• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wild Silkworm (Attacus atlas) Instar I-III Perform With Feeding by Soursop (Annona muricata) Jackfruit (Artocarpus heterophyllus) and Canary (Canarium commune L.) Leaves

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Wild Silkworm (Attacus atlas) Instar I-III Perform With Feeding by Soursop (Annona muricata) Jackfruit (Artocarpus heterophyllus) and Canary (Canarium commune L.) Leaves"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) INSTAR I-III

DENGAN PEMBERIAN PAKAN DAUN SIRSAK (Annona

muricata) DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

DAN DAUN KENARI (Canarium cummune L.)

SKRIPSI

MEGA SULISTYANINGRUM

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Mega Sulistyaningrum D14080223. 2012. Performa Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas) Instar I-III Dengan Pemberian Pakan Daun Sirsak (Annona muricata) Daun Nangka (Artocarpus Heterophyllus) dan Daun Kenari (Canarium Commune L.). Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si. Pembimbing Anggota : Dr. drh. Damiana R. Ekastuti, M.S.

Indonesia yang beriklim tropis memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah termasuk berbagai jenis flora dan fauna. Salah satu kekayaan fauna yang dimiliki Indonesia yaitu ulat sutera. Ulat sutera liar yang ada terdiri atas Cricula trifenestrata, Antheraea mylita dan Attacus atlas. Indonesia memiliki delapan spesies

Attacus yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini pengembangan usaha persuteraan ulat sutera liar masih terbatas di beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Jawa Barat.

Budidaya ulat sutera liar ini layak dikembangkan karena ulat sutera ini bersifat polivoltin (lebih dari dua generasi dalam satu tahun) dan polifagus (memakan beberapa jenis daun), sehingga mudah dalam pemeliharaan dan waktu produksi yang singkat. Hal tersebut menjadi alasan dilakukannya penelitian menggunakan pemberian pakan alternatif yaitu daun sirsak, kenari dan nangka. Jenis pakan yang berbeda akan memberikan pengaruh langsung terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan larva dan mortalitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh langsung dari pemberian ketiga jenis daun tersebut terhadap konsumsi pakan, kecernaan pakan, pakan tercerna, pertumbuhan dan mortalitas larva A. atlas instar I-III di dalam ruangan.

Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Nopember 2011. Bibit ulat sutera A. atlas didapat dari Perkebunan Teh Nusantara VIII, Jalan Raya Purwakarta KM 4, Kec. Cikalong Wetan, Kab. Bandung, Jawa Barat. Pemeliharaan dilakukan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran hewan. Analisis proksimat dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan jenis pakan (daun sirsak, kenari dan nangka). Peubah yang diamati antara lain konsumsi pakan, pertumbuhan larva dan mortalitas. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA), jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji Tukey.

(3)

ii sirsak. Hal tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan ulat sutera

A.atlas pada instar awal.

Kisaran bobot larva A. atlas pada akhir instar III berkisar antara 230-480 mg dengan pakan daun kenari dan 450-540 mg dengan pakan daun sirsak. Kisaran panjang larva A. atlas pada akhir instar III berkisar antara 2,336-2,368 cm dengan pemberian daun sirsak dan kenari. Sedangkan pemberian daun nangka tidak mencapai akhir instar III, larva mati sebelum molting. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa jenis pakan tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang larva pada instar I-III. Jenis pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan larva pada instar I-III.

Rataan stadia larva sampai dengan instar III dengan pakan daun sirsak (16,22±1,983 hari) dan pakan kenari (16,86±2,309 hari). Periode larva sampai dengan instar II dengan pakan daun nangka (9,72±1,274 hari). Larva yang diberikan pakan daun kenari memiliki persentase mortalitas yang paling kecil (53%) dibandingkan dengan lainnya. Angka mortalitas paling tinggi terjadi pada larva dengan pemberian pakan daun nangka (100%). Suhu selama pemeliharan berada pada kisaran 26-29oC, sedangkan kelembaban terendah 76,71%±4,52% (siang hari) dan tertinggi sebesar 81,50%±4,16% (pagi hari).

(4)

ABSTRACT

Wild Silkworm (Attacus atlas) Instar I-III Perform With Feeding by Soursop (Annona muricata) Jackfruit (Artocarpus heterophyllus) and

Canary (Canarium commune L.) Leaves

Sulistyaningrum, M., H. C. H. Siregar and D. R. Ekastuti

Attacus atlas is polyphagus and polyvoltine insect. This research larvae used three types of treatments, which were given of soursop (Annona muricata) leaves (control), canary (Canarium commune L.) leaves and jackfruit (Artocarpus heterophyllus) leaves. These leaves are available in various areas and have good nutrition content for growth of Attacus atlas larvae. Each treatment carried out with five replications. Variables measured were feed consumption, feed digestibility, absorption, growth, larvae stadia and mortality of Attacus atlas larvae from instar I until instar III. The result showed that the type of leaves significantly (P<0,05) affected the feed consumption, growth, feed digestibility and mortality of

A.atlas larvae. The larvae that feed with jackfruit leaves had the lowest feed consumption, feed digestibility, feed absorption and highest mortality.

(5)

PERFORMA ULAT SUTERA LIAR (Attacus atlas) INSTAR I-III

DENGAN PEMBERIAN PAKAN DAUN SIRSAK (Annona

muricata) DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus)

DAN DAUN KENARI (Canarium cummune L.)

MEGA SULISTYANINGRUM D14080223

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Performa Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas) Instar I-III Dengan Pemberian Pakan Daun Sirsak (Annona muricata) Daun Nangka (Artocarpus Heterophyllus) dan Daun Kenari (Canarium Commune L.)

Nama : Mega Sulistyaningrum

NRP : D14080223

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si.) (Dr. drh. Damiana R. Ekastuti, M.S.) NIP: 19620617 199003 2 001 NIP: 19620212 198601 2 001

Mengetahui, Ketua departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc.) NIP.19591212 198603 1 004

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1990 di Tuban, Kab. Tuban, Jawa

Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak

Suhardi dan Ibu Supmiyati.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Bhayangkari,

Jatirogo pada tahun 1996. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2002 di

SDN Wotsogo 1, Jatirogo. Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun

2005 di SMPN 1 Jatirogo dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun

2008 di SMAN 2 Tuban.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008

melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa

Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor. Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah aktif terlibat dalam

kegiatan-kegiatan keprofesian dan kepanitiaan. Selain itu Penulis menjadi asisten

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’aalamin. Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Performa Ulat Sutera

Liar (Attacus atlas) Instar I-III Dengan Pemberian Pakan Daun Sirsak (Annona

muricata) Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus) dan Daun Kenari (Canarium

commune L.) merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini didasari oleh prospek budidaya ulat sutera liar A. atlas

yang sangat potensial. Hal ini dikarenakan keunggulan sifatnya yang polifagus

(memiliki kisaran pakan yang luas). Penelitian dengan menggunakan berbagai pakan

alami seperti daun teh, sirsak, kaliki, alpukat dan jarak telah dilakukan dan

menunjukkan hasil yang bervariasi. Namun demikian belum pernah dilakukan

budidaya di dalam ruangan dengan menggunakan pakan lain yang jumlahnya

melimpah dan daunnya tidak banyak dimanfaatkan seperti daun nangka (Artocarpus heterophyllus) dan daun kenari (Canarium commune L.). Penulisan skripsi ini

diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat sehingga budidaya

ulat sutera liar dapat lebih berkembang lagi. Akhir kata Penulis mengucapkan terima

kasih, semoga hasil tulisan ilmiah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu

pengetahuan pembaca, terutama pihak-pihak yang memerlukan informasi mengenai

A. atlas.

Bogor, September 2012

(9)

DAFTAR ISI

Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Larva ... 10

Faktor Abiotik ... 10

Faktor Biotik ... 10

Tingkah Laku Makan Serangga ... 11

Sirsak (Annoma muricata L.) ... 12

Nangka (Artocarpus heterophyllus) ... 13

(10)

Tahap Penelitian ... 17

Rancangan dan Analisis Data ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Suhu dan Kelembaban Ruang Pemeliharaan ... 22

Konsumsi, Kecernaan dan Pakan Tercerna ... 22

Pertumbuhan Larva ... 26

Stadia larva ... 30

Mortalitas ... 32

KESIMPULAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

UCAPAN TERIMA KASIH ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Analisis Uji Proksimat Daun Sirsak, Kenari dan Nangka ………. 16

