• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Hama Pascapanen Pada Biji Kakao (Theobroma cacao L.) di Sulawesi Selatan dan Pengendalian Araecerus fasciculatus (De Gerr) Menggunakan Kantung Hermetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inventarisasi Hama Pascapanen Pada Biji Kakao (Theobroma cacao L.) di Sulawesi Selatan dan Pengendalian Araecerus fasciculatus (De Gerr) Menggunakan Kantung Hermetik"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI HAMA PASCAPANEN PADA BIJI KAKAO

(Theobroma cacao L.) DI SULAWESI SELATAN DAN

PENGENDALIAN Araecerus fasciculatus (De Geer)

MENGGUNAKAN KANTUNG HERMETIK

SAFRIAL GUSPRATAMA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Inventarisasi Hama Pascapanen pada Biji Kakao (Theobroma cacao L.) di Sulawesi Selatan serta Pengendalian Araecerus fasciculatus (De Geer) Menggunakan Kantung Hermetik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Safrial Guspratama

(3)

ABSTRAK

SAFRIAL GUSPRATAMA. Inventarisasi Hama Pascapanen Pada Biji Kakao

(Theobroma cacao L.) di Sulawesi Selatan dan Pengendalian Araecerus

fasciculatus (De Geer) Menggunakan Kantung Hermetik. Dibimbing oleh IDHAM

SAKTI HARAHAP.

Indonesia adalah negara kedua terbesar di dunia dalam produksi biji kakao (849,875 metrik ton tahun 2011) setelah pantai gading (1.6 juta metrik ton). Biji kakao yang diekspor ke Amerika sering mengalami “automatic detention” akibat infestasi hama pascapanen. Penelitian ini bertujuan (a) Inventarisasi keragaman pada hama pascapanen biji kakao, (b) merekomendasikan penggunaan kantung hermetik untuk penyimpanan biji kakao kering. Penelitian ini dilakukan dalam dua langkah: ( 1 ) survei lapangan dan ( 2 ) pengujian penggunaan kantung hermetik/ kedap udara untuk menyimpan biji kakao kering. Survei lapangan dilakukan di Kabupaten Luwu Utara, Bantaeng, Bulukumba dan Kota Makassar. Kantung

hermetik menggunakan “kantung semar” dan dikombinasikan menggunakan

kantung polipropilena sebagai kontrol. Spesies serangga yang ditemukan pada kakao dari gudang eksportir didominasi oleh Ephestia sp., Araecerus fasciculatus,

dan Liposcelis sp. Dalam uji coba penyimpanan kedap udara/ hermetik, angka

kematian mencapai 100 % terdapat pada semua waktu penyimpanan 1,2 dan 3 bulan. Sistem penyimpanan menyebabkan penurunan kadar oksigen ( hingga 2% dalam 1 bulan, 0.9% dalam 2 bulan, dan 0.5% dalam 3 bulan ) dan peningkatan karbon dioksida ( sampai 20% dalam 1 bulan dan 22-23% dalam 2 dan penyimpanan 3 bulan ).

Kata kunci: Inventarisasi, kakao, hama pascapanen, penyimpanan hermetik

ABSTRACT

SAFRIAL GUSPRATAMA. Inventory of Postharvest Pests in Cocoa Beans

(Theobroma cacao L.) in South Sulawesi and Araecerus fasciculatus (De Geer)

Control Using Hermetic Storage. Supervised by IDHAM SAKTI HARAHAP.

Globally, Indonesia is the second largest cocoa producer (849.875 metric ton in 2011) after Ivory Coast (1.6 million metric ton). Cocoa beans exported to the

United States often get “automatic detention” due to insect infestation.The objectives of these research were (a) to inventory the diversity of postharvest pest of cocoa beans, (b) to develop recommendation for good storage practices using hermetic plastic bags for keeping dried cocoa beans in storage. Research was conducted in two steps: (1) field survey and (2) bioassay on the use of hermetic plastic bags to store dried cocoa beans. Field survey was conducted in the center of cocoa bean production in South Sulawesi, specifically in Kabupaten Luwu Utara, Bantaeng, Bulukumba and the City of Makassar. Hermetic plastic bags used were

“Kantung Semar” and compared with polypropylene bags as control. Insect species

found on cocoa bean samples from exporters warehouses were dominated Ephestia cautella, Araecerus fasciculatus, Liposcelis sp., In hermetic storage trials, 100% mortality was found on all storage time, 1, 2, and 3 months. This kind of storage system causes a decrease in oxygen content (up to 2% in 1 month, 0.9% in 2 months, and 0.5% in 3 months) and an increase in carbon dioxide (to 20% in 1 month and 22-23% in 2 and 3 months storage).

(4)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

INVENTARISASI HAMA PASCAPANEN PADA BIJI KAKAO

(Theobroma cacao L.) DI SULAWESI SELATAN DAN

PENGENDALIAN Araecerus fasciculatus (De Geer)

MENGGUNAKAN KANTUNG HERMETIK

SAFRIAL GUSPRATAMA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Judul Usulan : Inventarisasi Hama Pascapanen Pada Biji Kakao

(Theobroma cacao L.) di Sulawesi Selatan dan

Pengendalian Araecerus fasciculatus (De Gerr) Menggunakan Kantung Hermetik

Nama Mahasiswa : Safrial Guspratama

NIM : A34090061

Disetujui oleh

Dr.Ir Idham Sakti Harahap, M.Si Dosen Pembimbing

Diketahui oleh,

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen

(7)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang atas kuasa dan kehendak-Nya Penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir yang berjudul Inventarisasi Hama Pascapanen Pada Biji Kakao (Theobroma cacao L.) di Sulawesi Selatan dan Pengendalian

Araecerus fasciculatus (De Gerr) Menggunakan Kantung Hermetik. Ucapan

terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan juga bimbingan selama proses penelitian berlangsung dimulai dari bulan Maret hingga Oktober 2013. Terimakasih juga teruntuk keluarga, rekan-rekan, yang telah memberikan dukungan nyata bagi penelitian ini. Ucapan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Kedua orang tua Ali Hamidi dan Nina Rostiana yang selalu memberikan support. Kedua adik Ahmad Hambali, Ahmad Shiddiq dan seluruh keluarga besar di rumah.

2. Pembimbing Skripsi Dr.Ir Idham Sakti Harahap M.Si yang tak kenal lelah memberikan bimbingan dari awal hingga kelulusan. Bapak telah memberikan saya kesempatan dan wawasan dari luar daerah.

3. Supervisi Lab SEAMEO Biothrop Ibu Ir. Sri Widayanti dan teknisi Lab Bapak Eeng atas semua bantuan dan bimbingan selama di Lab.

4. Rekan-rekan di kampus Nadzirum Mubin SP, dkk yang membantu dan memberikan motivasi. Semoga kesuksesan menyertai kalian.

5. Rekan-rekan di Universitas Hassanudin Makassar , Ibu Vien, Mias, Lhastry, Sry, dan Pak Anto yang mendukung kelancaran penelitian disana.

6. Rekan-rekan satu organisasi di KAMMI, dan WASILAS yang selalu memberikan inspirasi, doa, dan dukungan.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan kepadanya. Penulis memohon maaf bila dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan.

Bogor, Juni 2014

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Inventarisasi Serangga Hama Gudang Penyimpanan Biji Kakao 3

Tempat dan Waktu 3 Bahan dan Alat 3

Pelaksanaan Survei 3

Pengujian Kemasan Kantung Hermetik 3 Tempat dan Waktu 3 Bahan dan Alat 4

Perbanyakan Serangga 4 Persiapan Biji Kakao 4

Persiapan Kantung Hermetik dan Polyprophylene 4

Pengukuran kadar air, CO2, O2, Lemak, dan Asam Lemak Bebas 5

Masa Perlakuan Pengujian Kantung Hermetik 6

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Inventarisasi Serangga Hama Gudang Penyimpanan Biji Kakao 8

Karakteristik Petani 8 Karakteristik Pedagang Pengumpul 19 Karakteristik Eksportir 21

Pengujian Kantung Hermetik 26

Mortalitas Serangga Uji 24

Kadar CO2 24

(9)

Kadar Air 27

Kadar Lemak 27

Kadar Asam Lemak bebas 28

Kehilangan Hasil 28

KESIMPULAN SARAN 32

Kesimpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

(10)

DAFTAR TABEL

No Hal

1 Standar mutu biji kakao menurut SNI No 01-2323-2002 18 2 Rata-rata kelimpahan populasi Liposcelis spp. pada luasan 900 cm 23 3 Persentase hasil pengujian kantung hermetik menampilkan

korelasi mortalitas, kadar O2, dan kadar CO2 26 4 Persentase hasil pengujian kantung hermetik menampilkan hasil

pengujian yang berdampak terhadap kualitas biji kakao 29

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1 Toples-toples tempat perbanyakan Araecerus fasciculatus sebagai

