• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepekaan Retak Korosi Tegangan Baja Tahan Karat Austenitik AISI 304 Dalam Lingkungan Air Laut Buatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kepekaan Retak Korosi Tegangan Baja Tahan Karat Austenitik AISI 304 Dalam Lingkungan Air Laut Buatan"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KEPEKAAN RETAK KOROSI TEGANGAN BAJA NIRKARAT AUSTENITIK AISI 304 DALAM LINGKUNGAN

AIR LAUT BUATAN

TESIS

OLEH

MARZUKI DAUD 037015009/MTM

PROGRAM FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEPEKAAN RETAK KOROSI TEGANGAN BAJA NIRKARAT AUSTENITIK AISI 304 DALAM LINGKUNGAN

AIR LAUT BUATAN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Pada Program Studi Magister Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH MARZUKI DAUD

037105009/MTM

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)
(4)

Telah di uji oleh Tim Penguji pada tanggal 19 September 2011

TIM PENGUJI:

KETUA : Dr.Ir.M.Ridha, M.Eng

ANGGOTA : 1. Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME 2. Ir. Tugiman MT

3. Dr.Eng.Ir. Indra, MT

(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Tanggal Kelahiran/Date of Birth : 9 September 1968 Status Marital / Marital Status : Kawin

Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan Jenjang IPK 1988 - 1997 Universitas Sumatera Utara T.Mesin S1 2,50 2003 - 2011 Universitas Sumatera Utara T.Mesin S2 3,22 Pengalaman Penelitian

Research Experience

No Tahun Judul/Title Catatan/Notes

1 2007 FEM Application for Simulation Stress

Distribution at Specimen SCC Bulletin 2 2007

Influence Stress Application at polarization curve of Type 304 Austenitic Stainless Steel in Sea Water Artificial Environment

Bulletin

3 2009

Stress Corrosion Cracking Susceptibility of Type 304 Austenitic Stainless Steel in Sea Water Artificial Environment

(6)

Riwayat Pengalaman Kerja Summary of Working Experience

Tahun : Dec 2000 – Nov 2005 Instansi / Perusahaan : PT. Mechmar Jaya Industries

Posisi : QA Head

Job Deskripsi :

- Examination and documentation at product flow and project installation.

- Incoming/outgoing good.

- Supplier maintain and monitoring customer complaint. - Conduct observation and monitoring operation

(7)

ABSTRAK

(8)

ABSTRACT

The component of AISI 304 stainless steel construction is used as a prop of linking up the ropes on the boat on the sea, such as socket swaged, chain plate, turnbuckle, and so on. This component usually has a failure problem of Stress Corrosion Cracking (SCC) although the stress which operates mechanically is far from its yield strength. The aim of this research is to analyze the SCC susceptibility of AISI 304 austenite stainless steel in artificial sea water which is represented by its polarization behavior. The experiment was conducted by preparing twenty specimens of ASTM G38 standard C-ring which had been annealing from solid cylindrical bar. The load was obtained from FEM simulation, using Ansys 9.0 program packet, produced varied maximum application stress (σapp) of 0.0σy, 0.21σy, 0.30σy, 0.40σy, and 0.49σy. 3.5% of NaCl which represent the artificial sea-water solution of room temperature was used for testing environment. The influence of application stress on anodic cathodic polarization behavior with the stress level variation as given above was conducted without considering the treatment of immersion time. In order to study the influence of immersion time on the cathodic polarization behavior with, the stress level variation the spesimens were immersed in the solution for 0, 240, 480, and 720 hours. In addition, the study of the influence stress level on the SCC susceptibility, was conducted by observing the corrosion initiation on the surface specimen periodically. The result of the research shows that the stress level and immersion time influenced the polarization behavior on the surface of specimen. It indicated that the higher the stress level, the higher the potential (Ecor) and the current density of Immersion Time, Stress Level, Potential, Current Density

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan berkat limpahan rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul: “Kepekaan Retak Korosi Tegangan Baja Tahan Karat Austenitik AISI 304 Dalam Lingkungan Air Laut Buatan”.

Penulisan ini terlaksana berkat dorongan dan arahan dari berbagai pihak, terutama komisi pembimbing, para pembanding melalui proposal penelitian telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan laporan tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada, Dr. Ir. M. Ridha, M.Eng, Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Ir. Tugiman, MT selaku komisi pembimbing dan juga sebagai ketua dan anggota yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan salah satu penelitiannya serta memberi petunjuk dan arahan dalam menentukan langkah-langkah pada pelaksanaan penelitian ini.

(10)

dan hal - hal lain yang berkaitan dengan judul penelitian ini.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan pendidikan S2, Bapak-bapak dosen Penguji dan Pembanding yang telah memberikan tanggapan dan saran perbaikan, serta rekan - rekan yang telah berpartisipasi dalam penulisan ini.

Penulis menyadari masih jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan pada masa-masa mendatang dan semoga tulisan sederhana ini ada manfaatnya.

Medan, Desember 2010 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 6

2.1. Baja Nirkarat Austenitik ... 6

2.2. Perhitungan Tegangan Dengan Metode Elemen Hingga ... 8

2.3. Korosi Peristiwa Elektrokimia di Alam... 11

2.3.1. Energi Bebas dan Potensial Listrik. ... 11

2.3.2. Mekanisme Korosi - Tegangan... 13

2.3.3. Polarisasi Elektrokimia ... 17

2.4. Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304 di Lingkungan Air Laut ... 21

2.5. Kerangka Konsep ... 22

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.2. Bahan, Peralatan dan Metode ... 23

(12)

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 28

3.4.1. Persiapan Bahan... 28

3.4.2. Pengujian Korosi Tegangan dan Perlakuan Rendam ... 31

3.4.3. Pengukuran Kurva Polarisasi ... 31

3.5. Prosedur Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data ... 33

3.5.1. Pengukuran Pergeseran Diameter ... 33

3.5.2. Simulasi Distribusi Tegangan dan Pergeseran Diameter ... 33

3.5.3. Potensial dan Densitas Arus Korosi. ... 36

3.5.4. Kepekaan Korosi Tegangan... 38

3.6. Variabel yang Diamati. ... 38

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1. Distribusi Tegangan dan Pergeseran Diameter. ... 39

4.2. Hasil Pengukuran Kurva Polarisasi Anodik-Katodik Spesimen Tanpa Perlakuan Rendam ... 42

4.3. Hasil Pengukuran Kurva Polarisasi Katodik dan Pengamatan Korosi Tegangan Spesimen Perlakuan Rendam. ... 45

4.3.6. Pengaruh Tegangan dan Waktu Rendam Terhadap Potensial dan Densitas Arus Korosi ... 53

4.3.7. Batas Kepekaan SCC ... 54

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1. Kesimpulan ... 58

5.2. Saran ... 59

DAFTAR KEPUSTAKAAN ... 60

(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Komposisi Kimia Baja Nirkarat AISI 304………... 7

2.2. Sifat Fisik Baja Nirkarat AISI 304.………. 7

2.3. Densitas Korosi Baja Nirkarat Lingkungan Laut Peniruan Beton……….. 21

4.1. Sifat Mekanik Baja Nirkarat AISI 304... 40

4.2. Kontur Daerah Tegangan Maksimum dan Tegangan Ukur………... 42

4.3. Densitas Arus Korosi Baja Nirkarat AISI 304 Dengan Variasi Level Tegangan Dalam Lingkungan Air Laut Buatan... 44

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Mikrostruktur Baja Nirkarat Austenitik AISI 304………. 6

2.2. Komponen Tiga Dimensi C-ring Spesimen……….. 8

2.3. Faktor Koreksi Z. ………..………... 9

2.4. Kasus SCC Penyambung Tali Temali Pada Perahu. ……… 15

2.5. Mekanisme Inisiasi Pit Korosi………... 16

2.6. Komponen Sel Elektrokimia Tiga Elektroda……… 18

2.7. Skema Empat Kurva Polarisasi Ekstrapolasi Tafel………... 19

2.8. Kurva Polarisasi Baja AISI 304 Lingkungan Laut Peniruan Beton………….. 21

2.9. Kerangka Konsep Penelitian………. 22

3.1. Dimensi Spesimen………..……….. 23

3.2. Set–up Pengukuran Kurva Polarisasi………... 24

3.3. Diagram Alir Penelitian………..……….. 27

3.4. Batang Silindris dan Orientasi Pemotongan C-ring Spesimen………. 28

3.5. Pelapisan Spesimen (a) Korosi Tegangan (b) Kurva Polarisasi………... 30

3.6. (a) Model Geometris dan (b) Pembagian Meshing ……….. 34

3.7. Geometri, Meshing, Beban dan Syarat Batas……… 35

3.8. Simulasi (a) Distribusi Kontur Tegangan (b) Pergeseran Diameter…………. 35

3.9. Ekstrapolasi Tafel Kurva Polarisasi Anodik Katodik………... 37

3.10. Ekstrapolasi Tafel Kurva Polarisasi Katodik………... 37

4.1. Kurva Tegangan-Regagan Baja Nirkarat AISI 304………... 39

4.2. Simulasi Distribusi Tegangan Total Von Misses,  = 0.35 mm……….. 40

4.3. Simulasi Pergeseran Diameter,  = 0.35 mm………... 41

(15)

