah massa (Kg) dan konstanta

(C) yang selanjutnya akan digunakan dalam persamaan untuk menentukan jumlah sirkulasi bahan yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air yang diinginkan. Dari hasil perhitungan yang dapat dilihat pada Lampiran 2, didapatkan nilai konstanta sebesar 96.46 dan koefisien pindah massa sebesar 6.29 x 10-5 kg/m2s. Diameter, panjang pipa, dan jumlah pipa nilainya tetap, sedangkan nilai laju massa dapat diubah sesuai perlakuan. Persamaannya menjadi sebagai berikut :

(71)

Deviasi yang dihasilkan pada ulangan 1 sebesar 2.26%, ulangan 2 sebesar 0.96%, dan ulangan 3 sebesar 1.73%. Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk mencapai kadar air akhir 75%, sirkulasi perlu dilanjutkan hingga 24 kali.

Gambar 15, 16 dan 17 menampilkan grafik penurunan kadar air teori dan nilai kadar air akhir hasil percobaan dengan debit 1.4 liter/menit. Deviasi pada ulangan 2 sebesar 0.5% dan ulangan 3 sebesar 3.74%, sedangkan pada ulangan 1 tidak terjadi deviasi karena merupakan nilai yang dijadikan acuan pada persamaan. Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk mencapai kadar air akhir 75%, sirkulasi perlu dilanjutkan hingga 34 kali.

Grafik penurunan kadar air teori dan nilai kadar air akhir hasil percobaan dengan debit 1.8 liter/menit disajikan pada Gambar 18, 19 dan 20. Deviasi yang terjadi sebesar 2.84% pada ulangan 1, 2.43% pada ulangan 2, dan 0.41% pada ulangan 3. Berdasarkan persamaan tersebut, maka untuk mencapai kadar air akhir 75%, sirkulasi perlu dilanjutkan hingga 44 kali.

(72)

Profil Penurunan Kadar Air (Debit 1 liter/menit - Ulangan 1)

70

Profil Penurunan Kadar Air (Debit 1 liter/menit - Ulangan 2)

70

Gambar 12. Profil penurunan kadar air pada debit 1 liter/menit (a)

Gambar

Gambar 1. Falling Film Evaporators (www.niro.com)
Tabel 3. Standar mutu gelatin SNI dan British Standard
Tabel 4. Sifat gelatin tipe A dan tipe B
Tabel 5. Tahapan proses ekstraksi kolagen secara bertingkat
+7

Referensi

Dokumen terkait