MODEL INTERVAL TYPE-2 FUZZY SET
UNTUK SCORING PEMBIAYAAN SYARIAH:
ANALISIS DAN DESAIN
GALIH KURNIAWAN SIDIK
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013
Galih Kurniawan Sidik
RINGKASAN
GALIH KURNIAWAN SIDIK. Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring
Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain. Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA dan AGUS BUONO.
Sistem credit scoring termasuk permasalahan klasik yang sampai sekarang masih terdapat ketidakpastian dalam perhitungan dan penentuan status default. Penelitian-penelitian terkini cenderung mengasumsikan credit scoring sebagai analisa kelayakan pembiayaan. Pada kenyataannya, seharusnya sistem credit
scoring dapat mengakomodir semua tahapan proses pada akad pembiayaan,
terutama dalam menghitung skor kepatuhan terhadap kontrak pembiayaannya. Berbeda dengan Bank Konvensional, pada prakteknya Bank Syariah harus mematuhi aturan-aturan Syariah. Berdasarkan kaidah ushul fiqih, hukum asal muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Oleh karena itu, pada implementasi credit scoring Syariah (selanjutnya disebut scoring
pembiayaan Syariah) pun diperbolehkan untuk mengadopsi sistem credit scoring
yang digunakan oleh bank konvensional dengan memodifikasinya sehingga sesuai dengan aturan Syariah.
Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) untuk membangun model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda; dan (2) untuk menyusun mekanisme dan algoritma
untuk proses scoring status default dan perhitungan denda pada scoring
pembiayaan Syariah menggunakan model Interval Type-2 Fuzzy Set.
Saat ini belum ada aturan crisp yang mengatur model scoring pembiayaan Syariah sehingga dapat menimbulkan multitafsir dan pendapat-pendapat yang sangat subjektif. Padahal pada pendapat yang subjektif, kata-kata itu dapat mempunyai arti yang berbeda untuk orang yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk dapat mengakomodir pendapat-pendapat subjektif terhadap aturan-aturan Syariah. Sedangkan model proses bisnisnya dimodelkan menggunakan notasi BPMN versi 2.0.
Pada penelitian ini, model Interval Type-2 Fuzzy Set digunakan untuk menghitung skor status default. Variable yang digunakan berupa jumlah keterlambatan dan nilai angsuran. Pada model yang dibangun, masing-masing
variable dibangun dalam bentuk nilai linguistik, sedangkan fungsi
keanggotaannya dibangun dengan melakukan agregasi terhadap pendapat para pakar dalam nilai interval yang saling overlap. Fungsi keanggotaan tersebut digunakan untuk mengaktivasi subset dari setiap aturan yang digunakan dengan menghitung firing interval. Selain itu, pada penelitian ini proses reduksi tipe dilakukan dengan menggunakan algoritma Karnik dan Mendel. Nilai skor berupa interval [0,100] didapatkan dari proses perhitungan defuzifikasi. Selain itu, penelitian ini juga menjadikan periode awal keterlambatan sebagai bobot terhadap hasil scoring. Bobot periode ini berbanding terbalik dengan nilai resiko. Hasil perhitungan resiko ini selanjutnya digunakan pada perhitungan real lost yang dianggap fair dan sesuai Syariah dalam menghitung nilai denda.
masing nasabah. Selain itu, penelitian ini juga mengajukan perhitungan nilai
fairnes yaitu dengan membandingkan antara nilai denda dan nilai angsuran. Pada metode konvensional, nilai fairness akan berada pada interval [-∞, 0, 1], sedangkan pada metode Syariah nilai fairness seharusnya berada pada interval [0, 1]. Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan, metode yang diajukan menghasilkan nilai fairness diantara 0 dan 1 (interval [0, 1]). Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode yang diajukan fair dan sesuai dengan tuntunan Syariah.
SUMMARY
GALIH KURNIAWAN SIDIK. Interval Type-2 Fuzzy Set Model for Sharia Financing Scoring: Analysis and Design. Supervised by TAUFIK DJATNA dan AGUS BUONO.
Credit scoring system is a classic problem containing uncertainty in measuring default status. Current existing studies tend to assume credit scoring as credit feasibility analysis. Based on Sharia rules, credit scoring system (in Syariah called as financing) should be able to accommodate all processes on financing contract, mainly in scoring performance fulfillment.
As a different to the conventional banks, in practice Islamic banks must comply with the Sharia rules. According to the principle in ushul fiqh, the basic law of muamalah is allowed as long as no argument against it. Therefore, in the implementation of financing scoring system, Islamic Bank is enforced to adopt the model that used by conventional banks that have been modified according to Sharia rules based on relevant verses and hadiths.
This study has two main objectives: (1) to build the business processes models of Sharia financing scoring in scoring process of default status and fines calculation, and (2) to develop a mechanism and algorithm for scoring of default status and fines calculation on Sharia financing scoring by using Interval Type-2 Fuzzy Sets models.
Currently, there are no crisp rules in Sharia financing scoring model which lead to subjective judgments. In the subjective judgements, words could mean different things to different people. Thus this study deployed the Interval Type-2 Fuzzy Set model to support the subjective judgments in maintaining Sharia rules. In this study, the business processes were modeled in BPMN version 2.0.
Interval Type-2 Fuzzy Set model was used for scoring default status computation. This study used sum of delay time and installment value as variables for that scoring. Those variables were mapped in linguistic value. This study built the membership function for each variable by aggregating expert’s judgments in overlapping interval value. Then this membership function was used to activate a subset of rules by computing the firing interval. After that the type of firing interval results was reduced by using Karnik and Mendel algorithm. Then the defuzzification procedure was done to obtain the score in interval of [0,100]. In obtaining the risk value, this study used the first period of late as a weight to the scoring result. Finally, this risk value was used for real lost computation which is fair and compliance to Sharia rules for computing the fines value.
In this study, the real lost value was obtained by computing based on the risk value, the value of bad debt expense, and the weighted average of each customer’s installment. Beside that this research proposed fairnesss computation by comparing the fines value to the installment value.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer
MODEL INTERVAL TYPE-2 FUZZY SET
UNTUK SCORING PEMBIAYAAN SYARIAH:
ANALISIS DAN DESAIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Penguji pada Ujian Tertutup: Rifki Ismal, PhD
JuduJ Tesis
Nama NIM
: Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain
: Galih Kurniawan Sidik : G65111 040 I
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
G:3\
Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi Ketua
MKom
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Komputer
GMGQGNBセAGiNNGMG ...."vlah Pascasarjana
Tanggal Ujian:
3 0 AUG 2013
Tanggal Lulus:1 8 SEP
2013
(tanggal pelaksanaan ujian tesis) (tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah
Judul Tesis : Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain
Nama : Galih Kurniawan Sidik
NIM : G651110401
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi Ketua
Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Komputer
Dr Yani Nurhadryani, SSi,MT
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis)
Tanggal Lulus:
(tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2012 ini ialah credit
scoring, dengan judul Model Interval Type-2 Fuzzy Set untuk Scoring
Pembiayaan Syariah: Analisis dan Desain.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eng Taufik Djatna, STP, MSi dan Bapak Dr Ir Agus Buono selaku tim komisi pembimbing, serta kepada Bapak Rifki Ismal, PhD peneliti senior Divisi Riset Departemen Perbankan Syariah, yang telah bersedia menjadi penguji pada sidang tesis dan memberikan masukan. Tidak lupa, penulis ucapkan terima kasih kepada Departmen Agama yang telah memberikan bantuan beastudi melalui program beasiswa pada tahun 2011. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Nasirwan Ilyas, MSc Deputi Direktur Kepala Divisi Riset Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia, Bapak Dr Yulizar Sandrego, MEc anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, Bapak Unang Fauzi, Lc, MEI Kepala Prodi Muamalah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, serta Bapak Ir Soeprapto, MBA, MH Dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia, yang telah memberikan saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sofyan Anwar (ayah), Ibu Sukaedah, SPd (ibu), Kartika Rachmadhania, SEI (istri), anak-anak, seluruh keluarga, Ibu Sugiyarti Fatma Laela, MBussAcc, Bapak Achmad Djazuli, MM, tim bimbingan (Astried Sylvanie, MKom, Neny Rosmawarni, MKom, Arif Rahman, STP, Fajar Munich, STP, M Rizki Azima, STP, Elfira Febriani, STP, Nina, STP, Azri Firwan, STP, MEng), teman-teman Ilkom angkatan 13, Ibu Dr Yani Nurhadryani, MSi dan seluruh staf departemen Ilmu Komputer, seluruh karyawan dan dosen Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Tazkia serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu, atas segala doa dan bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 METODE 4
Tata Laksana Penelitian 4
Pengumpulan Data 9
Prosedur Pengujian 10
Software Pendukung 10
Lingkungan Pengujian 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10
4 SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 25
DAFTAR TABEL
Fungsi Keanggotaan IT2FS pada scoring default 16
Nilai interval default 16
Aturan yang digunakan 19
DAFTAR GAMBAR
Ilustrasi UMF, LMF dan FOU 6
Tahapan dalam pengembangan IT2FS (Modifikasi dari Mendel et al.