4.5. Kurva Polarisasi Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Beban Tegangan 0.0σy Dengan Variasi Waktu Rendam…………... 45 4.6. Perkembangan Inisiasi Korosi Tanpa Beban Dengan Variasi Waktu

Rendam (a) 0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam………. 46 4.7. Kurva Polarisasi Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5%

NaCl Beban Tegangan 0.17σy Dengan Variasi Waktu Rendam...……… 47 4.8. Perkembangan Inisiasi Korosi Beban Tegangan 0,21σy Variasi Waktu

Rendam (a) 0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam………. 48 4.9. Kurva Polarisasi Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5%

NaCl Beban Tegangan 0.25σy Dengan Variasi Waktu Rendam…………... 48 4.10. Perkembangan Inisiasi Korosi Beban Tegangan 0,30σy Variasi Waktu

Rendam (a) 0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam………. 49 4.11. Kurva Polarisasi Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan uji 3,5%

NaCl Beban Tegangan 0.33σy Dengan Variasi Waktu Rendam…..………… 50 4.12. Perkembangan Inisiasi Korosi Beban Tegangan 0,40σy Variasi Waktu

Rendam (a).0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam. ………….. 51 4.13. Kurva Polarisasi Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5%

NaCl Beban Tegangan 0.40σy Dengan Variasi Waktu Rendam…... 52 4.14. Perkembangan Inisiasi Korosi Beban Tegangan 0,49σy Variasi Waktu

Rendam (a) 0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam………. 52 4.15. Lokasi Batas Kepekaan dan Pit Korosi Level Tegangan 0,4 dan Perlakuan

Rendam 720 jam………..………... 55 4.16. Kurva Level Tegangan-Densitas Korosi Lingkungan 3.5% NaCl Dengan

Variasi Waktu Rendam………..………... 56 4.17. Kurva Level Tegangan - Potensial Korosi Lingkungan 3.5% NaCl Dengan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Data Proses Olah Panas Annealing………... 62

2. Data Pengujian Tarik………... 63

3. Komposisi Kimia………... 66

4. Data Dimensi Spesimen………... 67

5. Data Pengukuran Pembebanan Spesimen………... 69

6. Hasil Simulasi Ansys 9.0……….. 71

7. Peralatan Uji Sel Korosi dan Perlakuan Rendam………... 74

8. Rangkaian Peralatan Pengukuran Kurva Polarisasi………... 75

9. Penentuan Potensial dan Densitas Korosi Dari Kurva Polarisasi Dengan Ekstrapolasi Tafel………... 76

(17)

DAFTAR ISTILAH

Simbol Nama Istilah Satuan

Luas penampang mm2

Δ Pergeseran diameter luar akibat tegangan aplikasi mm

ΔG Perubahan energi netto kJ/mol

ΔGo Perubahan energi netto baku kJ/mol

E Modulus elastisitas GPa

E Potensial pengukuran Volt

Ecor Potensial korosi bebas Volt

Ε Regangan teknik

F Gaya N

[F] Matrik beban

F Konstanta Faraday (96,494) coulomb/mol

G Energi bebas kJ/mol

Polarisasi

a Polarisasi anodik

c Polarisasi katodik

ia Densitas arus anoda A/mm2

ic Densitas arus katoda A/mm2

icor Densitas arus korosi A/mm2

(18)

K Tetapan kesetimbangan [K] Matrik kekakuan

KI Faktor intensitas modeI MPa m1/2

KIC Faktor ketangguhan MPa m1/2

L Panjang mm

M Berat molekul gr/mol

N Poison ratio

ODf Diameter luar setelah mengalami tegangan mm

OD Diameter luar sebelum mengalami tegangan mm

R Konstanta gas universal J mol-1K-1

σapp Tegangan aplikasi MPa

σy Tegangan luluh MPa

σu Tegangan ultimate MPa

T Temperatur K

[u] Matrik pergeseran

(19)

ABSTRAK

(20)

ABSTRACT

The component of AISI 304 stainless steel construction is used as a prop of linking up the ropes on the boat on the sea, such as socket swaged, chain plate, turnbuckle, and so on. This component usually has a failure problem of Stress Corrosion Cracking (SCC) although the stress which operates mechanically is far from its yield strength. The aim of this research is to analyze the SCC susceptibility of AISI 304 austenite stainless steel in artificial sea water which is represented by its polarization behavior. The experiment was conducted by preparing twenty specimens of ASTM G38 standard C-ring which had been annealing from solid cylindrical bar. The load was obtained from FEM simulation, using Ansys 9.0 program packet, produced varied maximum application stress (σapp) of 0.0σy, 0.21σy, 0.30σy, 0.40σy, and 0.49σy. 3.5% of NaCl which represent the artificial sea-water solution of room temperature was used for testing environment. The influence of application stress on anodic cathodic polarization behavior with the stress level variation as given above was conducted without considering the treatment of immersion time. In order to study the influence of immersion time on the cathodic polarization behavior with, the stress level variation the spesimens were immersed in the solution for 0, 240, 480, and 720 hours. In addition, the study of the influence stress level on the SCC susceptibility, was conducted by observing the corrosion initiation on the surface specimen periodically. The result of the research shows that the stress level and immersion time influenced the polarization behavior on the surface of specimen. It indicated that the higher the stress level, the higher the potential (Ecor) and the current density of Immersion Time, Stress Level, Potential, Current Density

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Baja nirkarat austenitik AISI 304, memiliki daya tahan korosi lebih baik dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air laut. Sifat daya tahan korosi ini disebabkan lapisan pasif pelindung khromium oksida (CrO3) yang berkarakter kuat dan tidak terlihat secara kasat mata. Sifat lain dari

bahan ini yaitu, ketangguhan cukup tinggi, dan toleran terhadap temperatur tinggi. Dengan memiliki karakter tersebut baja ini banyak dipergunakan pada struktur konstruksi di lingkungan air laut seperti, di pengeboran minyak lepas pantai, di perkapalan, penguat beton infrastruktur tepi pantai, dan lain - lain.

Namun demikian kegagalan retak korosi tegangan (SCC) baja nirkarat pada struktur konstruksi dalam lingkungan air laut tetap merupakan salah satu dari permasalahan korosi. SCC adalah kegagalan rapuh paduan logam akibat kombinasi secara simultan antara tegangan tarik paduan logam tersebut dan lingkungan korosif.

(22)

2

celah sempit sehingga garam berakumulasi, ini mempercepat SCC secara dramatis dan tali kawat akan tercabut secara tiba-tiba (J.C. Stomer, 2005).

Kegiatan tegangan tarik akan menyerang kisi kristal, yang semestinya dalam keadaan kesetimbangan dan berakibat bangkitnya energi termodinamik ikatan-ikatan atom. Kalau efek ini terlokalisasi pada permukaan, anoda-anoda akan terbentuk, sehingga daerah ini rentan terhadap serangan korosi (KR. Trethewey, 1988).

Lingkungan air laut, dikenal korosif karena mengandung 3,5% garam dan di dalamnya terdapat senyawa klorida (M. Schumacher, 1979). Baja nirkarat AISI 304 akan mengalami SCC di lingkungan yang mengandung senyawa klorida (M.G. Fontana, 1979). Intrusi ion-ion klorida akan menguak lapisan oksida dan membantu melarutkan logam baja nirkarat (John Sedrick, 1979). Baja akan mengalami degradasi sifat ketangguhan sebagai suatu karakteristik yang dimilikinya. Rusaknya lapisan pasif, timbulnya lubang sebagai pemicu, retak akan terus menyebar jika faktor intensitas tegangan (K1) lebih besar dari faktor ketangguhan material

(K1C), fenomena laju degradasi ini tidak dapat dicegah, namun hanya diperlambat.

Kepekaan SCC baja nirkarat austenitik AISI 304 dalam lingkungan air laut telah dipelajari, dengan mengukur kurva polarisasi Tafel, menyatakan aktifitas korosi di lingkungan air laut adalah 4,275 A/cm2 (CR= 49,25 mpy) pada potensial korosi alami -380 mV aktifitas korosi demikian cukup mendukung terjadinya SCC (J. Teran, Torres. A. A, dkk, 2005).

(23)

3

terjadi di atas permukaan baja karbon dengan nilai regangan elastik/plastik yang lebih besar menjadi lebih anodik dan area ini lebih ter korosi (M. Ridha dan S.Aoki, 2006). Dari penelitian-penelitian tersebut artinya bahwa tegangan ada kaitannya dengan perilaku polarisasi elektrokimia. Polarisasi adalah perubahan potensial dari elektroda selama proses elektrolisis. Kurva polarisasi menggambarkan perilaku korosi dari suatu bahan antara hubungan arus yang bekerja dan nilai potensial di permukaan logam tersebut. Tetapi variasi tegangan dan waktu yang mempengaruhi perilaku polarisasi sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan khususnya berkaitan dengan nilai kepekaan SCC.

