• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis tentang Permohonan dan Pemberian Hak Atas Tanah Menurut Hukum Agraria di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Yuridis tentang Permohonan dan Pemberian Hak Atas Tanah Menurut Hukum Agraria di Indonesia"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Chandra Syafruddin. 2005. Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan. Jakarta:Grasindo. Harsono Boedi. 2003. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta:Penerbit Djambatan. Lubis Mhd. Yamin dan Lubis Abd. Rahim. 2004. Beberapa Masalah Aktual

Hukum Agraria. Medan:Pustaka Bangsa Press.

____________________________________.2008. Hukum Pendaftaran Tanah.

Bandung:Mandar Maju.

Perangin Effendi. 1991. Praktek Permohonan Hak Atas Tanah. Jakarta:Rajawali Pers.

Santoso Urip. 2005. Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta:Kencana. __________ . 2012. Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta:Kencana

Prenada Media Group.

Sihombing Irene Eka. 2005. Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Jakarta:Penerbit Universitas Trisakti.

Sutedi Adrian. 2011. Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta:Sinar Grafika.

Zaidar.2006. Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia. Medan: Pustaka Bangsa Press.

B.Peraturan Perundang-undangan

- Republik Indonesia, Undang-undang No 5 Tahun 1960 tentang Undang

(2)

- Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah.

- Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara.

- Republik Indonesia, Keputusan Presiden N0.55 Tahun 1993 tentang

Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan

Umum.

- Republik Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan

Pertanahan Nasional No 1 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan.

Keputusan Presiden No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

- Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 tentang Hak

Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak pakai atas tanah.

- Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 24 tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah.

- Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 1998 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

- Republik Indonesia, Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan

Pertanahan Nasional No 3 tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan

Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara.

- Sidi Hukum. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 9 Tahun

1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara

(3)

C.Website

https://ami23.wordpress.com/2012/05/12/pendaftaran-tanah/

http://fauzie.weblog.esaunggul.ac.id/2015/04/04/alat-bukti-dalam-pendaftaran-tanah/

https://materihukum.wordpress.com/2013/10/22/pengertian-tanah-dan-cara-memperoleh-tanah-negara/

http://sertifikattanah.blogspot.co.id/2009/09/sertipikat-hak-dan-kekuatan.html

(4)

BAB III

PENDAFTARAN TERHADAP HAK ATAS TANAH YANG TELAH DIMOHONKAN

A. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah

Meskipun Undang-Undang Pokok Agraria mengatur pendaftaran tanah,

namun tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud dengan pendaftaran

tanah. Begitu pula dengan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah, juga tidak memberikan pengertian apa yang dimaksud

dengan pendaftaran tanah. Menurut A.P. Parlindungan, pendaftaran tanah

berasal dari kata Cadastre (Bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis untuk

suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan (atau

lain-lain alas hak) terhadap suatu sebidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa

Latin “Capistratum” yang berarti suatu register atau capita atau unit yang

diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam arti tegas,

Cadastre adalah record pada lahan-lahan, nilai daaripada tanah dan pemegang

haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Dengan demikian cadastre

merupakan alat yang tepat memberikan uraian dan identifikasi dari uraian

tersebut dan juga sebagai continuous recording (rekaman yang

berkesinambungan) dari hak atas tanah.

Menurut Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 dalam ketentuan

umum pasal 1 berbunyi, Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan

teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta

(5)

mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk

pemberian sertifikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah

yang sudah ada haknya dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak

tertentu yang membebaninya.

Objek kepemilikan hak atas tanah yang dimaksud dengan objek pendaftaran

tanah sebagaimana ketentuan pasal 9 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997,

yaitu:

1. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan:

a. Hak Milik, menurut pasal 20 ayat 1 UUPA adalah hak turun temurun,

terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan

mengingat ketentuan pasal 6.

b. Hak Guna Usaha, menurut pasal 28 ayat 1 UUPA adalah hak untuk

mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka

waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian,

perikanan, atau peternakan, Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996

menambahkan guna perusahaan perkebunan.

c. Hak Guna Bangunan, menurut pasal 35 UUPA adalah hak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya

sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan bisa

diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.

d. Hak Pakai, menurut pasal 41 ayat 1 UUPA adalah hak untuk

menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai

langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi

(6)

pemberiannya oleh pejabat yang berwenang dan memberikannya atau

dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa

menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak

bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA.

2. Tanah hak pengelolaan, adalah hak menguasai dari Negara yang

kewenangan pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

3. Tanah wakaf, diatur dalam Pasal 49 ayat 3 UUPA yaitu perwakafan tanah

milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4. Hak milik atas satuan rumah susun, adalah unit rumah susun yang tujuan

utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat

hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.

5. Hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas

tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UUPA UU No 5 Tahun 1960,

berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan

kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap

kreditur-kreditur lain.

6. Tanah Negara menurut PP No 24 Tahun 1997 adalah tanah yang tidak

dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah.

Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 menyebutkan

tentang asas dari pendaftaran tanah :

1) Asas sederhana, dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun

prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang

(7)

2) Asas aman, dimaksudkan untuk menunjukkan, bahwa pendaftaran tanah

perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat hasilnya dapat memberikan

jaminan kepastian hukum.

3) Asas terjangkau, dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang

memerlukan, khususnya memperhatikan kebutuhan dan kemampuan

golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka

penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa dijangkau oleh para pihak

yang memerlukan.

4) Asas mutakhir, dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam

pelaksanaannya dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Untuk itu

perlu diikuti kewajiban mendaftar dan melakukan pencatatan setiap terjadi

perubahan-perubahan dikemudian hari.

5) Asas terbuka, ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah yang

secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang

tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata

dilapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data

yang benar setiap saat untuk itulah diberlakukan pula asas terbuka.

Menurut pasal 3 PP No 24 Tahun 1997 menyebutkan tujuan dari

Pendaftaran Tanah yaitu:

1) Untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah satuan rumah susun dan hak-hak

lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya

sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang

(8)

2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang

tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi di bidang pertanahan secara

baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi dibidang

pertanahan. Untuk mencapai tertib administrasi tersebut setiap bidang

tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan

hapusnya wajib didaftar.

Pihak-pihak yang memperoleh manfaat dengan diselenggarakan

pendaftaran tanah, yaitu:

1) Manfaat bagi pemegang hak:

a. Memberikan rasa aman;

b. Dapat mengetahui dengan jelas data fisik dan data yuridisnya;

c. Memudahkan dalam pelaksanaan peralihan hak;

d. Harga tanah menjadi lebih tinggi;

e. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan;

f. Penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak mudah keliru.

2) Manfaat bagi pemerintah

a. Akan terwujud tertib administrasi pertanahan sebagai salah satu

program Catur Tertib Pertanahan;

b. Dapat memperlancar kegiatan Pemerintahan yang berkaitan dengan

(9)

c. Dapat mengurangi sengketa dibidang pertanahan, misalnya sengketa

batas-batas tanah, pendudukan tanah secara liar.

3) Manfaat bagi calon pembeli atau kreditur

Bagi calon pembeli atau calon kreditur dapat dengan mudah memperoleh

keterangan yang jelas mengenai data fisik dan data yuridis tanah yang

akan menjadi objek perbuatan hukum mengenai tanah.30

1. Adanya asumsi dari masyarakat bahwa pendaftaran tanah itu merupakan hal

yang rumit, berbelit-belit, memerlukan biaya yang banyak (mahal), tempat

pendaftaran yang jauh, dan mereka cenderung merasa takut bahwa tanahnya

apabila dipetakan dan diukur bisa-bisa digunakan pemerintah untuk

kepentingan umum.