2006) 7
Model proses bisnis bagian 1 14
Model proses bisnis bagian 2 15
Hasil uji untuk keterlambatan 30 hari dengan awal periode keterlambatan
yang dinamis 20
Hasil uji dengan asumsi periode awal keterlambatan tetap dan jumlah
keterlambatan berubah 21
Hasil perhitungan denda 21
DAFTAR LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Credit scoring merupakan masalah klasik yang sampai sekarang masih menarik untuk dikaji. Terbukti dengan banyaknya penelitian-penelitian terkait
credit scoring yang diawali dengan publikasi Fisher pada tahun 1936 yang dianggap pertama kali memperkenalkan sistem credit scoring (Fisher 1936 dalam Lu et al. 2013), sampai publikasi penelitian terkini seperti Cadeno et al. (2011), Ghodselahi (2011), Huang et al. (2007), Keramati dan Yousefi (2011), Leung et al. (2007), Lu et al. (2013), Tsai dan Wu (2008), Wu (2011), dan Yu et al. (2008). Yang lebih menarik lagi, ternyata publikasi penelitian yang ada seperti Cadeno et al. (2011), Ghodselahi (2011), Huang et al. (2007), Keramati dan Yousefi (2011), Leung et al. (2007), Lu et al. (2013), Tsai dan Wu (2008), Wu (2011), dan Yu et al. (2008) cenderung hanya membahas sistem credit scoring sebagai analisa kelayakan pembiayaan. Hal ini juga dapat dilihat dari definisi-definisi yang ada mengenai credit scoring seperti dalam Jentzsch (2007), Yu et al. (2008), dan Abdou dan Pointon (2011). Misal, menurut Jentzsch (2007), credit scoring
merupakan pemodelan dari sebuah sistem penunjang keputusan yang menggunakan beberapa variable penduga sebagai input untuk diproses sehingga menghasilkan score yang menjadi pertimbangan bank sebagai kreditur untuk menentukan kebijakan terhadap nasabah sebagai calon debitur.
Sistem credit scoring seharusnya dapat mengakomodir semua tahapan proses akad pembiayaan sampai berakhirnya akad. Pada proses pembiayaan syariah, secara umum proses akad pembiayaan diawali dengan proses analisa kelayakan pembiayaan yang dilakukan untuk menentukan apakah pengajuan pembiayaan yang dilakukan oleh calon debitur dianggap layak (diterima) atau tidak. Jika pengajuan tersebut diterima, selanjutnya bank akan bernegosiasi dengan calon debitur untuk menentukan margin. Biasanya hasil analisa kelayakan pembiayaan menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan margin. Setelah nilai margin ditentukan, baru dilakukan proses akad dan pencairan. Proses selanjutnya adalah proses monitoring terhadap angsuran yang dilakukan debitur sampai akad berakhir. Pada proses monitoring ini, bank melakukan proses scoring
untuk menentukan tingkat kelancaran (kemacetan) masing-masing debitur. Jika terdapat debitur yang angsurannya macet, biasanya bank mengenakan denda berdasarkan klausul yang disepakati pada perjanjian akad sebelumnya.
Model Credit scoring konvensional dapat menyebabkan beberapa permasalahan yang serius dan tidak fair karena bersifat unlimited capitalistic dan tidak sesuai dengan tuntunan syariah sehingga dapat merugikan salah satu pihak. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikasi, seperti dalam perhitungan scoring status default yang hanya berdasarkan jumlah keterlambatan angsuran (BI 2012). Metode seperti ini tentu tidak fair karena tidak bisa menggambarkan resiko kredit sebenarnya. Selain itu juga, pada perhitungan denda yang nilainya tidak terbatas karena tidak ada ketentuan maksimal nilai denda yang diperbolehkan. Pada kondisi tertentu, metode seperti ini dapat menguras harta nasabah.
2
Syariah dan fair bagi semua pihak (QS. Baqarah:279). Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar dapat menjamin bahwa metode yang diajukan sesuai dengan tuntunan syariah dan fair, seperti pada perhitungan scoring status default, seharusnya model dan variable yang digunakan dapat menghasilkan output berupa
score yang dapat menggambarkan resiko kredit. Sedangkan pada perhitungan denda, seharusnya model dan variable yang digunakan dapat menghasilkan output berupa nilai denda yang tidak bertujuan menguras harta nasabah (“memiskinkan”), dan juga harus berkeadilan yaitu sesuai dengan dampak yang ditimbulkan.
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, Bank Syariah mempunyai prinsip yang berbeda dengan Bank Konvensional. Selain bertujuan untuk memaksimalkan profit, Bank Syariah mempunyai kewajiban untuk mengikuti tata aturan Syariah yang telah ditetapkan berdasarkan Al-Quran dan Hadits (Syariah compliance) (Antonio 2001 dan Zuhaili 2011). Berdasarkan kaidah ushul fiqih, hukum awal dari muamalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Dengan demikian, pada pelaksanaan sistem scoring pembiayaan Syariah, Bank Syariah dimungkinkan mengadopsi model yang digunakan pada bank konvensional yang telah dimodifikasi sesuai tuntunan Syariah berdasarkan ayat dan hadits yang relevan.
Pada beberapa aturan, baik yang berasal dari Quran, Hadits, dan aturan lainnya termasuk aturan yang berasal dari undang-undang; beberapa diantaranya mencantumkan suatu aturan yang crisp, berupa nilai yang jelas. Seperti, aturan mengenai zakat mal, dalam ayat dan hadits jelas disebutkan bahwa nilai zakatnya adalah 2.5%. Akan tetapi, terdapat juga aturan-aturan yang bersifat normatif dan samar sehingga dapat memunculkan sesuatu yang multitafsir. Sebagai contoh, aturan mengenai ta'zir yang menjadi dasar pengenaan denda, penelitian ini tidak menemukan ayat atau hadits yang menyebutkan besaran nilai denda secara crisp, termasuk dalam fatwa Dewan Syariah Nasional MUI no. 17 tahun 2000 (MUI 2000) yang menyebutkan bahwa pengenaan denda dilakukan berdasarkan pada nilai real lost (kerugian riil) yang mungkin dialami bank. Tentu, aturan seperti ini dapat mengakibatkan multitafsir, opini yang sangat subjektif, dan pada praktiknya akan sangat beragam. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah model yang dapat mengakomodir permasalahan tersebut.
Pada sisi lain, sistem logika fuzzy dikenal sebagai universal approximators
(Andrade et al. 2011) sehingga banyak digunakan dalam beberapa aplikasi seperti sistem kontrol dan desain (Sahraie et al. 2011), deteksi kegagalan (Andrade et al.
