• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUTION TRANSVERSAL OF REINFORCEMENT AND SUPPORT AT PRECAST SLAB TO CRACKING PATTERN AND BENDING CAPACITY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DISTRIBUTION TRANSVERSAL OF REINFORCEMENT AND SUPPORT AT PRECAST SLAB TO CRACKING PATTERN AND BENDING CAPACITY"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

D

ISTRIBUTION

T

RANSVERSALOF

R

EINFORCEMENT AND

S

UPPORTAT

P

RECAST

S

LAB TO

C

RACKING

P

ATTERN AND

B

ENDING

C

APACITY

P

ENGARUH

P

ENYEBARAN

T

ULANGAN

B

AGI DAN

J

ENIS

T

UMPUAN

P

ADA

P

ELAT

P

RACETAK

T

ERHADAP

P

OLA

R

ETAKDAN

K

APASITAS

L

ENTUR

Erwin Rommel 1), Ninik Catur EY 2)

1)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang Jalan Raya Tlogomas 246 Malang 65114 e-mail : erwin67pro@yahoo.com

2)

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang Jalan Terusan Raya Dieng 62-64 Malang 65146 e-mail : nien_cey@yahoo.com

ABSTRACT

With the development of technology in the area construction, especially the use of precast slab is expected that with the exis-tence of this research can be used as one input for conctactor, researchers and educational institutions. This study shows the influence of reinforcement ratio on cracking behavior of precast and bending on the precast slab. This research was conducted at the Concrete Technology Laboratory University of Muhammadiyah Malang. Implementation of this research involves se-veral steps; a survey the material of concrete and testing steel reinforcement, casting precast slab, moisture concreting precast until 28 days and testing of specimen. Given variations in reinforcement ratio of 0.84%, 1.21% and 1.69% at dimension of the plate (100x50x8) cm. From the results of this study indicate the greater reinforcement ratio the greater the ultimate bending moment. On plate supported two sides and four sides (x-direction), the largest obtained at ρ = 1.69% (respectively increased by 24.36% and 28.39% compared with ρ = 0.84%), while in (y-direction) half times its value (x-direction). The greater the re-inforcement ratio ρ = 1.69% distance between the crack that appears more narrow than the ρ = 0.84%. In addition, crack of length and crack propagation increment at ρ = 1.69% shorter than ρ = 0.84%.

Key-words: Precast slab, transversal of reinforcement, bending of moment, crack

ABSTRAK

Dengan perkembangan teknologi dalam dunia konstruksi khususnya penggunaan pelat pracetak maka diharapkan dengan ada-nya penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan bagi para praktisi, peneliti dan lembaga pendidikan. Penelitian ini menunjukkan pengaruh variasi rasio tulangan terhadap perilaku retak dan lentur pada pelat pracetak. Penelitian ini dila-kukan di laboratorium Teknologi Beton Universitas Muhammadiyah Malang. Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa ta-hap yaitu; pemerikasaan bahan penyusun beton dan uji tarik baja tulangan, pengecoran pelat pracetak, perawatan pelat prace-tak dengan menutup karung basah selama 28 hari dan selanjutnya dilakukan pengujian. Diberikan variasi rasio tulangan sebe-sar 0,84 %, 1,21 % dan 1,69 % pada pelat (100x50x8) cm. Dari hasil penelitian ini menunjukkan semakin besebe-sar rasio tulang-an semakin besar pula momen lentur ultimit. Pada pelat 2 sisi dtulang-an 4 sisi (arah x) terbesar diperoleh pada ρ = 1,69 % (masing-masing meningkat 24,36 % dan 28,39 % dibanding dengan ρ = 0,84 %), sedangkan pada (arah y) nilainya setengah kali (arah x). Semakin besar rasio tulangan ρ = 1,69 % jarak antar retak yang muncul semakin sempit dibanding ρ = 0,84 %. Selain itu panjang retak dan pertambahan panjang retak pada ρ = 1,69 % lebih pendek dibanding ρ = 0,84 %.

