PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN
PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM
T E S I S
Oleh
MUHAMMAD NUR
077012014/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN
PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
OLEH
MUHAMMAD NUR 077012014/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM Nama Mahasiswa : Muhammad Nur
Nomor Induk Mahasiswa : 077012014
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) Ketua
(Dra. Jumirah, Apt, M.Kes) Anggota
Ketua Program Studi
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Dekan
(dr. Ria Masniari Lubis, M.Si )
Telah diuji pada
Tanggal : 18 Maret 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
PERNYATAAN
PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN
PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2010
ABSTRAK
Rendahnya kadar hemoglobin pada anak usia sekolah dasar mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh dan otak. Keadaan ini menimbulkan rasa letih, lelah dan lesu, yang mengakibatkan prestasi belajar menurun. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Peukan Baro ditemukan, 32 anak SD dan 83 anak MIN mengalami gejala anemia di lokasi dua sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi Fe terhadap kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre-and post
test. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie.
Populasi adalah anak sekolah dasar kelas V dan VI dari SDN I Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng. Jumlah sampel penelitian adalah 32 murid perkelompok.
Kadar haemoglobin diukur dengan haemoque test, prestasi belajar diukur
berdasarkan nilai ujian prasemester, asupan zat gizi diukur dengan metoda recall 24
jam dilakukan sebanyak 3 kali. Data diambil dengan menggunakan uji t test
independent
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian
suplemen Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan nilai p < 0,05
(p=0,001), dan ada pengaruh signifikan pemberian suplemen Fe terhadap
peningkatan prestasi belajar dengan nilai p<0,05 (p = 0,049).
Disarankan kepada 1) kepala pemerintah Kabupaten Pidie turut serta dalam penyelenggaraan program suplementasi Fe terhadap anak sekolah, 2) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie menggerakkan program suplementasi Fe secara rutin dan berkelanjutan melalui monitoring terhadap setiap Puskesmas dalam pelaksanaan program suplementasi Fe dan 3) kepala Puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap kegiatan program suplementasi Fe di wilayah kerjanya, dan 4) petugas puskemas perlu melakukan penyuluhan gizi secara rutin terhadap orang tua dan masyarakat.
ABSTRACT
Low levels of haemoglobin at primary school age children resulted lack of oxygen which is transferred into the body and brain cells. This condition causing fatigue, tired and lethargic, which in turn affects their school performance. Based on the preliminary survey conduated by the researcher survey by the researcher Peukan Baro subdistrict where found 32 children primary school students and 83 children MIN had symptoms of anemia in location of two schools. Intervention iron supplementation was one effective way to increased haemoglobin levels in the blood. Research on the influence of supplementation iron hemoglobin levels and learning achievement of primary school children Peukan Baro subdistrict of Pidie District of Aceh in 2009.
The type of research was a quasi experimental design with pre-and post test. This research was carried out in Peukan Baro subdistrict, Pidie district. Population were elementary school children grade V and VI of the Elementary School I Dayah Bubue and MIN Cempala Kuneng. Study sample size was 32 students each group.
Haemoglobin level was measured by haemoque test, school performance was measured by test scores pra semester, while nutrient intake and nutritional status measured 24 hours recall method by 3 times. Data were analyzed using independent t test.
Result showed that there were significant influence of iron supplementation on haemoglobin and learning achievements levels with a p value < 0.05 (p = 0.001) and p values < 0.05 (p=0.049), respectively.
It is recommended to 1) the head of Pidie district government to participate in the organization of iron supplementation programs for school children, 2) Pidie District of Health to move the program of iron supplementation routinely and sustainable through the monitoring of each health center, 3) the head of Health
Center to monitor the activities of iron supplementation program work area, and 4) health centers officers need to conduct regular nutrition counseling to parents and
the community.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Sulementasi Fe Terhadap Kadar
Hemoglobin dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam” ini.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu
Prof. dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A (K).
Tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan bantuan, baik
secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara yang dijabat oleh dr. Ria Masniari Lubis, M.Si. atas kesempatan menjadi
mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si
yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam
penyelesaian tesis ini.
Secara khusus saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes sebagai
pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan
bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan
tesis ini selesai.
Selanjutnya terima kasih juga saya ucapkan kepada :
- Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku tim
penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama
penulisan tesis.
- Bupati Pemerintah Kabupaten Pidie yang telah berkenan memberikan kesempatan
kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan tugas
belajar pada sekolah Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan, juga saya ucapkan terima kasih.
- Kepala Rumah Sakit Daerah Sigli, yang telah banyak membantu dan memberikan
dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada sekolah
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan, tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih.
- Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada keluarga besar ibunda
Syakd’iah dan ayahanda Ubit Ahmad, keluarga besar ibu mertua Adjirmi dan ayah
mertua Rusli Hasyim yang telah memberikan dukungan moril serta doa selama
penulis menjalani pendidikan.
Teristimewa buat isteri saya yang tercinta dan tersayang Rosnita serta ananda
M. Isman Setiawan dan M. Alief Arsya, yang penuh pengertian, kesabaran,
pengorbanan dan doa serta motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat
menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
Kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas
bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Januari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Muhammad Nur, lahir pada tanggal 5 April 1971 di Desa Dayah Tanoh
Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie Provinsi NAD, beragama Islam,
bertempat tinggal di Desa Mee Kecamatan Peukan Baro Provinsi NAD. Menikah
dengan Rosnita pada tanggal 11 Juli 1997 dan dikarunia dua orang putra, yang
bernama Isman Setiawan dan Muhammad Alief Arsya.
Pendidikan, SDN No 1 Teupin Raya (1983), SMPN 1 Lueng Putu (1988),
Sekolah Perawat Kesehatan (1991), SMA Grong-grong (1993), Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadyah Aceh Banda Aceh (2003).