Serangga uji 4

2 Proses menuju pengemasan biji kakao di Cikalong Wetan Kabupaten Bandung yang akan dikirim ke SEAMEO BIOTROP

Kota Bogor 5

3 Klep untuk mengukur kadar oksigen dan karbon dioksida 5 4 Proses pengukuran kadar air, kadar oksigen dan karbon dioksida

pada biji kakao (a) grain moisture meter untuk mengukur kadar air (b) oksigen dan karbon dioksida meter (c) proses pengukuran kadar oksigen / karbon dioksida menggunakan oksigen/karbon

dioksida meter 6

5 Perlakuan penyimpanan dalam pengujian kantung hermetik (a) Bahan uji yang telah masuk kedalam masa perlakuan selama 3 bulan (b)Termohygrometer untuk mengukur suhu didalam dan luar ruang

penelitian serta kelembapan ruangan 6 6 Persentase sub kriteria responden kelompok petani dari

Sejumlah 50 petani dari dua wilayah (a) berdasarkan jenis

kelamin, (b) berdasarkan umur, (c) berdasarkan luas lahan 8 7 Persentase kategori budidaya tanaman (a) berdasarkan umur

Tanaman (b) berdasarkan varietas tanaman (c) berdasarkan jenis

pupuk 9 11 (a) Hama kutu putih Pseudococcus sp.(b) Gejala Busuk Buah

(11)

12 Gejala yang tampak akibat terserang VSD (a) daun yang tampak klorotik (b) garis-garis cokelat pada jaringan xylem pada ranting

yang dibelah 13

13 Persentase jenis perlakuan dan lama perlakuan pasca panen setelah dikeluarkan dari buah (a)perlakuan biji cokelat setelah dikeluarkan

dari buah (b) lama pemeraman (fermentasi) 14 14 Kotak kayu yang menjadi alat petani untuk melakukan fermentasi

pada kakao 15

15 Persentase perlakuan pengeringan biji kakao (a) tempat pengeringan biji kakao (b) perlakuan biji kakao setelah proses

pengeringan 16

16 Persentase responden Pengumpul biji kakao dengan subkriteria (a) jenis kelamin dan (b) umur (c) lokasi kecamatan

mengumpulkan biji kakao dari tiga kabupaten 17 17 Perlakuan setelah pembelian oleh pengumpul biji kakao (a)

perlakuan pembelian kakao fermentasi dan tidak fermentasi (b)

perlakuan sortasi (c) perlakuan tempat/kemasan biji kakao 19 18 Jumlah populasi serangga hama gudang yang ditemukan di tiga

gudang berbeda menggunakan perangkap yellow pan trap 20 19 Jumlah populasi serangga hama gudang yang ditemukan di tiga

gudang berbeda menggunakan perangkap sticky trap 20 20 Rata-rata populasi serangga dalam satu stapel melalui hasil

tangkapan card trap 20

21 Musuh alami yang didapat pada perangkap yang dipasang (a) musuh alami pada sticky trap (b) musuh alami pada yellow pan

trap 23

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1 Rekap kuesioner petani dan pengumpul di Sulawesi Selatan

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman Kakao diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh bangsa Spanyol sekitar tahun 1560 (Ditjenbun 2012). Produksi kakao di Indonesia sebelum perang dunia kedua pernah menduduki tempat yang penting di pasaran dunia. Ekspor kakao dari Indonesia cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 1993, volume ekspor kakao di Indonesia mencapai 25 228 ton dengan nilai US $ 41 802 000 dan pada tahun 1994 mencapai 28 799 ton dengan nilai US$ 210 934 000. Pemerintah menargetkan pada tahun 2015 Indonesia adalah negara paling banyak melakukan produksi kakao nomor satu di dunia. Sehingga perlu adanya upaya-upaya pengamanan produksi kakao, salah satunya disebabkan oleh masalah hama pengganggu dan perusak (Misrun 2010).

Indonesia adalah negara produsen biji kakao terbesar kedua di dunia (849 875 ton pada tahun 2011) setelah Ghana, menjadi pemasok utama biji kakao ke kawasan Asia Timur. Sebelumnya Indonesia adalah yang ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Ekspor kakao dari Indonesia dilakukan dalam bentuk biji kering, kakao powder, pasta/liquor, cake, dan butter. Nilai total ekspor biji kakao Indonesia adalah 600-700 miliar dollar per tahun dan menjadi sumber pendapatan utama dari 400 000 usaha tani kakao dengan luasan 0.5 – 1.5 hektar. Sentra produksi kakao di Indonesia adalah Pulau Sulawesi. Sebanyak 85% pertanaman kakao di Indonesia ada di pulau Sulawesi dengan provinsi yang terluas pertanaman kakaonya adalah Sulawesi Selatan (USAID 2006).

Ekspor biji kakao dari Indonesia ke Amerika Serikat (sebanyak 136 000

metrik ton per tahun) sering mengalami “automatic detention” karena adanya

cemaran berupa serangga hama dan mutu biji yang rendah akibat pengerjaan pascapanen yang kurang baik. Kerusakan akibat serangan hama dapat terjadi akibat serangan hama lapangan, yaitu penggerek buah kakao atau serangan hama gudang setelah biji kakao masuk ke tempat penyimpanan (USAID 2006). Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada kakao dapat menyerang sejak masa pra tanam hingga pascapanen (Sjam dan Thamrin 2010). Secara khusus, serangga hama yang menginfestasi biji kakao pada masa pasca panen di tempat penyimpanan, merupakan salah satu komponen OPT yang dapat merugikan baik secara kuantitas dan kualitas (Kalshoven 1981).

(13)

2

Serangan hama gudang ini dapat diatasi dengan perlakuan kantung hermetik. Sistem kantung hermetik terdiri dari sistem penyimpanan tertutup yang dimodifikasi. Sistem ini sebagai akibat dari efek respirasi yang membuat Oksigen (O2) menjadi sangat rendah, dan kadar Karbondioksida (CO2) menjadi tinggi (Villers dan Bruin 2006). Kombinasi dari suhu tropis, karbon dioksida, dan kurangnya oksigen dalam penyimpanan kedap udara dapat mematikan seluruh siklus kehidupan serangga (telur, kepompong, larva, dan dewasa), meskipun tingkat kematian serangga, respirasi dan reproduksi lebih lambat pada suhu rendah (Yakubu 2009).

Tujuan Penelitian

Mengidentifikasi dan menentukan keanekaragaman jenis hama gudang pada kakao di Sulawesi Selatan, serta menentukan keefektifan pengendalian hama gudang dengan menggunakan kantung hermetik.

Manfaat Penelitian

(14)

BAHAN DAN METODE

Inventarisasi Serangga Hama Gudang Penyimpanan Biji Kakao

Tempat dan Waktu

Survei lapangan dilaksanakan di sentra produksi kakao Indonesia, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan. Survei dilaksanakan di Kota Makassar, Kabupaten Luwu Utara, Bantaeng, dan Bulukumba dan berlangsung tiga kali antara bulan Mei 2013 dan Oktober 2013. Identifikasi serangga hasil survei dilakukan di Laboratorium Entomologi Universitas Hassanudin dan Laboratorium Entomologi SEAMEO BIOTROP.

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang diperlukan untuk survei adalah kuesioner dan perlengkapan koleksi serangga, yaitu perangkap serangga (yellow pan trap, sticky trap, dan card trap), botol vial, kantung plastik dengan berbagai ukuran, kertas label, spidol permanen, alkohol 70%, dan kuas halus. Untuk pemeliharaan serangga yang diperoleh dari lapangan digunakan stoples gelas dan biji kakao kering untuk pakan serangga.

Pelaksanaan Survei

Pelaksanaan survei dilakukan melalui kegiatan wawancara dan pengambilan sampel serangga yang ditemukan di penyimpanan biji kakao. Survei ke sentra produksi kakao di Provinsi Sulawesi Selatan ini dilakukan melalui kunjungan ke petani dan pedagang pengumpul kakao di Kabupaten Luwu Utara, Bantaeng, dan Bulukumba, dan kunjungan ke eksportir kakao di Kota Makassar.

Pada setiap wawancara ditanyakan mengenai permasalahan pascapanen kakao yang dihadapi, jenis-jenis hama yang ditemukan di tempat penyimpanan, cara pengendalian yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan hama tersebut, dan dilakukan juga pengambilan contoh biji kakao beserta semua jenis hama yang terdapat di penyimpanan biji kakao tersebut. Di gudang eksportir biji kakao juga dilakukan pemerangkapan serangga hama menggunakan yellow pan trap dan sticky trap. Serangga terperangkap kemudian dikoleksi dan dibawa ke Bogor untuk dilakukan identifikasi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi yang disusun oleh Bousquet (1990) dan Dobie et al. (1991). Sebagian contoh serangga, terutama A. fasciculatus dikembangbiakkan di laboratorium untuk penelitian penggunaan kemasan plastik kedap udara (hermetic storage).

