• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluation Of Dam Safety Based On Risk Indexing Tools On Jatiluhur Dam, West Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluation Of Dam Safety Based On Risk Indexing Tools On Jatiluhur Dam, West Jawa"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEAMANAN DAM BERBASIS INDEKS RESIKO

PADA DAM JATILUHUR DI JAWA BARAT

AVAZBEK ISHBAEV

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Keamanan Dam Berbasis Indeks Resiko pada Dam Jatiluhur di Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

SUMMARY

AVAZBEK ISHBAEV. Evaluation of Dam Safety Based on Risk Indexing Tools on Jatiluhur Dam, West Jawa. Supervised by NORA HERDIANA PANDJAITAN and ERIZAL.

Indonesia has high water surface potential. It is proved by a lot of big rivers in Indonesia. In order to utilize its water potential optimally, it need a water conservation structure. Generally, the water conservation structure is a dam because of its many functions. There are some big dams in Indonesia, one of them was Ir. Juanda dam or Jatiluhur Dam.

The main purpose of the dam is to provide water irrigation . Nowadays dam has many functions, such as power supply to produce electricity, reservoir, recreation and flood control. To fullfill those functions dam must be maintain regularly.

The objectives of the research were to identify the factors which affect dam safety and to evaluate dam safety by risk indexing tools. Risk indexing tools is a method for making priority scales of maintenance, improvement and evaluation of dam that has limited instrumentation, based on its actual condition and performance.

There were six main steps of this research. The steps were to analyse (1) vulnerability factors, (2) intrinsic factors, (3) external factors, (4) adequacy factors, (5) the stage of initial importance and (6) the value of total risk index. All of the steps were done in a sequence from step one to the last steps. The result showed that Jatiluhur dam was still in safe condition and can operate as its planed. This was proven based on several factors values such as Idam=750, IRtot=127,22,

Nsafe=83,04. The conclusion of this study was Jatiluhur dam’s safety was in

satisfied category with Nsafe value more than 75.

(4)

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(5)

EVALUASI KEAMANAN DAM BERBASIS INDEKS RESIKO PADA DAM JATILUHUR DI JAWA BARAT

AVAZBEK ISHBAEV

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 – Januari 2015 adalah keamanan bendung, dengan judul Evaluasi Keamanan Dam Berbasis Indeks Resiko pada Dam Jatiluhur di Jawa Barat.

Terima kasih dan rasa hormat disampaikan kepada Dr.Ir. Nora H. Pandjaitan , DEA selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir. Erizal, M.Agr. selaku anggota komisi pembimbing yang senantiasa memberikan saran dan masukan yang bermanfaat agar tesis ini menjadi lebih baik lagi.Ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada seluruh staf Perum Jasa Tirta II yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

Selain itu disampaikan terima kasih kepada keluarga Bapak Agung dan Ibu Sarwititi yang banyak membantu dan terlibat di dalam penelitian ini. Terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan untuk orangtua tercinta, dan istriku Rimajon Sotlikova atas dukungan, semangat dan kasih sayang yang diberikan selama ini.

Ucapkan terima kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2011 dan 2012 yang selalu saling mendukung selama menjalani studi pascasarjana. Untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa dan dukungannya.

Akhir kata, semoga tesis ini bermanfaat.

(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ilustrasi Bendungan ...2

2 Bentuk umum dan distribusi beban dari embankment dam ...3

3 Distribusi beban pada bendungan gravitasi...4

4 Distribusi beban pada bendungan dengan penopang ...4

5 Distribusi beban pada bendungan lengkung ...4

6 Diagram alir prosedur perhitungan indeks resiko ...9

7 Lokasi penelitian : Bendungan Jatiluhur ...19

8 Skema Bendungan Jatiluhur ...24

9 Tekanan Air Pori Piezometer 300L dan TMA Waduk tahun 2013 ...25

10 Bentuk V-notch bendungan sebelah (a) kiri dan (и) kanan ...25

11 Pergerakan vertikal Bendungan Jatiluhur pada lubang bor IC260L ...26

12 Deformasi horisontal pada patok geser P26 dan P30……….26

13 Grafik hubungan IRtotal dan Naman………...29

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Peta zonasi gempa Indonesia, 2010 ... 34

2 Peta bencana untuk Jawa Barat dan lokasi bendungan-bendungan ... 35

3 Hasil Perhitungan Faktor Tingkat Kepentingan Awal Bendungan (Idam) ... 36

4 Hasil pengamatan parameter fisik di lapangan ... 37

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bendungan merupakan bangunan yang dibangun dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan irigasi (Pradana 2012). Namun, saat ini bendungan memiliki multifungsi, antara lain sebagai sumber daya energi listrik, persediaan air bersih sarana rekreasi dan kontrol banjir (Wirustyastuko dan Nugroho 2013). Beberapa dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan. Bendungan harus dipantau untuk keselamatan penduduk yang tinggal di bagian hilir bendungan dan mencegah kerusakan lingkungan.

Instrumen geoteknik umumnya dipasang untuk memantau kinerja bendungan secara berkala. Kemungkinan adanya resiko bendungan runtuh akibat letusan gunung berapi, gempa, banjir, dan tanah longsor harus dipertimbangkan dengan cermat (Hadihardjaja 2006). Standar kualitas yang tinggi dari desain, konstruksi, pemantauan dan keahlian harus dipenuhi untuk meminimalkan resiko yang dapat terjadi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah mengevaluasi peringkat keamanan dam berbasis indeks resiko.

Indeks resiko merupakan metode yang digunakan untuk membuat skala prioritas pemeliharaan, perbaikan dan evaluasi tanggul yang memiliki keterbatasan pada instrumentasi, kondisi saat dibangun, dan riwayat performa (Otani 2014). Hasil dari penelitian digunakan untuk keperluan konsultan, kontraktor, dan manajer operasional bendungan dalam melaksanakan tugas-tugas inspeksi dan evaluasi keamanan bendungan. Selain itu, diharapkan hasil penelitian ini juga dapat berfungsi sebagai masukan untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menyusun rencana anggaran untuk pemeliharaan, perbaikan dan evaluasi dam. Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan dam dan mengevaluasi keamanan dam Jatiluhur berdasarkan indeks resiko.

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan indeks keamanan Bendungan Jatiluhur menggunakan indeks resiko. Ide penelitian muncul karena Bendungan Jatiluhur merupakan bendungan besar dan vital bagi kegiatan perekenomian di Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah keamanan dan stabilitas Bendungan Jatiluhur terhadap segala kemungkinan kegagalan (failure) yang akan terjadi, baik dari dalam bendungan maupun dari luar.

Tujuan Penelitian

(10)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menyusun strategi dalam memelihara dam, memberikan informasi tambahan dalam perencanaan, pengembangan dan pembangunan dam.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup identifikasi faktor-faktor keamanan dam dan mengevaluasinya dengan metode indeks resiko.

TINJAUAN PUSTAKA

Dam

Dam atau bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air dan dapat berfungsi sebagai waduk, danau, atau tempat rekreasi (Gambar 1). Bendungan umumnya berfungsi untuk persediaan air, irigasi dan pembangkit listrik tenaga air. Sebagian besar dam juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang kelebihan air secara bertahap atau berkelanjutan. Air ini kemudian dialirkan ke daerah sekitarnya atau lahan pertanian dengan menggunakan pipa atau saluran besar.

Gambar 1 Ilustrasi Bendungan (Najoan dan Soetijono 2002).

Bendungan dapat terbentuk secara alami atau buatan. Secara teknis, bendungan dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran, tujuan, bahan dan strukturnya. (Najoan dan Soetijono 2002)

a. Berdasarkan ukuran

Berdasarkan ukurannya bendungan diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu bendungan minor dengan ketinggian 15 – 20 m dan bendungan mayor dengan ketinggian 150 – 250m.

(11)

Tujuan pembangunan bendungan mencakup penyediaan air untuk irigasi, meningkatkan navigasi, pembangkit listrik dan mencegah banjir. Beberapa bendungan melayani semua tujuan ini tetapi beberapa bendungan serbaguna melayani lebih dari satu. Berdasarkan tujuan dari pembuatan bendungan, bendungan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Check dam

Check dam adalah bendungan kecil yang bersifat sementara atau permanen yang dibangun melintasi saluran kecil atau drainase. Bendungan ini berfungsi mengurangi erosi dalam saluran dan menurunkan kecepatan air pada saat badai. Bendungan ini biasanya digunakan dalam skala kecil dan biasanya tingginya tidak melebihi dari 2 kaki (0,61 m).

Dry dam

Dry dam adalah bendungan yang dibangun untuk tujuan pengendalian banjir.

Divertionary dam

Divertionary dam adalah istilah untuk sebuah bendungan yang akan mengalihkan semua atau sebagian dari aliran sungai ke saluran – saluran lain yang bisa digunakan untuk irigasi, pembangkit listrik, atau mengalirkan air ke sungai yang berbeda. Bendungan pengalihan umumnya tidak menahan air di dalam reservoir.

c. Berdasarkan struktur dan bahan yang digunakan

Berdasarkan struktur dan bahan yang digunakan, bendungan diklasifikasikan sebagai berikut.