Variasi tegangan dan waktu menjadi variabel penting dan harus diperhitungkan dalam mengamati fenomena kepekaan SCC, maka di telitilah kepekaan SCC dalam lingkungan air laut terhadap baja nikarat austenitik AISI 304 yang banyak dipakai sebagai bahan konstruksi baik dalam bentuk pelat, batangan, pipa dan lain-lain.

1.2. Pembatasan Masalah

Karena kompleknya permasalahan yang ada maka untuk mempersempit permasalahan dibuat batasan-batasan sebagai berikut:

1. Spesimen C-ring dibuat standar ASTM G 38-73 dari material silindris pejal. 2. Variasi pergeseran diameter C-ring dibuat, 0,35 mm, 0,50 mm, 0,65 mm

dan 0,80 mm, dengan mengencangkan baut dan mur.

(24)

4

4. Kurva polarisasi anodik-katodik di ukur pada bidang ekspos seluas 1 cm2, bagian tengah lengkungan spesimen.

5. Pengaruh waktu rendam di ukur hanya kurva katodik, selama 720 jam dimana setiap 240 jam dilakukan pengamatan.

6. Pengamatan kepekaan SCC hanya pada fase pemicuan.

1.3. Perumusan Masalah

Fenomena SCC paduan logam baja nirkarat AISI 304 terjadi karena kombinasi tegangan statik paduan logam dan lingkungan korosif air laut. Efek tegangan tarik akibat pembebanan akan menyerang kisi kristal, yang semestinya dalam keadaan kesetimbangan. Jika efek ini terlokalisasi pada permukaan logam dan berada dalam lingkungan korosif air laut menyebabkan daerah tegangan lebih besar akan menjadi lebih anodik dan akan rentan terhadap serangan korosi, sehingga merusak lapisan pasif pelindung khromium oksida. Intrusi ion klorida pada logam menjadi inisiasi awal terjadinya pit (lubang) yang memicu SCC.

(25)

5

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penomena kepekaan SCC material baja nirkarat austenitik AISI 304 di lingkungan air laut buatan.

Kepekaan SCC yang direpresentasikan oleh perilaku polarisasi elektrokimia. 1.4.2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mempelajari:

1. Pengaruh variasi tegangan aplikasi pada spesimen terhadap potensial dan densitas arus korosi.

2. Pengaruh variasi tegangan aplikasi pada spesimen dan waktu rendam terhadap potensial dan densitas arus korosi.

3. Batas tegangan minimal dan perilaku polarisasi yang tidak memicu terjadinya inisiasi SCC selama perendaman 720 jam.

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Memberi informasi kepada konsumen tentang batas kepekaan SCC material baja nirkarat austenitik AISI 304 dalam lingkungan air laut.

(26)

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Baja Nirkarat Austenitik

Kandungan unsur dalam logam mempengaruhi ketahanan logam terhadap korosi, dimana paduan dengan unsur tertentu lebih tahan korosi dibanding logam murni, contoh baja nirkarat atau baja paduan Fe-18Cr-8Ni lebih tahan korosi dibandingkan Fe murni.

Berdasarkan persentase paduan unsur kimia, baja nirkarat di bagi menjadi lima jenis, yaitu: baja nirkarat martensitik, feritik, austenitik, duplek dan percipitation hardening. AISI 304 adalah jenis baja nirkarat austenitik, unsur pembentuk utamanya

besi, karbon sangat rendah 0,08%, khromium (18 - 20)% dan nikel (8 - 10,5)%. Gambar 2.1, memperlihatkan mikrostruktur baja nirkarat austenitik AISI 304. Logam

(27)

7

paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered cubic (FCC). Umumnya tetap dapat menjaga sifat austenitik pada temperatur ruang,

lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik dibandingkan baja nirkarat feritik dan martensitik.

Komposisi unsur - unsur pemadu ini akan menentukan sifat ketahanan korosi dan sifat mekaniknya. Kadar khromium tinggi sebagai suatu ferrite stabilizer, membentuk lapisan film khromium oksida (Cr2O3) yang protektif jika beroksidasi

dengan oksigen, sehingga meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah untuk meminimalisir sensitasi akibat proses pengelasan. Sifat fisika baja nirkarat austenitik AISI 304, seperti Tabel 2.1 dan komposisi kimia baja tersebut seperti Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Sifat Fisika Baja Nirkarat AISI 304 Modulus

Tabel 2.2. Komposisi Kimia Baja Nirkarat AISI 304

Unsur C Mn Si Cr Ni P S Mo N Dll

Min - - - 18,0 8,0 - - - 0,16 -

(28)

8

2.2. Perhitungan Tegangan Dengan Metode Elemen Hingga

Komponen kontruksi tiga dimensi C-ring spesimen diberi beban tegangan dengan cara mengencangkan baut dan mur sampai diameter luar mengalami pergeseran, diperlihatkan Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Komponen Tiga Dimensi C-ring Spesimen

Efek tegangan tarik terhadap ikatan antara atom-atom sebuah logam pada struktur kristal yang mengalami pelengkungan, distribusi tegangan yang terjadi di serap secara tidak merata oleh semua ikatan yang bersangkutan. Sebagian ikatan akan mengalami tekanan lebih besar di banding yang lain sehingga mempunyai potensi terjadinya pemusatan tegangan.

(29)

9

pergeseran (ODf) akibat pengencangan mur dan baut, didasarkan perhitungan

kekuatan dalam konstruksi mekanik untuk daerah elastik (ASTM G 38), persamaan (2.1).

= 4E ∆

D2 …….……….(2.1)

Dimana:

Δ

= OD -ODf = Selisih diameter luar setelah mengalami tegangan (mm).

σ

app = Tegangan aplikasi (MPa).

D = Diameter rata-rata (mm). t = Tebal dinding (mm).

E = Modulus Elastisitas (MPa).

Z = Faktor koreksi berdasarkan kurva Gambar 2.3.

(30)

10

Untuk menganalisa distribusi tegangan yang terjadi digunakan metode elemen hingga. Dasar dari metode elemen hingga adalah membagi benda kerja menjadi elemen-elemen kecil yang jumlahnya berhingga sehingga dapat menghitung reaksi akibat beban pada kondisi batas yang diberikan. Dari elemen - elemen tersebut dapat disusun persamaan - persamaan matrik yang bisa diselesaikan secara numerik dan hasilnya menjadi jawaban dari kondisi beban yang diberikan pada benda kerja tersebut. Dari penyelesaian matematis dengan menghitung inverse matrik akan diperoleh persamaan dalam bentuk matrik untuk satu elemen dan bentuk matrik total yang merupakan penggabungan matrik elemen.

Dari rumus dasar perhitungan kekuatan mekanik menunjukan hubungan antara beban, sifat bahan, geometri dan pergeseran yang ditimbulkan dapat di susun bentuk umum persamaan dalam elemen dengan persamaan matrik (2.2), dengan memberikan syarat batas dan pembebanan sebagai berikut:

[ ][ ] = [ ] ………..(2.2) Dimana:

[K] = matrik kekakuan [U] = matrik pergeseran [F] = matrik beban

(31)

11

memperoleh hasil akhir berupa nilai dan distribusi tegangan pada seluruh titik elemen pada komponen. Penyelesaian persamaan dari berbagai macam pembebanan disusun dari penyelesaian dengan menghitung inverse matrik menggunakan teknik iterasi.

2.3. Korosi Peristiwa Elektrokimia di Alam

Korosi adalah suatu proses kerusakan logam atau material karena berinteraksi dengan lingkungan yang berlangsung secara kimia atau elektrokimia. Korosi mengembalikan logam kebentuk asalnya dan berlangsung dengan sendirinya, sehingga proses korosi tidak dapat dicegah hanya ada usaha untuk mengendalikannya.

2.3.1. Energi Bebas dan Potensial Listrik.

Bentuk energi sebagai penggerak yang menimbulkan korosi berasal dari energi kimia, yaitu energi yang tersimpan dalam ikatan-ikatan kimia zat yang disebut dengan energi dalam sistem. Hanya sebagian saja energi dalam ini yang siap menjadi energi berguna, misalnya untuk menggerakan motor atau untuk menjadi agen penghancur yang menimbulkan reaksi korosi. Energi yang tersedia ini disebut energi bebas.