DAFTAR ISI
2.1.2. Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan ... … 13
2.1.3. Konsumsi Besi Fe ... … 14
2.1.4. Metabolisme Fe... 15
2.1.5. Proses Penyerapan dan Penyimpanan Zat Besi... … 18
2.1.6. Akibat Kekurangan Zat Besi... … 21
2.1.7. Akibat Kelebihan Zat Besi ... … 22
2.2. Konsumsi Makanan... 23
2.3. Pengertian Anemia ... 25
2.3.1. Penyebab Anemia ... 26
2.4. Program Penanggulangan Anemia ... 27
2.5. Prestasi Belajar ... 28
2.5.1. Pengertian Prestasi Belajar... 28
2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 29
2.6. Hubungan Zat Besi terhadap Tingkat Prestasi Anak Sekolah... 35
2.7. Landasan Teori ... 36
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 38
3.1. Jenis Penelitian ... 38
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 38
3.3. Populasi dan Sampel ... 39
3.3.1. Populasi... 39
3.3.2. Sampel ... 40
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 44
3.5.1. Definisi Operasional ... 44
3.6. Metode Pengukuran... 44
3.7. Metode Analisis Data ... 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN... 46
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Pidie... 46
4.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 47
4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 48
4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48
4.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ... 49
4.1.5. Gambaran Asupan Kalori, Protein dan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 49
4.1.6. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi... 51
4.1.7. Gambaran Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi... 52
4.1.8. Rata-rata Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi... 53
4.1.9. Rata-rata Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi... 54
4.2. Analisis Bivariat ... 56
4.2.1. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Kalori ... 56
4.2.2. Perbedaan Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe... 61
4.2.3. Perbedaan Rata-rata Prestasi Belajar Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe... 63
BAB 5 PEMBAHASAN... 65
5.1. Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Kadar Hemoglobin... 65
5.2. Pengaruh Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar ... 67
5.3. Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Prestasi Belajar... 70
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 72
6.1. Kesimpulan... 72
6.2. Saran ... 72
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)... 12
2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hematokrit... 21
4.1 Nama Sekolah Dan Jumlah Murid Lokasi Penelitian ...……….... 47
4.2. Responden Berdasarkan Umur... 48
4.3. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 49
4.4. Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua... 49
4.5. Gambaran Asupan Kalori, Protein dan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi……….…...………... 51
4.6. Distribusi Pada Kadar Haemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi Kelompok Perlakuan dan Kontrol……...………... 52
4.7. Distribusi Pada Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi Kelompok Perlakuan dan Kontrol...………...……... 52
4.8. Rata-rata Kadar Hemoglobin Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi... 54
4.9. Rata-rata Prestasi Belajar Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi... 56
4.10. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Kalori... 58
4.11. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Protein... 59
4.12. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Fe... 61
4.13. Perbedaan Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe...…………..…………... 62
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Metabolisme Fe ...……... 17
2.2. Kerangka Konsep Penelitian ...……... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Master Data………... 77
2. Hasil Analisis Independen Sampel T-Test...……… 93
ABSTRAK
Rendahnya kadar hemoglobin pada anak usia sekolah dasar mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh dan otak. Keadaan ini menimbulkan rasa letih, lelah dan lesu, yang mengakibatkan prestasi belajar menurun. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Peukan Baro ditemukan, 32 anak SD dan 83 anak MIN mengalami gejala anemia di lokasi dua sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi Fe terhadap kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2009.
Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre-and post
test. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie.
Populasi adalah anak sekolah dasar kelas V dan VI dari SDN I Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng. Jumlah sampel penelitian adalah 32 murid perkelompok.
Kadar haemoglobin diukur dengan haemoque test, prestasi belajar diukur
berdasarkan nilai ujian prasemester, asupan zat gizi diukur dengan metoda recall 24
jam dilakukan sebanyak 3 kali. Data diambil dengan menggunakan uji t test
independent
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian
suplemen Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan nilai p < 0,05
(p=0,001), dan ada pengaruh signifikan pemberian suplemen Fe terhadap
peningkatan prestasi belajar dengan nilai p<0,05 (p = 0,049).
Disarankan kepada 1) kepala pemerintah Kabupaten Pidie turut serta dalam penyelenggaraan program suplementasi Fe terhadap anak sekolah, 2) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie menggerakkan program suplementasi Fe secara rutin dan berkelanjutan melalui monitoring terhadap setiap Puskesmas dalam pelaksanaan program suplementasi Fe dan 3) kepala Puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap kegiatan program suplementasi Fe di wilayah kerjanya, dan 4) petugas puskemas perlu melakukan penyuluhan gizi secara rutin terhadap orang tua dan masyarakat.
ABSTRACT
Low levels of haemoglobin at primary school age children resulted lack of oxygen which is transferred into the body and brain cells. This condition causing fatigue, tired and lethargic, which in turn affects their school performance. Based on the preliminary survey conduated by the researcher survey by the researcher Peukan Baro subdistrict where found 32 children primary school students and 83 children MIN had symptoms of anemia in location of two schools. Intervention iron supplementation was one effective way to increased haemoglobin levels in the blood. Research on the influence of supplementation iron hemoglobin levels and learning achievement of primary school children Peukan Baro subdistrict of Pidie District of Aceh in 2009.
The type of research was a quasi experimental design with pre-and post test. This research was carried out in Peukan Baro subdistrict, Pidie district. Population were elementary school children grade V and VI of the Elementary School I Dayah Bubue and MIN Cempala Kuneng. Study sample size was 32 students each group.
Haemoglobin level was measured by haemoque test, school performance was measured by test scores pra semester, while nutrient intake and nutritional status measured 24 hours recall method by 3 times. Data were analyzed using independent t test.
Result showed that there were significant influence of iron supplementation on haemoglobin and learning achievements levels with a p value < 0.05 (p = 0.001) and p values < 0.05 (p=0.049), respectively.
It is recommended to 1) the head of Pidie district government to participate in the organization of iron supplementation programs for school children, 2) Pidie District of Health to move the program of iron supplementation routinely and sustainable through the monitoring of each health center, 3) the head of Health
Center to monitor the activities of iron supplementation program work area, and 4) health centers officers need to conduct regular nutrition counseling to parents and
the community.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kekurangan zat besi merupakan salah satu masalah gizi utama dan jika terjadi
pada anak-anak akan menjadi persoalan serius bangsa. Kekurangan zat besi
mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap tingkat kemampuan dan kecerdasan
belajar, bila tidak segera diatasi akan terjadi kehilangan sumber daya manusia baru
yang berkualitas. Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat tergantung kepada
keberhasilan bangsa dalam menyiapkan sumber daya manusia yang merupakan salah
satu kebutuhan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai
dengan tujuan pembangunan kesehatan nasional. Pembangunan kesehatan manusia
tidak hanya kesehatan mental maupun fisik tetapi juga kesehatan untuk mencapai
kecerdasan khususnya anak sekolah (Soeida, 2008).
Wajib belajar pendidikan 9 tahun merupakan program penting pemerintah
yang bertujuan untuk mencapai cita – cita pembangunan nasional yang sejalan
dengan Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun ternyata masih ada
beberapa hal yang menghambat keberhasilan tersebut antara lain adalah masalah
kurang gizi yang dijumpai pada kelompok anak usia sekolah terutama pada keluarga
miskin di daerah pedesaan (Depkes RI, 1996).
Pembinaan anak dan remaja merupakan bagian dari upaya meningkatkan
usia sekolah dasar adalah rendahnya tingkat kesehatan dan status gizi terutama pada
anak – anak yang berasal dari keluarga miskin. Untuk peningkatkan kecukupan gizi
anak Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pemerintah melakukan
program melalui Pembinaan Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMT-AS)
guna mengatrol tingkat kecerdasan dan adanya jalinan kerja sama dengan
departemen kesehatan dalam rangka pemberian suplemen zat besi berupa tablet
FeSO4 500 mg (Ferro Sulfat) kepada kelompok sasaran anak-anak sekolah dasar
(Soeida, 2008).
Tingkat kesehatan dan status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi kemampuan belajar anak dalam masa pendidikan. Anak yang kurang
sehat dan kurang gizi sulit memperoleh prestasi belajar yang memadai, disebabkan
anak mengalami letih, lesu, dan berkurangnya pusat konsentrasi belajar sehingga
sering tidak hadir mengikuti pelajaran di sekolah dan daya serap terhadap materi
pengajaran sangat rendah. Selain peningkatan metode belajar mengajar di sekolah,
peningkatan kesehatan untuk keberhasilan proses belajar mengajar perlu di upayakan.