B.Hambatannya Dalam Melakukan Pendaftaran Hak Atas Tanah

Setelah kita bahas mengenai asas, tujuan, dan manfaat dari pendaftaran

tanah, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya permasalahan/hambatan yang

timbul dalam melakukan pendaftaran tanah. Adapun hambatan-hambatan yang

ada dalam proses pendaftaran tanah adalah:

2. Persyaratan yang diajukan oleh pemohon tidak lengkap, pengisian akta jual

beli yang dilakukan PPAT kurang lengkap atau terjadi kesalahan,

terlambatnya gambar ukur sehingga proses berjalan tidak sesuai dengan

waktu yang sudah ditentukan.

3. Kurangnya/terbatasnya peralatan teknis maupun fasilitas dari petugas

pendaftaran tanahbaik dalam proses pengukuran ataupun pemetaan

30

(10)

tanah,sehingga proses pendaftaran tanah menjadi membutuhkan waktu yang

lama, kurang akurat dan sebagainya.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk

meminimalisir hambatan-hambatan yang ada dalam proses pendaftaran tanah

adalah:

1. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa pendaftaran tanah itu

merupakan hal yang penting untuk menjamin kepastian hukum dan

perlindungan hukum terhadap hak atas tanahnya, sehingga masyarakat

menjadi mengerti betapa pentingnya pendaftaran tanah tersebut.

2. Menerapkan biaya yang murah atau gratis kepada masyarakat yang kurang

dalam segi ekonominya (masyarakat tidak mampu) agar terciptanya rasa

keadilan dan kemanusiaan sehingga menjamin perlindungan hukum

terhadap masyarakat golongan ekonomi bawah.

3. Usaha pemerintah itu sendiri untuk berbenah dalam memperbaharui

peralatan teknisnya dan fasilitasnya, sehingga pemerintah dalam

menjalankan proses pendaftaran tanah memang berjalan sesuai dengan

sebagaimana mestinya.

C. Tata Cara Pembuktian Hak Atas Tanah Dalam Proses Pendaftaran Tanah

Pemohon mengajukan permohonan dengan mengisi blangko formulir

permohonan pendaftaran tanah yang telah disediakan oleh Kantor Pertanahan,

dengan melampirkan alat bukti sebagai berikut :

(11)

1. Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak

yang bersangkutan, menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian

hak tersebut berasal dari Tanah Negara/Tanah Hak Pengelolaan ;

2. Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang

hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan, apabila mengenai

hak guna bangunan dan hak pakai di atas hak milik.

3. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak

pengelolaan oleh pejabat yang berwenang ;

4. Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;

5. hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan;

6. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak

tanggungan.

• Alat bukti hak lama (Pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

1997 jo Pasal 60, 76 PMNA/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997):

A. Dokumen asli yang membuktikan adanya hak:

1. Groose akta hak eigendom yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak

eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik, atau

2. Groose hak eigendom yang diterbitkan sejak berlakunya UUPA,

sampai tanggal pendaftaran dilaksanakan menurut PP 10 Tahun

1961 di daerah yang bersangkutan, atau

3. Surat bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan

Swapraja yang bersangkutan.

4. Sertipikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan

(12)

5. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari pejabat yang

berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang

tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan haknya, tetapi telah

dipenuhi kewajiban yang disebut didalam Surat Keputusannya, atau

6. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, kekitir dan Verponding

Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10 Tahun 1961, atau

7. Akta pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan, yang dibubuhi

tanda tangan Saksi Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan, yang

dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dengan

disertai alas hak yang dialihkan, atau

8. Akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang

tanahnya belum dibukukan, dengan disertai alas hak yang dialihkan,

atau

9. Akta Ikrar – wakaf / Surat Ikrar Wakaf yang dibuat sebelum atau

sejak mulai dilaksanakan PP. Nomor 28 Tahun 1977, dengan

disertai alas hak yang diwakafkan, atau

10. Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang,

yang tanahnya belum dibukukan, dengan disertai alas hak yang

dialihkan, atau

11. Surat penunjukan atas pembelian kaveling tanah pengganti tanah,

yang diambil oleh Pemerintah atau Pemda, atau

12. Surat Keterangan Riwayat Tanah yang pernah dibuat oleh Kantor

(13)

13. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga

sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI dan VII Ketentuan

Konversi UUPA.

B. Apabila bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24

angka 1 tidak lengkap/tidak ada, dapat dilakukan dengan bukti lain

yang dilengkapi dengan pernyataan yang bersangkutan, dan keterangan

yang dapat dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari

masyarakat setempat, yang tidak mempunyai hubungan keluarga

dengan yang bersangkutan, dan membenarkan bahwa yang

bersangkutan adalah pemilik tanah tersebut.

Untuk persyaratan tidak lengkap atau tidak ada, dapat dilengkapi

dengan bukti lain, misalnya bukti pembayaran PBB atau kwitansi

pembelian tanah, dan disertai dengan pernyataan yang bersangkutan,

dan keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi, yang tidak

mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan, yang

menyatakan adalah benar pemilik bidang tanah tersebut.

C. Apabila bukti kepemilikan sebagaimana huruf a dan b tidak ada,

permohonan harus disertai dengan:

1. surat pernyataan dari pemohon yang menyatakan hal-hal sebagai

berikut:

• bahwa pemohon telah menguasai secara nyata tanah yang

bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara

berturut-berturut, atau telah memperoleh penguasaan itu dari pihak atau

(14)

penguasaan, pemohon dan pendahulunya tersebut berjumlah 20

tahun atau lebih;

• bahwa penguasaan tanah itu telah dilakukan dengan iktikad

baik;

• bahwa penguasaan itu tidak pernah diganggu gugat, dan karena

itu dianggap diakui dan dibenarkan oleh masyarakat hukum adat

atau desa/kelurahan yang bersangkutan;

• Bahwa secara fisik tanahnya secara nyata dikuasai dan

digunakan sendiri oleh pihak yang bersangkutan;

• bahwa tanah tersebut sekarang tidak dalam sengketa;

• bahwa apabila pernyataan tersebut memuat hal-hal yang tidak

sesuai dengan kenyataan, penandatangan bersedia dituntut

dimuka Hakim secara pidana maupun perdata, karena

memberikan keterangan palsu.

2. Keterangan dari Kepala Desa/Lurah dan sekurangnya-kurangnya 2

(dua) orang saksi yang kesaksiannya dapat dipercaya, karena

fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang

sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yang

bersangkutan, dan tidak mempunyai hubungan keluarga pemohon

sampai derajat kedua, baik dalam kekerabatan vertikal maupun

(15)

dalam surat pernyataan diatas. Pengumpulan dan penelitian data

yuridis bidang tanah, pembukuan dan penerbitan sertifikat.31

31

Fauzie, “Alat Bukti Dalam Pendaftaran Tanah”, Weblog, diakses dari

(16)

BAB IV

PENERBITAN SERTIFIKAT SEBAGAI TANDA BUKTI PEMEGANG HAK ATAS TANAH

A. Proses Pendaftaran Tanah Pertama Kali Untuk Memperoleh Sertifikat

Pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali menurut Peraturan

Pemerintah No 24 Tahun 1997 adalah kegiatan pendaftaran yang dilakukan

terhadap objek pendaftaran tanah yang belum di daftar berdasarkan Peraturan

Pemerintah No 10 Tahun 1961. Dalam Peraturan Pemerintah ini Pendaftaran

Tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran secara sistematika

dan pendaftaran tanah secara sporadik.