Pengujian Kemasan Kantung Hermetik

Tempat dan Waktu

(15)

4

Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah biji kakao kering, serangga uji hasil koleksi dari lokasi survei lapangan, yaitu A. fasciculatus, kantung

plastik kedap udara (“kantungsemar”), karung plastik polipropilena, tali pengikat,

label, palet kayu, alat ukur konsentrasi CO2 dan O2, alat ukur kadar air biji, oven, dan termohygrometer

Perbanyakan Serangga

Serangga yang digunakan pada penelitian ini adalah A. fasciculatus. Serangga yang menjadi salah satu hama utama/ primer pada penyimpanan biji kakao. A.

fasciculatus diperoleh dari Balai Karantina di Provinsi Lampung. Serangga

diperbanyak di laboratorium entomologi dan disimpan di ruang perbanyakan serangga SEAMEO BIOTROP. Serangga diperbanyak dalam 30 toples dengan masing-masing diinfestasikan 30 ekor serangga. Serangga biakan awal akan dikeluarkan setelah 2 minggu. Hal ini agar populasi imago yang muncul seragam atau satu generasi. Perbanyakan serangga ini dilakukan dari bulan Maret hingga bulan Mei.

Gambar 1 Toples-toples tempat perbanyakan A. fasciculatus sebagai serangga uji

Persiapan Biji Kakao

Penelitian ini menggunakan 720 kg biji kakao. Biji kakao diperoleh dari perusahaan distributor hasil pertanian di daerah Cikalong Wetan Kabupaten Bandung. Asal daerah biji kakao tersebar di Bandung, Cianjur, dan Sukabumi. Biji kakao dibawa ke gudang penyimpanan di SEAMEO BIOTROP. Biji kakao kemudian dikeringkan kembali agar tercapai kadar air yang ideal. Biji kakao difumigasi agar hama yang terinfestasi sebelumnya mati dan tidak terbawa ke perlakuan. Setelah itu biji kakao disortasi agar biji kakao yang memiliki kualitas yang baik yang menjadi objek perlakuan.

Persiapan Kantung Hermetik dan Polyprophylene

Media kantung yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kantung Semar

(16)

5

disesuaikan dengan letak yang tepat agar pengukuran dapat berlangsung dengan baik.

Gambar 2 Proses menuju pengemasan biji kakao di Cikalong wetan Kabupaten Bandung yang akan dikirim ke SEAMEO BIOTROP di Kota Bogor

Gambar 3 Klep untuk mengukur kadar oksigen dan karbondioksida

Pengukuran kadar air, kadar karbon dioksida, kadar oksigen, kadar lemak dan asam lemak bebas

Sebelum perlakuan seluruh biji kakao pada perlakuannya masing-masing dihitung kadar airnya menggunakan Grain Moisture Tester. Perhitungan kadar air dilakukan dengan tiga kali ulangan dan diambil rata-ratanya. Sesaat setelah perlakuan, diukur kadar karbondioksida dan oksigen awal. Kadar karbondioksida dan oksigen diukur menggunakan CO2 meter dan O2 meter yang dimiliki Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. Seluruh bahan perlakuan dibawa ke Laboratorium Teknik Mesin dan Biosistem di Leuwikopo Darmaga Bogor.

(17)

6

membedakannya adalah cara pemisahannya. Prinsip dari metode ini adalah mengekstrak lemak dengan menggunakan pelarut organik. Setelah pelarutnya diuapkan, lemaknya dapat ditimbang dengan dihitung presentase kadar sampelnya. Pengukuran kadar asam lemak bebas menggunakan metode Titrimetri. Titrimetri adalah suatu cara analisis yang berdasarkan pengukuran volume larutan yang diketahui konsentrasinya secara teliti (titran/penitar/larutan baku) yang direaksikan dengan larutan sampel yang akan ditetapkan kadarnya.

(a) (b) Gambar 4 Proses pengukuran kadar air, kadar oksigen dan karbon dioksida pada

biji kakao (a), grain moisture meter untuk mengukur kadar air dan (b), Oksigen & Karbondioksida meter

Masa Perlakuan Pengujian Kantung Hermetik

Perlakuan ini menggunakan 18 kantung hermetik (kantung semar) dan 18 kantung non hermetik (Polyprophylene). Masing-masing kantung terdapat perlakuan terinfestasi (Infested) oleh A. fasciculatus dan tidak terinfestasi (non Infested). Serangga yang diinfestasikan sejumlah 200 ekor di tiap kantungnya. Perlakuan berjalan selama 3 bulan. Masing-masing terdapat perlakuan yang diamati setelah 1 bulan, setelah 2 bulan dan setelah 3 bulan. Suhu dan kelembapan harian diukur tiga kali sehari menggunakan termohygrometer. Indikator yang akan diamati adalah populasi serangga, kerusakan (loss weight), kadar air, kadar oksigen, kadar karbondiokisida, dan asam lemak bebas biji kakao.

(a) (b)

(18)

x 100%

Nilai Kehilangan Hasil = U.Nd – D.Nu U.N

7

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Pengujian ini dilaksanakan dalam rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor, yaitu jenis kemasan (kantung semar, kantung PVC, dan karung poliproplena) dan waktu penyimpanan (satu, dua, dan tiga bulan) Semua perlakuan pada masing-masing seri pengujian diulang tiga kali. Populasi serangga dihitung menggunakan persen mortalitas dengan rumus :

populasi serangga mati

populasi serangga hidup + populasi serangga mati

Nilai kehilangan hasil biji kakao selama penyimpanan, dihitung menggunakan formula Adams (Adams 1976), yaitu dengan rumus :

U = Bobot biji utuh Nu = Jumlah biji utuh D = Bobot biji berlubang Nd = Jumlah biji berlubang

N = Jumlah biji utuh + jumlah biji berlubang

Data hasil pengujian dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) menggunakan program SPSS. Pembandingan nilai tengah dilakukan dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) dengan tingkat kepercayaan 95%.

(19)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Inventarisasi Serangga Hama Gudang Penyimpanan Biji Kakao

Karakteristik Petani

Petani responden yang berjenis kelamin laki-laki adalah 92%, dan petani yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 8%. Petani yang memiliki umur kurang dari 30 tahun sebanyak 14%, yang berumur dibawah 40 tahun sebanyak 32%, dan yang berumur diatas 50 tahun sebanyak 54%. Pada penelitian ini didapat rata-rata umur petani kakao sejumlah 40.76 tahun dengan kisaran 25-76 tahun (Gambar 6). Rata-rata usia petani pada umumnya berada pada usia produktif. Menurut Herman (2006) didapat bahwa petani kakao di Sulawesi Selatan pada umumnya berada pada usia produktif dengan umur rata-rata 41.59 tahun dengan kisaran 24-65 tahun.

Pada penelitian ini juga didapat rata-rata luasan lahan pertanaman kakao yang dimiliki petani adalah 1.74 hektar. Luas lahan tersebut mengalami sedikit peningkatan dari penelitian sebelumya. Menurut Effendi (2012) luas lahan pengelolaan kakao di kluster Sulawesi Selatan adalah 1.53 hektar dengan produktifitas per hektar adalah 518.81 kilogram.

Gambar 6 Persentase sub kriteria responden kelompok petani dari sejumlah 50 petani dari dua wilayah (a) jenis kelamin petani, (b) umur petani, (c) luas lahan yang dimiliki petani

Petani responden yang memiliki tanaman kakao berumur dibawah 15 tahun sebanyak 74%, dan yang memiliki tanaman berumur diatas 15 tahun sebanyak 26% (Gambar 7). Petani responden banyak melakukan proses peremajaan sehingga rata-rata umur tanaman kakao cenderung mengalami penurunan. Rata-rata-rata umur tanaman kakao di tiga kabupaten di provinsi Sulawesi Selatan cukup banyak yang memiliki kategori tanaman tua. Hal ini berdampak pada penurunan produksi biji

(20)

9

kakao. Menurut KPPU (2009) produksi kakao di Sulawesi Selatan mengalami tren penurunan selama beberapa tahun terakhir. Hal ini kontradiktif dengan luas areal perkebunan kakao di Sulawesi Selatan yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Salah satu faktor penyebabnya adalah usia tanaman kakao yang terlalu tua dan serangan hama penyakit.

Petani responden menanam 5 jenis varietas kakao. Petani responden yang menanam varietas S1 (Sulawesi 1) dan S2 (Sulawesi 2) sebanyak 64%. Varietas kedua yang paling banyak ditanam adalah varietas lokal yang belum memiliki nama sebanyak 26%. Varietas ketiga yang paling banyak ditanam adalah varietas M1(Muhtar 1), dan M4 (Muhtar 4) sebanyak 10% (Gambar 7). Muhtar adalah salah satu petani lokal kabupaten Luwu Utara yang berhasil menemukan varietas tersebut.