Salah satu aspek pembangunan yang penting adalah pembangunan sumber
daya manusia. Meskipun sudah banyak kemajuan yang dicapai, namun masih
ditemukan berbagai masalah termasuk masalah gizi pada anak sekolah. Hal ini
dikarenakan anak sekolah adalah salah satu kelompok rawan gizi. Terutama rawan
gizi terhadap kekurangan zat besi yang mengakibatkan anemi. Anemi muncul akibat
penurunan jumlah dan mutu sel darah merah yang antara lain berfungsi sebagai
tubuh. Anemi menimbulkan dampak fisiologis dan psikologis terutama berupa sulit
berkonsentrasi dalam belajar sehingga tidak mampu berprestasi dalam belajar
(RAN, 2006).
Menurut Kodiyat (1995) dalam RAN (2006), di Indonesia anemi gizi masih
menjadi masalah utama. Data hasil penelitian menunjukan prevalensi anemi gizi besi
masih tinggi yaitu pada ibu hamil prevalensinya mencapai 63,5%, balita 55,5%, anak
usia sekolah 20% - 40%, wanita dewasa 30% - 40%, pekerja berpenghasilan rendah
30% - 40%, dan pria dewasa 20% - 30%. Penelitian lain oleh Pusponegoro
menyebutkan anemi ditemukan pada balita 40,5%, anak usia sekolah 47,2%, remaja
puteri 57,1% dan ibu hamil 50,9%. Sementara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)
pernah meneliti pada 1000 anak sekolah dasar di 11 propinsi dan hasilnya
menunjukan 20%-25% terkena anemi. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001menyebutkan prevalensi anemia pada anak 0-5 tahun 47% anak
usia sekolah dan remaja 26,5% dan wanita usia subur 40% (RAN, 2006).
Hal di atas sejalan dengan hasil survei dasar anak –anak Sekolah Dasar (SD)
di Sumatera yang dilakukan oleh Mercy Cops tahun 2005. Survei yang dilakukan
meliputi empat propinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Bengkulu dan Lampung
ditemukan bahwa prevalensi angka kecacingan dikalangan anak SD di Sumatera
sebesar 36% dan menderita anemia sebesar 43,31%. Hasil studi yang lebih kecil
lingkupnya seperti yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sawahlunto
Sijunjung tahun 2006, ditemukan anak SD 15,3% mengalami kekurangan gizi,
kekurangan zat besi 73,5% dan kekurangan konsumsi karbohidrat sebesar 77,2%
Menurut Supariasa (2002), salah satu penyebab kurangnya asupan zat besi
adalah karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia yang masih didominasi
sayuran sebagai sumber zat besi (non heme iron). Sedangkan daging dan protein
hewani lainnya (ayam dan ikan) yang diketahui sebagai sumber zat besi yang baik
(heme iron), jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat dipedesaan sehingga hal ini
menyebabkan rendahnya penggunaan dan penyerapan zat besi. Selain itu, menurut
Nasution (2004) penyebab defisiensi zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang
meningkat akibat mengindap penyakit kronis, kehilangan darah karena menstruasi
dan infeksi parasit (kecacingan). Di Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan
masalah besar untuk kasus anemi defisiensi besi, karena diperkirakan cacing
menghisap darah 2-100 cc setiap harinya (Isniati, 2007).
Menurut Husaini pemberian zat besi selama empat bulan pada balita anemia
dapat meningkatkan kadar Hb secara bermakna. Pemberian Suplemen zat besi
berbentuk pil selama 2 kali per minggu dengan dosis 60 mg dapat memberikan
dampak yang sama terhadap kenaikan kadar Hb dengan suplementasi zat besi
berbentuk pil setiap hari dengan dosis 30 mg (Muljanti dkk, 2000).
Pemberian suplemen besi (ferro sulfat dengan kandungan besi elemental
60 mg) per minggu selama 4,5 bulan dapat menurunkan persentasi anemia gizi dari
60% menjadi 35,9%. Pemberian suplemen zat besi satu kali per minggu selam 4,5
bulan dapat meningkatkan status Hb status secara bermakna (Saidin dkk, 1999).
Pemerintah melalui Departemen kesehatan sejak Repelita enam telah
melalui suplementasi zat besi. Pemberian dilakukan dalam dua cara yaitu pertama
tahap pencegahan, diberikan tanpa pemeriksaan kadar Hb dengan dosis 30 mg kadar
besi dan 0,125 asam folat dua kali seminggu. Tahap kedua dengan pemeriksaan kadar
Hb terlebih dahulu, dimana anak usia 6-12 tahun dengan kadar Hb < 12 mg/dl
diberikan 2 x 30 mg tablet besi seminggu 2x selama tiga bulan (Depkes RI, 1995).
Hasil lokakarya defisiensi zat besi di Indonesia tangga 1-2 April 1997 telah
merekomendasikan bahwa Suplementasi zat besi pada anak sekolah dasar adalah
60 mg setiap minggu melalui program pemberian makanan tambahan anak sekolah
(Helen Keller Internasional, 1997).
Menurut RAN (1989) dalam Nasution tahun 2004, kebutuhan sehari-hari zat
besi yang dianjurkan untuk usia 6 bulan sampai 3 tahun adalah 10 mg/hari yang
merupakan suatu kadar yang telah dipertimbangkan dapat memenuhi kebutuhan anak
pada usia tersebut. Sementara Widya Karya Pangan dan Gizi (1989) dalam Almatsier
tahun 2004, menetapkan angka kecukupan zat besi bagi anak sekolah adalah
10 mg/hari. Namun, menurut RAN-Pangan dan Gizi (2006), bahwa kebutuhan
rata-rata zat besi pada anak sekolah adalah 5 mg/hari dan jika terjadi infeksi jumlah dosis
akan bertambah menjadi 10 mg/hari.
Anak yang kekurangan zat besi menunjukan skor motorik dan IQ lebih rendah
pada usia 11-14 tahun. Kekurangan zat besi pada anak usia sekolah juga
menyebabkan sulit konsentrasi dan gangguan kecerdasan terutama untuk pelajaran
matematika. selain hal diatas, kekurangan zat besi juga menyebabkan penurunan nilai
tes psikologi, tes konsentrasi, mengurangi kemampuan belajar konsep dan
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Peukan Baro
dan didukung oleh data dari petugas UKS didapatkan, dari 136 siswa SDN I Dayah
Bubue terdapat gejala anemia sebanyak 32 siswa dan dari 392 siswa Madrasah
Ibtidaiyah terdapat siswa dengan gejala anemia sebanyak 83 siswa. Dari statistik yang
ada di kantor Kecamatan Peukan Baro rata-rata penduduk/orang tua siswa tersebut
mata pencarian petani dan dapat dikategorikan berpenghasilan menengah kebawah.
