• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Fisik, Kimia Dan Histologi Daging Kambing Kacang Dan Domba Garut Yang Diberikan Pakan Berbasis Sorgum.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kualitas Fisik, Kimia Dan Histologi Daging Kambing Kacang Dan Domba Garut Yang Diberikan Pakan Berbasis Sorgum."

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS FISIK, KIMIA DAN HISTOLOGI DAGING

KAMBING KACANG DAN DOMBA GARUT YANG

DIBERIKAN PAKAN BERBASIS SORGUM

SUSI JAYANTI SIANTURI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Fisik, Kimia dan Histologi Daging Kambing Kacang dan Domba Garut yang diberikan Pakan Berbasis Sorgum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

SUSI JAYANTI SIANTURI. Kualitas Fisik, Kimia dan Histologi Daging Kambing Kacang dan Domba Garut yang diberikan Pakan Berbasis Sorgum. Dibimbing oleh ASNATH MARIA FUAH, HENNY NURAINI dan DIDID DIAPARI.

Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi. Biji sorgum potensial digunakan sebagai pakan konsentrat karena termasuk dalam bahan sumber karbohidrat (73g/100g) dengan kandungan energi metabolisnya mencapai 3212 kkal kg-1(NRC 1994). Sorgum juga mempunyai kandungan protein yang tinggi (12.99%) dan lemak yang rendah (2.34%) dibandingkan jagung dengan kandungan protein (8.7%) dan karbohidrat (72.4 g/100g). Biji sorgum potensial digunakan sebagai pakan konsentrat, namun terdapat faktor yang menjadi pertimbangan dalam penggunaan sorgum yaitu kandungan tannin sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi nilai mutu daging baik secara fisik maupun kimia, serta profil otot daging kambing dan domba lokal yang diberikan pakan berbasis sorgum yang dipelihara secara intensif.

Enam ekor kambing Kacang dan enam ekor domba Garut umur kurang dari satu tahun dipelihara secara intensif selama 100 hari. Pakan yang diberikan adalah konsentrat berbasis sorgum (20% bulir sorgum). Daging bagian Longissimus dorsii di analisis berdasarkan kualitas fisik, kimia dan histologi ototnya. Analisa kualitas fisik meliputi uji warna, keempukan, daya mengikat air dan susut masak. Analisa kualitas daging secara kimia meliputi uji kadar protein, kadar lemak, kadar kolesterol, kadar karbohidrat, kadar air dan abu. Profil histologi daging dianalisis dengan menggunakan pewarnaan Haematoxylin-Eosin (HE) standar (Kiernan, 1990) dan pewarnaan jaringan ikat dengan Masson Trichrome (Kiernan, 1990). Parameter yang diamati adalah luas penampang otot, luas fasikulus, jumlah otot per fasikulus, persentase area otot per fasikulus, persentase jaringan ikat perfasikulus, jarak antar fasikulus dan persentase jaringan ikat dalam jarak fasikulus.

Berdasarkan hasil diperoleh rataan kualitas fisik daging meliputi nilai pH daging, pH daging kambing (6.03±0.10) dan pH daging domba (5.79±0.08). Daging kambing dan domba keduanya tergolong daging sangat empuk, dimana keempukan daging kambing (2.73±0.33 kg cm-2) dan daging domba (1.86±0.23 kg cm-2). Lemak pada daging kambing lebih rendah (2.00 ±0.56) dari daging domba (4.78 ±1.77). Profil otot daging dapat menggambarkan kualitas daging. Daging domba memiliki luas fasikulus yang lebih besar, jumlah otot per fasikulus lebih sedikit dan jarak antar fasikulus lebih panjang, sehingga secara mikroskopis kualitas daging domba lebih baik dari daging kambing. Pakan berbasis sorgum menghasilkan kualitas daging yang baik, yang ditunjukkan kualitas fisik, kimia dan profil histologi daging yang berada pada kisaran normal.

(5)

SUMMARY

SUSI JAYANTI SIANTURI. Physical, Chemical Quality and Histology Meat of Kacang Goat and Garut Sheep Fed with Sorghum Based Concentrate. Supervised by ASNATH MARIA FUAH, HENNY NURAINI and DIDID DIAPARI.

Shorgum (Sorghum bicolor L.) as a kind of cereal is potential to be developed in Indonesia because it has wide adaptation to suboptimal condition. Grain sorghum was potentially used as feed concentrates as a source of carbohydrate (73g / 100g) with metabolic energy content up to 3212 kcal kg-1 (NRC 1994). In addition, sorghum had high protein content (12.99%) and fat (2:34%) lower than corn, while corn protein content (8.7%) and carbohydrates (72,4g / 100g). Sorghum grain potentially used as feed concentrates, but it should be considered that sorghum contains tannins. The objective of this study were evaluate physical and chemical quality and meat profile Kacang goat and Garut sheep given feed based sorghum.

Six Kacang goats and five Garut sheeps were fed concentrate with 20% sorghum and raised for 100 days. The meat sample was taken from Longisimus Dorsi. Physical characteristics of meat observed were meat colours, tenderness, water holding capacity and cooking loss. Chemical characteristics that analyzed were moisture content, ash content, fat, protein, and cholesterol. Histology meat profile analyzed with Haematoxylin-eosin staining (HE) standard (Kiernan, 1990) and connective tissue staining with Masson Trichrome (Kiernan, 1990). Parameters measured were cross-sectional area of muscle, broad fasciculus, the amount of muscle in fasciculus, muscle area percentage in fasciculus, the percentage of connective tissue range from fasciculus, the distance between the fascicles and the percentage of connective tissue within fasciculus.

Based on the results obtained by averaging the physical quality meat include pH value goat meat ( 6.03 ± 0.10 ) and lamb meat ( 5.79 ± 0:08 ) , both the meat is very tender , where the tenderness of goat meat 2.73 ± 0.33 kg cm-2 and lamb meat 1.86 ± 0.23 kg cm-2. Chemical quality of goat meat and lamb in fat, 2.00±0.56%and 4.78 ± 1.77% respectively. Other parameters of goat meat and sheep meat were similar. Profile of muscle meat can describe the quality of the meat. Based on the muscle fascicles, amount of muscle in fasciculus and the length between the fascicles, the quality of sheep meat was better than goat meat. It can be concluded that meat quality of goat and sheep feed sorghum was good without any diffrence with normal meat.