Embankment Dam

Bendungan ini mengandalkan berat bendungan untuk melawan tekanan air. Bendungan ini terbuat dari berbagai komposisi yaitu urugan tanah, pasir, tanah liat dan atau batuan. Skema dari bendung embankment dam disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk umum dan distribusi beban dari embankment dam

Inti Bendungan

Dinding Bendungan

(12)

• Bendungan Gravitasi (Gravity Dam)

Bendungan gravitasi adalah sebuah struktur besar yang terbuat dari pasangan batu atau beton dengan tanah dan batuan. Seperti halnya embankment dam, bendungan gravitasi menggunakan beratnya untuk menahan tahanan air pada bendungan tersebut. Oleh karena itu bendungan ini dibangun dengan pondasi yang keras. Skema dari bendung gravitasi disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Distribusi beban pada bendungan gravitasi • Buttress Dam

Bendungan ini dilengkapi dengan sejumlah penopang di bagian hilir. Penopang dipasang dengan interval tertentu untuk menahan dinding bendungan dan mencegah bendungan bergeser. Skema dari buttres dam disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Distribusi beban pada bendungan dengan penopang

• Bendungan Lengkung (Arch Dam)

Bendungan lengkung yaitu bendungan yang bentuknya melengkung dan mengarah ke hulu sungai (Gambar 5). Distribusi beban pada bendungan lengkung hingga dinding bendungan berfungsi mendorong beban ke bagian tumpuan bendungan lalu mendistribusikannya ke bagian tumpuan dan pondasi. Bendungan lengkung umumnya terbuat dari beton pratekan.

(13)

Bendungan ini bisa menghemat volume beton dibandingkan jenis bendungan lainnya. Bendungan lengkung adalah tipe bendungan yang sesuai untuk daerah yang sempit di daerah pegunungan dengan dinding batu yang terjal.

Keamanan Dam

Dalam merancang bendungan besar dan bangunan air lainnya, resiko keruntuhan akibat bencana alam, gempa, banjir dan longsoran harus dipertimbangkan dalam analisis dan perhitungan. Untuk mencegah atau mengurangi resiko seminimal mungkin, beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain (Najoan dan Soetijono 2002):

1. Bendungan atau bangunan air dirancang oleh desainer yang berpengalaman sesuai dengan bidang keahliannya, dan mengacu pada standar-standar mutu untuk desain, konstruksi, operasi dan pemeliharaan termasuk penyediaan SOP untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi, terutama terhadap aspek keamanan.

2. Bendungan atau bendungan air dibangun oleh kontraktor yang berpengalaman, yang mematuhi dan melaksanakan serangkaian uji mutu konstruksi agar sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam desain.

3. Dilakukan inspeksi dan pengamatan secara berkala pada bangunan yang telah selasai dibangun untuk mengetahui status dan tingkat keamanannya. Pemantauan dan evaluasi terhadap tingkat keamanan bendungan dan bangunan air yang dapat dilakukan dengan pendekatan dan metode yang sederhana, mudah dilaksanakan tetapi ketelitiannya tinggi. Untuk itu, selama beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan metode indeks resiko untuk menilai tingkat keamanan bendungan dan bangunan air pada periode waktu tertentu.

Metode indeks resiko dapat mengatasi masalah pemantauan keamanan bendungan pada bangunan yang sistem instrumentasinya tidak berfungsi dengan baik atau bahkan tanpa instrumentasi. Walaupun demikian, untuk bendungan dengan instrumentasi yang cukup, metode indeks ini masih tetap bermanfaat, untuk mengetahui kinerja, perilaku dan tingkat keamanan. Metode ini, juga disebut risk indexing tool, bermanfaat untuk menentukan prioritas pengambilan keputusan dalam rehabilitasi bendungan. Saat ini metode indeks resiko yang dikembangkan di Indonesia cukup praktis untuk diterapkan dalam mengkaji keamanan bendungan pasca konstruksi maupun pasca rehabilitasi. Pada rentang tahun 2003 sampai dengan tahun 2006 telah dilakukan pengkajian keamanan beberapa bendungan di Pulau Jawa. Kelebihan dan kelemahan metode indeks resiko disajikan pada Tabel 1(Najoan dan Soetijono 2002)

(14)

Tabel 1 Kelebihan dan kekurangan metode indeks resiko

No Kelebihan Kekurangan

1 Relatif sederhana sehingga penggunaannya di lapangan relatif mudah.

Parameter P[MiïF] dan P[CjïMi] memerlukan data kegagalan Bendungan dan merupakan parameter yang sangat sulit diperoleh.

2

Tersedia formulir-formulir standar untuk kebutuhan terhadap perhitungan tingkat keamanan awal maupun tingkat keamanan relatif dan melakukan inspeksi lapangan.

Memerlukan data yang cukup banyak, sehingga memerlukan waktu untuk mengumpulkannya.

3

Perhitungan menggunakan parameter fisik di lapangan dan formulir isian inspeksi keamanan bendungan. ( penelitian empiris)

Variabel yang diamati cukup banyak sehingga perlu lebih hati-hati dan teliti dalam melakukan perhitungan-perhitungan.

Secara geografis beberapa tempat cenderung mengalami goncangan gempa lebih tinggi dibandingkan dengan tempat lain. Klasifikasi tingkat kerusakan dapat dibuat berdasarkan percepatan gempa maksimum (PGA) yang mungkin terjadi pada MDE. Penentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan peta zona gempa. Klasifikasi tingkat kerusakan pada Tabel 2 dapat diterapkan pada lokasi dengan material pondasi yang baik (batuan), namun pada lokasi dengan material pondasi lanau pasiran lunak atau pasir lepas dengan kepadatan relatif rendah dan berpotensi mengalami likuifaksi, harus diterapkan lebih berhati-hati.

Tabel 2 Tingkat kerusakan menurut besarnya percepatan gempa maksimum pada MDE

Percepatan gempa maksimum (PGA=ad) Klasifikasi tingkat kerusakan

PGA < 0,1 g I (Rendah)

PGA ≥ 0,25g (Tidak terdapat sesaran aktif dalam jarak 10km

dari lokasi) II ( Moderat)

0,10 ≤ PGA < 0,25g III (tinggi)

PGA ≥0,25g (Sesaran aktif lebih dekat dari 10 km dari lokasi) IV (ekstrem) Sumber: (DPPW, 2004)

Pada lokasi dengan tingkat kerusakan I, parameter percepatan gempa maksimum terkoreksi pada MDE dapat digunakan untuk analisis di samping metode analisis sederhana dengan cara koefisien gempa. Jika sudah dianalisis dengan menggunakan MDE, maka pertimbangan terhadap besaran OBE ataupun RIE tidak diperlukan lagi.

(15)

dengan baik pada tingkat kerusakan III harus dapat menahan gempa MDE dengan asumsi hanya terjadi kerusakan sedikit.

Pada lokasi dengan tingkat kerusakan III, sebaiknya parameter gempa ditentukan dengan menggunakan sejarah waktu percepatan gempa meskipun kemungkinan sudah cukup dengan ragam sambutan gempa. Biasanya masih dibutuhkan pertimbangan secara terpisah untuk OBE dan RIE. Pada lokasi dengan tingkat kerusakan IV, sejarah waktu percepatan gempa digunakan untuk menentukan dan memberikan dampak sesaran terhadap kedekatan lokasi (nearfield) atau pengaruh arah.

Untuk desain bangunan pengairan tahan gempa lainnya, seperti bangunan sadap, bangunan silang, tanggul penutup (tanggul banjir), dan tembok penahan lainnya perlu dilakukan analisis stabilitas bangunan dengan mengikuti prosedur yang dianjurkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Prosedur analisis yang dianjurkan untuk bangunan pengairan No Jenis bangunan

Kelas resiko

Bangunan air permanen seperti bangunan sadap, silang, tanggul penutup, tanggul banjir, tembok penahan, dan lain-lain

V

N = 20 - 50 20 - 50 Ba

2 Bangunan air semi permanen VI - Tidak perlu

(Sumber: DPPW, 2004)

Peta percepatan gempa untuk periode ulang 10, 20, 50, 100, 200, 500, 1000, 5000, dan 10000 tahun yang kemudian digabungkan menjadi satu peta zona gempa dapat digunakan untuk memprediksi percepatan gempa untuk periode ulang tertentu. Selain itu diperlukan juga probabilitas terjadinya atau terlampauinya suatu percepatan gempa maksimum di permukaan tanah untuk suatu masa guna bangunan. Probabilitas atau resiko dapat dihitung dengan persamaan berikut.

T = 1/RA (1)

RN = 1−(1−RA) N (2)

Dimana,

T : periode ulang rata-rata (tahun) RA : resiko tahunan atau annual risk

RN : resiko atau probabilitas terjadinya percepatan gempa dalam waktu N tahun (Tabel 4)

N : masa guna bangunan (tahun)

(16)

percepatan gempa boleh jadi dengan periode ulang yang mendekati 475 tahun atau peta dengan T=500 tahun.