Pemberian suplementasi Fe dengan dosis 10 mg pada anak sekolah dasar,
didasari oleh; 1) merupakan dosis kebutuhan anak sekolah, 2) dosis yang aman, oleh
karena dengan pemberian 10 mg kemungkinan akibat kelebihan pemberian Fe yang
mempunyai efek samping mual, dan sebagainya dapat dihindari, 3) anak dengan
gejala anemia yang dimungkinkan adanya penyakit infeksi seperti kecacingan,
4) dalam usia pertumbuhan, memerlukan asupan Fe yang besar dan 5) adanya pola
konsumsi makanan yang tidak cukup gizi.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah suplementasi Fe dengan dosis 10 mg perhari selama tiga bulan
berpengaruh terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar.
2. Apakah suplementasi Fe berpengaruh terhadap prestasi belajar anak sekolah
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Fe dengan
dosis 10 mg perhari selama tiga bulan terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan
prestasi belajar anak Sekolah Dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh suplementasi Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan
prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie,
Nanggroe Aceh Darussalam.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengembangan ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat
suplementasi Fe terhadap pestasi belajar anak sekolah dasar.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Diharapkan menjadi masukan bagi pengelola gizi dalam merencanakan
program penanggulangan anemia bagi anak sekolah dasar di Kabupaten Pidie.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi masyarakat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Almatsier (2002), bahwa pengaruh anemia besi terhadap perilaku
dan prestasi belajar anak sekolah dasar serta peranan dalam konsumsi kecukupan zat
besi. Menurut Saidin dkk (1999), bahwa pengaruh pemberian tablet besi dengan dosis
60 mg satu kali seminggu terhadap status Hb dan status besi anak sekolah dasar
penerima pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) di kota Lampung
Selatan dengan pemberian makanan tambahan suplementasi sirup besi dapat
meningkatkan kadar hemoglobin terhadap anak sekolah dasar yang mengalami
anemia.
Menurut Windiarso (2000), bahwa effektifitas tablet besi dan multivitamin
terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar di Kabupaten Bantaeng Propinsi
Sulawesi Selatan untuk anak sekolah dasar yang mengalami anemia dari kelas I-VI
dengan pemberian Fe dan multivitamin dapat meningkatkan kadar hemoglobin
terhadap anak sekolah dasar.
Upaya pembangunan yang dilaksanakan pada hakikatnya adalah upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai cerminan dari tujuan nasional. Seperti
halnya di Negara-negara berkembang lainnya, di Indonesia kekurngan gizi
merupakan masalah utama yang diketahui dapat menghambat lajunya pembangunan
nasional. Sampai saat ini masih terdapat masalah kekurangan gizi terutama diderita
dipandang sebagai masalah kesehatan umum di Indonesia adalah : defisiensi Iodium,
Vitamin A dan zat besi (Wirakusumah,1998).
Salah satu indikator status gizi masyarakat adalah prevalensi anemi gizi,
anemi gizi umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah akan mengakibatkan kadar hemoglobin menjadi
rendah. Hallberg et all (2003) dalam Isniati (2007), kadar hemoglobin yang kurang
dapat digunakan sebagai salah satu indicator anemia defesiensi besi.
2.1 Pengertian Zat Besi (Fe)
Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh tubuh
karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak sebagai
pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam transfer CO2 dan H positif
pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organik (Soeida, 2008).
Menurut Bothwell, et,al.,1979 dan Commision of European Communities
(CEC), 1993 cit Gillespie, (1998), Besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial
dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari
paru-paru ke jaringan tubuh, mengangkut electron dalam sel, dan dalam mensintesa
enzim yang mengandung besi yang dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama
memproduksi energi selluler.
Menurut Almatsier (2004), Besi merupakan mineral yang paling banyak
terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 2-3 gram di dalam tubuh
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut
elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
jaringan tubuh.
Menurut Soekirman (2000), Besi adalah salah satu zat gizi penting yang
terdapat pada sel hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun sel hewan. Dalam tubuh,zat
besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang bernama
hemoglobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat
besi mempunyai pengaruh terhadap kognisi, aktivitas mental seperti mendapatkan,
menyimpan, mengeluarkan, dan memakai informasi dan pengetahuan (Rachmawati,
2007).
Menurut Dallman et al (1980) cit Gillespie, (1998) dalam Nasution 2004,
keseimbangan besi ditentukan oleh simpanan besi didalam tubuh, absorsi besi dan
besi yang hilang. Sedikitnya 2/3 besi di dalam tubuh merupakan besi yang bersifat
fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin. selama masa sirkulasi sel darah
merah, beberapa bagian mioglobin di dalam sel otot dan sebagian ada di dalam enzim
yang mengandung besi. Paling banyak sisa besi di dalam tubuh di simpan dalam
bentuk cadangan besi (bentuk ferritin dan hemosiderin) yang berfungsi sebagai
simpanan yang dapat digunakan bila dibutuhkan. Anak anak mempunyai simpanan
besi yang rendah disebabkan karena besi digunakan untuk pertumbuhan dan volume
darah.
Francin, dkk (2005) mengemukakan bentuk-bentuk konyugasi Fe adalah :
1. Hb mengandung ferro. Fungsi hemoglobin sebagai pertukaran CO2 dan O2 dari
2. Mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung fe bentuk ferro. Fungsinya
untuk proses kontraksi otot.
3. Transferin, mengandung Fe bentuk ferro. Berfungsi mentranspor Fe tersebut
di dalam plasma darah dari tempat penimbunan ke jaringan sel yang diperlukan.
4. Feritin adalah simpanan Fe mengandung bentuk ferri. Kalau Fe feritin diberikan
pada transfer untuk di ubah menjadi ferro yang berasal dari penyerapan usus,
kemudian ditimbun.
5. Hemosiderin adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk
simpanan zat besi.
Jumlah simpanan zat besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 3,5
gram dimana 70 % terdapat dalam hemoglobin, 25 % merupakan cadangan besi yang
terdiri dari feritin dan hemosiderin terdapat dalam hati, limpa dan sum sum tulang
(Suhardjo dkk, 2006).
2.1.1 Sumber Zat Besi
Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Sumber baik zat besi adalah
makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainya adalah telur, serealia
tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah
besi, perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketersediaan
biologik (bioavailbility). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan
mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan
mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran,
ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan
sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber zat besi berasal dari hewan dan
tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorbsi. Menu makanan di
Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging, ayam, ikan, kacang-kacangan, serta
sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C. Kandungan besi beberapa bahan
makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100gram)
Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Nilai Fe
Tempe Kacang Kedelai Murni 10,0 Biskuit 2,7
Kacang kedelai,kering 8,0 Jagung kuning,pipil lama 2,4
Kacang hijau 6,7 Roti putih 1,5
Kacang merah 5,0 Beras setengah giling 1,2
Kelapa tua,daging 2,0 Kentang 0,7
Udang segar 8,0 Daun kacang panjang 6,2
Hati Sapi 6,6 Bayam 3,9
Daging Sapi 2,8 Sawi 2,9
Telur Bebek 2,8 Daun katuk 2,7
Telur Ayam 2,7 Kangkung 2,5
Ikan segar 2,0 Daun singkong 2,0
Ayam 1,5 Pisang ambon 0,5
Gula Kepala 2,8 Keju 1,5
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1979.
