• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suplementasi Fe Terhadap Kadar Haemoglobin Dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Suplementasi Fe Terhadap Kadar Haemoglobin Dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN

PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM

T E S I S

 

Oleh 

MUHAMMAD NUR 

077012014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN

PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUHAMMAD NUR 077012014/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM Nama Mahasiswa : Muhammad Nur

Nomor Induk Mahasiswa : 077012014

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes) Ketua

(Dra. Jumirah, Apt, M.Kes) Anggota

Ketua Program Studi

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Dekan

(dr. Ria Masniari Lubis, M.Si )

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH SUPLEMENTASI Fe TERHADAP KADAR HAEMOGLOBIN DAN PRESTASI BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN

PEUKAN BARO KABUPATEN PIDIE NANGGROE ACEH DARUSSALAM

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2010

(6)

ABSTRAK

Rendahnya kadar hemoglobin pada anak usia sekolah dasar mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh dan otak. Keadaan ini menimbulkan rasa letih, lelah dan lesu, yang mengakibatkan prestasi belajar menurun. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Peukan Baro ditemukan, 32 anak SD dan 83 anak MIN mengalami gejala anemia di lokasi dua sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi Fe terhadap kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2009.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre-and post

test. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie.

Populasi adalah anak sekolah dasar kelas V dan VI dari SDN I Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng. Jumlah sampel penelitian adalah 32 murid perkelompok.

Kadar haemoglobin diukur dengan haemoque test, prestasi belajar diukur

berdasarkan nilai ujian prasemester, asupan zat gizi diukur dengan metoda recall 24

jam dilakukan sebanyak 3 kali. Data diambil dengan menggunakan uji t test

independent

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian

suplemen Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan nilai p < 0,05

(p=0,001), dan ada pengaruh signifikan pemberian suplemen Fe terhadap

peningkatan prestasi belajar dengan nilai p<0,05 (p = 0,049).

Disarankan kepada 1) kepala pemerintah Kabupaten Pidie turut serta dalam penyelenggaraan program suplementasi Fe terhadap anak sekolah, 2) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie menggerakkan program suplementasi Fe secara rutin dan berkelanjutan melalui monitoring terhadap setiap Puskesmas dalam pelaksanaan program suplementasi Fe dan 3) kepala Puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap kegiatan program suplementasi Fe di wilayah kerjanya, dan 4) petugas puskemas perlu melakukan penyuluhan gizi secara rutin terhadap orang tua dan masyarakat.

(7)

ABSTRACT

Low levels of haemoglobin at primary school age children resulted lack of oxygen which is transferred into the body and brain cells. This condition causing fatigue, tired and lethargic, which in turn affects their school performance. Based on the preliminary survey conduated by the researcher survey by the researcher Peukan Baro subdistrict where found 32 children primary school students and 83 children MIN had symptoms of anemia in location of two schools. Intervention iron supplementation was one effective way to increased haemoglobin levels in the blood. Research on the influence of supplementation iron hemoglobin levels and learning achievement of primary school children Peukan Baro subdistrict of Pidie District of Aceh in 2009.

The type of research was a quasi experimental design with pre-and post test. This research was carried out in Peukan Baro subdistrict, Pidie district. Population were elementary school children grade V and VI of the Elementary School I Dayah Bubue and MIN Cempala Kuneng. Study sample size was 32 students each group.

Haemoglobin level was measured by haemoque test, school performance was measured by test scores pra semester, while nutrient intake and nutritional status measured 24 hours recall method by 3 times. Data were analyzed using independent t test.

Result showed that there were significant influence of iron supplementation on haemoglobin and learning achievements levels with a p value < 0.05 (p = 0.001) and p values < 0.05 (p=0.049), respectively.

It is recommended to 1) the head of Pidie district government to participate in the organization of iron supplementation programs for school children, 2) Pidie District of Health to move the program of iron supplementation routinely and sustainable through the monitoring of each health center, 3) the head of Health

Center to monitor the activities of iron supplementation program work area, and 4) health centers officers need to conduct regular nutrition counseling to parents and

the community.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Sulementasi Fe Terhadap Kadar

Hemoglobin dan Prestasi Belajar Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam” ini.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu

Prof. dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H, Sp.A (K).

Tesis ini sudah tentu banyak pihak yang telah ikut memberikan bantuan, baik

secara langsung maupun tidak langsung, untuk semua itu penulis menyampaikan

terima kasih kepada Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara yang dijabat oleh dr. Ria Masniari Lubis, M.Si. atas kesempatan menjadi

mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya

(9)

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam

penyelesaian tesis ini.

Secara khusus saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes sebagai

pembimbing atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan

bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan

tesis ini selesai.

Selanjutnya terima kasih juga saya ucapkan kepada :

- Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku tim

penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama

penulisan tesis.

- Bupati Pemerintah Kabupaten Pidie yang telah berkenan memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan tugas

belajar pada sekolah Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Medan, juga saya ucapkan terima kasih.

- Kepala Rumah Sakit Daerah Sigli, yang telah banyak membantu dan memberikan

dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada sekolah

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Medan, tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih.

- Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

(10)

Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada keluarga besar ibunda

Syakd’iah dan ayahanda Ubit Ahmad, keluarga besar ibu mertua Adjirmi dan ayah

mertua Rusli Hasyim yang telah memberikan dukungan moril serta doa selama

penulis menjalani pendidikan.

Teristimewa buat isteri saya yang tercinta dan tersayang Rosnita serta ananda

M. Isman Setiawan dan M. Alief Arsya, yang penuh pengertian, kesabaran,

pengorbanan dan doa serta motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat

menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas

bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2010

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Nur, lahir pada tanggal 5 April 1971 di Desa Dayah Tanoh

Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie Provinsi NAD, beragama Islam,

bertempat tinggal di Desa Mee Kecamatan Peukan Baro Provinsi NAD. Menikah

dengan Rosnita pada tanggal 11 Juli 1997 dan dikarunia dua orang putra, yang

bernama Isman Setiawan dan Muhammad Alief Arsya.

Pendidikan, SDN No 1 Teupin Raya (1983), SMPN 1 Lueng Putu (1988),

Sekolah Perawat Kesehatan (1991), SMA Grong-grong (1993), Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhammadyah Aceh Banda Aceh (2003).

(12)

DAFTAR ISI

2.1.2. Angka Kecukupan Besi yang Dianjurkan ... … 13

2.1.3. Konsumsi Besi Fe ... … 14

2.1.4. Metabolisme Fe... 15

2.1.5. Proses Penyerapan dan Penyimpanan Zat Besi... … 18

2.1.6. Akibat Kekurangan Zat Besi... … 21

2.1.7. Akibat Kelebihan Zat Besi ... … 22

2.2. Konsumsi Makanan... 23

2.3. Pengertian Anemia ... 25

2.3.1. Penyebab Anemia ... 26

2.4. Program Penanggulangan Anemia ... 27

2.5. Prestasi Belajar ... 28

2.5.1. Pengertian Prestasi Belajar... 28

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar ... 29

2.6. Hubungan Zat Besi terhadap Tingkat Prestasi Anak Sekolah... 35

2.7. Landasan Teori ... 36

(13)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1. Populasi... 39

3.3.2. Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.5.1. Definisi Operasional ... 44