Dimana pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan

pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang

meliputi objek pendaftaran tanah yang belum di daftar di dalam wilayah atau

bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pendaftaran tanah secara sistematik

diselenggarakan atas prakarsa pemerintah berdasarkan suatu rencana kerja

jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah-wilayah yang

ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN. Dalam hal suatu

desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran secara

sistematik, pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara

sporadik.32

Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan

pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek

pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan

32

(17)

secara individual atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan

atas permintaan pihak yang berhak atas objek pendaftaran tanah yang

bersangkutan atau kuasanya.33

Untuk memudahkan membedakan sporadik dengan sistematik, dimana

jika sporadik menganut kata kunci “tanah yang di daftar disini (here) dan

disana (there) dan sekarang atau nanti dapat dilakukan pendaftarannya.

Sedangkan bila dilakukan secara sistematik jelas tanahnya didaftar dengan

perencanaan yang telah dipersiapkan pada hamparan tertentu yang telah

ditetapkan. Tanahnya disini tidak terdapat dalam beberapa kecamatan sebagai

daerah satuan pendaftaran.34

1. Pengumpulan dan pengolahan data fisik, terdiri dari kegiatan pengukuran

dan pemetaan, yang meliputi pekerjaan:

Secara yuridis teknis, pendaftaran tanah juga terdiri dari pendaftaran

tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Pendaftaran tanah pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang

dilakukan terhadap objek pendaftaran tanah yang belum terdaftar. Aspek

hukum yang terkandung dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi:

a. Pembuatan peta dasar pendaftaran;

b. Penetapan batas bidang-bidang tanah;

c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta

pendaftaran;

d. Pembuatan daftar tanah;

e. Pembuatan surat ukur.

33

Ibid, hlm.139 34

(18)

2. Pembuktian hak dan pembukuannya, terdiri dari kegiatan pembuktian hak

baru, pembuktian hak lama dan pembukuan hak.

3. Penerbitan sertifikat, dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk

kepentingan atau diserahkan kepada pemegang hak atas tanah yang

bersangkutan berfungsi sebagai surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai

alat pembuktian yang kuat.

4. Penyajian data fisik dan data yuridis, dikaitkan dengan tujuan pendaftaran

tanah dalam hal penyajian informasi yang berhak diketahui oleh kepada

pihak-pihak yang berkepentingan dan terbuka bagi instansi pemerintah

untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, disajikan dalam bentuk daftar

umum yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku

tanah dan daftar nama.

5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen, yakni kegiatan menyimpan data

pendaftaran tanah pada kantor pertanahan menyangkut dokumen yang

merupakan alat pembuktian yang digunakan sebagai dasar pendaftaran,

antara lain berupa peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah,

daftar nama, dapat disimpan dan disajikan dengan elektronik dan microfilm

serta hanya dapat diberikan petikan, salinan dan rekaman dokumennya

dengan izin tertulis dari pejabat yang berwenang, atau hanya dapat

ditunjukkan/diperlihatkan pada sidang pengadilan atas perintah

pengadilan.35

Aspek hukum pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi:

35

(19)

1. Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, dalam hal ini peralihan hak

karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perseroan

(dengan akta PPAT), peralihan hak karena lelang (dengan risalah lelang),

pemindahan hak karena pewarisan (dengan surat kematian dan surat tanda

bukti sebagai ahli waris), peralihan hak karena penggabungan/peleburan

perseroan atau koperasi (dengan pengesahan oleh pejabat yang berwenang

dan khusus dalam rangka likuidasi dengan akta notaris/PPAT), sedang

pembebanan hak yakni pendaftaran pemberian hak tanggungan (dengan

akta PPAT).

2. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya, yaitu kegiatan yang

dilakukan antara lain:

a. Karena perpanjangan jangka waktu hak atas tanah;

b. Pemecahan,pemisahan, dan penggabungan bidang tanah;

c. Pembagian hak bersama;

d. Hapusnya hak atas tanah;

e. Peralihan dan hapusnya hak tanggungan;

f. Perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan atau penetapan

pengadilan.36

B. Sertifikat Tanah dan Kekuatan Pembuktian Dari Sertifikat

Seperti yang diketahui menurut Undang-Undang Pokok Agraria pasal

19 ayat (2) huruf c menyatakan bahwa akhir dari kegiatan pendaftaran tanah

yang diadakan oleh pemerintah adalah pemberian surat tanda bukti hak, yang

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Di dalam pasal UUPA ini tidak

36

(20)

menyebut nama surat tanda bukti hakatas tanah yang didaftar. Baru pada

Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1961 pasal 13 ayat (3) disebutkan bahwa

surat tanda bukti hak atas tanah yang didaftarkan dinamakan sertifikat, yaitu

salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama-sama

dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria.

Dan kembali disebutkan pengertian sertifikat dalam Peraturan Pemerintah No

24 Tahun 1997 pasal 1 angka 20 yang berbunyi surat tanda bukti hak

sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hakatas

tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan

hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang

bersangkutan.

Di Negara kita, konsepsi sertifikat sebagai suatu dokumen formal yang

dipergunakan sebagai instrument yuridis bukti kepemilikan hak atas tanah yang

diterbitkan oleh lembaga Negara ( pemerintah ) sebagaimana yang

disampaikan Boedi Harsono, sertifikat ( tanah ) adalah suatu surat tanda bukti hak yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran

tanah atau merupakan suatu tanda bukti bahwa seseorang atau suatu badan

hukum mempunyai suatu hak atas tanah atas suatu bidang tanah tertentu.

Dikatakan Irawan Soerodjo, bahwa sertifikat tanah merupakan surat tanah bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan

data yuridis yang termuat didalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis

tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang

bersangkutan. Dari sini sudah dapat ditangkap bahwa makna sertifikat tanah

(21)

dipergunakan sebagai tanda dan atau instrument yuridis bukti hak kepemilikan

atas tanah yang dikeluarkan oleh BPN RI ( Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia ) lembaga / Institusi negara yang ditunjuk dan diberikan

wewenang oleh negara untuk menerbitkannya. Sertifikat sebagai tanda dan atau

sekaligus alat bukti hak kepemilikan atas tanah merupakan produk hukum yang

diterbitkan oleh BPNRI didalamnya memuat data fisik dan yuridis. dikatakan

oleh Maria SW Sumardjono, sertifikat hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah berisi data fisik ( keterangan tentang letak, batas, luas

bidang tanah, serta bagian bangunan atau bangunan yang ada diatasnya bila

dianggap perlu) dan data yuridis ( keterangan tentang status tanah dan

bangunan yang didaftar, pemegang hak atas tanah dan hak-hak pihak lain, serta

beban-beban lain yang berada diatasnya). Dengan memiliki sertipikat maka

kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanah, subyek hak dan obyek

haknya menjadi nyata. AP. Parlindungan menyebutkan bahwa sertifikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur setelah dijahit menjadi satu bersama

dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria

disebut sertipikat dan diberikan kepada yang berhak.37

Sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat.