Zat besi yang terdapat dalam tubuh orang dewasa sehari berjumlah + 4 g. Zat
besi tersebut berada dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (+ 2,5 g) Myoglobin
(150 mg), phorphyryn (enzim intraselular) cytocrome dan hati, limpa sumsum tulang
(+200-1.500 mg). Ada dua bagian zat besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang
dipakai untuk keperluan metabolik, dan bagian yang merupakan cadangan (reserva).
besi yang fungsional dan berjumlah antara 5-25 mg/kg berat badan. Feritin dan
hemosiderin adalah bentuk zat besi reserva yang biasanya terdapat dalam hati, limpa
dan sumsum tulang (Wirakusumah, 1999).
Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak
mengalami anemia. Artinya jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat makanan. Zat
besi dalam bentuk reserva berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
homeostatis tubuh. Feritin dan hemosiderin akan membantu mempertahankan
pembentukan hemoglobin, bila zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak
mencukupi.jumlah zat besi yang harus diserap oleh tubuh untuk mempertahankan zat
besi akibat eksresi cukup kecil, yaitu sebesar 1 mg (Wirakusumah,1999).
Secara garis besar metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari proses
penyerapan, pengangkutan dan pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran. Zat besi
dari makanan di serap ke usus halus kemudian masuk kedalam plasma darah, selain
itu ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh melalui tinja. Didalam plasma
berlangsung proses turn over, yaitu sel-sel darah yang lama di ganti dengan sel-sel
yang baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn over setiap hari berkisar hanya
kira-kira 35 mg berasal dari makanan, hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah
tua dan diproses oleh tubuh agar dapat di pergunakan lagi (Wirakusumah,1999).
2.1.2 Angka Kecukupan Besi yang Diajurkan
Menurut Widya karya Pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka
• Bayi : 3 – 5 mg
• Balita : 8 – 9 mg
• Anak sekolah : 10 mg
• Remaja laki-laki : 14 – 17 mg
• Remaja Perempuan : 14 – 25 mg
• Dewasa laki-laki : 13 mg
• Dewasa Perempuan : 14 – 26 mg
• Ibu hamil : + 20 mg
• Ibu menyusui : + 2 mg
2.1.3 Konsumsi Besi Fe
Anemia kurang besi dan juga anemia kurang asam folat sebenarnya tidak
perlu terjadi bila makanan sehari hari cukup mengandung besi dan asam folat. Namun
umumnya makanan kaya besi terdapat pada protein hewani seperti hati, ikan dan
daging yang harganya mahal dan belum sepenuhnya terjangkau oleh kebanyakan
masyarakat Indonesia (Depkes RI,1995).
Walaupun terdapat sumber makanan nabati yang kaya besi, seperti daun
singkong, kangkung dan sayuran berwarna lainnya, namun Fe dalam makanan
tersebut lebih sulit penyerapannya.
Dibutuhkan porsi besar sumber nabati tersebut, untuk mencukupi kebutuhan
besi dalam sehari, yang jumlah tersebut tak mungkin terpenuhi konsumsinya.
untuk memberi Suplementasi Fe guna mencegah dan menanggulangi anemia menjadi
sangat efektif dan efesien (Depkes RI,1995).
Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup mengandung zat
besi atau absorbsinya rendah, maka ketersediaan zat besi dalam tubuh tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama dapat terjadi pada orang
yang mengkonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang
hanya terdiri dari nasi dan kacang kacangan. Tetapi apabila dalam menu terdapat
bahan-bahan makanan yang tinggi absorbsi zat besi seperti : ayam, daging, ikan dan
vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan
sehingga kebutuhan akan zat besi dapat terpenuhi (Husaini, 1989).
Pemberian makanan saja tanpa disertai pemberian pil besi pada hasil
penelitian anak sekolah di Kabupaten Bogor belum dapat meningkatkan kadar
Hemoglobin (Hb) dan status beri secara bermakna. Tetapi penelitian Saidin dkk,
(1999) membuktikan pemberian pil besi 1 kali seminggu terbukti dapat
meningkatkan kadar Hb secara nyata (Saidin dkk, 1999).
2.1.4 Metabolisme Fe
Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen. Hanya Fe++ ini yang
diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh
memiliki suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa
mukosa usus tergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup
maka semua apoferritin yang ada dalam mukosa usus terikat oleh Fe menjadi Ferritin.
Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi
yang dapat masuk ke dalam mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat
masuk ke dalam darah bila ia berikatan dengan β-globulin yang ada dalam plasma.
Gabungan Fe dengan β-globulin disebut ferritin.
Apabila semua β-globulin dalam plasma sudah terikat Fe” (menjadi feritin)
maka Fe++ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke dalam plasma dan
turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru.
Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferrin dapat digunakan dalam eritropoesis,
karena sel eritoblas dalam sum-sum tulang hanya memiliki reseptor untuk ferritin.
Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sum-sum tulang
sebagai ferritin. Besi yang terikat pada β-globulin selain berasal dari mukosa usus
juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk ke dalam jaringan
limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut
aliran darah ke sum-sum tulang untuk digunakan eritoblas membentuk hemoglobin.
Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, oleh
karena itu apabila terjadi kekurangan hemoglobin mengakibatkan anemi sehingga
Lambung + HCl : FexÆ Fe+++
Duodenum usus halus Fe+++ Fe++
Sel mukosa Fe+++ Apoferritin
Ferritin
Destruksi
SDM Ferritin Fe+++
Hemosideria
Fe+++
Plasma Fe+++β-globulin
Transferritin
Sum-sum Tulang
Fe++ + Protoposfirrin Æ heme Heme + Globulin Æ Hb
Hb Fe++ Makanan terutama
protein hewani
2.1.5 Proses Penyerapan dan Penyimpanan Zat Besi
Sebahagian besar transperin darah membawa besi ke sum-sum tulang dan
bagian tubuh lain. Di dalam sum-sum tulang besi digunakan untuk membuat
haemoglobinm yang bagian sel darah merah. Sisanya di bawa ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Kelebihan besi yang bisa mencapai 200 hingga 1500 mg. disimpan
sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati (30%). sum-sum tulang
belakang (30%) dan selebihnya dalam limfa dan otot. Dari simpanan besi tersebut
hingga 50 mg sehari dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan
hemoglobin. Feritin yang bersirkulasi didalam darah mencerminkan simpanan besi
didalam tubuh. Pengukuran feritin di dalam serum merupakan indikator penting
dalam menilai status besi.
Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu panjang atau
sering mendapat transpusi dapat menimbulkan penimbunan besi secara berlebihan di
dalam hati (Almatsier, 2002). penyerapan zat besi ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi dalam
tubuh, bioavailabilitas zat besi, dan adanya faktor penghambat penyerapan zat besi.
Apabila jumlah zat besi yang berada dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi
akan meningkat. Pada laki-laki penyerapan zat besi akan meningkat setelah
pertumbuhan terhenti dan akan memasuki masa dewasa. Sebaliknya pada wanita
justru setelah masa manopouse cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan
penyerapan justru menurun karena tidak mengalami mentruasi lagi
Tubuh yang kekurangan zat besi akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk
pembentukan sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu,sumsum
tulang bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorbsi berlangsung
lebih efisien. Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan
maupun tumbuhan. Zat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap
antara 1-6%, lebih rendah di banding zat besi yang berasal dari hewan yang
mempunyai daya serap 7-22% (Wirakusumah,1999).