Analisis dengan cara dinamik dapat dilakukan dengan dua cara perhitungan, yaitu analisis alihan tetap cara Makdisi & Seed, dan analisis dinamik dengan respons dinamik. Pada analisis alihan tetap cara Makdisi & Seed dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Dilakukan studi resiko gempa b. Dilakukan analisis stabilitas

c. Penentuan parameter dinamik bahan Vsmax atau Gmax d. Penaksiran nilai Vsmax

e. Pemeriksaan ketelitian taksiran Vs dan űmax.

f. Pengaalihan tetap yang terjadi tidak boleh melampaui 50 % dari tinggi jagaan.

Tabel 4. Resiko gempa (RN ,%)untuk berbagai masa guna dan periode ulang (T)

T masa guna bangunan dalam tahun

(tahun) 10 20 50 100 200 500 1000 5 89.3 98.9 100 100 100 100 100

10 65.1 87.8 98.5 100 100 100 100

20 40.1 64.2 92.3 99.4 100 100 100

50 18.3 33.2 63.6 86.7 98.2 100 100 100 9.6 18.2 39.5 63.4 86.6 99.3 100 200 4.9 9.5 22.2 39.4 63.3 91.8 99.3 500 2.0 3.9 9.5 18.1 33.0 63.3 86.5 1000 1.0 2.0 4.9 9.5 18.1 39.4 63.2 2000 0.5 1.0 2.5 4.9 9.5 22.1 39.4 5000 0.2 0.4 1.0 2.0 3.9 9.5 18.1 10000 0.1 0.2 0.5 1.0 1.6 4.9 9.5

Sumber: (DPPW, 2004)

Pada analisis respons dinamik dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Penentuan profil melintang bendungan yang digunakan dalam analisis b. Penentuan sejarah waktu percepatan gempa desain

c. Penentuan tegangan awal dalam tubuh dan pondasi bendungan dilakukan d. Penentuan sifat-sifat dinamik dari material pondasi dan tubuh bendungan e. Analisis yang dapat dilakukan dengan program komputer dan keluarannya

berupa tegangan dan regangan tambahan akibat beban gempa dan percepatan gempa.

f. Hasil analisis stabilitas bendungan urugan akibat beban gempa berupa tegangan yang ditambahkan dengan tegangan-tegangan awal

(17)

Metode Indeks Resiko

Metode ini memerlukan beberapa parameter untuk menganalisis bendungan dan hasilnya berupa bobot / nilai (score) yang kemudian diurutkan berdasarkan peringkat prioritas (priority rank) tingkat resikonya. Parameter-parameter tersebut diambil dari data bendungan-bendungan besar dan berdasarkan tabel bobot (score) yang telah dikembangkan oleh Andersen et al. (2001). Untuk melakukan analisis ini diperlukan penggabungan dari semua parameter bendungan tipe urugan tersebut. Adapun langkah-langkah yang disusun untuk menghasilkan peringkat prioritas (priority rank) sesuai dengan bagan alir pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir prosedur perhitungan indeks resiko Mulai

Pengumpulan data primer: I, E, D

Menentukan faktor penentu utama

Menentukan faktor penentu relatif

Data dan parameter

lengkap?

Menentukan indeks resiko total

Evaluasi dan pembahasan

(18)

Faktor kerawanan total didefinisikan sebagai kemampuan bendungan untuk menahan kerusakan yang diakibatkan oleh alam atau kepekaan bendungan terhadap bencana alam dan faktor ini menghitung dengan persamaan berikut:

V =(I1+ I2+ I3+ I4)

D1D2 = bobot faktor kecukupan kapasitas pelimpah dan stabilitas

Untuk setiap faktor-faktor intrinsik, eskternal, dan kecukupan dimasukkan angka bobotnya masing-masing. Nilai maksimum faktor kerawanan total ini adalah 1000, dengan syarat bobot dari setiap faktor adalah 10.

Faktor intrinsik merupakan kondisi awal dari fisik bendungan tipe urugan. Kondisi awal yang dimaksud adalah kondisi pada saat bendungan baru selesai dibangun, atau saat kondisi dan data fisik bendungan masih sesuai dengan desain dan belum mengalami kegagalan (failure). Kondisi awal tersebut terdiri atas tinggi bendungan, tipe bendungan, tipe pondasi dan kapasitas waduk. Klasifikasi tinggi bendungan, tipe bendungan, tipe pondasi dan kapasitas waduk dan bobotnya disajikan pada Tabel 5 sampai dengan Tabel 8. (DPU, 2003)

Tabel 5 Klasifikasi tinggi bendungan (I1) dan bobot nilainya

Tinggi bendungan (m) Bobot (score)

Tabel 6 Klasifikasi tipe bendungan (�) dan bobot nilainya

Tipe Bendungan Deskripsi Bobot

(score)

Urugan batu (rockfill) (UB) Terdiri dari kerakal (cobble) atau butiran lebih

besar. 4

Urugan tanah (earthfill) (UT) Terdiri dari kerikil, pasir, dan/atau lanau dan

butiran lempung. 10

Tabel 7 Klasifikasi tipe pondasi (�) dan bobot nilainya

Tipe pondasi Bobot

(Score)

Batu BT 1

Tanah over-konsolidasi, batu lunak (TOC) 5

Alluvial 10

(19)

Tabel 8 Klasifikasi kapasitas waduk (�) dan bobot nilainya Kapasitas waduk (Juta m3) Bobot

(score)

<0,125 m3 1

0,125 – 1,25 m3 3

1,25 – 100 m3 6

>100 m3 10

Faktor eskternal adalah faktor pengaruh terhadap bendungan di luar kondisi fisik bendungan, atau dengan kata lain faktor eksternal ini merupakan faktor luar yang berpengaruh terhadap kondisi fisik bendungan yang tentuanya akan berpengaruh terhadap tingkat kerawanan total bendungan tersebut. Faktor eskternal ini terdiri atas 2 faktor, yaitu pengaruh umur bendungan (age of dam) dan kegempaan (seismic). Penilaian bobot untuk pengaruh umur bendungan dan kegempaan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Pengaruh umur bendungan (E1)

Umur bendungan (tahun) Bobot (score)

0 – 9 tahun 10

10 – 19 tahun 8

20 – 29 tahun 5

30 – 59 tahun 2

60 – 99 tahun 1

Tabel 10 Pengaruh kegempaan (seismicity, E2)

Zona gempa* Bobot (score)

A 1

B 2

C 6

D 8

E dan F 10

*Peta Zonasi Gempa Indonesia (Lampiran 1)

Dalam metode indeks resiko akan diperhitungkan dua kondisi, yaitu kondisi yang diketahui dan kondisi yang diperkirakan sesuai dengan pengamatan si peninjau. Parameter-parameter tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kecukupan kapasitas pelimpah (spillway adequacy)

2) Kecukupan faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng (mass movement factor of safety).

Kapasitas pelimpah merupakan faktor yang berpengaruh besar pada bendungan. Penentuan bobotnya dari kecukupan kapasitas pelimpah (D1) yang

(20)

Tabel 11 Kecukupan kapasitas pelimpah (D1)

Kondisi Bobot

1) Kondisi yang diketahui

a) Kapasitas pelimpah kurang dari setengah kapasitas yang dibutuhkan (KP1) 10 b) Kapasitas pelimpah lebih besar dari setengah kapasitas yang dibutuhkan (KP2)

c) Kapasitas pelimpah lebih besar dari yang dibutuhkan (KP3)

5 1 2) Kondisi yang diperkirakan

a) Kapasitas pelimpah kurang dari kebutuhkan (KP4) 5 b) Kapasitas pelimpah lebih besar dari kebutuhan (KP5) 2 Catatan: Pilih kondisi yang diketahui bila telah dilakukan analisis hidrologi dan hidraulik.

Menentukan Faktor Bencana (hazard)

Faktor bencana didefinsikan sebagai bencana (hazard) yang potensial terjadi pada bendungan sebagai akibat jebolnya bendungan. Bencana tersebut meliputi bahaya kehilangan jiwa dan harta benda yang disebabkan oleh banjir sebagai akibat jebolnya bendungan. Penentuan faktor bencana disajikan pada Tabel 12.

Faktor keamanan adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada bendungan tipe urugan. Ketidakcukupan faktor keamanan (inadequate factors of safety) terhadap lereng bendungan akan menyebabkan terjadinya kegagalan berupa keruntuhan lereng pada bendungan tersebut. Penentuan kecukupan faktor keamanan terhadap keruntuhan lareng (D2) dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 12 Bobot Faktor Bencana Lokasi bendungan pada Peta Bencana Alam Gempa

(Lampiran 2) Kelas Resiko Bobot (H) Sangat rendah dan rendah

Sedang Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan, 2003

Tabel 13 Kecukupan faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng (D2)

Kondisi Bobot

1) Kondisi yang diketahui

a) Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng kurang dari yang

disyaratkan (FK1) 10

b) Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng melebihi dari yang

disyaratkan (FK2) 1

2) Kondisi yang diperkirakan

a) Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng kurang dari yang

disyaratkan (FK3) 7

b) Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng melebihi dari yang

disyaratkan (FK4) 2

Catatan: Pilih kondisi yang diketahui bila dilakukan analisis stabilitas. Pilih kondisi yang diper-kirakan dengan faktor keamanan kurang dari yang disyaratkan, hanya bila ada bukti lapangan potensi longsoran.