2. Rataan Konsumsi Pakan Segar Larva A. atlas Instar I-III dengan

Pakan Daun Sirsak, Kenari dan Nangka ………..… 22

3. Kecernaan Pakan Daun Sirsak, Kenari dan Nangka Pada Larva

A. atlas Instar I-III ……….. 24

4. Pakan Yang Tercerna dengan Pemberian Daun Sirsak, Kenari dan

Nangka Pada Larva A. atlas ... 25

5. Pertambahan Bobot Badan Larva Instar I-III A. atlas yang Diberi-

kan Pakan Daun Sirsak, Kenari dan Nangka ... 26

6. Pertambahan Panjang Badan Larva A. atlas yang Diberikan Pakan

Daun Sirsak, Kenari dan Nangka ... . 28

7. Perbandingan Panjang dan Bobot Badan Larva A. atlas Pada Akhir

Instar dengan Awal Instar I ………. 29

8. Siklus hidup larva A.atlas instar I-III yang Diberikan Pakan Daun

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Imago Attacus atlas (a) Antena A. atlas Jantan (c) Antena A. atlas

Betina ... 4

2. Telur Attacus atlas…… ... 5

3. Kokon A. atlas (a) Pupa A. atlas (b)………. ... 8

4. Daur Hidup A. atlas ... 9

5. Daun Sirsak ... 12

6. Daun Nangka ... 13

7. Daun Kenari ... 14

8. Bagan Perlakuan Pakan ... 18

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Penyebaran A. atlas ... 38

2. Tempat Perkawinan dan Pemeliharaan (a) Tempat Perkawinan (b) Tempat Pemeliharaan…… ... 38

3. Analisis Sidik Ragam Konsumsi Pakan Larva A. atlas ... 39

4. Analisis Sidik Ragam Kecernaan Pakan Larva A. atlas ... 40

5. Analisis Sidik Ragam Pakan Tercerna Larva A. atlas ... 41

6. Pertambahan Bobot Badan Larva A. atlas terhadap Bobot Larva Baru Menetas ... 42

7. Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Larva A. atlas . 42

8. Pertambahan Panjang Badan Larva A. atlas terhadap Panjang Larva Baru Menetas ... 44

9. Analisis Sidik Ragam Pertambahan Panjang Badan Larva A.atlas 44

10.Analisis Sidik Ragam Mortalitas Larva A. atlas Instar I-III ... 45

11.Analisis Sidik Ragam Siklus Larva A. atlas ... 46

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia sebagai negara tropis memiliki keragaman hayati yang sangat

melimpah termasuk berbagai jenis flora dan fauna. Salah satunya adalah ulat sutera

liar Attacus atlas, Cricula trifenestrata dan Antheraea mylita yang merupakan hewan

asli Indonesia. Attacus atlas merupakan ngengat berukuran besar yang banyak

ditemukan di hutan tropis dan subtropis, sedangkan di Indonesia hampir terdapat di

seluruh wilayah. Saat ini pengembangan ulat sutera liar di Indonesia masih terbatas

di beberapa daerah seperti Yogyakarta dan Jawa Barat dengan kapasitas produksi

benang sutera alam yang masih terbatas. Hal ini dikarenakan sebagian besar

pengusaha benang sutera masih mengumpulkan kokon langsung dari alam. Peluang

budidaya ulat sutera A. atlas masih sangat luas untuk dikembangkan terlebih sutera

yang dihasilkan memiliki karakteristik antara lain lebih lembut, nyaman dipakai,

sejuk, tidak mudah kusut, tahan panas, dan memiliki keragaman variasi warna alami.

Attacus atlas merupakan salah satu serangga yang menghasilkan sutera,

pakan bukan daun murbei. Attacus atlas mengalami metamorfosis sempurna

melewati fase telur, larva, pupa dan imago. Pemeliharaan instar awal memerlukan

perhatian yang lebih, terutama terhadap predator, cuaca, pengaruh lingkungan fisik

dan pakan.

Attacus atlas merupakan serangga polifagus yang artinya dapat memakan

banyak jenis tanaman. Terdapat lebih dari 90 jenis tumbuhan yang berasal dari 48

famili tanaman yang dapat dimakan daunnya oleh larva dari ulat sutera ini (Peigler,

1989). Penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa ulat sutera liar A. atlas dapat

hidup pada tanaman teh (Camellia sinensis), sirsak (Annona muricata), senggugu

(Clerodendron serratum Spreng), alpokat (Persea Americana Mil),dadap (Erythrina

lithosperma Miq), kunyit (Curcuma domestika), mahoni (Sweetnia mahagoni) dan

pada tanaman cengkeh (Zingeber purpereum) (Adria dan Idris, 1997; Indrawan,

2007; Awan, 2007). Attacus atlas ini dianggap oleh sebagian besar orang sebagai

hama karena dapat menghabiskan daun pada tanaman inang.

Sumber pakan yang diberikan dalam pemeliharaan harus memiliki

ketersediaan yang cukup memadai dan kesinambungannya terjamin. Selain itu pakan

(15)

2 dibutuhkan untuk perkembangan. Attacus atlas yang masih bersifat liar dalam

pemeliharaan membutuhkan kondisi pakan yang sama seperti di alam. Beberapa hal

perlu diperhatikan dalam pemberian pakan termasuk kebersihan daun, kesegaran dan

bebas dari bibit penyakit. Pertumbuhan, perkembangan serta reproduksi dari ulat

sutera sangat tergantung dari kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Kualitas

daun berkaitan dengan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya antara lain air,

protein, lemak, serat dan abu. Kualitas pakan yang diberikan dapat mempengaruhi

kondisi fisologis, kualitas kokon, produktivitas telur, serta lamanya siklus

perkembangan (Mulyani, 2008).

Pemilihan daun nangka dan kenari sebagai pakan dalam budidaya ulat sutera

liar A. atlas merujuk dari Peigler (1989) yang menyebutkan bahwa kedua tanaman

tersebut digunakan sebagai tanaman inang ulat sutera liar A. atlas. Namun belum

terdapat data yang lebih rinci performa larva ulat sutera liar A. atlas yang diberi

pakan tersebut. Beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menyebutkan jenis

tanaman (pakan) yang berbeda-beda berpengaruh terhadap masa perkembangan

larva. Perbedaan jenis pakan perlu diteliti untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya

terhadap konsumsi, pertumbuhan larva, siklus hidup dan mortalitasnya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis pakan (dengan

menggunakan pakan daun kenari dan nangka, pakan daun sirsak sebagai

pembanding) terhadap konsumsi pakan, pertumbuhan larva dan mortalitas A. atlas

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Ulat Sutera Liar (Attacus Atlas)

Ulat sutera liar Attacus atlas adalah serangga yang memiliki ukuran tubuh

besar dan banyak ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis seperti di Asia

Tenggara, Asia bagian Selatan, Asia Timur daerah selatan China, Malaysia, Thailand

dan Indonesia (Peigler, 1989). Indonesia memiliki delapan spesies Attacus yang

dominan dan terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia antara lain di Pulau Jawa,

Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua (Awan

2007). Ulat sutera ini mengalami metamorfosis sempurna dan termasuk hewan

polivoltin yang artinya dapat hidup lebih dari dua generasi dalam satu tahun.

Klasifikasi Attacus atlas menurut Peigler (1989) sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Insekta

Ordo : Lepidoptera

Famili : Saturniidae

Genus : Attacus (Linnaeus)

Spesies : Attacus atlas (Linnaeus)

Morfologi Imago

Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah salah satu serangga yang

memiliki ukuran imago sangat besar dan atraktif. Masyarakat sering menyebut imago

A. atlas sebagai kupu-kupu gajah. Imago aktif di malam hari (nocturnal). Tubuh

imago ditutupi oleh sisik. Warna dasar sayap ngengat berwarna coklat kemerahan

hingga orange (Kalshoven, 1981). Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat

dibedakan dari ukuran tubuh, bentang sayap dan tipe antena. Tubuh imago jantan

lebih kecil dari betina dengan warna lebih coklat kekuningan. Bentangan sayap

imago jantan 15-22 cm sedangkan sayap imago betina 16,5-24 cm (Awan, 2007).