Inilah fungsi yang paling utama sebagaimana disebut dalam Pasal 19 ayat (2)

huruf c UUPA. Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan

dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah. Apabila telah jelas

namanya tercantum dalam sertifikat itu. Dia pun dapat membuktikan mengenai

keadaan-keadaan dari tanahnya itu, misalnya luas, batas-batasnya,

37

(22)

bangunan yang ada, jenis haknya serta beban-beban yang ada pada hak atas

tanah itu, dan sebagainya. Semua keterangan yang tercantum dalam sertifikat

itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima (oleh hakim) sebagai

keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikan

sebaliknya.38

Fungsi kedua dari sertifikat hak atas tanah, dapat memberikan

kepercayaan bagi pihak bank/kreditur untuk memberikan pinjaman uang

kepada pemiliknya. Dan fungsi ketiga, bagi pemerintah dengan adanya

sertifikat hak atas tanah juga sangat menguntungkan walaupun kegunaan itu

kebanyakan tidak langsung. Adanya sertifikat hak atas tanah membuktikan

bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada kantor agraria. Data

tentang tanah yang bersangkutan secara lengkap telah tersimpan dalam kantor

pertanahan dan apabila sewaktu-waktu diperlukan mudah ditemukan.39

1. Dalam pendaftaran tanah secara sistematik, sertifikat ditandatangani oleh

Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota.

Sertifikat diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota,

sedangkan pejabat yang berwenang menandatangani sertifikat, yaitu:

2. Dalam pendaftaran tanah secara sporadik yang bersifat individual

(perseorangan), sertifikat ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota.

38

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, 2011, hlm.57 39

(23)

3. Dalam Pendaftaran Tanah secara sporadik yang bersifat massal, sertifikat

ditandatangani oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran atas nama

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.40

Sifat pembuktian sertifikat dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, yaitu

sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat, yaitu data fisik dan data yuridis

yang dimuat dalam sertifikat dianggap benar sepanjang tidak dibuktikan

sebaliknya oleh alat bukti yang lain yang dapat berupa sertifikat atau selain

sertifikat. Berdasarkan sifat pembuktian ini pihak yang merasa dirugikan

dengan diterbitkannya sertifikat, maka dapat mengajukan gugatan ke

pengadilan untuk memohon supaya sertifikat yang diterbitkan tersebut

dinyatakan tidak sah atau dibatalkan. Kalau putusan pengadilan mempunyai

kekuatan hukum yang tetap yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut tidak

sah, maka Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia menerbitkan

surat keputusan tentang pembatalan sertifikat.41

1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat

di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan

data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam pasal

32 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997, yaitu:

2. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah

atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut

dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang

40

Urip Santoso, op.cit., hlm.316 41

(24)

merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut

pelaksanaan tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak

diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis

kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang

bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai

penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.42

Sertifikat Hak Atas Tanah Di Indonesia menganut sistem publikasi

negatif bertendensi positif. Dikatakan positif artinya sertifikat hak atas tanah itu

memiliki bukti hak yang kuat, sah dan diakui sepanjang tidak digugat. Dan

dikatakan negatif apabila sertifikat hak atas tanah itu digugat,

makamemberikan peluang kepada pihak ketiga untuk bisa membuktikan bahwa

tanah yang dimaksud miliknya, maka orang yang terlebih dahulu terdaftar pada

sertifikat dapat dilaksanakan perubahan berdasarkan keputusan pengadilan.

C. Permasalahan Yang Timbul Dalam Penerbitan Sertifikat di Indonesia dan Upaya Hukumnya

Apabila terjadi sengketa terhadap sertifikat hak atas tanah, maka

sebelum masuk ke pengadilan ada upaya yang bisa ditempuh untuk pembatalan

hak atas tanah jika seseorang merasa dalam penerbitannya ada cacat hukum

administratif. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri

Agraria/Kepala BPN No. 9 tahun 1999 (Permen Agraria 9/1999) Pasal 106 ayat (1) jo Pasal 119.

Pasal 106 ayat (1)

42

(25)

Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif

dalam penerbitannya, dapat dimohonkan karena permohonan yang

berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan.

Pasal 119

Pembatalan hak atas tanah yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang

dilaksanakan apabila diketahui adanya cacat hukum administratif dalam

proses penerbitan keputusan pemberian hak atau sertifikatnya tanpa

adanya permohonan.

Dalam Pasal 107 Permen Agraria 9/1999 disebutkan bahwa Cacat hukum

administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 (1) adalah :

a. Kesalahan prosedur

b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan

c. Kesalahan subjek hak

d. Kesalahan objek hak

e. Kesalahan jenis hak

f. Kesalahan perhitungan luas

g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah

h. Data yuridis atau data data fisik tidak benar;atau

i. Kesalahan lainnya yang bersifat administratif

Di dalam Pasal 3 UU 5 /1986 juga disebutkan bahwa:

(1) Apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan

keputusan sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hak tersebut

(26)

(2) Jika suatu Badan Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan

keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka Badan

atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak

mengeluarkan keputusan yang dimaksud

(3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak

menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka

setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan,

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah

mengeluarkan keputusan penolakan

Oleh karena itu terhadap BPN yang dianggap telah mengeluarkan

Penetapan Tertulis penolakan tersebut dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha

Negara dengan jangka waktu 90 hari dihitung setelah pejabat TUN yang

bersangkutan dianggap mengeluarkan putusan. Tapi memang sering terjadi

sengketa tentang Sertifikat Hak atas tanah disidangkan di Pengadilan Negeri.

Ada Jurispudensi tetap HR sejak sebelum tahun-tahun Perang Dunia II diikuti

dan dianut oleh badan-badan peradilan di Indonesia. Sejak jaman masih

berlakunya pasal 2 RO Ind (bunyinya sama dengan Pasal 2 RO Ned) sampai

sekarang, walaupun setelah adanya Pasal 50 UU 2/1986 dan sejak berlakunya

Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman, Jurisprudensi tetap tersebutlah pada awalnya yang

diikuti oleh hakim Pengadilan Negeri untuk memeriksa perkara Tata Usaha

Negara terutama Keputusan-keputusan pemerintah atau penguasa yang sering

(27)

dengan Perbuatan Melawan Hukum Penguasa (onrechtmatige overheidsdaadzaken/OOD).Tetapi lama kelamaan Jurisprudensi tetap tersebut sudah menjadi pendapat umum sehingga sampai sekarang sudah tidak asing

lagi jika Pengadilan Negeri memeriksa dan memutus perkara yang seharusnya

menjadi kewenangan PTUN. Demikian juga sengketa tentang Sertifikat hak

atas tanah yang banyak disidangkan di Pengadilan Negeri, perlu diketahui

bahwa sebenarnya yang menjadi objek perkara (Objektum litis) dalam sengketa tersebut adalah bukan Keputusan Usaha Negara atau bukan Sertifikat hak atas

tanah tersebut melainkan hak-hak atau kepentingan-kepentingan masyarakat

yang dilanggar sebagai akibat keluarnya Keputusan Tata Usaha Negara atau

keluarnya sertifikat tersebut.43

Secara umum, pembatalan sertifikat hak atas tanah berkaitan erat

dengan penetapan-penetapan kepala Badan Pertanahan Nasional/Kantor

Pertanahan yang salah sebagai akibat berikut:

D. Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah Yang Telah Diterbitkan

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala BPN No.3 Tahun 1999 jo Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala BPN No 9 Tahun 1999 ditegaskan bahwa yang

dimaksud dengan pembatalan hak atas tanah adalah pembatalan keputusan

pemberian suatu hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah karena keputusan

mengandung cacat hukum administrasi dalam penerbitannya atau untuk

melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

yang tetap.