3.6. Metode Pengukuran... 44

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 46

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Pidie... 46

4.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 47

4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 48

4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

4.1.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ... 49

4.1.5. Gambaran Asupan Kalori, Protein dan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi ... 49

4.1.6. Gambaran Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi... 51

4.1.7. Gambaran Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi... 52

4.1.8. Rata-rata Kadar Hemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi... 53

4.1.9. Rata-rata Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi... 54

4.2. Analisis Bivariat ... 56

4.2.1. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Kalori ... 56

4.2.2. Perbedaan Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe... 61

4.2.3. Perbedaan Rata-rata Prestasi Belajar Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe... 63

BAB 5 PEMBAHASAN... 65

5.1. Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Kadar Hemoglobin... 65

5.2. Pengaruh Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar ... 67

5.3. Pengaruh Suplementasi Fe terhadap Prestasi Belajar... 70

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

6.1. Kesimpulan... 72

6.2. Saran ... 72

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100 gram)... 12

2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hematokrit... 21

4.1 Nama Sekolah Dan Jumlah Murid Lokasi Penelitian ...……….... 47

4.2. Responden Berdasarkan Umur... 48

4.3. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 49

4.4. Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua... 49

4.5. Gambaran Asupan Kalori, Protein dan Fe Sebelum dan Sesudah Intervensi……….…...………... 51

4.6. Distribusi Pada Kadar Haemoglobin Sebelum dan Sesudah Intervensi Kelompok Perlakuan dan Kontrol……...………... 52

4.7. Distribusi Pada Prestasi Belajar Sebelum dan Sesudah Intervensi Kelompok Perlakuan dan Kontrol...………...……... 52

4.8. Rata-rata Kadar Hemoglobin Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi... 54

4.9. Rata-rata Prestasi Belajar Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi... 56

4.10. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Kalori... 58

4.11. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Protein... 59

4.12. Perbedaan Rata-rata Recall Berdasarkan Asupan Fe... 61

4.13. Perbedaan Rata-rata Kadar Hemoglobin Berdasarkan Pemberian Suplementasi Fe...…………..…………... 62

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Metabolisme Fe ...……... 17

2.2. Kerangka Konsep Penelitian ...……... 37

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Master Data………... 77

2. Hasil Analisis Independen Sampel T-Test...……… 93

(17)

ABSTRAK

Rendahnya kadar hemoglobin pada anak usia sekolah dasar mengakibatkan kurangnya oksigen yang ditransfer ke sel tubuh dan otak. Keadaan ini menimbulkan rasa letih, lelah dan lesu, yang mengakibatkan prestasi belajar menurun. Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Kecamatan Peukan Baro ditemukan, 32 anak SD dan 83 anak MIN mengalami gejala anemia di lokasi dua sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi Fe terhadap kadar hemoglobin dan prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2009.

Jenis penelitian ini adalah eksperimen quasi dengan rancangan pre-and post

test. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie.

Populasi adalah anak sekolah dasar kelas V dan VI dari SDN I Dayah Bubue dan MIN Cempala Kuneng. Jumlah sampel penelitian adalah 32 murid perkelompok.

Kadar haemoglobin diukur dengan haemoque test, prestasi belajar diukur

berdasarkan nilai ujian prasemester, asupan zat gizi diukur dengan metoda recall 24

jam dilakukan sebanyak 3 kali. Data diambil dengan menggunakan uji t test

independent

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan pemberian

suplemen Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dengan nilai p < 0,05

(p=0,001), dan ada pengaruh signifikan pemberian suplemen Fe terhadap

peningkatan prestasi belajar dengan nilai p<0,05 (p = 0,049).

Disarankan kepada 1) kepala pemerintah Kabupaten Pidie turut serta dalam penyelenggaraan program suplementasi Fe terhadap anak sekolah, 2) Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie menggerakkan program suplementasi Fe secara rutin dan berkelanjutan melalui monitoring terhadap setiap Puskesmas dalam pelaksanaan program suplementasi Fe dan 3) kepala Puskesmas perlu melakukan pemantauan terhadap kegiatan program suplementasi Fe di wilayah kerjanya, dan 4) petugas puskemas perlu melakukan penyuluhan gizi secara rutin terhadap orang tua dan masyarakat.

(18)

ABSTRACT

Low levels of haemoglobin at primary school age children resulted lack of oxygen which is transferred into the body and brain cells. This condition causing fatigue, tired and lethargic, which in turn affects their school performance. Based on the preliminary survey conduated by the researcher survey by the researcher Peukan Baro subdistrict where found 32 children primary school students and 83 children MIN had symptoms of anemia in location of two schools. Intervention iron supplementation was one effective way to increased haemoglobin levels in the blood. Research on the influence of supplementation iron hemoglobin levels and learning achievement of primary school children Peukan Baro subdistrict of Pidie District of Aceh in 2009.

The type of research was a quasi experimental design with pre-and post test. This research was carried out in Peukan Baro subdistrict, Pidie district. Population were elementary school children grade V and VI of the Elementary School I Dayah Bubue and MIN Cempala Kuneng. Study sample size was 32 students each group.

Haemoglobin level was measured by haemoque test, school performance was measured by test scores pra semester, while nutrient intake and nutritional status measured 24 hours recall method by 3 times. Data were analyzed using independent t test.

Result showed that there were significant influence of iron supplementation on haemoglobin and learning achievements levels with a p value < 0.05 (p = 0.001) and p values < 0.05 (p=0.049), respectively.

It is recommended to 1) the head of Pidie district government to participate in the organization of iron supplementation programs for school children, 2) Pidie District of Health to move the program of iron supplementation routinely and sustainable through the monitoring of each health center, 3) the head of Health

Center to monitor the activities of iron supplementation program work area, and 4) health centers officers need to conduct regular nutrition counseling to parents and

the community.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kekurangan zat besi merupakan salah satu masalah gizi utama dan jika terjadi

pada anak-anak akan menjadi persoalan serius bangsa. Kekurangan zat besi

mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap tingkat kemampuan dan kecerdasan

belajar, bila tidak segera diatasi akan terjadi kehilangan sumber daya manusia baru

yang berkualitas. Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat tergantung kepada

keberhasilan bangsa dalam menyiapkan sumber daya manusia yang merupakan salah

satu kebutuhan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai

dengan tujuan pembangunan kesehatan nasional. Pembangunan kesehatan manusia

tidak hanya kesehatan mental maupun fisik tetapi juga kesehatan untuk mencapai

kecerdasan khususnya anak sekolah (Soeida, 2008).

Wajib belajar pendidikan 9 tahun merupakan program penting pemerintah

yang bertujuan untuk mencapai cita – cita pembangunan nasional yang sejalan

dengan Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun ternyata masih ada

beberapa hal yang menghambat keberhasilan tersebut antara lain adalah masalah

kurang gizi yang dijumpai pada kelompok anak usia sekolah terutama pada keluarga

miskin di daerah pedesaan (Depkes RI, 1996).

Pembinaan anak dan remaja merupakan bagian dari upaya meningkatkan

(20)

usia sekolah dasar adalah rendahnya tingkat kesehatan dan status gizi terutama pada

anak – anak yang berasal dari keluarga miskin. Untuk peningkatkan kecukupan gizi

anak Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pemerintah melakukan

program melalui Pembinaan Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMT-AS)

guna mengatrol tingkat kecerdasan dan adanya jalinan kerja sama dengan

departemen kesehatan dalam rangka pemberian suplemen zat besi berupa tablet

FeSO4 500 mg (Ferro Sulfat) kepada kelompok sasaran anak-anak sekolah dasar

(Soeida, 2008).

Tingkat kesehatan dan status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi kemampuan belajar anak dalam masa pendidikan. Anak yang kurang

sehat dan kurang gizi sulit memperoleh prestasi belajar yang memadai, disebabkan

anak mengalami letih, lesu, dan berkurangnya pusat konsentrasi belajar sehingga

sering tidak hadir mengikuti pelajaran di sekolah dan daya serap terhadap materi

pengajaran sangat rendah. Selain peningkatan metode belajar mengajar di sekolah,

peningkatan kesehatan untuk keberhasilan proses belajar mengajar perlu di upayakan.