Jumlah zat besi dalam tubuh terutama diatur oleh penyerapan yang bervariasi.
Apabila penyerapan zat besi dalam tubuh berkurang maka penyerapan akan
meningkat. Mekanisme kompensasi haemoestatic ini merupakan proteksi terhadap
kemungkinan berkembangnya kurang Fe karena konsumsi makanan yang berkurang
mengandung Fe. Kemungkinan kurangnya zat besi karena rendahnya zat besi dalam
makanan, infestasi parasit dan mentruasi pada wanita (Suhardjo,1992).
Anemia kurang besi terjadi atas beberapa tingkatan, dimana masing-masing
tingkatan berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu. Dimana
banyaknya cadangan besi (Iron Stores) berkurang di bawah normal namun besi dalam
sel darah merah dan jaringan masih tetap normal.
Tingkat kedua anemia kurang besi dini (Early Iron Defisiency Anemi) dimana
penurunan besi cadangan terus berlangsung sampai habis atau hampir habis, tetapi
besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap belum berkurang.
Tingkat ketiga anemia kurang besi lanjut (Late Iron Defisiency Anemi)
darah merah sudah mengalami penurunan, namun besi dalam jaringan belum
berkurang.
Tingkat keempat kurang besi jaringan (Iron tissue defisiency) terjadi setelah
besi dalam jaringan berkurang. Dengan demikian pada tingkatan ini semua komponen
besi dalam tubuh telah terganggu (Dallman dalam Suhardjo, 1992).
Defisiensi besi terjadi karena : (1) Konsumsi Sumber zat besi yang berasal
dari makanan yang tingkat absorbsinya rendah dan adanya penghambat /inhibitor.
(2) Asupan makanan sumber zat besi kurang. (3) Meningkatnya kebutuhan zat besi
misalnya pada keadaan hamil dan pada saat pertumbuhan cepat terutama pada
anak-anak. (4) Kehilangan darah misalnya, menstrusi, adanya parasit kecacingan
(Depkes RI, 1996).
Status besi tergantung keseimbangan besi dari konsumsi dan eksresinya pada
waktu yang lama konsumsi zat besi dapat berasal dari makanan atau melalui
fortifikasi atau suplementasi. Ketidakseimbangan Fe dipengaruhi oleh hilangnya besi
melalui mukosa usus yaitu adanya menstruasi, kehamilan haemorrhoid, diare,
kehilangan darah yang lain (Howston dkk,1998).
Anak yang kurang besi mengalami penurunan kemampuan intelektual, seperti
kemampuan verbal, mengingat berkonsentrasi, berfikir analog dan sistimatis, serta
prestasi belajar yang rendah. Dari hasil penelitian imunologi menunjukkan adanya
penurunan kekebalan tubuh seperti umumnya jumlah T-lymphocyte, kelainan pada
kemampuan tubuh membunuh bakteri menjadi rendah. Hasil penelitian ini,
memberikan petunjuk bahwa kualitas sumber daya manusia menjadi rendah jika
dijumpai banyak penduduk yang menderita anemi kurang besi (Husaini,1989).
Di negara berkembang dengan adanya sumber daya yang terbatas sebagai
ukuran anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hemotocrit (Gillespie,1998).
Batas ambang tingkat hemoglobin dan hemotokrit sebagai berikut :
Tabel 2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
Kelompok umur/status physiologis Hemoglobin (g/ dl ) Haemotocrit (%)
6 Bulan - 5 tahun 11,0 33,0
6 Tahun - 12 tahun 12,0 34,0
12 Tahun - 13 tahun 12,0 36,0
Laki-laki 13,0 39,0
Perempuan
- Tidak hamil 12,0 36,0
- hamil 11,0 33,0
Sumber : WHO / UNICEF / UNU
2.1.6 Akibat Kekurangan Zat Besi
Defisiensi Zat besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat,
baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama
menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta
pekerja berpenghasilan rendah, secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan anemia
besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu terhadap
kemampuan belajar dan produktivitas kerja.
Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang
seimbang atau gangguan absorbsi besi. Di samping itu kekurangan besi dapat terjadi
karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang
mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal.
Kekurangan gizi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih,
pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan
kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu
kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan zat besi
menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk
berkonsentrasi dan belajar (Almatsier, 2002).
2.1.7 Akibat Kelebihan Zat Besi
Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh
suplemen besi. Gejalanya adalah rasa nek, muntah, diare, denyut jantung meningkat,
sakit kepala, menggigau, dan pingsan (Almatsier, 2002).
Adapun penilaian status gizi secara langsung yang lain adalah pemeriksaan
biokimia, yang memberikan hasil yang tepat dan obyektif. Berdasarkan pendapat
Supariasa dkk (2002) dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering
digunakan adalah pengukuran kadar berbagai zat gizi dan subtansi kimia yang lain
dalam darah dan urine, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin
indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil pengukuran kadar hemoglobin
tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin
secara luas digunakan sebagai parameter untuk menetapkan prevalensi anemia.
Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit
nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan rendahnya produksi sel darah merah
(eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (haemolisis) atau kehilangan
darah yang berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia.
Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorsi tidak memadai untuk kebutuhan
tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, penurunan bioavailabilitas Fe
dalam tubuh, peningkatan kebutuhan Fe karena perubahan fisiologi seperti kehamilan
dan proses pertumbuhan (FKM UI, 2007).
2.2 Konsumsi Makanan
Manusia membutuhkan makanan untuk memenuhi zat gizi dalam tubuh.
Kebutuhan zat gizi seseorang berbeda-beda menurut umur, jenis kelamin. agar
kebutuhan gizi dapat terpenuhi, maka harus mengkonsumsi makanan setiap hari
sesuai dengan anjuran gizi. makanan yang dikonsumsi seseorang dapat diketahui
jumlah dan kandungan gizinya dengan cara melakukan penilaian konsumsi makanan
atau survei diet.
Menurut Supariasa dkk (2002) menyatakan bahwa survei konsumsi makanan
adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi seseorang atau
kelompok. survei konsumsi makanan bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan
dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok,
konsumsi makanan tersebut. Hasil survei konsumsi makanan tidak dapat menemukan
status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Namun dapat digunakan
sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi pada seseorang.
Metoda recall makanan merupakan tehnik yang paling sering digunakan baik
secara klinis maupun penelitian. Metoda ini mengharuskan pelaku mengingat semua
makanan dan jumlahnya sebaik mungkin dalam waktu tertentu ketika tanya jawab
berlangsung. Pengingatan sering dilakukan untuk 1-3 hari.
Menurut Gibson (1999) bahwa informasi yang berkenaan dengan aturan
makan pada suatu periode tertentu dapat diperoleh dengan menanyakan individu
untuk mengingat kembali banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi pada suatu
hari sebelumnya (24 jam yang lalu). Masa ini dipertimbangkan untuk dapat
memberikan daya ingat serta informasi yang dapat dipercaya. Adapun bila masa
mengingat lebih panjang, maka daya ingat menjadi lebih terbatas. Metoda recall 24
jam merupakan metoda yang secara luas digunakan untuk memperoleh informasi
terhadap makanan pada individu. Metoda ini sering digunakan pada survei nasional
karena memiliki tingkat tanggapan yang tinggi dan dapat memberikan informasi
secara terinci untuk mewakili kelompok populasi yang berbeda.