Suatu reaksi dapat berlangsung dengan sendirinya, harus ada energi bebas yang di lepas, dalam hal ini energi bebas setiap unsur sebagai G dan perubahan energi netto dalam suatu reaksi dinyatakan dengan ΔG, maka perubahan G harus negatif persamaan (2.3), berikut ini:

(32)

12

Reaksi pada parameter baku ΔGo, temperatur 298 K dan tekanan 1 atm, untuk menghitung harga ΔG pada setiap temperatur (tidak dalam kesetimbangan) dapat dilakukan menggunakan persamaan berikut:

Ekspresi yang mendefinisikan hubungan potensial listrik dengan energi bebas, dirumuskan oleh Michael Faraday menyatakan kerja yang dilakukan (perubahan energi bebas pada proses korosi) fungsi beda potensial dan muatan yang dipindahkan:

∆ = ………(2.5)

Dimana:

F = 96,494 coulomb/mol (muatan yang pindah oleh satu mol elektron)

E = Potensial pengukuran (Volt)

z = Jumlah elektron yang dipindahkan dalam reaksi korosi.

Jika sistem mencapai suatu titik dimana perubahan energi bebas netto tidak ada maka sistem dalam keadaan setimbang, ΔG = 0. Pada keadaan baku hubungan ini menjadi:

(33)

13

2.3.2. Mekanisme Korosi - Tegangan

Korosi memainkan satu bagian penting dalam mekanisme pemicu terbentuknya pit permukaan baja nirkarat. Proses korosi pada dasarnya adalah proses elektrokimia, terjadi apabila terdapat perbedaan potensial listrik dan terbentuk aliran listrik dengan adanya bagian anodik, katodik dan lingkungan elektrolit pada permukaan logam.

Bagian anodik dapat berupa kehadiran konsentrasi tegangan bervariasi pada permukaan baja tersebut, metal yang berada di bawah film lapis oksida yang terkelupas atau terletak pada batas butir di mana terjadinya ketidak tepatan yang cukup lebar dari kristal metal grain lattice, atau komposisi metal pada permukaan yang kurang homogen. Pada bagian ini logam akan ter korosi dengan lingkungan, atom logam akan kehilangan elektron atau terjadi reaksi oksidasi.

Bagian katodik dapat berupa selapis tipis oksida metal akibat bereaksinya metal dengan zat asam, atau berupa kotoran - kotoran yang berada pada material. Pada bagian ini logam yang tidak ter korosi dengan lingkungan, pada atom logam terjadi penangkapan elektron oleh ion hidrogen (proses reduksi).

(34)

14

Ketika tegangan yang bekerja pada struktur logam dalam suatu lingkungan korosif menjadi daerah anodik yang dominan. Maka bentuk korosi yang akan teramati adalah korosi jenis SCC, yaitu suatu kegagalan rapuh yang terjadi akibat kombinasi secara simultan antara beban tegangan statik dan lingkungan korosif.

Beberapa kombinasi paduan logam dan lingkungan yang menyebabkan resiko kegagalan, seperti baja lunak diketahui retak di lingkungan nitrat serta kaustik, sementara paduan-paduan alumunium ternyata retak hanya karena berada di udara yang lembab dan air laut. Paduan - paduan magnesium juga diketahui rentan terhadap keretakan di udara lembab.

Meskipun demikian tidak semua kombinasi lingkungan dan material akan berpengaruh terhadap SCC, seperti baja nirkarat akan retak di lingkungan yang mengandung ion klorida, tetapi tidak dalam lingkungan ammonia. Sedangkan logam bras akan retak di lingkungan ammonia, tetapi tidak akan terjadi SCC di lingkungan yang mengandung ion klorida (M.G. Fontana, 1979).

Lingkungan air laut, di kenal sangat korosif karena mengandung 3,5% garam, di dalamnya terdiri dari, 55% senyawa klorida, 7,7% senyawa sulfat, 30,6% sodium, dan lain-lain, dari komposisi tersebut dapat dipastikan bahwa komposisi air laut tersebut umumnya mengandung ion klorida.

(35)

15

memasuki celah sempit sehingga garam berakumulasi, kombinasi tersebut menyebabkan SCC tak dapat dihindari. Gambar 2.4, memperlihatkan penyambung tali atau socket mengalami kerusakan akibat SCC.

Gambar 2.4. Kasus SCC Penyambung Tali Temali Pada Perahu.

Kegiatan tegangan tarik terhadap bahan akan menyerang kisi kristal menyebabkan ketidakteraturan dalam struktur kristal, yang semestinya dalam kesetimbangan, dan berakibat bangkitnya energi thermodinamika ikatan-ikatan atom, sehingga potensial anodik pada daerah ini meningkat. Karena tegangan pada metal yang peka, film oksida di permukaan pecah. Akibatnya terjadilah perbedaan potensial antar bagian terbuka yang menjadi anodik terhadap bagian yang terlindungi film oksida. Karena area anodik lebih kecil dibandingkan katodik, sehingga konsentrasi tegangan mencegah pembentukan film oksida (Cr2O3) di tempat tersebut, dengan

adanya elektrolit ini mempercepat reaksi selanjutnya.

(36)

16

Fe Fe 2+ + 2e- (oksidasi)………... (2.7) Zat hydrogen masuk larutan pengantar menjadi daerah katoda yaitu reaksi reduksi, bagian logam yang tidak ter korosi (daerah pasif) dengan persamaan reaksi:

O2 + 2H2O + 4e- 4OH - (reduksi) ………(2.8)

Ion-ion klorida dan ion hidroksil ini bereaksi dengan ion-ion besi menjadi: Fe2+ + 2Cl FeCl2 (tidak stabil) ……….(2.9)

FeCl2 + 2H2O Fe(OH)2 + 2HCl ………(2.10)

Apabila terdapat oksigen dalam air akan terjadi reaksi:

4Fe(OH)2 + O2 + 2H2O 4Fe(OH)3………(2.11)

2Fe(OH)3 Fe2 O3 + 3H2O ………..(2.12)

Elektroda besi yang anodik akan kehilangan massa karena melarutnya ion - ion Fe yang tidak stabil, karenanya elektroda besi berkarat dengan ditandai terjadinya kerusakan pada permukaannya dalam hal ini terbentuknya lubang, Gambar 2.5.

(37)

17

Sekali terjadinya pit, konsentrasi tegangan pada lubang menjadi penyebab pecahnya film oksida di tempat tersebut dan sekaligus mencegah terjadinya film oksida lebih lanjut, karena itu proses sel korosi berjalan terus. Tegangan mempercepat pembentukan lubang yang akan berakumulasi

menjadi lebih cepat dan ini bertindak sebagai takik dan menyebabkan terjadinya pemusatan tegangan yang mendukung terjadinya SCC.

2.3.3. Polarisasi Elektrokimia

Suatu logam atau elektroda tidak berada dalam keseimbangan larutan elektrolit yang mengandung ionnya atau terjadi perubahan potensial selama proses elektrolisis, dimana potensial anoda menjadi lebih nobel dan katoda menjadi lebih aktif ini disebut polarisasi.

Terdapat dua jenis proses polarisasi, yaitu polarisasi aktivasi dan polarisasi konsentrasi. Polarisasi aktivasi adalah polarisasi yang dikendalikan oleh energi bebas atau tenaga penggerak potensial ada dipermukaan elektroda itu sendiri. Polarisasi konsentrasi adalah polarisasi yang dikendalikan sebagai akibat dari perubahan konsentrasi di dalam larutan di dekat permukaan metal. Polarisasi merupakan parameter penting untuk membuat pernyataan - pernyataan tentang laju proses korosi.

(38)

18

Komponen ini terdiri dari beberapa peralatan seperti, elektroda kerja atau elektroda yang sedang di teliti, adalah medium penghantar dapat menjadi antar muka antar arus elektron dalam kawat rangkaian listrik dan arus ionik dalam larutan. Penggunaan istilah elektroda sebagai ganti dari anoda, karena tidak terbatas pada perilaku yang bersangkutan dengan anoda, juga akan menyelidiki perilaku katoda, skematik peralatan seperti Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Komponen Sel Elektrokimia Tiga Elektroda

Elektroda acuan, dimaksudkan sebagai titik dasar yang tepat mengacu pada pengukuran-pengukuran potensial elektroda kerja. Arus yang mengalir dalam elektroda ini harus sekecil-kecilnya sehingga dapat diabaikan. Bila tidak demikian elektroda ini akan ikut dalam reaksi sel dan potensialnya tidak lagi konstan.

(39)

19

logam. Pipa kapiler ini menghubungkan bejana reaksi dengan sebuah bejana lain tempat elektroda kalomel jenuh (SCE) yang terpasang dan terisi dengan larutan kalium klorida jenuh bentuk gel.

Elektroda pembantu dimaksudkan khusus untuk mengangkut arus dalam rangkaian yang terbentuk dalam penelitian, elektroda ini tidak diperlukan untuk pengukuran potensial. Bahan yang digunakan tidak menimbulkan kontaminasi ion-ion ke dalam elektrolit seperti Platina.