43

Hukum Online, “Sengketa Kepemilikan Tanah”, diakses dari

(28)

1. Perbuatan hukum administrasi tersebut dilakukan dibawah wewenangnya,

akan tetapi tidak mengindahkan cara atau bentuk yang ditentukan oleh

peraturan dasarnya.

2. Perbuatan hukum administrasi dilakukan dibawah wewenangnya, serta

sesuai dengan tata cara dan bentuk yang ditentukan oleh peraturan, akan

tetapi isinya bertentangan dengan hukum atau melanggar moral/etika/tata

susila.

3. Perbuatan hukum administrasi dilakukan dibawah wewenangnya dan

menurut prosedur, akan tetapi keputusan yang diambil mengandung

unsur-unsur paksaan, penipuan, kekhilafan serta pengaruh negatif dari pihak

ketiga.

4. Perbuatan hukum administrasi dilakukan dibawah wewenangnya dan

menurut prosedur, akan tetapi hanya memutuskan sebagian saja dari seluruh

urusan.

5. Perbuatan hukum administrasi dilakukan dibawah wewenangnya dan

menurut prosedur, tetapi ditambah syarat-syarat yang ternyata syarat

tersebut bukan termasuk wewenangnya, dalam hal ini misalnya sertifikat hak

atas tanah diberikan jika pemilik mau menyerahkan sebagian tanahnya

secara Cuma-Cuma untuk pelebaran jalan.44

Dengan perbuatan hukum administrasi yang salah, jelas keputusan yang

diambilnya adalah tidak sah dan mengandung cacat hukum. Hal ini

berhubungan dengan asas kepastian hukum. Namun demikian, apabila

keputusan tersebut mengandung kekurangan, penetapan tersebut berlaku sah

44

(29)

selama tidak ada pengaduan atau permintaan banding selama jangka waktu

tertentu (kadaluarsa). Hak ini sejalan dengan stelsel negatif di dalam sistem

administrasi pendaftaran tanah yang dianut oleh Undang-Undang Pokok

Agraria. Di dalam penyelsaian sengketa sertifikat hak milik, hakim hanya dapat

menentukan, apakah suatu penetapan yang dilahirkan/diterbitkan bertentangan

atau tidak dengan hukum. Pihak yang dirugikan akibat diterbitkannya suatu

ketetapan, dapat mengajukan gugatan, yakni:

1. Yang dikenai suatu ketetapan dapat mengajukan permohonan kepada

instansi pemerintah yang berwenang untuk membatalkan ketetapan itu;

2. Yang dikenai suatu ketetapan dapat mengajukan soalnya kepada hakim

sehingga ketetapan itu dinyatakan batal karena bertentangan dengan

hukum;

3. Yang dikenai suatu ketetapan tidak menyelenggarakan apa yang

dicantumkan dalam ketetapan itu, dan setelah perkara yang bersangkutan

dibawa ke muka hakim (ke pengadilan), diusahakan supaya hakim itu

menyatakan ketetapan tersebut batal karena bertentangan dengan hukum.45

Seseorang atau beberapa orang dapat menempuh upaya pembatalan hak

atas tanah (sebelum masuk ke pengadilan), jika orang tersebut merasa dalam

penerbitannya ada cacat hukum administratif. Sebagaimana disebutkan dalam

pasal 206 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999, dikatakan bahwa:

45

(30)

Keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administratif dalam

penerbitannya, dapat dimohonkan karena permohonan yang berkepentingan

atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan.46

a. Kesalahan prosedur;

Menurut pasal 107 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan

Nasional Nomor 9 Tahun 1999 :

Cacat hukum administratif sebagaimana dimaksud pasal 106 ayat 1 adalah:

b. Kesalahan penerapan peraturan perundang-undangan;

c. Kesalahan subjek hak;

d. Kesalahan objek hak;

e. Kesalahan jenis hak;

f. Kesalahan perhitungan luas;

g. Terdapat tumpang tindih hak atas tanah;

h. Data yuridis atau data fisik tidak benar

i. Kesalahan lainnya yang bersifat administratif.

Terhadap hapusnya hak atas tanah tersebut karena disebabkan

pembatalan hak, maka pendaftaran hapusnya hak tersebut sesuai dengan

ketentuan Pasal 131 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No 3

Tahun 1997, dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan atas permohonan yang

berkepentingan dengan melampirkan:

1. Surat keputusan pejabat yang berwenang yang menyatakan bahwa hak yang

bersangkutan telah batal atau dibatalkan;

46

(31)

2. Sertifikat hak atas apabila sertifikat tersebut tidak ada pada pemohon,

keterangan mengenai keberadaan sertifikat tersebut.47

Pencatatan hapusnya hak dilakukan dengan mencoret dengan tinta

hitam dalam buku tanah dan sertifikat (apabila sertifikatnya diserahkan) serta

mencoret nomor hak yang bersangkutan, selanjutnya dalam halaman perubahan

yang telah disediakan ditulis “hak atas tanah hapus berdasarkan keputusan

pembatalan hak nomor…. Tanggal….., serta dicoret dalam daftar nama, surat

ukur dan petanya serta nomor hak yang telah hapus. Buku tanah dan sertifikat

yang sudah diberi catatan mengenai hapusnya hak dinyatakan tidak berlaku

lagi.48

47

M.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, op.cit., hlm 320 48

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Hak Atas Tanah yang dapat dimohonkan adalah tanah negara dan tanah

hak pengelolaan, diketahui tanah negara itu sendiri berasal dari: memang

sejak semula tanah Negara, bekas tanah partikelir, bekas tanah hak barat

dan bekas tanah hak. Dimana Hak Atas Tanah adalah hak yang diberikan

kepada seseorang atau badan hukum untuk mempergunakan atau

mengambil manfaat dari tanah tersebut. Hak Atas Tanah menurut hukum

pertanahan di Indonesia terbagi atas Hak Milik, Hak Guna Usaha,Hak

Guna Bangunan, dan Hak Pakai. Setiap Warga Negara Indonesia baik

laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk

memperoleh hak atas tanah. Dan untuk yang bukan Warga Negara

Indonesia sangat dibatasi yaitu hanya hak sewa dan hak pakai. Tata Cara

Permohonan Hak Atas Tanah adalah pemohon mengajukan permohonan

hak atas tanah dengan mengisi formulir Permohonan Hak yang tersedia

dengan dilampirkan surat-surat yang diperlukan mengenai pemohon dan

surat-surat tanah yang dimohonkan hak atas tanahnya, lalu surat

permohonan diajukan kepada pejabat yang berwenang, dan setelah itu

permohonan ini diajukan melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah

kerjanya meliputi Desa/Kelurahan letak tanahnya.

2. Setelah diberikannya hak atas tanah, maka langkah selanjutnya yang

dilakukan adalah mendaftarkan tanah tersebut. Alasan melakukan

(33)

manfaat dari pendaftaran tanah. Yang jika diambil garis besarnya

pendaftaran tersebut bertujuan untuk menjamin kepastian hukum,

perlindungan hukum, sebagai penyedia informasi bagi pihak-pihak yang

memerlukan, dan untuk terselenggaranya tertib administrasi di bidang

pertanahan. Akan tetapi pemerintah dalam praktiknya, menjalankan

pelaksanaan pendaftaran tanah masih menemui hambatan atau kendala

yang dikarenakan kesadaran dan kepahaman masyarakat akan

pendaftaran tanah masih rendah.