Antena jantan lebih besar dibandingkan betina dan memiliki warna coklat

kekuningan. Panjang dari antena jantan 25-30 mm dan lebar 10-13 mm dan betina

(17)

4 (Peigler,1989). Fungsi antena pada imago jantan antara lain untuk mendeteksi

feromon yang dikeluarkan imago betina sebagai isyarat kimia untuk melakukan

kopulasi. Ngengat betina akan mengeluarkan feromon dari ujung abdomen untuk

menarik jantan yang selanjutnya akan melakukan perkawinan. Perkawinan akan

berlangsung selama sehari penuh (Peigler, 1989).

(a) Imago* (b) Antena jantan** (c) Antena betina **

Gambar 1. (a) Imago Attacus atlas (b) Antena A. atlas Jantan (c) Antena A. atlas Betina

Sumber: * Foto : www.itfnet.org ** Foto : Dewi, 2009

Tubuh ngengat terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, toraks dan abdomen

(Peigler, 1989). Bagian toraks terdiri atas segmen protoraks, mesotoraks dan

metathoraks. Bagian abdomen terdiri atas delapan segmen pada jantan dan tujuh

segmen pada betina. Imago tidak memerlukan makanan dan fase hidupnya relatif

singkat, yakni sekitar 3-8 hari pada larva yang diberikan pakan daun sirsak (Mulyani,

2008). Imago keluar melalui lubang dari ujung anterior kokon yang terbentuk pada

saat pengokonan. Awan (2007) menyatakan bahwa imago yang baru keluar dari

kokon biasanya masih basah oleh cairan yang berwarna putih keruh dan sayapnya

belum mengembang sempurna. Penyempurnaan sayap dilakukan dengan

menggantungkan diri ke ranting dengan posisi abdomen mengarah ke bawah. Sayap

yang telah mengembang sempurna dalam beberapa jam akan mengalami pengerasan

dan kuat digunakan untuk terbang.

Telur

Telur dihasilkan imago betina yang kawin maupun tidak kawin. Telur yang

dihasilkan dari imago betina yang kawin berupa telur fertil yang akan menetas

(18)

infertil yang tidak dapat menetas menjadi larva. Ciri-ciri telur A. atlas bentuk bulat

pipih, memiliki ukuran lebar 2,4 mm, panjang 2,8 mm dan tebal 1,9 mm. Telur

berwarna putih kekuningan hingga kuning muda (Peigler, 1989). Imago betina A.

atlas yang fertil akan menghasilkan telur berkisar 126-380 butir, sedangkan betina

infertil menghasilkan telur berkisar 80-348 butir (Mulyani, 2008). Telur A. atlas di

alam diletakkan berkelompok di bawah permukaan daun atau cabang-cabang pohon

tanaman inang (Kalshoven, 1981).

Gambar 2 Telur Attacus atlas

Sumber : Mulyani (2008)

Ketika imago betina mengeluarkan telur, secara bersamaan juga dikeluarkan

cairan yang bersifat lengket berwarna kemerahan hingga cokelat yang disebut cairan

gum. Cairan ini berfungsi sebagai pelekat telur pada substrat (Awan, 2007). Induk

betina memerlukan waktu selama 2-6 hari untuk menghasilkan telur setelah kawin

(Mulyani, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Awan (2007), biasanya

telur menetas pada pagi hari. Faktor suhu dan genetik indukan menjadi faktor penting

dalam yang menentukan waktu inkubasi telur.

Larva

Telur akan menetas menjadi larva dalam 6-10 hari. Bentuk larva dari A. atlas

erusiform dengan satu kepala dan memiliki tubuh yang silindris. Tubuh dari larva

berbentuk ruas-ruas terdiri atas 13 ruas dengan tiga ruas pada bagian toraks dan 10

ruas pada bagian abdomen (Triplehorn dan Johnson, 2005). Larva A. atlas

dilengkapi skoli yang mirip dengan duri-duri sebagai tonjolan dari otot dan tuberkel

(19)

6 dan segmen ke 10 terdapat kaki palsu (proleg) yang dilengkapi dengan kait. Tubuh

larva dilindungi kutikula, yang dibentuk epidermis. Kutikula akan mengalami

pengerasan sehingga dalam pertumbuhan larva akan dilepaskan (Peigler, 1989).

Tahap larva A. atlas terdiri atas enam tahapan instar. Instar merupakan

tahapan perkembangan serangga pradewasa antara dua ekdisis yang terjadi

berurutan. Setiap instar memiliki ciri-ciri ukuran dan perilaku larva yang berbeda

dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pergantian masa instar ditandai dengan

pergantian kulit (molting). Pergantian kulit terjadi pada seluruh lapisan kutikula

dinding tubuh, kepala dan lapisan-lapisan kutikula trakea, usus depan dan usus

belakang. Kulit yang baru terbentuk tidak tertutupi serbuk putih. Bertambahnya umur

instar ditandai dengan semakin menebal serbuk putih dan meningkatnya aktivitas

makan (Peigler, 1989).

Larva instar I memiliki ciri-ciri panjang tubuh rata-rata 0,5 cm, warna kepala

coklat kehitaman dan warna tubuh kuning kecoklatan (Zebua et al., 1997). Larva

yang baru menetas akan memakan sebagian sisa kulit telurnya sebelum memakan

daun muda. Larva akan memakan bagian tepi daun. Pemeliharaan pada instar awal

membutuhkan perhatian lebih terutama terhadap predator, pengaruh lingkungan fisik,

cuaca, dan pakan. Hal ini dikarenakan instar awal sangat rentan terhadap perubahan

lingkungan yang tidak sesuai. Larva yang akan melakukan molting menjadi kurang

aktif bergerak (Awan, 2007).

Instar II ditandai dengan terjadinya molting untuk pertama kali berupa

pengelupasan kulit luar dan pelindung kepala. Pada tahap instar ini larva memiliki

panjang tubuh 1-1,5 cm (Awan, 2007). Bagian kepala berwarna coklat agak terang

sedangkan pada bagian belakang abdomen terdapat bercak merah. Permukaan tubuh

dilindungi serbuk putih (Peigler, 1989). Selain itu bertambahnya aktivitas makan

pada larva yang telah mengalami molting dan akan beristirahat menjelang melakukan

pergantian kulit.

Instar III terjadi perubahan ukuran tubuh yang terlihat sangat jelas. Rata-rata

panjang tubuh mencapai 2-2,5 cm. Bagian kepala berwarna coklat agak terang dan

terdapat bercak merah pada bagian belakang tubuh. Serbuk putih dan bercak merah

mendominasi warna larva pada instar ketiga (Awan, 2007). Skoli yang mirip dengan

(20)

Larva instar IV mempunyai berukuran tubuh 2,5-3 cm. Kepala berwarna

putih kehijauan cerah, bercak merah yang terdapat pada tubuh mulai pudar berganti

bercak berwarna coklat tua yang merata di seluruh tubuh. Selain itu seluruh

permukaan tubuh ditutupi serbuk putih yang semakin menebal (Awan, 2007). Larva

yang telah mencapai instar ini lebih aktif dan mengkonsumsi pakan lebih banyak.

Larva dapat memakan daun-daun tua dan juga seluruh bagian daun hingga habis.

Pada akhir instar IV terjadi perubahan ukuran tubuh yang mencolok.

Instar V terlihat pertambahan yang sangat terlihat nyata karena pada instar ini

aktivitas makan semakin meningkat. Panjang tubuh larva dapat mencapai 6,5-8 cm.

bagian kepala ikut mengalami perubahan ukuran dan berwarna hijau muda. Skoli

atau tonjolan pada dorsal segmen toraks menjadi tumpul. Tubuh ditutupi dengan

serbuk putih. Pengaruh lingkungan pada instar ini relatif kecil karena larva telah

mampu beradaptasi. Pemberian pakan sering kali disertakan bagian ranting sehingga

larva dapat hinggap pada ranting-ranting (Awan, 2007).

Instar terakhir yaitu pada instar VI. Pada akhir instar VI, larva tidak lagi aktif

dan cenderung memposisikan diri pada cabang-cabang pohon dengan mengangkat

bagian tubuh depan. Ukuran tubuhnya mencapai 8-10 cm, berwarna hijau tua hingga

hijau kehitaman. Tubuh larva terlihat sangat besar, gemuk dan kokoh serta serbuk

putih mulai menghilang. Larva akan mengeluarkan cairan sutera yang digunakan

untuk membentuk serat-serat sutera kokon (Awan, 2007).