Salah satu aspek pembangunan yang penting adalah pembangunan sumber

daya manusia. Meskipun sudah banyak kemajuan yang dicapai, namun masih

ditemukan berbagai masalah termasuk masalah gizi pada anak sekolah. Hal ini

dikarenakan anak sekolah adalah salah satu kelompok rawan gizi. Terutama rawan

gizi terhadap kekurangan zat besi yang mengakibatkan anemi. Anemi muncul akibat

penurunan jumlah dan mutu sel darah merah yang antara lain berfungsi sebagai

(21)

tubuh. Anemi menimbulkan dampak fisiologis dan psikologis terutama berupa sulit

berkonsentrasi dalam belajar sehingga tidak mampu berprestasi dalam belajar

(RAN, 2006).

Menurut Kodiyat (1995) dalam RAN (2006), di Indonesia anemi gizi masih

menjadi masalah utama. Data hasil penelitian menunjukan prevalensi anemi gizi besi

masih tinggi yaitu pada ibu hamil prevalensinya mencapai 63,5%, balita 55,5%, anak

usia sekolah 20% - 40%, wanita dewasa 30% - 40%, pekerja berpenghasilan rendah

30% - 40%, dan pria dewasa 20% - 30%. Penelitian lain oleh Pusponegoro

menyebutkan anemi ditemukan pada balita 40,5%, anak usia sekolah 47,2%, remaja

puteri 57,1% dan ibu hamil 50,9%. Sementara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

pernah meneliti pada 1000 anak sekolah dasar di 11 propinsi dan hasilnya

menunjukan 20%-25% terkena anemi. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2001menyebutkan prevalensi anemia pada anak 0-5 tahun 47% anak

usia sekolah dan remaja 26,5% dan wanita usia subur 40% (RAN, 2006).

Hal di atas sejalan dengan hasil survei dasar anak –anak Sekolah Dasar (SD)

di Sumatera yang dilakukan oleh Mercy Cops tahun 2005. Survei yang dilakukan

meliputi empat propinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Bengkulu dan Lampung

ditemukan bahwa prevalensi angka kecacingan dikalangan anak SD di Sumatera

sebesar 36% dan menderita anemia sebesar 43,31%. Hasil studi yang lebih kecil

lingkupnya seperti yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sawahlunto

Sijunjung tahun 2006, ditemukan anak SD 15,3% mengalami kekurangan gizi,

kekurangan zat besi 73,5% dan kekurangan konsumsi karbohidrat sebesar 77,2%

(22)

Menurut Supariasa (2002), salah satu penyebab kurangnya asupan zat besi

adalah karena pola konsumsi makanan masyarakat Indonesia yang masih didominasi

sayuran sebagai sumber zat besi (non heme iron). Sedangkan daging dan protein

hewani lainnya (ayam dan ikan) yang diketahui sebagai sumber zat besi yang baik

(heme iron), jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat dipedesaan sehingga hal ini

menyebabkan rendahnya penggunaan dan penyerapan zat besi. Selain itu, menurut

Nasution (2004) penyebab defisiensi zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang

meningkat akibat mengindap penyakit kronis, kehilangan darah karena menstruasi

dan infeksi parasit (kecacingan). Di Indonesia penyakit kecacingan masih merupakan

masalah besar untuk kasus anemi defisiensi besi, karena diperkirakan cacing

menghisap darah 2-100 cc setiap harinya (Isniati, 2007).

Menurut Husaini pemberian zat besi selama empat bulan pada balita anemia

dapat meningkatkan kadar Hb secara bermakna. Pemberian Suplemen zat besi

berbentuk pil selama 2 kali per minggu dengan dosis 60 mg dapat memberikan

dampak yang sama terhadap kenaikan kadar Hb dengan suplementasi zat besi

berbentuk pil setiap hari dengan dosis 30 mg (Muljanti dkk, 2000).

Pemberian suplemen besi (ferro sulfat dengan kandungan besi elemental

60 mg) per minggu selama 4,5 bulan dapat menurunkan persentasi anemia gizi dari

60% menjadi 35,9%. Pemberian suplemen zat besi satu kali per minggu selam 4,5

bulan dapat meningkatkan status Hb status secara bermakna (Saidin dkk, 1999).

Pemerintah melalui Departemen kesehatan sejak Repelita enam telah

(23)

melalui suplementasi zat besi. Pemberian dilakukan dalam dua cara yaitu pertama

tahap pencegahan, diberikan tanpa pemeriksaan kadar Hb dengan dosis 30 mg kadar

besi dan 0,125 asam folat dua kali seminggu. Tahap kedua dengan pemeriksaan kadar

Hb terlebih dahulu, dimana anak usia 6-12 tahun dengan kadar Hb < 12 mg/dl

diberikan 2 x 30 mg tablet besi seminggu 2x selama tiga bulan (Depkes RI, 1995).

Hasil lokakarya defisiensi zat besi di Indonesia tangga 1-2 April 1997 telah

merekomendasikan bahwa Suplementasi zat besi pada anak sekolah dasar adalah

60 mg setiap minggu melalui program pemberian makanan tambahan anak sekolah

(Helen Keller Internasional, 1997).

Menurut RAN (1989) dalam Nasution tahun 2004, kebutuhan sehari-hari zat

besi yang dianjurkan untuk usia 6 bulan sampai 3 tahun adalah 10 mg/hari yang

merupakan suatu kadar yang telah dipertimbangkan dapat memenuhi kebutuhan anak

pada usia tersebut. Sementara Widya Karya Pangan dan Gizi (1989) dalam Almatsier

tahun 2004, menetapkan angka kecukupan zat besi bagi anak sekolah adalah

10 mg/hari. Namun, menurut RAN-Pangan dan Gizi (2006), bahwa kebutuhan

rata-rata zat besi pada anak sekolah adalah 5 mg/hari dan jika terjadi infeksi jumlah dosis

akan bertambah menjadi 10 mg/hari.

Anak yang kekurangan zat besi menunjukan skor motorik dan IQ lebih rendah

pada usia 11-14 tahun. Kekurangan zat besi pada anak usia sekolah juga

menyebabkan sulit konsentrasi dan gangguan kecerdasan terutama untuk pelajaran

matematika. selain hal diatas, kekurangan zat besi juga menyebabkan penurunan nilai

tes psikologi, tes konsentrasi, mengurangi kemampuan belajar konsep dan

(24)

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di Kecamatan Peukan Baro

dan didukung oleh data dari petugas UKS didapatkan, dari 136 siswa SDN I Dayah

Bubue terdapat gejala anemia sebanyak 32 siswa dan dari 392 siswa Madrasah

Ibtidaiyah terdapat siswa dengan gejala anemia sebanyak 83 siswa. Dari statistik yang

ada di kantor Kecamatan Peukan Baro rata-rata penduduk/orang tua siswa tersebut

mata pencarian petani dan dapat dikategorikan berpenghasilan menengah kebawah.

Pemberian suplementasi Fe dengan dosis 10 mg pada anak sekolah dasar,

didasari oleh; 1) merupakan dosis kebutuhan anak sekolah, 2) dosis yang aman, oleh

karena dengan pemberian 10 mg kemungkinan akibat kelebihan pemberian Fe yang

mempunyai efek samping mual, dan sebagainya dapat dihindari, 3) anak dengan

gejala anemia yang dimungkinkan adanya penyakit infeksi seperti kecacingan,

4) dalam usia pertumbuhan, memerlukan asupan Fe yang besar dan 5) adanya pola

konsumsi makanan yang tidak cukup gizi.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah suplementasi Fe dengan dosis 10 mg perhari selama tiga bulan

berpengaruh terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar.