3. Dimana setelah proses final dari pendaftaran tanah tersebut, maka

diperoleh sertifikat dari hak atas tanah tersebut. Yang berguna sebagai

surat tanda bukti hak atas tanah tersebut. Di Indonesia sendiri Pendaftaran

Tanah kita menganut sistem negatif berpeten positif dimana maksudnya

positif adalah sertifikat tanah itu memiliki kekuatan hukum yang kuat

sepanjang tidak ada yang menggugat, dan negatif jika sertifikat tanah itu

digugat.Pembatalan sertifikat atau hak atas tanah dapat dilakukan

terhadap pembatalan keputusan pemberian suatu hak atas tanah atau

sertifikat hak atas tanah karena keputusan mengandung cacat hukum

administrasi dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

B. Saran

1. Permohonan Hak Atas Tanah dalam prakteknya masih banyak

masyarakat yang belum memahaminya, warga masyarakat beranggapan

jika melakukan permohonan hak atas tanah maka ada kemungkinan

(34)

Sehingga diperlukan solusi alternatif dari pemerintah kepada masyarakat

bila tanah yang dimohonkan adalah kawasan ruang terbuka hijau,

kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi,dsb.

2. Hendaknya juga pemerintah lebih meningkatkan usaha untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya untuk

mendaftarkan hak atas tanahnya untuk memperoleh kepastian hukum atas

tanah tersebut. Dan masih banyak anggapan dari masyarakat bahwa

melakukan pendaftaran tanah itu merupakan hal yang rumit, padahal

apabila kita mengikuti peraturan yang berlaku, maka proses itu mudah

dan tidaklah rumit. Sehingga dibutuhkan sosialisasi mengenai proses

pendaftaran tanah ini supaya dipahami oleh masyarakat luas.

3. Seharusnya petugas Kepala Kantor Pertanahan/BPN lebih berhati-hati

dan teliti dalam menerbitkan sertifikat tanah, untuk menghindari

masalah-masalah yang muncul dikemudian hari setelah terbitnya sertifikat

tersebut. Seperti permasalahan kesalahan prosedur, kesalahan objek,

kesalahan perhitungan luas, tumpang tindih hak, dan sebagainya yang

merupakan kesalahan administratif. Untuk meminimalisir terjadinya

permasalahan dalam sertifikat hak atas tanah yang mengakibatkan

(35)

BAB II

TATA CARA PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA A. Cara Memperoleh Tanah

Cara-cara memperoleh Tanah, apabila:

a. Tanah Negara

1. Pemberian Tanah Negara

Pemberian hak atas tanah Negara adalah pemberian hak atas

tanah yang dikuasai langsung oleh negara kepada seseorang ataupun

beberapa orang bersama-sama atau suatu badan hukum.

Selanjutnya, pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur

dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyatakan bahwa :

tiap-tiap warga negara Indonesia, baik Laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Sedangkan yang bukan warga negara Indonesia atau badan

hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia sangat

dibatasi, hanya hak pakai atau hak sewa saja. Hal ini sebagaimana

diatur dalam Pasal 42 dan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 5 tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Untuk badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia dapat mempunyai semua hak atas

(36)

ditetapkan oleh pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat

(1) huruf b dan Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 5

tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Lebih lanjut mengenai cara memperoleh tanah, diatur dalam

Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak

atas Tanah Negara, menjelaskan bahwa:

Pemberian hak atas tanah adalah penetapan pemerintah yang

memberikan suatu hak atas tanah negara termasuk perpanjangan

jangka waktu hak dan pembaharuan hak. Sedangkan tanah negara

adalah tanah yang tidak dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum

dengan suatu hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tanah Negara yang belum dilekati hak sebelumnya bisa

diperoleh atau diberikan berdasarkan penetapan pemerintah

berdasarkan ketentuan yang berlaku.

2. Dasar Hukum Cara Memperoleh Tanah Negara

Kewenangan pemberian hak atas tanah dilaksananakan oleh

Menteri Negara Agraria/Kepala BPN sesuai dengan ketentuan Pasal 13

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 Tahun 1999

tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan

Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara, yang menyatakan

(37)

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan secara umum.

Selanjutnya, Pasal 14 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala

BPN nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan

Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah

Negara, yang menyatakan bahwa :

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional memberikan keputusan mengenai pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan kewenangannya kepada kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi atau Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III”.

Selain dari pada Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN

nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan

Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara di atas,

dasar hukum tata cara memperoleh tanah Negara juga diatur dalam

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999

tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan

Hak Pengelolaan.

3. Tata Cara/Prosedur Permohonan Hak Atas Tanah Negara

Tata cara permohonan hak atas tanah dalam hal ini Tanah

Negara diawali dengan syarat-syarat bagi pemohon. dalam Peraturan

(38)

Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah dan Hak

Pengelolaan menentukan bahwa :

Pemohon hak atas tanah mengajukan permohonan hak milik atas

tanah negara secara tertulis, yang diajukan kepada Menteri melalui

Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya melikputi letak tanah

yang bersangkutan. Dalam permohonan tersebut memuat keterangan

mengenai pemohon, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi data

yuridis dan data fisik serta keterangan lainnya berupa keterangan

mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang dimiliki

oleh pemohon termasuk bidang tanah yang dimohon serta keterangan

lain yang dianggap perlu.

Permohonan hak tersebut di atas, diajukan kepada Menteri

Negara Agraria melalui Kepala Kantor Pertanahan yang daerah

kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk diproses lebih

lanjut berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah. Setelah berkas permohonan diterima,

Kepala Kantor Pertanahan melaksanakan tahap pendaftaran, yaitu

sebagai berikut :

a) Memeriksa dan meneliti kelengkapan data yuridis dan data

fisik.

b) Mencatat dalam formulir isian.

c) Memberikan tanda terima berkas permohonan sesuai formulir

(39)

d) Memberitahukan kepada pemohon untuk membayar biaya yang

diperlukan untuk menyelesaikan permohonan tersebut dengan

rinciannya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Syarat dan berkas permohonan hak atas tanah yang telah

lengkap dan telah diproses sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah maka diterbitkanlah Surat

Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah yang dimohon kemudian

dilakukan pendaftaran haknya ke Kantor Pertanahan yang daerah

kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan, untuk diterbitkan

sertifikat hak atas tanah sebagai tanda lahirnya hak atas tanah tersebut.

b. Tanah Hak

1. Pengertian Tanah Hak

Tanah Hak adalah tanah yang sudah dilekati atau dibebani

dengan suatu hak tertentu. Tanah Hak tersebut misalnya Hak Milik,

Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, atau Hak Pakai. Tanah Hak

dapat diperoleh dengan cara pelepasan hak atas tanah/pembebasan

tanah, pemindahan hak atas tanah, dan pencabutan hak atas tanah.

2. Pelepasan /Pembebasan Tanah

Pelepasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah

merupakan 2 (dua) cara untuk memperoleh tanah hak, di mana yang

membutuhkan tanah tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak

(40)

hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang

dikuasainya, dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah.