Pupa

Setelah tahapan larva, akan terbentuk pupa. Pupa merupakan perkembangan

antara larva dan imago. Pupa memiliki warna kecoklatan dan licin. Pada stadium ini

terjadi organogenesis yaitu pembentukan organ-organ imago yang terdiri atas sayap,

kaki, kepala dan struktur reproduksi. Tahapan pupa merupakan stadium yang lemah

sehingga pupa terlindung dalam kokon. Kokon sangat diperlukan untuk menjaga

pupa dari pengaruh lingkungan yang buruk yang akan mengganggu perkembangan

pupa. Kokon yang terbentuk sempurna seperti elips (silindris), ujungnya membulat

dan pada ujung anteriornya terdapat celah.

Kulit kokon merupakan materi lapisan serat sutera yang terdiri atas serisin

dan fibroin (Triplehorn dan Johnson, 2005). Kokon berfungsi untuk menjaga kondisi

(21)

8 tidak menggganggu perkembangan pupa. Umumnya kokon berbentuk oval dengan

serat sutera yang menggantung pada tangkai pohon atau helai daun. Ukuran kokon

bervariasi antara 5-9 cm dan memiliki warna yang bervariasi pula. Warna kokon

antara krem sampai coklat tua atau lebih umum berwarna coklat muda. Tekstur

permukaan luarnya kasar dan terkadang keriput (Peigler, 1989).

(a) (b)

Gambar 3. Kokon A.atlas (a), Pupa A.atlas (b)

Sumber : Indrawan (2007)

Cairan sutera dihasilkan sepasang kelenjar sutera (silk gland). Kelenjar

tersebut merupakan perbesaran dari kelenjar air liur yang bermuara pada labium.

Bagian belakang dari kelenjar sutera menghasilkan protein yang disebut fibroin,

sedangkan bagian tengah menghasilkan protein yang menyerupai lem yang disebut

serisin. Serisin merupakan perekat yang digunakan untuk menempelkan lembaran-

lembaran serat yang menjadi satu yang nantinya akan membentuk lapisan luar serat

sutera. Fibroin merupakan bagian serat yang mengandung asam amino utama

penyusun rantai pigmen sutera yaitu glisin, serin, tirosin dan alanin (Raharjo et al.,

1998).

Siklus Hidup

Attacus atlas adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa

sempurna yaitu melewati stadium telur, larva, pupa dan imago. Stadia telur ngengat

A. atlas berlangsung selama satu minggu, sedangkan stadia larva mencapai waktu

satu bulan dan stadia pupa berlangsung selama 24 hari (Mulyani, 2008). Gambar 4,

memperlihatkan siklus hidup A. atlas menurut Awan (2007). Lama periode larva

yang dipelihara di laboratorium dengan pemberian pakan daun dadap (Erythrina

(22)

betina dan 22-54 hari dengan rataan 34,08± 9,15 hari pada jantan (Zebua et al.,

1997). Hasil penelitian yang dilakukan Mulyani (2008), periode larva terpanjang

pada larva yang diberi pakan daun sirsak yaitu 36 hari dan yang paling singkat larva

yang diberi pakan daun kaliki yaitu 31 hari, sedangkan masa pupa berlangsung

sekitar 8-58 hari.

Telur (10-12 Hari) Instar I (5-8 Hari) Instar II (5-7 Hari)

Instar V (6-8 Hari) Instar IV(4-6 Hari) Instar III (4-6 Hari)

Instar VI (10-12 Hari) Pupa (20-29 Hari) Imago (2-7 Hari)

Gambar 4. Daur Hidup A.atlas

Sumber : www.agrix.com dan www.wormspit.com/atlas.htm

Diapause dapat terjadi baik pada stadium telur, larva maupun pupa. Diapause

merupakan tertundanya perkembangan atau sering disebut periode diam yang muncul

sebagai respon terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai (Triplehorn dan

Johnson, 2005). Diapause pupa ditandai dengan menurunnya metabolisme,

penghentian diferensiasi menuju ke kedewasaan dan resistensi terhadap kehilangan

air melalui transpirasi. Proses diapause atau pengaturan voltinisme tidak terganggu

(23)

10

Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Larva Faktor Abiotik

Lingkungan abiotik di sekitar tempat hidup A. atlas merupakan hal sangat

penting yang harus diperhatikan. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah

suhu, kelembaban, intensitas cahaya, sirkulasi udara dan kebersihan lingkungan.

Ngengat A. atlas dapat hidup pada suhu 25 oC dengan kelembaban relatif 75%-80%

(Common,1990). Faktor lingkungan tersebut sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan ulat sutera, karena ulat sutera bersifat poikiloterm.

Attacus atlas memiliki kisaran suhu tertentu untuk dapat hidup. Suhu

lingkungan yang optimal untuk perkembangan ulat sutera A. atlas dalam ruangan

untuk masa inkubasi telur 22-24 oC, stadium larva 22-29 oC, pembentukan kokon,

masa pupasi dan perkawinan imago 26-20 oC (Awan, 2007). Faktor kelembaban

pada larva instar I – III berbeda dengan larva instar IV – VI. Faktor kelembaban

sangat berpengaruh terhadap aktivitas makan dari larva. Kelembaban lingkungan

untuk perkembangan ulat kecil B. mori 80%-90%, ulat besar 65%-75% sedangkan

kokon 60%-75% (Atmosoedarjo et al., 2000). Faktor kelembaban sangat

berpengaruh terhadap kehidupan A. atlas terutama stadia larva. Mulyani (2008)

menyatakan bahwa suhu dan kelembaban yang tidak sesuai dapat mengakibatkan

stres pada larva sehingga tidak mau makan, energi banyak dikeluarkan dan kecepatan

respirasi akan bertambah. Pakan yang dicerna semakin sedikit sedangkan

metabolisme meningkat pada akhirnya proses pertumbuhan dan perkembangan larva

menjadi terganggu. Intensitas cahaya yang ideal untuk Bombyx berkisar 15-30 lux.

Intensitas cahaya kurang berpengaruh penting dalam pemeliharaan A. atlas di daerah

tropis (Awan, 2007).

Faktor Biotik

Setiap fase dalam kehidupan A. atlas tidak luput dari serangan parasit

maupun predator. Telur A. atlas sebagian besar diserang parasit dari famili

Chalcidoidea (Hymenoptera) yaitu Anastasus colemani, Agiommatus attaci,

Tetrastichus dan Xanthopimpla sp. Parasit pada larva A. atlas diantaranya adalah

(24)

(Hymenoptera) misalnya Apanteles. Exorista sorbillans (Tachinidae) dan

Sarcophagidae (Diptera) dapat mematikan pupa (Piegler, 1989).

Predator yang sering menyerang larva A. atlas adalah belalang sembah,

capung, lalat, burung, tikus, laba-laba, tawon, semut, cicak dan kadal. Aktivitas

predator merupakan faktor biotik yang berpengaruh terhadap populasi dan kehidupan

serangga. Pada alam liar persaingan antar larva dalam memperoleh makanan,

perlindungan dan tempat pada saat pupasi dapat menjadikan kegagalan dalam

pembentukan pupa dan menyebabkan kematian (Piegler, 1989).

Pakan ulat sutera A. atlas tercatat paling banyak jenisnya. Peigler (1989)

menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 90 jenis tumbuhan yang dapat dimakan

daunnya oleh larva ulat sutera ini. Pakan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam

pemeliharaan ulat sutera ini. Pakan dapat mempengaruhi kondisi fisiologis, lama

siklus perkembangan, kualitas kokon serta produktivitas telur (Awan,2007).

Tingkah Laku Makan Serangga

Perilaku makan serangga diatur dan dipengaruhi oleh konsentrasi nutrien

tertentu dalam darahnya terutama konsentrasi asam-asam amino dan gula. Perilaku

makan meliputi rangkaian perilaku menentukan pakan, menerima atau menolak dan

menelan pakan. Menentukan pakan dipengaruhi defisiensi nutrien di dalam hemolim.

Defisiensi nutrien akan menggerakkan hewan untuk mencari pakan dan menentukan

pakannya. Setelah hewan mendekati pakan, hewan tersebut akan menggunakan

reseptor-reseptor organ sensorinya dan reseptor kimiawi untuk mengenali pakan.