(21)

Faktor tingkat kepentingan awal bendungan (importance of dam) merupakan hasil perkalian antara bobot faktor kerawanan total (Vulnerability) dengan bobot faktor bencana (Hazard). Rumus untuk menghitung faktor tingkat kepentingan bendungan digunakan persamaan (4):

���� = V × H (4)

Sesuai dengan bagan alir analisis metode indeks resiko, maka tingkat kepentingan dalam inventarisasi bendungan (importance of dam) dapat diperoleh untuk suatu bendungan yang ditinjau.

Menghitung Tingkat Kepentingan Relatif (Relative importance)

Ada banyak jenis kondisi fisik bendungan urugan yang dapat mengacu pada terjadinya kegagalan bendungan urugan tersebut. Terdapat 9 faktor-faktor potensial yang menyebabkan terjadinya kegagalan, yaitu:

1) Adanya penghalang pada bangunan pelimpah (spillway) 2) Kurangnya tinggi jagaan (free board)

3) Adanya penghalang pada saluran pengeluaran di bagain bawah bendungan (low-level outlet)

4) Erosi pada bangunan pelimpah (spillway)

5) Persyaratan material pelingdung permukaan bendungan urugan yang kurang memadai.

6) Erosi buluh (piping) pada bendungan tipe urugan 7) Erosi buluh pada pondasi bendungan tipe urugan 8) Longsoran pada bendungan tipe urugan

9) Longsoran pada bendungan dan pondasinya

Seperti yang telah diuraikan di atas, tingkat kepentingan relatif untuk bendungan yang satu dengan bendungan lainnya akan berbeda-beda. Tingkat kepentingan relatif (relative importance) didefinsikan sebagai kemungkinan relatif yang masing-masing dapat diasosiasikan terhadap terjadinya kegagalan-kegagalan. Faktor tingkat kepentingan relatif bendungan diperoleh dengan menggunakan persamaan (5):

R� =�[�|�] ���|������ (5) dimana,

RIj : faktor penentu relatif dari kondisi fisik ke-j

P[Mi| F : probabilitas kondisional dari ragam kegagalan ke-i

P[Cj] Mi : probabilitas kondisional pada kondisi fisik ke-j

Parameter P[Mi| F] dan P[Cj| Mi] merupakan parameter yang sangat sulit

(22)

Parameter P[Mi| F]

Parameter P[Mi| F] diinterpretasikan sebagai probabilitas kegagalan yang

merupakan akibat dari kejadian awal. Dengan kata lain, perlu ditinjau dulu bentuk-bentuk kegagalan, untuk menentukan bentuk mana yang memiliki kemungkinan relatif yang akan berperan sebagai kejadian awal, dan kemudian ditentukan probabilitasnya.

Petunjuk umum untuk menentukan probabilitas ini dapat diperoleh dari laporan hasil penelitian tentang insiden bendungan terhadap 81 contoh bendungan urugan di Amerika Serikat, yang telah dirangkum oleh USCOLD (United States Committee on Large Dams), dan melibatkan 2 bentuk kegagalan (failure), yaitu: 1) Kegagalan tipe 1 (failure type 1) yaitu kegagalan yang terjadi pada

bendungan yang masih beroperasi, yang kerusakannya sudah tidak dapat diperbaiki lagi dan bendungan tersebut ditinggalkan begitu saja.

2) Kegagalan tipe 2 (failure type 2) yaitu kegagalan yang terjadi pada bendungan yang masih beroperasi dengan keadaan rusak berat akibat bencana alam, namun kerusakan tersebut dapat diperbaiki sepenuhnya dan bendungan tersebut dapat dioperasikan lagi.

Oleh karena di Indonesia belum pernah ada bendungan besar yang jeboi, maka untuk penentuan probabilitasnya dapat digunakan Tabel 14 sebagai acuan probabilitas terhadap bendungan yang ditinjau.

Tabel 14 Probabilitas untuk 4 Bentuk Kegagalan menurut USCOLD Bentuk kegagalan (failure mode) Probabilitas

Limpasan (Overtopping) 0,49

Erosi Permukaan (Surface Erosion) 0,09

Erosi buluh (Piping) 0,32

Keruntuhan lereng (Mass movement) 0,10

Sumber: DPUBPP, 2003

Parameter P[Cj| Mi]

Parameter P[Cj| Mi] diinterpretasikan sebagai probabilitas dari fisik

bendungan yang merupakan faktor-faktor yang penyebab terjadinya kegagalan (failure). Pada uraian sebelumnya, telah dijabarkan 9 faktor potensial yang menyebabkan terjadinya suatu bentuk kegagalan yang berhubungan dengan kondisi fisik bendungan.

(23)

Tabel 15 Probabilitas P[Cj| Mi] menurut USCOLD

Deskripsi Probabilitas

Adanya penghalang pada saluran bangunan pelimpah 0,3

Kurangnya tinggi jagaan (free board) 0,1

Adanya penghalang pada saluran pengeluaran pada bagian bawah

(low-level outlet) 0,8

Erosi pada bangunan pelimpah (spillway) 0,7 Persyaratan material pelindung permukaan bendungan urugan yang

kurang memadai 0,3

Erosi buluh (piping) pada bendungan tipe urugan 0,7

Piping pada pondasi bendungan tipe urugan 0,3

Longsoran pada bendungan tipe urugan 0,5

Longsoran pada bendungan dan pondasinya 0,5 Sumber: DPUBPP, 2003

Parameter Idam

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya mengenai faktor tingkat kepentigan bendungan (importance of dam), yaitu merupakan hasil perkalian antara bobot faktor kerawanan total (vulnerability) dengan bobot faktor bencana (hazard) atau dengan rumus seperti pada persamaan (4).

Dengan demikian parameter faktor tingkat kepentigan relatif (relative importance of dam) dapat dihutung sesuai dengan rumus pada persamaan (5) yang telah diberikan sebelumnya. Semua tabel yang digunakan untuk perhitungan Idam

dirangkum penulis dalam bentuk formulir isian perhitungan kondisi awal bendungan, seperti disajikan pada Lampiran 3.

Menentukan Kondisi Inspeksi (Condition Function)

Inspeksi atau peninjauan di lapangan (on-site inspection) dilakukan untuk mendapatkan data kondisi fisik bendungan yang sebenarnya, berkaitan dengan tinjauan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ke empat bentuk kegagalan (failure). Tahapan inspeksi di lapangan akan dijelaskan lebih rinci pada Tabel 16 hingga Tabel 24. (DPUBPP, 2003)

Pada tabel-tabel tersebut dijelaskan sembilan faktor-faktor potensial yang menyebabkan terjadinya kegagalan pada bendungan.

Tabel 16 Inspeksi terhadap adanya penghalang

Indikator Bobot

Adanya penghalang pada saluran pelimpah dalam jumlah yang:

Sedikit 7-10

Sedang 4-7

Banyak 0-4

Catatan: Jika tidak ada penghalang, ambil bobot = 10

(24)

Tabel 17 Inspeksi terhadap tinggi jagaan (free board)

Indikator Bobot

Ada pengurangan pada tinggi jagaan akibat naiknya elevasi muka air:

0-10% pengurangan 7-10

10-25% pengurangan 4-7

>25% pengurangan 0-4

Catatan: Jika tidak ada pengurangan, ambil bobot = 10

Tabel 18 Inspeksi terhadap penghalang di saluran pengeluaran bawah (low-level outlet)

Indikator Bobot

Adanya penghalang pada potongan melintang pipa saluran pengeluaran:

0-10% terhalang 7-10

10-25% terhalang 4-7

>25% terhalang 0-4

Inspeksi terhadap pintu air dan katup pada saluran pengeluaran:

Berfungsi selayaknya atau baru diperbaiki 6-10

Jarang dioperasikan akhir-akhir ini 1-5

Tidak dioperasikan 0-1

Katup dan pintu air tidak dapat di buka 0

Catatan: Jika tidak ada penghalang ambil bobot = 10, dan apabila tidak ada saluran pengeluaran, tidak perlu diinspeksi.