Sedangkan pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan

hukum yang semula diantara pemegang hak/menguasai tanah dengan

cara memberikan ganti rugi. Kedua perbuatan hukum di atas

mempunyai pengertian yang sama, perbedaannya pembebasan hak atas

tanah adalah dilihat dari yang membutuhkan tanah, biasanya dilakukan

untuk lahan tanah yang luas, sedangkan pelepasan hak atas tanah

dilihat dari yang memiliki tanah, dimana ia melepaskan haknya kepada

Negara untuk kepentingan pihak lain. Semua hak atas tanah dapat

diserahkan secara sukarela kepada Negara. Penyerahan sukarela ini

yang disebut dengan melepaskan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan

Pasal 27 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria, yang menyatakan bahwa:

“Hak milik hapus bila:

a) tanahnya jatuh kepada Negara:

1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18

2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya

3. karena diterlantarkan

4. karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2

b) tanahnya musnah.”

3. Pemindahan Hak Atas Tanah

Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum

(41)

kepada pihak lain. Pemindahan hak atas tanah dapat dilakukan dengan

cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan, dan

lain sebagainya.

Cara memperoleh tanah dengan pemindahan hak atas tanah

ditempuh apabila yang membutuhkan tanah memenuhi persyaratan

sebagai pemegang hak atas tanah. Dengan demikian dapat

disimpulkan, yaitu apabila tanah yang tersedia adalah tanah hak

lainnya yang berstatus HM, HGU, HGB, dan Hak Pakai maka dapat

digunakan cara perolehan tanahnya melalui pemindahan hak misalnya

dalam bentuk jual beli tanah, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam

perusahaan, dan lain sebagainya.

4. Pencabutan Hak Atas Tanah

Dasar hukum pengaturan pencabutan hak atas tanah diatur oleh

Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria dalam Pasal 18 yang menyatakan bahwa:

Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

Undang-undang yang dimaksud dalam Pasal 18 di atas adalah

Undang-undang Nomor 20 tahun 1961 tentang Pencabutan Hak atas

Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya, dengan peraturan

pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun1973

(42)

Sehubungan dengan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda

yang Ada di Atasnya, dan Inpres No. 9 tahun 1973 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada

di Atasnya.

Ketentuan Pasal 18 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ini merupakan

pelaksanaan dari asas dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 5 tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yaitu bahwa hak

atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Sejalan dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 5 tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria di atas, Effendi

Perangin (1981: 38) menambahkan bahwa:

Pencabutan hak atas tanah menurut Undang-undang Nomor 5

tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria adalah

pengambil-alihan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh Negara secara

paksa, yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus, tanpa yang

bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai dalam

memenuhi sesuatu kewajiban hukum.

Pencabutan hak atas tanah merupakan cara terakhir untuk

memperoleh tanah hak yang diperlukan bagi pembangunan untuk

kepentingan umum setelah berbagai cara melalui musyawarah tidak

berhasil.15

15

(43)

Tanah-tanah yang haknya dapat dimohonkan adalah apabila tanah

yang tersedia berstatus :

1. Tanah Negara

Tanah Negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh Negara.

Langsung dikuasai yang artinya tidak ada hak pihak lain di atas tanah itu.

Tanah itu yang disebut juga tanah Negara bebas.16 Dalam pengertian ini

termasuk tanah Negara yang berasal dari pembebasan hak atau pelepasan

hak untuk kepentingan pihak lain. Yang melalui tata cara tersebut diperoleh

tanah dengan hak-hak atas tanah yang primer, yaitu Hak Milik, Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai.17

a) Sejak Semula Tanah Negara

Menurut Effendi Perangin dalam bukunya yang berjudul Praktek

Permohonan Hak Atas Tanah, Tanah Negara yang ada sekarang berasal

dari:

Tanah yang sejak semula berstatus tanah Negara, berarti di atas

tanah itu belum pernah ada hak pihak tertentu selain Negara. Dalam

sistem Hukum Tanah sebelum UUPA berlaku, ditetapkan asas bahwa

Negara adalah pemilik tanah apabila tidak ada orang/badan yang dapat

membuktikan bahwa tanah itu adalah miliknya. Asas itu disebut asas

domein. Namun setelah berlakunya UUPA, sejak tanggal 24 September

1960, asas domein dicabut. Sejak itu Negara tidak lagi sebagai pemilik

tanah yang disebut asas domein, tetapi beralih menjadi penguasa tanah.

Negara sebagai penguasa yang menguasai tanah diseluruh kawasan

16

Effendi Perangin, op. cit., hlm. 3

17

(44)

Negara Republik Indonesia, baik yang sudah ada hak orang diatasnya

maupun yang bebas dari hak orang.

b) Bekas Tanah Partikelir

Pemerintah Hindia Belanda dulu banyak menjual tanah kepada

badan hukum atau orang tertentu. Orang itu pada umumnya adalah

orang Tionghoa, Arab dan Belanda. Dan biasanya tanah yang dijual itu

sangat luas rata-rata diatas 10 ha. Jual-beli itu sedemikian rupanya,

sehingga si pembeli juga berhak mengatur “pemerintahan kedua”

dikawasan tanah yang dibelinya. Ia berhak membuat peraturan yang

berlaku bagi “warga Negara” yang berada di atas tanah itu. Peraturan

itu biasanya bertujuan memeras warga dan mengolah tanah itu sehingga

sipemilik memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Peraturan itu

biasanya mewajibkan penduduknya kerja paksa dan pembayaran pajak

paksa.

Karena demikian, maka pada tahun 1958, melalui

Undang-Undang Penghapusan Tanah Partikelir (UU No.1/1958) maka semua

tanah partikelir di Indonesia dihapuskan, karena penghapusan itu, maka

tanah yang bersangkutan menjadi tanah Negara.

c) Bekas Tanah Hak Barat

Pada 24 September 1980, bekas tanah Hak Barat telah habis

jangka waktu berlakunya (kecuali yang sudah dikonversi menjadi hak

milik). Tanah itu semuanya menjadi tanah Negara.

(45)

Tanah hak adalah tanah yang diatasnya ada hak seseorang atau

badan hukum. Suatu tanah hak dapat menjadi tanah Negara karena hak

yang ada di atasnya:

- Dicabut oleh yang berwenang;

- Dilepaskan secara sukarela oleh yang berhak;

- Habis jangka waktunya;

- Karena pemegang hak bukan subjek hak.18

2. Tanah Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan meemberikan wewenang kepada pemegangnya

untuk:

a. Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang

bersangkutan;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan peksanaan usahanya;

c. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga

menurut persyaratan yang ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan

yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan

keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian ha katas tanah

kepada pihak ketiga dilakukan oleh pejabat yang berwenang.19

B.Subjek Yang Berhak MemohonDan Instansi Pemerintah Yang Berwenang Memberikan Hak Atas Tanah

Dalam Pasal 9 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Undang-undang Pokok Agraria disebutkan bahwa:

18

Effendi Perangin, op. cit., hlm. 4

19

(46)

“tiap-tiap warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah

untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun

keluarganya”

Dan yang bukan merupakan Warga Negara Indonesia atau badan

hukum yang memiliki perwakilan di Indonesia sangat dibatasi, hanya hak

pakai atau hak sewa saja. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pasal 42

dan pasal 45 Undang-undang Pokok Agraria

Pasal 42.

Yang dapat mempunyai hak pakai ialah

1. warga-negara Indonesia;

2. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia;

4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Pasal 45.