Untuk mengoperasikan peralatan, mengalirkan respon arus sebagai fungsi dari potensial terapan. Data hasil pengukuran ini disusun dalam suatu tabel yang memuat harga -harga potensial yang diberikan (volt) dan kerapatan arus (amper per centimeter persegi), kemudian di plot dalam bentuk grafik yang menghasilkan konfigurasi kurva polarisasi Tafel, Gambar 2.7.

(40)

20

Persamaan khusus untuk mencari laju korosi atau densitas arus disebut dengan persamaan Tafel, pada reaksi anoda dan katoda adalah sebagai berikut:

a = a log ia

/

io ………..(2.13)

c = clogic

/

io………(2.14)

Dimana :

io = Densitas arus pertukaran (A/cm2)

ia

,

ic = Densitas arus anodik, katodik (A/cm2)

a,c = Konstanta anodik, katodik Tafel

Metode ini dapat dianggap lebih menguntungkan dari pada metode kehilangan berat karena dapat dilaksanakan lebih cepat, sehingga tidak memerlukan faktor akselerasi untuk pengukuran di laboratorium, dengan demikian hasilnya lebih akurat.

Laju korosi CR, adalah kehilangan berat per luas penampang per waktu periode (mpy). Hubungan densitas arus korosi dan laju korosi seperti persamaan 2.15 berikut ini:

= 1,248 × 10 (2.15)

Dimana :

icor = Densitas arus korosi (A/m2).

M = Berat molekul (gr/mol).

F = Konstanta Faraday ( 96.490 coulomb/ekivalen).

Z = Valensi oksidasi (ekivalen/mol).

(41)

21

2.4. Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304 di Lingkungan Air Laut

Pengukuran kurva polarisasi baja nirkarat austenitik AISI 304 di beberapa lingkungan air laut peniruan beton (J. Teran dkk, 2005).

Kurva hasil pengukuran, seperti Gambar 2.8, suatu zona korosi terjadi pada daerah ujung sempit, merupakan titik potong aktivitas korosi pada potensial korosi sekitar -380 mV. Penambahan Ca(OH)2 sebagai senyawa peniruan beton menurunkan

aktivitas korosi sebesar 33%. Densitas korosi dibebera lingkungan uji, Tabel 2.3.

Gambar 2.8. Kurva Polarisasi Baja AISI 304 Lingkungan Laut Peniruan Beton Tabel 2.3. Densitas korosi baja nirkarat lingkungan laut peniruan beton

Lingkungan Uji icor (A/cm2) CR (m/year)

SS + Ca(OH)2 0,375 4,32

SS + Ca(OH)2 + NaCl 0,625 7,2

SS + Ca(OH)2 + Seawater 14,186 16,34

(42)

22

2.5. Kerangka Konsep

Kegagalan SCC struktur komponen baja nirkarat AISI 304 dalam lingkungan air laut diawali fase pemicuan pembentukan pit korosi. Kepekaan SCC berguna dipelajari untuk mengetahui dimana batas tegangan belum terjadi pembentukan lubang atau pit korosi, maka di susun kerangka konsep penelitian seperti Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Kerangka Konsep Penelitian Mekanisme pemicu SCC

Variasi tegangan Simulasi Distribusi Menggunakan FEM

Variasi waktu rendam Pengolahan data

-Kurva Polarisasi E- logi

-Pengaruh tegangan dan waktu terhadap kurva polarisasi

-Pengamatan Inisiasi SCC

Kesimpulan KEPEKAAN SCC

(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Laboratorium Material, Divisi Korosi, Fakultas Teknik Unsyiah, Banda Aceh. Dimulai sejak tanggal pengesahan usulan oleh pengelola Program Magister Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU sampai dinyatakan selesai.

3.2. Bahan, Peralatan dan Metode

Bahan uji yang digunakan adalah baja nirkarat austenitik AISI 304 berbentuk batangan silindris diameter 25,4 mm. Bahan dibuat menjadi spesimen C-ring mengikuti standar ASTM G38-73 seperti Gambar 3.1 Ukuran – ukuran spesimen adalah diameter luar 25 mm, tebal 1,76 mm, dan lebar 19 mm.

(44)

24

Terhadap sifat mekanik dan komposisi kimia akan dilakukan pengujian ulang. Bahan media uji adalah lingkungan air laut buatan mengandung 3,5% larutan NaCl, didapat dengan penambahan kelarutan garam - garaman di dalam air sehingga

konduktivitas meningkat dan ini mempercepat proses korosi. Untuk membuat larutan 3,5% larutan NaCl (agar mirip air laut), 35 gram kristal garam dapur dilarutkan dalam air sebanyak satu liter, ini setara dengan 0.6 M.

Keterangan:

Gambar 3.2. Set–up Peralatan Pengukuran Kurva Polarisasi

Untuk pengukuran kurva polarisasi sket rangkaian peralatan sel elektrokimia Gambar 3.2, terdiri beberapa komponen seperti:

1. Elektroda kerja atau C-ring spesimen dilengkapi pengikat baut dan mur. 2. Sebuah sumber potensial, merek Voltac, mengubah arus AC menjadi DC

(45)

25

sedemikian sehingga reaksi sel yang dikehendaki berlangsung.

3. Galvanostat instrument pengukur untuk pengontrol potensial dan arus, merek Hokuto Denko, tipe HA - 301. Alat ukur potensial dan arus (Galvanometer) memiliki presisi yang tinggi dapat membaca hingga mili atau bahkan mikro Amper dan mikro Volt.

4. Osiloskop merek Tektronix, tipe TDS 340 untuk membaca arus dan gelombang yang dikeluarkan oleh galvanostat, dilengkapi pencatat waktu. 5. Elektroda acuan yang dipakai adalah elektroda kolomel jenuh (SCE),

merek TOA, tipe HC-205C.

6. Jembatan garam yaitu pipa berisi elektrolit larutan kalium klorida jenuh bentuk gel, menghubungkan antara elektroda acuan dan elektroda uji. 7. Elektroda pembantu (counter/ auxiliary electrode). Menggunakan bahan

Platina, yang tidak menimbulkan kontaminasi ion-ion ke dalam elektrolit. 8. Sel korosi terbuat dari tabung kaca tempat lingkungan uji.

9. Tabung kaca tempat larutan KCl.

10.Termometer untuk mengukur temperatur ruang dan lingkungan uji.

Universal Testing Machines sebagai alat menentukan tegangan tarik, tegangan

luluh (y), ultimate tensile strengt (u) dan ductility sebagai persentase perpanjangan

dan pengecilan area dan modulus elastisitas (E).

Software untuk menganalisa distribusi tegangan adalah Ansys9.0.

(46)

26

Foto untuk memeriksa inisiasi korosi tegangan pada permukaan spesimen digunakan kamera Nikon model D70.

Tiang penyangga elektroda, dan kawat penghubung spesimen sebagai pengantar arus.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian disusun didasarkan ditemukannya kegagalan komponen yang mengalami beban tegangan dalam lingkungan korosif air laut, maka dalam penelitian ini dicoba mengangkat hal tersebut dengan meneliti kepekaan SCC baja nirkarat austenitik AISI 304.

Dari hasil penelusuran pustaka dan jurnal maka ditentukan, dimensi spesimen, pembebanan, lingkungan pengujian dan penentuan cara pengambilan data yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Data hasil pengujian berupa data mentah, seperti data tegangan statik yang diberikan, data pengamatan produk korosi, dan data kurva polarisasi, di olah hasilnya, kemudian dibandingkan dengan data pengujian orang lain yang sejenis. Jika ada penyimpangan data yang cukup signifikan, maka dilakukan pengujian ulang untuk verifikasi keakuratan data yang ada, dan jika tidak ada maka hasil penelitian dapat disimpulkan dan penelitian dianggap selesai.

(47)

27

Skema rancangan penelitian ditampilkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Diagram alir penelitian

Pengukuran Pergeseran Diameter = Hasil Simulasi ANSYS 9.0

( = 0; 0,35; 0,5; 0,65; dan 0,8 mm)

(48)

28

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dipersiapkan sebaik mungkin agar dalam pelaksanaannya tidak terdapat gangguan yang berarti dari berbagai hal yang dapat mempengaruhi hasil penelitian di luar yang diharapkan.

Penelitian dilaksanakan dimulai dari persiapan bahan dan lingkungan uji, rangkaian peralatan, simulasi distrbusi tegangan, uji korosi tegangan dan pengukuran kurva polarisasi, diakhiri dengan interpretasi hasil pengujian.

3.4.1. Persiapan Bahan.

Persiapan spesimen dilakukan dalam beberapa tahap persiapan, berikut ini diuraikan tahap – tahap persiapan spesimen.

Spesimen dibuat dengan proses permesinan diharapkan menghasilkan ukuran dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Orientasi pemotongan spesimen C-ring mengikuti bentuk memanjang, dengan menyediakan sampel uji tarik pada batang yang sama seperti Gambar 3.4.

(49)

29

Pembuatan dimulai dari pelubangan hingga terbentuk C-ring dengan ukuran standar pengujian, plus toleransi untuk pembersihan bagian permukaan spesimen, biasanya meninggalkan goresan-goresan atau bentuk pemotongan yang tidak halus.