Gambar 7 Persentase kategori budidaya tanaman (a) umur tanaman (b) varietas tanaman (c) jenis pupuk yang digunakan

(21)

10

Varietas S2 (Sulawesi 2) memiliki potensi produktivitas dalam 800 pohon mencapai 1.8-2.7 ton pertahunnya dengan usia produktif 3 tahun setelah tanam. Morfologi varietas Sulawesi 2 ini adalah sebagai berikut: Bentuk buah bulat pendek berwarna merah tidak mempunyai leher botol, pantatnya tumpul dan permukaan kulit kasar. Panjang buah 17.00 cm dan diameternya 9.43 cm. Alur buah jelas dan berwarna merah, biji berbentuk ovale bulat dan dalam 100 gram terdapat 76 biji, dan kadar lemaknya 45-48.78%. Daun berbentuk panjang sempit, dan pucuknya berwarna merah. Intensitas serangan hama dan penyakitnya adalah PBK 1.83%, busuk buah 1.26%, VSD 2.05%. Pembungaan cepat dan melakukan penyerbukan sendiri (MCDC 2012).

Varietas M1 (Muhtar 1) memiliki ciri bentuk buah bulat pendek berwarna hijau, tidak memiliki leher buah, pantat buah runcing, permukaannya halus, kulit halus, panjang buah 19.17cm, dengan diameter mencapai 10.67cm. Kerutan buah berupa alur dangkal yang berwarna hijau. Biji dari klon M1 adalah berbentuk ovale, dalam 100 gram terdapat sekitar 63 biji dengan kadar lemak 48.90%. Daun berbentuk lebar panjang dengan pucuk berwarna hijau muda. Potensi produktivitas mencapai 3.6 ton/tahun dengan umur 6 tahun. Rentan terhadap hama PBK dan penyakit VSD tetapi resisten terhadap penyakit black pod. Pembungaannya cepat dan melakukan penyerbukan sendiri (MCDC 2012).

Varietas M2 (Muhtar 2) memiliki ciri buah berbentuk ovale panjang berwarna hijau, mempunyai leher buah, pantat buah runcing, permukaan buah kasar dengan panjang 23.00 cm dan diameter 9.73cm. Alur buah dangkal dan berwarna hijau, biji berbentuk ovale bulat, dalam 100 gram terdapat 63 biji dengan kadar lemak 51.30%. Daun berbentuk panjang sempit, dengan pucuk merah. Produktivitas pertahunnya 1.06 ton. Nama penyakit yang biasa menyerang adalah PBK 2.09%, busuk buah 1.62%, VSD 2.91%. Pembungaannya cepat dan melakukan penyerbukan sendiri (MCDC 2012).

Varietas lokal memiliki ciri yang belum teridentifikasi secara spesifik dikarenakan jenis yang masih banyak dan pola budidaya dan perbanyakan klon yang masih menggunakan cara tradisional. Beberapa varietas lokal dianggap memiliki beberapa keunggulan. Kabupaten Bantaeng menjadi kabupaten yang paling banyak melakukan budidaya varietas lokal. Selain itu, kabupaten Bantaeng menjadi salah satu percontohan perkebunan kakao secara organik dan sudah dikenal hingga mancanegara.

Pemupukan adalah salah satu bagian yang tidak bisa dilepaskan dalam proses budidaya tanaman kakao. Pada gambar 7 dapat dilihat dari keseluruhan responden petani sebanyak 68% petani menggunakan sekaligus pupuk NPK dan Urea dalam pemupukan. Pupuk Poska digunakan oleh petani sebanyak 6%. Petani menggunakan pupuk kompos buatan sendiri sebanyak 26%.

(22)

78% 2%

18% 2%

PBK & Helopeltis Helopeltis

PBK Kutu Putih

96% 4%

Busuk buah VSD

(a) (b)

11

Gambar 8 Persentase jenis hama dan penyakit yang ditemukan petani di lapang (a) Jenis hama yang dilaporkan (b) Jenis penyakit yang ditemukan

Jenis hama yang paling banyak ditemukan di lapang berdasarkan survei petani adalah PBK (Penggerek Buah Kakao) dan Helopeltis Sp., 78% Petani menemukan keduanya sekaligus di lahan. Sedangkan 18% menjawab hanya menemukan PBK (Penggerek Buah Kakao) dan 2% responden lahannya terserang

Helopeltis.sp dan kutu putih Pseudococcus sp.(Gambar 8).

PBK (Penggerek Buah Kakao) Conopomorpha cramerella adalah salah satu ancaman pertanaman kakao di Indonesia, kehilangan hasil akibat hama ini mencapai 80% (Wardojo,1994). PBK termasuk dalam Ordo Lepidoptera, Famili Gracillariidae. PBK menyerang buah sebesar 3 cm, tetapi umumnya lebih menyukai yang berukuran sekitar 8 cm. Metamorfosis atau siklus hidup PBK merupakan siklus hidup yang sempurna yaitu telur, larva, pupa, imago. Telur berwarna kekuningan, terletak pada alur buah dan masa stadium 3-7 hari. Larva berwarna putih kehijauan dengan masa stadium 14-18 hari, masa stadium pupa 5-7 hari. Imago PBK ini berwarna hitam bintik- bintik kuning, dan ciri yang dikenali oleh PBK adalah berpola zig-zag sepanjang sayap depannya dan terdapat spot kekuningan pada ujung sayapnya. PBK aktif pada malam hari pada siang hari beristirahat di bawah ranting horisontal yang aman dari sinar matahari dan angin. PBK selain menyerang tanaman kakao juga menyerang tanaman lain seperti rambutan, langsat, nangka, dan serikaya. Gejala yang ditimbulkan oleh serangan hama PBK adalah kulit buah terlihat belang kuning kehijauan atau tampak masak, ketika buah diguncang tidak terdengar suara, hal ini disebabkan oleh biji-biji saling melekat di dalam, ketika buah dibelah nampak biji-biji berwarna hitam. (MCDC 2012)

(23)

12

Helopeltis sp. tergolong ke dalam Ordo Hemiptera, Famili Miridae.

Helopeltis sp. menyerang buah yang sudah tua sehingga berat biji akan menurun,

dan pada buah yang masih muda mengakibatkan layu pentil dan buah tidak akan tumbuh normal. Serangga ini juga menyerang pucuk tanaman kakao dengan cara menghisap cairan pucuk tanaman. Siklus hidup Helopeltis sp. yaitu telur, nimfa (serangga pradewasa), dan imago. Telur berwarna keputihan dan terletak pada sudut pertulangan daun muda, tangkai ranting serta memiliki masa stadium selama 5-7 hari. Setelah 7 hari telur berubah menjadi nimfa dan di masa ini nimfa akan menghisap buah. Nimfa atau serangga muda tidak bersayap, tubuh berwarna coklat, dan berjalan secara miring. Usia stadia nimfa selama 10-11 hari dan mengalami 4 kali ganti kulit. Imago berwarna coklat atau coklat kehitaman dan memiliki panjang tubuhnya 4,5-6 mm. Pada bagian toraks terdapat tonjolan seperti jarum pentul. Imago Helopeltis sp. terletak di permukaan buah dan tangkai buah dengan stadium hidup selama ± 16 hari. Perkembangan serangga dari telur hingga menjadi dewasa adalah 21-24 hari.

Gejala serangan Helopeltis sp. pada bagian tanaman tampak pada bagian buah. Gejala serangan berupa bekas tusukan yang membentuk bintik-bintik berwarna coklat kehitaman. Pada ujung daun muda tampak seperti terbakar, dan pada tangkai daun terdapat bintik-bintik hitam. Akibat dari serangan hama ini dapat menurunkan produksi sebesar 45-50% (MCDC 2012)

(a) (b)

Gambar 10 Hama dan gejala serangan Helopeltis sp. (a) Helopeltis sp. (b) gejala buah kakao yang terserang Helopeltis sp.

Pseudococcus sp. termasuk ke dalam Ordo Hemiptera, Famili

Pseudococcoidae. Kutu ini berbentuk oval dengan panjang 3-4 mm dan tubuh ditutupi oleh lapisan lilin berwarna putih. Telur Pseudococcus sp. terbungkus oleh lapisan putih tebal yang terdapat pada bagian bawah tubuh imago betina. Nimfa memiliki karakteristik berkumpul pada bagian ketiak daun, pada bagian pucuk, dan pada bagian sambungan. Pseudococcus sp. memiliki lama siklus hidup 37-50 hari. Gejala serangan yang terjadi pada daun adalah mengalami corak atau perubahan bentuk.

(24)

13

(a) (b)

Gambar 11 (a) Hama kutu putih Pseudococcus sp.(b) Gejala Busuk Buah akibat

Phytophthorapalmivora

Jenis penyakit yang paling banyak ditemukan di lapang berdasarkan survei di petani adalah busuk buah yaitu sebanyak 96%. Sedangkan sekitar 4% responden lainnya menjawab lahannya terserang VSD (Gambar 8). Busuk buah kakao disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora. Cendawan ini adalah salah satu patogen paling penting di daerah tropis, menyerang berbagai jenis tanaman seperti kakao, kelapa, karet, pepaya, pinang, lada, nanas dan kelapa sawit. Gejala serangan busuk buah diawali dengan munculnya bercak-bercak hitam basah pada buah kemudian meluas menyelubungi buah dalam waktu satu minggu. Bagian buah yang terserang akan terjadi pembusukan sehingga biji pun ikut membusuk dan tampak serbuk putih pada permukaan buah yang merupakan hifa cendawan. Jika penyakit ini menyerang pada buah yang masih muda buah akan rusak dan tidak bisa dipanen, tetapi bila menyerang pada buah yang sudah masak buah masih dipanen tetapi kualitas biji kurang bagus karena biji menjadi mengecil (MCDC 2012).