Yang dapat menjadi pemegang hak sewa ialah:

1. warga-negara Indonesia;

2. orang asing yang berkedudukan di Indonesia;

3. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia;

4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Sesuai dengan Pasal 30 ayat 1 huruf b dan Pasal 36 ayat 1 huruf b,

(47)

menurut hukum yang berlaku di Indonesia berhak mendapatkan semua hak

atas tanah terkecuali pada hak milik yang terbatas pada badan-badan hukum

yang ditetapkan oleh pemerintah.

Menurut Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 1963 dalam pasal 1,

Badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah adalah:

1. bank-bank milik Negara;

2. koperasi pertanian;

3. badan-badan sosial dan keagamaan tertentu.20

Dalam pemberian hak-hak atas tanah yang dimohon, pejabat yang

diberi kewenangan untuk memberikan hakatas tanah tersebut adalah:

1. Kepala Badan Pertanahan Nasional;

2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di tiap-tiap Provinsi;

3. Kepala Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional di tiap-tiap

Kabupaten/Kota.21

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan

Pertahanan Nasional No. 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan kewenangan

pemberian dan pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah Negara, maka

peraturan perundangan yang ada sebelumnya menjadi tidak berlaku.22

20 Ibid, hlm.15

21

Irene Eka Sihombing, op. cit., hlm.61

Peraturan ini mengatur sebagai berikut:

Didalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan

Nasional No. 3 Tahun 1999, pasal 2 disebutkan:

22

(48)

(1) dengan peraturan ini kewenangan pemberian hak atas tanah secara

individual dan secara kolektif, dan pembatalan keputusan pemberian hak

atas tanah dilimpahkan sebagian kepada kepala kantor wilayah BPN atau

Kepala kantor Pertanahan kabupaten / kotamadya

(2) pelimpahan kewenangan pemberian hak atas tanah dalam peraturan

ini meliputi pula keewenangan untuk menegasan bahwa tanah yang akan

diberikan dengan sesuatu hak atas tanah adalah tanah Negara;

(3) dalam hal tidak ditentukan secara khusus dalam pasal atau ayat yang

bersangkutan, maka pelimpahan kewenangan yang ditetapkan dalam

peraturan ini hanya meliputi kewenangan mengenai hak atas tanah

Negara yang sebagian kewenangan mengusai dari Negara tidak

dilimpahkan kepada instansi atau badan lain dengan hak pengelolaan.

Kewenangan Kepala Kantor untuk memberikan hak diatur

dalamPeraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional

No. 3 Tahun 1999 pasal 3, 4 dan 5 sebagai berikut:

Hak milik (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, pasal 3), Kepala

kantor pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan mengenai:

1. pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih

2. pemberian hak milik atas atanh non pertanian yang luasnya tidak lebih

dari 2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha;

3. pemberian hak milik atas tanah dalam rangka pelaksanaan program: a.

transmigrasi; b. redistribusi; c. Konsolidasi; d. pendaftaran tanah secara

masal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik

(49)

Hak Guna Bangunan (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, pasal 4),

Kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan

mengenai:

a. pemberian hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari

2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna bangunan;

b. semua pemberian hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan;

Hak Pakai (PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999, Pasal 5), Kepala

kantor pertanahan kabupaten / kotamadya memberi keputusan mengenai:

a.pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2

ha;

b.pemberian hak pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih

dari 2000m2, kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha;

c.semua pemberian hak pakai atas tanah hak pengelolaan;

didalam pasal 6 perubahan hak, kepala kantor pertanahan memberi

keputusan mengenai semua perubahan hak atas tanah, kecuali perubahan

hak guna usaha menjadi hak lain;

Kewenangan Kantor Wilayah BPN Propinsi diatur dalam Peraturan

Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 3 Tahun

1999 pasal 7, 8, 9 dan 10 sebagai berikut:

PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 7, kepala kantor wilayah

BPN propinsi memberi keputusan mengenai:

1. pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha;

2. pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih

(50)

kepada kepala kantor pertanahan kabupaten / kota madya sebagaimana

dimaksud dalam pasal 3;

PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 8 hak guna usaha, kepala

kantor wilayah BPN propinsi memberikan keputusan mengenai pemberian hak

guna usaha atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 200 ha.

PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 9 hak guna bangunan,

kepala kantor wilayah BPN Propinsi emberi keputusan mengenai pemberian

hak guna bangunan atas tanah yang luasnya tidak lebih dari 150.000 m2,

kecuali yang kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan kepada Kepala

Kantor pertanahan kabupaten / kotamadya.

PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 10 Hak pakai, Kepala

kantor wilayah BPN Propinsi memberi keputusan mengenai:

a. pemberian hak pakai atas tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 ha.

b. Pemberian hak pakai atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih

dari 150.000 m2 kecuali kewenangan pemberiannya telah dilimpahkan

kepada kantor pertanahan kabupaten / kotamadya sebagaiman dimaksuf

dalam pasal 5;

PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 11 pemberian hak lain,

Kepala kantor wilayah BPN Propinsi memberi keputusan mengenai pemberian

hak atas tanah yang sudah dilimpahkan kewenangan pemberiannya kepada

kepala kantor pertanahan kabpaten / kotamadya sebagaimana dimaksud dalam

bab II apabila atas laporan kepala kantor pertanahan kabupaten /kotamadya

(51)

PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 12 pembatalan keputusan

pemberian hak atas tanah, Kepala kantor wilayah BPN propinsi memberi

keputusan mengenai:

a. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan

oleh kepala kantor pertanahan kabupaten / kotamadya yang terdapat cacat

hukum dalam penerbitannya

b. pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang kewenangan

pemberian nya dilimpahkan kepada kepala kantor pertanahan kabupaten /

kotamadya dan kepada kepala kantor wilayah BPN propinsi, untuk

melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum yang tetap

PMNA/Kepala BPNNo. 3 Tahun 1999 pasal 13, Menteri Negara

Agraria / kepala BPN menetapkan pemberian hak atas tanah yang diberikan

secara umum. Selanjutnya didalam Pasal 14 disebutnya:

(1) Menteri Negara Agraria / KBPN memberi keputusan mengenai

pemberian dan pembatalan hak atas tanah yang tidak dilimpahkan

kewenangannya kepada kepala Kantor wilayah BPN Propinsi atau kepala

kantor pertanahan kabupaten / kotamadya sebagaimana dimaksud dalam

Bab II dan Bab III

(2) Menteri Negara Agraria / KBPN memberi keputusan mengenai

pemberian dan pembatalan hak atas tamah yang telah dilimpahkan

kewenangannya kepada kepala kantor wilayah BPN Propinsi atau kepala

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Di dalam perpustakaan online ini juga terdapat pencarian buku yang dapat memudahkan bagi user yang ingin mencari informasi dari suatu buku karena tidak perlu mencari satu

Disini juga diberikan menu evaluasi yang berbentuk pilihan ganda untuk menguji kemampuan pengguna dari materi yang telah diberikan, dan pengguna juga dapat melihat penyelasaian

[r]

Penulisan ilmiah ini menjelaskan tentang Content Management System dengan menggunakan Joomla pada website SMA KHARISMAWITA 2 DEPOK, dimana website ini digunakan sebagai media

"Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan,

[r]

In artificially inseminated herds, the proportion of cows returning for insemination after an interval longer than a normal oestrous cycle has been used as an estimate of