Kata-kata kunci: Pelat pracetak, rasio tulangan, momen lentur, retak

PENDAHULUAN

Seiring berkembangnya teknologi untuk membuat pelat lantai beton, pelat lantai pracetak adalah salah satu teknologi yang sering dipakai dalam sebuah konstruksi. Sebenarnya, tekno-logi ini bukan barang baru, namun baru-baru ini mencuat ke per-mukaan. Pelat lantai pracetak adalah pelat lantai yang berbentuk segmen-segmen dan siap pakai. Pelat lantai pracetak dibuat tidak pada saat pengerjaan atau cor di tempat (cast in site), sehingga bisa mempersingkat waktu pengerjaan (Ngo, 2001; Romel, 2005-c). Penelitian terdahulu (Harmaji, 2005; Juarto, dkk., 2006) men-jelaskan bahwa rasio tulangan mempengaruhi besarnya kapasitas geser pada pelat dan pola retak lentur pelat yang terjadi sejajar pada batas antara jalur kolom dengan jalur tengah. Sedangkan untuk pola retak geser yang terbentuk vertikal pada daerah kolom dan diagonal terhadap sisi kolom. Penelitian yang dilakukan me-nggunakan model pelat datar dengan atau tanpa drop panel pada daerah kolom. Sedangkan penelitian mengenai pola retak dan ka-pasitas lentur pada pelat pracetak sampai saat ini belum banyak dikembangkan. Pengaruh orientasi dan jumlah penulangan pada pelat datar satu arah telah dilakukan pada rasio tulangan 0,56 %

(2)

perilaku retak dan lentur pada pelat pracetak sehingga didapat beberapa rumusan masalah antara lain bagaimana pengaruh rasio tulangan pada pelat pracetak terhadap kapasitas momen lentur serta bagaimana pengaruh rasio tulangan pada pelat pracetak ter-hadap pola retak dan keruntuhan pelat.

Pada penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam yaitu untuk mengetahui pengaruh rasio tulangan pada pelat pracetak terhadap kapasitas momen lentur serta mengetahui pe-ngaruh rasio tulangan pada pelat pracetak terhadap pola retak dan keruntuhan pelat.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan membuat uji eksperimen pada 18 (dela-pan belas) pelat persegi beton bertulang dengan mutu 28 MPa berukuran (100x50) cm dengan tebal 8 cm, dimana setiap 3 pelat diberi penulangan transversal yang berbeda untuk masing-masing tumpuan pelat dua sisi dan empat sisi seperti terlihat pada gam-bar 1. Penulangan utama pelat diberikan dengan rasio 1,21% atau

6

φ

50 mm baik untuk pelat yang ditumpu dua sisi maupun empat

sisi. Sedangkan untuk penulangan arah transversal pelat diberi ra-sio penulangan bervariasi, masing-masing sebesar 0,84%, 1,21% dan 1,69%.

Tabel 1. Penomoran benda Uji Pelat

Kode

benda uji*) Pelat (cm) Ukuran

Tulangan pelat (mm) Tumpuan Pelat arah-y arah-x PC2S 50-35L (50x100x 8) Ø6 - 50 Ø6 - 35 2 Sisi

PC4S 50-35L (50x100x 8) Ø6 - 50 Ø6 - 35 4 Sisi

PC2S 50-50L (50x100x 8) Ø6 - 50 Ø6 - 50 2 Sisi

PC4S 50-50L (50x100x 8) Ø6 - 50 Ø6 - 50 4 Sisi

PC2S 50-75L (75x100x8) Ø6 - 50 Ø6 - 75 2 Sisi

PC4S 50-75L (75x100x8) Ø6 - 50 Ø6 - 75 4 Sisi

*)

Setiap varian terdiri 3 benda uji dengan tambahan inisial a,b dan c

Bahan dan alat penelitian

Bahan penelitian yang digunakan antara lain : beton dengan agregat maksimum 20 mm, slump 150 mm, fas 0,55; baja tulang-an diameter 6 mm, minimal fy = 240 MPa, cetaktulang-an pelat dari multipleks 12 mm dan kayu meranti 4/6.