(a) (b)

Gambar 12 Gejala yang tampak akibat terserang VSD (a) daun yang tampak klorotik (b) garis-garis coklat pada jaringan xylem pada ranting yang dibelah

Penyakit VSD (Vascular Streak Dieback): Oncobasidium theobromae

(25)

57,90%

hijau dengan latar belakang kuning pada daun. Tanaman yang terserang penyakit VSD menunjukkan gejala meranting. Gejala khusus terdapat pada daun kedua dan ketiga dari pucuk, daun menguning dengan bercak-bercak hijau, dan di tapak serta tangkai daun ada 3 titik nokta berwarna kehitaman. Bila ranting dibelah membujur terlihat garis-garis coklat pada jaringan xylem yang bermuara pada bekas duduk daun, permukaan tangkai daun, dan cabang terasa kasar. Kerusakan akibat serangan VSD dapat mencapai 3-60%. Serangan yang paling kritis adalah ketika menyerang tanaman di pembibitan atau tanaman muda (MCDC 2012).

Perlakuan Pascapanen oleh Petani

Petani responden yang melakukan proses fermentasi pada pascapanen sebanyak 40%. Petani responden yang tidak melakukan proses fermentasi sebanyak 60% (Gambar 13). Tahapan fermentasi biji kakao yaitu buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying platforms

(Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kotak kayu untuk dilakukan proses fermentasi. Kotak kayu disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp). Pada umumnya, dasar kotak kayu memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kotak kayu tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan.

Gambar 13 Persentase jenis perlakuan dan lama perlakuan pasca panen setelah dikeluarkan dari buah (a) perlakuan biji cokelat setelah dikeluarkan dari buah (b) lama pemeraman (fermentasi)

Fermentasi bertujuan mempermudah menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang baik. Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan hama penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran (USAID 2006). Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia memiliki kelebihan

(26)

15

tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending. Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi. Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan aroma kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah. Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan (Anita 2009).

Gambar 14 Kotak kayu yang menjadi alat petani untuk melakukan fermentasi pada kakao

Petani yang melakukan proses fermentasi memiliki lama waktu yang berbeda dalam melakukan proses fermentasi. Petani responden yang melakukan proses fermentasi dengan lama waktu kurang dari 4 hari sebanyak 57.90%. Petani responden yang melakukan proses fermentasi dengan lama waktu lebih dari 4 hari sebanyak 42.10% (Gambar 13). Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2

– 6 hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.

(27)

18% (Gambar 15). Petani responden melakukan perlakuan seleksi/ sortasi berdasarkan kualitas biji kakao. Namun, tidak semua petani melakukan proses seleksi/sortasi. Petani yang melakukan proses sortasi/seleksi hanya 18%. Petani yang tidak melakukan proses seleksi/sortasi sebanyak 82% (Gambar 15).

Biji kakao dikeringkan untuk menghentikan proses fermentasi. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 %. Kadar air kurang dari 6%, biji akan rapuh sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9% memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dengan pemanas sinar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan non surya memakan waktu 2 – 3 hari. Pengeringan biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu 60-700ºC (60-100 jam) (Anita 2009).

Gambar 15 Persentase perlakuan pengeringan biji kakao (a) tempat pengeringan biji kakao (b) perlakuan biji kakao setelah proses pengeringan

Biji kakao di Indonesia dipandang masih rendah dalam proses sortasi. Kadar air yang baik untuk produksi biji kakao kurang dari 6 %. Kadar air melebihi 6% harus disortasi. sortasi/seleksi juga dilakukan untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Sortasi biji kakao kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik dan cacat berupa biji pecah, kotoran dan benda asing lainya seperti batu, kulit dan daun-daunan. Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar air seimbang. Sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak. Sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan untuk memisahkan kotoran-kotoran dan biji yang rusak. (Disbun Jabar 2007)

Karakteristik Pedagang Pengumpul

Pedagang pengumpul adalah profesi sebagian penduduk di sentra produksi biji kakao yang menghubungkan petani dengan pembeli yang memiliki modal yang lebih besar. Pemodal yang lebih besar contohnya adalah pabrik di kawasan industri serta eksportir. Pedagang pengumpul biji kakao dari tiga kabupaten berjumlah sebanyak 18 orang.

Sebaran gender pedagang pengumpul adalah 50% laki-laki dan 50% perempuan (Gambar 16). Pedagang pengumpul di Kabupaten Bulukumba

(28)

27,70%

didominasi responden perempuan sebanyak 7 orang. Petani di kabupaten Luwu utara didominasi laki-laki sebanyak 6 orang. Usia responden pedagang pengumpul sebanyak 5.60% berumur di bawah 30 tahun, 61.20% berumur dibawah 40 tahun dan 33.40% berumur di atas 50 tahun (Gambar 16). Hal ini menandakan sebagian besar pedagang pengumpul berada pada usia produktif.

Gambar 16 Persentase responden pedagang pengumpul biji kakao dengan subkriteria (a) jenis kelamin dan (b) umur (c) lokasi kecamatan mengumpulkan biji kakao dari tiga kabupaten

Pedagang pengumpul biji kakao memiliki sebaran tempat yang berbeda dalam mengumpulkan biji kakao. Sebaran tempat yang berbeda dari tiga kabupaten terdapat dari enam kecamatan yang menjadi lokasi pedagang pengumpul kakao dalam mengumpulkan biji kakao. Pedagang pengumpul mengumpulkan biji kakao di kecamatan Bulukumpa sebanyak 27.70%. Pedagang pengumpul mengumpulkan biji kakao di kecamatan Rulau Ale sebanyak 22.20%. Pedagang pengumpul mengumpulkan biji kakao di kecamatan Tompobulu sebanyak 27.70%. Pedagang pengumpul mengumpulkan biji kakao di kecamatan Masamba sebanyak 11.10%. Pedagang pengumpul mengumpulkan biji kakao di kecamatan Sabbang dan Gantarang Keke sebanyak 5.50% (Gambar 16).

(29)

18

termasuk dalam kategori menengah ke atas apabila dipandang dari aspek ekonomi dan sosial. Hal ini dapat dilihat dari rumah, pakaian beserta aksesoris yang dikenakan. Pedagang pengumpul kebanyakan sudah pernah menunaikan ibadah haji.

Menurut Henry (2013) para petani biasanya menjual biji kakaonya ke pedagang pengumpul yang datang ke rumah-rumah. Para pedagang pengumpul yang datang ke rumah-rumah petani tersebut merupakan anggota dari pedagang pengumpul kecamatan sehingga setelah mengambil biji kakao dari petani, mereka menjualnya ke pedagang pengumpul kecamatan. Petani juga bisa menjual kakaonya ke pedagang pengumpul kecamatan tanpa harus melalui pedagang pengumpul desa. Dari ketiga jalur tersebut, petani tidak bisa langsung menjual biji kakao ke pedagang pengumpul besar atau ke pabrik. Akses petani kepada pabrikan atau industri belum ada. Petani yang menjual langsung ke pabrik, beda harga yang didapatkan bisa mencapai Rp 4.000/kg. Hal ini jelas akan menguntungkan petani.

Pedagang pengumpul melakukan proses menjelang distribusi biji kakao yang telah dibeli. Pedagang pengumpul yang membeli biji kakao yang sudah difermentasi maupun yang bukan fermentasi sebanyak 83.30%. Pedagang pengumpul yang hanya membeli biji kakao yang telah difermentasi sebanyak 16.70% (Gambar 17). Sebagian besar pedagang pengumpul tidak memperhatikan biji kakao yang dibeli dalam bentuk fermentasi atau bukan fermentasi. Hal ini dikarenakan harga kakao fermentasi dan bukan fermentasi masih sama di pasaran. Petani lebih memilih langsung mengeringkan biji kakao yang telah didapat agar dapat langsung dijual ke pengumpul daripada harus melakukan proses fermentasi

Pengumpul yang melakukan proses sortasi/seleksi sebanyak 55.60%. Pedagang pengumpul tidak melakukan proses sortasi sebanyak 44.40% (Gambar 17). Menurut Anita (2009) tujuan dari sortasi biji kering adalah untuk mengelompokkan biji kakao berdasarkan ukuran fisiknya sekaligus memisahkan kotoran yang tercampur didalamnya agar mutu biji kakao terjaga. Pengumpul yang melakukan sortasi sedikit lebih banyak dibandingkan pengumpul yang tidak melakukan proses sortasi. Pedagang pengumpul beralasan karena kakao yang didapat dari petani banyak terkandung kotoran. Banyak pedagang pengumpul yaitu sekitar 44.40% yang tidak melakukan sortasi. Pedagang pengumpul tersebut beralasan kakao yang didapat dari petani meskipun terkandung kotoran masih dapat diterima oleh pedagang/eksportir yang lebih besar.

