• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG

BERSIH DAN BERWIBAWA

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

M. Rusydi Prasetya

NIM. E 0005210

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM

MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

Oleh

M. Rusydi Prasetya

NIM. E 0005210

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, November 2010

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Sugeng Praptono, S.H., M.H. Isharyanto, S.H., M.M.

(3)

commit to user iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

Oleh :

M. Rusydi Prasetya NIM. E 0005210

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan

Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Senin

Tanggal : 17 Januari 2011

DEWAN PENGUJI

1.Sutedjo, S.H.,M.H. : ...

Ketua

2.Sugeng Praptono,S.H.,M.H. : ... Sekretaris

3.Isharyanto,S.H.,M.H. : ... Anggota

Mengetahui

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum

(4)

commit to user iv

PERNYATAAN

Nama : M. Rusydi Prasetya NIM : E0005210

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM

MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA adalah

betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 28 November 2010 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user v

ABSTRAK

M. Rusydi Prasetya. E.0005210. 2010. FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban mengenai latarbelakang pembentukan satuan tugas pemberantasan mafia hukum dan fungsi satgas pemberantasan mafia hukum dalam mendukung peradilan yang bersih dan berwibawa.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif dan terapan untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum terkait isu hukum mengenai fungsi satgas pemberantasan mafia hukum dalam Hukum Tata Negara Indonesia. Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menelaah isu hukum ini adalah dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan historis. Adapun, untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya digunakan jenis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sebagai bahan pengkajian dengan teknik pengumpulan bahan hukum studi dokumen atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun elektonik (internet). Selanjutnya bahan hukum tersebut dianalisis dengan teknik analisis silogisme dan interpretasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa pembentukan satgas pemberantasan mafia hukum yang dibentuk oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono adalah upaya yang dilakukan presiden untuk melakukan pemberantasan hukum dan mengembalikan citra pengadilan yang bersih dan berwibawa. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sesuai dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab III Pasal 4 ” Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar” . Presiden mempunyai kewenangan membentuk lembaga negara bantu untuk memudahkan tugas presiden untuk memberantas mafia hukum yang bertanggung jawab langsung kepada presiden melalui Unit kerja Presiden bidang pengawasan dan pembangunan (UKP4). Satgas pemberantasan mafia hukum didalam menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan melakukan koordinasi, koordinasi, evaluasi, koreksi, dan pemantauan/monitoring.

(6)

commit to user vi

ABSTRACT

M. Rusydi Prasetya. E.0005210. 2010. TASK UNIT FUNCTION OF THE MAFIA LAW ERADICATION IN SUPPORTING THE CLEAN AND RESPECTABLE JUSTICE. Law Faculty of Sebelas Maret University Surakarta.

This study aimed to obtain answers about the background of the formation of a task force to eradicate mafia law and the function of the eradication task force of law in supporting the clean and respectable justice.

This is a prescriptive and normative law research and applied to find the rule of law, legal principles, as well as legal doctrines related to legal issues regarding the function of task force to eradicate mafia law in the Constitutional Law of Indonesia. Some approaches used to examine this legal issue are legislation and historical approaches. Now, to resolve legal issues and provide prescriptions about what should be used when the type of primary law materials and secondary legal materials as a material assessment by technique studies document collection of legal materials or library materials from both print and electronic media (internet). Further legal materials were analyzed with analysis techniques of syllogisms and interpretation

Based on the research and discussion concluded that the formation of task force to eradicate mafia law established by the President of the Republic of Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono to combat and restore the image of a court of law and clean and respectable. President as the appropriate government authority in the Act of 1945 Chapter III Article 4 "The President of the Republic of Indonesia shall hold the power of government by the Constitution." The President has the authority to establish state institutions help to ease the task of the president to eradicate mafia law which is directly responsible to the president through the work unit President of supervision and development (UKP4). Task Force to eradicate mafia law in carrying out its functions has the authority to make coordination, evaluation, correction, and monitoring.

(7)

commit to user vii MOTTO

“Jangan ada rasa takut sedikitpun untuk melangkah dalam kebenaran, walaupun berat dalam menapakinya, dan yakinkan diri kalau Allah S.W.T selalu melindungi

hambanya yang berada dalam jalanNYA” ( Ayahnda )

“Jangan hidup seperti pohon padi setelah berisi lalu menunduk dan ditebas dengan sabit, Hiduplah seperti pohon kurma, walaupun dilempari dia justru memberi

kurma-kurmanya yang manis, dan semakin panas angin yang menerpa semakin masak dan

terus menjadi sempurna.” (Bunda)

“Selesaikan tanggungjawab yang diamanahkan kepadamu dengan usaha semaksimalnya niscaya kamu akan merasakan suatu kepuasaan yang sebanding

dengan usaha yang telah kamu lakukan untuk menyelesaikan tanggungjawab tersebut”

(8)

commit to user viii

PERSEMBAHAN

Penulisan hukum ( skripsi ) ini Penulis

persembahkan untuk :

Allah SWT, dzat dimana semuanya didalam gengamannya.

Rosulullah S.AW., sebagai panutan umat manusia.

Ayah dan Ibu Tercinta Keluarga Penulis

Gopala Valentara Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Hukum

(9)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillahirabbillalamin

Segala puji syukur atas kehadirat Allah AWT karena hanya dengan berkah,

rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum dengan judul “ FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA” dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini, masih banyak

kekurangannya. Untuk itu Penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, sehingga dapat memperkaya isi penulisan hukum ini.

Penulis yakin bahwa keberhasilan di dalam penyelesaian penulisan hukum ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan

ini, Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum. Selaku dekan Fakulktas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Djatmiko Anom H, S.H. selaku Pembimbing Akademik (PA) yang

telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;

3. Bapak Sugeng Praptono, S.H., M.H. dan Bapak Isharyanto, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Penulisan Hukum (Skripsi) yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang membangun dalam memberikan arahan dan

bimbingan bagi tersusunnya skripsi ini.

(10)

commit to user x

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan jerih payah dan penuh keihklasan mendidik dan menuangkan ilmu sehingga mampu menjadi

bekal untuk lebih memperdalam penguasaan ilmu hukum saat ini dan nantinya.

6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang selama ini telah membantu Penulis dalam hal akademis dan hal-hal lain yang berkenaan dengan perkuliahan.

7. Kedua Orang Tuaku Bapak Sarno Hammam dan Ibu Rela Setiyani. Terimakasih atas kasih sayang, kesabaran serta dukungan tiada henti kepada Penulis.