(6)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KUALITAS FISIK, KIMIA DAN HISTOLOGI DAGING

KAMBING KACANG DAN DOMBA GARUT YANG

DIBERIKAN PAKAN BERBASIS SORGUM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Kualitas Fisik, Kimia dan Histologi Daging Kambing Kacang dan Domba Garut yang diberikan Pakan Berbasis Sorgum

Nama : Susi Jayanti Sianturi NIM : D151130231

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS Ketua

Dr Ir Henny Nuraini, MSi Anggota

Dr Ir Didi Diapari, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Produksi dan

Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih anugerahNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak bulan Juli 2014 sampai dengan Desember 2014 adalah Kualitas Fisik, Kimia dan Histologi Daging Kambing Kacang dan Domba Garut yang diberikan Pakan Berbasis Sorgum. Tesis disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister pada program studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terimakasih kepada Dr Ir Asnath Maria Fuah, MS dan Dr Ir Henny Nuraini, MSi serta Dr Ir Didid Diapari, MSi selaku komisi pembimbing. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih atas waktu, arahan, bimbingan, dan dorongan semangat mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis. Terimakasih juga kepada Dr Ir Salundik, MSi selaku Ketua Program Studi/Mayor IPT beserta jajarannya atas pelayanan prima selama penulis menempuh studi. Terimakasih kepada Dr Tuti Suryati SPt, MSi selaku dosen penguji, yang memberikan banyak masukan sehingga tesis yang saya tulis lebih baik. Ucapan terimakasih oleh penulis kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Program Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN).

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak tercinta Bernard Sianturi dan Mama tersayang Heddy br.Hombing. Suami tercinta Briner Lumbantoruan dan anak saya Lady Heinna dan Lacy Hasianna yang menjadi penyemangat serta keluarga besar atas doa, cinta kasih, kesabaran dan dukungan serta motivasi yang selalu diberikan pada penulis. Kepada teman-teman angkatan 2013 terimakasih atas kebersamaan selama ini. Kiranya persahabatan serta kerjasama tetap terjalin pada waktu mendatang. Kepada pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis juga mengucapkan terimakasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

Pengujian Histologi Daging 6

(12)

Simpulan 17

Saran 17

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan ransum penelitian 3

2 Rataan kualitas fisik daging kambing Kacang dan domba Garut

yang diberikan pakan berbasis sorgum 7

3 Nilai nutrisi daging kambing Kacang dan domba Garut yang

diberikan pakan berbasis sorgum 12

4 Analisis histologi daging kambing Kacang dan domba Garut

yang diberi pakan berbasis sorgum 15

DAFTAR GAMBAR

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambahan penduduk yang tinggi di Indonesia ditambah dengan semakin meningkatnya daya beli masyarakat menyebabkan suplai daging belum mencukupi permintaan daging. Salah satu langkah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah dengan budidaya ternak lokal. Ternak lokal Indonesia seperti ternak kambing Kacang dan domba Garut memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, karena dapat berkembang biak dengan cepat, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kegunaan utama kambing Kacang dan domba Garut adalah sebagai penghasil daging. Kualitas daging yang merupakan hasil akhir dari penggemukan kambing dan domba lokal tidak bisa dilepaskan dari kualitas input pakan yang diberikan. Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas daging. Manajemen pemberian pakan dan kandungan nutrisi pakan merupakan faktor pendukung untuk mendapatkan hasil dari produksi ternak.

Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai kemampuan adaptasi yang tingi. Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama/penyakit. Biji sorgum potensial digunakan sebagai pakan konsentrat karena termasuk dalam bahan sumber karbohidrat (73g/100g) dengan kandungan energi metabolisnya mencapai 3212 kkal kg-1(NRC 1994). Selain itu, sorgum mempunyai kandungan protein yang tinggi (12.99%) dan lemak (2.34%) yang rendah dibandingkan jagung kandungan proteinnya (8.7%) dan karbohidratnya (72.4 g/100g). Penggunaan sorgum sebagai bahan pakan lebih ekonomis karena harga bulir sorgum jauh lebih murah dari jagung. Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas daging yang dihasilkan oleh kambing dan domba lokal yang dipelihara secara intensif dengan pemberian pakan konsentrat berbasis sorgum.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi nilai mutu daging baik secara fisik maupun kimia, serta profil histologi otot kambing dan domba lokal yang diberikan pakan berbasis sorgum yang dipelihara secara intensif.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang kualitas daging, baik secara fisik, maupun kimia serta histologi dari kambing dan domba lokal yang diberikan pakan berbasis pakan sorgum.

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini dipelihara di Laboratorium Lapang bagian Ruminansia Kecil Unit Kambing dan Domba. Analisa kualitas fisik daging dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, IPB. Analisa kualitas kimia (warna dan proksimat) daging dilakukan di laboratorium Pusat Antar Universitas IPB Analisa histologi daging dilakukan di laboratorium pathologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan analisa kolestrol dilakukan di laboratorium Balai Besar Industri Agro. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai dengan Desember 2014.

Materi

Bahan

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging bagian Longissimus dorsii yang berasal dari 6 ekor kambing Kacang dan 5 ekor domba Garut yang diberikan pakan berbasis sorgum. Daging yang digunakan untuk uji kualitas fisik sebanyak 100 g/sampel, uji kualitas kimia sebanyak 30 g/sampel, uji kadar kolesterol 100 g/sampel, dan uji histologi daging sebanyak 10 g/sampel. Daging dilayukan selama 24 jam sebelum dilakukan pengujian.

Sistim Pemberian Pakan

(17)

3 kering. Komposisi bahan ransum dan kandungan nutrisi ransum disajikan dalam Tabel 1.

