• Tidak ada hasil yang ditemukan

Developments of Desmodium spp. as cover crop plant in post mining reclamation.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Developments of Desmodium spp. as cover crop plant in post mining reclamation."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN Desmodium spp. SEBAGAI TANAMAN

PENUTUP TANAH DALAM REKLAMASI

LAHAN PASCA TAMBANG

NUR IZZATIL HASANAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan

Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

Nur Izzatil Hasanah

(4)

RINGKASAN

NUR IZZATIL HASANAH. Pengembangan Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang. Dibimbing oleh BASUKI WASIS dan IRDIKA MANSUR.

Pertambangan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang ada di Indonesia. Tanah pucuk yang disebarkan setelah penggalian bahan tambang biasanya belum membentuk struktur yang kompak, sehingga sangat rawan terjadi erosi jika turun hujan. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat erosi permukaan tanah adalah dengan penanaman tanaman penutup tanah. Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi tentang taksonomi dan karakteristik tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp., menghitung produktifitas tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp., dan menguji respon pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba) terhadap penanaman bersama tanaman penutup tanah Desmodium spp.

Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu melakukan perbanyakan biakan Desmodium spp. sekaligus pengamatan terhadap karakteristiknya, penanaman di bedengan untuk pengukuran laju pertumbuhan tanaman dan produktivitasnya, dan yang terakhir adalah penanaman Desmodium spp. dengan semai jabon untuk melihat pengaruhnya terhadap semai jabon. Data yang diperoleh kemudian dianalisis statistik dengan uji F untuk melihat pengaruh perlakuan dan kombinasi perlakuan terhadap parameter pertumbuhan semai jabon, jika berpengaruh nyata maka diuji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman Desmodium spp. memiliki karakteristik yang berbeda antar jenis. Jenis D. heterophyllum merupakan jenis yang paling tinggi pertumbuhan biakannya yaitu mencapai 342.27%, sedangkan persentase pertumbuhan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing 52.08% dan 241.03%. Tanaman Desmodium spp. memiliki produktivitas yang berbeda antar jenis. Jenis D. heterophyllum memiliki produktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain, dimana LPT mencapai 5.02 g/m2/hari, sedangkan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing 4.57 g/m2/hari dan 4.20 g/m2/hari, kecepatan penutupan lahan masing-masing 33.15 cm2/hari, 21.57 cm2/hari dan 15.09 cm2/hari, dan produksi biomassanya masing-masing 122.52 g/m2, 92.79 g/m2 dan 52.08 g/m2. Interaksi perlakuan Desmodium spp. dengan jenis tanah mampu meningkatkan diameter, tinggi, jumlah daun semai jabon dengan urutan dari yang terbesar adalah penanaman dengan D. triflorum, D. heterophyllum,

D. ovalifolium, dan kontrol, sehingga bisa direkomendasikan ditanam secara bersamaan.

(5)

SUMMARY

NUR IZZATIL HASANAH. Developments of Desmodium spp. as cover crop plant in post mining reclamation. Supervised by BASUKI WASIS and IRDIKA MANSUR.

Mining is one of state revenue source in Indonesia. The topsoil were deployed after the excavation of minerals that usually not form a compact structure, so it is prone to erosion when it rains. One effort to reduce the rate of soil ground erosion is planting cover crops. Cover crops are specifically planted to protect soil from erosion threat of damage and to improve the chemical and physical properties of soil. The Objective of this study is to obtain information about taxonomy and characteristics of cover crop of Desmodium spp. type, to calculate the productivity of cover crop of Desmodium spp. types, and to analyse the response of jabon (Anthocephalus cadamba) seedlings growth to soil cover crops Desmodium spp.

This research was conducted in three stages, the first stage is multiplication

Desmodium spp. and observation on its characteristic, second is planting in the nursery to measure the rate of plant growth and productivity, and the lastly is planting Desmodium spp. with jabon seedling to observe its effects on jabon seedling. The research data is analyzed with statistics to observe the effect of its treatment and treatment combination of growth parameters of jabon seedling, if significant then further tested DMRT (Duncan's Multiple Range Test) with a 5% significance level.