8. Hardianto Wibowo, S.H, teman saya alumni Fakultas Hukum Trisakti dan

Kak Zamrony, S.H., M.Kn, Anggota Luar Biasa Gopala Valentara selau Tim Assisten Divisi Kajian dan Riset yang telah memberikan masukan dan data-data yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi.

9. Serta semua keluarga Trah Karto Maryono yang yang selalu memberikan

dukungan moril maupun spirituil kepada penulis.

10.Saudara-saudaraku seperjuangan DIKLATSAR XXII, Dimas Ragil, Muyasaroh, Made Sanjaya , Ronggo Warsito, Devitha Kristi Rosali, Upik Handayani, Titus Cahyono, Rani Dwi Wati, Apriadi Rizal, Dian Perdana Ratri Hapsari, Nanang S, Dodi Tri Hari.

11.Segenap Keluarga besar Gopala Valentara PMPA FH UNS, Kakak-kakakku, Jhon Darwin Sitanggang, Agus Tri Anggoro, Andi Sophan serta adik-adikku semuanya. Yang telah memberikan ukiran dan pelajaran kehidupan kepada penulis mengenai apa arti dari kerja keras, tanggungjawab, kebersamaan dan kekeluargaan.

12.Teman-teman bulutangkis di PB.Poetra Soerayu, PB.Hukum Kedokteran. 13.Sahabat-sahabat terbaikku Abdul Wahid “she doel”, Muchlisin “kucing”,

(11)

commit to user xi

14.Seluruh teman mahasiswa fakultas hukum pada umumnya dan teman-teman angkatan 2005 pada khususnya.

15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan karya yang sempurna, untuk itu kritik dan saran dari pembaca budiman sangat penulis perlukan. Akhirnya, semoga skripsi ini mampu memberikan mafaat bagi kita semua.

Surakarta, Desember 2010

(12)

commit to user xii DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Halaman Persetujuan Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan Penguji ... iii

Halaman Pernyataan ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Motto ... vii

Persembahan ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xii

Daftar Gambar ... xv

Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori... 12

1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara ... 12

2. Tinjauan Umum tentang Lembaga Negara ... 22

3. Tinjauan Umum tentang Sistem Peradilan Indonesia ... 26

(13)

commit to user xiii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Dalam Tatanan Hukum Tata Negara

Indonesia ... 1. Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang

Dasar 1945 ... 31 2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan

Eksekutif ... 37

a). Kewenangan Presiden ... 38 b). Kekuasaan Presiden ... 39 3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum ... 42

B. Fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ... 1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum ... 46 2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan

Mafia Hukum ... 47 3. Strategi Pencegahan dan Penindakan ... 47 4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum Tahun 2010-2011 ... 48 5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum ... 66 6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret 2010 ... 71 BAB IV PENUTUP

(14)

commit to user xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 29

Gambar 2. Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus ... 75

Gambar 3. Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan ... 76

Gambar 4. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi ... 77

(15)

commit to user xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Delapan Program Kerja Satgas ... 50

Tabel 2. Susunan Anggota Tim Assistensi ... 66

Tabel 3. Laporan Pengaduan Berdasarkan Jenis Kasus ... 75

Tabel 4. Laporan Pengaduan Berdasarkan Lembaga Yang Diadukan ... 76

Tabel 5. Tindak Lanjut Pengaduan Berdasarkan Instansi ... 77

(16)

commit to user xvi LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan

Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.

(17)

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

DAFTAR TABEL ...

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...

B. Rumusan Masalah ...

C. Tujuan Penelitian ...

D. Manfaat Penelitian ...

E. Metode Penelitian ...

F. Sistematika Penulisan Hukum ...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori...

1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara ...

2. Tinjauan Umum tentang Lembaga Negara ...

3. Tinjauan Umum tentang Sistem Peradilan Indonesia ...

B. Kerangka Pemikiran ...

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Dibentuknya Satuan Tugas

Pemberantasan Mafia Hukum Dalam Tatanan Hukum

(18)

commit to user

1. Lembaga Negara Pasca Amandemen

Undang-Undang Dasar 1945 ...

2. Kekuasaan Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan

Eksekutif ...

a). Kewenangan Presiden ...

b). Kekuasaan Presiden ...

3. Dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum ...

B. Fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ...

1. Keanggotaan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum ...

2. Tugas dan Wewenang Satuan Tugas Pemberantasan

Mafia Hukum ...

3. Strategi Pencegahan dan Penindakan ...

4. Program Kerja Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum Tahun 2010-2011 ...

5. Team Asistensi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia

Hukum ...

6. Laporan Triwulan 30 Desember 2009 – 30 Maret

2010 ...

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... .xxx

B. Saran... xxx

(19)

commit to user DAFTAR TABEL dan GAMBAR

Tabel 1. Sistematika Undang - Undang No 48 Tahun 2009 ... 52

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ... 31

Gambar 2. Teori Chaos menurut Charles Sampford ... 64

Gambar 3. Alur Perkembangan Kekuasaan Kehakiman ... 66

Gambar 4, Alur Proses Evolusi Tata Negara ... 71

(20)

commit to user

TASK UNIT FUNCTION OF THE MAFIA LAW ERADICATION IN SUPPORTING THE CLEAN AND RESPECTABLE JUSTICE.

This study aimed to obtain answers about the background of the formation of a task force to eradicate mafia law and the function of the eradication task force of law in

supporting the clean and respectable justice.

This is a prescriptive and normative law research and applied to find the rule of law, legal principles, as well as legal doctrines related to legal issues regarding the function of task force to eradicate mafia law in the Constitutional Law of Indonesia. Some

approaches used to examine this legal issue are legislation and historical approaches. Now, to resolve legal issues and provide prescriptions about what should be used when the type of primary law materials and secondary legal materials as a material assessment by technique studies document collection of legal materials or library materials from both

print and electronic media (internet). Further legal materials were analyzed with analysis techniques of syllogisms and interpretation

Based on the research and discussion concluded that the formation of task force to

eradicate mafia law established by the President of the Republic of Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono through Presidential Decree No. 37 of 2009 were efforts made by the president to combat and restore the image of a court of law and clean and respectable. President as the appropriate government authority in the Act of 1945 Chapter III Article 4 "The President of the Republic of Indonesia shall hold the power of government by the

Constitution." The President has the authority to establish state institutions help to ease the task of the president to eradicate mafia law which is directly responsible to the president through the work unit President of supervision and development (UKP4). Task Force to eradicate mafia law in carrying out its functions has the authority to make coordination, evaluation, correction, and monitoring. Follow-up which is very slow from

(21)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum sesuai dalam Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 setelah amandemen, yang

menyatakan.” Negara Indonesia adalah Negara Hukum “ , Hal tersebut

sebagai dasar konstitusional semua organ yang bertindak sebagai penegak

hukum tersebut di dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya untuk

menegakkan hukum. Penegakkan hukum tersebut bertujuan untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat dan keadilan bagi masyarakat. Dalam suatu negara

hukum seperti di Indonesia, lembaga peradilan merupakan tumpuan harapan

untuk memperoleh keadilan. Oleh karena itu jalan yang terbaik untuk

mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam negara hukum adalah melalui

lembaga peradilan. Suatu pengadilan yang bebas dan tidak dipengaruhi

merupakan syarat bagi negara hukum. Bebas berarti tidak adanya campur atau

turun tangan dari kekuasaan Executive dan Legislative.