Tabel 1 Standar mutu biji kakao menurut SNI No 01-2323-2002

No Mutu Standar Mutu

(30)

83,30%

goni tidak boleh diletakkan di atas lantai semen karena biji kakao yang telah kering dapat menyerap air dari lantai. Selain itu penempatan biji kakao juga harus bebas air hujan dan hama perusak. Biji kakao dijual kepada pengepul/ pedagang pengumpul setelah pengarungan atau penyimpanan.

Gambar 17 Perlakuan setelah pembelian oleh pengumpul biji kakao (a) pembelian kakao fermentasi dan tidak fermentasi (b) proses sortasi (c) tempat/kemasan biji kakao

Karakteristik Eksportir

Hama gudang hanya dapat ditemukan di tingkatan eksportir. Sehingga langkah berikutnya yang dilakukan dalam proses inventarisasi adalah pengamatan secara langsung dan pemasangan perangkap yang dilakukan di tiga gudang di kawasan eksportir di kota Makassar. Dua gudang terletak di kawasan industri Makassar, dan satu gudang terletak di kawasan pergudangan 88. Berikut hasil tangkapan perangkap di tiga gudang tersebut.

Inventarisasi serangga dengan menggunakan trap/perangkap diperoleh beberapa serangga hama gudang. Pada perangkap yellow pan trap (gambar 18) didapat 7 jenis serangga hama pascapanen dari tiga gudang yang berbeda. Jumlah dan ketersediaan serangga hama berbeda di masing-masing gudang yang telah dilakukan pemasangan perangkap.

Berdasarkan jumlah populasi di ketiga perangkap, Liposcelis spp. menempati peringkat pertama dengan jumlah populasi mencapai 1433 ekor di gudang E dan 3237 di gudang F.

(a) (b)

(31)

20

Gambar 18 Jumlah populasi serangga hama gudang yang ditemukan di tiga gudang berbeda menggunakan perangkap yellow pan trap

Gambar 19 Jumlah populasi serangga hama gudang yang ditemukan di tiga gudang berbeda menggunakan perangkap sticky trap

Gambar 20 Rata-rata populasi serangga dalam satu stapel melalui hasil tangkapan

(32)

21

Tabel 2 Rata-rata kelimpahan populasi Liposcelis spp. pada masing-masing stapel

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%

. Menurut Sunjaya dan Widayanti (2012) Liposcelis.spp berbentuk kecil pipih dengan panjang 1-2 mm, warna tubuh coklat pucat hingga coklat tua, dan tidak mempunyai sayap. Meskipun banyak anggota ordo Psocoptera lain yang mempunyai sayap, dan antena panjang seperti rambut. Lama perkembangan dari telur hingga imago pada kondisi optimum yakni suhu 30ºC dan kelembapan 80% adalah 21 hari. Serangga ini mengalami metamorfosis tidak sempurna.

Liposcelis spp. ini banyak ditemukan pada penyimpanan biji-bijian yang telah

rusak atau patah dan lebih menyukai memakan bagian embrio. Di dalam gudang penyimpanan, populasi serangga yang cukup tinggi dapat mengganggu petugas gudang serta dapat menyebabkan lantai menjadi licin akibat banyaknya bangkai serangga tersebut.

Populasi terbanyak kedua yang diperoleh dari ketiga perangkap adalah

Ephestia cautella. Menurut Sunjaya dan Widayanti (2012) Imago E. cautella

berupa ngengat yang dikenal sebagai ngengat tepung. Sayap depan berwarna coklat kelabu gelap, pada sisi luarnya terdapat garis berwarna pucat. Di sebelah dalam garis terdapat garis yang agak lebar berwarna gelap. Serangga ini mempunyai persebaran yang sangat luas, terdapat di daerah tropika dan subtropika. E. cautella

termasuk hama penting pada tepung serealia dan produk serealia, selain itu juga dapat menyerang kacang tanah, kakao, beras, dan rempah-rempah. Pada kondisi optimum yaitu suhu 32.5ºC dan kelembapan 70%, lama perkembangan E. cautella

dari telur hingga dewasa adalah 22 hari. Larva E. cautella membuat silk webbing

dengan zat sutera yang dihasilkannya, tepung diikat menjadi semacam rumah sehingga tepung tersebut menggumpal.

Populasi terbanyak ketiga yang diperoleh dari perangkap yellow pan trap

(gambar 18) dan sticky trap (gambar 19) adalah Tribolium castaneum.T. castaneum

adalah populasi terbanyak keempat rata-rata populasi pada card trap (gambar 20). Menurut Sunjaya dan Widayanti (2012), T. castaneum dikenal sebagai kumbang tepung (rust red flour beetle). Kumbang ini bertubuh pipih dan berwarna merah karat dengan panjang tubuh 2.3-4.4 mm. Lama perkembangan serangga ini sangat bervariasi, antara lain bergantung pada suhu, kelembapan, dan jenis makanan. Pada kondisi optimum yakni 35ºC dan kelembapan 75%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa mencapai 20 hari (Haines 1991). Serangga ini merupakan hama yang paling banyak ditemukan di gudang penyimpanan biji-bijian serealia, khususnya pada produk olahan seperti tepung dan beras giling. Bahan pangan yang terserang berat biasanya tercemar oleh benzokuinon (eksresi T. castaneum) sehingga tidak layak untuk konsumsi (Sunjaya &Widayanti 2012).

(33)

22

Kelimpahan populasi serangga berikutnya yaitu Cryptolestes spp.

Cryptolestes spp menempati peringkat populasi ketiga terbanyak di card trap

(gambar 20), populasi keempat terbanyak di yellow pan trap (gambar 18), dan populasi kelima terbanyak di sticky trap (gambar 19). Menurut Sunjaya dan Widayanti (2012), serangga ini berukuran kecil (1.5-2 mm), berbentuk pipih, berwarna coklat terang, panjang toraks dan kepala hampir separuh dari panjang tubuh, tipe antena filiform, dan panjang antenna serangga betina lebih pendek dari yang jantan. Jenis (spesies) kumbang tersebut hanya dapat dibedakan dari alat kelaminnya melalui pembedahan. Serangga ini bersifat kosmopolitan, banyak ditemukan di daerah tropis. Kumbang Cryptolestes spp. termasuk hama sekunder, banyak ditemukan dan menyerang produk biji-bijian yang berminyak (oilseed cake), serealia, kacang tanah, tepung, dan gaplek. Fase larva dapat memakan bagian lembaga (germ) dari biji-bijian sehingga dapat mengurangi persentase perkecambahan, menyebabkan susut berat, nutrisi, dan susut kualitas. Pada kondisi optimum, yakni suhu 33º C dan kelembapan 70%. Lama perkembangan C.

ferrugineus (Stephens) dari telur hingga dewasa adalah 23 hari. C. pussilus

(Schonherr) lebih menyukai kelembapan lebih tinggi daripada C. ferrugineus, yaitu pada suhu 33ºC dan kelembapan 80%. Lama perkembangan telur hingga dewasa 27-30 hari. Untuk C. pussiloides (Steel & Howe) pada suhu 30ºC dan kelembapan 90%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa 27-28 hari. Imago betina dapat bertelur rata-rata 200 butir dan diletakan diantara komoditas.

Pada perangkap sticky trap (gambar 19) serangga yang menempati peringkat ke empat untuk populasi terbanyak adalah Carpophilus spp. Serangga tersebut pada perangkap yellow pan trap (gambar 18) menempati populasi terbanyak kelima. Menurut Sunjaya dan Widayanti (2012) Imago serangga ini berbentuk lonjong dan pipih dengan panjang 2-5 mm, warnanya coklat hingga hitam dan memiliki satu atau dua bintik yang berwarna kuning kemerahan, elitra pendek dan abdomen terlihat keluar. Lama perkembangan dari telur hingga imago pada kondisi optimum yakni suhu 22.5-27.5º C dan kelembapan 70% sekitar 21 hari. Serangga ini banyak ditemukan pada serealia, jagung, dan beras giling terutama yang mempunyai kadar air tinggi.

Pada card trap (gambar 20) serangga yang menempati populasi terbanyak ke lima adalah Ahasverus advena. Sedangkan pada yellow pan trap dan sticky trap serangga tersebut menempati peringkat ke tujuh. Serangga ini berukuran kecil, panjangnya 2-3 mm. Pada kedua sudut depan protoraks terdapat struktur berbentuk gigi tumpul (Reese 1996). Lama perkambangan dari telur hingga imago pada kondisi optimum yaitu suhu 30º C dan kelembapan 70% adalah 30 hari (Sunjaya dan widayanti 2012).

Menurut Sunjaya dan Widayanti (2012), serangga ini merupakan hama pada berbagai jenis komoditas seperti serealia dan hasil olahannya, kopra, kacang tanah serta biji kakao. A. advena sering ditemukan pada biji-bijian yang baru dipanen dan dapat berkembang biak dalam kondisi yang agak lembap. Kumbang ini merupakan pemakan jamur (fungus feeder). Adanya hama ini menunjukan bahwa kondisi gudang lembap.