Menurut Soekirman (2000), bahwa kebutuhan akan zat gizi tidak sama bagi
semua orang, tetapi tergantung pada banyak hal antara lain umur, jenis kelamin dan
pekerjaan. Keseimbangan jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan sebagai
kelompok orang ditetapkan dalam suatu daftar yang dikenal sebagai suatu daftar
Recommended Dietary Allowance (RDA). Di Indonesia DKG ditetapkan setiap lima
tahun sekali oleh sekelompok pakar dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.
Data intake energi, protein dan Fe dilakukan dengan metode recall 24 jam
selama 3x awal, pertengahan dan akhir penelitian yaitu hari Senin, Kamis dan sabtu,
hari recall dilakukan secara berselang tanpa diketahui oleh responden untuk
mencegah adanya perubahan pola makan.
2.3 Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari
normal, anemia juga berarti suatu kondisi ketika terdapat defisiensi ukuran/jumlah
eritrosit atau kandungan hemoglobin. Zat gizi yang paling berperan dalam proses
terjadinya anemia gizi adalah besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama
anemia gizi di bandingkan dengan zat gizi yang lain. Itulah sebabnya anemia gizi
sering diidentikkan dengan anemia gizi besi (Wirakusumah, 1999).
Pada dasarnya pengertian anemia dapat dibedakan menjadi : (1) Anemia besi;
karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti melekul hemoglobin yang merupakan unsur
utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat gizi besi menyebabkan
menurunnya produksi hemoglobin, (2) Anemia vitamin E : mengakibatkan integritas
dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif
terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah), (3) Anemia asam folat : disebut juga
anemia megaloblastik atau makrositik; dalam hal ini keadaan sel darah merah
dan gejalanya mirip dengan anemia gizi asam folat. Namun anemia jenis ini disertai
dengan gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam, (5). Anemia vitamin B6
Anemia ini di sebut juga siderodlastik. Keadaannya mirip dengan anemia gizi besi,
namun bila darahnya dites secara laboratoris, serum besinya normal (Harli, 1999).
Kurang besi (Iron Defisiency) sering disamakan dengan anemia gizi besi.
Keduanya berbeda tapi sering ditemukan bersamaan. Seseorang dapat menderita
kurang gizi besi saja, tetapi dapat juga terjadi sekaligus kurang gizi besi dan anemia
gizi besi. Seseorang dikatakan kurang gizi besi saja (tidak disertai anemia gizi besi)
apabila cadangan besi dalam hatinya menurun tetapi belum ada tahap parah dan
jumlah hemoglobinnya masih normal. Apabila seseorang menderita kurang besi dan
juga anemia gizi besi orang ini sudah menderita anemia. Tahap ini terjadi apabila
tingkat penurunan cadangan besi dalam hati sangat parah sehingga jumlah
hemoglobin darah menurun dibawah normal. Tahap terakhir seseorang dalam
keadaan anemia gizi besi apabila tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk
membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam pembentukan sel darah yang baru
(Soekirman,1999).
2.3.1 Penyebab Anemia
Ada tiga penyebab terjadinya anemi gizi besi yaitu :
1. Produksi sel-sel darah merah yang tidak mencukupi, disebabkan oleh kebutuhan
akan zat gizi yang tidak terpenuhi sehingga sel-sel darah merah yang hilang lebih
banyak dari sel-sel darah merah yang dibentuk.
2. Jumlah darah yang keluar dari tubuh dalam jumlah yang besar akan menimbulkan
cacing tambang. Zat besi yang keluar lebih banyak dari zat besi yang masuk,
sehingga berat ringannya anemia tergantung dari jumlah cacing tambang yang ada
dalam tubuh seseorang dan keadaan gizinya.
3. Kerusakan sel darah yang terjadi dalam tubuh akibat dari penyakit malaria dan
thalasemia.
Untuk mengetahui anemia tidaknya seseorang harus dilakukan pengukuran
hemoglobin darah kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar baku dari WHO
(E.M De Mayer, 1987).
2.4 Program Penanggulangan Anemia
Strategi penanggulangan anemi defisiensi besi pada anak sekolah sebagai
berikut: (1) Komunikasi informasi edukasi (KIE) yang dilakukan secara kelompok di
sekolah maupun secara massal melalui radio,TV.majalah remaja (2) operasional
suplementasi pada anak sekolah usia 6-12 tahun mendapat suplemen 60 mg unsur
besi dan 0,125 mg asam folat dosis (1 tablet) 1 kali seminggu selama 3 bulan, pada
anak dengan kadar Hb<12gr% pemberian menjadi 1x 60 mg unsur besi dan 0,125 mg
asm folat (1x1 tablet)1 kali seminggu selama 3 bulan. Untuk daerah endemis cacing
disertai dengan pemberian obat cacing secara berkala.Daerah endemis malaria
pemberian disertai dengan anti malaria bagi individu yang di curigai menderita
malaria (3) Gerakan penanggulangan anemia dimasukkan dalam kegiatan UKS dan
lain-lain (Depkes RI,1996).
Suplementasi besi merupakan salah satu upaya penting dalam pencegahan dan
Selain itu suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya padat
dan dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi anemia
akibat kekurangan asam folat, cara ini efisien, karena tablet besi harganya murah dan
dapat terjangkau oleh masyarakat luas serta mudah didapat (Depkes RI,1995).
Strategi perbaikan status besi pada anak sekolah pada jangka pendek dengan
suplementasi tablet besi, penanggulangan parasit dan malaria, pemberian obat cacing
secara periodik dan pemberian vitamin dan mineral pada program makanan
tambahan. Jangka menengah dengan perbaikan hygiene dan sanitasi. Fortifikasi besi
dan pada jangka panjang yaitu perbaikan hygiene dan sanitasi, penganekaragaman
makanan dan konsumsi makanan (Howston dkk, 1998).
2.5Prestasi Belajar
2.5.1. Pengertian Prestasi belajar
Prestasi adalah kemampuan aktual yang dapat diukur langsung dengan alat
ukur yaitu tes prestasi, sehingga prestasi dapat dikatakan sebagai hasil konkrit yang
dapat dicapai pada suatu saat, hasil tes dapat dilihat dengan nyata dan dapat dicapai
oleh individu pada saat tertentu (Winkel, 1983).
Menurut Purwodarminto (1990) didalam kamus bahasa indonesia
mendefenisikan prestasi belajar sebagai hasil yang telah dicapai setelah melakukan
kegiatan atau pekerjaan. Maka untuk memperoleh prestasi belajar seseorang anak
harus berusaha mencapai terlebih dahulu dengan usaha belajar, karena prestasi belajar
biasanya dituangkan dalam bentuk skor atau angka dalam bentuk rapor yang
diberikan setiap akhir semester atau triwulan sebagai bentuk pengungkapan
kemampuan yang telah dimiliki oleh seseorang murid.