Peralatan utama yang digunakan antara lain loading frame,

kapasitas 25 ton; hydraulic jack dan pump hidrolic, kapasitas 50 ton ; load cell, kapasitas 30 ton ; load indicator, tipe digital

de-ngan ketelitian 5 kg ; dial gauge, maksimal pembacaan 30 mm

dengan ketelitian 0,01 mm ; universal testing machine, kapasitas

30 ton ; compression testing machine, kapasitas 100 ton.

Setting Pengujian

Pengujian pelat dilakukan dengan memberikan beban

mera-ta melalui beban hydraulic jack yang dipasang pada

tengah-te-ngah panel pelat dan diantara pelat dan jacking dipasang gelagar baja yang saling bersilang dengan jarak 10 cm.

Pembebanan dilakukan secara bertahap dengan interval pe-nambahan beban setiap 100 kg. Pelat uji ditumpu oleh 4 (empat) kolom baja yang dihubungkan dengan gelagar-gelagar baja satu sama lainnya (lihat gambar-2). Pengamatan lendutan dilakukan pada beberapa titik, antara lain pada tengah bentang panel pelat, pada jarak ¼ bentang panel untuk masing-masing arah pelat. Be-ban diberikan sampai pelat beton mengalami retak pertama dan diteruskan hingga mencapai kondisi ultimit dengan mengamati pola retak dan panjang retak yang terjadi.

PC2S 50-35L PC2S 50-50L PC2S 50-75L

A A B B C C

POT A-A POT B-B POT C-C

6,6 - 35 mm 6,6 - 50 mm 6,6 - 75 mm

PC4S 50-35L PC4S 50-50L PC4S 50-75L

A A B B C C

POT A-A POT B-B POT C-C

6,6 - 35 mm 6,6 - 50 mm 6,6 - 75 mm

Gambar 1. Rancangan benda uji pelat

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Momen Lentur Pelat

Gambar-3 menjelaskan adanya pengaruh dari variasi rasio tulangan transversal terhadap peningkatan kapasitas momen pe-lat. Dilihat dari grafik hubungan momen ultimit dan rasio penula-ngan transversal tersebut, bahwa akibat penambahan tulapenula-ngan

tranversal dapat meningkatkan momen ultimit pelat pracetak

yang ditumpu dua sisi sebesar 24,32 % dan 24,36 % untuk kode inisial a dan b serta 20,51 % untuk kode inisial c, sedangkan untuk pelat pracetak yang ditumpu empat sisi meningkat sebesar 28,39 % dan 27,67 % untuk kode inisial b dan c serta 18,52 % untuk kode inisial a. Pada semua rasio tulangan yang diberikan,

momen ultimit pelat yang ditumpu empat sisi (arah-x) memiliki

nilai rata-rata dua kali lebih besar jika dibandingkan dengan pelat

yang hanya ditumpu dua sisi. Momen ultimit terkecil diperoleh

pada pelat yang ditumpu dua sisi (r=0,84%), yakni sebesar 925

kg-m sedangkan pada pelat yang ditumpu empat sisi (arah-x)

diperoleh momen ultimit terbesar yakni 2537,5 kg-m pada r=

1,69%. Momen pelat yang dihasilkan dari tumpuan dua sisi memiliki kecenderungan nilai yang hampir sama dengan momen pelat yang ditumpu empat sisi pada arah-y. Dari uraian di atas menyatakan bahwa pelat dengan variasi rasio tulangan

transver-sal yang besar rata-rata mempunyai nilai momen ultimit yang

le-bih besar.