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu dengan ukuran 120 x 80 x 120 cm. Kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum dari ember plastik. Peralatan yang digunakan antara lain timbangan duduk dengan kapasitas 5 kg untuk menimbang konsentrat dan rumput, timbangan pegas merk “Three Goats” dengan kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot badan ternak, karung bekas sebagai penahan ternak pada saat ditimbang. Sapu, serokan dan sikat untuk membersihkan kandang. Timbangan digital untuk menimbang potongan komersial karkas, gergaji, pisau, scalpel, plastik, talenan, dan refrigerator.

Peubah yang diamati

Pengujian Kualitas Fisik

a. pH Daging

Data pH sangat penting karena akan berpengaruh pada sifat fisik daging. pH meter dikalibrasi pada cairan buffer pH 7, lalu pada cairan buffer pH 4. pH meter ditusukkan pada sampel daging yang akan diuji. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

b. Warna Daging

(18)

4

berkisar antara -80 sampai 70. Nilai b* positif menunjukkan warna kekuningan, sedangkan nilai b* negatif menunjukkan warna kebiruan.

c. Daya Mengikat Air

Daya mengikat air daging dihitung dengan cara menghitung jumlah mg H2O pada daging. Jika mg H2O pada daging tinggi, maka menyebabkan DMA semakin rendah dan sebaliknya jika mg H2O rendah menyebabkan DMA daging semakin tinggi. Daging segar dipotong dengan berat 0.3 g, kemudian disimpan diantara dua kertas saring whatman 41 yang berdiameter 9 mm. Selanjutnya sampel daging tersebut dipres dengan menggunakan carver pres dengan tekanan 35 kg/cm2 selama 5 menit. Luas area basah yang tertera pada kertas saring diukur menggunakan planimeter. Besarnya daya mengikat air ditentukan dengan menggunakan rumus Hamm (1972) dalam Soeparno (1994) adalah :

Mg H2O= � ℎ (

2)

0.0 4 − 8.

Kemudian mg H2O dikonversi dalam persen (%) dengan rumus sebagai berikut: % mg H2O= � �2�

� �� � %

d. Keempukan

Keempukan daging diukur secara obyektif dengan menggunakan alat Warner-Bratzler shear. Sampel daging ditusuk dengan thermometer bimetal, direbus pada air mendidih sampai suhu internal 80-81 0C. Setelah itu sampel daging didinginkan selama 60 menit. Daging dicorer searah serat daging lalu diukur dengan alat Warner-Bratzler shear dan keempukan daging akan terbaca pada skala alat tersebut. Skala daging antara 1 - 3 dinyatakan daging tersebut empuk, skala daging antara 4 - 8 dinyatakan daging tersebut kurang empuk, skala daging antara 8 ke atas dinyatakan alot. Suryati et al. (2008) menyatakan bahwa daging tergolong sangat empuk apabila daya putus WB (<3.30 kg/cm2), empuk (3.30-5.00 kg/cm2), agak empuk (5.00-6.71 kg/cm2), agak alot (6.71 8.42 kg/cm2), alot (8.42 – 10.12 kg/cm2), sangat alot (>10.12 kg/cm2). Semakin tinggi nilai daya putus WB berarti semakin banyak gaya yang diperlukan untuk memutus serabut daging per sentimeter persegi, yang berarti daging semakin alot atau tingkat keempukan semakin rendah.

e. Susut Masak Daging

Susut masak daging adalah persentase bobot daging yang hilang setelah proses pemasakan. Sampel daging sebanyak 50 g, ditusuk dengan thermometer bimetal, direbus pada air mendidih sampai suhu internal 80-81 0C. Daging diangkat dan didinginkan pada suhu ruang, kemudian daging tersebut ditimbang kembali lalu dihitung berapa persen susut masaknya dengan rumus :

(19)

5

Pengujian Kimia

a. Uji Kadar Air (AOAC 1999)

Kadar air diukur dengan metode Gravimetri secara pemanasan langsung, yaitu menghitung banyaknya air yang hilang dengan pemanasan ±105 oC menggunakan oven selama 4-6 jam. Terlebih dahulu botol timbang dikeringkan kira-kira 1 jam dalam alat pengering pada suhu 105 oC dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang (x) gram. Sejumlah daging ditimbang dengan teliti ± 5 gram dalam botol timbang sebagai (y) gram. Botol timbang dan sampel yang berada di dalamnya dimasukkan dalam alat pengering selama 4-6 jam pada suhu 105 oC. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga berat konstan (z) gram. Kadar air ditentukan dengan rumus berikut:

� = − −

− %

b. Uji Kadar Protein (Kjeldahl)

(20)

6

setelah itu didinginkan didalam deksikator dan hasilnya ditimbang sebagai bobot akhir.

% = % % %

d. Kadar Abu (AOAC 1999)

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sebelumnya telah diukur beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu 400–600 0C. Sampel akan terbakar habis menjadi abu. Sesudah abu menjadi putih seluruhnya, cawan diangkat dan didinginkan dengan cara memasukkan ke dalam desikator selama ± 1 jam, lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan cara:

% = − ℎ� � %

e. Pengujian Kadar Kolestrol

Sebanyak 100 g daging yang sudah dicincang dimasukkan kedalam tabung dan ditambahkan 10 mL dietil eter diekstraksi selama 5 menit, sesudah itu diuapkan pada suhu kamar sampai kering. Daging yang sudah diekstrak dibuang dan kolesterol yang terlarut dalam ether tersebut ditambah 1 mL fosfat buffer salin pH 7.2, dikocok dan disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Setelah itu supernatan dituang ke dalam tabung evendorf dan siap untuk dianalisa kolesterolnya menggunakan metode CHOD-PAP yang dibuat oleh Human (KIT Human LOT H116).