Lembaga peradilan sebagai motor atau penggerak dari sistem peradilan

tersebut di dalam pelaksanaannya memunculkan kekuasaan kehakiman. Di

dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman memberikan pengertian “ Kekuasaan Kehakiman

adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan

guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Selanjutnya di dalam

Bab III tentang pelaku kekuasaan kehakiman Pasal 18, Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa

“ Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

(22)

commit to user

Di dalam penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1985 tentang Mahkamah Agung menjelaskan bahwa

“Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang berada di bawahnya. Oleh karena itu, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial. Berdasarkan Pasal 24B Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial. Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi, dan keuangan, sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk hakim agung. Dalam rangka pengawasan diperlukan adanya kerja sama yang harmonis antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial” .

Di dalam alam terminologi hukum dikenal namanya das sein and das

sollen (harapan dan kenyataan). Sama halnya dengan peradilan bersih, sebuah

harapan dan cita -cita mulia mendambakan ada peradilan yang benar-benar

bersih sebagai wadah para pencari keadilan memperjuangkan dan

mempertahankan serta mendapatkan hak-haknya. Alam realitas hukum yang

terjadi, tidaklah demikian dan dalam tataran realitasnya berbanding jauh

panggang dari api. Peradilan yang bersih dan berwibawa hanyalah sebuah

angan-angan atau cita-cita semata yang hanya diinginkan, apabila peradilan itu

sendiri belum bisa bersih dari mafia peradilan. Sebagai lembaga peradilan

sudah selayaknya menjunjung tinggi yang namanya keadilan tanpa

memandang kepentingan-kepentingan di dalamnya yang bisa mempengaruhi

(23)

commit to user

Perwujudan peradilan yang bersih adalah sesuatu yang nihil untuk tercapai

apabila pelaksana sistem peradilan tersebut yaitu Mahkamah Agung dan

lembaga peradilan dibawahnya serta organ-organ yang ada di dalamnya belum

dapat terbebas dari berbagai hal yang dapat menciderai keadilan itu sendiri.

Bukan menjadi hal yang tabu di masyarakat saat ini kalau mengatakan mereka

yang mempunyai uang dan jabatanlah yang bisa mendapatkan keadilan

tersebut. Masyarakat yang mulai gerah dengan perlakuan diskriminasi di muka

hukum tidak serta merta diam begitu saja, melalui berbagai LSM mereka

mulai membongkar dan menyuarakan suaranya lewat media elektronik

maupun media cetak, mengenai apa yang mereka sebut dengan kebobrokan

sistem peradilan saat ini.

Sering didengar unkapan (kiasan): “pengadilan sebagai benteng terakhir

keadilan”, yang seharusnya bukan suatu khayalan atau angan-angan, tetapi

“ideal” (cita-cita). Dalam kenyataannya sekarang terdapat kritik dan

ketidakpercayaan pada pengadilan, yang pada intinya mengandung tuduhan

terjadinya “ketidakadilan”, dan mengandung gugatan bahwa pengadilan tidak

dapat memperbaiki yang salah (to right wrongs). Kegagalan pegadilan ini

merupakan pula suatu kegagalan sistem hukum di dalam memberi keadilan.

Kegagalan semacam ini tidak dapat dipersalahkan pada perorangan (oknum)

ataupun sekelompok orang (hakim dan advokat “hitam” misalnya). Hal ini

harus dilihat sebagai akibat “macetnya” (break down) sistem, yang karena itu

tidak dapat berfungsi dengan baik. Pengawasan “melekat” (build-in control)

yang selalu dipersipakan dalam suatu sistem, yang seharusnya dpat mengatasi

hal semacam ini tidak dapat berjalan (Jurnal Hukum Pantarei.2009. Vol 1 No

4:20).

Menurut Wirawan Adnan, salah seorang Tim Pengacara Pembela Muslim,

adanya berbagai pungutan liar di dunia peradilan termasuk suap atau makelar

kasus, hanyalah gejala dari adanya mafia peradilan. Pungutan liar yang pada

kenyataannya dibiarkan berjalan oleh pimpinan instansi setempat memperkuat

beroperasinya mafia peradilan. Contoh praktis adalah jika kita menginginkan

(24)

commit to user

kepada masing-masing pihak yang berperkara, kenyataannya kita diminta

untuk membayar (Jonaedi Efendi, 2010:18).

Seperti dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Saat

dibukanya rekaman pembicaraan hasil sadapan Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dari telepon milik pengusaha Anggodo Widjojo dalam sidang

di Mahkamah Konstitusi (MK) pada bulan November 2009 yang lalu seakan

membuka mata dan telinga seluruh masyarakat Indonesia mengenai

keberadaan mafia di sistem peradilan di Indonesia. Dari rekaman berdurasi

sekitar 4,5 jam itu terungkap adanya konspirasi antara pejabat di Kepolisian,

Kejaksaan, pengacara serta sejumlah orang di lingkaran dunia hukum dengan

Anggodo untuk menjebak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Rekaman pembicaraan tersebut seakan telah membeberkan dengan jelas

bagaimana permainan aparat hukum baik kepolisian, kejaksaan dan pengacara

dalam merekayasa atau mengarahkan suatu perkara mulai dari membuat

keterangan palsu di BAP sampai menyuap para penyidik di Kepolisian.

Terungkapnya rekayasa peradilan ini, juga menyadarkan semua pihak bahwa

kebobrokan sistem hukum yang selama ini seakan hanya bayangan, ternyata

benar-benar ada dan terbukti didepan mata. Rekayasa peradilan diskenariokan

oleh mereka yang mempunyai kepentingan untuk mencapai tujuannya, tanpa

menghiraukan aturan hukum yang berlaku. Yang sebagian mereka

mengandalkan loby-loby karena adanya hubungan pertemanan atau adanya

ikatan saudara dan juga disertai dengan pemberian penghargaan yang di

nominalkan dengan besaran pemberian uang, apabila apa yang mereka

kehendaki dapat dilaksanakan. Hal inilah yang merusak tatanan hukum di

negara Indonesia, mereka melakukan hal tersebut tanpa adanya rasa bersalah

dan bahkan sebagian mereka menganggap ini sudah menjadi budaya di negara

kita (Jonaedi Efendi, 2010:9-10).