Tabel 19 Inspeksi terhadap erosi pada saluran pelimpah

Indikator Bobot

Pengamatan terhadap erosi/kemerosotan bahan pada saluran pelimpah:

Dari tidak adanya erosi/kemerosotan s/d adanya sedikit erosi 7-10 Dari sedikit erosi s/d tingkat erosi sedang 4-7

Dari tingkat sedang s/d tingkat serius 1-4

Tingkat erosi sangat kritis 0

Catatan: Jika tidak ada pengamatan erosi ambil bobot = 10

Tabel 20 Inspeksi terhadap material pelindung permukaan bendungan

Indikator Bobot

Pengamatan pada material proteksi lereng di hulu bendungan:

Dari tidak ada s/d adanya degradasi tingkat sedang pada lereng. 4-10 Dari tingkat sedang s/d degradasi tingkat serius 1-4 Degradasi tingkat sangat kritis (material terlepas) 0 Pengamatan pada material proteksi lereng di hilir bendungan:

Degradasi tingkat rendah (0 – 0,3 m) 7-10

Degradasi tingkat moderat (0,3 – 0,6 m) 5-7

Degradasi tingkat ekstrim (>0,6 m) 0-5

(25)

Tabel 21 Inspeksi terhadap piping pada bendungan tipe urugan

Indikator Bobot

Pengamatan terhadap adanya aliran turbid (keruh)

Kadang-kadang muncul aliran turbid 2-7

Aliran turbid semakin aktif muncul 0-2

Adanya lubang-lubang kecil yang dalam pada permukaan Bendungan 0-5 Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat dari rembesan

(seepage) yang tak terkontrol:

Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan. 5-10 Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan. 4-8

Adanya aliran permukaan yang konstan. 2-7

Meningkatnya aliran permukaan. 0-4

Adanya sisa akar pohon yang tertanan didalam bendungan atau munculnya

lubang atau sarang binatang kecil 0-5

Catatan: Jika tidak ada pengamatan ambil bobot = 10

Tabel 22 Inspeksi terhadap piping pada pondasi bendungan tipe urugan

Indikator Bobot

Pengamatan pada aliran turbid (keruh):

Kadang-kadang muncul aliran turbid 2-7

Aliran semakin aktif muncul 0-2

Adanya lubang-lubang kecil yang dalam pada bendungan, kaki bendungan,

dan ebatmen 0-5

Peningkatan tekanan air pori pada pondasi sebagai akibat dari rembesan (seepage) yang tidak terkontrol pada daerah kaki bendungan dan area ebatmen:

Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan 4-10 Munculnya tempat yang basah pada permukaan bendungan 4-8

Adanya aliran permukaan yang konstan 2-7

Meningkatnya aliran permukaan 0-4

Catatan: Jika tidak ada pengamatan ambil bobot = 10

Tabel 23 Inspeksi terhadap longsoran pada bendungan tipe urugan

Indikator Bobot

Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat dair rembesan (seepage) yang tak terkontrol:

Tumbuhnya vegetasi pada permukaan Bendungan 5-10 Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan 4-8

Adanya aliran permukaan yang konstan 2-7

Meningkatnya aliran permukaan 0-4

Keruntuhan lereng (mass movement) yang akan terjadi sebagai akibat dari adanya retakan (cracking), longsoran dangkal (shallow slides), pergerakan differensial tanah pada bendungan atau antara bendungan dan pondasinya:

(26)

Tabel 24 Inspeksi terhadap longsoran pada bendungan dan pondasinya

Indikator Bobot

Peningkatan tekanan air pori pada bedungan dan pondasinya sebagai akibat dari seepage yang tidak terkontrol:

Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan

Munculnya tempat yang basah pada permukaan bendungan Adanya aliran permukaan yang konstan

Menigkatnya aliran permukaan

5-10 4-8 2-7 0-4 Keruntuhan lereng (mass movement) yang akan terjadi sebagai akibat dari

adanya retakan (cracking), longsoran dangkal (shallow slides), dan pembengkakan (bulging):

Efeknya kecil dan terpusat pada suatu tempat Efeknya besar dan meluas ke seluruh tempat

2-8 0-2 Catatan: Jika tidak ada peningkatan ambil bobot = 10

Perhitungan Indeks Resiko Total

Indeks resiko total yang merupakan nilai untuk menentukan apakah bendungan berfungsi dengan baik, diperoleh dari kombinasi nilai bobot kondisi lapangan (CFi) dengan faktor kepentingan relatif menggunakan persamaan

berikut:

I� =�� ×�10− ���/10 (6)

I���� =�I� (7)

����� = {(���� − �����)/����} × 100 (8)

dimana,

CFj : bobot kondisi lapangan ke j;

RIj : faktor kepentingan relatif kondisi fisik ke j;

IRj : indeks faktor penentu utama total kondisi fisik hasil inspeksi;

IRtot : indeks resiko total;

Idam : faktor tingkat kepentingan awal;

Naman : nilai keamanan bendungan, bernilai dari 0 sampai 100 (Lampiran 3)

Untuk mempermudah pengisian bobot disusun 3 formulir isian yang dapat digunakan oleh petugas dalam melakukan evaluasi tingkat keamanan bendungan. Keseleuruhan formulir tersebut adalah sebagai berikut.

1) Formulir isian untuk perhitungan faktor tingkat kepentingan awal (Idam)

bendungan (Lampiran 3)

2) Formulir isian untuk kondisi fisik di lapangan (Lampiran 4).

3) Formulir isian untuk perhitungan parameter P[Mi| F], P[Cj | Mi], IRtot dan

(27)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Bendungan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2013 sampai dengan Februari 2015.

Gambar 7 Lokasi penelitian : Bendungan Jatiluhur

Alat dan Bahan

Selama penelitian, alat yang digunakan antara lain meteran, instrumentasi geoteknik dan parameter seismisitas, kamera digital, alat tulis, dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan Autocad, Microsoft Word, dan Microsoft Excel. Bahan penelitian yang digunakan antara lain berupa data primer, peta topografi dan Peta Zona Gempa Indonesia 2010.

Tahapan Penelitian

(28)

melakukan analisis ini diperlukan penggabungan dari semua parameter bendungan tersebut. Untuk mendapatkan nilai dari parameter-parameter tersebut ada 6 tahapan yang dilakukan.

1. Menentukan Faktor Kerawanan Total

Faktor kerawanan total didefinisikan sebagai kemampuan bendungan untuk menahan kerusakan yang diakibatkan oleh alam atau kepekaan bendungan terhadap bencana alam dan faktor ini dapat dihitung dengan persamaan (3). Metode indeks resiko berhubungan dengan indikasi adanya potensi tingkat resiko keruntuhan suatu bendungan. Tingkat resiko ini dijumlahkan seperti diuraikan dalam bagan alir pada Gambar 10.

2. Menentukan Faktor Instrinsik

Faktor intrinsik merupakan kondisi awal dari fisik bendungan tipe urugan. Kondisi awal yang dimaksud adalah kondisi pada saat bendungan baru selesai dibangun, atau saat kondisi dan data fisik bendungan masih sesuai dengan desain dan belum mengalami kegagalan (failure). Kondisi awal tersebut terdiri atas tinggi bendungan, tipe bendungan, tipe pondasi dan kapasitas waduk. Klasifikasi tinggi bendungan, tipe bendungan, tipe pondasi dan kapasitas waduk dan bobotnya diberi nilai dengan rentang 1 – 10 pada formulir pengecekan dam.

3. Menentukan Faktor Eksternal

Faktor eskternal adalah faktor pengaruh terhadap bendungan di luar kondisi fisik bendungan, atau dengan kata lain faktor eksternal ini merupakan faktor luar yang berpengaruh terhadap kondisi fisik bendungan yang tentuanya akan berpengaruh terhadap tingkat kerawanan total bendungan tersebut. Faktor eskternal ini terdiri atas 2 faktor, yaitu pengaruh umur bendungan (age of dam) dan kegempaan (seismic). Penilaian bobot untuk pengaruh umur bendungan dan kegempaan diberi nilai dengan rentang 1 – 10 pada formulir pengecekan dam.

4. Menentukan Faktor Kecukupan

Dalam analisis tersebut akan diperhitungkan dua kondisi, yaitu kondisi yang diketahui dan kondisi yang diperkirakan sesuai dengan pengamatan si peninjau. Parameter-parameter tersebut antara lain kecukupan kapasitas pelimpah (spillway adequacy) dan kecukupan faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng (mass movement factor of safety). Kapasitas pelimpah merupakan faktor yang berpengaruh besar pada bendungan. Penentuan bobotnya dari Kecukupan kapasitas pelimpah (D1) juga diisi dengan rentang 1 – 10 pada formulir

pengecekan dam.

5. Menentukan Tingkat Kepentingan Awal

Faktor tingkat kepentingan awal bendungan (importance of dam) merupakan hasil perkalian antara bobot faktor kerawanan total (vulnerability) dengan bobot faktor bencana (hazard). Faktor tingkat kepentingan bendungan (Importance of dam = Idam) dihitung dengan menggunakan persamaan (4). Sesuai dengan bagan

(29)

bendungan (importance of dam) dapat diperoleh untuk suatu bendungan yang akan ditinjau.

6. Menentukan Nilai Indeks Resiko Total

Indeks resiko total yang merupakan nilai untuk menentukan apakah bendungan berfungsi dengan baik, diperoleh dari kombinasi nilai bobot kondisi lapangan (CFi) dengan faktor kepentingan relatif. Indeks resiko total dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan (6) sampai dengan (8).

Analisis Data

Analisis data untuk mendapatkan indeks resiko dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan AutoCAD 2012. Secara umum, prosedur penelitian disajikan pada Gambar 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kondisi Bendungan Jatiluhur

Bendungan Jatiluhur terletak di Desa Jatiluhur, Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat (Gambar 7). Bendungan ini dikelola oleh Perum Otorita Jatiluhur, dengan konsultan Coyne et Bellier dan kontraktor Compagnie Francais d’Enterprise dari Perancis. Pembangunannya dilaksanakan dari tahun 1957 sampai dengan 1967. Waduk Serba Guna Ir. H. Juanda Jatiluhur berada pada Sungai Citarum di Kabupaten Purwakarta disamping dua waduk lainnya yaitu Waduk Cirata dan Waduk Saguling yang berada di hulu Bendungan Jatiluhur.

Tujuan utama Bendungan Jatiluhur yaitu untuk mencukupi kebutuhan bahan pangan nasional yaitu beras disamping penyediaan air baku untuk berbagai kepentingan bagi propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta serta pengendalian banjir. Bendungan Jatiluhur merupakan danau buatan yang mempunyai daya tampung air yang terbesar di Indonesia kurang lebih kurang 3 milyar m3. Data teknis dan data hidrologi Bendungan Jatiluhur secara umum disajikan pada Tabel 25 sampai dengan Tabel 27.

Tabel 25 Data Hidrologi dan Waduk Bendungan Juanda Data hidrologi: Keterangan

Anak Sungai Cisomang, Cilalawi

Induk Sungai Citarum

(30)

22

Tabel 26 Data Umum Bendungan Jatiluhur Parameter Nilai atau

Besaran Parameter

Nilai atau Besaran Manfaat irigasi (ha) 242.000 Lebar puncak (m) 10,00 Manfaat listrik (MWH/thn) 850.000 Volume (m3) 9.100.100,00 Manfaat air baku (m3/dt) 11 Elevasi MAB (m) +111,60 Elevasi puncak (m) 114,50 Elevasi MAM (m) +107,00 Jagaan MAB (m) 3,00 Volume MAB (106 m3) +87,50 Jagaan MAN (m) 7,50 Volume MAN (106 m3) 2893,00 Panjang puncak (m) 1.222,00 Volume mati (106 m3) 2.556,00 Volume efektif (106 m3) 1.790,00

Gambar 8. Skema Bendungan Jatiluhur

Tabel 27 Data Pelimpah dan Bendungan Pengeluaran Bendungan Juanda Parameter Nilai atau Besaran

Tipe morning glory, ogee tanpa pintu

Q desain (m3/dt) 8.000,00

Periode ulang (thn) 10.000,00 Panjang mercu (m) / garis tengah (m) 157,00 / 90,00 Bangunan pengeluaran untuk irigasi:

Tipe tailrace

Bentuk penampang circle

Ukuran (lebar x tinggi) 6 x 45

Garis tengah (m) 5,2

Jumlah (unit) 4

Panjang (m) 150,5

Tipe operasional tailrace tunnel

(31)

Inspeksi Lapangan

Bendungan Jatiluhur terdiri atas beberapa bendungan yaitu bendungan utama, bendungan pembantu (sadle dam) Ubrug, Ciganea dan Pasir Gombong. Bendungan ini dikeloha oleh Perum Jasa Tirta II, untuk pemeliharaan dan pengawasan bendungan yang cukup luas dan menyeluruh dengan kepadatan penduduk sekitarnya yang begitu besar, serta memerlukan tenaga ahli dan petugas lapangan yang terampil.

Bendungan utama merupakan bendungan urugan batu dengan inti kedap air tanah liat miring (Rockfill Inclined Clay Core). Memiliki tinggi maksimum 105 m dari pondasi terdalam dan panjang 1.220 m. Volume timbunan sebesar 9,1 juta m3. Tubuh bendungan berdiri di atas lapisan sand stone dan clay stone. Batu penutup pada lereng udik adalah batuan beku jenis andesit yang ada di sekitar bendungan. Kemiringan lereng udik 1V:1,35H hingga 1V:1,5H. Kemiringan lereng hilir 1V:1,35H dengan lereng yang berada di bawah elevasi +90 m dpl ditutup menggunakan random material dengan kemiringan 1V:4H. Elevasi banjir maksimum pada +111,6 m dpl dengan kapasitas pelimpah 3.000 m3/s.

Pada saat inspeksi lapangan, muka air waduk terletak pada elevasi +107,67 m sedangkan muka air normal terletak pada elevasi +107,00 m. Pengamatan visual puncak bendungan dilakukan pada tiga segmen, yaitu lining kiri, lining kanan dan bagian tengah bendungan. Berdasarkan hasil pengamatan visual, secara umum puncak bendungan (pada ketiga segmen) dalam kondisi baik dan normal. Tanah amblas dan liang binatang tidak ditemukan di puncak bendungan.

Berdasarkan hasil inspeksi dilapangan, terlihat retak memanjang di permukaan dekat lining hilir dengan dimensi retakan sepanjang ± 116 meter dan di sekitar patok geser C14 dengan kedalaman ± 12 cm lebar ± 3 cm. Selain itu, terdapat rumput liar yang tumbuh di sepanjang lining puncak bendungan sehingga lubang drainase tersumbat. Daerah yang tergenang di sekitar patok geser ST61 dan aspal yang bergelombang/lendutan juga berpotensi tergenang air pada saat hujan.

Perlu dilakukan upaya perbaikan pada retak memanjang dan pemantauan terhadap aspal yang bergelombang agar anomali tersebut tidak semakin meluas. Salah satu solusi yang dapat dilakukan yaitu pengisian material pada gejala retak memanjang, pengaspalan ulang di daerah yang bergelombang dan memperbanyak frekuensi babadan rumput di lining udik dan lining hilir bendungan.

Berdasarkan hasil pemantauan deformasi vertikal yang terjadi pada bendungan di puncak hingga kaki bendungan, ditemukan deformasi vertikal di daerah puncak, lereng dan kaki bendungan. Namun, deformasi vertikal pada kaki bendungan masih cukup kecil dibandingkan pada puncak dan lereng bendungan Jatiluhur. Diperlukan upaya pemantauan dan evaluasi secara terus menerus.

(32)

cukup baik dan tidak nampak gejala kerusakan struktur. Bocoran yang teramati pada bangunan ini, baik di dalam maupun di bagian luar terowongan berasal dari bocoran batuan dasar. Kondisi bangunan pelimpah secara umum normal, dan tidak terlihat adanya gejala kerusakan struktur. Namun, dari hasil pengamatan perilaku kondisi struktur bangunan, masih terjadi pergerakan vertikal ke bawah dan lapisan morning glory bagian dalam sudah terkelupas. Pada Bendungan Ir. Juanda (Jatiluhur) terpasang 6 jenis instrumen, yaitu piezometer (20 buah tipe radio telemac, 25 buah tipe Casagrande, 51 buah tipe vibrating wire, 4 buah tipe hydraulic), sumur observasi (22 buah OW), patok geser (123 buah), strong motion accelerograph (3 buah), inklinometer (3 buah) dan settlement apparatus (5 buah teleniveau) pada pondasi dan tubuh bendungan. (BKB, 2003)

Evaluasi Hasil Pemantauan Instrumentasi Bendungan Jatiluhur

Data hasil pemantauan diperoleh dari pengawas bendungan dalam format digital (.xls), sehingga langsung dapat digunakan untuk hasil pemantauan. Evaluasi instrumen bendungan dilakukan dengan menggunakan data pemantauan terhadap deformasi vertikal (patok geser), deformasi horisontal (patok geser), perubahan tekanan air pori (pisometer) dan bocoran (V-notch). Bendung merupakan bangunan yang selalu berhubungan dengan air (Harseno & Daryanto 2008). Untuk mengetahui rembesan pada bendung, salah satu metode yang dapat digunakan yaitu menggunakan piezometer. Hasil pemantauan tekanan air pori Januari sampai dengan Desember 2013 menunjukkan tekanan air pori pada piezometer yang terpasang di beberapa titik di bendungan utama masih memberikan respon terhadap perubahan Tinggi Muka Air (TMA) waduk dan masih dalam batas normal serta tidak ditemukan adanya anomali yang ekstrim.

Pemantauan tekanan air pori Bendungan Jatiluhur menggunakan piezometer tipe elektrik dan tipe cassagrande (pipa terbuka). Gambar 9 menunjukkan hubungan antara tekanan air pori dan tinggi muka air (TMA) waduk hasil pembacaan instrumen electric piezometer yang ada di bendungan utama.

Gambar 9 Tekanan air pori pada piezometer 300L dan TMA waduk tahun 2013 Untuk mengetahui kestabilan bendung, dilakukan pengukuran debit bocoran dengan menggunakan V-notch yang dipasang pada daerah kaki bendungan sebelah kiri (V-notch L) dan sebelah kanan (V-notch R). Pada V-notch sebelah kiri, debit

(33)

rembesan yang terpantau terukur maksimum sebesar 2,523 L/detik terjadi pada bulan Maret dan April 2013. Debit minimum yang terukur sebesar 1,236 L/det terjadi pada bulan Mei-Desember 2013.

Pada V-notch sebelah kanan, debit rembesan yang terukur tidak menunjukkan korelasi dengan TMA waduk. Pada alat pengukur rembesan V- Notch kanan tercatat debit maksimum sebesar 9,068 L/det terjadi pada tanggal 24 Desember 2013, sedangkan debit minimum sebesar 0,015 L/det terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret dan April 2013. Penampakan V-notch yang ada di bendungan Jatiluhur disajikan pada Gambar 10. Seluruh hasil perhitungan parameter kemudian direkap dan disajikan pada Tabel 28 dalam bentuk analis stabilitas pengaruh gempa.