Benda uji terlebih dahulu mengalami proses olah panas annealing, dengan cara dipanaskan sampai 1000 0C dalam oven pemanas merek Nabertherm, pada temperatur tersebut di tahan sampai 100 menit. Setelah pemanasan selama 100 menit benda uji dikejutkan dalam air pada suhu kamar, proses olah panas lampiran 1.

Pekerjaan annealing biasanya meninggalkan kerak hitam pada permukaan, maka perlu dilakukan penghalusan permukaan dengan menggunakan kertas pasir mulai dari ukuran 600, dan 800 grit secara berurutan sehingga diperoleh permukaan potong yang halus. Penghilangan goresan halus dilaksanakan dengan xx orientasi sampel yang tegak lurus terhadap goresan yang sebelumnya. Sampel yang dihaluskan kemudian di cuci dengan air suling untuk mencegah pencemaran dan sesudah itu mengeringkan dengan aseton, kemudian spesimen di ukur menggunakan jangka sorong sampai di dapat ukuran yang tepat, dimensi lengkap spesimen seperti pada lampiran 4.

Untuk mendapatkan sifat mekanik dilakukan pengujian tarik, mengikuti standar ASTM E8 M, ini berguna untuk memprediksi pembebanan terhadap spesimen yang menjadi referensi untuk pengukuran lanjut, hasil uji tarik pada lampiran 2.

(50)

30

Nilai pergeseran ini di dapat dari selisih diameter luar (OD) sebelum pergeseran dengan diameter setelah terjadi pergeseran (ODf) , kemudian dilakukan

pengukuran dengan menggunakan jangka sorong.

Pembebanan di buat dengan 5 (lima) variasi pengecilan diameter luar (∆) yaitu, 0, 0,35, 0,5, 0,65, dan 0,8 mm.

Jumlah spesimen direncanakan minimal 20 (dua puluh), masing-masing spesimen diberi nomor urut agar mudah di identifikasi.

Untuk menghindari korosi galvanik antara spesimen dengan baut pengikat, maka spesimen harus dilapisi dengan menggunakan silicone gel.

Pelapisan spesimen dibagi dalam dua jenis pelapisan:

a. Spesimen untuk pengamatan korosi tegangan dimana seluruh permukaan spesimen dibiarkan mengalami korosi, dengan jumlah 5 (lima) spesimen. b. Spesimen pengukuran kurva polarisasi dengan jumlah 15 (lima belas)

spesimen.

Gambar 3.5. Pelapisan Spesimen (a) Permukaan Korosi, (b) Kurva Polarisasi

(51)

31

Gambar 3.5(a) isolasi spesimen jenis pertama hanya dilakukan pada bagian baut dan mur. Gambar 3.5(b), isolasi spesimen jenis kedua, spesimen ini dilengkapi kawat penghubung arus, agar hasil pengukuran arus segera dapat dikonversikan menjadi kerapatan arus maka elektroda ini dibuat permukaan eksposnya seluas 1 (satu) centimeter persegi yang tidak dilapisi, terletak pada 1800 di tengah permukaan luas bidang spesimen.

3.4.2. Pengujian Korosi Tegangan dan Perlakuan Rendam

Untuk melihat produk pit korosi atau inisiasi SCC maka jenis spesimen C-ring Gambar 3.5(a) diletakan dengan menggantungkannya pada rak dengan posisi

keseluruhan spesimen terendam dalam peralatan pengujian sel korosi yang berisi larutan uji pada temperatur kamar seperti lampiran 7, selama selang waktu 720 jam. Pengamatan permukaan dengan menggunakan foto, dilakukan setiap 240 jam perendaman, dimulai 0, 240, 480, dan 720 jam berurutan.

Perlakuan yang sama untuk spesimen-spesimen pengukuran kurva polarisasi katodik Gambar 3.5(b). Pengukuran kurva polarisasi dilakukan setiap 240 jam perendaman, dimulai 0, 240, 480, dan 720 jam berurutan.

3.4.3. Pengukuran Kurva Polarisasi

(52)

32

Adapun langkah-langkahnya seperti berikut ini:

1. Tempatkan elektroda kerja, elektroda bantu dalam tabung larutan uji 3,5% NaCl dan elektroda acuan pada tabung lain yang berisi KCl.

2. Susun saling berhadapan antara permukaan ukur elektroda kerja dengan ujung pipa kapiler jembatan garam dan di beri jarak tiga milimeter.

3. Hubungkan kabel terminal output galvanostat ke masing - masing elektoda. Kabel telah diberi penandaan RE untuk elektroda acuan, WE 1, WE 2 untuk elektroda kerja dan AE untuk elektroda bantu.

4. Semua peralatan uji dihidupkan dan biarkan stabil sekitar 15 menit, switch polarity pada posisi off dan switch function pada posisi rest pot.

5. Operasikan galvanostat dengan membuat switch function dan switch polarity pada posisi operasi.

6. Pengambilan data dilakukan pada range arus (0, 0,5µA,…10µA), (0, 5µA,...100 µA), (0, 50µA,...1mA), (0, 500 µA,...10) mA dan range potensial (0 - 1000) mV, ke arah katodik. Setiap kenaikan arus dibiarkan 5 menit pada kondisi stabil.

7. Setelah kembali ke keadaan 0 A, dibiarkan minimal satu jam untuk mencapai kondisi relatif stabil.

(53)

33

Untuk pengukuran kurva polarisasi katodik spesimen di rendam seperti lampiran 7, selama 720 jam, setiap 240 jam dilakukan pengukuran sama seperti pengukuran katodik diatas, pengukuran dimulai 0, 240, 480, dan 720 jam berurutan.

3.5. Prosedur Pengukuran, Pengolahan dan Analisa Data 3.5.1. Pengukuran Pergeseran Diameter

Diameter luar spesimen terlebih dahulu diukur dengan menggunakan jangka sorong sebagai (OD), kemudian diberi efek tegangan dengan cara mengencangkan baut dan mur, bagian ujung dari kepala baut di tahan sehingga terjadi pergeseran (). Diameter setelah terjadi pergeseran di ukur kembali sebagai (ODf)

Hasil pengukuran lengkap pergeseran diameter spesimen penelitian pada lampiran 5.

3.5.2. Simulasi Distribusi Tegangan dan Pergeseran Diameter

Perhitungan pembebanan disimulasikan dengan metode elemen hingga (FEM) menggunakan bantuan paket program Ansys 9.0 secara tiga dimensi didapat dihasilkan distribusi tegangan pada permukaan spesimen dan pergeseran diameter sebagai verifikasi hasil pengukuran.

Urutan pembuatan dimulai dari pembuatan geometri model, input data material, pembuatan mesh, pembuatan beban dan syarat batas.

(a).Pembuatan geometri model dan input data material.

(54)

34

Data teknis ukuran C-ring diambil dari lampiran 4 standar ASTM G38. Penggambaran model tiga dimensi dilakukan dengan menggambar lubang pada batang pejal silindris sehingga terbentuk C-ring dan lubang tempat baut pada bagian permukaan, hasilnya seperti Gambar 3.6(a).

Data sifat mekanik material baja nirkarat AISI 304 yang diperlukan untuk analisis diperoleh dari hasil uji tarik.

(b).Meshing.

Gambar 3.6. (a). Model Geometris (b) Pembagian Meshing

Meshing dilakukan untuk perhitungan tegangan digunakan tipe elemen untuk

struktur yaitu SOLID 186 (tetrahedral structural solid), 20 node 186. Setelah dibagi terdapat 10790 nodal dan 7418 elemen. Hasil pembuatan mesh ditampilkan dalam Gambar 3.6(b).

(c).Beban dan syarat batas

Model pembebanan dan syarat batas untuk perhitungan agar diperoleh hasil berupa distribusi tegangan aplikasi dan regangan yang mengakibatkan pergeseran

a

(55)

35

diameter pada C-ring spesimen seperti Gambar 3.7.

Gambar 3.7. Geometri, Meshing, Beban dan Syarat Batas

(56)

36

dapat digunakan sebagai acuan perkiraan level tegangan yang terjadi di setiap titik permukaan spesimen.

3.5.3. Potensial dan Densitas Arus Korosi.

Pengukuran polarisasi, merupakan suatu teknik mengkarakterisisasi kelakuan korosi suatu sampel logam dari kaitan antara arus dengan potensial dibawah kondisi terkontrol. Harga-harga potensial pengukuran dari ampere meter berupa kerapatan arus (amper per centimeter persegi) dan voltmeter berupa data potensial dicatat dalam sebuah tabel. Kemudian buat sebuah grafik dalam skala log dengan E sebagai ordinat dan log i sebagai absis, dengan bantuan Microsoft Excel, semua harga kerapatan arus sebagai harga-harga positif, sehingga diperoleh grafik E/log i yang tidak terlalu besar sehingga dapat menonjolkan harga potensial pada saat pada saat kerapatan arus berubah dari positip ke negatip. Pengeplotan grafik seperti ini disebut metode ekstrapolasi Tafel.