Rangsangan akan diterima oleh susunan saraf pusat dan selanjutnya ditanggapi

dengan keputusan makan atau tidak makan. Makanan selanjutnya akan mengalami

proses pencernaan, dalam saluran pencernaan dan pakan diabsorpsi. Absorpsi

makanan akan menyebabkan perubahan osmolitas dari nutrien, terjadi perubahan ini

akan ditanggapi dengan berhentinya aktivitas makan. Penggunaan nutrien dalam

proses metabolisme yang terjadi di jaringan akan mempengaruhi osmolitas nutrien

dan seterusnya mempengaruhi perilaku makan. Perilaku makan pada serangga

merupakan proses fisiologis yang kompleks yang melibatkan pengaturan hormon dan

(25)

12

Sirsak (Annona muricata L)

Tanaman sirsak atau disebut juga nangka belanda merupakan tanaman yang

banyak terdapat di Indonesia. Tanaman sirsak berasal dari daerah tropik yaitu daerah

di sekitar Ekuador dan Peru. Sirsak yang terdapat di Indonesia dikenal dua jenis yaitu

sirsak manis dan sirsak asam. Tanaman yang termasuk famili Annonaceae, misalnya

sirsak memiliki ciri-ciri bau daun yang tidak sedap (Radi, 1997). Taksonomi tanaman

sirsak adalah :

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Ranales

Famili : Annonaceae

Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L.

Gambar 5. Daun Sirsak

Sumber : http://indonetwork.co.id

Tanaman ini tumbuh tegak dengan ketinggian pohon mencapai 8-10 m. Daun

sirsak termasuk daun tunggal. Daun sirsak berbentuk bulat panjang dengan ujung

runcing dan tepi rata. Warna daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian

bawah berwarna hijau kekuningan. Daun sirsak tebal dan agak kaku dengan urat

daun tegak pada urat daun utama. Panjang daun antara 6–18 cm dan lebar daun

antara 2–6 cm. Tanaman ini mempunyai kandungan bahan aktif berupa alkaloid,

minyak atsiri, senyawa aromatik, karbohidrat, lemak, asam amino dan polifenol.

Dasar bunga berbentuk cekung dan memilki benang sari berjumlah banyak. Buahnya

merupakan buah majemuk tidak beraturan yang memiliki daging buah berwarna

(26)

Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari India dan

menyebar ke daerah tropis termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri tanaman ini

memiliki nama yang berbeda ditiap daerah antara lain nongko/nangka (Jawa,

Gorontalo), anane (Ambon), lumasa/malasa (Lampung), nanal (Irian Jaya).

Taksonomi tanaman nangka adalah :

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus heterophyllus

Gambar 6. Daun Nangka Sumber : http://jiwang.org

Tanaman nangka cocok tumbuh di daerah dengan curah hujan tahunan

rata-rata 1.500-2.500 mm dan daerah kering. Nangka termasuk tanaman hutan bercabang

banyak, pohonnya dapat mencapai tinggi 25 m. Seluruh bagian tanaman ini

mengandung banyak getah. Daun nangka berbentuk tunggal, lonjong, lebar dengan

permukaan daun kasar, mengkilap dan kaku. Daun nangka berwarna hijau tua dan

daun muda berwarna hijau kekuningan biasanya berlekuk. Ciri-ciri lainnya yaitu

memiliki tulang daun menyirip dengan tepi rata, ujung runcing, panjang 5-15 cm dan

lebar 5 cm. Masyarakat memanfaatkan daun nangka sebagai pakan ternak atau

sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit kulit (Steenis, 2006).

Nangka merupakan buah majemuk (sinkarpik) yang memiliki bunga banyak

(27)

14 yang seluruh permukaannya ditutupi duri lunak. Buah dapat mencapai ukuran

panjang 30-40 cm. Kulit buah berwarna hijau sampai kuning kemerahan (Sunarjono,

1998). Daging buah nangka berwarna kuning apabila masak, berbau harum yang

keras dan berisi cairan (nectar) yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong dengan

panjang 2-4 cm dan berdiameter 1-1,5 cm tertutup oleh kulit biji yang tipis berwarna

coklat. Biji yang terdapat dalam tiap buah dapat mencapai 500 biji. Tanaman nangka

merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Ekstrak metanol dari akar,

kulit kayu, daun, buah dan biji nangka dapat digunakan sebagai antibakteri (Prakash

et al., 2010). Banyak manfaat yang dapat diambil dari tanaman ini, karena hampir

semua bagian tanaman ini dapat dimanfaatkan.

Kenari (Canarium commune L.)

Pohon kenari (Canarium commune L.) adalah tanaman asli Indonesia yang

berasal dari Maluku, kemudian menyebar luas ke beberapa Negara Asia tropis lain.

Tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman peneduh yang ditanam di sepanjang

kanan kiri jalan serta sering digunakan sebagai tanaman dalam penghijauan (Endah,

2003). Taksonomi tanaman kenari adalah :

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Geraniales

Famili : Burseraceae

Genus : Canarium

Spesies : Canariumcommune (Linnaeus).

Gambar 7. Daun Kenari

(28)

Pohon kenari tergolong famili Burseraceae. Tinggi pohon kenari dapat

mencapai 30 m dengan kulit batang berwarna keabu-abuan. Pohon ini terlihat rimbun

dengan daun yang mudah sekali rontok. Daun kenari merupakan daun majemuk,

menyirip ganjil, menyusun suatu mahkota dengan anak daun terdiri dari 5-11 buah,

berwarna hijau (Endah, 2003). Selain itu daun kenari dicirikan berbentuk oval

dengan ujung meruncing, tepi daun rata. Berdasarkan letak stomata, daun kenari

termasuk tipe hipostomatik karena stomata hanya dijumpai pada sisi bawah

(abaksial). Kelopak pada bunga jantan berbentuk lonceng, sedangkan bunga betina

berbentuk periuk. Bunga jantan memiliki benang sari berjumlah enam buah dan

(29)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Metabolisme Fakultas Kedokteran

Hewan. Institut Pertanian Bogor mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember

2011. Tahapan meliputi penyediaan hewan percobaan, pemeliharaan, penelitian dan

analisis proksimat pakan. Analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium Pusat

Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor.

Materi Hewan Percobaan

Ulat sutera yang digunakan adalah ulat sutera liar Attacus atlas yang berasal

dari hasil perkawinan ngengat yang keluar dari kokon. Kokon diperoleh dari

Perkebunan Teh Nusantara VIII, Jalan Raya Purwakarta KM 4, Kec. Cikalong

Wetan, Kab. Bandung, Jawa Barat. Ngengat yang kawin akan menghasilkan telur

fertil yang akan menetas menjadi larva. Ulat sutera yang dipergunakan untuk

perlakuan (tiga perlakuan pakan) sebanyak 300 ekor berumur 1 hari (instar I).

Pakan

Pakan yang diberikan berupa daun tanaman yang ketersediaannya melimpah

dan belum banyak dimanfaatkan. Daun tanaman yang digunakan sebagai pakan

berupa daun muda berasal dari tanaman sirsak (Annona muricata L), kenari

(Canarium commune L.) dan nangka (Artocarpus heterophyllus). Analisis proksimat

pakan terdapat pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Analisis Uji Proksimat Daun Sirsak, Kenari dan Nangka

Parameter Analisis Sirsak** Kenari* Nangka*

(30)

Kandang dan Peralatan

Kandang kawin yang digunakan terbuat dari kayu yang ditutupi dengan kain

kasa berukuran 50 x 50 x 50 cm3, sedangkan tempat penetasan telur yang digunakan

adalah 15 buah cawan petri. Kandang ulat kecil digunakan 15 buah cawan petri

berdiameter 15 cm dan tinggi 2 cm. Peralatan lain yang digunakan dalam penyediaan

hewan percobaan, pemeliharan dan pengumpulan data berupa timbangan digital

dengan ketelitian 0,01 g, jangka sorong digital, alat thermometer

maksimum-minimum, gunting kebun, formalin 4%, alkohol 70%, teepol (cairan pembersih),

kapas, oven, almunium foil, kertas label, kamera digital dan peralatan tulis.

Prosedur Tahap Persiapan

Satu minggu sebelum digunakankandang dibersihkan, disapu, disikat, dicuci,

dan disterilisasi dengan menggunakan desinfektan. Setiap kaki rak kandang kayu

diberi oli yang ditempatkan pada botol bekas air mineral untuk melindungi sampel

dari predator.