Pengujian Histologi Daging

Pembuatan preparat mikroanatomi mengacu pada Kierman (1990). Tahapan ini diawali dengan pengambilan sampel daging sebesar 1x1x1 cm3. Otot yang digunakan sebagai sampel untuk preparat mikroanatomi adalah M. Longissimus dorsi. Sampel otot yang telah didapat difiksasi dengan paraformaldehid 4% kemudian dilakukan dehidrasi untuk menghilangkan air dalam jaringan. Sampel kemudian dijernihkan dengan perendaman dalam xylol dan kemudian dilakukan embedding dalam larutan parafin. Sampel yang sudah dalam bentuk parafin block kemudian dilakukan pemotongan dengan ketebalan 4-5um menggunakan rotary mikrotom untuk mendapatkan slide preparat. Slide preparat yang didapat kemudian diberi pewarnaan Haematoxylin-eosin (HE) standar (Kiernan 1990) dan pewarnaan jaringan ikat dengan Masson trichrome (Kiernan 1990)

(21)

7

Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif yang terdiri dari nilai rataan dan simpangan baku. Parameter yang diseskripsikan meliputi kualitas fisik (pH, DMA, keempukan, susut masak), kualitas kimia (kadar air, protein, lemak, kadar abu, karbohidrat, kolesterol) dan histologi daging kambing dan domba berdasarkan Steel dan Torrie (1995):

� = √∑��=� −�� − �̅

x̅ =

∑ �� Keterangan :

S = Standar Deviasi � = Nilai x ke-i

= Rataan nilai parameter yang dideskripsikan n = Jumlah sampel daging kambing dan domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Fisik Daging

Kualitas fisik daging meliputi nilai pH, DMA, keempukan, susut masak dan warna daging pada domba dan kambing perlakuan, dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2 Rataan kualitas fisik daging kambing Kacang dan domba Garut yang diberikan pakan berbasis sorgum

Parameter Kambing Domba

pH 6.03 ±0.10 5.79 ±0.08

DMA (%) 52.12 ±10.54 44.80±3.78

Susut masak (%) 39.16 ± 3.54 37.74±4.79

Keempukan (kg/cm2) 2.73 ±0.33 1.86 ±0.23

Warna daging : L* 45.77 43.78

a* 13.96 12.23

b* 5.24 5.16

Nilai pH

(22)

8

Sebelum pemotongan ternak dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam. Pemotongan dilakukan pada pagi hari untuk mengurangi tingkat stres ternak. Pengukuran nilai rataan pH dilakukan 24 jam setelah pemotongan untuk mengetahui pH akhir yang dicapai pada saat kandungan glikogen daging benar-benar habis. Daging dilayukan pada suhu refrigerator selama 24 jam. Penurunan pH daging selama pemotongan ternak sangat dipengaruhi oleh asam laktat. Proses perubahan otot menjadi daging membutuhkan glikogen sebagai sumber energi dan akan menghasilkan asam laktat. Proses ini menyebabkan glikogen dikonversi menjadi asam laktat sampai pH mencapai suatu titik sampai enzim pemecah tidak aktif. Enzim-enzim pemecah (glikolitik) pada daging mamalia yang spesifik akan berhenti pada pH 5.4–5.5 dan kondisi ini glikogen tidak ditemukan lagi pada daging (Lawrie 2003). Nilai pH ultimat daging berada pada kisaran 5.4-5.8 dalam waktu 12-24 jam pemotongan (Soeparno 1994). Nilai pH daging domba sebesar 5.79 sesuai dengan pernyataan Soeparno 1994 berada pada pH ultimat, sehingga sampel daging yang dianalisa secara fisik telah melewati fase rigormortis.

Semakin banyak ketersediaan asam laktat maka penurunan pH daging selama pemotongan akan semakin besar atau pH akhir daging akan rendah. Nilai pH akhir daging kambing Kacang lebih tinggi dibandingkan dengan pH akhir domba Garut, hal ini dikarenakan kandungan glikogen yang berbeda antar ternak, sehingga penurunan pH akhir akan berbeda pula. Kandungan glikogen pada daging domba diduga lebih tinggi, hal ini dilihat dari kadar lemak daging domba lebih besar dari daging kambing. Pakan berbasis sorgum mengandung karbohidrat sebagai sumber energi yang cukup tinggi. Karbohidrat akan diubah menjadi glukosa melalui proses glikogenesis dan disimpan menjadi glikogen otot dan hati. Otot dan hati memiliki keterbatasan dalam menyimpan glikogen, sehingga sebagian glikogen akan disimpan dalam bentuk lemak. Ternak yang tenang saat dipotong mempunyai cadangan glikogen yang cukup untuk proses rigormortis, sedangkan yang stres kemungkinan menghasilkan pH daging ultimat yang lebih tinggi karena cadangan glikogen otot menjadi cepat habis.

Daya Mengikat Air (DMA) 32.32%, hasil ini lebih kecil dari hasil pada penelitian ini. Salah satu faktor yang meyebabkan nilai DMA cukup tinggi adalah umur ternak yang masih muda. Ternak pada penelitian ini tergolong masih muda yaitu kurang dari satu tahun. Menurut Arnim (1996), daging dengan daya mengikat air lebih tinggi mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan daya mengikat air yang rendah. Tingginya daya mengikat air protein daging menyebabkan keempukan dan Juiciness daging meningkat dan menurunkan susut masak daging sehingga kehilangan nutrisi lebih rendah.

(23)

9 sehingga menurunkan kandungan air bebas, dan begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi jumlah air yang keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah (Lawrie 2003). Daya mengikat Air (DMA) pada daging dipengaruhi oleh perbedaan otot, spesies, bangsa, umur, fungi otot, jenis kelamin, lemak intrarnuskular dan temperatur penyimpanan (Soeparno 1994). Persentase air yang keluar dari daging dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengetahui nilai DMA. Semakin kecil persentase air yang keluar dari daging maka nilai DMA akan semakin besar pula.

Soeparno (2005) menyatakan bahwa penurunan pH yang cepat akibat dari pemecahan ATP yang cepat akan meningkatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan daya mengikat air protein. Pemecahan dan habisnya ATP serta pembentukan ikatan diantara filamen pada saat rigormortis akan menyebabkan penurunan daya mengikat air. Penurunan daya mengikat air (DMA) daging sapi dan domba disebabkan karena pembentukan aktomiosin dan habisnya ATP pada saat rigor. Sepertiga penurunan DMA daging disebabkan oleh penurunan pH. Daya mengikat air sangat erat hubungannya dengan susut masak daging, semakin rendah nilai DMA daging maka susut masaknya akan semakin besar karena daging akan banyak kehilangan cairan selama pemasakan.