Bagian grafik hasil pengukuran arus negatip, menyatakan spesimen sedang berfungsi sebagai katoda. Sedangkan harga potensial yang semakin positip, spesimen sedang berperilaku sebagai anoda. Makna perubahan dari arus negatip ke positip menggambarkan keadaan ketika spesimen dalam kondisi mengalami korosi secara bebas (icor) dengan potensial (Ecor), pada potensial ini spesimen dapat dianggap

(57)

37

Potensial dan densitas arus pertukaran diperoleh dari grafik Gambar 3.9 dan 3.10, yaitu:

Gambar 3.9. Ekstrapolasi Tafel Kurva Polarisasi Anodik Katodik

(58)

38

1. Perpotongan perpanjangan garis (interpolasi) pada daerah grafik yang mengalami perubahan data linier kurva polarisasi katodik dan anodik pada potensial campuran, Gambar 3.9.

2. Perpotongan perpanjangan (interpolasi) linier kurva polarisasi katodik dengan garis potensial data yang masih linier ketika dimulai pengukuran pada kurva yang sama, Gambar 3.10 (M.G. Fontana, 1979).

3.5.4. Kepekaan Korosi Tegangan

Data-data berupa foto terjadinya pit korosi, dibuat dalam suatu tabel yang menghubungkan level tegangan dan waktu terjadi pit korosi. Data level tegangan terkecil dan waktu rendam terlama mulai terjadinya pit korosi merupakan batas nilai kepekaan SCC. Untuk potensial dan densitas arus korosi, di peroleh dari pengukuran polarisasi elektrokimia pada nilai data tersebut.

3.6. Variabel yang Diamati.

(59)

0.0

4.1. Distribusi Tegangan dan Pergeseran Diameter.

Dari data hasil uji tarik baja nirkarat AISI 304, dilakukan perhitungan sehingga diperoleh data tegangan-regangan teknik (

σ

-

ε

), jika di plot dalam bentuk grafik di dapat kurva Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kurva Tegangan-Regangan Baja Nirkarat AISI 304

Tegangan luluh (σy) diperoleh dengan metode “offset” pada harga ε = 0,2%

dengan menarik garis lurus sejajar daerah kurva linier. Besar harga σy = 420 Mpa

(60)

40

Level tegangan merupakan perbandingan efek tegangan aplikasi (σapp) pada

C-ring spesimen dengan σy menjadi ukuran kepekaan SCC.

Beberapa harga penting dari hasil uji tarik dibuat dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1. Sifat Mekanik Baja Nirkarat AISI 304

Bahan E (GPa) σu(MPa) σy(MPa) %Reduksi %Perpanjangan

AISI 304 197,9 715 420 30,8 55,2

Simulasi C-ring spesimen secara tiga dimensi dengan metode elemen hingga paket program Ansys 9.0 berupa distribusi tegangan total (von misses stress) dan pergeseran total () menunjukan tegangan lokal pada sisi luar spesimen C-ring. Untuk melengkapi analisis dilakukan contoh perhitungan untuk spesimen dengan input pergeseran diameter ∆ = 0,35 mm dari C-ring, Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Simulasi Distribusi Tegangan Total Von Misses, ∆ = 0,35 mm

Kontur Tegangan Maksimum(σapp1)

(61)

41

Dari analisa permukaan spesimen memperlihatkan kontur tegangan tidak terdistribusi secara merata, pada puncak spesimen terdapat dua kontur dengan level tegangan berbeda. Kontur tegangan maksimum rata-rata terkonsentrasi pada bagian tepi puncak permukaan spesimen.

Pada bagian tengah spesimen tegangan aplikasi yang terjadi lebih rendah dari bagian tepi spesimen, bagian ini digunakan menjadi daerah pengukuran kurva polarisasi seluas 1 cm2 disebut tegangan ukur.

Nilai pergeseran hasil simulasi Gambar 4.3 sama dengan nilai pergeseran hasil

Gambar 4.3 Simulasi Pergeseran Diameter,  = 0.35 mm

pengukuran pada benda uji, sehingga distribusi tegangan hasil perhitungan dapat digunakan sebagai distribusi tegangan pada spesimen.

Hasil simulasi lengkap untuk variasi pergeseran diameter (), 0,35, 0,50, 0,65, dan 0,80 mm pada lampiran 6.

(62)

42

Tabel 4.2. Daerah Kontur Tegangan Maksimum dan Tegangan Ukur

Dari hasil simulasi diperoleh daerah kontur tegangan maksimum dan daerah kontur tegangan ukur yang terjadi seperti Tabel 4.2

4.2. Hasil Pengukuran Kurva Polarisasi Anodik-Katodik Spesimen Tanpa Perlakuan Rendam

Dari hasil uji polarisasi galvanostatik secara anodik - katodik terhadap spesimen - spesimen C-ring baja nirkarat austenitik AISI 304, variasi pergeseran diameter (∆), 0,0, 0,35, 0,50, 0,65, dan 0,80 mm, dalam larutan 3,5% NaCl pada temperatur kamar, dengan batasan potensial pengukuran 1000 hingga – 1000 mVSCE.

Hasil pengukuran di buat dalam bentuk grafik skala log berupa kurva polarisasi anodik dan katodik, berisikan data potensial dan densitas arus korosi. Kecenderungan penurunan kurva ke bawah terlihat pada kenaikan harga Ecor yang

(63)

43

lebih negatif dengan bertambahnya tegangan ini menunjukkan daerah tegangan yang lebih besar akan bersifat anodik (M. Ridha and S.Aoki, 2006), artinya perbedaan tegangan mempunyai pengaruh yang signifikan dalam terjadinya daerah anodik dan katodik pada baja nirkarat AISI 304, Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Kurva Polarisasi Anodik Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Dengan Variasi Beban Tegangan Aplikasi.

Nilai Ecorterendah dimiliki oleh spesimen tanpa tegangan, yaitu sebesar

-370,4 mV. Nilai ini merupakan nilai potensial alami yang terjadi pada saat arus yang diberikan sama dengan nol. Kisaran nilai ini sama dengan potensial korosi hasil pengukuran kurva polarisasi (J. Teran, A.A.Torres, dkk, 2005) baja nirkarat AISI 304 dalam lingkungan air laut, yaitu -380 mV. Sedangkan nilai Ecor tertinggi terdapat

Kurva Polarisasi Anodik Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Dengan Variasi Beban Tegangan Aplikasi.

(64)

44

menyebabkan spesimen terlihat lebih anodik terhadap elektroda acuan.

Perhitungan icor didapatkan dari kurva hasil pengujian dengan ekstrapolasi,

dilakukan dengan menarik garis singgung pada bagian cabang anodik dan katodik yang memiliki kelurusan terbesar hingga bertemu pada suatu titik, yang menunjukkan icor dan Ecor dari spesimen pada larutan, yang disusun dalam Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Densitas Arus Korosi Baja Nirkarat AISI 304 Dengan Variasi Level Tegangan Dalam Lingkungan Air Laut Buatan

Dari tabel dapat di lihat terjadi kecenderungan kenaikan icor dengan

bertambahnya tegangan pada spesimen akan semakin menambah harga densitas korosi.

Harga icor tertinggi terjadi pada spesimen yang mengalami pembebanan

tertinggi yaitu 48,4 µmpy. Sedangkan nilai icor terendah dimiliki oleh spesimen tanpa

tegangan, dengan nilai icor sebesar 30,0 µmpy.

(65)

45

4.3. Hasil Pengukuran Kurva Polarisasi Katodik dan Pengamatan Korosi Tegangan Spesimen Perlakuan Rendam.

Pengukuran kurva polarisasi galvanostatik secara katodik dan pengamatan foto permukaan korosi tegangan, dimana pengukuran dan pengamatan inisiasi korosi dilakukan setelah spesimen C-ring baja nirkarat austenitik AISI 304 mendapat perlakuan rendam dengan variasi waktu 0, 240, 480, dan 720 jam dalam larutan air laut buatan pada temperatur kamar. Batasan potensial pengukuran antara 0 hingga -1000 mVSCE. Pembebanan terjadi akibat pergeseran diameter spesimen (∆),

berurutan dimulai 0,0, 0,35, 0,50, 0,65, dan 0,80 mm. Hasil pengukuran ditampilkan dalam bentuk kurva polarisasi katodik dalam skala log.

4.3.1. Spesimen Pergeseran Diameter ∆ = 0,0 mm.

Kecenderungan kurva hasil pengukuran polarisasi katodik, Gambar 4.5,

Gambar 4.5. Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Beban Tegangan 0.0σy Dengan Variasi Waktu Rendam

-1200

Kurva Polarisasi Baja NirkaratAISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl

Beban Tegangan 0.0σyDengan Variasi Waktu Rendam

t = 0 jam t = 240 jam t = 480 jam

(66)

46

spesimen tanpa beban yaitu dengan bertambah waktu rendam akan semakin menggeser kurva ke bawah. Pergeseran kurva ke harga yang lebih negatif ini menunjukkan spesimen direndam waktu yang lebih lama akan lebih anodik.