2011), dan sistem rekomendasi (Mendel dan Wu 2009). Akan tetapi, tingkat keanggotaan (MF) pada sistem fuzzy tipe-1 berupa nilai crisp sehingga dapat menjadi titik lemah jika terdapat banyak ketidakpastian dan beberapa opini yang subjektif pada permasalahan yang dihadapi (Mendel et al. 2006). Sedangkan pada sistem fuzzy tipe-2, tingkat keanggotaannya berupa nilai fuzzy sehingga dapat mengakomodir permasalahan yang sangat sulit dalam menentukan tingkat keanggotaan (Mendel dan Wu 2009). Ini menjadikan fuzzy tipe-2 lebih berpeluang menghasilkan performa yang lebih baik dibandingkan fuzzy tipe-1 (Mendel et al.
2006). Model fuzzy tipe-2 yang banyak digunakan adalah Interval Type-2 Fuzzy Set (IT2FS) karena tingkat kompleksitas yang lebih rendah dibandingkan model
3 diharapkan dapat membantu dalam mengakomodir subjektifitas pada permasalahan scoring pembiayaan Syariah.
Perumusan Masalah
Saat ini belum ada model scoring pembiayaan Syariah. Padahal, dalam menjalankan operasionalnya, Bank Syariah harus mengikuti tata aturan Syariah dalam semua aspek termasuk dalam scoring pembiayaan baik dalam proses bisnis maupun dalam perhitungannya. Akan tetapi aturan-aturan yang ada masih bersifat normatif sehingga dapat mengakibatkan multitafsir dan pendapat yang sangat subjektif. Oleh karena itu dibutuhkan metode yang dapat mengakomodir subjektifitas tersebut sehingga model scoring pembiayaan Syariah yang dibangun sesuai dengan aturan Syariah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan utama yaitu: (1) untuk membangun model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda; dan (2) untuk menyusun mekanisme dan algoritma
untuk proses scoring status default dan perhitungan denda pada scoring
pembiayaan Syariah.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain: (1) dapat menurunkan potensi kredit macet pada pembiayaan Bank Syariah; (2) dapat dipertimbangkan sebagai dasar regulator dalam merumuskan aturan terkait scoring pembiayaan Syariah; dan (3) dapat dipertimbangkan sebagai alternatif dalam pelaksanaan scoring status default
dan perhitungan denda.
Ruang Lingkup Penelitian
4
2
METODE
Tata Laksana Penelitian
Berdasarkan ekspektasi terhadap tujuan yang telah ditetapkan pada bagian pendahuluan, pada bagian ini akan dijelaskan metode dan tahapan yang dilakukan. 1. Model proses bisnis scoring pembiayaan Syariah pada proses scoring status
default dan perhitungan denda.
Tahapan yang dilakukan untuk membangun model bisnis proses tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman masalah. Tahapan ini dilakukan untuk menggali permasalahan-permasalahan terkait proses scoring dan perhitungan denda, dengan melakukan studi literatur baik terhadap aspek Syariah maupun aspek legal lainnya.
b. Membangun model bisnis proses baik untuk proses scoring maupun proses penghitungan denda. Model bisnis proses yang dibangun menggunakan notasi standar yaitu Bussiness Process Modelling and Notationversion 2.0 (BPMN 2.0).
c. Melakukan validasi model bisnis proses yang dibuat. Pada penelitian ini, model bisnis proses dikatakan valid jika memiliki tiga kriteria yaitu (Shapiro et al. 2011):
i. Kompleksitas dalam proses. Hal ini dapat dilihat dari seberapa kuat interdependensi antar proses yang ada.
ii. Risk handling and planning. Kriteria ini dapat dilihat dari seberapa besar model yang dibuat dapat menjamin proses-proses yang ada dapat berjalan.
iii. Jaminan dalam memfasilitasi komunikasi antar stakeholders. Kriteria ini dapat dilihat dari adanya message antar
stakeholders.
2. Mekanisme dan algoritma untuk scoring status default dan perhitungan denda pada scoring pembiayaan Syariah
Berikut akan dijelaskan tahapan dan metode yang digunakan agar model yang dibangun sesuai Syariah dan dapat menjamin fairness bagi semua pihak pada akad pembiayaan.
Scoring Status Default
Penelitian ini menggunakan dua variable dalam menghitung scoring status
default yaitu berdasarkan jumlah hari keterlambatan (lambat) dan nilai angsuran
(angsuran) (lihat persamaan (1)) sehingga diharapkan dapat lebih
menggambarkan resiko kredit dari masing-masing nasabah dibanding dengan hanya berdasarkan jumlah hari keterlambatan.
5 perhitungan status default (default) berdasarkan dua variable tersebut untuk masing-masing nasabah ke-i.
: ( , )
i i i
default f lambat angsuran (1)
Pada persamaan (1), nilai score status default (defaulti) tersebut berupa nilai interval [0,100]. Semakin mendekati nilai 0, menunjukkan bahwa status pembiayaan seorang nasabah semakin lancar dan resiko yang semakin kecil, sebaliknya semakin mendekati nilai 100 menunjukkan bahwa status pembiayaan seorang nasabah semakin macet dan resiko yang semakin besar.
Pada praktiknya, Bank Syariah menggunakan metode anuitas dalam menghitung margin (MUI 2012, BI 2013). Metode tersebut akan berpengaruh pada pengakuan margin dan angsuran pokok pembiayaan. Pada metode anuitas, total angsuran untuk setiap periode dianggap sama sedangkan nilai margin dihitung secara proporsional sesuai dengan sisa hutang pembiayaan (sisa harga pokok ) (MUI 2012). Perhitungan tersebut mengakibatkan nilai margin pada periode ke-n akan lebih besar dibandingkan nilai margin periode ke- (n-1), dan sebaliknya nilai angsuran pokok periode ke-n akan lebih kecil dibandingkan nilai angsuran pokok periode ke (n-1). Kondisi ini dapat menyebabkan tingkat resiko
default pembiayaan Bank Syariah akan lebih besar pada periode awal kontrak dibandingkan periode-periode selanjutnya. Dengan kata lain, semakin mendekati akhir masa kontrak, resiko pembiayaan default akan semakin kecil. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan periode keterlambatan sebagai bobot terhadap hasil scoring status default. Karena periode angsuran berbanding terbalik dengan resiko default, maka pada penelitian ini bobot periode dihitung berdasarkan selisih antara jangka waktu akad pembiayaan dan periode perhitungan dibagi dengan periode perhitungan (persamaan (2)).
N t
Pt N
(2)
Pada persamaan (2), Pt adalah bobot periode perhitungan, N adalah jangka waktu akad, dan t adalah periode perhitungan. Nilai t akan selalu lebih kecil dari
N (t < N), sehingga nilai Pt akan selalu berada pada interval [0,1]. Sedangkan nilai resiko (risk) didapatkan dari hasil perkalian antara bobot periode perhitungan (Pt) dengan hasil scoring status default (default) (lihat persamaan (3)).
*
i i i
risk default Pt (3)
Interval Type-2 Fuzzy Set
Algoritma yang akan digunakan pada proses scoring status default adalah
Interval Type-2 Fuzzy Sets (IT2FS) yang merupakan perbaikan dari algoritma
Fuzzy sets tipe-1(Wu dan Mendel 2009), dengan proses inferensi menggunakan metode TSK (Takagi, Sugeno, dan Kang). IT2FS merupakan salah satu model
6
yang lebih rendah dibandingkan model fuzzy tipe-2 lainnya sehingga lebih praktis tanpa mengurangi performa output yang dihasilkannya (Mendel et al. 2006).