2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Suryabrata (2002) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:
a. Faktor dari individu meliputi kondisi psikologis yang mencakup minat,
kecerdasan dan motivasi serta kondisi fisiologis seperti kesehatan,
pendengaran dan penglihatan.
b. Faktor lingkungan yang mencakup lingkungan alami seperti suhu,
kelembaban udara dan sosial.
c. Bahan dan hal dipelajari meliputi : belajar, bahasa, rangkaian huruf, dan
bahan belajar.
Sumantri (1982) yang mengutip pendapat Watson bahwa stimulus atau
dorongan merupakan salah satu syarat agar proses belajar dapat berjalan dengan
baik. Konsekuensinya ialah perlu disediakan fasilitas yang memadai dan kesehatan
anak. Ini dapat mempengaruhi secara langsung konsentrasi dan prestasi anak dengan
mengkonsumsi cukup zat besi dalam usaha memperbaiki anemi kekurangan besi pada
kelompok anak yang mengalami anemia dapat meningkatkan prestasi belajar.
Tingkat kesehatan dan status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan belajar anak dalam masa pendidikan. Anak yang kurang
seringnya absen dan daya serap yang rendah terhadap materi pengajaran. Oleh karena
itu disamping peningkatan metoda belajar-mengajar di sekolah, tingkat kesehatan dan
status gizi murid perlu ditingkatkan untuk keberhasilan proses belajar mengajar
(Zulhaida dan Jumirah, 2000).
Menurut Dalyono (1996), faktor yang mempengaruhi prestasi belajar internal
(dari individu) maupun eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan
sekitarnya). Selanjutnya faktor keluarga yang dimaksud adalah tinggi rendahnya
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua, jumlah anggota
keluarga, perhatian dan bimbingan orang tua dan lain-lain. Jadi faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar ada dua hal yaitu faktor didalam dan di luar individu
yang saling berinteraksi yang menghasilkan prestasi belajar faktor-faktor internal
antara lain :
a. Faktor Kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagiannya/bebas dari
penyakit. Kesehatan adalah keadaan dimana seseorang bebas dari penyakit baik
jasmani maupun rohani. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Jika
kondisi badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan gangguan/kelainan
kelainan fungsi alat indera serta tubuh lainnya, maka proses belajar seseorang akan
terganggu, selain itu dia juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing,
ngantuk.
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan
tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi atau ibadah
(Slameto, 1995).
b. Absensi Sekolah
Ketidak hadiran anak di sekolah karena alasan seperti sakit, malas, takut,
bekerja dan lain-lain, ketidak hadiran yang tidak di laporkan akan tercatat sebagai
absensi anak sekolah. Jadi ketidak hadiran salah satu gambaran minat anak untuk
turun sekolah selain adanya sakit.
c. Bakat
Bakat merupakan suatu kemampuan untuk belajar, kemampuan itu akan
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar dan berlatih. Orang yang
berbakat mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar
dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat dibidang itu.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan
pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil pelajarannya akan
lebih baik karena ia senang bekerja dan pastilah ia giat lagi dalam belajarnya itu.
Adapun faktor eksternal antara lain meliputi :
a. Metode Belajar
Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam
mengajar. Menurut Karo dalam mengajar adalah menyajikan bahan pelajaran dari
orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan
mengembangkannya. Di dalam lembaga pendidikan orang lain yang disebutkan di
menerima, menguasai dan lebih-lebih mengembangkan bahan pelajaran itu (Slameto,
1995).
Lebih lanjut dikatakan metode mengajar yang kurang baik akan
mempengaruhi belajar siswa yang kurang baik pula. Metode belajar yang kurang baik
itu dapat terjadi karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran
sehingga guru menyajikannya kurang jelas atau sikap guru terhadap murid atau
terhadap mata pelajarannya itu sendiri tidak baik, sehingga murid kurang senang
terhadap pelajarannya atau gurunya, akibatnya murid malas untuk belajar.
b. Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada murid.
Kegiatan ini sebagian besar adalah menyajikan pelajaran agar murid menerima,
menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Menjelaskan bahan
pelajaran itu mempengaruhi belajar murid. Kurikulum yang kurang baik dan
berpengaruh tidak baik terhadap murid.
c. Pendidikan orang tua
Pendidikan adalah hal terpenting dalm kehidupan setiap orang untuk
meningkatkan pengetahuan dan pendapat pekerjaan yang sesuai dengan jenis dan
tingkat pendidikan. Lebih lanjut dalyono mengatakan, pendidikan orang tua sangat
berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Menurut Arneli, dkk (1996) pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pola
asuh, anak yang mendapat pola asuh yang baik, tingkat intelegensia dan prstasi
Jalal (1990) bahwa pendidikan dan pekerjaan orang tua sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhn anak termasuk prestasi belajar. Penelitian anak-anak superior banyak
ditemukan pada keluarga yang orang tuanya bekerja sebagai dosen pada perguruan
tinggi, Wimbarti dalam Dhini (2003).
d. Pekerjaan Orang Tua
Menurut Soekirman dan Jalal (1990) pendidikan dan pekerjaan orang tua
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak termasuk didalamnya prestasi
belajar. Adanya hubungan yang kaut antara kemkmuran keluarga dengan keadaan
gizi dan pertumbuhan.
Pekerjaan orang tua sangat mempengaruhi pendapatan. Keluarga yang
pendapatannya terbatas kurang mampu memenuhi kebutuhan makanan yang
diperlukan oleh tubuh, setidak-tidaknya penganekaragaman makanan kurang bisa
dipenuhi karena dengan uang yang terbatas tidak akan banyak pilihan dalam
mengkonsumsi makanan. Akibat dari itu akan mengakibatkan anak kurang gizi,
sehingga akan mengganggu prestasi belajar.
e. Pembimbing Belajar
Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anaknya, dimana
komunikasi yang baik akan mendorong anak agar mempunyai motivasi belajar yang
baik. Dengan bimbingan, perhatian dan dukungan yang baik akan mendorong anak
untuk berprestasi lebih baik.
Menurut Ahmadi, dkk (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal), yang tergolong
internal adalah :
1. Faktor jasmaniah (fisiologis), misalnya : penglihatan, pendengaran, struktur
tubuh dan sebagainya.
2. Faktor psikologis yang meliputi :
a. Faktor intelektif : faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat, serta faktor
kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimilikinya.
b. Faktor nonintelektif yaitu unsur kepribadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
3. Faktor kematangan fisik maupun psikis, yang tergolong faktor eksternal yaitu :
1. Faktor Sosial : Lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok.
2. Faktor budaya yang terdiri : adat istiadat, ilmu pengetahuan, tehnologi dan
kesenian.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan
menjadi tiga macam yaitu :
a. Faktor stimuli belajar : Panjangnya bahan pelajaran, kesulitan dan pelajaran,
beratnya bahan pelajaran, berat ringannya tugas dan suasana lingkungan
eksternal.
b. Faktor metode belajar : Kegiatan berlatih atau praktik. Overlearning dan drill,
resitsi selama belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam