IDENTIFIKASI PATOGEN DAUN BIBIT JABON
MENGGUNAKAN CITRA MIKROSKOPIS DIGITAL
BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI SPORA
MELLY BR BANGUN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Patogen Daun Bibit Jabon menggunakan Citra Mikroskopis Digital berdasarkan Ciri Morfologi Spora adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Melly Br Bangun
RINGKASAN
MELLY BR BANGUN. Identifikasi Patogen Daun Bibit Jabon menggunakan Citra Mikroskopis Digital berdasarkan Ciri Morfologi Spora. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI dan ELIS NINA HERLIYANA.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknik morfologi dalam proses identifikasi patogen daun bibit Jabon menggunakan citra mikroskopis digital. Identifikasi patogen dilakukan terhadap tiga jenis patogen yaitu
Colletotrichum sp., Curvularia sp., dan Fusarium sp.. Metode yang dilakukan meliputi akuisisi data, praproses, ekstraksi ciri morfologi (area, perimeter, convex area, convex perimeter, compactness, solidity, convexity dan roundness), klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network, analisis dan evaluasi hasil identifikasi.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa ciri compactness dan ciri roundness
dapat digunakan untuk mengidentifikasi ketiga jenis patogen dikarenakan pada ciri-ciri ini setiap kelas patogen terpisah. Ciri solidity kurang dapat merepresentasikan jenis patogen, hal ini diakibatkan oleh jenis patogen Colletotrichum sp. dan
Curvularia sp. yang nilai cirinya sangat rapat sehingga akan sulit untuk membedakan kedua patogen tersebut. Ciri convexity kurang dapat merepresentasikan jenis patogen, hal ini diakibatkan karena ketiga jenis patogen memiliki sebaran data yang hampir sama sehingga akan sulit membedakan ketiga jenis patogen tersebut. Akurasi rata-rata yang diperoleh pada percobaan ini yaitu sebesar 86.8%. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan identifikasi citra mikroskopis digital tanpa cropping dan sistem yang dibuat dapat mengidentifikasi dengan baik patogen dari citra yang mengumpul.
SUMMARY
MELLY BR BANGUN. Pathogen Identification of Jabon’s Leaf Seedling using Digital Microscopic Image based on Spore Morphological Feature. Supervised by YENI HERDIYENI and ELIS NINA HERLIYANA.
The aim of this research is to develop a morphological techniques in pathogen identification process of Jabon’s leaf seedling using digital microscopic image. Three types of pathogen to be identified are Colletotrichum sp., Curvularia sp., and
Fusarium sp.. The methodologies used are data acquisition, preprocessing, morphology feature extraction (area, perimeter, area convex, convex perimeter, compactness, solidity, convexity and roundness), Probabilistic Neural Network classification, analysis and evaluation of the identification result.
The experimental results showed that the two features, compactness and roundness, could be used to identify three types of pathogen due to that the characteristics of each pathogen class is separated. Solidity feature is less able to represent the type of pathogen, this is caused by the feature value of pathogen
Colletotrichum sp. and Curvularia sp. so tightly that it gets difficult to distinguish the two pathogens. Convexity feature is less able to represent the type of pathogen. It is caused by three types of pathogen that have nearly the same data distribution so that it will be difficult to distinguish three types of pathogen. Average accuracy obtained in this experiment is equal to 86.8%. Further research could be done with the identification of digital microscopic images without cropping and systems that could identify a colony image of pathogens clearly.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer
IDENTIFIKASI PATOGEN DAUN BIBIT JABON
MENGGUNAKAN CITRA MIKROSKOPIS DIGITAL
BERDASARKAN CIRI MORFOLOGI SPORA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Identifikasi Patogen Daun Bibit Jabon menggunakan Citra Mikroskopis Digital berdasarkan Ciri Morfologi Spora berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom dan Ibu Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi atas ilmu, saran dan bimbingannya serta kepada Bapak Dr Eng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT sebagai penguji luar komisi atas masukan dan saran dalam penulisan hasil penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Mba Ai Rosah Aisah, SHut MSi, Eti Artiningsih Octaviani, SHut MSi, Mba Sri Hastuti, SHut MSi, dan Asep Hendra Supriatna, SHut yang telah banyak membantu dan memberi saran dalam proses akuisisi data.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayah (Rusli Bangun), Ibu (Nurmala Dewi) yang telah menjadi inspirasi hidup, sumber kekuatan, yang selalu memberikan motivasi dan doa. Terima kasih kepada adik-adik (Chaga, Agung, Endayani) serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih untuk teman-teman di Laboratorium Patologi, teman-teman bimbingan Lab. Computer Intelligence (M. Rake Linggar Anggoro, SKomp, Fuzy Yustika Manik, SKom, Wisard Kalengkongan, SPd, Zakhi Firmansyah, ST, Nino Tannio, SKomp), Halimah Tus Sa’diah, MKom atas sharing dan telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman RQ-2 IPB atas doa, semangat dan dukungannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh dosen di Program Studi Magister Ilmu Komputer atas ilmu dan bimbingannya semoga menjadi ilmu yang berkah. Penulis ucapkan juga terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di Program Studi Magister Ilmu Komputer angkatan 2013 dan Dinas Pendidikan Perguruan Tinggi (DIKTI) atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) untuk penyelesaian penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
Smoothing dengan Filter Median 5
Segmentasi dengan Metode Otsu 6
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 21
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 41
DAFTAR TABEL
1 Ciri morfologi patogen 10
2 Bentuk-bentuk spora patogen (Hanlin 1998) 11
3 Confusion matrix 13
4 Pembagian data dan akurasi 19
5 Contoh hasil praproses citra 22
6 Ekstraksi ciri turunan patogen 23
7 Pembagian data latih dan data uji setiap fold 27
8 Hasil klasifikasi PNN setiap fold 28
9 Analisis data berdasarkan ciri compactness 30
10 Analisis data berdasarkan ciri solidity 31
11 Analisis data berdasarkan ciri convexity 32
12 Analisis data berdasarkan ciri roundness 33
13 Hasil k-foldcross validation 34
14 Hasil akurasi setiap fold 34
15 Confusion matrix 4-fold 35 16 Confusion matrix data patogen 36
DAFTAR GAMBAR
1 Tanaman Jabon di persemaian 3
2 Konidia patogen (A) Curvularia sp. (B) Colletotrichum sp. (C)
Fusarium sp. Gambar direproduksi dari Watanabe (1994) 5
3 Ilustrasi proses median filter 6
4 Ilustrasi region filling (a) Citra A (b) komplemen dari A (c) elemen struktur B (d) titik awal dalam boundary (e)-(h) langkah-langkah 8
5 Struktur PNN 12
6 Metodologi Penelitian 14
7 Contoh data citra mikroskopis patogen (a) Colletotrichum sp. (b) Curvularia sp. (c) Fusarium sp. 15 8 Contoh ilustrasi cropping citra mikroskopis patogen 15 9 Tahapan praproses (a) sub image (b) grayscale (c) median smoothing
(d) Otsu thresholding (e) region filling (f) median smoothing
(g) dilate operation 16
10 Ilustrasi area 16
11 Ilustrasi perimeter 17
12 Ilustrasi convex hull dan convex area 17
13 Ilustrasi convex perimeter 17
14 Ilustrasi compactness 18
15 Ilustrasi solidity 18
16 Ilustrasi convexity 18
18 Kesalahan dalam akuisisi data (a) sub image dan hasil praproses data ke-7 (b) sub image dan hasil praproses data ke-8 (c) sub image dan
hasil praproses data ke-14 21
19 Boxplot ciri compactness dari ketiga patogen 24 20 Boxplot ciri solidity dari ketiga patogen 24 21 Boxplot ciri convexity dari ketiga patogen 25 22 Boxplot ciri roundness dari ketiga patogen 26
23 Ciri compactness pada data patogen 29
24 Ciri solidity pada data patogen 30
25 Ciri convexity pada data patogen 32
26 Ciri roundness pada data patogen 33
27 Variansi setiap ciri turunan 34
28 Data kesalahan klasifikasi 4-fold (a) Colletotrichum sp. yang terklasifikasi sebagai Curvularia sp. (b) Curvularia sp. yang
terklasifikasi sebagai Colletotrichum sp. 35 29 Kesalahan klasifikasi 4-fold pada data ke-11 36 30 Kesalahan klasifikasi 4-fold pada data ke-63 dan data ke-68 36
DAFTAR LAMPIRAN
1 Akuisisi Data 42
2 Nilai Ekstraksi Ciri Patogen 44
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) merupakan tanaman kehutanan asli Indonesia yang mulai banyak dibudidayakan karena memiliki banyak keunggulan dari tanaman lain. Keunggulan-keunggulan jabon yaitu pertumbuhan yang cepat, dikenal dengan istilah fast-growing species (Krisnawati et al. 2011; Mulyana et al. 2011; Warisno dan Dahana 2011), batang berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan batang bagus dan sedikit percabangan (Mulyana et al. 2011; Warisno dan Dahana 2011; Duladi 2013), dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, membutuhkan perlakuan silvikultur yang mudah (Krisnawati et al. 2011), dan beberapa tahun terakhir dikenal sebagai alternatif tanaman obat yang populer di Indonesia (Warisno dan Dahana 2011). Usaha pembibitan jabon untuk memenuhi kebutuhan pasar telah banyak dilakukan, namun usaha ini memiliki kendala dengan adanya gangguan penyakit di areal persemaian. Hal ini dikarenakan bibit yang tersedia di areal persemaian berpotensi menjadi inang bagi patogen dan kondisi bibit yang masih sukulen relatif rentan terhadap gangguan penyakit (Aisah 2014).