2. Apakah suplementasi Fe berpengaruh terhadap prestasi belajar anak sekolah

(25)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Fe dengan

dosis 10 mg perhari selama tiga bulan terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan

prestasi belajar anak Sekolah Dasar di Kecamatan Peukan Baro Kabupaten Pidie.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh suplementasi Fe terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan

prestasi belajar anak sekolah dasar di Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie,

Nanggroe Aceh Darussalam.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Pengembangan ilmu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat

suplementasi Fe terhadap pestasi belajar anak sekolah dasar.

2. Bagi Dinas Kesehatan

Diharapkan menjadi masukan bagi pengelola gizi dalam merencanakan

program penanggulangan anemia bagi anak sekolah dasar di Kabupaten Pidie.

3. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi masyarakat

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Almatsier (2002), bahwa pengaruh anemia besi terhadap perilaku

dan prestasi belajar anak sekolah dasar serta peranan dalam konsumsi kecukupan zat

besi. Menurut Saidin dkk (1999), bahwa pengaruh pemberian tablet besi dengan dosis

60 mg satu kali seminggu terhadap status Hb dan status besi anak sekolah dasar

penerima pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) di kota Lampung

Selatan dengan pemberian makanan tambahan suplementasi sirup besi dapat

meningkatkan kadar hemoglobin terhadap anak sekolah dasar yang mengalami

anemia.

Menurut Windiarso (2000), bahwa effektifitas tablet besi dan multivitamin

terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar di Kabupaten Bantaeng Propinsi

Sulawesi Selatan untuk anak sekolah dasar yang mengalami anemia dari kelas I-VI

dengan pemberian Fe dan multivitamin dapat meningkatkan kadar hemoglobin

terhadap anak sekolah dasar.

Upaya pembangunan yang dilaksanakan pada hakikatnya adalah upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai cerminan dari tujuan nasional. Seperti

halnya di Negara-negara berkembang lainnya, di Indonesia kekurngan gizi

merupakan masalah utama yang diketahui dapat menghambat lajunya pembangunan

nasional. Sampai saat ini masih terdapat masalah kekurangan gizi terutama diderita

(27)

dipandang sebagai masalah kesehatan umum di Indonesia adalah : defisiensi Iodium,

Vitamin A dan zat besi (Wirakusumah,1998).

Salah satu indikator status gizi masyarakat adalah prevalensi anemi gizi,

anemi gizi umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi yang diperlukan untuk

pembentukan sel darah merah akan mengakibatkan kadar hemoglobin menjadi

rendah. Hallberg et all (2003) dalam Isniati (2007), kadar hemoglobin yang kurang

dapat digunakan sebagai salah satu indicator anemia defesiensi besi.

2.1 Pengertian Zat Besi (Fe)

Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh tubuh

karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini bertindak sebagai

pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam transfer CO2 dan H positif

pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh fosfat organik (Soeida, 2008).

Menurut Bothwell, et,al.,1979 dan Commision of European Communities

(CEC), 1993 cit Gillespie, (1998), Besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial

dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari

paru-paru ke jaringan tubuh, mengangkut electron dalam sel, dan dalam mensintesa

enzim yang mengandung besi yang dibutuhkan untuk menggunakan oksigen selama

memproduksi energi selluler.

Menurut Almatsier (2004), Besi merupakan mineral yang paling banyak

terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 2-3 gram di dalam tubuh

(28)

sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut

elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam

jaringan tubuh.

Menurut Soekirman (2000), Besi adalah salah satu zat gizi penting yang

terdapat pada sel hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun sel hewan. Dalam tubuh,zat

besi sebahagian besar terdapat dalam darah sebagai protein yang bernama

hemoglobin (Hb) berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Zat

besi mempunyai pengaruh terhadap kognisi, aktivitas mental seperti mendapatkan,

menyimpan, mengeluarkan, dan memakai informasi dan pengetahuan (Rachmawati,

2007).

Menurut Dallman et al (1980) cit Gillespie, (1998) dalam Nasution 2004,

keseimbangan besi ditentukan oleh simpanan besi didalam tubuh, absorsi besi dan

besi yang hilang. Sedikitnya 2/3 besi di dalam tubuh merupakan besi yang bersifat

fungsional, kebanyakan dalam bentuk hemoglobin. selama masa sirkulasi sel darah

merah, beberapa bagian mioglobin di dalam sel otot dan sebagian ada di dalam enzim

yang mengandung besi. Paling banyak sisa besi di dalam tubuh di simpan dalam

bentuk cadangan besi (bentuk ferritin dan hemosiderin) yang berfungsi sebagai

simpanan yang dapat digunakan bila dibutuhkan. Anak anak mempunyai simpanan

besi yang rendah disebabkan karena besi digunakan untuk pertumbuhan dan volume

darah.

Francin, dkk (2005) mengemukakan bentuk-bentuk konyugasi Fe adalah :

1. Hb mengandung ferro. Fungsi hemoglobin sebagai pertukaran CO2 dan O2 dari

(29)

2. Mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung fe bentuk ferro. Fungsinya

untuk proses kontraksi otot.

3. Transferin, mengandung Fe bentuk ferro. Berfungsi mentranspor Fe tersebut

di dalam plasma darah dari tempat penimbunan ke jaringan sel yang diperlukan.

4. Feritin adalah simpanan Fe mengandung bentuk ferri. Kalau Fe feritin diberikan

pada transfer untuk di ubah menjadi ferro yang berasal dari penyerapan usus,

kemudian ditimbun.

5. Hemosiderin adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk

simpanan zat besi.

Jumlah simpanan zat besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 3,5

gram dimana 70 % terdapat dalam hemoglobin, 25 % merupakan cadangan besi yang

terdiri dari feritin dan hemosiderin terdapat dalam hati, limpa dan sum sum tulang

(Suhardjo dkk, 2006).

2.1.1 Sumber Zat Besi

Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Sumber baik zat besi adalah

makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainya adalah telur, serealia

tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah

besi, perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketersediaan

biologik (bioavailbility). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan

mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan

mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran,

(30)

ketersediaan biologik rendah. Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan

sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber zat besi berasal dari hewan dan

tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorbsi. Menu makanan di

Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging, ayam, ikan, kacang-kacangan, serta

sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C. Kandungan besi beberapa bahan

makanan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100gram)

Bahan Makanan Nilai Fe Bahan Makanan Nilai Fe

Tempe Kacang Kedelai Murni 10,0 Biskuit 2,7

Kacang kedelai,kering 8,0 Jagung kuning,pipil lama 2,4

Kacang hijau 6,7 Roti putih 1,5

Kacang merah 5,0 Beras setengah giling 1,2

Kelapa tua,daging 2,0 Kentang 0,7

Udang segar 8,0 Daun kacang panjang 6,2

Hati Sapi 6,6 Bayam 3,9

Daging Sapi 2,8 Sawi 2,9

Telur Bebek 2,8 Daun katuk 2,7

Telur Ayam 2,7 Kangkung 2,5

Ikan segar 2,0 Daun singkong 2,0

Ayam 1,5 Pisang ambon 0,5

Gula Kepala 2,8 Keju 1,5

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, Depkes 1979.

Zat besi yang terdapat dalam tubuh orang dewasa sehari berjumlah + 4 g. Zat

besi tersebut berada dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (+ 2,5 g) Myoglobin

(150 mg), phorphyryn (enzim intraselular) cytocrome dan hati, limpa sumsum tulang

(+200-1.500 mg). Ada dua bagian zat besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang

dipakai untuk keperluan metabolik, dan bagian yang merupakan cadangan (reserva).