Kokon diambil dari perkebunan teh Nusantara Jalan Raya Purwakarta,

Kabupaten Bandung. Kokon yang diambil yaitu kokon yang berat dan apabila

digoncangkan terdapat isi di dalamnya. Kokon dibiarkan di dalam kandang kasa

hingga menjadi imago. Imago yang keluar dikawinkan dalam kandang kasa hingga

dihasilkan telur. Telur yang diperoleh dari induk kawin direndam dalam larutan

desinfektan formalin 4% selama dua menit dan dibilas menggunakan air mengalir.

Desinfeksi telur bertujuan agar telur tidak terkontaminasi mikroorganisme. Telur

selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan tissu. Telur yang sudah kering

kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri. Telur diinkubasi dan akan menetas

dalam 7-10 hari. Kemudian larva yang menetas pada hari yang sama dipindahkan ke

beberapa cawan petri sesuai perlakuan pakan masing-masing. Tiap cawan yang

merupakan unit percobaan berisi larva ulat sutera sebanyak 20 ekor.

Tahap penelitian

Larva ulat sutera A. atlas yang digunakan dalam pemeliharaan berasal dari

telur yang menetas dengan masa telur yang sama untuk tujuan keseragaman. Larva

(31)

18 cawan petri sekaligus sebagai kandang penelitian sesuai dengan pelakuan pakan yang

akan diberikan. Masing-masing perlakuan pakan daun (sirsak, kenari dan nangka)

diamati sebanyak 20 ekor larva dilakukan ulangan sebanyak lima kali. Bagan

penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Bagan Perlakuan Pakan

Penimbangan bobot badan dan pengukuran panjang badan dilakukan sejak

larva instar I hingga instar III yaitu pada tiap awal dan akhir instar. Penimbangan

bobot dan panjang badan dilakukan dengan cara mengambil sampel larva secara acak

sebanyak 50% dari total populasi tiap tempat pemeliharaan. Pemberian pakan

diberikan secara tidak terbatas (ad libitum) dan diberikan dua kali sehari pada pagi

hari (pukul 07.00-08.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00). Pakan yang diberikan

dan sisa pakan ditimbang. Selain itu, dilakukan juga penimbangan feses. Pengukuran

penguapan daun masing-masing perlakuan dilakukan dengan cara mengambil sampel

daun yang sebelumnya telah ditimbang dan diberikan perlakuan sama dengan

(32)

dengan perlakuan. Sampel tersebut ditimbang kembali ketika pergantian pakan.

Penyusutan berat pakan akibat transpirasi dapat diketahui dengan perhitungan selisih

berat awal daun dengan berat akhir sampel daun yang dipisahkan. Pencatatan suhu

dan kelembaban dilakukan setiap hari pada pagi hari (pukul 07.00-08.00), siang hari

(pukul 12.00-13.00) dan sore hari (pukul 16.00-17.00).

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Perlakuan yang diberikan adalah jenis pakan. Masing-masing perlakuan

diberikan ulangan lima kali dan setiap ulangan terdiri atas 20 ekor larva. Model

matematik yang digunakan menurut Steel and Torrie (1995)sebagai berikut :

Yij = + i + ij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan performa pertumbuhan larva dengan perubahan pakan ke-pada ulangan ke- j.

i : pemberian jenis pakan j : ulangan

µ : nilai rataan performa pertumbuhan pada ulat sutera liar.

i : pengaruh perubahan pemberian pakan pada taraf ke-i

ij : pengaruh galat percobaan dengan perubahan pakan pada taraf ke-i dan

ulangan ke-j.

Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) untuk

mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Jika pada analisis

ANOVA didapatkan hasil yang berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji

Tukey dengan taraf kepercayaan 95% (Steel and Torrie, 1991). Analisis data dengan

menggunakan program Minitab 14 dan Statistik 8.

Peubah

Pertambahan Bobot Badan (mg)

Pertambahan bobot badan yaitu selisih antara bobot akhir instar dengan awal

instar. Pengukuran bobot badan larva diukur setiap awal dan akhir instar sebanyak

(33)

20 instar diperoleh dari selisih antara bobot badan pada akhir instar dengan

penimbangan bobot badan awal instar.

Rumus yang digunakan :

Pertambahan bobot badan = BBx – (BBx - i) Keterangan :

BBx : rataan bobot badan pada akhir instar

BBx-i : rataan bobot badan pada awal instar

Pertambahan Panjangbadan (cm)

Pengukuran panjang badan yaitu selisih antara bobot akhir instar dengan awal

instar. Pengukuran panjang larva diukur setiap awal dan akhir instar sebanyak 50%

dari populasi dan diukur tiap larva. Pertambahan panjang badan per instar diperoleh

dari selisih antara panjang badan pada akhir instar dengan panjang awal instar.

Rumus yang digunakan :

Pertambahan panjang badan = PBx – (PBx - i)

Keterangan :

PBx : rataan panjang badan pada akhir instar

PBx-i : rataan panjang badan pada awal instar

Konsumsi PakanSegar (mg/larva/instar)

Konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang dimakan seekor larva ulat sutera

per tahap instar. Jumlah pakan yang diberikan pada larva pada hari itu ditimbang (a).

Sisa pakan keesokan harinya ditimbang kembali (b). Perhitungan konsumsi dihitung

dengan memasukkan faktor koreksi. Faktor koreksi (pengupan kandungan air pakan)

didapatkan dengan memisahkan sebagian kecil daun (sampel daun) dari daun yang

diberikan pada larva. Daun ditimbang diletakkan pada wadah terpisah dan

ditempatkan berdekatan dengan perlakuan. Sampel daun tersebut ditimbang kembali

keesokan harinya. Perhitungan faktor koreksi yaitu berat awal sampel daun dikurangi

berat akhir sampel daun dibagi berat awal daun. Konsumsi pakan segar per larva per

hari (X) dihitung menggunakan rumus :

X = konsumsi pakan segar per ekor per hari (mg) a = pakan segar yang diberikan setiap hari

(34)

c = faktor koreksi

n = jumlah larva yang berhasil hidup hari tersebut

Konsumsi pakan segar per larva per instar dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

Konsumsi pakan segar = X1+X2+X3+ ………..+ Xi

Kecernaan Pakan (%)

Kecernaan adalah persentase pakan yang dicerna oleh tubuh. Kecernaan

dapat dihitung dengan cara selisih antara berat kering (BK) pakan yang dikonsumsi

dan berat kering feses dibagi dengan berat kering pakan yang dikonsumsi.

Rumus yang digunakan :

Pakan Tercerna(mg/larva)

Pakan tercerna adalah jumlah pakan segar yang dapat dicerna larva dari

pakan yang dikonsumsi. Perhitungan jumlah pakan tercerna untuk mengetahui

jumlah pakan yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Perhitungan jumlah

pakan tercerna dengan cara mengalikan jumlah konsumsi pakan dengan besarnya

daya cerna.

Rumus yang digunakan :

Pakan tercerna = kecernaan x konsumsi pakan segar

Mortalitas (%)

Mortalitas dihitung setiap dilakukan pergantian pakan dan persentase

mortalitas dilihat setiap akhir instar. Persentase mortalitas diperoleh dengan

membagi selisih jumlah larva pada awal tahapan instar dengan jumlah individu akhir

instar instar dikalikan seratus persen.

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu dan Kelembaban Ruang Pemeliharaan

Suhu ruang pemeliharaan pada bulan Oktober dan Nopember 2011

berturut-turut berkisar antara 26-27oC dan 27-32 oC. Suhu harian pemeliharaan berfluktuatif

dengan suhu pada pagi hari paling rendah dan meningkat pada siang hari sedangkan

pada sore hari mengalami penurunan. Suhu minimum pemeliharaan sebesar 25 oC

(pagi hari) dan suhu maksimum sebesar 32 oC (siang hari).

Kelembaban relatif pada bulan Oktober 2011 berkisar 70%-84%, sedangkan

pada bulan Nopember 2011 berkisar 67%-88%. Kelembaban pada bulan Nopember

mencapai kelembaban relatif terendah dan tertinggi. Kelembaban relatif terendah

sebesar 67% (siang hari), sedangkan kelembaban relatif tertinggi sebesar 88% (pagi

hari).

Konsumsi, Kecernaan dan Pakan Tercerna

Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva A. atlas mengkonsumsi semua

jenis pakan perlakuan yaitu daun sirsak, kenari dan nangka. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Peigler (1989) bahwa terdapat lebih dari 90 jenis tumbuhan yang berasal

dari 48 famili tanaman yang dapat dimakan daunnya oleh larva dari ulat sutera ini.