Gangguan penyakit merupakan salah satu hambatan karena dapat mengurangi kuantitas dan kualitas bibit. Sebagian besar penyakit jabon disebabkan oleh cendawan (Warisno dan Dahana 2011). Jumlah cendawan sangat besar dan signifikan, baru 5% dari total cendawan di dunia yang sudah diketahui, yaitu sekitar 98.998 spesies. Lebih dari 8.000 spesies bersifat parasit dan dapat menyebabkan penyakit atau sebagai patogen (Herliyana 2014). Penyakit-penyakit dan patogen yang pernah dilaporkan menyerang jabon di pembibitan di antaranya penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp. (Herliyana et al. 2012) dan
Colletotrichum sp. (Anggraeni 2009), penyakit hawar daun yang disebabkan oleh
Fusarium sp. (Herliyana et al. 2012) serta penyakit mati pucuk yang disebabkan
Rhizoctonia solani Kuhn. (Rahman et al. 1997) dan Botryodiplodia sp.(Herliyana
et al. 2012; Aisah 2014). Patogen-patogen yang diamati pada penelitian ini termasuk dalam kelas Deuteromycetes, sehingga dalam identifikasi jenis patogennya dilihat dari karakteristik spora aseksual atau konidia.
Penelitian terkait dengan jabon dilakukan oleh Purba (2013) yang melakukan identifikasi jenis fungi pada pembibitan jabon di Sampali Medan dan diperoleh lima jenis fungi yang terdiri atas Aspergillus sp., Fusarium sp., Geotrichum sp.,
Penicillium sp., dan Curvularia sp.. Aisah (2014) melakukan identifikasi dan uji patogenisitas cendawan penyebab primer penyakit mati pucuk pada bibit jabon, dari penelitian diperoleh patogen Botryodiplodia spp., Fusarium spp., Colletrotichum
sp., Curvularia sp., dan Pestalotiopsis sp., dan hasil penelitian menjelaskan bahwa
Botryodiplodia sp. sebagai penyebab primer penyakit mati pucuk.
mikroskopis jaringan darah, dengan tahapan pemisahan leukosit pada jaringan darah, mengevaluasi indeks morfologi (area, perimeter, momentum citra) dari sel dan melakukan klasifikasi citranya. Putzu et al. (2014) melakukan klasifikasi leukosit untuk mendeteksi leukemia dengan melakukan pemisahan nukleus dan sitoplasma untuk menganalisis setiap detail komponen selnya. Kemudian dilakukan ekstraksi berdasarkan bentuk, warna dan tekstur menggunakan classifier yang berbeda-beda untuk menentukan yang paling sesuai dalam mendeteksi leukemia. Ford et al. (2013) melakukan klasifikasi patogen dengan Probabilistic Neural Network (PNN) multi kelas, hasil yang diperoleh sistem klasifikasi mampu secara akurat mengklasifikasikan tiga dari empat spesies yang benar diklasifikasikan dengan keyakinan yang lebih besar 95%, menggunakan polinomial enam koefisien dengan kurva perbedaan.
Penelitian terkait identifikasi patogen pada daun bibit jabon masih sedikit dilakukan terutama dari sisi ilmu komputer, hal ini merupakan peluang untuk mengembangkan teknik pengenalan pola dan pengolahan citra pada identifikasi patogen daun bibit jabon. Penelitian-penelitian sebelumnya di atas memiliki kemiripan yaitu menggunakan citra mikroskopis, penerapan ciri morfologi (geometri) dan classifier yang digunakan dalam identifikasi dan klasifikasinya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan identifikasi patogen daun bibit jabon menggunakan citra mikroskopis digital berdasarkan ciri morfologi spora dengan
classifier PNN.
Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengidentifikasi patogen daun bibit jabon menggunakan citra mikroskopis digital berdasarkan ciri morfologi spora. Ciri morfologi yang digunakan yaitu ciri morfologi dasar terdiri atas area (luas), perimeter (keliling), convex area (kecembungan luas), convex perimeter (kecembungan keliling), dan ciri morfologi turunan terdiri atas
compactness (kekompakan), solidity (kepadatan), convexity (kecembungan) dan
roundness (kebundaran).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu sistem identifikasi patogen daun bibit jabon menggunakan citra mikroskopis digital berdasarkan ciri morfologi spora.
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini hanya mengindentifikasi patogen daun bibit jabon menggunakan citra mikroskopis digital daun jabon yang terserang penyakit.
2. Jenis patogen yang akan diidentifikasi yaitu Colletrotichum sp., Curvularia sp., dan Fusarium sp..
3. Ciri yang digunakan yaitu ciri morfologi dari struktur spora (konidia) patogen.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Jabon
Jabon memiliki prospek tinggi untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) dan tanaman reboisasi atau penghijauan di Indonesia karena pertumbuhannya yang sangat cepat, kemampuan beradaptasinya pada berbagai kondisi tempat tumbuh, dan perlakuan silvikulturnya yang relatif mudah (Krisnawati et al. 2011). Bila dieksplorasi lebih jauh, bagian tanaman lain dari jabon selain kayu (bunga, buah, daun, kulit kayu, dan akar) berpotensi untuk diolah karena produk olahannya sudah dikenal di pasaran dunia.
Daun jabon berbentuk oval, panjang daun tanaman dewasa antara 15-50 cm dengan lebar daun antara 8-25 cm. Batang berbentuk silindris, cenderung tumbuh lurus dengan sedikit percabangan, diameter batang dapat mencapai 45 meter. Jabon memiliki dua jenis akar yaitu akar tunggang yang berfungsi untuk memperkokoh pohon dan akar samping yang berfungsi mencari hara dan air. Bunga jabon memiliki bentuk bulat dengan pusat bunga yang ditumbuhi banyak kelopak bunga berbentuk jarum. Biji berukuran sangat kecil dengan bentuk trigonal atau tidak beraturan (Warisno dan Dahana 2011). Tanaman jabon di persemaian dapat dilihat pada Gambar 1.
Berdasarkan sistem klasifikasi, jabon digolongkan sebagai berikut (Gautam
et al. 2012; Soerianegara dan Lemmens 1994) : Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta Kelas : Asteridae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Neolamarckia F. Bosser
Spesies : Neolamarckia cadamba (Roxb.) Sinonim : Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq
Anthocephalus indicus A. Rich
Menurut Orwa et al. (2009), spesies A. cadamba tersebar di beberapa negara, yaitu Australia, India, Cina, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Singapura, dan Vietnam. Penyebaran jabon di Indonesia terjadi secara alami di hutan hujan daratan rendah tropis yang selalu hijau (tropical evergreen lowland rain forest). Lokasi yang banyak terdapat jabon di antaranya Pulau Sumatera (Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Palembang, Jambi dan Bengkulu), Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Pada tahun 1930, jabon diintroduksi ke Pulau Jawa (Mulyana et al. 2011).