Susut Masak

Susut masak selama proses pemasakan merupakan salah satu indikator nilai nutrisi daging, semakin besar susut masak daging maka nutrisi daging yang hilang akan semakin besar. Berdasarkan hasil yang diperoleh, rataan nilai susut masak daging kambing Kacang dengan domba Garut, masing-masing adalah 39.16±3.54% dan 37.74±4.79% (Tabel 2). Hasil ini lebih besar dari nilai yang dilaporkan oleh Hozze et al. 2014 yaitu kambing persilangan Norwegian yang diberikan 75% dedak jagung memiliki susut masak yang lebih rendah senilai 25.69%, demikian juga menurut Purbowati et al. 2006 susut masak daging domba lokal umur <1 tahun sebesar 28.34%.

Daya mengikat air pada daging yang tinggi akan menyebabkan nilai susut masak yang rendah. Faktor yang dapat mempengaruhi susut masak adalah pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi myofibril, ukuran dan berat sampel daging, dan penampang lintang daging. Soeparno (2005), menyatakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi susut masak, susut masak bisa meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih pendek. Daya mengikat air oleh protein daging yang rendah mengakibatkan susut masak meningkat dan keempukan daging akan berkurang.

Keempukan

(24)

10

tergolong kedalam kategori daging sangat empuk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryati dan Arief (2005) bahwa kriteria keempukan berdasarkan panelis yang terlatih menunjukan bahwa daging sangat empuk memiliki daya putus WB (Warner Blatzer) <4.15 kg cm-2, daging empuk 4.15≤5.86 kg cm-2, daging agak empuk 5.867.86 kg cm-2, daging agak alot 7.56 ≤9.27 kg cm-2, daging alot 9.27≤10.97 kg cm-2, daging sangat alot >10.97 kg cm-2. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan oleh Sudarma et al. (2008), Keempukan daging domba yang diberikan 75% konsentrat yang terdiri dari onggok, gaplek, bungkil sawit, ampas tempe, ampas kecap, minyak ikan, CaCO3, premiks (campuran vitamin dan mineral komersial), urea, garam dan

molases adalah 1.69 kg cm-2. Hasil lain yang dilaporkan oleh Rachmawan et al. (2008) daging domba garut umur <1 tahun yang diberikan pakan 65% konsentrat yang terdiri dari jagung giling, bungkil kelapa dan dedak padi memiliki keempukan yang lebih rendah dari penelitian ini yaitu 5.02 kg cm-2.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keempukan daging adalah umur ternak. Dalam penelitian ini ternak yang digunakan berumur kurang dari satu tahun dan masih tergolong kedalam ternak muda. Ternak muda memiliki daging yang lebih empuk dari ternak tua. Soeparno (2005) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi keempukan daging dibagi menjadi faktor antemortem seperti genetik termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, faktor umur, manajemen, jenis kelamin dan stres, dan faktor postmortem yang diantaranya meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan dan pembekuan termasuk faktor lama dan temperatur penyimpanan, dan metode pengolahan, termasuk metode pemasakan dan penambahan bahan pengempuk. Penanganan sebelum dan setelah pemotongan juga berpengaruh terhadap keempukan. Penanganan sebelum pemotongan seperti pemeliharaan yang dilakukan secara intensif di kandang individu. Hal ini akan mengakibatkan pergerakan ternak yang relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan kandang koloni, atau bahkan yang dipelihara dengan digembalakan. Aktivitas gerak yang tinggi akan meningkatkan kontraksi otot, sehingga daging yang dihasilkan keempukannya akan berkurang. Penangan karkas setelah dipotong seperti pelayuan akan menurunkan daya putus Warner-Blatzler (WB), sehingga akan meningkatkan keempukan. Dalam penelitian ini lama pelayuan adalah 24 jam setelah pemotongan.

(25)

11 Warna Daging

Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging yang dapat dinilai langsung oleh konsumen. Warna daging ditentukan oleh kandungan dan keadaan pigmen daging yang disebut mioglobin dan dipengaruhi oleh jenis hewan, umur hewan, pakan, aktivitas otot, penanganan daging dan reaksi-reaksi kimiawi yang terjadi di dalam daging. Warna daging dipengaruhi oleh konsentrasi mioglobin dalam daging. Umur ternak semakin bertambah maka konsentrasi mioglobin akan semakin meningkat (yang ditunjukkan oleh nilai a). Umur ternak yang dipelihara dalam penelitian ini adalah kurang dari satu tahun.

Warna daging dalam penelitian ini ditunjukkan oleh nilai L (hitam hingga putih), a (hijau hingga merah) dan b (biru hingga kuning). Nilai a warna daging untuk kambing kacang +13.96 dan domba Garut +12.23. Nilai ini menunjukkan nilai yang positif, dan lebih menunjukkan ke warna kemerahan. Berdasarkan nilai rataan a, daging kambing Kacang lebih merah dari daging domba Garut. Derajat kemerahan pada daging dipengaruhi oleh kandungan mioglobin, semakin tinggi mioglobin maka daging akan semakin merah. Kandungan mioglobin daging dipengaruhi oleh faktor genetik yang berhubungan dengan aktivitas ternak. Kambing merupakan jenis ternak yang aktif dan lebih banyak bergerak dibanding dengan domba. Semakin tinggi aktivitas ternak maka proses glikolisis (perubahan glikogen menjadi energi dari asam laktat) semakin aktif karena semakin banyak diperlukan oksigen. Nilai b kedua jenis ternak tidak berbeda jauh, nilai b daging kambing Kacang dan domba Garut masing-masing +5.24 dan +5.16, itu artinya warna daging lebih mengarah merah agak gelap. Nilai L masing-masing adalah 45.77 dan 43.78 artinya warna kedua daging merah agak gelap. Warna daging domba Garut agak lebih gelap dari daging kambing Kacang. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang dilaporkan oleh Purbowati et al. (2006) yaitu, warna daging domba lokal dengan bobot potong 25,2 kg dengan umur kurang dari 1 tahun memiliki nilai L +49,10, nilai b +8,84 dan nilai b +9,48, sehingga warna dagingnya mengarah ke warna merah agak gelap. Purbowati et al. (2006) melaporkan bahwa semakin tinggi bobot potong domba lokal maka warna daging pada bagian Longissimus dorsii semakin merah gelap.