Jika rulebase pada IT2FS terdiri dari N aturan, maka secara umum aturan-aturan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
(4) Pada persamaan (4), n( 1, 2,..., )
i
A i I adalah IT2FS, sedangkan Yn adalah output IT2FS berupa interval dengan rentang [y yn, n]. Membership Function
(MF) IT2FS untuk A dapat ditulis sebagai MFA( ', )x u , untuk x'X dan ' [0,1]
x
uJ , sehingga:
(( , ), A( , ) 1) | , x [0,1]
A x u x u x X u J (5)
'
x disebut sebagai variable primer dengan domain X , u[0,1] disebut sebagai variable sekunder dengan domain Jx'[0,1] untuk setiap x'X ; sedangkan Jx'disebut sebagai keanggotaan primer dari x'. Tingkat ketidakpastian dari Adapat dihitung dari union semua keanggotaan primernya (Jx') yang disebut
footprint of uncertainty (FOU) dari A, sehingga:
' '
( ) x ( , ) : x [0,1]
x X
FOU A J x u u J
(6)
Gambar 1 Ilustrasi UMF, LMF dan FOU
Upper membership function (UMF) dan lower membership function (LMF)
dariAmerupakan dua MF tipe-1 yang menjadi batas dari FOU (sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 1). UMF(A) adalah batas atas dari FOU( A) dan dinyatakan sebagai A( ),x x X , sedangkan LMF(A) adalah batas bawah dari FOU(A) dan dinyatakan sebagai A( ),x x X , sehingga:
1 1
: , 1, 2, ,
n n n n
I I
7 ( ) A( ), A( )
x X
FOU A x x
(7)
Mulai
Input Crisp
Fuzifikasi Inferensia
Rules/Aturan
Reduksi tipe Defuzifikasi
Output Crisp Selesai
Input set IT2FS
Output set IT2FS
IT1FS
Gambar 2 Tahapan dalam pengembangan IT2FS (Modifikasi dari Mendel et al. 2006)
Secara umum, tahapan proses pada IT2FS ini dapat dilihat pada Gambar 2. Jika diasumsikan input vektor A adalah ' ' '
1 2 [ , ,..., I]
x x x x , maka MF ' i
x untuk setiap Aindapat dituliskan seperti pada persamaan (8):
' '
[ n( ), n( )]; 1, 2,3..., ; 1, 2,3...,
i i i i
A x A x i I n N
(8)
Hasil dari proses fuzifikasi tersebut berupa input set untuk IT2FS yang selanjutnya akan di-inferensi dengan menghitung firing interval berdasarkan rules
yang ditetapkan. Penghitungan firing interval dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (9).
1 1
' ' ' '
1 1
( ') [ n( ) ... n( ), n( ) ... n( )] [ , ]
I I
n n n
I I
A A A A
F x x x x x f f (9)
8
1 1
1 1
L N
n n n n
i i L
l L N
n n
i i L
f y f y
y f f
(10)1 1
1 1
R N
n n n n
i i R
r R N
n n
i i R
f y f y
y f f
(11)Hasil dari perhitungan reduksi tipe tersebut akan menghasilkan nilai berupa bilangan interval[ ,y yl r]. Langkah terakhir adalah dengan melakukan defuzifikasi sehingga menghasilkan output berupa nilai crisp. Defuzifikasi ini dilakukan dengan mencari nilai rata-rata dari interval[ ,y yl r] . Perhitungan defuzifikasi tersebut dapat dilihat pada persamaan (12).
2
l r
y y
y (12)
Perhitungan Denda
Menurut Zuhaili (2011), berdasarkan ayat dan hadits, pengenaan denda pada keterlambatan pembayaran hutang akan identik dengan riba yang dilarang dalam Islam. Namun, berdasarkan kajiannya, pengenaan denda diperbolehkan jika hutang tersebut didasarkan pada akad jual beli. Pembiayaan murabahah adalah akad pembiayaan yang didasarkan pada akad jual beli (Zuhaili 2011). Hal ini sejalan dengan fatwa DSN MUI no. 17 tahun 2000 yang membolehkan pengenaan denda kepada nasabah dengan tujuan agar nasabah lebih disiplin (MUI 2000). Pada ketentuan yang lain, pengenaan denda secara umum hanya diperbolehkan bagi nasabah yang mampu dan sengaja menunda pembayaran. Berdasarkan fatwa tersebut, nilai denda seharusnya didasarkan terhadap nilai real lost yang mungkin muncul ketika nasabah tersebut menunggak. Namun, pada sisi yang lain, nilai denda yang dikenakan semata-mata hanya dikenakan agar nasabah lebih disiplin dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan institusi bank tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pakar (anggota DSN, peneliti BI, dosen muamalah, dan praktisi bank Syariah), setidaknya terdapat dua pendapat terkait penentuan nilai real lost tersebut. Pendapat pertama, bank harus benar-benar menghitung nilai real lost pada saat terdapat nasabah yang menunggak dengan didasarkan pada kondisi riil. Pendapat kedua, bank diperbolehkan menghitung nilai taksiran dari real lost yang mungkin muncul dengan didasarkan pada data dan informasi yang relevan. Lebih lanjut, data dan informasi yang dianggap relevan untuk perhitungan real lost adalah nilai dari beban pencadangan piutang yang selama ini dilakukan bank secara periodik. Pendapat kedua tersebut dianggap lebih aplikatif sehingga penelitian ini menggunakan pendapat tersebut dalam perhitungannya. Pada penelitian ini, nilai
riski berupa interval [0,100] dijadikan sebagai nilai prosentase terhadap nilai real
9 adalah hasil perkalian antara bd, hasil perhitungan resiko (riski), dan bobot pencadangan piutang nasabah tersebut (wi) (lihat persamaan (13)).
dendai bd *risk * wi i (13)
Jika terdapat N nasabah, maka wi dapat dihitung dengan menggunakan
weighted average yang dapat dilihat pada persamaan (14).
1 i i N i i angsuran w angsuran
(14)Perhitungan Tingkat Fairness (f)
Pada penelitian ini, untuk menentukan apakah perhitungan denda yang dilakukan fair atau tidak, dapat dihitung menggunakan persamaan (15).
1 1 1 ( ) arg arg 1 1 N N j t N t denda angsuran denda f angsuran angsuran f f
(15)Pada persamaan (15), untuk argumen nilai f 1, perhitungan tingkat
fairness dihitung dengan membandingkan antara nilai denda dengan nilai angsuran, sedangkan untuk argumen f 1, perhitungan fairness dihitung dengan mencari nilai selisih dari denda dan angsuran dibandingkan dengan dengan angsuran. Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa perhitungan denda yang fair adalah yang tidak menguras harta nasabah. Sehingga, hasil perhitungan fairness
yang fair yaitu pada interval [0,1], sedangkan untuk yang tidak fair akan berkisar pada interval [-∞,0]. Perhitungan denda yang sesuai Syariah seharusnya fair
sehingga dikatakan fair secara Syariah adalah jika dan hanya jika nilai f pada interval [0,1]. Pada perhitungan denda konvensional, sampai pada periode tertentu akan berada pada interval [0,1], tapi setelah itu akan bernilai negatif sehingga dapat dikatakan bahwa perhitungan denda pada sistem konvensional akan menghasilkan nilai f pada interval [-∞,0,1].
Pengumpulan Data
10
nasabah, tanggal akad, tanggal akhir akad, tanggal terakhir angsuran, dan nilai angsuran.
Prosedur Pengujian
Pada penelitian ini, setelah model selesai dibuat, selanjutnya model tersebut diujikan terhadap data hipotetik yang terdiri dari dua nasabah yaitu nasabah yang mempunyai nilai angsuran satu juta rupiah dan nasabah yang mempunyai nilai angsuran 3,8 juta rupiah. Penelitian ini mengasumsikan kedua nasabah tersebut mempunyai data tanggal akad 31 Januari 2013. Selanjutnya, pada proses pengujiannya, penelitian membuat dua skenario pengujian yaitu: (a) mengasumsikan jumlah keterlambatan tetap sebesar 30 hari dengan periode mulai keterlambatan yang berubah secara dinamis; dan (b) mengasumsikan periode mulai keterlambatan tetap pada tanggal 30 Juni 2013 dengan jumlah keterlambatan yang berubah secara dinamis.