Patogen
Penyakit terjadi disebabkan oleh interaksi antara aktivitas mikroorganisme dan inangnya. Penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik. Penyebab penyakit yang bersifat biotik umumnya parasitik pada tumbuhan, dapat ditularkan dan disebut penyakit biogenik. Adapun penyakit yang bersifat abiotik tidak parasitik, tidak menular dan biasa disebut fisiogenik. Penyebab penyakit yang parasitik terdiri atas beberapa golongan seperti virus, viroid, fitoplasma bakteri, cendawan/fungi, riketsia, protozoa, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi (Sinaga 2006). Penyebab penyakit yang tergolong ke dalam patogen atau dari faktor biotik adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat mikro dan mampu untuk dapat menimbulkan penyakit pada tanaman atau tumbuhan (Yudiarti 2007). Penyebab penyakit tumbuhan juga dapat berupa faktor lingkungan fisik atau kimia baik tempat tumbuh maupun lingkungannya. Lebih dari satu penyebab seringkali berinteraksi atau bersama-sama menyebabkan penyakit pada pohon penyusun hutan (Widyastuti 2005).
Karakteristik fungi yang paling signifikan untuk diidentifikasi adalah spora dan miselium (Agrios 2005). Spora merupakan salah satu bagian penting dalam identifikasi karakteristik morfologi (Watanabe 1994). Fungi dapat tumbuh dan bereproduksi secara cepat. Fungi dapat membentuk jutaan spora hanya dalam beberapa hari (Sinaga 2006).
Patogen yang akan diteliti pada penelitian ini adalah Colletotrichum sp.,
Curvularia sp., dan Fusarium sp.. Patogen-patogen tersebut berasal dari kelas
Suatu patogen dapat dikatakan sebagai agen penyebab penyakit bila memenuhi kaidah postulat Koch. Prosedur pembuktian postulat Koch yaitu (Agrios 2005; Widyastuti 2005) :
1. Membentuk asosiasi yang tetap antara patogen dan penyakit. 2. Patogen dapat diisolasi dan ditumbuhkan pada media buatan.
3. Hasil isolasi apabila diinokulasikan dapat membentuk penyakit yang sama pada tanaman baru.
4. Patogen dapat diisolasi kembali dari tanaman baru yang terserang.
Citra Mikroskopis
Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y), di mana x dan y
adalah koordinat spasial, dan amplitudo dari f pada sembarang pasang koordinat (x,y) disebut intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut (Gonzalez dan Wood 2008). Pengolahan citra merupakan cara pemrosesan citra dengan menggunakan perangkat komputer agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin. Teknik pengolahan citra banyak digunakan pada segmentasi citra mikroskopis (Smochina et al. 2011).
Citra mikroskopis merupakan salah satu cara terbaik untuk mengamati objek-objek mikro. Analisis morfologi citra mikroskopis saat ini banyak digunakan, khususnya morfologi citra sel mikroskopis yang telah digunakan dalam bidang biologi, kedokteran, agronomi, kimia industri dan lainnya (Yuan et al. 2008).
Smoothing dengan Filter Median
Filter smoothing digunakan untuk pengaburan (blurring) dan untuk pengurangan noise (gangguan). Median filter biasanya menggunakan operator non linier yang menggantikan tingkat keabuan asli suatu piksel dengan tingkat keabuan median dari suatu piksel dalam ketetanggaan yang telah ditentukan (Gonzales dan Wood 2008; Wu et al. 2008). Filter ini sangat berguna karena dapat mengurangi
noise suatu citra tanpa tepi yang blurring dan menghapus detail-detail kecil dari sebuah citra yang objeknya berukuran besar dan menjembatani jarak kecil pada garis atau kurva (Gonzales dan Wood 2008; Hermawati 2013).
Gambar 2 Konidia patogen (A) Curvularia sp. (B) Colletotrichum sp. (C)
Fusarium sp. Gambar direproduksi dari Watanabe (1994)
Menurut Hermawati (2013) median filter efektif digunakan jika pola noise
berisi komponen yang kuat (impulse noise) seperti salt-and-pepper noise dan butuh ketajaman tepi objek. Prinsip fungsi median filter adalah untuk memaksa titik dengan gray-level yang berbeda menjadi seperti dengan tetangganya. Dengan kata lain mengganti nilai sebuah piksel dengan nilai median dari gray-level dalam sub image di bawah jendela ketetanggaan ukuran m x n sebagaimana tertera pada persamaan (1).
̂ , = median, �� { , } (1)
Median dari sekumpulan nilai adalah nilai yang berada di tengah dari sekumpulan nilai yang diurutkan (Prasetyo 2011). Ilustrasi perhitungan median filter disajikan pada Gambar 3. Untuk melakukan filter median pada sebuah titik dalam citra maka prosedurnya adalah sebagai berikut (Gonzales dan Wood 2008; Prasetyo 2011; Hermawati 2013):
1. Mengurutkan nilai piksel di bawah jendela ketetanggaan (termasuk titik pusatnya).
2. Menentukan median dari piksel tersebut.
3. Mengganti titik tengah (pusat) daerah di bawah jendela ketetanggan dengan mediannya, demikian seterusnya filter berpindah ke kanan dan ke bawah.
Segmentasi dengan Metode Otsu
Segmentasi merupakan proses membagi citra kedalam komponen-komponen
region atau objek (Gonzales dan Wood 2008). Algoritma segmentasi citra umumnya didasarkan pada salah satu dari sifat dasar nilai intensitas yaitu dikontinuitas (pendekatan dengan membagi citra berdasarkan perubahan besar pada nilai intensitasnya seperti tepi citra) dan similaritas (pendekatan dengan membagi citra ke dalam region-region yang serupa sesuai dengan kriteria awal yang diberikan seperti thresholding, region growing dan region splitting and merging).
Metode Otsu bertujuan untuk mencari nilai optimal dari threshold global (Hermawati 2013). Metode Otsu berbasis pada nilai variansi dalam kelas maksimal (Otsu 1979; Burger dan Burge 2009). Pendekatan yang digunakan oleh metode Otsu adalah dengan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami.
Analisis diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat membagi objek latar depan dan latar belakang, membagi histogram citra gray level ke dalam dua daerah yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan bantuan user untuk memasukkan nilai ambang (Cahyaningsih 2010).
Algoritma metode Otsu (Gonzales dan Wood 2008) adalah sebagai berikut : 1. Menghitung histogram ternormalisasi dari citra input. Komponen
histogram ditunjukkan dengan pi , i = 0,1,2,..,L-1.
2. Menentukan probabilitas kemunculan setiap nilai grey level (intensitas), untuk k = 0, 1, 2,..,L-1 dengan menggunakan persamaan (2).
� = ∑��= � (2)
3. Menentukan mean kumulatif untuk k = 0, 1, 2,..,L-1 dengan menggunakan persamaan (3).
� = ∑��= � � (3)
4. Menghitung mean intensitas global dengan menggunakan persamaan (4).
�� = ∑�−�= � � (4)
5. Menghitung variansi dari setiap kelas secara terpisah dengan menggunakan persamaan (5).
� =[��� � −� � ]
� � [ −� � ] (5)
6. Memperoleh threshold optimal k* dari nilai variansi maksimal � . Jika maksimum tidak unik, k* yang diperoleh dirata-ratakan dengan nilai
k sesuai dengan berbagai maksimal nilai yang terdeteksi.
7. Diperoleh ukuran pemisah � ∗ , dengan mengevaluasi persamaan (6) pada
k=k*. � = ��
� (6)
Operasi RegionFilling
Tujuan dari region filling adalah mengisi keseluruhan region di dalam
boundary, jika titik non-boundary maka diberi label 0. Prosedur region filling di mulai dari titik p di dalam boundary, kemudian akan mengisi region dengan nilai 1. Operasi region filling dapat dilihat pada Persamaan (7).
Xk = (Xk-1 ⊕B) ∩ Ac , k=1,2,3,.. (7) Dengan X0 = p, dan B adalah eleman penstruktur simetris. Algoritma berhenti pada iterasi ke k, jika Xk = Xk-1. Gabungan Xk dan A adalah himpunan isi region
Dilate Operation
Jika A dan B adalah anggota Z2, dilasi antara A dan B dinyatakan A ⊕ B dan didefinisikan dengan
A ⊕ B = {z | (B), ∩ A ≠ ∅) (8)
Persamaan ini didasarkan pada perefleksian B terhadap originnya, dan pergeseran refleksi oleh z. Dilasi A oleh B kemudian adalah himpunan semua
displacement z, sebagaimana B dan A overlap dengan sedikit satu elemen. Berdasarkan interpretasi tersebut, persamaan di atas dapat ditulis kembali dengan ekivalen sebagai persamaan (9).
A ⊕ B = {z | [(B), ∩ A]⊆ A} (9) Himpunan B adalah strel, sedangkan A himpunan (objek citra) yang terdilasi (Gonzalez dan Wood 2008; Prasetyo 2011). Dilasi merupakan proses penggabungan titik-titik latar (0) menjadi bagian dari objek (1), berdasarkan
structuring element S yang digunakan. Dilasi sangat berguna ketika diterapkan dalam objek-objek yang terputus dikarenakan hasil pengambilan citra yang terganggu oleh noise, kerusakan objek fisik yang dijadikan citra digital, atau disebabkan resolusi yang jelek. Dengan melakukan dilasi maka objek atau tepi citra dapat disambung kembali (Sutoyo et al. 2009).
Ciri Morfologi
Ciri atau fitur yang menonjol dari suatu objek biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan objek tersebut. Ciri yang digunakan pada penelitian ini adalah ciri morfologi spora dari suatu patogen. Ciri-ciri yang akan dihitung adalah sebagai berikut:
1. Area: luas daerah pada objek yang diwakili oleh jumlah piksel tak nol dalam batas objek (Saraswat dan Arya 2014). Luas wilayah biner R dapat ditemukan dengan menghitung piksel gambar yang membentuk daerah (Burger dan Burge 2009).
2. Perimeter: keliling atau batas-batas pada objek. Perimeter dari daerah R
didefinisikan sebagai panjang kontur luarnya, di mana R harus terhubung (Burger dan Burge 2009). Perimeter dihitung dengan mengukur jumlah jarak antara piksel batas berturut-turut (Putzu et al. 2014). Dalam hal ini ukuran sederhana perimeter diperoleh dengan menghitung jumlah piksel batas yang dimiliki oleh sebuah objek (Wu et al. 2008).
3. Convex area: daerah dalam convex hull di mana daerah yang kosong antara
boundary convex hull dan boundary object diisikan nilai piksel objek dan termasuk dalam object area.
Menurut Burger dan Burge (2009), convex hull adalah poligon cembung terkecil yang berisi semua titik dari wilayah R. Himpunan A dikatakan convex
jika garis lurus yang menghubungkan sembarang dua titik di dalam A terletak seluruhnya di A. Convex hull H dari sembarang himpunan S adalah himpunan
convex terkecil yang berisi S (Sutoyo et al. 2009).
4. Convex perimeter: keliling atau batas-batas pada convex hull.
5. Compactness: rasio antara area dari sebuah objek dan area dari lingkaran dengan perimeter yang sama (Putzu et al. 2014). Nilai maksimum 1 untuk bentuk lingkaran. Perhitungan compactness dirumuskan pada Persamaan (10).
Compactness dipahami sebagai hubungan antara daerah area dan perimeter (Burger dan Burge 2009).
� � = eri eter x π x area (10)
6. Solidity: rasio dari area suatu objek dengan area convex hull suatu objek.
Solidity menghitung kepadatan suatu objek (Putzu et al. 2014). Perhitungan
solidity dirumuskan pada Persamaan (11).
� � = c vex_areaarea (11) 7. Convexity: jumlah relatif pada sebuah objek yang berbeda dari cembungnya
objek, dan nilainya direpresentasikan dengan rasio dari perimeter sebuah
convex hull ke perimeter objek itu sendiri. Menurut Yang et al. (2008)
convexity didefinisikan sebagai rasio perimeter dari convex hull dengan kontur aslinya. Perhitungan convexity dirumuskan pada Persamaan (12).
� � = �� ��� � � ��
�� ��� � (12)
8. Roundness: rasio dari area suatu objek ke area suatu lingkaran dengan perimeter sama dari convex hull objek (Putzu et al. 2014). Perhitungan
roundness dirumuskan pada Persamaan (13).
Area, perimeter, convex area dan convex perimeter merupakan ciri dasar. Ciri-ciri dasar ini kemudian dapat diperoleh ciri turunan yaitu compactness, solidity, convexity dan roundness. Pada penelitian ini diidentifikasi tiga jenis patogen dari kelas Deuteromycetes yaitu Colletrotichum sp., Curvularia sp., dan
Fusarium sp.. Ciri morfologi masing-masing patogen dalam Watanabe (1994), Barnett et al. (1998) dan Aisah (2014) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Ciri morfologi patogen
Patogen Ciri morfologi
Colletrotichum Konidia Warna hyaline (transparan)a,b,
sp. Bentuk ovoid (berbentuk seperti telur)b,
oblong (berbentuk silinder pendek) b,c,
cylindrical (memiliki sisi paralel seperti silinder) a,b
bersel satua,b
Ukuran 13-17.5 × 4.7-5.3 µma
Curvularia sp. Konidia Warna Bentuk
Hitam kecoklatana, coklat pucatb ,coklatc
inequilateral (memiliki sisi yang tidak sama)c,
ellipsoidal (berbentuk elips)a Terdiri dari 3-5 selb, 2-4 sekatc
umumnya 4 sel lokasi septumnya di pusata Ukuran (17.5-)18.7–23(-30) x 8.7-12.5(-14) µma
Fusarium sp. Makro Warna hyaline (transparan) a,b
konidia Bentuk boat/canoe-shape(berbentuk seperti perahu/kano) a,b,
lunate (berbentuk seperti bulan sabit) a,c, fusiform (berbentuk poros)c,
allantoid (sedikit melengkung dengan dinding paralel dan ujung bulat, berbentuk sosis)c,
cylindrical (memiliki sisi paralel seperti silinder)c
ellipsiodal (berbentuk elips) a,c, oblong (berbentuk silinder pendek)b,c,
ovoid (berbentuk seperti telur) b,c,
cylindrical (memiliki sisi paralel silinder)c, oval (berbentuk oval)c,
fusiform (berbentuk poros)c,
reniform (berbentuk ginjal/lonjong)c, obovoid (berbentuk seperti telur terbalik)c Tidak bersekat, terdiri dari satu sel a,b,c Ukuran 6-15.8 x 1.9-3.7(-5) µma
bentuk spora (konidia) patogen disajikan dalam Tabel 2. Bentuk-bentuk spora yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu pada patogen
Colletotrichum sp. ditemukan bentuk oblong dan cylindrical, pada patogen
Curvularia sp. ditemukan bentuk inequilateral dan pada patogen Fusarium sp. ditemukan bentuk boat/canoe shape.
K-foldCross Validation
Pembagian data dilakukan dengan teknik k-fold cross validation. Menurut Tan et al. (2005), pada pendekatan metode ini setiap record menggunakan jumlah yang sama untuk pelatihan dan tepat sekali untuk pengujian. Prosedur ini diulang k
kali sehingga setiap partisi yang digunakan untuk pengujian tepat satu kali. Menurut Duda et al. (2000), cross validation merupakan teknik yang membagi data menjadi dua bagian. Satu bagian digunakan sebagai kelompok pelatihan data untuk membuat parameter model dalam classifier. Bagian lain merupakan data validasi yang digunakan untuk memperkirakan error.
Cara mendapatkan nilai akurasi ataupun ukuran penilaian lainnya dari hasil eksperimen yang kita lakukan, dapat diambil nilai rataan dari seluruh eksperimen Tabel 2 Bentuk-bentuk spora patogen (Hanlin 1998)
Patogen Bentuk-bentuk spora patogen
lunate fusiform allantoid cylindrical
Microconidia Fusarium sp.
Ellipsoidal oblong ovoid cylindrical oval
tersebut. Perkiraan akurasi cross validation merupakan jumlah seluruh hasil klasifikasi yang benar dibagidengan jumlah seluruh data.
ProbabilisticNeural Network
Probabilistic Neural Network (PNN) merupakan Artificial Neural Network
(ANN) yang menggunakan teorema probabilitas klasik. PNN merupakan jaringan syaraf tiruan yang menggunakan radial basis function (RBF). RBF adalah fungsi yang berbentuk seperti bel yang menskalakan variabel nonlinear. Keuntungan utama menggunakan arsitektur PNN adalah training data mudah dan cepat (Wu et al. 2007) dikarenakan proses training hanya butuh satu kali iterasi (tidak ada pengulangan). PNN memiliki struktur yang terdiri atas empat lapisan. Contoh struktur PNN dapat dilihat pada Gambar 5 (Wu et al. 2007).
Lapisan masukan merupakan nilai yang kelasnya akan diprediksi. Pada lapisan pola, nilai dot product antara masukan dan bobot xit, (Zi = x.xit,) dilakukan
dan hasilnya dibagi dengan besarnya bias. Nilai ini kemudian dimasukkan dalam fungsi radial basis radbas(n) = exp(-n). Pada lapisan penjumlahan, setiap pola di setiap kelas dijumlahkan untuk menghasilkan fungsi kepekatan populasi (population density function) untuk kelas tersebut. Perhitungan yang digunakan dapat dilihat pada Persamaan (15)
keterangan :
xAi : vektor latih kelas A ke-i
k : dimensi vector
σ : parameter pemulus
Nilai σ menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada. Semakin besar
nilai σ, semakin tinggi derajat interpolasi yang terjadi. Parameter ini adalah satu-satunya parameter yang harus diatur pada PNN. Akan tetapi, Specht (1990)
memperlihatkan bahwa perbedaan nilai σ yang dipilih tidak memiliki pengaruh
yang besar terhadap akurasi yang dihasilkan. Pada lapisan keluaran, masukan x
akan diklasifikasikan ke dalam kelas Y jika nilai py(x) lebih besar dibanding kelas
lainnya.
ConfusionMatrix
Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri atas banyaknya baris data uji yang diprediksi benar dan tidak benar oleh model klasifikasi, digunakan untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2005). Ada empat istilah yang digunakan dalam confusion matrix yaitu:
• True positive (TP) : jumlah data positif yang benar diklasifikasi oleh classifier
• True negative (TN) : jumlah data negatif yang benar diklasifikasi oleh
classifier.
• False positive (FP) : jumlah data negatif yang salah diklasifikasi sebagai data positif.
• False negative (FN) : jumlah data positif yang salah diklasifikasi sebagai data negatif.
TP dan TN digunakan ketika classifier mendapatkan klasifikasi yang benar. FP dan FN digunakan ketika classifier salah melakukan klasifikasi. Tabel 3 merupakan tabel confusion matrix. Berdasarkan tabel confusion matrix, dapat dihitung nilai akurasi dengan Persamaan (16).
� � � =∑ +∑ + ∑ +∑∑ +∑ � % (16)
Tabel 3 Confusion matrix
Prediksi Aktual
Positif Negatif
Positif A: True Positive B: False Negative
3 METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini. Secara garis besar metode penelitian terdiri atas akuisisi data, praproses, ekstraksi ciri morfologi, klasifikasi, analisis dan evaluasi hasil identifikasi.
Akuisisi Data
Akuisisi data terbagi dalam 2 tahap. Tahapan pertama untuk memperoleh patogen yaitu dengan proses isolasi dari tanaman yang bergejala, dimurnikan dan dibuat preparat yang dilakukan di Laboratorium Patologi Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Tahapan proses isolasi dapat dilihat pada lampiran 1a, pemurnian patogen pada lampiran 1b dan pembuatan preparat pada lampiran 1c.
Tahapan kedua yaitu pengambilan data yang dilakukan di Laboratorium Entomologi Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Data citra mikroskopis diambil dengan menggunakan mikroskop kamera optilab dan disimpan dalam format JPG. Perbesaran mikroskop yang digunakan untuk setiap proses akuisisi citra bernilai sama yaitu 400x. Dokumentasi akuisisi data menggunakan mikroskop kamera optilab dapat dilihat pada lampiran 1d.
Gambar 6 Metodologi Penelitian Praproses
(grayscale, median smoothing, thresholding
Otsu, region filling, median smoothing, dilate)
Ekstraksi ciri morfologi
(area, perimeter, convex area, convex perimeter, compactness, solidity, convexity dan roundness)
Pengambilan data citra yang digunakan yaitu berdasarkan data primer. Data citra terdiri dari 3 jenis patogen yaitu Colletotrichum sp., Curvularia sp., dan
Fusarium sp.. Data citra mikroskopis ketiga patogen dapat dilihat pada Gambar 7.
Data mikroskopis patogen umumnya mengumpul dan tidak terpisah sehingga akan sulit untuk mengidentifikasi bentuk patogennya. Oleh karena itu, untuk memudahkan identifikasi awal maka data yang diperoleh dipotong (crop) secara manual sehingga diperoleh data citra patogen tunggal yang dalam hal ini disebut dengan sub image. Berdasarkan proses akuisisi ini diperoleh sebanyak 150 sub image, dengan masing-masing patogen berjumlah 50 citra. Contoh ilustrasi
cropping untuk memperoleh sub image data citra patogen dapat dilihat pada Gambar 8.
Praproses
Praproses yang dilakukan dari 150 sub image patogen yaitu mengubah sub image menjadi bentuk grayscale image, selanjutnya dilakukan proses smoothing
dengan median filter untuk menghilangkan noise dan blurring, kemudian dilakukan segmentasi menggunakan thresholding metode Otsu, kemudian dilakukan proses
region filling untuk citra yang memiliki lubang (hole) dan dilakukan kembali proses Gambar 8 Contoh ilustrasi cropping citra mikroskopis patogen
a b c
smoothing dengan median filter yang mana dalam hal ini dapat menghapus detail kecil pada tepi citra dan menghaluskan citra, terakhir dilakukan operasi morfologi yaitu dilate sehingga diperoleh citra yang sesuai kebutuhan untuk diproses ke tahap selanjutnya. Contoh tahapan praproses dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Tahapan praproses (a) sub image (b) grayscale (c) median smoothing
(d) Otsu thresholding (e) region filling (f) median smoothing (g) dilate operation
Ekstraksi Ciri Morfologi
Pada praproses telah diperoleh citra tersegmentasi yang selanjutnya akan diekstraksi. Ekstraksi ciri adalah langkah dalam proses pengenalan pola di mana pengukuran dari suatu objek dihitung (Wu et al. 2008). Ekstraksi ciri diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu low level, middle level dan high level. Low level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan isi visual seperti warna dan tekstur, middle level feature merupakan ekstraksi berdasarkan wilayah citra yang ditentukan dengan segmentasi dan high level feature merupakan ekstraksi ciri berdasarkan informasi semantik yang terkandung dalam citra (Marques dan Furht 2002). Ciri bentuk dalam suatu citra sangat esensial untuk segmentasi citra karena dapat mendeteksi objek atau batas wilayah (Acharya dan Ray 2005).
Informasi yang akan diekstraksi adalah morfologi atau bentuk spora dari patogen. Ekstraksi morfologi yang dilakukan yaitu dengan menghitung nilai area, perimeter, convex area, convex perimeter, compactness, solidity, convexity dan
roundness dari data citra yang tersegmentasi. Ciri morfologi terdiri dari ciri dasar dan ciri turunan. Dalam perhitungan ekstraksi ciri morfologi ini digunakan standar poligon dan standar lingkaran. Ciri dasar yaitu area, perimeter, convex area, dan
convex perimeter.
1. Area: luas daerah pada objek yang diwakili oleh jumlah piksel tak nol dalam batas objek (Saraswat dan Arya 2014). Luas wilayah biner R dapat ditemukan dengan menghitung piksel gambar yang membentuk daerah (Burger dan Burge 2009). Ilustrasi area dapat dilihat pada Gambar 10.
2. Perimeter: keliling atau batas-batas pada objek. Perimeter dari daerah R
didefinisikan sebagai panjang kontur luarnya, di mana R harus terhubung (Burger dan Burge 2009). Perimeter dihitung dengan mengukur jumlah jarak antara piksel batas berturut-turut (Putzu et al. 2014). Dalam hal ini ukuran sederhana perimeter diperoleh dengan menghitung jumlah piksel batas yang dimiliki oleh sebuah objek (Wu et al. 2008). Ilustrasi perimeter dapat dilihat pada Gambar 11.
3. Convex area: menghitung daerah dalam convex hull di mana daerah yang kosong antara boundaryconvex hull dan boundary object diisikan nilai piksel objek dan termasuk dalam object area. Menurut Burger dan Burge (2009),
convex hull adalah poligon cembung terkecil yang berisi semua titik dari wilayah R. Ilustrasi convex hull dan convex area dapat dilihat pada Gambar 12.
4. Convex perimeter: suatu skalar yang menentukan keliling atau batas-batas pada
convex hull. Ilustrasi convex perimeter dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Ilustrasi convex perimeter
Gambar 11 Ilustrasi perimeter
Ciri turunan yaitu compactness, solidity, convexity dan roundness. Perhitungan ciri turunan sebagaimana tertera pada Persamaan (10) – (13). Nilai ciri turunan tersebut yang akan menjadi penciri untuk diklasifikasi dengan classifier
PNN dalam mencirikan suatu jenis patogen.
5. Compactness: rasio antara area dari sebuah objek dan area dari lingkaran dengan perimeter yang sama (Putzu et al. 2014). Ilustrasi compactness dapat dilihat pada Gambar 14.
6. Solidity: rasio dari area suatu objek dengan area convex hull suatu objek.
Solidity menghitung kepadatan suatu objek (Putzu et al. 2014). Ilustrasi solidity
dapat dilihat pada Gambar 15.
7. Convexity: rasio dari perimeter sebuah convex hull ke perimeter objek itu sendiri (Putzu et al. 2014). Menurut Yang et al. (2008) convexity didefinisikan sebagai rasio perimeter dari convex hull dengan kontur aslinya. Ilustrasi
convexity dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 14 Ilustrasi compactness
Gambar 15 Ilustrasi solidity
8. Roundness: rasio dari area suatu objek ke area suatu lingkaran dengan perimeter sama dari convex hull objek (Putzu et al. 2014). Ilustrasi roundness
dapat dilihat pada Gambar 17.
Klasifikasi
Setelah proses ekstraksi ciri morfologi, diperoleh nilai-nilai ciri yang menjadi masukan untuk proses klasifikasi patogen. Klasifikasi adalah prosedur untuk mengelompokkan pola masukan ke dalam kelas yang serupa. Klasifikasi data pada penelitian ini menggunakan classifier PNN. Sebelum tahap klasifikasi dilakukan proses pembagian data menggunakan metode k-fold cross validation. Data yang terdiri dari data latih dan data uji dibagi dalam 5-fold dengan persentase 80% data latih dan 20% data uji seperti tertera pada Tabel 4. Perhitungan nilai akurasi diambil nilai rataan dari seluruh nilai yang diperoleh dari penerapan k-fold cross validation. sebagaimana tertera pada persamaan (17).
Tabel 4 Pembagian data dan akurasi
Analisis
Pada tahap ini terbagi atas tiga tahapan analisis yaitu analisis hasil segmentasi atau praproses, analisis hasil ekstraksi ciri morfologi dan analisis hasil identifikasi patogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui seberapa baik hasil segmentasi atau praproses, hasil ekstraksi ciri suatu penciri dan hasil klasifikasi yang mengidentifikasikan suatu jenis patogen. Jika terjadi kesalahan atau hasil yang kurang baik maka dapat dianalisis juga penyebab kesalahan dari hasil masing-masing tahapan.
Evaluasi Hasil Identifikasi
Evaluasi dilakukan dengan confusion matrix, kinerja model klasifikasi dapat diketahui dengan banyaknya data uji yang diprediksi secara benar dan salah. Pada penelitian ini data terbagi dalam tiga kelas. Apabila terdapat m kelas (m ≥ 2),
confusion matrix merupakan sebuah tabel berukuran m × m. Baris pertama dengan kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh
classifier sebagai kelas i. Baris pertama dengan kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris pertama kolom ketiga mengidentifikasikan jumlah atribut dari kelas i yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas k. Baris kedua kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas i. Baris kedua kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas
j yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas j. Baris kedua kolom ketiga mengindikasikan jumlah atribut dari kelas j yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas k. Baris ketiga kolom pertama mengindikasikan jumlah atribut dari kelas k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas i. Baris ketiga kolom kedua mengindikasikan jumlah atribut dari kelas k yang diklasifikasi oleh classifier
sebagai kelas j. Baris ketiga kolom ketiga mengindikasikan jumlah atribut dari kelas
k yang diklasifikasi oleh classifier sebagai kelas k.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Akuisisi Data
Akuisisi data telah dilakukan di Laboratorium Patologi dan Laboratorium Entomologi Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB mulai bulan Januari – Mei 2015. Data citra terdiri dari 3 jenis patogen yaitu Colletotrichum sp.,
Curvularia sp., dan Fusarium sp..
Kesalahan dalam akuisisi data yang terjadi dikarenakan kurang fokus pada saat pengambilan data. Berikut disajikan data yang mengalami kesalahan dalam akuisisi data (Gambar 18).
Gambar 18 Kesalahan dalam akuisisi data (a) sub image dan hasil praproses data ke-7 (b) sub image dan hasil praproses data ke-8 (c) sub image dan hasil praproses data ke-14
Praproses
Praproses yang dilakukan yaitu convertsub image menjadi bentuk grayscale image, selanjutnya dilakukan proses smoothing dengan median filter, kemudian segmentasi menggunakan thresholding metode Otsu, kemudian dilakukan region filling dan dilakukan kembali proses smoothing dengan median filter dan operasi morfologi yaitu dilate.
Contoh hasil praproses citra dapat dilihat pada Tabel 5, ditampilkan beberapa contoh data yang kurang baik pada saat pengambilan data. Pada contoh data
Colletotrichum sp. dan Fusarium sp. terlihat bahwa data citra blurring dan pada saat proses thresholding dengan metode Otsu data citra menjadi lebih tebal dari aslinya dikarenakan tepi gambar dianggap sebagai objek gambar juga dan demikian dilanjutkan ke tahap berikutnya sehingga terlihat bahwa data citra kurang precise
dari data aslinya. Namun pada contoh data Curvularia sp. walaupun data blurring
Tabel 5 Contoh hasil praproses citra
Colletotrichum sp. Curvularia sp. Fusarium sp.
Sub image
Grayscale
Median filter smoothing
Thresholding Otsu
Region Filling
Median filter smoothing
Dilate Operation
Ekstraksi Ciri Morfologi
yaitu compactness, solidity, convexity dan roundness. Pada Tabel 6 disajikan beberapa contoh dari hasil ekstraksi ciri turunan dari ketiga jenis patogen.
Tabel 6 Ekstraksi ciri turunan patogen
Patogen Fitur Morfologi
Compactness Solidity Convexity Roundness Colletotrichum Ciri turunan yang digunakan yaitu compactness, solidity, convexity dan
roundness. Berdasarkan dari ciri turunan tersebut maka akan dapat diketahui seberapa lingkaran bentuk objek dari nilai compactness, kepadatan bentuk objek dari nilai solidity, kecembungan bentuk objek dari nilai convexity dan tingkat kebundaran objek dari nilai roundness.
Pada Gambar 19 disajikan boxplot ciri compactness dari ketiga jenis patogen. Terlihat bahwa pada ciri compactness,range patogen Colletotrichum sp. lebih besar dari patogen lainnya dengan nilai berkisar 0.41 dan terdapat beberapa outlier (data ke-33 dan data ke-46) dan ekstrem (data ke-8, data ke-27 dan data ke-40), hal ini menunjukkan bahwa pada ciri compactness sebaran nilai patogen Colletotrichum
sp. memiliki data yang tidak seragam sehingga dapat dibedakan satu dengan yang lain. Patogen Curvularia sp. memiliki bentuk yang lebih menyerupai lingkaran dibandingkan patogen lain, penyebaran data terbanyak terdapat pada patogen
Gambar 19 Boxplot ciri compactness dari ketiga patogen
Pada Gambar 20 disajikan boxplot ciri solidity dari ketiga jenis patogen. Terlihat bahwa pada ciri solidity, range patogen Fusarium sp. lebih besar dari patogen lainnya dengan nilai berkisar 0.20, dan data patogen Fusarium sp. menyebar dengan dengan nilai penyebaran data sekitar 0.591. Akan mudah untuk mengidentifikasi patogen Fusarium sp. dikarenakan datanya yang tidak seragam. Namun pada patogen Colletotrichum sp. dan Curvularia sp. terjadi overlap data pada kedua patogen tersebut. Akan sulit untuk membedakan kedua patogen ini. Hampir seluruh data patogen memiliki nilai solidity yang tinggi berarti hampir seluruh data berbentuk solid atau padat.
Pada Gambar 21 disajikan ciri convexity dari ketiga jenis patogen. Terlihat bahwa pada ciri convexity, range patogen Fusarium sp. lebih besar dari patogen lainnya dengan nilai berkisar 0.12, dan data patogen Fusarium sp. menyebar dengan dengan nilai penyebaran data sekitar 0.0407. Pada seluruh patogen terjadi overlap
data. Akan sulit untuk membedakan ketiga jenis patogen ini. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh data memiliki nilai convexity yang tinggi berarti hampir seluruh data berbentuk convex.
Gambar 21 Boxplot ciri convexity dari ketiga patogen
Gambar 22 Boxplot ciri roundness dari ketiga patogen
Klasifikasi
Sebelum klasifikasi, dilakukan pembagian data menggunakan metode k-fold cross validation dan selanjutnya dilakukan pengklasifikasian data menggunakan
classifier PNN. Hasil ekstraksi ciri dibagi menjadi 2 bagian yaitu data latih dengan persentase 80% dan data uji dengan persentase 20%. Teknik yang digunakan adalah
5-fold cross validation. Data 150 sub citra patogen, 120 sub citra menjadi data latih dan membentuk matriks berukuran 120 x 4 sedangkan 30 citra lainnya menjadi data uji dan membentuk matriks berukuran 30 x 4.
Tabel 8 Hasil klasifikasi PNN setiap fold
Analisis
Analisis Segmentasi
Berdasarkan hasil segmentasi dapat dilihat bahwa objek sudah tersegmentasi dengan baik, telah dipastikan bahwa tidak ada hole pada citra hasil segmentasi sehingga untuk perhitungan ciri area dapat dilakukan dan citra segmentasi dapat diekstrak sesuai yang diinginkan.
Analisis Ekstraksi Ciri
Hasil ekstraksi ciri menunjukkan pengaruh besar dalam penentuan identifikasi. Ciri yang menjadi masukan dalam identifikasi dengan classifier PNN adalah ciri turunan compactness, solidity, convexity dan roundness. Analisis persebaran data patogen pada ciri turunan compactness dapat dilihat pada Gambar 23. Ciri compactness menunjukkan seberapa lingkaran suatu objek, dapat dilihat bahwa Colletotrichum sp., Curvularia sp., dan Fusarium sp. memiliki bentuk yang menyerupai lingkaran dengan nilai compactness tertentu.
Gambar 23 Ciri compactness pada data patogen
Hampir seluruh data dari tiap patogen dapat dipisahkan atau dibedakan satu dengan yang lain. Tabel 9 menunjukkan analisis data patogen berdasarkan ciri
compactness, dapat disimpulkan bahwa data patogen Colletotrichum sp. (data ke-6 dan data ke-48), Curvularia sp. (data ke-16 dan data ke-50), Fusarium sp. (data ke-2, data ke-14, data ke-25, data ke-36 dan data ke-44) memiliki nilai compactness
dengan bentuk hampir menyerupai lingkaran. Namun ada beberapa data patogen
Colletotrichum sp. (data ke-8, data ke-27 dan data ke-40) diamati masuk ke dalam kelompok patogen Fusarium sp.. Hal ini dikarenakan sebaran nilai compactness
data Colletotrichum sp. tersebut berada pada sebaran data Fusarium sp., dan ada kemiripan bentuk antara Colletotrichum sp. dengan Fusarium sp., jika dilihat pada Tabel 2 yaitu bentuk spora oblong dan cylindrical. Data patogen Curvularia sp. (data ke-18, data ke-22 dan data ke-36) diamati masuk ke dalam kelompok patogen
Colletotrichum sp.. Hal ini dikarenakan sebaran nilai compactness data Curvularia
Tabel 9 Analisis data berdasarkan ciri compactness
Patogen Data percobaan
Colletotrichum
sp.
data_6 data_8 data_27 data_40 data_48
Compactness 0.6851 0.2732 0.3410 0.3741 0.4351
Curvularia sp.
data_16 data_18 data_22 data_36 data_50
Compactness 0.8310 0.5847 0.6022 0.6162 0.6667
Fusarium sp.
data_2 data _14 data_25 data_36 data_44
Compactness 0.3866 0.2972 0.2501 0.3159 0.3367 Berdasarkan pada nilai variansi yang kecil maka diketahui bahwa patogen
Fusarium sp. memiliki data yang seragam untuk ciri compactness. Sebaliknya,
Colletotrichum sp. memiliki data yang tidak seragam dikarenakan pada nilai variansinya yang lebih besar dari Curvularia sp. dan Fusarium sp. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ciri compactness dapat digunakan untuk membedakan setiap jenis patogen.
Persebaran data patogen pada ciri turunan solidity dapat dilihat pada Gambar 24. Solidity mengukur kepadatan suatu objek. Berdasarkan pada ciri solidity
menunjukkan seberapa solid suatu objek yang mana jika nilainya mencapai 1 maka objek tersebut solid dan tidak ada lubang pada bagian objek, dapat dilihat bahwa
Colletotrichum sp., dan Curvularia sp., lebih solid dari Fusarium sp..
Berdasarkan Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa data patogen Colletotrichum
sp. (data ke-6, data ke-8, data ke-27, data ke-40 dan data ke-48), data patogen
Curvularia sp. (data ke-16, data ke-18, data ke-22, data ke-36, dan data ke-50),
Fusarium sp. (data ke-2, data ke-14, data ke-25, data ke-36 dan data ke-44) memiliki bentuk yang padat.
Patogen Fusarium sp. memiliki data yang tidak seragam untuk ciri solidity, hal ini dikarenakan nilai variansinya yang lebih besar dari patogen yang lain. Ciri
solidity mungkin dapat digunakan untuk menentukan patogen Fusarium sp. berdasarkan range nilai solidity namun akan sulit untuk membedakan patogen
Colletotrichum sp. dan Curvularia sp. karena nilai solidity kedua patogen tersebut yang sangat berdekatan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dalam hal ini ciri
solidity kurang repserentatif jika digunakan untuk membedakan masing-masing jenis patogen.
Tabel 10 Analisis data berdasarkan ciri solidity
Patogen Data percobaan
Colletotrichum
sp.
data_6 data_8 data_27 data_40 data_48
solidity 0.9626 0.9332 0. 9193 0. 9333 0. 9629
Curvularia sp.
data_16 data_18 data_22 data_36 data_50
Solidity 0. 9891 0. 9559 0. 9724 0. 9583 0. 9739
Fusarium sp.
data_2 data _14 data_25 data_36 data_44
Solidity 0. 8093 0. 6711 0. 6290 0. 7079 0. 7246 Persebaran data patogen pada ciri turunan convexity dapat dilihat pada Gambar 25. Ciri convexity menunjukkan nilai kecembungan suatu objek, dapat dilihat bahwa ciri convexity untuk semua patogen memiliki data yang sulit untuk dipisahkan. Fusarium sp. memiliki data yang tidak seragam dikarenakan nilai variansinya yang lebih tinggi dari patogen yang lain. Secara keseluruhan ciri
Gambar 25Ciri convexity pada data patogen
Tabel 11 menunjukkan analisis data berdasarkan ciri convexity, dapat disimpulkan bahwa data patogen Colletotrichum sp. (data 6, data 8, data ke-27, data ke-40 dan data ke-48), data patogen Curvularia sp. (data 16, data ke-18, data ke-22, data ke-36, dan data ke-50), Fusarium sp. (data ke-2, data ke-14, data ke-25, data ke-36 dan data ke-44) memiliki bentuk yang convex.