Dari sisi pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di dalam upaya

memberantas mafia hukum mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 37

(25)

commit to user

Satuan Tugas (satgas) pemberantasan mafia hukum tersebut adalah salah satu

wujud keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas keberadaan mafia

hukum. Satgas Mafia Hukum yang dibentuk pemerintah ini, memfokuskan

pada sembilan kategori praktek mafia hukum meliputi mafia peradilan,

korupsi, pajak dan bea cukai, tambang, kehutanan, perikanan, perbankan,

pertanahan serta narkoba. Diharapkan dengan dibentuknya satuan tugas

pemberantasan mafia hukum ini upaya pemberantasan korupsi akan berjalan

sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan tanpa adanya tebang pilih dan

prioritas kasus mana yang harus. Dengan segala keterbatasan wewenangnya

yang hanya bertugas melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi dan pemantauan

pemberantasan mafia hukum dapat berjalan efektif.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

mengkaji lebih dalam yang tertuang dalam bentuk penelitian dengan judul: “

FUNGSI SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN MAFIA HUKUM

DALAM MENDUKUNG PERADILAN YANG BERSIH DAN

BERWIBAWA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan

yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1.Apakah yang melatarbelakangi dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan

Mafia Hukum?

2.Bagaimanakah fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam

mendukung sistem peradilan yang bersih dan berwibawa?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui latarbelakang dibentuknya Satuan Tugas

(26)

commit to user

b. Untuk mengetahui fungsi Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum

dalam mendukung sistem peradilan yang bersih dan berwibawa.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk mengembangkan dan memperdalam pengetahuan penulis di

bidang Hukum Tata Negara khususnya mengenai latarbelakang

dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan fungsi

Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam mendukung

peradilan yang bersih dan berwibawa; dan

b. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar S1 dalam

bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bermanfaat pada

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada

umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literatur dalam dunia kepustakaan mengenai kedudukan dan fungsi

Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dalam menegakkan

peradilan yang bersih dan berwibawa dalam tatanan hukum tata negara

Indonesia.

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Guna mengembangkan penalaran ilmiah dan wacana keilmuan penulis

serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu

hukum yang diperoleh dalam bangku perkuliahan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan serta

(27)

commit to user

bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti serta

bermanfaat bagi para pihak yang berminat pada permasalahan yang

sama.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan faktor penting dalam penelitian guna

mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian, juga akan

mempermudah pengembangan data, sehingga penyusunan penulisan hukum

ini sesuai dengan metode ilmiah. Metode dalam penulisan ini dapat diperinci

sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum

normatif atau doctrinal research yaitu suatu proses untuk menemukan

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2008:35).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri.

Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif . Artinya

sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan

hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu

terapan ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan,

rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki,

2008:22).

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan dalam penelitian hukum

terdapat beberapa pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan

(statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis

(historical approach), pendekatan perbandingan (comparative approach)

dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud, 2008:

93). Adapun dalam penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan

(28)

commit to user

dihadapi, diantaranya adalah pendekatan perundang-undangan dimana

munculnya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum ini dari Keputusan

Presiden Nomor 37 Tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan

Mafia Hukum. Yang didalamnya termuat wewenang, fungsi, serta tugas

Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang perlu dikaji mengenai

keberadaanya dalam Hukum Tata Negara Indonesia.

Pendekatan sejarah digunakan untuk mencari latarbelakang

dibentuknya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum oleh Presiden

sebagai salah satu upaya yang dilakukan Presiden untuk memberantas

keberadaan Mafia Hukum.

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi

mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian.

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber

penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif

yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim. Sedangkan

bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku

teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud

Marzuki, 2008:141).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis dan sumber bahan

hukum primer dan sekunder. Tentunya sumber bahan hukum yang

dimaksud berkaitan dan menunjang diperolehnya jawaban atas

permasalahan penelitian yang diketengahkan penulis.

5. Teknik Pengumpulan Data

Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka dalam

(29)

commit to user

dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca,

mempelajari, mengkaji, dan menganalisis serta membuat catatan dari buku

literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen dan hal-hal lain yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah silogisme dan interpretasi. Silogisme adalah metode

argumentasi yang konklusinya diambil dari premis-presmis yang

menyatakan permasalahan yang berlainan. Dalam mengambil konklusi

harus terdapat sandaran untuk berpijak. Sandaran Umum dihubungkan

dengan permaslahan yang lebih khusus melalui term yang ada pada

keduanya (Mundiri, 2005:100).

Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan

hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang mengenai teks

undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan

dengan peristiwa tertentu. Adapun berdasarkan dasar penemuan hukum

oleh hakim terdapat beberapa jenis interpretasi, diantaranya: interpretasi

gramatikal yaitu penafsiran berdasarkan bahasa, Interpretasi teleologis atau

sosiologis yaitu penafsiran berdasarkan tujuan kemasyarakatan, peraturan

perundang-undangan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang baru,

penafsiran sistematis adalah dengan menafsirkan undang-undang sebagai

bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan dengan jalan

menghubungnya dengan undang-undang lain. Interpretasi Historis yaitu

makna undang-undang dapat dijelaskan dan ditafsirkan dengan jalan

menelusuri sejarah yang terjadi. Ada dua jenis interpretasi sejarah,

diantaranya penafsiran menurut sejarah undang-undang dan penafsiran

menurut sejarah hukum. Berikutnya ada penafsiran komparatif yaitu

interpretasi yang hendak memperoleh penjelasan dengan jalan

memperbandingkan hukum, Interpretasi futuristik merupakan metode

penafsiran yang bersifat antisipatif yaitu hendak memperoleh penjelasan

(30)

undang-commit to user

undang yang belum mempunyai kekuatan hukum. Beberapa jenis metode

interpretasi pada kenyataannya sering digunakan bersama-sama atau

campur aduk. Dapat dikatakan bahwa dalam setiap interpretasi atau

penjelasan undang-undang mencakup berbagai jenis penafsiran (Sudikno

Mertokusumo, 2003: 170-173).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum semata-mata disajikan untuk memberikan

gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum sebagai

karya ilmiah yang disesuaikan dengan kaidah baku penulisan suatu karya

ilmiah. Adapun penulisan hukum (skripsi) ini nantinya terdiri dari 4 bab,

yaitu: Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Pembahasan dan Penutup, Daftar

Pustaka dan disertai lampiran-lampiran, yang apabila disusun, sistematikanya

adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan memberikan landasan teori atau memberikan

penjelasan secara teoritik yang bersumber dari bahan hukum yang penulis

gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai

persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti.