Software Pendukung
- Database MySql (Oracle 2012) - NetBeans 7.3 (Oracle 2013)
- Microsoft Office 2007 (Microsoft Inc. 2006)
- Sybase Power Designer 16.1.0.3637 (Sybase Inc. 2011)
Lingkungan Pengujian
Pengujian dilakukan pada komputer (notebook) dengan spesifikasi sebagai berikut: prosesor AMD Brazos Dual Core E450 1.65 GHz, Grafik AMD Radeon HD 6470 1GB, memori 4 GB, dan sistem operasi Windows 7 32 bit.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Scoring Pembiayaan Syariah
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank Syariah harus selalu mematuhi aturan yang ditetapkan oleh Syariah berdasarkan dalil yang relevan. Istilah credit scoring atau scoring pembiayaan tidak dikenal baik pada jaman Nabi, sahabat, maupun pada jaman tabi’in, sehingga jika melihat dalil tentu tidak ada yang membahas aturan scoring pembiayaan secara khusus. Akan tetapi dalam kaidah ushul fiqh disebutkan bahwa hukum asal muamalah adalah boleh selama tidak ada aturan yang melarang kegiatan muamalah tersebut (Zuhaili 2011). Sehingga berdasarkan kaidah tersebut, bank Syariah pun diperbolehkan mengadopsi sistem credit scoring yang digunakan oleh bank konvensional dengan memodifikasinya sehingga sesuai dengan tuntunan Syariah.
11 membutuhkan. Ini dikarenakan tindakan berhutang itu cenderung memberikan dampak buruk bagi pelakunya, sebagaimana hadits Nabi:
“Sesungguhnya apabila seseorang berutang maka dia akan berbicara lalu
berdusta, kemudian berjanji lalu tidak menepatinya”(HR. al-Bukhari)
Namun menurut Abu Bakar M. Altway1 dalam kajian fiqh hutang berpendapat bahwa hukum meminjam adalah dibolehkan (mubah) dengan dua syarat:
Peminjam mengetahui bahwa dirinya sanggup untuk membayar, misalnya ada sesuatu yang diharapkan dapat digunakan untuk membayar.
Adanya kesungguhan untuk membayar pinjaman tersebut.
Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka haram baginya meminjam. Pendapat ini sejalan dengan hadits Rasulullah yang mengancam orang-orang yang berhutang dengan niat tidak membayar:
“Barangsiapa mengambil harta orang lain (utang) dan berniat
melunasinya, niscaya Allah akan melunasi utang itu. Dan barangsiapa mengambil harta orang lain (utang) dan berniat menghilangkannya (tidak
melunasi), niscaya Allah akan membinasakannya”(HR. al-Bukhari)
Hal tersebut mengindikasikan bahwa sejak awal seharusnya orang yang akan berhutang (calon debitur) harus yakin bahwa dirinya mampu dan terdapat kemauan dalam membayar hutang. Sebaliknya, bank sebagai pemberi hutang pun harus dapat memastikan bahwa calon debitur memiliki kemampuan dan iktikad baik dalam membayar hutangnya. Jika calon debitur diduga kuat tidak memiliki kemampuan dan kemauan dalam membayar hutangnya, berdasarkan hadits dan pendapat diatas, bank dilarang untuk memberikan hutang. Dengan kata lain, proses analisa kelayakan yang biasa dilakukan dalam credit scoring atau scoring
pembiayaan sebenarnya sangat dianjurkan oleh Syariah agar muncul kepercayaan dan tindakan yang tidak saling mendholimi diantara kedua belah pihak dengan dasar saling tolong menolong.
Nabi sangat menganjurkan agar orang yang mempunyai hutang segera membayar hutangnya jika sudah mampu dan tidak menundanya, sebagaimana sabda Nabi:
“Barang siapa yang mengambil harta orang-orang dengan maksud
menginfakkannya, maka Alloh akan membayarkannya. Dan barang siapa yang
mengambilnya dengan maksud merusaknya, maka Alloh akan merusaknya.” (HR.
Bukhari)
“Tidaklah seorang hamba mempunyai niat untuk melunasi utangnya kecuali
ia akan mendapatkan pertolongan dari Allah”(HR. al-Hakim dengan sanad
Shahih)
Pada praktiknya, dimungkinkan terdapat ketidaksesuaian dengan akad (pembayaran yang telat). Jika ketidaksesuaian tersebut dikarenakan tindakan yang disengaja, Nabi mengancam orang yang sengaja menunda dan tidak mau membayar hutang dalam hal ini pembiayaan:
- Orang yang mampu membayar utang namun menunda-nundanya disebut sebagai pelaku kezaliman. Rasulullah bersabda, “Perbuatan orang kaya
yang menunda-nunda pembayaran utangnya adalah suatu
kezhaliman” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
1
12
- Orang yang sengaja menolak melunasi utang kelak berjumpa dengan Allah sebagai pencuri. Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang berutang dengan
niat tidak akan melunasinya, niscaya dia akan bertemu Allah (pada hari
Kiamat) dalam keadaan sebagai pencuri” (HR. Ibnu Majah dengan sanad
Shahih).
- Jiwa orang yang berutang dan belum melunasinya akan tertahan. Rasulullah bersabda,“Jiwa seorang mukmin tertahan oleh utangnya hingga utang
tersebut terlunasi” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad shahih).
- Rasulullah menolak menshalatkan Jenazah orang yang mempunyai utang hingga utangnya dilunasi atau adanya seseorang yang menjamin untuk melunasinya. Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, ‘Rasulullah biasanya menolak menshalatkan seseorang yang wafat dalam keadaan masih memiliki utang. Suatu ketika dihadirkan ke hadapan beliau mayat seseorang, lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia mempunyai utang?’ Para sahabat menjawab, ‘Ya, dua dinar.’ Beliau bersabda,‘(Kalau begitu) shalatkanlah
saudara kalian ini.’Maka Abu Qatadah berkata, ‘Wahai Rasulullah, biarlah
aku yang menanggung dua dinar itu.’ Maka beliau pun menshalatkannya” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasa’i, dengan sanad shahih).
- Dosa menanggung (tidak membayar) utang tidak akan diampuni sekalipun pelakunya mati syahid. Rasulullah bersabda,“Seluruh dosa orang yang mati
syahid akan diampuni kecuali utang.”(HR. Muslim)
- Amal kebaikan orang yang mempunyai utang akan digunakan untuk melunasi utangnya kelak di akherat. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
mati dalam keadaan menanggung utang satu Dinar atau satu Dirham, maka akan dilunasi dari kebaikannya, karena di sana tidak ada lagi Dinar
maupun Dirham.” (HR. Ibnu Majah dengan sanad Shahih).