Pada perangkap yellow pan trap (gambar 18), dan sticky trap (gambar 19) serangga yang menempati populasi terbanyak ke enam adalah Araecerus

fasciculatus. Menurut Sunjaya dan Widayanti (2012), serangga ini berukuran 3-5

(34)

0

keabu-abuan yang lebih terang. Elitra lebih pendek daripada abdomen. Serangga ini bersifat kosmopolitan, banyak ditemukan di daerah tropika dan subtropika. Serangga ini termasuk hama penting pada kopi dan biji kakao, selain itu juga dapat menyerang rempah-rempah, gaplek, jagung, kacang tanah, dan beberapa produk makanan. Pada kondisi optimum yaitu suhu 28ºC dan kelembapan 70%, lama perkembangan A. fasciculatus dari telur hingga dewasa adalah 46-66 hari. Serangga dewasa aktif terbang dan mampu bertelur rata-rata 50 butir.

Hasil penelitian dilapang menunjukan bahwa terdapat satu gudang yang didapat sedikit hama gudangnya. Hal ini dikarenakan gudang tersebut memiliki beberapa parasitoid dan predator. Gudang tersebut salah satunya adalah gudang 88.

Gambar 21 Musuh alami yang didapat pada perangkap yang dipasang (a) musuh alami pada sticky trap (b) musuh alami pada yellow pan trap

Beberapa parasitoid dan predator yang dominan ditemukan di gudang adalah Bracon spp. dan Daddy long leg/laba-laba kaki panjang. Imago Bracon spp. hidup bebas dan makan pada nektar bunga, sedangkan tahapan lainnya adalah menjadi parasit pada telur, larva, pupa, dan imago serangga lain. Imago berukuran kecil, sekitar 2.5 mm berwarna hitam atau coklat dengan garis seperti benang pada abdomen. Telur diletakkan di pada tubuh inang dan larva memakan dari dalam bagian tubuh inang. Serangga menjadi pupa dalam inang atau kepompong sutra di dalam atau di luar tubuh inang. Sekitar seminggu kemudian, Bracon spp dewasa membuat lubang bundar pada tubuh inang yang sudah mati dan menjadi mumi lalu keluar sebagai serangga dewasa/imago.

Daddy long leg / laba-laba kaki panjang mudah dikenali dengan ciri tungkai

kurus dan panjang serta tubuh kecil. Laba-laba tersebut berwarna coklat pucat. Beberapa spesies memiliki tanda gelap pada tungkai dan abdomen. Daddy long leg

dapat ditemukan di sebagian besar wilayah perkotaan dan di rumah-rumah. Laba-laba ini membuat sutra tipis dalam posisi terlindung seperti di bawah perabotan, di balik pintu, di sudut langit-langit, di gudang, dan di garasi. Hal ini menjadi umum saat ditemukan di gudang penyimpanan biji kakao. Keberadaan laba-laba ini dapat mengurangi keberadaan hama gudang namun berdampak kurang baik pada kebersihan/sanitasi gudang.

(35)

24

Pengujian Kemasan Kantung Hermetik

Mortalitas Serangga Uji

Serangga A. fasciculatus yang berada pada kantung hermetik mengalami mortalitas 100% di bulan pertama, kedua dan ketiga. A. fasciculatus justru mengalami peningkatan populasi pada biji kakao yang dikemas menggunakan kantung polipropilena. Hal ini sejalan dengan penelitian Harahap et al (2011) terjadinya mortalitas 100% pada Grain Pro, Kantong Semar, dan Polyvinyl Chloride sebagai kondisi kedap udara sehingga menyebabkan kematian pada serangga. Kematian serangga uji pada penyimpanan yang tidak kedap udara kemungkinan disebabkan oleh masa hidup (longevity) dari serangga tersebut yang memang sudah berakhir. Kesulitan mengumpulkan serangga uji dengan umur yang persis sama di awal pengujian menyebabkan serangga uji yang digunakan umurnya beragam, tetapi paling jauh selisih umurnya adalah 2 minggu sejak kemunculannya dari pupa. Kondisi kantung yang membuat biji kakao dalam keadaan kedap udara menyebabkan kematian pada serangga A. fasciculatus. Sedangkan pada kantung polipropilena sirkulasi udara berjalan normal dan serangga uji dapat berkembang biak dengan baik. Maka serangga uji mengalami penurunan persen mortalitas atau peningkatan populasi seperti pada tabel 3 (hal 26). Hal ini sejalan dengan penelitian Harahap et al (2011) kantung polipropilena tetap memiliki siklus udara normal di dalam kantung sehingga serangga dapat berkembang dengan baik.

Kadar CO2

Laju perkembangan CO2 terlihat meningkat pada perlakuan kantung hermetic hal ini dapat dilihat pada tabel 3 (hal 26). Persentase karbon dioksida mampu mengalami peningkatan mencapai 25%. Pada kantung non-hermetik tidak terlihat laju peningkatan karbon dioksida yang terdeteksi oleh CO2 meter. Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0.03% (300ppm) sampai dengan 0.06% (600 ppm) bergantung pada lokasi. Hal ini tidak terdeteksi oleh alat CO2 meter yang hanya bisa mendeteksi minimal satu digit setelah titik desimal.

Peningkatan CO2 disebabkan oleh proses respirasi biji kakao yang ada dan terjebak di dalam kantung hermetik. Sistem kantung hermetik adalah teknologi

multilayer polyethylene yang mampu membuat barrier sehingga tak ada pori-pori

keluar masuk kedalam kantung. Peningkatan CO2 ini menyebabkan mortalitas/kematian serangga A.fasciculatus yang ada di dalam kantung hermetik.

Pada kantung hermetik yang diinfestasikan serangga, proses naik dan turunnya konsentrasi CO2 sangat berpengaruh pada aktivitas serangga. Sejalan dengan penelitian Murdock et al (2012) pada aktivitas makan larva C.maculatus

turun dan berhenti ketika kadar CO2 naik 15-20%. Peningkatan kadar CO2 maksimal untuk efek penurunan makan C.maculatus mencapai 20%. Peningkatan kadar CO2 melebihi 20% mengakibatkan kematian pada C.maculatus.

Kadar O2

(36)

25

selama 3 bulan perlakuan yaitu 21%. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3 (hal 26). Namun untuk kondisi kantung hermetik pada bulan pertama terjadi penurunan rata-rata hingga 2.51%. Hingga bulan ketiga kedua jenis perlakuan kantung hermetik mengalami penurunan hingga 0.46%. Hal ini tentu berdampak pada kematian seluruh serangga yang diinfestasikan pada kantung hermetik. Gas oksigen merupakan komponen paling umum kedua dalam atmosfer bumi, menduduki 21.0% volume dan 23,1% massa (sekitar 1015 ton) atmosfer. Sejalan dengan penelitian Murdock et al (2012) pada serangga proses naik dan turunnya konsentrasi O2 sangat berpengaruh pada aktivitas serangga. Pada kantung hermetik aktivitas makan larva C.maculatus turun dan berhenti ketika kadar O2 turun hingga 5%. Penurunan kadar O2 maksimal untuk efek kematian berkisar diantara 1-4%.

Kadar Air

Kadar air biji dipengaruhi oleh kelembaban relatif udara di sekitar lingkungan (Harahap et al 2011). Kelembaban relatif dalam ruang penyimpanan relatif tinggi lebih dari 80% di pagi hari, dengan rata-rata harian 72% dan suhu rata-rata harian 27,6 C (Appendix 1).

Perbedaan perubahan kadar air pada perlakuan kantung hermetik dan kantung non hermetik dapat terlihat pada tabel 4 (Hal 29). Pada kantung hermetik terlihat kecenderungan peningkatan kadar air. Hal sebaliknya terjadi pada kantung non hermetik dimana terjadi penurunan kadar air pada masing-masing sampel perlakuan. Terjadinya kenaikan kadar air pada kakao disebabkan oleh jenis komoditasnya yang memicu peningkatan kadar air. Beberapa komoditas dapat memiliki kadar air yang meningkat disebabkan karena sebelumnya kadar air pada komoditas tersebut cukup tinggi. Hal ini serupa dengan penelitian Aryanti dan Siagian (2011) kantung Semar belum mampu menurunkan kadar air pada benih padi pada perlakuan hingga 6 bulan. Namun hal ini berbeda pada penelitian pengujian beras pada kantung hermetik. Pada beras giling yang disimpan pada kantung polipropilena/non hermetik kecenderungan kadar air adalah meningkat. Hal ini disebabkan kantung yang tidak kedap udara dan mudahnya sirkulasi udara masuk ke penyimpanan beras. Sedangkan pada kantung hermetik (Grain Pro dan Kantung Semar) cenderung konstan atau menurun (Harahap et al. 2011).