(31)

besi yang fungsional dan berjumlah antara 5-25 mg/kg berat badan. Feritin dan

hemosiderin adalah bentuk zat besi reserva yang biasanya terdapat dalam hati, limpa

dan sumsum tulang (Wirakusumah, 1999).

Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak

mengalami anemia. Artinya jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat makanan. Zat

besi dalam bentuk reserva berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan

homeostatis tubuh. Feritin dan hemosiderin akan membantu mempertahankan

pembentukan hemoglobin, bila zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak

mencukupi.jumlah zat besi yang harus diserap oleh tubuh untuk mempertahankan zat

besi akibat eksresi cukup kecil, yaitu sebesar 1 mg (Wirakusumah,1999).

Secara garis besar metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari proses

penyerapan, pengangkutan dan pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran. Zat besi

dari makanan di serap ke usus halus kemudian masuk kedalam plasma darah, selain

itu ada sejumlah zat besi yang keluar dari tubuh melalui tinja. Didalam plasma

berlangsung proses turn over, yaitu sel-sel darah yang lama di ganti dengan sel-sel

yang baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn over setiap hari berkisar hanya

kira-kira 35 mg berasal dari makanan, hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah

tua dan diproses oleh tubuh agar dapat di pergunakan lagi (Wirakusumah,1999).

2.1.2 Angka Kecukupan Besi yang Diajurkan

Menurut Widya karya Pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka

(32)

• Bayi : 3 – 5 mg

• Balita : 8 – 9 mg

• Anak sekolah : 10 mg

• Remaja laki-laki : 14 – 17 mg

• Remaja Perempuan : 14 – 25 mg

• Dewasa laki-laki : 13 mg

• Dewasa Perempuan : 14 – 26 mg

• Ibu hamil : + 20 mg

• Ibu menyusui : + 2 mg

2.1.3 Konsumsi Besi Fe

Anemia kurang besi dan juga anemia kurang asam folat sebenarnya tidak

perlu terjadi bila makanan sehari hari cukup mengandung besi dan asam folat. Namun

umumnya makanan kaya besi terdapat pada protein hewani seperti hati, ikan dan

daging yang harganya mahal dan belum sepenuhnya terjangkau oleh kebanyakan

masyarakat Indonesia (Depkes RI,1995).

Walaupun terdapat sumber makanan nabati yang kaya besi, seperti daun

singkong, kangkung dan sayuran berwarna lainnya, namun Fe dalam makanan

tersebut lebih sulit penyerapannya.

Dibutuhkan porsi besar sumber nabati tersebut, untuk mencukupi kebutuhan

besi dalam sehari, yang jumlah tersebut tak mungkin terpenuhi konsumsinya.

(33)

untuk memberi Suplementasi Fe guna mencegah dan menanggulangi anemia menjadi

sangat efektif dan efesien (Depkes RI,1995).

Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup mengandung zat

besi atau absorbsinya rendah, maka ketersediaan zat besi dalam tubuh tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama dapat terjadi pada orang

yang mengkonsumsi makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang

hanya terdiri dari nasi dan kacang kacangan. Tetapi apabila dalam menu terdapat

bahan-bahan makanan yang tinggi absorbsi zat besi seperti : ayam, daging, ikan dan

vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan

sehingga kebutuhan akan zat besi dapat terpenuhi (Husaini, 1989).

Pemberian makanan saja tanpa disertai pemberian pil besi pada hasil

penelitian anak sekolah di Kabupaten Bogor belum dapat meningkatkan kadar

Hemoglobin (Hb) dan status beri secara bermakna. Tetapi penelitian Saidin dkk,

(1999) membuktikan pemberian pil besi 1 kali seminggu terbukti dapat

meningkatkan kadar Hb secara nyata (Saidin dkk, 1999).

2.1.4 Metabolisme Fe

Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen. Hanya Fe++ ini yang

diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh

memiliki suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa

(34)

mukosa usus tergantung pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup

maka semua apoferritin yang ada dalam mukosa usus terikat oleh Fe menjadi Ferritin.

Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi

yang dapat masuk ke dalam mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat

masuk ke dalam darah bila ia berikatan dengan β-globulin yang ada dalam plasma.

Gabungan Fe dengan β-globulin disebut ferritin.

Apabila semua β-globulin dalam plasma sudah terikat Fe” (menjadi feritin)

maka Fe++ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke dalam plasma dan

turut lepas ke dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru.

Hanya Fe++ yang terdapat dalam transferrin dapat digunakan dalam eritropoesis,

karena sel eritoblas dalam sum-sum tulang hanya memiliki reseptor untuk ferritin.

Kelebihan besi yang tidak digunakan disimpan dalam stroma sum-sum tulang

sebagai ferritin. Besi yang terikat pada β-globulin selain berasal dari mukosa usus

juga berasal dari limpa, tempat eritrosit yang sudah tua masuk ke dalam jaringan

limpa untuk kemudian terikat pada β-globulin (menjadi transferin) dan kemudian ikut

aliran darah ke sum-sum tulang untuk digunakan eritoblas membentuk hemoglobin.

Hemoglobin berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, oleh

karena itu apabila terjadi kekurangan hemoglobin mengakibatkan anemi sehingga

(35)

Lambung + HCl : FexÆ Fe+++

Duodenum usus halus Fe+++ Fe++

Sel mukosa Fe+++ Apoferritin

Ferritin

Destruksi

SDM Ferritin Fe+++

Hemosideria

Fe+++

Plasma Fe+++β-globulin

Transferritin

Sum-sum Tulang

Fe++ + Protoposfirrin Æ heme Heme + Globulin Æ Hb

Hb Fe++ Makanan terutama

protein hewani

(36)

2.1.5 Proses Penyerapan dan Penyimpanan Zat Besi

Sebahagian besar transperin darah membawa besi ke sum-sum tulang dan

bagian tubuh lain. Di dalam sum-sum tulang besi digunakan untuk membuat

haemoglobinm yang bagian sel darah merah. Sisanya di bawa ke jaringan tubuh yang

membutuhkan. Kelebihan besi yang bisa mencapai 200 hingga 1500 mg. disimpan

sebagai protein feritin dan hemosiderin di dalam hati (30%). sum-sum tulang

belakang (30%) dan selebihnya dalam limfa dan otot. Dari simpanan besi tersebut

hingga 50 mg sehari dapat dimobilisasi untuk keperluan tubuh seperti pembentukan

hemoglobin. Feritin yang bersirkulasi didalam darah mencerminkan simpanan besi

didalam tubuh. Pengukuran feritin di dalam serum merupakan indikator penting

dalam menilai status besi.

Menggunakan suplemen besi dosis tinggi untuk jangka waktu panjang atau

sering mendapat transpusi dapat menimbulkan penimbunan besi secara berlebihan di

dalam hati (Almatsier, 2002). penyerapan zat besi ada tiga faktor utama yang

mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi dalam

tubuh, bioavailabilitas zat besi, dan adanya faktor penghambat penyerapan zat besi.

Apabila jumlah zat besi yang berada dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi

akan meningkat. Pada laki-laki penyerapan zat besi akan meningkat setelah

pertumbuhan terhenti dan akan memasuki masa dewasa. Sebaliknya pada wanita

justru setelah masa manopouse cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan

penyerapan justru menurun karena tidak mengalami mentruasi lagi

(37)

Tubuh yang kekurangan zat besi akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk

pembentukan sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu,sumsum

tulang bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorbsi berlangsung

lebih efisien. Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan

maupun tumbuhan. Zat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap

antara 1-6%, lebih rendah di banding zat besi yang berasal dari hewan yang

mempunyai daya serap 7-22% (Wirakusumah,1999).