Akan tetapi, jika ketidaksesuaian tersebut terjadi karena ketidaksengajaan, maka meskipun orang yang memberikan pinjaman berhak untuk menagih harta yang dipinjamkannya, namun terdapat ketentuan-ketentuan syari’at yang harus diperhatikan. Di antaranya adalah:
- Memberikan tenggat waktu kepada peminjam yang belum mampu untuk melunasi pinjamannya. Allah berfirman, artinya, “Dan apabila (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka tangguhkanlah hingga dia mendapatkan kemudahan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280)
- Menagih dengan sopan, “Barangsiapa menagih haknya hendaknya ia menagihnya dengan cara yang terhormat, baik ia berhasil mendapatkannya
maupun gagal.” (HR. at-Tirmidzi dengan sanad Shahih)
- Menghapuskan utang, baik keseluruhannya maupun sebagiannya bagi peminjam yang diketahui tidak mampu untuk melunasi utangnya. Firman Allah, artinya, “Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih
baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 280)
13 ketentuan dalam akad. Terkait masalah ini, berdasarkan fatwa MUI (2000), pengenaan denda tersebut diperbolehkan bagi nasabah yang mampu dengan tujuan agar nasabah disiplin. Selain itu, berdasarkan kesepakatan Ulama seperti dalam Majma’ Fikih Islami yang bernaung di bawahMunazhamah Mu’tamar Islami ke-12, menyebutkan bahwa denda diperbolehkan pada transaksi finansial bukan pada transaksi hutang pinjaman, dengan nilai berdasarkan kerugian riil (real lost) dan besaran yang wajar. Pendapat ini diperkuat oleh Zuhaili (2011) yang membolehkan pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran angsuran pada akad jual beli amanah (ba’iul amanah) seperti murabahah. Lebih lanjut, sesuai dengan fatwa MUI tersebut, para Ulama sepakat bahwa dana denda yang diperoleh tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank dan hanya diperbolehkan untuk digunakan sebagai dana sosial.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Jika terdapat nasabah yang tidak menepati akad dengan terlambat dalam membayar angsuran, hendaknya bank Syariah memberikan toleransi dengan melonggarkannya.
2. Jika keterlambatan tersebut terjadi karena ketidaksengajaan (karena kondisi ekonomi nasabah yang tidak memungkinkan) dan nasabah mampu membuktikannya, bank Syariah dianjurkan untuk memberikan kelonggaran sampai nasabah mampu membayarnya. Dan jika dimungkinkan, bank Syariah dapat menghapuskan hutangnya.
3. Jika keterlambatan tersebut terjadi karena kesengajaan, bank Syariah diperbolehkan mengenakan denda dengan nilai yang wajar sesuai dengan nilai real lost.
Model Proses Bisnis
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, model proses bisnis untuk
scoring status default dan perhitungan denda dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Pada penelitian ini, terdapat tiga stakeholders yang dibahas yaitu teller, teller system, dan credit scoring system. Secara umum penelitian ini membagi proses bisnisnya menjadi dua bagian besar, yaitu proses pada pembayaran angsuran dan proses yang terjadi pada sistem credit scoring. Tanda 1 menunjukkan bahwa proses transaksi pembayaran angsuran diawali dengan permintaan pembayaran dari nasabah. Secara umum, proses bisnis pembayaran angsuran dimodelkan seperti proses transaksi angsuran pada umumnya. Tanda 2 dan 3 digunakan untuk memfasilitasi komunikasi antar stakeholder, sedangkan tanda 5 menggambarkan pesan yang disampaikan. Pada tanda 6 dapat dilihat proses scoring default status yang dilakukan setiap akhir hari. Proses scoring
14
setiap akhir bulan, sistem akan menghitung nilai denda untuk setiap nasabah (lihat tanda 8). Nilai denda ini selanjutnya akan disimpan pada tabel tersendiri. Tujuannya adalah agar pada saat nasabah melakukan pembayaran angsuran, teller system tinggal mengambil nilai denda (jika dikenakan denda) dari tabel tersebut. Selain itu, jika nasabah dapat menunjukkan bahwa keterlambatannya tersebut tidak disebabkan kesengajaan, nasabah tersebut dimungkinkan untuk tidak dikenakan denda (lihat tanda 4), ini sejalan dengan kesepakatan ulama dan fatwa MUI nomor 17 tahun 2000. Penjelasan lebih lengkap untuk setiap notasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 3 Model proses bisnis bagian 1
2
3
1
4
15
Gambar 4 Model proses bisnis bagian 2
Model IT2FS pada Scoring Status Default
Pada model Interval Type-2 Fuzzy Set (IT2FS), proses fuzifikasi dilakukan untuk mengubah inputan berupa nilai crisp sehingga menjadi inputan fuzzy. Model yang digunakan pada proses fuzifikasi ini adalah model trapezoid.
Membership Function (MF) untuk setiap variable dikonversi menjadi tiga skala ordinal berupa nilai linguistik, dan sesuai dengan ketentuan IT2FS, MF untuk setiap variablenya mempunyai LMF dan UMF, LMF ditandai dengan underline
sedangkan UMF ditandai dengan overline (lihat Tabel 1).
Berdasarkan hasil diskusi dengan para pakar, didapatkan fungsi
6
7
8
16
keterlambatan dalam satuan hari (lihat persamaan (16), (17), (18), (19), (20), dan (21)), sedangkan fungsi keanggotaan untuk variable angsuran dalam satuan rupiah (lihat persamaan (22), (23), (24), (25), (26), dan (27)). MF status default dalam satuan prosentase (%) (lihat Tabel 2).
Pada proses perhitungan jumlah hari keterlambatan, terdapat beberapa asumsi yang digunakan. Asumsi ini dibangun untuk memberikan toleransi berupa kelonggaran keapada nasabah sesuai dengan tuntunan Syariah terutama berdasarkan QS. Baqarah: 280. Berikut adalah asumsi-asumsi yang digunakan pada perhitungan jumlah hari keterlambatan:
1. Jumlah hari keterlambatan dihitung dengan mencari selisih antara tanggal hari perhitungan status default dengan tanggal terakhir angsuran masing-masing nasabah.
2. Produk pembiayaan yang digunakan adalah murabahah dengan periode bulanan sehingga tanggal terakhir angsuran akan selalu bernilai akhir bulan (end of month).
3. Tanggal akhir angsuran didapatkan dengan menghitung nilai akhir bulan dari tanggal transaksi angsuran terakhir.
[image:31.595.154.416.402.543.2]4. Variable lambat didapatkan dari hasil perkalian antara jumlah hari keterlambatan dan bobot periode perhitungan sesuai dengan persamaan (2) dan (3).
Tabel 1 Fungsi Keanggotaan IT2FS pada scoring default
Variable Nilai Linguistik
lambat sebentar, sedang, lama
lambat sebentar, sedang, lama
angsuran kecil, sedang, besar
angsuran kecil, sedang, besar
default rendah, sedang, tinggi
default rendah, sedang, tinggi
Jika kita melihat persamaan (14) dan (15), nilai keanggotaan untuk setiap keterlambatan yang lebih kecil dari 14 hari akan bernilai 0. Perlakuan tersebut digunakan untuk memberikan toleransi sebesar 14 hari dari tanggal akhir angsuran bagi nasabah yang terlambat dalam membayar angsurannya. Toleransi sebesar 14 hari ini sudah dianggap cukup karena jika dihitung ulang maka sebenarnya berdasarkan asumsi yang dibangun, toleransi tersebut adalah lebih besar dari 14 hari.
Tabel 2 Nilai interval default
Default batas batas
Rendah 0 40
17
Pada persamaan (16) dan (17) dapat dilihat bahwa nilai keanggotaan untuk keterlambatan diantara 120 hari dan 150 hari akan bernilai 1, baik untuk keanggotaan terhadap lambatSebentar maupun terhadap lambatSebentar . Ini mengindikasikan bahwa keterlambatan diantara 120 hari dan 150 hari secara jelas dan crisp dianggap sebagai anggota dari fungsi keanggotaan lambatSebentardan
lambatSebentar dengan nilai keanggotaan sebesar 1. Sedangkan pada persamaan
(19) dan (20) dapat dilihat bahwa nilai keanggotaan untuk keterlambatan diatas 270 hari akan bernilai 1, baik untuk keanggotaan terhadap lambatLama maupun terhadap lamabatLama. Hal ini dikarenakan range maksimum yang digunakan dalam membangun fungsi keanggotaan adalah sampai 270 hari.