Kualitas Kimia Daging

(26)

12

Tabel 3 Nilai Nutrisi daging kambing Kacang dan domba Garut yang diberikan pakan berbasis sorgum

Parameter Kambing Kacang Domba Garut

Protein (%) 20.15±0.84 19.11 ±1.52

Lemak (%) 2.00 ±0.56 4.78 ±1.77

Karbohidrat (%) 1.25±0.89 1.76±1.83

Kadar Air (%) 75.57±0.65 74.08±1.65

Kadar Abu (%) 1.03 ±0.07 0.98±0.14

Kolesterol (mg/100g) 72.85 ±11.33 70.88 ±7.90 Protein

Protein daging memiliki kemampuan untuk mengikat air. Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kemampuan mengikat air daging dan menurunkan kadar air bebas, sehingga nutrisi daging yang hilang akan lebih sedikit. Berdasarkan hasil yang di peroleh rataan kadar protein daging kambing Kacang adalah 20.15±0.84% dan domba Garut adalah 19.11±1.52% (Tabel 3). Kadar protein ini termasuk dalam kisaran normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang dilaporkan Hozza et al. 2014 yaitu protein daging kambing persilangan Norwegian yang diberikan pakan 75% dedak jagung adalah 20.4%, begitu juga dengan hasil yang dilaporkan Ngayono N (2014) kadar protein daging yang diberikan pakan complete feed terfermentasi berkisar 20.5%. Menurut Soeparno (2005) kadar protein daging berkisar antara 16-22%. Pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar protein daging. Kadar protein daging pada kambing Kacang umur < 1.5 tahun menurut Mirdhayati (2014) adalah 23.47±1.01% lebih tinggi dari hasil pada penelitian ini. Sebaliknya El Aqsah et al. (2011) melaporkan kadar protein daging kambing sebesar 18,72%. Perbedaan kadar protein dapat diakibatkan karena perbedaan pemberian pakan pada masing-masing penelitian.

Kadar protein memiliki hubungan positif dengan kadar air, dimana protein daging dapat mengikat air, sehingga semakin tinggi kadar protein daging maka kecenderungan kadar air daging juga akan semakin tinggi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan kandungan protein yang lebih tinggi pada daging kambing memiliki kadar air yang lebih tinggi juga jika dibandingkan dengan daging domba yang memiliki rataan kadar protein yang lebih rendah memiliki kadar air yang lebih kecil. Kadar protein berhubungan dengan umur ternak. Kedua jenis ternak yang dipelihara memiliki umur < 1 tahun. Pada umur ini berada pada fase pertumbuhan, yaitu pada fase pembentukan otot dan deposisi protein. Pembentukan protein di dalam tubuh umumnya dipengaruhi oleh status fisiologis ternak yaitu ternak yang masih muda membutuhkan lebih banyak protein dibandingkan dengan ternak dewasa (Arnim, 1996). Soeparno (1994) melaporkan bahwa kadar protein domba lokal jantan muda yaitu 24,2% yang berbeda nyata (p<0.05).

Lemak

(27)

13 meningkatkan keempukkan pangan, memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Aberle et al. 2001). Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar lemak pada kambing kacang lebih kecil yaitu 2.00±0.56% sedangkan daging domba Garut sebesar 4.78±1.77. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan kisaran yang disampaikan William (2007), kadar lemak daging merah berkisar 1.5-4.7 g/100 g, dan USDA (2001) melaporkan bahwa kadar lemak daging merah berkisar 2.6-8.2 g/80 g. Sehingga kdar lemak pada daging kambing dan domba yang diberikan pakan berbasis sorgum masih berada pada kisaran normal. Sunarlim et al. 2015 melaporkan, kadar lemak yang lebih kecil dari hasil penelitian ini, yaitu kambing kacang dan domba lokal umur 1 tahun yang diberikan 80% pakan konsentrat memiliki masing-masing kadar lemak 2.4% dan 1.5%. Sebaliknya hasil yang diperoleh Hozza et al. 2014 yaitu kadar lemak daging kambing persilangan Norwegian yang diberikan pakan 75% dedak jagung cukup tinggi yaitu sekitar 6%. Daging kambing memiliki lemak intramuscular yang lebih rendah dari daging domba dan daging merah lainnya, sehingga kadar lemaknya lebih rendah, dan lemak subkutan akan semakin bertambah dengan semakin meningkatnya umur potong kambing (Murphy et al. 1994).

Peningkatan konsumsi energi yang tinggi akan meningkatkan kadar lemak daging (Soeparno, 2005). Kandungan energi yang tinggi dalam pakan disimpan dalam bentuk lemak. Tingkat konsumsi pakan konsentrat ternak domba lebih tinggi dari kambing, hal ini dilihat dari sisa pakan yang dihitung setiap hari. Konsumsi pakan kedua ternak ini selama penelitian juga berbeda, tingkat palatabel terhadap konsentrat berbasis sorgum lebih tinggi pada domba Garut. Asupan nutrisi pakan pada domba Garut menjadi lebih tinggi dari kambing Kacang sehingga lemak daging domba (4.78%) lebih tinggi dari daging kambing (2.0%). Menurut Lawrie (2003), salah satu faktor yang mempengaruhi deposit lemak intramuskuler adalah nutrisi. Perbedaan spesies ternak juga mempengaruhi kadar lemak. Kambing Kacang dan domba Garut memiliki komposisi karkas dan karakteristik daging yang berbeda. Aktivitas gerak otot juga salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lemak daging.

Karbohidrat

Berdasarkan hasil yang diperoleh rataan kadar karbohidrat daging kambing Kacang dan juga domba Garut yang digemukkan dengan memberikan pakan berbasis sorgum masing-masing adalah 1.245±0.89% dan 1.76±1.83% (Tabel 3). Kelebihan energi selain dapat disimpan dalam bentuk lemak daging dapat juga disimpan dalam bentuk karbohidrat walaupun dengan jumlah yang sangat kecil. Menurut Wirahadakusumah (1985) jaringan hewan mempunyai keterbatasan untuk menyimpan energi dalam bentuk karbohidrat, sehingga kandungan karnbohidrat pada daging umumnya rendah.