Gambar 10 Bentuk dan penampang V-notch bendungan sebelah (a) kiri dan (b) kanan

Hasil pemantauan deformasi vertikal menunjukkan telah terjadi penurunan kumulatif sebesar 72 mm sampai dengan 189 mm dibandingkan dengan initial Tahun 2001. Terjadi penurunan sebesar 1 mm sampai dengan 7 mm dibandingkan dengan tahun 2012. Gambar 11 memperlihatkan pergerakan vertikal tubuh bendungan yang terukur pada lubang bor IC260L

Gambar 11 Pergerakan vertikal Bendungan Jatiluhur pada lubang bor IC260L Pengukuran gerakan horizontal dilakukan dengan alat ukur sudut dan jarak. Gambar 12 menunjukkan foto lokasi pengukuran dan pelaksanaan pengukuran gerakan horizontal tubuh bendungan Jatiluhur.

-80 -70 -60 -50 -40 -30 -20 -10 0

-200.00 -150.00 -100.00 -50.00 0.00

K

edal

am

an (

m

)

(34)

Gambar 12. Deformasi horizontal Bendungan Jatiluhur pada patok geser P26 dan P30

Hasil Analisis Stabilitas Pengaruh Gempa

Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa Bendungan Juanda tidak stabil akibat pengaruh gempa, baik pada perioda ulang T = 100 tahun maupun T = 5000 tahun. Hasil analisis stabilitas pengaruh gempa menggunakan metode indeks resiko disajikan pada Tabel 28 sampai dengan Tabel 32.

Tabel 28 Percepatan gempa desain Bendungan Jatiluhur Perioda ulang T

(tahun)

Peta zona 99-Fukushima

Peta zona 04-Fukushima

Peta zona 04-Joyner Z ad (g) Z ad (g) Z ad (g)

100 1,23 0,191 1,215 0,215 1,15 0,194

5000 1,23 0,331 1,215 0,354 1,15 0,322 10000 1,23 0,351 1,215 0,374 1,15 0,343

Tabel 29 Kelas resiko Bendungan Jatiluhur

No Pengaruh resiko Ukuran Faktor resiko Bobot

1 Kapasitas (106m3) 2.448 FRk 6

2 Tinggi (m) 105,00 FRt 6

3 Kebutuhan evakuasi (jumlah orang) Ekstrim FRe 12

4 Tingkat kerusakan hilir Ekstrim FRh 12

FRtot 36

Klasifikasi Ekstrim (IV)

Tabel 30 Percepatan gempa desain untuk analisis dinamik Bendungan Jatiluhur No Perioda ulang T

(tahun) ad (g)

Ko = 0,5*ad

(g)

K pada Y/H

0,25 0,5 0,75 1,00 1 100 0,191 0,096 0,195 0,162 0,148 0,134 2 5000 0,331 0,166 0,295 0,281 0,257 0,232 3 10000 0,351 0,176 0,358 0,298 0,272 0,246

-900 -600 -300 0 300 600

(35)

Tabel 31 Hasil analisis stabilitas pengaruh gempa kondisi steady seepage

Tabel 32 Hasil analisis kelas resiko bendungan terhadap gempa

No Parameter Bendungan Nilai Parameter Bobot Bobot 1 Faktor intrinsik (kondisi awal) (I)

Perhitungan Faktor Penentu Utama dari Data Inventarisasi Bendungan Jatiluhur

Faktor kerawanan total (V) didefinisikan sebagai kemampuan bendungan untuk menahan kerusakan yang diakibatkan oleh alam atau kepekaan bendungan terhadap bencana alam. Faktor ini dihitung dengan Persamaan (3) dan diperoleh nilai V sebesar 75. Faktor tingkat kepentingan awal Bendungan dalam inventarisasi bendungan (importance of dam) Jatiluhur merupakan hasil perkalian antara bobot faktor kerawanan total (vulnerability) dengan bobot faktor bencana. Untuk nilai Idam, dengan menggunakan persamaan (4) diperoleh nilai sebesar 750.

(36)

Tabel 33 Probabilitas untuk 4 Bentuk Kegagalan menurut USCOLD Bentuk kegagalan (failure mode) Probabilitas

Limpasan (Overtopping) 0,49

Erosi Permukaan (Surface Erosion) 0,09

Erosi buluh (Piping) 0,32

Keruntuhan lereng (Mass movement) 0,10 Sumber: DPUBPP, 2003

Sebagai pedoman dalam menentukan probabilitas untuk parameter P[Cj] Mi

ini, dapat digunakan hasil penelitian dari USCOLD (Tabel 34). Probabilitas dari 9 faktor potensial yang menyebabkan terjadinya kegagalan pada bendungan.

Tabel 34 Probabilitas P[Cj| Mi] menurut USCOLD

Deskripsi Probabilitas

Adanya penghalang pada saluran bangunan pelimpah 0,3

Kurangnya tinggi jagaan (free board) 0,1

Adanya penghalang pada saluran pengeluaran pada bagian bawah (

low-level outlet) 0,8

Erosi pada bangunan pelimpah (spillway) 0,7 Persyaratan material pelindung permukaan bendungan urugan yang

kurang memadai 0,3

Erosi buluh (piping) pada bendungan tipe urugan 0,7

Piping pada pondasi bendungan tipe urugan 0,3

Longsoran pada bendungan tipe urugan 0,5

Longsoran pada bendungan dan pondasinya 0,5 Sumber: DPUBPP, 2003

Menentukan Kondisi Inspeksi (condition function)

(37)

Tabel 35 Klasifikasi Kondisi Keamanan Bendungan

Tindakan yang diperlukan Kondisi beban banjir desain dan gempa desain

Tidak diperlukan tindak lanjut.

2 65-75 Cukup Aman

Kemungkinan kurang aman terhadap banjir desain dan gempa desain

Diperlukan analisis untuk memastikan dapat tidaknya waduk beroperasi seperti biasa.

3 55-64 Kurang

memuaskan Aman

Kurang aman,

Diperlukan studi dan investigasi lebih lanjut untuk memastikan parameter desain, peralatan dan perilaku bendungan.

4 <55

Tidak baik / tidak memuaskan

Tidak aman Tidak aman

Diperlukan tindakan segera untuk memecahkan persoalan; penghentian sementara operasi waduk atau pembatasan operasi waduk.

Analisis Indeks Resiko Total

Indeks resiko total merupakan nilai untuk menentukan apakah bendungan berfungsi dengan baik (DPU, 2000). Nilai ini diperoleh dari kombinasi nilai bobot kondisi lapangan (CFi) dengan faktor kepentingan relatif. Dengan menggunakan

Persamaan (6) sampai (8), diperoleh nilai akhir berupa nilai keamanan (Naman)

sebesar 83.04. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi Naman

yang disajikan pada Tabel 35.

IRtotal 0 127.22 187.5 262.5 337.5 750

(38)

Gambar 13 Grafik hubungan antara Indeks Resiko Total dan Nilai Keamanan

Tabel 35 menggambarkan empat kategori tingkat keamanan bendungan. Dengan nilai Naman hasil perhitungan sebesar 83.04, Gambar 13 memperlihatkan

hubungan Indeks resiko total dan Nilai keamanan Bendungan Jatiluhur. Jika nilai IRtotal melebihi dari 187.5 maka status Bendungan Jatiluhur akan berubah.

Bendungan Jatiluhur termasuk dalam kondisi memuaskan. Kondisi ini merupakan kondisi yang paling baik dan tidak perlu adanya penanganan khusus. Bendungan mampu beroperasi pada beban biasa maupun beban biasa. Hal yang perlu dilakukan yaitu monitoring secara rutin untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti timbul retakan atau longsoran di hilir bendung.

Dampak Perubahan Iklim Pada Dam Jatiluhur

Pada tahun 2011 elevasi permukaan Waduk Jatiluhur turun sekitar 7 m. Tinggi permukaan air waduk tersebut turun dari 101m (prediksi pada awal April 2011) menjadi hanya 93,88 m. Penurunan muka air waduk disebabkan oleh minimnya curah hujan di daerah tersebut beberapa terakhir akibat perubahan iklim, sehingga pasokan air ke daerah irigasi dikurangi. Hal tersebut dapat dilihat dari pasokan normal yang besarnya 145000 m3/dt saat ini hanya sekitar 110000 m3/dt.

Waduk Jatiluhur seluas 8000 ha ini melayani kebutuhan air langsung untuk 240000 ha sawah di daerah Purwakarta, Karawang, Bekasi dan Indramayu. Selain itu, secara tidak langsung waduk juga memasok kebutuhan air untuk daerah irigasi di Selatan Jatiluhur yang luasnya mencapai 56000 ha.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keamanan dam yaitu faktor kerawanan total, faktor intrinsik, faktor eksternal, faktor kecukupan dan faktor tingkat kepentingan awal bendungan telah diidentifikasi. Hasil perhitungan, diperoleh nilai faktor tingkat kepentingan awal (Idam) sebesar 750, indeks resiko total (IRtot)

sebesar 127.22 dan nilai keamanan (Naman) sebesar 83.04. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa tingkat keamanan Bendungan Jatiluhur termasuk dalam kategori memuaskan karena nilai Naman diatas 75.

Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Andersen GR, Chouinard LE, Bouvier CJ, Back WE. 2001. Ranking Procedure on Maintenance Tasks for Monitoring of Embankment Dams. Journal of Geotechnology and Geoenvironmental Engineering, 125 (4): 88-96

[BKB] Balai Keamanan Bendungan, Ditjen Sumber Daya Air. 2003. Pedoman Inspeksi Keamanan Bendungan.

[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2000. Tata Cara Pengendalian Mutu Bendungan Urugan. Pd. T-17-2000-03. Kep Men Pekerjaan Umum No: 08/KPTS/T/2000

[DPUBPP] Departemen Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan, 2003. Tingkat keamanan bendungan di Jawa.Volume III: Jawa Barat. Pusat Litbang Sumberdaya Air. Bandung

[DPPW] Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2004. Pedoman Konstruksi dan Bangunan: Analisis stabilitas bendungan tipe urugan akibat beban gempa. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Jakarta. Hadihardjaja IK. 2006. Analisis Kehandalan Pengoperasian Optimal Waduk

Kaskade Citarum Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air Baku. Jurnal Desain dan Konstruksi. 5(1): 21-35

Harseno E, Daryanto E. 2008. Tinjauan Tinggi Tekanan Air di Bawah Bendung dengan Turap dan Tanpa Turap pada Tanah Berbutir Halus. Majalah Ilmiah UKRIM Edisi 2 Volume 13.

Institut VNIIG Vedeneeva.2000. Рекомендации по обследованию гидротехнических сооружений с целью оценки их безопасности (Pedoman untuk observasi bendungan untuk evaluasi keamanan bendungan) II 92-2001. Sankt Pitersburg.

Kamoliddinov A. 2008. Безопасность гидротехнических сооружении в

Таджикистане (Evaluasi keamanan bangunan air di Tajikistan)

Universitas McGill. Tashkent

Najoan TF, Soetijono C. 2002. Metode Analisis Stabilitas Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan Seri Bangunan Air. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air. ISBN 979-3197-20-X.

Otani K. 2014. Prospek Positif Masa Depan Bendungan. Wikamagz, Edisi 1, Tahun 2014: 14-19

Pradana H.A. 2012. Analisis Struktur Bendungan Krenceng terhadap Gempa. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(41)
(42)

34

(43)

Lampiran 2 Peta bencana untuk Jawa Barat dan lokasi bendungan-bendungan

(44)

36

Lampiran 3 Hasil Perhitungan Faktor Tingkat Kepentingan Awal Bendungan (Idam)

Bobot faktor yang ditentukan Parameter Bobot Parameter Bobot

1

Tanah overkonsolidasi (TOC), Batuan Lunak Tanah Aluvium

1

Kondisi tidak diketahui:

1. Kapasitas pelimpah kurang dari yang dibutuhkan (KP4)

2. Kapasitas pelimpah lebih besar dari yang dibutuhkan (KP5)

5

1. Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng kurang dari yang disyaratkan (FK3)

2. Faktor keamanan terhadap keruntuhan lereng melebihi dari yang disyaratkan (FK4)

4

Tinggi sampai sangat tinggi (T sampai ST)

Sedang

Rendah sampai sangat rendah (R sampai SR)

1

5

10

(45)

Lampiran 4 Hasil Pengamatan parameter fisik di lapangan

Bendungan: Jatiluhur SWS: Citarum

Kabupaten: Purwakarta Propinsi: Jawa Barat

Tanggal: 12/05/2014 Elev. air waduk +107.67 m Elev.air normal: +107,00 m

Elevasi air banjir: Elevasi puncak:

Idam

750,00

No. Parameter inspeksi

Bobot faktor yang ditentukan Parameter

Bobot

Nilai Bobot

Parameter Bobot

1

Penghalang pada saluran

pelimpah.

Ada penghalang pada saluran pelimpah dalam jumlah yang:

Ada pengurangan pada tinggi jagaan akibat naiknya elevasi muka air.

0-10 % Pengurangan 10-25 % Pengurangan > 25 % Pengurangan

7-10

Ada penghalang pada pipa saluran pengeluaran bendungan:

Pengamatan terhadap erosi pada saluran pelimpah:

1. Dari tidak ada erosi s.d ada sedikit erosi 2. Dari sedikit erosi s.d erosi tingkat sedang. 3. Dari erosi tingkat sedang s.d tingkat serius.

7-10

Pengamatan pada material proteksi lereng di hulu bendungan

1. Dari tidak ada s.d adanya degradasi tingkat sedang pada lereng.

2. Dari tingkat sedang s.d degradasi tingkat serius.

3. Degradasi tingkat serius (material terlepas).

4-10 Pengamatan pada material proteksi lereng di

hilir bendungan

1. Degradasi tingkat rendah [0 – 0,3 m] 2. Degradasi tingkat sedang [0,3 – 0,6] 3. Degradasi tingkat serius [> 0,6 m]

7-10

Pengamatan terhadap adanya aliran turbid 1. Kadang-kadang muncul aliran turbid 2. Aliran semakin aktif muncul.

2-7 Ada lubang-lubang kecil yang dalam pada

permukaan bendungan. Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat dari rembesan (seepage) yang tidak terkontrol

1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan

2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan

(46)

Lampiran 4. (Lanjutan)

N

o. Parameter inspeksi

Bobot faktor yang ditentukan Parameter Bobot

Nilai Bobot

Parameter Bobot

7

Erosi buluh (piping) pada fondasi bendungan

tipe urugan.

Pengamatan pada aliran turbid 1. Kadang-kadang muncul aliran turbid

2. Aliran semakin aktif muncul.

2-7

0-2 CF7

7

9

8 Ada lubang-lubang kecil yang dalam

pada bendungan, kaki bendungan, dan ebatmen

0-5

Peningkatan tekanan air pori pada fondasi sebagai akibat rembesan (seepage) yang tidak terkontrol pada area kaki bendungan dan area ebatmen.

1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan

2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan

3. Adanya aliran permukaan yang konstan

4. Meningkatnya aliran permukaan.

5-10 bendungan tipe urugan

Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat rembesan (seepage) yang tidak terkontrol. 1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan.

2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan.

3. Adanya aliran permukaan yang konstan.

4. Meningkatnya aliran permukaan.

5-10 Keruntuhan lereng (miss movement)

yang akan terjadi sebagai akibat adanya retakan (cracking), longsoran dangkal (shallow slides), pergerakan diferensial tanah pada bendungan atau antara bendungan dan fondasinya.

1. Efeknya kecil dan terpusat pada suatu area

2. Efeknya besar dan meluas ke seluruh area.

9

Longsoran pada pondasi bendungan

Peningkatan tekanan air pori pada bendungan sebagai akibat rembesan (seepage) yang tidak terkontrol. 1. Tumbuhnya vegetasi pada permukaan bendungan.

2. Munculnya area yang basah pada permukaan bendungan.

3. Adanya aliran permukaan yang konstan.

4. Meningkatnya aliran permukaan. Keruntuhan lereng (miss movement) yang akan terjadi sebagai akibat adanya retakan (cracking), longsoran dangkal (shallow slides), pergerakan diferensial tanah pada bendungan atau antara bendungan dan fondasinya.

1. Efeknya kecil dan terpusat pada suatu area

(47)

Lampiran 5. Analisis Parameter P [Mi| F] dan P[Cj| Mi] untuk Penilaian

Keamanan Bendungan Jatiluhur

Bendungan: Jatiluhur(04) SWS: Citarum

Kabupaten: Purwakarta Propinsi: Jawa Barat

Tanggal: 7/05/2014 Elev. air waduk: + 107.67 m

Elev.air normal: +107,00 m

IRtot

Faktor penentu kondisi fisik hasil inspeksi (CFi)

Indeks faktor

Erosi buluh pada tubuh

Erosi buluh pada fondasi

Catatan: Idam adalah faktor tingkat kepentingan awal bendungan

Rli adalah faktor penentu relatif,

IRi adalah indeks resiko ke-I,

IRtot adalah indeks resiko total,

(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surkhandarya Region (Uzbekistan) pada tanggal 17 Maret 1986 dari pasangan Bapak Tulkun Ishbaev dan Ibu Rohilahon Ishbaeva. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari mayor Financy di Agro-Bussines Collage of Termez, Uzbekistan dan pada tahun 2005 diterima di Departemen “

Гидротехника Иншоотлари ва Насос Станцияларидан Фойдаланиш” (Teknik Maintenance Bangunan Air) di Fakultas “Гидротехника Иншоотлари Курилиши” (Pembangunan bangunan air), “Тошкент Ирригация ва Мелиорация

Институти” (Institut Irigasi dan Meliorasi Tashkent), Uzbekistan melalui seleksi masuk IIMT. Penulis lulus pendidikan sarjana pada tahun 2011.Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB diperoleh pada tahun 2012 dengan beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB).

Gambar

Gambar 2.  Bentuk umum dan distribusi beban dari e mbankment dam
Gambar 5  Distribusi beban pada bendungan lengkung
Tabel 4. Resiko gempa (RN ,%) untuk berbagai masa guna dan periode ulang (T)
tabel bobot (score) yang telah dikembangkan oleh Andersen et al. (2001). Untuk
+7

Referensi

Dokumen terkait