0 14 90
90
( ) 14 90
90 14
1 14
lambatSebentar
x atau x
x x x x (16)
0 14 45
45
( ) 14 45
45 14
1 14
lambatSebentar
x atau x
x x x x (17)
0; 60 210
60 60 120 120 60 ( ) 210 150 210 210 150
1 120 150
lambatSedang
x atau x
x x x x x x (18)
0; 90 180
90 90 120 120 90 ( ) 180 150 180 180 150
1 120 150
lambatSedang
x atau x
x x x x x x (19) 0 180 180
( ) 180 270
270 180 1 270 lambatLama x x x x x (20) 0 210 210
( ) 210 270
18
Jika melihat persamaan (20) dan (21), nilai keanggotaan untuk angsuran yang bernilai lebih kecil dari 100 ribu rupiah akan bernilai 1 baik untuk
angsuranKecil maupun untuk angsuranKecil. Hal ini berarti bahwa untuk semua nilai angsuran dibawah 100 ribu rupiah dianggap termasuk anggota dari
angsuranKecildan angsuranKecil dengan nilai keanggotaan sebesar 1.
Pada persamaan (22) dan (23) dapat dilihat bahwa nilai keanggotaan untuk nilai angsuran diantara 2 juta rupiah dan 3 juta rupiah akan bernilai 1 baik untuk
angsuranSedang maupun untuk angsuranSedang . Hal ini mengindikasikan bahwa setiap angsuran yang bernilai antara 2 juta rupiah dan 3 juta rupiah secara jelas dan crisp dianggap sebagai anggota dari fungsi keanggotaan
angsuranSedang dan angsuranSedang dengan nilai keanggotaan sebesar 1. Sedangkan pada persamaan (24) dan (25), angsuran yang bernilai lebih besar dari 5 juta rupiah akan mempunyai nilai keanggotaan sebesar 1 baik untuk
angsuranBesar maupun untuk angsuranBesar . Hal ini dikarenakan range maksimum yang digunakan dalam membangun fungsi keanggotaan angsuran adalah sebesar 5 juta rupiah.
0 2
( ) 100 2
100 1 1 2 00 2 angsuranKecil x juta juta x
x ribu x juta
juta ribu x ribu (22) 0 1 1
( ) 100 1
1 100
1 100
angsuranKecil
x juta
juta x
x ribu x juta
juta ribu x ribu (23)
0; 100 5
100 100 2 2 100 ( ) 5 3 5 5 3
1 2 3
angsuranSedang
x ribuatau x juta
x ribu
ribu x juta
juta ribu
x
juta x
juta x juta
juta juta
juta x juta
(24)
0; 1 4
1 1 2 2 1 ( ) 4 3 4 4 3
1 2 3
angsuranSedang
x jutaatau x juta
x juta
juta x juta
juta juta
x
juta x
juta x juta
juta juta
juta x juta
19
0 3
3
( ) 3 5
3 1 5 5 angsuranBesar x juta x juta
x juta x juta
juta juta x juta (26) 0 4 4
( ) 4 5
4 1 5 5 angsuranBesar x juta x juta
x juta x juta
juta juta x juta (27)
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pakar, didapatkan 9 rules
(aturan) yang digunakan pada model IT2FS. Aturan-aturan tersebut memetakan nilai linguistik variable keterlambatan dan variable angsuran sebagai input terhadap nilai linguistik variable status default sebagai output. Detail aturan-aturan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Aturan yang digunakan
No Keterlambatan Angsuran Status default
1 IF Sebentar AND Kecil THEN Rendah
2 IF Sebentar AND Sedang THEN Rendah
3 IF Sebentar AND Besar THEN Sedang
4 IF Sedang AND Kecil THEN Rendah
5 IF Sedang AND Sedang THEN Sedang
6 IF Sedang AND Besar THEN Tinggi
7 IF Lama AND Kecil THEN Sedang
8 IF Lama AND Sedang THEN Tinggi
9 IF Lama AND Besar THEN Tinggi
20
dengan menggunakan persamaan (10) dan (11), dan proses defuzifikasi dengan menggunakan persamaan (12). Berdasarkan model yang dibangun, hasil akhir (nilai defaulti=y) merupakan nilai dengan rentang [0, 100] yang selanjutnya digunakan dalam perhitungan nilai real lost.
Jika kita melihat rentang nilai status default pada Tabel 2, rules pada Tabel 3, dan fungsi keanggotaan variable pada persamaan (14), (15), (24), dan (25); maka nilai minimum status default adalah 0 yaitu pada saat nasabah lancar (Keterlambatan < 14 hari atau Angsuran <<100 ribu rupiah), sedangkan nilai maksimum status default adalah 80 yaitu pada saat nasabah sudah terlambat membayar angsuran > 270 hari dan mempunyai angsuran > 5 juta rupiah.
Hasil Uji Coba
Uji coba dilakukan terhadap dua data nasabah yang mempunyai nilai angsuran masing-masing sebesar satu juta rupiah dan 3,8 juta rupiah dengan dua skenario yaitu:
1. Mengasumsikan jumlah keterlambatan tetap sebesar 30 hari dengan periode mulai keterlambatan yang berubah (dinamis). Pada skenario ini kedua nasabah dianggap mempunyai jangka waktu pembiayaan selama 12 bulan. Perhitungan dilakukan pada setiap akhir bulan dengan dimulai dari keterlambatan pada bulan pertama. Hasil uji coba untuk skenario ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Hasil uji untuk keterlambatan 30 hari dengan awal periode keterlambatan yang dinamis
Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan model yang diajukan pada penelitian ini, periode awal keterlambatan berbanding terbalik dengan nilai resiko yang muncul sesuai dengan persamaan (2) sehingga hasil perhitungan nilai resiko akan semakin kecil jika periode mulai keterlambatan mendekati periode akhir kontrak.
2. Mengasumsikan periode mulai keterlambatan tetap yaitu pada tanggal 30 Juni 2013 dengan jumlah hari keterlambatan yang berubah (dinamis). Pada skenario kedua ini, uji coba dilakukan selama 12 bulan periode jumlah
- 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
N
il
ai
r
e
si
ko
Periode bulan ke-
Angsuran 1jt
21 keterlambatan untuk setiap akhir bulan, diawali dari jumlah keterlambatan sebesar 0 hari yaitu pada tanggal 30 Juni 2013 sampai dengan tanggal 31 Mei 2014. Hasil uji coba untuk skenario kedua dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Hasil uji dengan asumsi periode awal keterlambatan tetap dan jumlah keterlambatan berubah
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin besar jumlah keterlambatan akan berbanding lurus dengan nilai resiko. Akan tetapi, karena model jumlah keterlambatan yang dibangun mengadopsi Peraturan Bank Indonesia nomor 14/15/PBI/2012 yang membatasi sampai 270 hari, sehingga nilai resiko yang dihasilkan untuk jumlah keterlambatan yang ≥ 270 hari atau setara dengan 9 bulan keterlambatan akan dianggap memberikan resiko yang sama. Jika melihat Gambar 6, nilai resiko akan mencapai statsioner setelah bulan kesembilan.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai resiko pada Gambar 6, selanjutnya hasil tersebut digunakan dalam perhitungan nilai denda sesuai dengan persamaan (13). Pada perhitungan denda ini, penelitian ini mengasumsikan nilai bad debt expense
sebesar 20% dari total angsuran sehingga nilai bad debt expense tersebut bernilai 960 ribu rupiah (20%*(1 juta + 3,8 juta) rupiah). Hasil perhitungan denda dapat dilihat pada Gambar 7.