Landasan teori tersebut meliputi tinjauan tentang tinjauan hukum tata negara,

tinjauan tentang lembaga negara, tinjauan tentang sistem peradilan indonesia,

tinjauan tentang mafia hukum. Selain itu, untuk memudahkan pemahaman alur

befikir, maka di dalam bab ini juga disertai dengan kerangka pikir.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan mengungkapkan dan membahas hasil

penelitian dari sumber data sekunder yang berupa analisis mengenai latar

[image:30.595.128.514.232.506.2]
(31)

commit to user

sistem ketatanegaraan Indonesia. Penulis juga mendeskripsikan hasil temuan

tentang fungsi satuan tugas (satgas) pemberantasan mafia hukum didalam

menciptakan peradilan yang bersih dan berwibawa di dalam hukum tata

negara Indonesia.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini penulis menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan,

serta memberikan saran-saran sebagai sarana evaluasi terutama terhadap

temuan-temuan selama penelitian yang menurut hemat penulis memerlukan

(32)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Hukum Tata Negara

a. Konsep Negara Hukum

Konsep negara hukum dipahami sebagai suatu kondisi dalam

masyarakat, di mana hukum dalam negara demokratis ditentukan oleh

rakyat yang tidak lain merupakan pengaturan hubungan diantara

sesama rakyat. Penelusuran konsep negara hukum sesungguhnya dapat

dilakukan mulai dari Yunani dan Romawi Kuno, yang juga menjadi

sumber teori kedaulatan. Menurut Jimly Asshidiqie, gagasan

kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi,

sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan

kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi,

sedangkan tradisi Yunani kuno menjadi sumber dari gagasan

kedaulatan hukum (A. Muhammad Assrun, 2004:39-40)

Pertumbuhan konsep negara hukum menjelang abad XX yang

ditandai dengan lahirnya konsep negara hukum modern (welfare state),

dimana tugas negara sebagai penjaga malam dan kemananan mulai

berubah. Konsepsi nachwachterstaat bergeser menjadi welvarsstaat.

Negara tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan

masyarakat, sehingga kesejahteraan bagi semua orang terjamin.

Menurut Bagir Manan, konsepsi negara hukum modern merupakan

perpaduan antara konsep negara hukum dan negara kesejahteraan. Di

dalam konsep ini tugas negara atau pemerintah tidak semata-mata

sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat saja, tetapi

memikul tanggungjawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan

umum dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Ni’matul Huda,

(33)

commit to user

Menurut Scheltema Ajaran Negara berdasarkan atas hukum (de

rechtstaat dan the rule of law) yang mengandung esensi bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau

pemerintahan untuk tunduk pada hukum (Subject to the law). Tidak

ada kekuasaan diatas hukum (above to the law). Semuanya ada dibawah hukum (Under the rule of law). Dengan kedudukan ini tidak

boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau

penyalahgunaan kekuasaan (misuse power) baik pada kerajaan maupun

republik. Secara maknawi, tunduk pada hukum mengandung

pengertian pembatasan kekuasaan seperti halnya ajaran pemisahan

kekuasaan atau pembagian kekuasaan (Bagir Manan , 2006:9-10).

b. Ciri Negara Hukum

Pada zaman modern konsep negara hukum di Eropa Kontinenetal

dikembangkan antara lain oleh Emmanuel Kant, Paul Laband, Julius

Stahl dengan menggunakan istilah “rechststaat”. Sedangkan dalam

tradisi Anglo Saxon (Amerika), konsep negara hukum dikembangkan

atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “the rule of law”.

Menurut Julius Stahl empat ciri negara hukum yang disebutnya

“rechststaats” tersebut mencakup empat prinsip, antara lain:

1) Perlindungan Hak Asasi Manusia;

2) Pembagian Kekuasaan;

3) Pemerintahan berdasar undang-undang; dan

4) Adanya Pengadilan Tata Usaha Negara.

Sedangkan A.V. Dicey menguraikan 3 ciri penting dalam setiap

negara hukum yang disebutnya “ The Rule Of Law” , yaitu: 1) Supremacy of law;

2) Equality before the law;

3) Due process to law (Ni’matul Huda, 2007:55-56).

Keempat prinsip rechtsstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl

tersebut diatas, pada pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga

(34)

commit to user

menandai ciri-ciri Negara hukum modern dizaman modern. Bahkan

oleh “ The Internastional Commission of jurist”, prinsip-prinsip

Negara hukum itu ditambah lagi dengan prinsip peradilan yang tidak

memihak (indepedence and impartiality of judicary) yang pada zaman

sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara

demokrasi. Prinsip-prinsip yang diangggap ciri penting negara hukum

menurut “The International Commission Of Jurists” itu adalah:

1) Negara harus tunduk pada hukum;

2) Pemerintah menghormati hak-hak individu;

3) Peradilan yang bebas dan tidak memihak; dan

Dari uraian-uraian diatas, dapat dirumuskan kembali adanya dua

belas prinsip pokok Negara Hukum (Rechtstaat) yang merupakan

pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu Negara

modern sehingga dapat disebut Negara Hukum yaitu:

1) Supremasi Hukum (Supremacy of Law)

Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip

supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan

dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif

supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya

pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah

manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang

tertinggi. Dalam republik yang menganut sistem presidensiil

yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih

tepat untuk disebut sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan

parlementer.

2) Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)

Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam

hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normatif dan

dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip

(35)

commit to user

dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang

terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan

sementara guna mendorong dan mempercepat kelompok

masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat

tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai

tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan

kelompok masyarakat yang jauh lebih maju.

3) Asas Legalitas (Due Process of Law)

Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya

asas legalitas dalam segala bentuknya (Due Process of Law)

yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan

atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.

4) Pembatasan Kekuasaan

Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ

negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian

kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara

horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap

kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang

menjadi sewenang-wenang.

Kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara

memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat

checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.

Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi

kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara

vertikal. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan

terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang

memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.

5) Organ-organ Eksekutif Independen

Pembatasan kekuasaan dizaman sekarang berkembang

(36)

commit to user

bersifat independen, seperti bank sentral, organisasi tentara,

organisasi kepolisian dan kejaksaan. Lembaga, badan atau

organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya

berada dalam kekuasaan eksekutif, tetapi sekarang

berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi

sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif

untuk menentukan pengangkatan atau pemberhentian

pimpinannya.