Dari grafik hubungan antara penambahan momen dan rota-si (lihat Gambar-4) yang terjadi daerah tengah pelat untuk marota-si- masi-ng-masing pengujian pelat terlihat bahwa semakin besar

kemiri-ngan gradien kurva yang terbentuk maka nilai kekakuan pelat

yang dihasilkan makin besar. Kemiringan terbesar dimiliki oleh pelat yang ditumpu empat sisi (arah-x) kemudian diikuti oleh pe-lat yang ditumpu dua sisi. Sedangkan pepe-lat yang ditumpu empat sisi (arah-y) memiliki kemiringan sudut terkecil. Hal ini menje-laskan bahwa pengaruh pemberian tulangan transversal hanya terlihat pengaruhnya pada pelat pracetak yang ditumpu pada dua sisi saja, sedangkan pada pelat yang ditumpu empat sisi pengaruh tersebut tidak terlihat atau kurva yang diperoleh hampir sama pada setiap rasio penulangan yang diberikan. Penambahan tula-ngan transversal lebih terlihat pengaruhnya pada pelat yang

di-tumpu dua sisi dimana pada rasio yang lebih besar (r=1,69%)

tingkat kekakuan lebih baik pada rasio yang lebih kecil.

0 750 1500 2250 3000

0 0.008 0.016 0.024 0.032 0.04

Rotas i (rad)

0 0.008 0.016 0.024 0.032 0.04

Rotas i (r ad)

Gambar 4. Hubungan antara momen dan kelengkungan pelat

Pada gambar-5 menjelaskan hubungan antara nilai kekaku-an pelat terhadap pemberikekaku-an tumpukekaku-an pada pelat untuk masing-masing rasio penulangan transversal. Kekakuan pada pelat yang

pelat ditumpu 2 sisi

ditumpu 4 sisi arah-y ditumpu 4 sisi arah-x

0 750 1500 2250 3000

0 0.008 0.016 0.024 0.032 0.04

Rotasi (rad)

0 0.008 0.016 0.024 0.032 0.04

Rotas i (r ad)

pelat ditumpu 2 sisi

(4)

ditumpu empat sisi (arah-x) memiliki nilai terbesar dibandingkan dengan pelat yang ditumpu dua sisi yakni 401 tm/rad ; 330 tm/ rad; dan 208 tm/rad untuk masing-masing rasio tulangan 1,69% ; 1,21% dan 0,84%. Sedangkan kekakuan pelat yang ditumpu em-pat sisi arah-y memiliki nilai kekakuan yang hampir sama deng-an kekakudeng-an pelat dua sisi.

Gambar 5. Hubungan kekakuan dengan pemberian tumpuan pelat

Lendutan Pelat

Gambar-6 memperlihatkan hubungan antara beban pelat yang diberikan dengan lendutan pada tengah bentang pelat. Pem-berian tulangan transversal akan meningkatkan kapasitas beban pelat dan juga lendutan pada pelat yang ditumpu pada empat sisi, lendutan yang terjadi hampir sama perilakunya baik pada pelat a-rah-x maupun arah-y. Hal tersebut berbeda dengan pelat yang ditumpu dua sisi, dimana kemampuan pelat uantuk menahan be-ban dan lendutan pada pelat tidak sebesar pelat yang ditumpu empat sisi, walaupun kecenderungan makin banyak tulangan transversal yang diberikan tidak memberikan pengaruh pada be-sarnya lendutan pelat.