Kadar Air

(28)

14

jaringan daging sehingga akan banyak jumlah air yang terbebas. Rataan kadar air daging domba dalam penelitian ini sedikit lebih kecil dari daging kambing, hal ini bisa dikarenakan karena kadar lemak daging domba lebih tinggi dari lemak daging kambing, sehingga jumlah air bebas dari jaringan daging lebih banyak pada daging domba. Daging yang memiliki kadar lemak yang lebih tinggi kecenderungan akan memiliki kadar air yang lebih rendah. Kandungan protein daging juga mempengaruhi kadar air daging. Protein daging dapat mengikat air, sehingga daging dengan kadar protein yang lebih tinggi kecenderungan akan memiliki kadar air yang lebih tinggi. Hasil yang dilaporkan oleh Ngadiyono et al. 2014 yaitu kambing Bligon umur 8 bulan yang diberikan pakan konvensional memiliki kadar air 73.05% dan yang diberikan pakan complete feed terfermentasi 74.21%. Mirdhayati (2014) melaporkan kadar air daging kambing Kacang umur < 1.5 tahun yang diberikan pakan hijauan dan konsentrat konvensional adalah sebesar 74.51±1.65%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan kadar air daging kambing Kacang umur < 1 tahun pada penelitian ini. Lawrie (2003) menyatakan bahwa bahwa kadar air pada tubuh ternak juga dipengaruhi oleh bangsa ternak. Kadar Abu

Mineral organik pada suatu bahan pangan dapat dilihat dari kadar abu. Menurut Lawrie (2003) mineral pada daging umumnya terdiri dari kalsium, fosfor, potasium, sulfur, sodium, klorin, magnesium dan besi. Berdasarkan hasil yang diperoleh kadar abu pada kambing Kacang dan domba Garut yang digemukkan dengan pakan berbasis sorgum masing-masing adalah 1.02 ±0.07% dan 0.978±0.14% (Tabel 3). Kadar abu dipengaruhi oleh umur ternak. Semakin tua umur ternak kecenderungan kadar abu daging akan semakin tinggi. Hasil yang dilaporkan Hozza et al. 2014 yaitu kadar abu daging kambing persilangan Norwegian umur 18 bulan yang diberikan pakan 75% adalah 3.6%. Hasil ini jauh lebih besar dari hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan umur ternak pada kedua peneliatian ini berbeda.

Laju peningkatan kadar abu lebih kecil dari laju peningkatan komponen nutrisi lain pada daging Berg et al. (1983). Kadar abu kedua jenis ternak tersebut tidak berbeda nyata karena variasi kadar abu pada daging relatif sangat kecil. Kadar abu daging kambing Kacang pada penelitian ini tidak jauh berbeda menurut Mirdhayati (2014) yaitu kadar abu daging kambing Kacang umur < 1.5 tahun adalah 1.04 g dan umur > 1.5 tahun adalah 1.08 g. Penelitian lainnya seperti Sunarlim & Setiyanto (2005), menyatakan hal yang sejalan yaitu kadar abu daging kambing Kacang umur 1 tahun adalah 1.07 g.

Kolesterol

(29)

15 jenuh pada daging tersebut. Penelitian ini tidak dilakukan pengujian terhadap kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging. Menurut Lawrie (1995) bahwa meningkatnya asam-asam lemak tidak jenuh dalam makanan dapat menurunkan kadar kolesterol. Perbedaan spesies ternak juga mempengaruhi kandungan kolesterol. Kambing Kacang dan domba Garut memiliki komposisi karkas dan karakteristik daging yang berbeda, sehingga kandungan kolesterolnya juga bisa berbeda pula.

Kandungan kolesterol pada kambing Kacang umur < 1.5 tahun pada bagian Leg menurut Mirdayati (2014) jauh lebih tinggi yaitu sebesar 112-255 (mg/100g). Menurut El-Aqsha et al. (2011) kadar kolesterol kambing Kacang jantan usia satu tahun bagian otot bicef femoris adalah 71,77 mg/100 g. Kadar kolestreol penelitian ini, daging kambing Kacang umur < 1 tahun pada bagian longissimus dorsi hanya 72.85 ± 11.33 mg/100g, sesuai dengan pendapat Beserra et al. (2004), menyatakan kadar kolesterol kambing umur 8-10 bulan berkisar 42-71 mg/100g. Umur ternak akan mempengaruhi kadar kolesterol pada kambing jantan Moxoto yang dikastrasi dan persilangannya, kadar kolesterol meningkat dengan bertambahnya umur.

Histologi Daging

Otot memiliki struktur yang terdiri atas struktur otot yang terangkai bersama-sama dalam satu bundel. Ukuran bundel otot dapat menunjukkan keempukan daging. Semakin kecil bundel otot, semakin empuk daging tersebut karena aktivitas yang terjadi sedikit sedangkan diameter bundel otot yang lebih besar menunjukkan tingkat keempukan yang lebih rendah karena aktivitas yang dilakukan oleh protein kontraktil otot cenderung lebih tinggi. Price dan Schweigert (1971) bahwa otot dengan pergerakan yang bagus memiliki fasikuli yang kecil dan tekstur yang baik, sedangkan otot dengan aktivitas tinggi memiliki fasikuli yang besar sehingga teksturnya lebih kasar. Luas penampang otot dapat menjadi indikasi pertumbuhan hipertropi otot, yaitu peningkatan ukuran otot selama pertumbuhan postnatal. Jumlah otot per fasikulus dapat menjadi indikasi pertumbuhan hiperplasia otot, yaitu peningkatan jumlah sel otot selama pertumbuhan prenatal (Albrecht et al. 2006).

(30)

16

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat pada Tabel 4. Ukuran fasikulus otot daging domba Garut lebih kecil dari kambing Kacang, selisihnya adalah sebesar 0.31 µm2. Hal ini berarti hipertropi otot kambing Kacang lebih besar dari domba Garut. Luas fasikulus juga dipengaruhi oleh jumlah otot per fasikulus. Hasil yang diperoleh bahwa jumlah otot daging Kambing nyata lebih besar dari domba, selisihnya sebesar 42.95. Hal ini menunjukkan pertumbuhan hiperflasia otot kambing juga lebih besar dari otot domba.