Tabel 11 Analisis data berdasarkan ciri convexity
Patogen Data percobaan
Colletotrichum
sp.
data_6 data_8 data_27 data_40 data_48
convexity 1. 0310 0. 9817 0. 9884 1. 0025 0. 9898
Curvularia sp.
data_16 data_18 data_22 data_36 data_50
convexity 1. 0181 0. 9933 0. 9805 0. 9976 1. 0060
Fusarium sp.
data_2 data _14 data_25 data_36 data_44
ke-14, data ke-25, data ke-36 dan data ke-44) memiliki nilai roundness dengan bentuk hampir menyerupai bundar.
Gambar 26 Ciri roundness pada data patogen
Namun ada beberapa data patogen Colletotrichum sp. (data ke-8, data ke-27 dan data ke-40) diamati masuk ke dalam kelompok patogen Fusarium sp.. Hal ini dikarenakan sebaran nilai roundness data Colletotrichum sp. tersebut berada pada sebaran data Fusarium sp., dan ada kemiripan bentuk antara Colletotrichum sp. dengan Fusarium sp., jika dilihat pada Tabel 2 yaitu bentuk spora oblong dan
cylindrical.
Tabel 12 Analisis data berdasarkan ciri roundness
Patogen Data percobaan
Colletotrichum
sp.
data_6 data_8 data_27 data_40 data_48
Roundness 0. 6444 0. 2835 0. 3490 0. 3721 0. 4440
Curvularia sp.
data_16 data_18 data_22 data_36 data_50
Roundness 0. 8015 0. 5926 0. 6263 0. 6191 0. 6587
Fusarium sp.
data_2 data _14 data_25 data_36 data_44
Berdasarkan pada ciri roundness, Colletotrichum sp. memiliki data yang tidak seragam dikarenakan nilai variansinya lebih besar dari patogen Curvularia sp. dan Fusarium sp. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ciri roundness ini dapat digunakan untuk membedakan setiap jenis patogen. Data nilai variansi setiap ciri morfologi turunan ditunjukkan pada Gambar 27.
Gambar 27Variansi setiap ciri turunan
Analisis Hasil Identifikasi
Berdasarkan hasil klasifikasi dengan PNN, pada Tabel 13 ditampilkan hasil keseluruhan pada setiap fold dan perhitungan akurasi setiap fold disajikan pada Tabel 14.
Tabel 13 Hasil k-foldcross validation
Berdasarkan lima percobaan tersebut, evaluasi kinerja sistem dapat dihitung dengan mencari nilai rata-rata akurasi seluruh fold dengan rumus seperti pada Persamaan (17). Sistem ini bekerja dengan akurasi 86.8% yang diperoleh dari perhitungan berikut:
� � � = + + + + � % = . %
Akurasi terbaik diperoleh dari 1-fold dan 4-fold sebesar 90%. Selanjutnya, sistem akan menggunakan model klasifikasi yang dihasilkan oleh 1-fold atau4-fold. Oleh karena itu, dalam hal ini dipilih 4-fold. Terdapat kesalahan klasifikasi patogen pada setiap fold. Tabel 15 menunjukkan confusion matrix 4-fold jumlah patogen yang salah terklasifikasi ke kelas lain.
Tabel 15 Confusion matrix 4-fold
Prediksi
Kesalahan klasifikasi dalam 4-fold terjadi pada data Colletotrichum sp. dan data Curvularia sp. Kesalahan klasifikasi pada data Colletotrichum sp. berada pada data ke-11 yang salah diklasifikasi sebagai Curvularia sp. Sedangkan kesalahan klasifikasi kelas Curvularia sp. berada pada data ke-63 dan data ke-68 yang salah diklasifikasi sebagai Colletotrichum sp. Data citra yang mengalami kesalahan klasifikasi pada 4-fold dapat dilihat pada Gambar 28.
Gambar 28 Data kesalahan klasifikasi 4-fold (a) Colletotrichum sp. yang terklasifikasi sebagai Curvularia sp. (b) Curvularia sp. yang terklasifikasi sebagai Colletotrichum sp.
Data citra ke-11 pada data Colletotrichum sp.diidentifikasi sebagai patogen Curvularia sp. Kesalahan klasifikasi ini terjadi karena nilai ciri compactness dan
roundness data ke-11 berada pada sebaran nilai ciri data Curvularia sp.. Gambar 29 menunjukkan hasil praproses data ke-11 Colletotrichum sp. yang terklasifikasi ke
Gambar 29 Kesalahan klasifikasi 4-fold pada data ke-11
Data citra ke-63 dan data ke-68 pada Curvularia sp. diidentifikasi sebagai patogen Colletotrichum sp., kesalahan klasifikasi ini terjadi karena nilai ciri
compactness dan roundness data ke-63 dan data ke-68 berada pada sebaran nilai ciri Colletotrichum sp.. Gambar 30 menunjukkan hasil praproses data ke-63 dan data ke-68 Curvularia sp. yang terklasifikasi ke Colletotrichum sp. dan contoh data
Colletotrichum sp. yang memiliki sebaran nilai yang berada di Curvularia sp.
Gambar 30 Kesalahan klasifikasi 4-fold pada data ke-63 dan data ke-68
Evaluasi Hasil Identifikasi
Evaluasi hasil identifikasi dengan confusion matrix dapat dilihat pada Tabel 16. Pada data patogen Colletotrichum sp. terdapat sebanyak 11 data yang teridentifikasi sebagai data Curvularia sp., dan sebanyak 3 data yang teridentifikasi sebagai data Fusarium sp.. Hal ini dikarenakan disamping bentuk citra yang hampir mirip juga terdapat beberapa nilai ciri data tersebut berada pada sebaran Curvularia
sp. dan Fusarium sp.. Pada data patogen Curvularia sp. terdapat sebanyak 6 data yang teridentifikasi sebagai data Colletotrichum sp.. Hal ini disebabkan karena bentuk citra yang hampir mirip juga terdapat beberapa nilai ciri data Curvularia sp. tersebut berada pada sebaran Colletotrichum sp.. Pada data patogen Fusarium sp. semua data dapat teridentifikasi dengan benar.
Tabel 16 Confusion matrix data patogen
Prediksi
Colletotrichum sp. Curvularia sp. Fusarium sp.
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini telah mengembangkan teknik morfologi dalam mengidentifikasi patogen daun bibit Jabon menggunakan citra mikroskopis digital. Jenis patogen yang diidentifikasi yaitu Colletotrichum sp., Curvularia sp., dan
Fusarium sp. Metode yang dilakukan meliputi akuisisi data, praproses, ekstraksi ciri morfologi (area, perimeter, convex area, convex perimeter, compactness, solidity, convexity dan roundness), klasifikasi dengan classifier PNN, analisis dan evaluasi hasil identifikasi. Dari hasil diketahui bahwa ciri compactness dan
roundness dapat digunakan untuk membedakan jenis patogen dikarenakan pada ciri ini setiap kelas patogen dapat terpisah. Ciri solidity kurang dapat merepresentasikan jenis patogen, hal ini diakibatkan oleh jenis patogen Colletotrichum sp. dan
Curvularia sp. yang nilai cirinya sangat rapat sehingga akan sulit untuk membedakan kedua patogen tersebut. Ciri convexity kurang dapat merepresentasikan jenis patogen, hal ini diakibatkan karena ketiga jenis patogen memiliki sebaran data yang hampir sama sehingga akan sulit membedakan ketiga jenis patogen tersebut. Akurasi rata-rata yang diperoleh pada percobaan ini yaitu sebesar 86.8%. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan identifikasi citra mikroskopis digital tanpa cropping dan sistem yang dibuat dapat mengidentifikasi dengan baik patogen dari citra yang mengumpul.
Saran
Dalam akuisisi data diharapkan data citra yang diperoleh bagus tidak