Gambar 6. Hubungan antara beban dan lendutan pelat Besarnya lendutan pelat yang ditumpu dua sisi adalah 13,54 mm ; 13,44 mm; 13,11 mm untuk masing-masing rasio penulangan 1,69% ; 1,21% ; 0,84% dengan beban pelat 9.200 kg; 7.400 kg; dan 8.600 kg. Makin besar lendutan yang terjadi

sebe-narnya tidak menguntungkan dari aspek durabilitas pelat

teruta-ma untuk jangka panjang. Pada pelat yang ditumpu empat sisi memiliki lendutan yang relatif besar dari pelat yang ditumpu dua sisi kecuali pada pelat yang diberi rasio penulangan 1,21% yakni 14,07mm. Lendutan yang besar tersebut juga diikuti oleh kema-mpuan beban pelat yang lebih dua kalinya dibandingkan dengan pelat dengan ditumpu dua sisi. Beban pelat pada empat sisi masi-ng-masing sebesar ; 19.900 kg; 18.700 kg; 16.200 kg untuk rasio tulangan transversal 1,69%; 1,21% dan 0,84%.

Panjang Retak

Dari gambar-7. memperlihatkan adanya pengaruh dari va-riasi rasio tulangan terhadap terjadinya panjang retak pertama dan pertambahan panjang pada pelat. Untuk pelat pracetak deng-an tumpudeng-an dua sisi pelat dengdeng-an rasio tuldeng-angdeng-an 0,84 % memiliki panjang retak pertama paling besar dengan panjang 552 mm, ke-mudian diikuti rasio tulangan 1,21 % sebesar 131 mm. Sedang-kan panjang retak pertama terkecil dimiliki oleh pelat dengan ra-sio 1,69 % sebesar 111 mm. Sedangkan untuk pelat pracetak de-ngan tumpuan empat sisi pelat dede-ngan rasio tulade-ngan 0,84 % me-miliki panjang retak pertama paling besar dengan panjang 340 mm, kemudian diikuti rasio tulangan 1,69 % sebesar 309 mm. Sedangkan panjang retak pertama terkecil dimiliki oleh pelat de-ngan rasio tulade-ngan 1,21 % sebesar 251 mm.

0

0 300 600 900 1200 1500

Pertambahan Panjang (mm)

0 300 600 900 1200 1500

Pertambahan Panjang (mm)

pelat ditumpu 2 sisi

ditumpu 4 sisi arah-y ditumpu 4 sisi arah-x pelat ditumpu 2 sisi

ditumpu 4 sisi arah-x

(5)

0

0 300 600 900 1200 1500

Pertambahan Panjang (mm)

Gambar 7. Pertambahan panjang retak pada pelat

Secara umum dapat diketahui bahwa pelat dengan rasio tu-langan kecil memiliki panjang retak pertama yang besar sedang-kan pelat dengan rasio tulangan besar mempunyai panjang retak pertama kecil. Secara keseluruhan menunjukan pola pertambah-an ppertambah-anjpertambah-ang retak ypertambah-ang sama, yaitu setelah retak pertama pada se-tiap segmen pertambahan panjang retak semakin kecil. Hal ini membuktikan bahwa pada beton bertulang beban pertama dipi-kul oleh beton, setelah terjadi retak tulangan akan menahan retak sehingga pertambahan panjang retak semakin kecil. Hal ini ber-langsung selama tulangan belum leleh.

Pola Retak

Gambar-8 memperlihatkan garis ilustrasi terbentuknya pola retak pada tiap-tiap pelat. Hal ini diharapkan dapat membantu pemahaman dalam proses terjadinya pola retak pelat. Retak per-tama pada pelat terjadi pada tengah bentang dimana terjadi len-dutan paling besar (warna hitam), angka 1 menunjukkan retak a-wal terjadi pada momen sebesar 1.700 kg-m kemudian diikuti angka 2 dan seterusnya. Warna merah dan lainnya menunjukkan urutan terjadinya retak setelah retak pertama sesuai keterangan diatas. Pola retak yang terjadi pada pelat dapat dilakukan dengan plotting warna retak disesuaikan dengan tahapan kejadian retak pada beton.