Daging domba Garut Daging kambing Kacang

Gambar 1 Struktur mikroskopis otot daging domba Garut dan kambing Kacang dengan pewarnaan Haematoxylin-Eosin (HE) pembesaran 10x

: Serabut otot, : Fasikulus otot, : Jarak antar otot

Jarak antar fasikulus dan juga persentase kolagen antar fasikulus dapat dijadikan indikasi keempukan daging, karena semakin besar jarak antar fasikulus dan persentse jaringan ikat dalam perimisum maka daging yang dihasilkan akan semakin keras (Aberle et al. 2001). Jarak antar fasikulus dan persentase jaringan ikat dalam perimisium menentukan keempukan daging karena semakin tinggi jaringan ikat dalam perimisium maka daging akan semakin alot.

Daging domba Garut Daging kambing Kacang

Gambar 2 Struktur mikroskopis otot daging domba Garut dan kambing Kacang dengan pewarnaan Masson Trichrome (MT) pembesaran 10x

A= jaringan ikat (kolagen)

A

(31)

17 Jaringan ikat pada pewarnaan Masson Trichrome ditunjukkan dengan adanya warna hijau kebiruan. Jarak antar fasikulus otot kambing Kacang lebih kecil dibandingkan dengan otot daging domba Garut dengan selisih 5.78 µm. Hal ini menjelaskan mengapa daging domba Garut lebih empuk dibandingkan daging kambing Kacang. Persentase luas area otot per fasikulus dan persentase jaringan ikat per fasikulus menjadi inidikasi proporsi antara otot dengan jaringan ikat dalam fasikulus fasikulus. Tidak ada perbedaan yang nyata kedua parameter tersebut antara daging kambing Kacang dengan daging domba Garut.

KESIMPULAN

Pakan berbasis sorgum menghasilkan kualitas daging yang baik, ditunjukkan dari kualitas fisik (pH, DMA, keempukan, susut masak) berada pada kisaran normal. Kualitas kimia daging (Kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, kolesterol) juga berada pada kisaran normal. Secara mikroskopis daging domba lebih empuk dari daging kambing. Jumlah otot per fasikulus dan luas fasikulus lebih besar pada daging kambing.

SARAN

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai taraf pemberian bulir sorgum dan dibandingkan dengan kontrol tanpa pemberian sorgum.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Hendrick HB, Judge MD, Merkel RA. 2001. Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco (US).

Albrecht EF, Teuscher K, Ender & J Wegner. 2006. Growth- and breed-related

El-Aqsha G, Purbowati E dan Al-Baari. 2011. Komposisi kimia daging kambing Kacang, Peranakan Etawah dan kejobong jantan pada umur satu tahun Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang (ID).

(32)

18

Kiernan, JA. 1990. Histologycal and Histochemiscal Method. 2nd Edition. Pergamon Press, England.

Lambe NR, Navajas EA, Schofield CP, Fisher AV, Simm G, Roehe R, Bunger L. 2008. The use of various live animal measurements to predict carcass and meat quality in two divergent lamb breeds. J Meat Sci 80:1138-1149.

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta (ID).

Lawrir RA. 1995. Meat Science. Terjemahan Aminuddin Parakkasi. Universitas Indonesia Press, Jakarta (ID).

Mirdhayati I, Hermanianto J, Wijaya CH, Sajuthi D. 2014. Profil karkas dan karakteristik kimia daging kambing kacang (Capra aegragus hircus) jantan. JITV 19(1): 26-34.

Murphy TA, Loerch SC, Mc Clure KE, Solomon MB. 1994. Effects of restricted feeding on growth performance and carcass composition of lambs subjected to different nutritional treatments. J Anim Sci. 72:3131-3137.

Myer RO, Gorbet DW, Combs GE. 1986. Nutritive value of high and lowtannin grain sorghums harvested and stored in the high-moisture state for rowing-finishing swine. J Anim Sci 62(3):1290-1297.

Ngadiyono N, Budisatria IGS, Sadeli A. 2014. Penggunaan complete feed terfermentasi terhadap produksi karkas dan kualitas kimia daging Bligon. Buletin Peternakan Vol.38(2): 109-115.

NRC. National Research Council. 1994. Nutrient Requirment of Poultry 9threvised edition.Washington DC (US). National Academy Pr.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta (ID).

Price JF, BS Schweigert, 1971. The Science of Meat and Meat Products. San Francisco: W.H. Freeman and Company (US).

Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W. 2006. Komposisi kimia otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J Animal Production 8(1): 1 – 7.

Rachmawan O, Mansyur. 2008. Pengaruh bungkil biji karet fermentasi dalam ransum terhadap karakteristik fisik daging domba jantan periangan. Lokakarya Nasional Domba dan Kambing: Strategi Peningkatan Produksi dan Mutu Bibit Domba dan Kambing, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Bandung (ID).

Rostagno HS, Featherston WR, Rogler JC. 1973. Studies on the nutritional value of sorghum grains with varying tannin contents for chicks.A. Review. growth studies Poult Sci 52(2):765-772.

(33)

19 Sunarlim R, Setiyanto H. 2005. Potongan komersial karkas kambing Kacang jantan dan domba lokal jantan terhadap komposisi fisik karkas, sifat fisik dan nilai gizi daging. Mathius IW, Bahri S, Prasetyo LH, Triwulanningsih E, Tiesnamurti B. Sendow I, Suhardono, penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (Indones): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 666-673

Suryati T, Arief II. 2005. Pengujian daya putus warner-bratzler, susut masak dan organoleptik sebagai penduga tingkat keempukan daging sapi yang disukai konsumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor (ID).

Williams PG. 2007. Nutritional composition of red meat. Faculty of Health & Behavioural Science, University of Wollongong.

(34)

20

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 4  Analisis Histologi daging kambing Kacang dan domba Garut yang
Gambar 1 Struktur mikroskopis otot daging domba Garut dan kambing Kacang

Referensi

Dokumen terkait