6) Peradilan yang bebas dan tidak memihak

Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak ini

mutlak harus ada dalam setiap negara hukum. Dalam

menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak boleh

dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan

jabatan (politik) maupun kepentingan uang. Untuk menjamin

keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya

intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan

oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan

eksekutif maupun legislatif ataupun dari kalangan

masyarakat dan media massa.

7) Peradilan Tata Usaha Negara

Peradilan Tata Usaha Negara juga menyangkut prinsip

peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya

secara khusus sebagai pilar utama negara hukum. Dalam

setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi

tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat

administrasi negara. Peradilan Tata Usaha Negara ini penting

karena yang menjamin agar warga negara tidak dizalimi oleh

keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara

(37)

commit to user

8) Peradilan Tata Negara (Constitusional Court)

Dalam negara hukum modern diharapkan adanya

jaminan tegaknya keadilan tiap-tiap warga negara dengan

mengadopsikan gagasan Mahkamah Konstitusi dalam sistem

ketatanegaraannya. Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah

upaya memperkuat sistem check and balances antara

cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan

untuk menjamin demokrasi.

9) Perlindungan Hak Asasi Manusia

Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi

manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya

melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi

manusia tersebut dimasyaratkan secara luas dalam rangka

mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap

Hak Asasi Manusia sebagai ciri yang penting suatu negara

hukum yang demokratis.

10)Bersifat Demokratis (Democratische Rechtstaat)

Dalam prinsip demokrasi yang menjamin peran serta

masyarakat dalam proses pengambilan keputusan

kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan

yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan

keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh

ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau

hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan

dengan prinsip-prinsip demokrasi.

11)Berfungsi sebagai sarana mewujudkan Tujuan Bernegara

(Welfare Rechtstaat)

Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang

diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang

(38)

commit to user

yang diwujudkan melalui gagasan negara hukum yang

dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum.

Bahkan sebagaimana cita-cita nasional yang dirumuskan

dalam pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia

bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

12)Transparansi dan Kontrol sosial

Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka

terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum,

sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam

mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara

komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung

dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya

partispasi langsung ini penting karena sistem perwakilan

rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan

sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat (Jimly

Asshiddiqie, 2005: 123-129).

c. Negara Hukum Indonesia

Penegasan Indonesia adalah negara hukum yang selama ini diatur

dalam Penjelasan UUD 1945, dalam Perubahan UUD 1945 telah

diangkat ke dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), berbunyi sebagai

berikut “ Negara Indonesia adalah negara hukum”. Konsekuensi ketentuan tersebut adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku

alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum.

Sekaligus ketentuan ini untuk mencegah terjadinya

kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat

(39)

commit to user

Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah

negara hukum. Prinsip ini semula dimuat dalam Penjelasan, yang

berbunyi: “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat) tidak

berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).” Disamping itu, ada prinsip lain yang erat dengan prinsip negara hukum yang juga dimuat

dalam Penjelasan: “Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi

(hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak

terbatas).” Prinsip ini mengandung makna ada pembagian kekuasaan

negara dan pembatasan kekuasaan (tidak absolut dengan kekuasaan

tidak terbatas). Dengan ketentuan baru ini, maka dasar sebagai negara

berdasarkan atas hukum mempunyai sifat normatif, bukan sekedar asas

belaka. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip

penting negara hukum adalah jaminan penyelenggaraan kekuasaan

kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan

keadilan (Ni’matul Huda, 2007 : 62-63).

Dalam paham the rule of law, upaya untuk melindungi hak-hak

asasi manusia diterapkan dengan prinsip “ equality before the law”

sedangkan dalam paham rechstaat dengan prinsip “ wetwetigheid”,

yang kemudian menjadi “ rechmatigheid”. Negara hukum indonesia

hendak mewujudkan asas kerukunan antara pemerintah dan rakyat

bukan hanya dengan penekanan hak atau kewajiban melainkan, yang

penting menjalin hubungan antara kedua hal tersebut. Perwujudan

negara hukum indonesia hendaklah dibangun berdasarkan ciri-ciri :

1) Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat yan didasarkan

asas kekeluargaan;

2) Hubungan fungsional antar kekuasaan negara yang proporsional;

3) Prinsip penyelesaian sengketa yang mengutamakan musyawarah

dan peradilan sebagai usaha terakhir;

(40)

commit to user

Mencermati uraian mengenai paham negara hukum rechstaat, the

rule of law, dan negara hukum indonesia, dapat dikatakan bahwa ketiga paham negara hukum ini bermuara pada satu pengertian dasar

bahwa hal yang mendasar dari negara hukum adalah kekuasaan yang

berlandaskan hukum dan semua orang sama di hadapan hukum atau

negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara,

dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya

dilakukan dalam kerangka kekuasaan hukum (Marwan Effendy, 2005 :

32-33).

d. Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)

Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa Inggris disebut

thr rule of law atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut

rechstaat, adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam

penyelenggaraan kekuasaan negara. Pembatasan itu dilakukan dengan

hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusionalisme

modern. Dalam empat ciri klasik negara hukum Eropa Kontinental

yang biasa disebut rechstaat, terdapat elemen pembatasan kekuasaan

sebagai salah satu ciri pokok negara hukum (Jimly Assiddiqie, 2006 :

11-12).

Ajaran pemisahan kekuasaan berasal dari Montesquieu yang

bertujuan untuk membatasi kekuasaan badan-badan atau pejabat

penyelenggara negara dalam batas-batas cabang kekuasaan

masing-masing. Dengan pemisahan atau pembagian kekuasaan tersebut dapat

dicegah penumpukan kekuasaan di satu tangan (absolut) atau

sekelompok kecil orang (oligarki) yang akan menimbulkan penyelenggaraan pemerintahan sewenang-wenang. (Bagir Manan,

2006 : 7-8).

Pemisahan kekuasaan dapat dipahami sebagai doktrin

konstitusional atau doktrin pemerintahan yang terbatas, yang membagi

kekuasaan pemerintahan kedalam cabang kekuasaan legislatif,

(41)

commit to user

hukum, kekuasaan eksekutif bertugas menjalankan hukum dan

kekuasaan yudikatif bertugas menafsirkan hukum. Terkait erat dan

tidak dapat dipisahkan dengan pengertian ini adalah checks and

balances, yang mengatakan bahwa masing-masing cabang

pemerintahan membagi sebagian kekuasaannya pada cabang yang lain

dalam rangka membatasi tindakan-tindakannya. Ini berarti, kekuasaan

dan fungsi dari masing-masing cabang adalah terpisah dan dijalankan

oleh orang yang berbeda, tidak ada agen tunggal yang dapat

menjalankan otoritas yang penuh karena masing-masing bergantung

satu sama lain

Konsepsi trias politicia yang diidealkan oleh Montesquieu ini jelas tidak relevan lagi dewasa ini, mengingat tidak mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa hubungan antar cabang kekuasaan itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain dengan prinsip checks and balances. Karena itu, doktrin trias politicia yaang biasa dinisbatkan dengan tokoh Montesquieu yang mengandaikan bahwa tiga fungsi kekuasaan negara selalu harus tercermin di dalam tiga jenis organ negara, sering terlihat tidak relevan lagi untuk dijadikan rujukan (Ni’matul Huda, 2007:64-65).