Foto pola retak yang direkam pada hasil akhir pengujian pelat untuk masing-masing tipe tumpuan pelat diberikan pada lampiran-L1 dan L2. Gambar-L1 memperlihatkan bahwa pelat ukuran (50x100) cm dengan tumpuan dua sisi, retak awal selalu terjadi pada tengah-tengah bentang pelat. Pengaruh pemberian tulangan transversal ditunjukkan dengan adanya perbedaan jarak antar retak pada setiap rasio tulangan pelat. Pola retak yang terja-di berbentuk lurus memanjang sejajar arah tumpuan atau mem-bentuk sudut 90° terhadap arah tulangan pelat. Pelat dengan rasio

tulangan rendah mempunyai jumlah retak yang sedikit dengan jarak antar retak yang lebih besar dan untuk setiap kenaikan be-ban hanya menambah lebar dari retak itu sendiri. Pada rasio tu-langan yang besar retak yang terjadi bertambah banyak dengan jarak antar retak yang lebih rapat dan lebar retak yang terjadi se-makin besar seiring dengan kenaikan beban. Penambahan retak pada sisi kanan dan sisi kiri setelah terjadinya retak pertama me-nunjukan pola yang sama. Dari sini dapat ditarik kesimpulan ba-hwa retak yang muncul pada sisi kanan dan sisi kiri adalah sime-tris terhadap tengah bentang.

Sedangkan dari gambar-L2. dapat dilihat bahwa pelat ukur-an (50x100) cm dengukur-an tumpuukur-an empat sisi, retak awal selalu terjadi pada tengah bentang pelat dimana tempat terjadinya len-dutan paling besar. Pola retak tersebut tidak dipengaruhi oleh a-danya variasi rasio tulangan, melainkan dipengaruhi oleh jenis tumpuan yaitu tumpuan empat sisi. Pola retak yang terjadi pada pelat tumpuan 4 sisi pada awalnya hampir sama dengan tumpuan dua sisi yaitu berbentuk lurus memanjang sejajar arah sisi pen-dek tetapi dengan seiringnya penambahan beban, pola retak baru muncul. Seperti terlihat pada gambar, diantara retak-retak yang sudah terbentuk muncul pertambahan retak searah dengan sisi panjang pelat sehingga menyambungkan antara retak-retak terse-but. Pola retak yang baru terbentuk terlihat seperti pola madu pa-da lebah. Papa-da pa-dasarnya pola yang seharusnya terjadi papa-da pelat tumpuan empat sisi (pelat dua arah) adalah pola amplop. Hal ini dikarenakan pelat tumpuan empat sisi di sini memiliki ukuran

(50x100) cm, sehingga memiliki rasio bentang Ly/Lx ≥ 2. Dari

hasil pola retak yang didapat saat pengujian seperti terlihat pada gambar-L1 dan gambar-L2 mungkin proses terjadinya pola retak pada masing-masing pelat belum begitu jelas.

KESIMPULAN

Pemberian tulangan transversal mempengaruhi besarnya momen lentur pada pelat pracetak yang ditumpu pada dua sisi dan empat sisi. Semakin besar rasio tulangan transversal pelat yang diberikan akan menghasilkan kapasitas lentur pelat makin besar juga. Pada pelat yang ditumpu dua sisi, momen lentur

ter-besar diperoleh pada ρ = 1,69 % yakni 1.150 kg-m (meningkat

24,36 % dibanding dengan ρ = 0,84 %). Pada pelat empat sisi

(arah-x) momen terbesar diperoleh pada ρ = 1,69 % sebesar

2.487,5 kg-m (meningkat 28,39 % dibanding dengan ρ = 0,84

%), sedangkan pada (arah-y) nilainya setengah kalinya momen arah-x.

Variasi rasio tulangan transversal akan mempengaruhi juga pola retak dan panjang retak pada pelat pracetak, baik yang di-tumpu pada dua sisi maupun pada empat sisi. Semakin besar

ra-sio tulangan ρ= 1,69 % jarak antar retak yang muncul semakin

rapat dibanding ρ = 0,84 %. Selain itu panjang retak dan

per-tambahan panjang retak pada ρ = 1,69 % lebih pendek dibanding

ρ = 0,84 %.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas seluruh pembiaya-an melalui Penelitipembiaya-an Hibah Bersaing Tahun 2010 dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jen-dral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Eko, S., Geger, S., danRomel, E. (2004). “Uji Eksperimen Pelat

Datar Terhadap Orientasi dan Distribusi Tulangan.”Skripsi

Jurusan Teknik Sipil FT- UMM, Malang.