Kualitas biji yang bagus dapat terjadi ketika kadar air biji pada bahan penyimpanan konstan selama penyimpanan (Harahap et al 2011). Namun hasil penelitian ini menunjukan bahwa perbedaan komoditas dapat menyebabkan perbedaan reaksi kadar air yang muncul pada penyimpanan kantung hermetik (Kantung Semar) dan non hermetik (propilena). Hal ini dapat disiasati dengan perlakuan penurunan kadar air sebelum dilakukan proses penyimpanan dengan cara penjemuran atau pengeringan dengan oven.

Kadar Lemak

(37)

26

Tabel 3 Persentase hasil pengujian kantung hermetik menampilkan korelasi mortalitas, kadar O2, dan kadar CO2

a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf

nyata 5%. Huruf kecil membandingkan awal dan setelah perlakuan pada kategori yang sama dan baris yang berbeda. Huruf besar membandingkan perbedaan bulan perlakuan dan perlakuan infested dan non-infested pada kategori yang samadan baris yang sama.

b Aw: Awal perlakuan c Akh: Akhir perlakuan

d Mort: Mortalitas/ Persentase kematian serangga uji

Perlakuana Infested Non-infested

Bulan 1 2 3 1 2 3

Mortd 0bA 0bA 0bA - - -

Hermetik

Awb O2 18.16dA 18.96cA 18.96cA 18.53dcA 19.80bA 18.13cdA

CO2 2.96bB 2.16bB 2.46bB 4.43aB 3.30baB 2.76bB

Akhc Mort 100aA 100aA 100aA - - -

O2 2.51bB 0.93cB 0.43cB 1.80bB 0.80cB 0.46cB

CO2 20.00cA 24.33aA 22.33bA 20.00cA 23.66baA 23.66baA

Non-Hermetik

Mort 0bA 0bA 0bA - - -

Aw O2 21aA 21aA 21aA 21aA 21aA 21aA

CO2 0.0 cA 0.0 cA 0.0 cA 0.0 cA 0.0 cA 0.0 cA

Akh Mort 62aB 37.33bB 26.23cB - - -

O2 21aA 21aA 21aA 21aA 21aA 21aA

(38)

27

Biji kakao yang berasal dari proses pembuahan di musim hujan umumnya mempunyai kadar lemak lebih tinggi. Sedangkan, karakter fisik biji kakao pasca pengolahan, seperti kadar air, tingkat fermentasi dan kadar kulit, berpengaruh pada rendemen lemak biji kakao. Kisaran kadar lemak biji kakao Indonesia adalah antara 49% - 52%. Lemak kakao adalah trigliserida yang merupakan senyawa gliserol dan tiga asam lemak. Lebih dari 70% dari gliserida terdiri dari tiga senyawa tidak jenuh tunggal yaitu oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS) dan oleopalmistearin (POS). Lemak kakao mengandung juga di-unsaturated trigliserida dalam jumlah yang sangat terbatas.(Langkong et al 2009)

Hasil pengamatan penyimpanan biji kakao baik di kantung kedap udara/hermetik maupun di kantung yang tidak kedap udara/non hermetik menunjukan penurunan kadar lemak pada biji kakao. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 (Hal 29). Kondisi ini diduga akibat pembentukan lemak dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, lingkungan pertumbuhan, praktek budidaya maupun teknik penanganan pasca panen (Wardoyo, 1991). Menurut Minife (1970) Kandungan lemak juga dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan, jenis bahan, tanaman, dan musim. Pada perlakuan bisa disimpulkan lama penyimpanan berpengaruh terhadap proses penurunan biji kakao walau tak berbeda nyata dari bulan ke-1 hingga bulan ke-3.

Kadar Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan parameter kerusakan lemak yang disebabkan karena terjadinya proses hidrolisis. Pada proses ini dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek yang menimbulkan aroma dan rasa tengik. Proses perusakan hidrolisis pada lemak dipercepat antara lain kadar air, dan suhu yang tinggi serta adanya asam (Djatmiko & Wijaya 1985).

Pengukuran asam lemak bebas memberikan indikasi kualitas biji kakao untuk menghasilkan cocoa butter . Cocoa butter dengan tingkat tinggi asam lemak bebas cenderung lembut , rasa yang kurang enak, dan memiliki umur simpan yang singkat ( Powell 1983) . Keberadaan asam lemak bebas di dalam lemak kakao harus dihindari karena hal itu merupakan salah satu indikator kerusakan mutu. Asam lemak bebas umumnya muncul jika biji kakao kering disimpan di gudang yang kurang bersih dan lembab. Kadar asam lemak bebas seharusnya kurang dari 1%. Biji kakao dianggap sudah mulai mengalami kerusakan pada kadar asam lemak bebas di atas 1.3 %. Oleh karena Codex Allimentarius menetapkan toleransi kandungan asam lemak bebas di dalam biji kakao dengan batas maksimum 1.75%. ( CCCA 1984) .

(39)

28

memiliki kadar asam lemak bebas yang cukup tinggi sehingga mempengaruhi reaksi sampel yang ada di kantung tersebut. Namun, tidak ada perbedaan nyata diantara semua sampel.

Kehilangan Hasil/Weight Loss

Serangan serangga dapat menyebabkan kerusakan pada biji/benih dalam penyimpanan. Semakin banyak populasi serangga, semakin banyak pula kerusakan yang diakibatkan oleh serangga tersebut (Harahap et al 2011). Peningkatan kerusakan dapat dilihat pada kantung non hermetik dan diinfestasikan serangga pada kantung polipropilena. Peningkatan kerusakan berkolerasi dengan kehilangan persen susut bobot pada biji kakao. Kantung polipropilena dapat menghasilkan kehilangan susut/ weight loss dapat mencapai 33% dalam tiga bulan. Karena Mortalitas serangga mengalami penurunan dan sebaliknya populasi serangga mengalami kenaikan. A. fasciculatus dapat menyebabkan susut lebih dari 30% (Sunjaya dan Widayanti 2012). Kalau hal ini terjadi di penyimpanan skala besar, maka kerugian yang diakibatnya akan sangat besar. Terjadinya susut pada penyimpanan biji kakao yang tidak diinfestasi oleh serangga uji kemungkinan disebabkan oleh masih berlangsungnya proses respirasi pada biji kakao tersebut atau kemungkinan terdapat serangga gudang lain yang masuk dan menyerang biji kakao tersebut. Kantung polipropilena memiliki kekurangan dalam proses barrier

(40)

29 Tabel 4 Persentase hasil pengujian kantung hermetik menampilkan hasil pengujian yang berdampak terhadap kualitas biji kakao

a Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf

nyata 5%. Huruf kecil membandingkan awal dan setelah perlakuan pada kategori yang sama dan baris yang berbeda. Huruf besar membandingkan perbedaan bulan perlakuan dan perlakuan infested dan non-infested pada kategori yang samadan baris yang sama.

bAw: Awal perlakuan

KLf 68.78bdcA 59.67gA 65.58efA 68.62bdcA 63.44fA 60.58gA

ALBg 0.24hB 1.03aB 0.52eB 0.28hB 0.40gB 0.48feB

KL 71.05baA 68.11edcA 66.90edA 72.41aA 60.29gA 70.36bacA

ALB 0.62dcB 0.61dB 0.42fgB 0.82bB 0.69cB 0.61dB

KL 62.48bcB 63.88edcB 58.84dB 65.87aB 58.50dA 60.22dcB

(41)

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil survei wawancara responden petani, dan pengumpul diperoleh bahwa praktik pertanian dan pengelolaan pascapanen terdapat hal penting yang menjadi hasil penelitian ini. Tidak semua petani melakukan praktik pertanian yang dianjurkan. Hal ini juga dapat ditemukan pada pengelolaan hasil pertanian. Tidak semua petani dan pengumpul melakukan proses fermentasi dan sortasi sebagai bagian dari peningkatan mutu biji kakao. Ditemukannya banyak jenis serangga dan didominasi oleh Liposcelis sp. dan Ephestia cautella menjadi indikator pengelolaan penyimpanan biji kakao sebagian pengumpul dan eksportir perlu terus ditingkatkan. Salah satu konsep penyimpanan yang direkomendasikan adalah dengan menggunakan kantung hermetik sebagai alternatif pengendalian serangga ramah lingkungan. Penggunaan kantung hermetik mampu mematikan serangga hama gudang dengan kematian mencapai 100%.

Saran

Berdasarkan kondisi di lapangan, dan rekomendasi implementasi pengendalian hama gudang terpadu disarankan agar:

1. Praktik pertanian yang baik dilakukan oleh petani sebagai bagian untuk meningkatkan kualitas biji kakao

2. Praktik pascapanen baik yang diterapkan seperti fermentasi dan proses sortasi biji kakao sebelum dijual

Gambar

Gambar 3 Klep untuk mengukur kadar oksigen dan karbondioksida
Gambar 6  Persentase sub kriteria responden kelompok petani dari sejumlah 50
Gambar 7 Persentase kategori budidaya tanaman (a) umur tanaman (b) varietas
Gambar 8   Persentase jenis hama dan penyakit yang ditemukan petani di lapang (a)
+7

Referensi

Dokumen terkait