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak menganut ajaran

pemisahan kekuasaan (Separation of power) akan tetapi didalam

Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai sistem tersendiri yaitu

pembagian kekuasaan (distribution of power) dimana di dalam

pembagian kekuasaan tersebut dimungkinkan adanya kerjasama antara

lembaga-lembaga negara. Kenyataan didalam kehidupan antar lembaga

negara didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya diperlukan

adanya kerjasama diantara lembaga tersebut semisal antara Mahkamah

Agung dan Mahkamah Konstitusi bersama-sama menjalankan fungsi

dan wewenangnya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman sesuai dalam

(42)

commit to user

tentang Kekuasaan Kehakiman yang mencerminkan bahwa

diperlukannya kerjasama antara kedua lembaga tersebut untuk

menjalankan kekuasaan kehakiman dengan tujuan terselenggarannya

Negara Hukum republik Indonesia (Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti,

2005:20).

2. Tinjauan tentang Lembaga Negara

a. Pengertian Lembaga Negara

Secara sederhana, istilah lembaga negara atau organ negara

dapat dibedakan dari perkataan lembaga atau organ swasta, lembaga

masyarakat atau biasa dikenal dengan sebutan organisasi

non-pemerintah (ornop). Oleh karena itu, lembaga apapun yang dibentuk

bukan sebagai lembaga masyarakat dapat disebut lembaga negara, baik

berada di ranah eksekutif, legislatif, yudikatif, ataupun bersifat

campuran (Jimly Asshiddiqie, 2006:31).

Ciri-ciri penting organ negara dalam arti sempit menurut Jimly

Asshiddiqie (Jimly Asshiddiqie, 2006:38) adalah :

1) Organ negara itu dipilih atau diangkat untuk menduduki jabatan

atau fungsi tertentu;

2) Fungsi itu dijalankan sebagai profesi utama atau bahkan secara

bersifat eksklusif;

3) Karena fungsinya itu, ia berhak mendapatkan gaji dari negara.

Lebih lanjut lagi, secara sistematis Jimly Asshiddiqie

mengklasifikasikan konsep lembaga negara menjadi 5 (lima) konsep

yaitu ( Jimly Asshiddiqie, 2006:41-42):

1) Organ negara mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi

law creating or law applying function;

2) Mencakup individu yang menjalankan fungsi law creating or law

applying function dan mempunyai posisi dalam struktur jabatan

(43)

commit to user

3) Badan atau organisasi yang menjalankan law creating or law

applying function dalam kerangka struktur dan sistem kenegeraan atau pemerintahan;

4) Organ atau lembaga negara hanya terbatas pada pengertian

lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD 1945,

undang-undang atau peraturan yang lebih rendah;

5) Organ atau lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang

pembentukannya ditetapkan oleh UUD 1945.

Jimly Asshiddiqie membedakan lembaga dari dua segi, yaitu

dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya (Jimly Asshiddiqie,

2006:111-118) :

1) Pembedaan dari segi fungsinya

Lembaga-lembaga negara dapat dikategorikan sebagai organ

utama atau primer (primary constitutional organs) dan ada pula

yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxilary state

organs). Untuk memahami perbedaan keduannya,

lembaga-lembaga negara tersebut dapat dibedakan dalam tiga ranah

(domain) yaitu, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan

kekuasaan kehakiman atau yudikatif.

2) Pembedaan dari segi hirarkinya

Ada dua kriteria yang dipakai, yaitu kriteria hirarki bentuk

sumber normatif yang menentukan kewenangannya dan kualitas

fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalm sistem

kekuasaan negara. Dari segi hirarkinya, lembaga negara dapat

dibedakan dalam 3 (tiga) lapis yaitu :

a)Organ pertama dapat disebut lembaga tinggi negara, yaitu

(1) Presiden dan Wakil Presiden;

(2) Dewan Perwakilan Rakyat;

(3) Dewan Perwakilan Daerah;

(4) Majelais Permusyawaratan Rakyat;

(44)

commit to user

(6) Mahkamah Agung;

(7) Badan Pemeriksa Keuangan.

b)Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang

mendapatkan kewenangan dari UUD 1945 dan ada mendapatkan

kewenangan dari undang-undang. Lembaga-lembaga negara

sebagai organ konstitusi lapis kedua adalah

(1) Menteri Negara;

(2) Tentara Nasional Indonesia;

(3) Kepolisian Negara;

(4) Komisi Yudisial;

(5) Komisi pemilihan umum; dan

(6) Bank Sentral.

c)Organ lapis ketiga adalah kategori lembaga negara yang sumber

kewenangannya berasal regulator atau pembentuk peraturan di

bawah undang-undang. Artinya, keberadaannya secara hukum

hanaya didasarkan atas kebijakan Presiden (presidential policy)

atau beleid Presiden. Jika Presiden hendak membubarkannya,

maka tentu presiden berwenang untuk itu.

Perkembangan masyarakat, baik secara ekonomi, politik dan

sosial budaya serta pengaruh globalisme dan lokalisasi menghendaki

struktur organisasi negara yang lebih responsif terhadap tuntutan

mereka serta lebih efektif dan efisien dalam melakukan pelayanan

publik dan mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan. kemudian

beemunculanlah lembaga-lembaga negara baru yang dapat berupa

dewan (council), komisi (commission), komite (comitte), badan (board), atau otorita (authority). Lembaga-lembaga baru tersebut biasa

disebut state auxiliary organs atau auxiliary institution sebagai

lembaga yang bersifat penunjang (sampiran). Diantara lembaga

tersebut ada juga disebut sebaga self regulatory agencies, independent

supervisory bodies, atau lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi

(45)

commit to user

dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan justru dilakukan

secara bersamaan oleh lembaga-lembaga baru tersebut (Jimly

Asshiddiqie, 2006:ix-x). Menurut Cornelis Lay yang dikutip Ni’matul

Huda, kehadiran lembaga-lembaga sampiran negara merupakan bagian

dari desain kelembagaan negara yang bertumpu pada prinsip

pemencaran kekuasaan. Sebuah pilihan yang boleh jadi merupakan

reaksi terhadap politik Orde Baru:otoritarianisme, sentralistik dan

unformitas (Cornelis Lay dalam Ni’matul Huda, 2007:201).