- 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
N il ai r e si ko
Lama Keterlambatan dalam bulan
Angsuran 1jt Angsuran 3,8jt - 100.000,00 200.000,00 300.000,00 400.000,00 500.000,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
N il ai Den d a d al am r u p iah
Lama Keterlambatan dalam bulan
Angsuran 1jt
[image:36.595.116.535.139.305.2] [image:36.595.109.517.551.722.2]22
Pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa nilai denda akan mencapai nilai maksimum pada periode 9 bulan keterlambatan, sehingga pada periode selanjutnya denda tersebut akan bernilai sama sampai adanya pembayaran angsuran (stasioner). Hal tersebut sejalan dengan hasil perhitungan resiko pada Gambar 6. Dengan melihat hasil perhitungan denda ini, nilai denda akan selalu lebih kecil dari nialai angsuran sehingga tidak mungkin nilai denda akan lebih besar dari nilai angsuran. Oleh karena itu, jika dihitung nilai fairness sesuai dengan persamaan (15), maka nilai f yang dihasilkan akan selalu berada pada interval [0,1].
Berdasarkan kriteria yang dibahas pada bagian metode penelitian, metode yang diajukan pada penelitian ini fair dan sesuai Syariah karena:
1. Hasil scoring status default dengan menggunakan IT2FS dan variable
berupa nilai angsuran dan keterlambatan; serta memperlakukan periode awal keterlambatan sebagai bobot, dapat menggambarkan resiko kredit. 2. Hasil perhitungan denda sudah didasarkan pada nilai real lost dan
menjadikannya sebagai batas maksimum nilai denda yang dikenakan. 3. Jika dihitung tingkat fairness (f) maka nilainya akan selalu pada
interval [0 , 1].
4. Berdasarkan model proses bisnis yang sudah dibuat pada Gambar 3, nilai denda hanya dikenakan jika dan hanya jika nasabah tidak bisa membuktikan bahwa keterlambatan (ketidaksesuaian akad) terjadi bukan karena kesengajaan, sehingga jika nasabah memang melakukannya karena ketidaksengajaan (misal karena kondisi ekonomi yang darurat) maka tidak boleh dikenakan denda.
4
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada penelitian ini, proses bisnis credit scoring Syariah dimodelkan menggunakan notasi BPMN 2.0. Scoring status default dilakukan setiap akhir hari dengan menggunakan variable berupa jumlah keterlambatan dan nilai angsuran masing-masing nasabah. Hasil dari proses scoring tersebut disimpan dan akan dijadikan dasar dalam menghitung denda. Denda akan dikenakan jika dan hanya jika nasabah tidak dapat membuktikan bahwa kelalaiannya tidak disebabkan oleh faktor kesengajaan.
Algoritma yang digunakan untuk scoring status default adalah menggunakan Interval Type-2 Fuzzy Set. Periode awal keterlambatan digunakan sebagai bobot terhadap hasil scoring dalam proses perhitungan nilai resiko. Nilai
23 didasarkan pada nilai real lost sehingga menghasilkan nialai fairness pada interval [0 , 1].
Saran
Pada penelitian ini, model credit scoring Syariah yang sudah dibangun dikhususkan untuk skema murabahah. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut mengenai model credit scoring untuk skema pembiayaan yang lainnya seperti untuk mudharabah, musyarakah, atau skema yang lain. Penelitian ini juga mengasumsikan bahwa tindakan keterlambatan yang dilakukan oleh nasabah dilakukan sekali sehingga perlu diteliti lebih lanjut mengenai aturan yang fair dan sesuai dengan Syariah untuk kasus nasabah yang sengaja melakukan keterlambatan lebih dari satu kali, apakah mendapatkan perlakuan yang sama atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdou H A, Pointon J. 2011. Credit scoring, statistical techniques and evaluation criteria: A Review of the Literature. Intelligent Systems in Accounting, Finance,
and Management 18, hal 59-88 (2011) DOI: 10.1002/isaf.325
Antonio MS. 2001. Bank Syariah dari teori ke praktek. Jakarta (ID): Gema Insani Pr.
[BI] Bank Indonesia. 2012. Peraturan Bank Indonesia nomor 14/15/PBI/2012 tentang kualitas aset Bank Umum. Jakarta (ID)
[BI] Bank Indonesia. 2013. Surat Edaran Bank Indonesia nomor 15/26/DPbS perihal Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Jakarta (ID)
Cadeno, AM, Marin DBA, Trillo JA. 2011. Artificial metaplasticity neural network applied to creditscoring. International Journal of Neural Systems, Vol 21, No 4 (2011) hal 1-7. DOI: 10.1142/S0129065711002857
Ghodselahi, A. 2011. A hybrid support vector machine ensemble model for credit scoring. International Journal of Computer Application vol. 17 No 5 March 2011
Hamadani AZ, Shalbafzadeh A, Rezvan T, Moghadam A. 2013. An integrated genetic-based model of naive bayes networks for credit scoring. International Journal of Artificial Intelligence & Application (IJAIA) Vol. 4, No. 1, January 2013, doi:10.5121/ijaia.2013.4107
Huang CL, Chen MC, Wang CJ. 2007. Credit scoring with a data mining approach based on support vector machine. Expert systems with applications
(2006) doi: 10.1016/j.eswa.2006.07.007
24
Jentzsch, N. 2007. Financial privacy: an international comparison of credit reporting systems (contributions to economics). Springer
Keramati A, Yousefi N. 2011. A proposed classification of data mining techniques in credit scoring. Proceedings of the 2011 International Conference
on Industrial Engineering and Operations Management Kuala Lumpur,
Malaysia, January 22-24, 2011
Leung K, France C, dan Christopher C. 2007. Consumer credit scoring using an artificial immune system algorithm. IEEE Congress on Evolutionary
Computation 2007
Liu F, Mendel JM. 2008. Encoding words into interval type-2 fuzzy sets using an interval approach. IEEE Transaction on Fuzzy Systems, Vol. 16, No. 6, December 2008, doi: 10.1109/TFUZZ.2008.2005002
Mendel JM, John RI, Liu F. 2006. Interval type-2 fuzzy logic systems made simple. IEEE Transaction on Fuzzy Systems, Vol. 14, No. 6, December 2006, doi: 10.1109/TFUZZ.2006.879986
[MUI] Majelis Ulama Indonesia. 2000. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia nomor 17/DSN-MUI/2000 tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda pembayaran. Jakarta (ID)
[MUI] Majelis Ulama Indonesia. 2012. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia nomor 84/DSN-MUI/XII/2012 tentang metode pengakuan keuntungan Al-Tamwil Bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta (ID)
Shapiro R, White SA, Palmer N, Muehlen Mz, Allweyer T, Gagne D. 2011.
BPMN 2.0 Handbook. Published in association with the Workflow
Management Coalition (WfMC), Lighthouse Point, FL, USA: Future Strategies Inc
Tsai, Cf, Wu JW. 2008. Using neural network ensembles for bankruptcy prediction and credit scoring. Expert systems with applications. vol. 34. hal. 2639-2649
Wu D, Mendel JM. 2009. A comparative study of ranking methods, similarity measures and uncertainty measures for interval type-2 fuzzy sets. Information Sciences 179 (2009) 1169-1192, Elsevier Inc., doi: 10.1016/j.ins.2008.12.010 Wu, WW. 2011. Improving classification accuracy and causal knowledge for
better credit decisions. International Journal of Neural Systems, Vol 21, No 4 (2011) hal 297-309. DOI: 10.1142/S0129065711002845
Yu L, Wang S, Lai KK, Zhou L. 2008. Bio-inspired credit risk analysis: computational intelligence with support vector machines. Springer
25 Lampiran 1 Penjelasan model proses bisnis secara detail
Notasi Model Keterangan
End of day Proses berupa start event yang berarti perhitungan scoring dilakukan setiap akhir hari.
Get Late Payment Proses berupa transaksi untuk mendapatkan jumlah hari keterlambatan pembayaran yang dilakukan untuk setiap nasabah.
GetLastInstallment Proses berupa script untuk mengambil tanggal terakhir angsuran dari database pembiayaan.
GetDateToday Proses berupa script untuk mengambil tanggal proses perhitungan (tanggal hari ini).
CalculateLatePayment Proses berupa script untuk menghitung jumlah hari kete