Jumlah zat besi dalam tubuh terutama diatur oleh penyerapan yang bervariasi.

Apabila penyerapan zat besi dalam tubuh berkurang maka penyerapan akan

meningkat. Mekanisme kompensasi haemoestatic ini merupakan proteksi terhadap

kemungkinan berkembangnya kurang Fe karena konsumsi makanan yang berkurang

mengandung Fe. Kemungkinan kurangnya zat besi karena rendahnya zat besi dalam

makanan, infestasi parasit dan mentruasi pada wanita (Suhardjo,1992).

Anemia kurang besi terjadi atas beberapa tingkatan, dimana masing-masing

tingkatan berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu. Dimana

banyaknya cadangan besi (Iron Stores) berkurang di bawah normal namun besi dalam

sel darah merah dan jaringan masih tetap normal.

Tingkat kedua anemia kurang besi dini (Early Iron Defisiency Anemi) dimana

penurunan besi cadangan terus berlangsung sampai habis atau hampir habis, tetapi

besi dalam sel darah merah dan jaringan masih tetap belum berkurang.

Tingkat ketiga anemia kurang besi lanjut (Late Iron Defisiency Anemi)

(38)

darah merah sudah mengalami penurunan, namun besi dalam jaringan belum

berkurang.

Tingkat keempat kurang besi jaringan (Iron tissue defisiency) terjadi setelah

besi dalam jaringan berkurang. Dengan demikian pada tingkatan ini semua komponen

besi dalam tubuh telah terganggu (Dallman dalam Suhardjo, 1992).

Defisiensi besi terjadi karena : (1) Konsumsi Sumber zat besi yang berasal

dari makanan yang tingkat absorbsinya rendah dan adanya penghambat /inhibitor.

(2) Asupan makanan sumber zat besi kurang. (3) Meningkatnya kebutuhan zat besi

misalnya pada keadaan hamil dan pada saat pertumbuhan cepat terutama pada

anak-anak. (4) Kehilangan darah misalnya, menstrusi, adanya parasit kecacingan

(Depkes RI, 1996).

Status besi tergantung keseimbangan besi dari konsumsi dan eksresinya pada

waktu yang lama konsumsi zat besi dapat berasal dari makanan atau melalui

fortifikasi atau suplementasi. Ketidakseimbangan Fe dipengaruhi oleh hilangnya besi

melalui mukosa usus yaitu adanya menstruasi, kehamilan haemorrhoid, diare,

kehilangan darah yang lain (Howston dkk,1998).

Anak yang kurang besi mengalami penurunan kemampuan intelektual, seperti

kemampuan verbal, mengingat berkonsentrasi, berfikir analog dan sistimatis, serta

prestasi belajar yang rendah. Dari hasil penelitian imunologi menunjukkan adanya

penurunan kekebalan tubuh seperti umumnya jumlah T-lymphocyte, kelainan pada

(39)

kemampuan tubuh membunuh bakteri menjadi rendah. Hasil penelitian ini,

memberikan petunjuk bahwa kualitas sumber daya manusia menjadi rendah jika

dijumpai banyak penduduk yang menderita anemi kurang besi (Husaini,1989).

Di negara berkembang dengan adanya sumber daya yang terbatas sebagai

ukuran anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hemotocrit (Gillespie,1998).

Batas ambang tingkat hemoglobin dan hemotokrit sebagai berikut :

Tabel 2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hemotokrit

Kelompok umur/status physiologis Hemoglobin (g/ dl ) Haemotocrit (%)

6 Bulan - 5 tahun 11,0 33,0

6 Tahun - 12 tahun 12,0 34,0

12 Tahun - 13 tahun 12,0 36,0

Laki-laki 13,0 39,0

Perempuan

- Tidak hamil 12,0 36,0

- hamil 11,0 33,0

Sumber : WHO / UNICEF / UNU

2.1.6 Akibat Kekurangan Zat Besi

Defisiensi Zat besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terdapat,

baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang. Defisiensi besi terutama

menyerang golongan rentan, seperti anak-anak, remaja, ibu hamil dan menyusui serta

pekerja berpenghasilan rendah, secara klasik defisiensi besi dikaitkan dengan anemia

(40)

besi berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu terhadap

kemampuan belajar dan produktivitas kerja.

Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang

seimbang atau gangguan absorbsi besi. Di samping itu kekurangan besi dapat terjadi

karena perdarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang

mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal.

Kekurangan gizi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih,

pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan

kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka. Disamping itu

kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada anak-anak kekurangan zat besi

menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk

berkonsentrasi dan belajar (Almatsier, 2002).

2.1.7 Akibat Kelebihan Zat Besi

Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh

suplemen besi. Gejalanya adalah rasa nek, muntah, diare, denyut jantung meningkat,

sakit kepala, menggigau, dan pingsan (Almatsier, 2002).

Adapun penilaian status gizi secara langsung yang lain adalah pemeriksaan

biokimia, yang memberikan hasil yang tepat dan obyektif. Berdasarkan pendapat

Supariasa dkk (2002) dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biokimia yang sering

digunakan adalah pengukuran kadar berbagai zat gizi dan subtansi kimia yang lain

dalam darah dan urine, misalnya pemeriksaan hemoglobin dalam darah. Hemoglobin

(41)

indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Hasil pengukuran kadar hemoglobin

tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah ditetapkan. Hemoglobin

secara luas digunakan sebagai parameter untuk menetapkan prevalensi anemia.

Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau hematokrit

nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan rendahnya produksi sel darah merah

(eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (haemolisis) atau kehilangan

darah yang berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia.

Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorsi tidak memadai untuk kebutuhan

tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, penurunan bioavailabilitas Fe

dalam tubuh, peningkatan kebutuhan Fe karena perubahan fisiologi seperti kehamilan

dan proses pertumbuhan (FKM UI, 2007).

2.2 Konsumsi Makanan

Manusia membutuhkan makanan untuk memenuhi zat gizi dalam tubuh.

Kebutuhan zat gizi seseorang berbeda-beda menurut umur, jenis kelamin. agar

kebutuhan gizi dapat terpenuhi, maka harus mengkonsumsi makanan setiap hari

sesuai dengan anjuran gizi. makanan yang dikonsumsi seseorang dapat diketahui

jumlah dan kandungan gizinya dengan cara melakukan penilaian konsumsi makanan

atau survei diet.

Menurut Supariasa dkk (2002) menyatakan bahwa survei konsumsi makanan

adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi seseorang atau

kelompok. survei konsumsi makanan bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan

dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok,

(42)

konsumsi makanan tersebut. Hasil survei konsumsi makanan tidak dapat menemukan

status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung. Namun dapat digunakan

sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi pada seseorang.

Metoda recall makanan merupakan tehnik yang paling sering digunakan baik

secara klinis maupun penelitian. Metoda ini mengharuskan pelaku mengingat semua

makanan dan jumlahnya sebaik mungkin dalam waktu tertentu ketika tanya jawab

berlangsung. Pengingatan sering dilakukan untuk 1-3 hari.

Menurut Gibson (1999) bahwa informasi yang berkenaan dengan aturan

makan pada suatu periode tertentu dapat diperoleh dengan menanyakan individu

untuk mengingat kembali banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi pada suatu

hari sebelumnya (24 jam yang lalu). Masa ini dipertimbangkan untuk dapat

memberikan daya ingat serta informasi yang dapat dipercaya. Adapun bila masa

mengingat lebih panjang, maka daya ingat menjadi lebih terbatas. Metoda recall 24

jam merupakan metoda yang secara luas digunakan untuk memperoleh informasi

terhadap makanan pada individu. Metoda ini sering digunakan pada survei nasional

karena memiliki tingkat tanggapan yang tinggi dan dapat memberikan informasi

secara terinci untuk mewakili kelompok populasi yang berbeda.