Penurunan kurva ke bawah terlihat pada kenaikan harga Ecor yang lebih

negatif. Nilai Ecor terendah terjadi pada spesimen tanpa perlakuan waktu rendam,

yaitu sebesar -369,0 mV. Sedangkan nilai Ecor tertinggi terdapat pada

spesimen setelah di rendam 720 jam yaitu -472,5 mV.

Gambar 4.6. Perkembangan Inisiasi Korosi Tanpa Beban Tegangan Dengan Variasi Waktu Rendam,(a).0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam

Jika dihubungkan dengan pengamatan foto permukaan korosi baja nirkarat AISI 304 yang di rendam sampai 720 jam dalam air laut buatan Gambar 4.6,

menunjukan korosi belum terjadi. Penambahan waktu rendam yang lebih lama diperkirakan berakibat terjadinya korosi pit biasa bukan SCC.

c. 480 jam d. 720 jam

(67)

47

4.3.2. Spesimen Pergeseran Diameter ∆ = 0,35 mm

Kurva hasil pengukuran polarisasi katodik Gambar 4.7, untuk spesimen level tegangan 0,17 yaitu dengan bertambah waktu rendam akan semakin menggeser kurva ke bawah. Pergeseran kurva ke harga yang lebih negatif ini menunjukkan spesimen mengalami perlakuan rendam akan lebih anodik.

Gambar 4.7. Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Beban Tegangan 0.17σy Dengan Variasi Waktu Rendam

Penurunan kurva ke bawah terlihat pada kenaikan harga Ecor yang lebih

negatif. Nilai Ecor terendah dimiliki oleh spesimen tanpa perlakuan rendam, yaitu

sebesar -429,0 mV. Sedangkan nilai Ecor tertinggi terdapat pada spesimen setalah di

rendam 720 jam yaitu -510,0 mV.

Spesimen dengan pergeseran diameter, ∆ = 0,35 mm, memperlihatkan bahwa beban tegangan akibat pergeseran diameter demikian tidak mempengaruhi terjadinya

-1200

Kurva Polarisasi Baja NirkaratAISI 304Lingkungan Uji 3,5% NaCl

Beban Tegangan 0.17σyDengan Variasi Waktu Rendam

t = 0 jam

t = 240 jam

t = 480 jam

(68)

48

pit korosi pada permukaan spesimen setelah di rendam 720 jam, Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Perkembangan Inisiasi Korosi Beban Tegangan 0,21σy Variasi Waktu Rendam, (a).0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam

4.3.3. Spesimen Pergeseran Diameter ∆ = 0,50 mm.

Kurva Gambar 4.9, hasil pengukuran polarisasi katodik untuk spesimen level

Gambar 4.9. Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Beban Tegangan 0.25σy Dengan Variasi Waktu Rendam

-1200

Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304Lingkungan Uji 3,5% NaCl

BebanTegangan 0.25σyDengan Variasi Waktu Rendam

(69)

49

tegangan 0,25 yaitu dengan bertambah waktu rendam akan semakin menggeser kurva ke bawah. Pergeseran kurva ke harga yang lebih negatif ini menunjukan spesimen di rendam waktu yang lama akan lebih anodik.

Penurunan kurva ke bawah terlihat pada kenaikan harga Ecor yang lebih

negatif. Nilai Ecor terendah dimiliki oleh spesimen tanpa perlakuan waktu rendam,

yaitu sebesar -513,1 mV. Nilai Ecor tertinggi terdapat pada spesimen setalah di

rendam 720 jam yaitu -513,1 mV.

Gambar 4.10. Perkembangan Inisiasi Korosi BebanTegangan 0,30σy Variasi Waktu Rendam, (a).0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam.

Spesimen pergeseran diameter (∆) = 0,50 kondisi korosi alamiahnya memperlihatkan bahwa beban tegangan mempengaruhi terbentuknya pit korosi permukaan spesimen setelah di rendam 720 jam.

c. 480 jam

a. 0 jam b. 240 jam

(70)

50

4.3.4. Spesimen Pergeseran Diameter ∆ = 0,65 mm.

Gambar 4.11. Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Beban Tegangan 0.33σy Dengan Variasi Waktu Rendam

Kurva hasil pengukuran polarisasi katodik Gambar 4.11, untuk spesimen level tegangan 0,3, yaitu dengan bertambah waktu rendam akan semakin menggeser kurva ke bawah. Pergeseran kurva ke harga yang lebih negatif ini menunjukkan spesimen di rendam waktu yang lama akan lebih anodik.

Penurunan kurva ke bawah terlihat pada kenaikan harga Ecor yang lebih

negatif. Nilai Ecor terendah dimiliki oleh spesimen tanpa perlakuan waktu rendam,

yaitu sebesar -458,8 mV. Sedangkan nilai Ecor tertinggi terdapat pada spesimen

setalah direndam 720 jam yaitu -511,3 mV.

Dari pengamatan foto pergeseran diameter ∆ = 0,65 mm, pengkorosian atau inisiasi SCC mulai terjadi pada bagian kontur tegangan yang besar atau level tegangan 0,40, ditandai rusaknya lapisan pasif dengan adanya pit korosi setelah

-1200

Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304Lingkungan Uji 3,5% NaCl

Tegangan 0.33σy Dengan Variasi Waktu Rendam

t = 0 jam

t = 240 jam

t = 480 jam

(71)

51

mengalami perendaman 720 jam, seperti Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Perkembangan Inisiasi Korosi Beban Tegangan 0,40σy Variasi Waktu Rendam, (a).0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam.

4.3.5. Spesimen Pergeseran Diameter ∆ = 0,80 mm.

Kecenderungan kurva hasil pengukuran polarisasi katodik, untuk spesimen level tegangan 0,40, yaitu dengan bertambah waktu rendam akan semakin menggeser kurva ke bawah.

Pergeseran kurva ke harga yang lebih negatif ini menunjukkan spesimen bertegangan direndam waktu yang lama akan lebih anodik.

Penurunan kurva ke bawah terlihat pada kenaikan harga Ecor yang semakin

lebih negatif. Nilai Ecor terendah terjadi pada spesimen tanpa perlakuan waktu

rendam, yaitu sebesar -464,6 mV. Sedangkan nilai Ecor tertinggi terdapat pada

spesimen pergeseran tersebut di atas setelah di rendam 720 jam yaitu -520,1 mV, Pit mulai

terbentuk

c. 480 jam

a. 0 jam b. 240 jam

(72)

52

Gambar 4.13, kurva polarisasi spesimen level tegangan 0,40.

Gambar 4.13. Kurva Polarisasi Katodik Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl Beban Tegangan 0.40σy Dengan Variasi Waktu Rendam

Gambar 4.14. Perkembangan Inisiasi Korosi Beban Tegangan 0,49σy Variasi Waktu Rendam, (a).0 jam, (b) 240 jam, (c) 480 jam, dan (d) 720 jam

Selanjutnya pengamatan foto Gambar 4.14, pergeseran diameter 0,80 mm pada level tegangan 0,49, yaitu pit korosi mulai terjadi setelah mengalami

Kurva Polarisasi Baja Nirkarat AISI 304 Lingkungan Uji 3,5% NaCl

Beban Tegangan 0.40σyDengan Variasi Waktu Rendam

Gambar

Gambar  2.5. Mekanisme Inisiasi Pit Korosi
Gambar 2.6. Komponen Sel Elektrokimia Tiga Elektroda
Gambar 2.7. Skema Empat Kurva Polarisasi Ekstrapolasi Tafel
Gambar 2.9. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bally, seorang murid Saussure dalam Parera (1990, hal. 68) memasukkan konsep medan asosiatif dan menganalisisnya secara mendetail dan terperinci. Ia melihat medan asosiatif

Kegiatan pengabdian dilakukan mulai dari tanggal 13 Oktober 2020 dalam rangka penyampaian materi Penerapan Standar Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (CPPOB) Kelompok

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini dapat diperoleh hasil bahwa, Slavery Convention 1926 memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap pembentukan

elearning: elearning.ittelkom- sby.ac.id Menyusun tahap-tahap (metodologi) penyelesaian karya ilmiah 10 4 Mahasiswa mampu menyusun rancangan model berdasarkan metodologi

Merujuk pada UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menegaskan bahwa setiap

Elektrokardiografi adalah alat kesehatan digunakan untuk merekam akti!itas Elektrokardiografi adalah alat kesehatan digunakan untuk merekam akti!itas elektro atau kelistrikan

Pandemi coronavirus disease (covid-19) menuntut semua aspek termasuk dunia pendidikan untuk melakukan lockdown atau karantina mandiri sebagai upaya meminimalisir