Konsumsi pakan tiap ekor larva A. atlas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Konsumsi Pakan Segar Larva A. atlas Instar I-IIIdengan Pakan Daun Sirsak, Kenari dan Nangka

Tahap Instar Jenis Pakan R2

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) * Semua larva mati

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa jenis pakan berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap konsumsi pakan tiap ekor pada larva A. atlas instar I. Konsumsi

(36)

pemberian daun kenari (137,2 mg/larva) dan nyata lebih tinggi dari daun nangka

(102,8 mg/larva). Nilai koefisien determinasi pada instar I nilainya sebesar 85%,

artinya respon konsumsi yang dipengaruhi pakan sebesar 85% sedangkan pengaruh

dari faktor lain yang tidak diamati relatif kecil hanya sebesar 15%.

Jenis pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi pakan tiap ekor

pada larva A. atlas instar II. Konsumsi pakan larva instar II dengan pakan daun sirsak

(308,2 mg/larva) nyata lebih tinggi dari daun kenari (254,8 mg/larva) dan daun

nangka (218,8 mg/larva). Nilai koefisien determinasi pada instar II nilainya sebesar

89%, artinya respon konsumsi yang dipengaruhi oleh pakan sebesar 89%. Konsumsi

daun sirsak paling tinggi diduga karena kandungan kadar air sirsak (69,88%) yang

lebih tinggi dibandingkan daun kenari dan nangka (Tabel 1). Ekastuti (1999)

menyatakan bahwa kadar air daun yang baik untuk pakan larva B. mori adalah 70%.

Jenis pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah konsumsi tiap ekor

pada instar III. Jumlah konsumsi pakan larva instar III dengan pemberian pakan daun

sirsak (1146,3 mg/larva) nyata lebih tinggi dari pakan daun kenari (659 mg/larva).

Koefisien determinasi menunjukkan nilai sebesar 86%, artinya respon konsumsi

pakan dipengaruhi perlakuan pakan sebesar 86% sehingga pengaruh dari faktor lain

relatif rendah. Jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pemberian daun nangka pada

instar III tidak diketahui, karena larva mati sebelum akhir instar. Larva dengan

pemberian daun nangka mati diduga karena pada instar I dan II larva mengkonsumsi

pakan relatif rendah dibandingkan larva dengan pakan daun sirsak dan kenari.

Jumlah pakan yang tidak memenuhi kebutuhan hidup larva dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan daya tahan tubuh larva.

Pemberian pakan dengan daun sirsak lebih disukai terlihat dari total konsumsi

(instar I-III) yang relatif besar (1585 mg/larva) dibandingkan dengan pemberian

pakan daun kenari dan nangka. Hal ini kemungkinan karena kandungan nutrien yang

terdapat tiap daun berbeda-beda. Pakan yang dikonsumsi larva harus mengandung

nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva, dapat diterima dan dapat dicerna

dengan baik. Kualitas nutrisi yang relatif rendah memperlambat konsumsi pakan dan

efisiensi penggunaan energi yang lebih tinggi (Wuliandari, 2002). Selain nutrien

pakan hal lain yang mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi yaitu kadar air

(37)

24 Zat-zat makanan yang dicerna merupakan bagian zat makanan dari bahan

makanan yang tidak diekskresikan dalam feses. Hasil uji statistik terhadap kecernaan

dari pemberian ketiga jenis pakan terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kecernaan Pakan Daun Sirsak, Kenari dan Nangka pada Larva A. atlas

Instar I-III

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) * Semua larva mati

Jenis pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan pakan pada larva

instar I. Kecernaan pakan dari yang tertinggi sampai terendah berturut-turut adalah

daun kenari (21,58%), daun sirsak (18,74%) dan daun nangka (11,78%). Nilai

koefisien determinasi pada instar I sebesar 95%, artinya 95% respon kecernaan

pakan yang dipengaruhi oleh perlakuan sedangkan hanya 5% sisanya dipengaruhi

oleh faktor lain yang tidak diamati.

Jenis pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kecernaan pakan pada larva

instar II. Kecernaan daun sirsak (26,12%) tidak berbeda nyata dengan pakan daun

kenari (25,52%), namun nyata lebih tinggi dari daun nangka (16,52%). Hasil

koefisien determinasi pada instar II nilainya relatif tinggi sebesar 98%, artinya

perlakuan berpengaruh terhadap sekitar 98% respon kecernaan. Pengaruh yang

disebabkan faktor lain yang tidak diamati relatif rendah sebesar 2%.

Pada instar III jenis pakan tidak berpengaruh nyata terhadap kecernaan pakan.

Nilai koefisien determinasi pada instar III rendah sebesar 55%, artinya pengaruh

pakan terhadap kecernaan sebesar 55% dan pengaruh dari faktor lain cukup tinggi

sebesar 45%.

Kecernaan pakan daun nangka paling kecil dibandingkan dengan daun sirsak

dan kenari. Hal ini kemungkinan karena daun nangka banyak mengandung getah

(38)

berat kering pakan yang dikonsumsi dan berat kering feses yang diekskresikan

(Rohayati, 1994). Pada dasarnya pengukuran kecernaan bertujuan untuk menentukan

jumlah zat makanan yang dicerna dalam saluran pencernaan. Jumlah pakan tercerna

dapat dilihat pada Tabel 4.

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) * Semua larva mati

Besarnya kecernaan berbanding lurus dengan jumlah pakan yang tercerna.

Semakin tinggi kecernaan semakin tinggi pula jumlah pakan yang tercerna. Jenis

pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah pakan yang tercerna pada instar I

sampai III. Jumlah pakan yang tercerna pada larva instar I dengan pemberian pakan

daun kenari (29,64 mg/larva) nyata lebih tinggi dari daun sirsak (24,50 mg/larva) dan

daun nangka (12,11 mg/larva). Hal ini dapat dilihat dari jumlah pakan daun kenari

yang dikonsumsi dan persentase nilai kecernaannya. Nilai koefisien determinasi pada

instar I nilainya relatif tinggi yaitu 94%, artinya perlakuan berpengaruh terhadap

sekitar 94% respon pakan tercerna. Pengaruh yang disebabkan faktor lain yang tidak

diamati relatif rendah sebesar 6%.

Jumlah pakan tercerna pada larva instar II dengan pemberian daun sirsak

(80,47 mg/larva) nyata lebih tinggi dari daun kenari (65,02 mg/larva) dan daun

nangka (36,19 mg/larva). Nilai kecernaan pakan sebesar 26,12% dengan jumlah

pakan yang dikonsumsi tinggi (308,2 mg/larva) sehingga jumlah pakan tercerna yang

dihasilkan oleh larva dengan pakan daun sirsak relatif besar. Hasil koefisien

determinasi pada instar II nilainya sebesar 96%, artinya sekitar 96% pakan tercerna

disebabkan oleh perlakuan pakan. Pengaruh yang disebabkan faktor lain yang tidak

(39)

26 Pakan tercerna instar III dengan pemberian daun sirsak (341,95 mg/larva)

berbeda nyata dengan pemberian daun kenari (187,03 mg/larva). Hasil koefisien

determinasi nilainya sebesar 84%, artinya sekitar 84% pakan tercerna disebabkan

oleh perlakuan pakan. Pengaruh yang disebabkan faktor lain yang tidak diamati

relatif tinggi yaitu 16%.

Jumlah asupan pakan pada instar I dan II tiap larva dari ketiga pakan

memperlihatkan bahwa asupan pakan daun sirsak 104,97 mg, daun kenari 94,66 mg

dan daun nangka 48,3 mg. Asupan pakan daun nangka paling rendah dibandingkan

dengan sirsak dan kenari. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan larva tidak optimal,

daya tubuh rendah dan mudah terserang penyakit.

Pertumbuhan Larva

Pertumbuhan larva dapat dilihat dari pertambahan panjang dan bobot badan

dari larva tersebut. Pertambahan bobot badan larva A. atlas terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pertambahan Bobot Badan Larva Instar I-III A. atlas yang Diberikan Pakan Daun Sirsak, Kenari dan Nangka

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p<0,05)

* Semua larva mati

Bobot badan larva awal instar I berkisar 3-6 mg. Bobot badan akhir instar I

dengan pemberian daun kenari (30 mg) menunjukkan hasil yang tidak berbeda

(40)

pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan pada instar I.