Menurut Soekirman (2000), bahwa kebutuhan akan zat gizi tidak sama bagi

semua orang, tetapi tergantung pada banyak hal antara lain umur, jenis kelamin dan

pekerjaan. Keseimbangan jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan sebagai

kelompok orang ditetapkan dalam suatu daftar yang dikenal sebagai suatu daftar

(43)

Recommended Dietary Allowance (RDA). Di Indonesia DKG ditetapkan setiap lima

tahun sekali oleh sekelompok pakar dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi.

Data intake energi, protein dan Fe dilakukan dengan metode recall 24 jam

selama 3x awal, pertengahan dan akhir penelitian yaitu hari Senin, Kamis dan sabtu,

hari recall dilakukan secara berselang tanpa diketahui oleh responden untuk

mencegah adanya perubahan pola makan.

2.3 Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari

normal, anemia juga berarti suatu kondisi ketika terdapat defisiensi ukuran/jumlah

eritrosit atau kandungan hemoglobin. Zat gizi yang paling berperan dalam proses

terjadinya anemia gizi adalah besi. Defisiensi besi merupakan penyebab utama

anemia gizi di bandingkan dengan zat gizi yang lain. Itulah sebabnya anemia gizi

sering diidentikkan dengan anemia gizi besi (Wirakusumah, 1999).

Pada dasarnya pengertian anemia dapat dibedakan menjadi : (1) Anemia besi;

karena zat gizi besi (Fe) merupakan inti melekul hemoglobin yang merupakan unsur

utama dalam sel darah merah, maka kekurangan pasokan zat gizi besi menyebabkan

menurunnya produksi hemoglobin, (2) Anemia vitamin E : mengakibatkan integritas

dinding sel darah merah menjadi lemah dan tidak normal sehingga sangat sensitif

terhadap hemolisis (pecahnya sel darah merah), (3) Anemia asam folat : disebut juga

anemia megaloblastik atau makrositik; dalam hal ini keadaan sel darah merah

(44)

dan gejalanya mirip dengan anemia gizi asam folat. Namun anemia jenis ini disertai

dengan gangguan pada sistem alat pencernaan bagian dalam, (5). Anemia vitamin B6

Anemia ini di sebut juga siderodlastik. Keadaannya mirip dengan anemia gizi besi,

namun bila darahnya dites secara laboratoris, serum besinya normal (Harli, 1999).

Kurang besi (Iron Defisiency) sering disamakan dengan anemia gizi besi.

Keduanya berbeda tapi sering ditemukan bersamaan. Seseorang dapat menderita

kurang gizi besi saja, tetapi dapat juga terjadi sekaligus kurang gizi besi dan anemia

gizi besi. Seseorang dikatakan kurang gizi besi saja (tidak disertai anemia gizi besi)

apabila cadangan besi dalam hatinya menurun tetapi belum ada tahap parah dan

jumlah hemoglobinnya masih normal. Apabila seseorang menderita kurang besi dan

juga anemia gizi besi orang ini sudah menderita anemia. Tahap ini terjadi apabila

tingkat penurunan cadangan besi dalam hati sangat parah sehingga jumlah

hemoglobin darah menurun dibawah normal. Tahap terakhir seseorang dalam

keadaan anemia gizi besi apabila tubuh tidak lagi mempunyai cukup zat besi untuk

membentuk hemoglobin yang diperlukan dalam pembentukan sel darah yang baru

(Soekirman,1999).

2.3.1 Penyebab Anemia

Ada tiga penyebab terjadinya anemi gizi besi yaitu :

1. Produksi sel-sel darah merah yang tidak mencukupi, disebabkan oleh kebutuhan

akan zat gizi yang tidak terpenuhi sehingga sel-sel darah merah yang hilang lebih

banyak dari sel-sel darah merah yang dibentuk.

2. Jumlah darah yang keluar dari tubuh dalam jumlah yang besar akan menimbulkan

(45)

cacing tambang. Zat besi yang keluar lebih banyak dari zat besi yang masuk,

sehingga berat ringannya anemia tergantung dari jumlah cacing tambang yang ada

dalam tubuh seseorang dan keadaan gizinya.

3. Kerusakan sel darah yang terjadi dalam tubuh akibat dari penyakit malaria dan

thalasemia.

Untuk mengetahui anemia tidaknya seseorang harus dilakukan pengukuran

hemoglobin darah kemudian hasilnya dibandingkan dengan standar baku dari WHO

(E.M De Mayer, 1987).

2.4 Program Penanggulangan Anemia

Strategi penanggulangan anemi defisiensi besi pada anak sekolah sebagai

berikut: (1) Komunikasi informasi edukasi (KIE) yang dilakukan secara kelompok di

sekolah maupun secara massal melalui radio,TV.majalah remaja (2) operasional

suplementasi pada anak sekolah usia 6-12 tahun mendapat suplemen 60 mg unsur

besi dan 0,125 mg asam folat dosis (1 tablet) 1 kali seminggu selama 3 bulan, pada

anak dengan kadar Hb<12gr% pemberian menjadi 1x 60 mg unsur besi dan 0,125 mg

asm folat (1x1 tablet)1 kali seminggu selama 3 bulan. Untuk daerah endemis cacing

disertai dengan pemberian obat cacing secara berkala.Daerah endemis malaria

pemberian disertai dengan anti malaria bagi individu yang di curigai menderita

malaria (3) Gerakan penanggulangan anemia dimasukkan dalam kegiatan UKS dan

lain-lain (Depkes RI,1996).

Suplementasi besi merupakan salah satu upaya penting dalam pencegahan dan

(46)

Selain itu suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya padat

dan dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi anemia

akibat kekurangan asam folat, cara ini efisien, karena tablet besi harganya murah dan

dapat terjangkau oleh masyarakat luas serta mudah didapat (Depkes RI,1995).

Strategi perbaikan status besi pada anak sekolah pada jangka pendek dengan

suplementasi tablet besi, penanggulangan parasit dan malaria, pemberian obat cacing

secara periodik dan pemberian vitamin dan mineral pada program makanan

tambahan. Jangka menengah dengan perbaikan hygiene dan sanitasi. Fortifikasi besi

dan pada jangka panjang yaitu perbaikan hygiene dan sanitasi, penganekaragaman

makanan dan konsumsi makanan (Howston dkk, 1998).

2.5Prestasi Belajar

2.5.1. Pengertian Prestasi belajar

Prestasi adalah kemampuan aktual yang dapat diukur langsung dengan alat

ukur yaitu tes prestasi, sehingga prestasi dapat dikatakan sebagai hasil konkrit yang

dapat dicapai pada suatu saat, hasil tes dapat dilihat dengan nyata dan dapat dicapai

oleh individu pada saat tertentu (Winkel, 1983).

Menurut Purwodarminto (1990) didalam kamus bahasa indonesia

mendefenisikan prestasi belajar sebagai hasil yang telah dicapai setelah melakukan

kegiatan atau pekerjaan. Maka untuk memperoleh prestasi belajar seseorang anak

harus berusaha mencapai terlebih dahulu dengan usaha belajar, karena prestasi belajar

(47)

biasanya dituangkan dalam bentuk skor atau angka dalam bentuk rapor yang

diberikan setiap akhir semester atau triwulan sebagai bentuk pengungkapan

kemampuan yang telah dimiliki oleh seseorang murid.