Harmaji, Hartono dan Romel. E. (2005). “Study Eksperiment

Punching Shear Pada Pelat Datar dengan Pemakaian Shear

Connector.” SkripsiJurusan Teknik Sipil FT-UMM, Malang

(6)

Juarto, Tomy, Y.dan Romel, E. (2006). “Studi Eksperimen Pun-ching Shear Pada Pelat Datar Dengan Atau Tanpa Drop Pa-nel.” Skripsi Jurusan Teknik Sipil FT-UMM, Malang. Ngo, D.Tuan, 2001, Punching Shear Resistance of High-Strength

Concrete Slabs, Electronic Journal of Structural

Engineer-ing, Australia.

Romel, E. (2005a). “Geser Pons dan Pola Retak pada Pertemuan

Kolom dengan Pelat Datar.” Media Teknik Sipil, Vol.3, No.2,

Agustus 2005, ISSN 1693-3095 Jurusan Teknik Sipil, Fakul-tas Teknik, UniversiFakul-tas Muhammadiyah Malang.

Romel, E. (2005b). “Kemampuan Layanan Pelat Datar pada

Dae-rah Kolom yang diberi Perkuatan Geser.” Proceeding

Semi-nar Nasional Teknologi, UTY, Yogyakarta, 10 Desember

2005, ISBN 979-98964-1-X.

Romel, E. (2005c). “Pengaruh Arah Penulangan dan Ratio Tulangan Terhadap Perilaku Pelat Datar Beton Bertulang.” Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik, Diagonal, Vol.6, No.3, edisi No-vember 2005, ISSN 1410-8186, Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang.

Tavio, Tang, H. N., and Teng, S. (2002). “Deflections Of One-way Reinforced Concrete Slabs With Various Reinforment

Orientations.” Proceding,APEC Constructions, 2002 ISBN

979-8954-21-1.

Wallace, J. W, Kang, T.H.K., and Changsoon, R.H.A. (2003).

Se-ismic Performance of Flate Plate System, UCLA, USA.

Gambar-L1. Pola retak pada pelat yang ditumpu sisi

Gambar-L2. Pola retak pada pelat yang ditumpu empat sisi

PC2S 50-35La

PC2S 50-50Lc

PC2S 50-75La

PC4S 50-35Lb

PC4S 50-50La

Gambar

Gambar 2. Set-up pengujian pelat
Gambar-3 menjelaskan adanya pengaruh dari variasi rasio
Gambar-6 memperlihatkan hubungan antara beban pelat
Gambar 7. Pertambahan panjang retak pada pelat
+2

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997

15 Masalah yang terkait dengan pemerintahan sebaiknya diselesaikan oleh Tokoh adat (raja parhata/orang yang dituakan) dan pemimpin tradisional lainnya.. 16 Masalah yang

Puskesmas merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan science process skills dan sikap ilmiah siswa pada pembelajaran fisika melalui implementasi CTL.. Desain penelitian yang

Untuk pembuatan dengan cara plastis komposisi yang proporsional pada standar bakaran 900 0 C adalah 40% Halloysite : 60% Kaolin dan atau 30% Halloysite dan 70%

1) Fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan, menaiki

pelanggaran ketentuan tentang sampah di atur dalam Undang - Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah sedangkan untuk Pemerintah Kota Denpasar masalah sampah

Banyak faktor yang memengaruhi Inisiasi Menyusu Dini sangat sulit untuk berkembang, salah satunya adalah karena Inisiasi Menyusu Dini merupakan ilmu yang baru dan