Firmansyah Arifin yang dikutip oleh Ni’matul Huda,

berpendapat dalam kasus di Indonesia, ada beberapa hal yang menjadi

inti dan mempengaruhi banyaknya pembentukan lembaga-lembaga

negara baru yang bersifat independen yaitu

1) Tiadanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah akibat asumsi

dan bukti mengenai korupsi yang sistemik dan mengakar dan sulit

diberantas;

2) Tidak independennya lembaga-lembaga negara yang ada kerena

satu atau halnya tunduk di bawah pengaruh satu kekuasaan negara

atau kekuasaan lain;

3) Ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada untuk

melakukan tugas-tugas yang urgen dilakukan dalam masa transisi

demokrasi karena persoala birokrasi dan KKN;

4) Pengaruh global, dengan pembentukan auxiliary state agency atau

watchdog institutions di banyak negara yang berada dalam situasi menuju demokrasi telah menjadi suatu kebutuhan bahkan suatu

keharusan sebagai alternatif dari lembag-lembaga yang ada yang

mungkin menjadi bagian sistem yang hrus direformasi;

5) Tekanan lembaga-lembaga internasional, tidak hanya sebagai

prasyarat untuk memasuki pasar global, tetapi juga untuk membuat

demokrasi sebagai satu-satunya jalan bagi negara-negara asalnya

berada di bawah kekuasaan otoriter (Firmansyah Arifin dalam

(46)

commit to user

3. Tinjauan tentang Sistem Peradilan Indonesia

a. Sistem Peradilan Di Indonesia

Sebagai suatu sistem, peradilan memiliki sub sistem-sub sistem

yang menunjang bekerjanya sistem peradilan yang ada. Sistem

Peradilan mempunyai mekanisme yang bergerak menuju kearah

pencapaian misi dari hakekat keberadaan peradilan, sebagai suatu

lembaga operasionalisasi sistem peradilan menuntut adanya visi yang

jelas agar aktivitas atau pelaksanaan peran peradilan berproses secara

efektif dan efisien. Sistem tersebut terdiri atas bagian-bagian yang

mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang sendiri-sendiri, namun secara

keseluruhan semuanya bermuara pada satu tujuan, yaitu penegakan

hukum yang benar, adil, berkepastian hukum dan bermanfaat bagi

kehidupan manusia.

Menurut Satjipto Raharjo, bagian-bagian tersebut berhubungan

satu dengan yang lain dalam satu kesatuan dan bekerja secara aktif

mencapai tujuan pokok, didalamnya terkandung unsur-unsur

1) Berorientasi pada tujuan;

2) Keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dari

bagian-bagiannya;

3) Sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar, yaitu

lingkungannya;

4) Bekerjanya bagian-bagian fari sistem it menciptakan sesuatu yang

berharga;

5) Masing-masing bagian harus cocok satu dengan yang lain (ada

keterhubungan);

6) Kekuatan pemersatu yang mengikat sistem itu (mekanisme

kontrol) (Sunarjo, 2010:16).

Sebagaimana ditegaskan dalam Cetak Biru (blueprint)

pembaharuan Mahkamah Agung RI bahwa VISI Mahkamah Agung

adalah “mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman

(47)

commit to user

profesional dan memberi pelayanan hukum yang berkualitas, etis,

terjangkau, dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab

panggilan pelayanan publik.” Visi Mahkamah Agung tersebut

merupakan sinar pemberi arah (moving target) bagi perjalanan

lembaga peradilan kedepan.

Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yaitu

Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan

Tata Usaha Negara, memiliki prosedur hukum acara dan yurisdiksinya

masing-masing. Tiap-tiap peradilan tersebut sebagai sub sistem-sub

sistem dari sistem peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung,

memiliki kompetensi sesuai dengan domain (ranah) kompetensi

keilmuan yang melekat pada predikat peradilan masing-masing.

b. Tinjauan Tentang Peradilan Yang Bersih dan Berwibawa

Perwujudan lembaga peradilan sebagai tonggak terdepan di

dalam pencarian suatu keadilan adalah hal yang diidamkan

masyarakat. Keadilan itu sendiri adalah tujuan lembaga peradilan

didalam menjalankan fungsi dan wewenangnya masing-masing. Di

dalam mencapai tujuannya lembaga peradilan terdapat berbagai organ

pelaksana didalamnya diantaranya yang paling penting adalah

keindepensiaan pelaksana peradilan tersebut bebas dari berbagai

kepentingan dari luar yang akan mempengaruhi keadilan tersebut.

Mewujudkan peradilan bersih dan bebas adalah tanggung jawab

bersama stake holder bangsa. Semua elemen harus menyadari bahwa

peradilan bersih akan menghasilkan multi efek keadilan sosial yang

akan mengikis habis korupsi dan nepotisme dalam berbagai sektor

kehidupan termasuk di dalamnnya pengadilan. Untuk mewujudkan

peradilan bersih maka hakim dalam mem

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran  .....................................................................
Tabel 1. Delapan Program Kerja Satgas  ........................................................
Gambar 1. Kerangka Pemikiran ......................................................................
gambaran yang menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum sebagai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang berada pada prosedur pertama tidak akan dikenal oleh program utama atau prosedur lain1. Namun variabel dari program utama (A dan B) akan dikenal oleh prosedur kedua

Hasil penelitian Rini Budhiarti (2007:6) [4] menunjukkan bahwa di SD pun juga ditemui miskonsepsi cahaya antara lain sebanyak 52 % siswa berpendapat cahaya

[r]

Membawa dokumen asli atau fotocopy yang dilegalisir untuk semua berkas sesuai dengan Dokumen Penawaran dan Isian Kualifikasi Saudara. Menyerahkan berkas-berkas asli penawaran dan

Setelah mengetahui bahwa anak/saudari anda adalah seorang Odha, apakah dalam keluarga masih sering mengadakan sharing bersama?. Bagaimana hubungan komunikasi anda dengan

(3) Persyaratan peserta Ujian Nasional Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C bagi peserta didik yang pindah jalur dari pendidikan formal ke

Bank Permata Cabang Banjarmasin perlu lebih intensif mempromosikan PermataRancang Dana dengan menekankan manfaat utama dari produk tersebut yang akan membantu

Mengetahui daya dukung dan kualitas air perairan Danau Lido pada kegiatan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung. Metode