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Suryabrata (2002) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah:

a. Faktor dari individu meliputi kondisi psikologis yang mencakup minat,

kecerdasan dan motivasi serta kondisi fisiologis seperti kesehatan,

pendengaran dan penglihatan.

b. Faktor lingkungan yang mencakup lingkungan alami seperti suhu,

kelembaban udara dan sosial.

c. Bahan dan hal dipelajari meliputi : belajar, bahasa, rangkaian huruf, dan

bahan belajar.

Sumantri (1982) yang mengutip pendapat Watson bahwa stimulus atau

dorongan merupakan salah satu syarat agar proses belajar dapat berjalan dengan

baik. Konsekuensinya ialah perlu disediakan fasilitas yang memadai dan kesehatan

anak. Ini dapat mempengaruhi secara langsung konsentrasi dan prestasi anak dengan

mengkonsumsi cukup zat besi dalam usaha memperbaiki anemi kekurangan besi pada

kelompok anak yang mengalami anemia dapat meningkatkan prestasi belajar.

Tingkat kesehatan dan status gizi merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kemampuan belajar anak dalam masa pendidikan. Anak yang kurang

(48)

seringnya absen dan daya serap yang rendah terhadap materi pengajaran. Oleh karena

itu disamping peningkatan metoda belajar-mengajar di sekolah, tingkat kesehatan dan

status gizi murid perlu ditingkatkan untuk keberhasilan proses belajar mengajar

(Zulhaida dan Jumirah, 2000).

Menurut Dalyono (1996), faktor yang mempengaruhi prestasi belajar internal

(dari individu) maupun eksternal (keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan

sekitarnya). Selanjutnya faktor keluarga yang dimaksud adalah tinggi rendahnya

pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dan pendapatan orang tua, jumlah anggota

keluarga, perhatian dan bimbingan orang tua dan lain-lain. Jadi faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar ada dua hal yaitu faktor didalam dan di luar individu

yang saling berinteraksi yang menghasilkan prestasi belajar faktor-faktor internal

antara lain :

a. Faktor Kesehatan

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagiannya/bebas dari

penyakit. Kesehatan adalah keadaan dimana seseorang bebas dari penyakit baik

jasmani maupun rohani. Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Jika

kondisi badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan gangguan/kelainan

kelainan fungsi alat indera serta tubuh lainnya, maka proses belajar seseorang akan

terganggu, selain itu dia juga akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing,

ngantuk.

Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan

(49)

tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi atau ibadah

(Slameto, 1995).

b. Absensi Sekolah

Ketidak hadiran anak di sekolah karena alasan seperti sakit, malas, takut,

bekerja dan lain-lain, ketidak hadiran yang tidak di laporkan akan tercatat sebagai

absensi anak sekolah. Jadi ketidak hadiran salah satu gambaran minat anak untuk

turun sekolah selain adanya sakit.

c. Bakat

Bakat merupakan suatu kemampuan untuk belajar, kemampuan itu akan

terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar dan berlatih. Orang yang

berbakat mengetik, misalnya akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar

dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat dibidang itu.

Dari uraian diatas jelaslah bahwa bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan

pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil pelajarannya akan

lebih baik karena ia senang bekerja dan pastilah ia giat lagi dalam belajarnya itu.

Adapun faktor eksternal antara lain meliputi :

a. Metode Belajar

Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam

mengajar. Menurut Karo dalam mengajar adalah menyajikan bahan pelajaran dari

orang kepada orang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan

mengembangkannya. Di dalam lembaga pendidikan orang lain yang disebutkan di

(50)

menerima, menguasai dan lebih-lebih mengembangkan bahan pelajaran itu (Slameto,

1995).

Lebih lanjut dikatakan metode mengajar yang kurang baik akan

mempengaruhi belajar siswa yang kurang baik pula. Metode belajar yang kurang baik

itu dapat terjadi karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran

sehingga guru menyajikannya kurang jelas atau sikap guru terhadap murid atau

terhadap mata pelajarannya itu sendiri tidak baik, sehingga murid kurang senang

terhadap pelajarannya atau gurunya, akibatnya murid malas untuk belajar.

b. Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada murid.

Kegiatan ini sebagian besar adalah menyajikan pelajaran agar murid menerima,

menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Menjelaskan bahan

pelajaran itu mempengaruhi belajar murid. Kurikulum yang kurang baik dan

berpengaruh tidak baik terhadap murid.

c. Pendidikan orang tua

Pendidikan adalah hal terpenting dalm kehidupan setiap orang untuk

meningkatkan pengetahuan dan pendapat pekerjaan yang sesuai dengan jenis dan

tingkat pendidikan. Lebih lanjut dalyono mengatakan, pendidikan orang tua sangat

berpengaruh terhadap prestasi belajar.

Menurut Arneli, dkk (1996) pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pola

asuh, anak yang mendapat pola asuh yang baik, tingkat intelegensia dan prstasi

(51)

Jalal (1990) bahwa pendidikan dan pekerjaan orang tua sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhn anak termasuk prestasi belajar. Penelitian anak-anak superior banyak

ditemukan pada keluarga yang orang tuanya bekerja sebagai dosen pada perguruan

tinggi, Wimbarti dalam Dhini (2003).

d. Pekerjaan Orang Tua

Menurut Soekirman dan Jalal (1990) pendidikan dan pekerjaan orang tua

sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak termasuk didalamnya prestasi

belajar. Adanya hubungan yang kaut antara kemkmuran keluarga dengan keadaan

gizi dan pertumbuhan.

Pekerjaan orang tua sangat mempengaruhi pendapatan. Keluarga yang

pendapatannya terbatas kurang mampu memenuhi kebutuhan makanan yang

diperlukan oleh tubuh, setidak-tidaknya penganekaragaman makanan kurang bisa

dipenuhi karena dengan uang yang terbatas tidak akan banyak pilihan dalam

mengkonsumsi makanan. Akibat dari itu akan mengakibatkan anak kurang gizi,

sehingga akan mengganggu prestasi belajar.

e. Pembimbing Belajar

Orang tua adalah orang yang paling dekat dengan anaknya, dimana

komunikasi yang baik akan mendorong anak agar mempunyai motivasi belajar yang

baik. Dengan bimbingan, perhatian dan dukungan yang baik akan mendorong anak

untuk berprestasi lebih baik.

Menurut Ahmadi, dkk (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

(52)

dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal), yang tergolong

internal adalah :

1. Faktor jasmaniah (fisiologis), misalnya : penglihatan, pendengaran, struktur

tubuh dan sebagainya.

2. Faktor psikologis yang meliputi :

a. Faktor intelektif : faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat, serta faktor

kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimilikinya.

b. Faktor nonintelektif yaitu unsur kepribadian tertentu seperti sikap,

kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.

3. Faktor kematangan fisik maupun psikis, yang tergolong faktor eksternal yaitu :

1. Faktor Sosial : Lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok.

2. Faktor budaya yang terdiri : adat istiadat, ilmu pengetahuan, tehnologi dan

kesenian.

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat digolongkan

menjadi tiga macam yaitu :

a. Faktor stimuli belajar : Panjangnya bahan pelajaran, kesulitan dan pelajaran,

beratnya bahan pelajaran, berat ringannya tugas dan suasana lingkungan

eksternal.

b. Faktor metode belajar : Kegiatan berlatih atau praktik. Overlearning dan drill,

resitsi selama belajar, pengenalan tentang hasil-hasil belajar, bimbingan dalam

Gambar

Tabel 2.1. Nilai Besi Berbagai Bahan Makanan (mg/100gram)
Gambar 2.1. Metabolisme Fe
Tabel  2.2. Batas Ambang Kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
gambar dibawah ini :
+7

Referensi

Dokumen terkait