PBB larva yang mendapatkan pakan daun kenari (25 mg) tidak berbeda dengan

pakan daun sirsak (24 mg) namun nyata lebih tinggi dari yang mendapatkan pakan

daun nangka (21 mg). Larva instar I dengan pemberian pakan daun kenari

memperlihatkan pertambahan bobot badan tertinggi (25 mg), sedangkan

pertambahan terendah pemberian pakan daun nangka (21 mg). Hal ini dapat

dikarenakan jumlah pakan yang tercerna oleh larva yang diberi daun nangka rendah

(12,11 mg), sehingga pertumbuhan larva dengan pemberian pakan daun nangka

paling rendah. Pakan yang tercerna oleh larva yang diberi daun kenari paling tinggi

(29,64 mg), sehingga pertumbuhan larva dengan pemberian pakan daun kenari paling

tinggi.

Jenis pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot badan awal dan akhir

larva instar II. Pada awal instar II pemberian pakan daun kenari (28 mg) tidak

berbeda dengan daun sirsak (24 mg), nyata lebih tinggi dari daun nangka (19 mg).

Pada setiap awal instar terjadi penurunan bobot badan larva, hal ini disebabkan

sebelum proses ganti kulit larva cenderung diam, termasuk mengurangi aktivitas

makan. Bobot badan akhir instar dengan pemberian pakan daun sirsak (126 mg)

nyata lebih tinggi dari daun kenari (105 mg) dan daun nangka (100 mg). Jenis pakan

menunjukkan hasil berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan larva instar

II. PBB daun sirsak (103 mg) nyata lebih tinggi dari daun kenari (83 mg) dan nangka

(79 mg). Hal ini dapat dikarenakan larva mengkonsumsi pakan daun sirsak paling

tinggi (308,2 mg/larva) sehingga asupan pakan cukup tersedia untuk pertumbuhan

larva.

Jenis pakan tidak berpengaruh terhadap bobot badan awal instar III,

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap bobot akhir instar III. Bobot badan instar III

dengan pakan daun sirsak (479 mg) nyata lebih tinggi dari daun kenari (384 mg).

PBB menunjukkan hal yang sama yaitu pemberian pakan daun sirsak (351 mg) nyata

lebih besar dari daun kenari (263 mg). Bobot badan instar III dengan pemberian

pakan daun nangka tidak diketahui karena larva mati sebelum molting. Larva dengan

pakan daun nangka mendapat asupan pakan rendah (56,74 mg) sehingga

(41)

28 Pertambahan panjang badan larva dihitung dengan selisih panjang akhir instar

dengan awal instar. Pertambahan panjang badan larva A. atlas terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pertambahan Panjang Badan Larva A. atlas yang Diberikan Pakan Daun Keterangan : * Semua larva mati

Jenis pakan tidak berpengaruh terhadap panjang badan awal, akhir instar dan

pertambahan panjang badan instar I. Rataan panjang larva pada awal instar pertama

adalah 0,696±0,049 cm. Rataan panjang akhir instar pertama adalah 1,026±0,073 cm.

Pertambahan panjang badan larva instar I berkisar 0,326-0,356 cm. Nilai koefisien

determinasi pada instar I nilainya hanya sebesar 1%, artinya perlakuan berpengaruh

terhadap pertambahan panjang badan yang disebabkan oleh pakan sangat rendah

sebesar 1% sedangkan sisanya 99% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati

seperti genetik.

Jenis pakan tidak berpengaruh terhadap panjang badan awal, akhir instar dan

pertambahan panjang badan instar II. Rataan panjang larva pada awal instar II adalah

1,106±0,122 cm. Rataan panjang akhir instar II adalah 1,500±0,139 cm.

Pertambahan panjang badan larva instar II berkisar 0,395-0,496 cm. Jenis pakan

berpengaruh sangat rendah terhadap pertambahan panjang badan instar II terlihat dari

nilai koefisien determinasi hanya 3% dan lebih banyak dipengaruhi faktor lain

(42)

Jenis pakan tidak berpengaruh terhadap panjang badan awal, akhir instar dan

pertambahan panjang badan instar III. Rataan panjang larva pada awal instar III

adalah 1,799±0,140 cm.Panjang badan akhir instar ulat kecil (instar III) berkisar

antara 2,336-2,368 cm. Pertambahan panjang badan larva instar II berkisar

0,602-0,651cm. Pada instar III jenis pakan hanya berpengaruh sebesar 2% terhadap

pertambahan panjang badan.

Pada akhir stadia instar I hingga instar II, bobot dan panjang larva bertambah

dibandingkan dengan bobot dan panjang awal saat menetas pertama kali.

Perbandingan panjang dan bobot badan larva saat menetas dibandingkan pada akhir

instar dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan Panjang dan Bobot Badan Larva A. atlas Pada Akhir Instar

dibandingkan bobot awal saat menetas. Bobot akhir instar III dengan pemberian

pakan daun sirsak mencapai 150 kali dibandingkan bobot awal saat menetas. Larva

dengan pemberian pakan daun kenari pertambahan bobot badan hingga akhir instar

III lebih rendah sebesar 80 kali. Rani (2002) menyatakan bahwa pertambahan bobot

badan ulat sutera Bombyx mori instar I sampai dengan instar III dapat mencapai 120

kali dari bobot saat menetas. Hal ini berkaitan dengan kemampuan larva dalam

(43)

30 Panjang badan dengan pemberian ketiga jenis pakan pada awal menetas

dibandingkan dengan akhir instar I sebesar 1,5 kali. Perbandingan panjang badan

akhir instar II dengan pemberian daun sirsak dan kenari sebesar 2,5 kali sedangkan

daun nangka 2 kali. Panjang badan larva A. atlas akhir instar III dengan pemberian

pakan daun sirsak dan kenari mencapai 3,5 kali dari panjang saat menetas. Hasil ini

lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Mulyani (2008),

panjang larva akhir instar III dengan pemberian pakan daun sirsak, kaliki dan jarak

pagar mencapai 5 kali dibandingkan saat menetas. Larva A. atlas yang mampu

mengkonsumsi dan memanfaatkan pakan dengan baik, akan terjadi pertambahan

bobot dan panjang badan sesuai dengan tahapan instar.

Stadia Larva

Stadia larva A. atlas selama pemeliharaan dapat dilihat pada Tabel 8. Kisaran

tersebut mencakup stadia larva instar I, II dan III dengan pemberian pakan yang

Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan

--- (hari) ---

Keterangan : * Semua larva mati

Berdasarkan analisis sidik ragam, jenis pakan tidak berpengaruh terhadap

panjang periode larva pada ulat kecil (instar I-III). Panjang periode larva tiap

instarnya berkisar antara 3-7 hari. Rataan periode larva instar I dengan pakan daun

sirsak (5,8±0,68 hari), daun kenari (5,4±0,88 hari) dan daun nangka (5,1±0,32 hari).

Nilai koefisien determinasi pada instar I nilainya sebesar 17%, artinya pakan

berpengaruh hanya sekitar 17% terhadap periode larva pada instar I. Rataan periode

Gambar

Gambar 1. (a) Imago Attacus atlas (b) Antena A. atlas Jantan
Gambar 4. Daur Hidup A.atlas
Tabel 1. Analisis Uji Proksimat Daun Sirsak, Kenari dan Nangka
Gambar 8. Bagan Perlakuan Pakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan lokasi dekat pantai rupanya berdampak pada pola pemukiman masyarakat, karena pada saat masyarakat mulai membangun rumah tidak lagi saling membelakangi sebagaimana

BERHASRA T untuk semakin memperkuat hubungan persahabatan terse but dengan memfasilitasi masuknya para pemegang paspor diplomatik dan paspor dinas Republik Indonesia

Lampiran Nama Lampiran Halaman. 1 Kuesioner

Secara berkelompok dan dengan bimbingan fasilitator berdiskusi terkait konsep dan prinsip komunikasi efektif dalam pembelajaran serta kegunaan pengetahuannya

Sebagaimana kita ketahui, jika alih fungsi lahan hutan tersebut dilakukan sesuai dengan peruntukannya, yaitu sesuai dengan lingkungan yang mempunyai ekosistem

Dalam pemasangan kabel dari panel surya untuk mengisi empat buah baterai dengan tegangan 48 volt dan arus 35 ampere, maka panel surya memerlukan tegangan yang besar

Apabila harga meningkat, maka jumlah yang diminta menurun, sebaliknya apabila harga turun , maka jumlah permintaan meningkat.. Apabila harga suatu barang dan jasa