Study results shows that Desmodium spp. plant has different characteristics among species. D. heterophyllum type is the highest type of its individual accretion compared with D. ovalifolium and D. triflorum. Desmodium spp. plant have different productivity among species. D. heterophyllum type has the highest productivity compared with other types, where the speed of land cover, plant growth rate, and the highest biomass production compared with D. ovalifolium and D.

triflorum. Treatment interaction of Desmodium spp. with soil type can increase the diameter, height, number of leaves of jabon seedlings with the greatest sequence is planting with D. triflorum, D. heterophyllum, D. ovalifolium, and control, so that it can recommended to be planted together.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Silvikultur Tropika

PENGEMBANGAN Desmodium spp. SEBAGAI TANAMAN

PENUTUP TANAH DALAM REKLAMASI

LAHAN PASCA TAMBANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Pengembangan Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Nama : Nur Izzatil Hasanah NIM : E451114011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Basuki Wasis, MS Ketua

Dr Ir Irdika Mansur, MForSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Silvikultur Tropika

Dr Ir Sri Wilarso Budi R, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah reklamasi, dengan judul Pengembangan Desmodium spp. sebagai Tanaman Penutup Tanah dalam Reklamasi Lahan Pasca Tambang.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Basuki Wasis, MS dan Bapak Dr Ir Irdika Mansur, MForSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan proses penulisan tesis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2014

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Lahan Pasca Tambang 3

Tanaman Penutup Tanah (Cover crop) 3

Fungsi Tanaman Penutup Tanah 5

Desmodium spp. 6

Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) 7

3 METODE 8

Waktu dan Tempat 8

Alat dan Bahan 8

Prosedur Penelitian 8

Identifikasi Jenis Desmodium spp. 8

Teknik Perbanyakan Desmodium spp. 9

Pengukuran Produktivitas Desmodium spp. 10

Penanaman Bersama Jabon dan Desmodium spp. 11

Analisis Data 12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Desmodium spp. 12

Produktivitas Desmodium spp. 19

Respon Semai Jabon terhadap Penanaman Desmodium spp. 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 31

(13)

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi hasil sidik ragam (ANOVA) setiap parameter semai jabon

yang diamati sampai 12 MST 23

2 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap diameter jabon 23 3 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap tinggi jabon 23 4 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap jumlah daun jabon 23

DAFTAR GAMBAR

1 Plot penanaman pengukuran produktivitas Desmodium spp. 10

2 Pengukuran luasan tutupan lahan 10

3 Desain penanaman Desmodium spp. di sekeliling semai jabon 11

4 Desmodium ovalifolium D.C. 13

5 Desmodium heterophyllum D.C 14

6 Desmodium triflorum D.C. 14

7 Kandungan hara tanaman Desmodium spp. 15

8 Persen pertumbuhan biakan individu Desmodium spp. 16

9 Pertumbuhan biakan Desmodium spp. 16

10 Pertumbuhan stek Desmodium spp. 17

11 Persen pertumbuhan benih D. ovalifolium dengan pematahan dormansi

yang berbeda 17

12 Persentase penutupan lahan tanaman Desmodium spp. 19

13 Hasil pengukuran kecepatan penutupan lahan 19

14 Pertumbuhan tanaman Desmodium spp. 20

15 Hasil pengukuran laju pertumbuhan tanaman (LPT) Desmodium spp. 20

16 Produksi biomassa Desmodium spp. 21

17 Penanaman Desmodium spp. pada sekeliling semai jabon setelah 2 bulan penanaman (a) tanpa desmodium, (b) D. ovalifolium,

(c) D. heterophyllum, (d) D. triflorum 22

18 Pengaruh perlakuan jenis tanah terhadap biomassa Desmodium spp. 24

19 Bintil-bintil akar pada akar D. ovalifolium 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis tanah tambang batubara PT. Bukit Asam 31

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambangan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang ada di Indonesia. Secara umum kegiatan penambangan yang dilakukan adalah membersihkan permukaan lahan dari tanaman dan pepohonan yang tumbuh di atasnya, pemindahan tanah pucuk dan overburden yang menutupi bahan tambang, menggali bahan tambang, menutup kembali lubang galian dengan overburden, menyebarkan tanah pucuk, dan pada akhirnya melakukan penanaman kembali pada lahan bekas tambang (Mansur 2010).

Tanah pucuk yang disebarkan setelah penggalian bahan tambang biasanya belum membentuk struktur yang kompak, sehingga sangat rawan terjadi erosi jika turun hujan. Salah satu upaya untuk mengurangi tingkat erosi permukaan tanah adalah dengan melakukan revegetasi atau penanaman kembali, namun penanaman pohon perlu waktu yang lama hingga tajuknya cukup untuk melindungi permukaan tanah dari erosi, sehingga untuk melindungi permukaan tanah dengan cepat digunakan tanaman penutup tanah (Mansur 2010). Tanaman penutup tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan cover crop adalah tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.

Tanaman penutup tanah berperan untuk menahan atau mengurangi daya rusak butir-butir air hujan dan aliran air di atas permukaan tanah, menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan mengurangi penguapan air tanah melalui evaporasi. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi. Tanaman penutup tanah juga mampu menurunkan kepadatan tanah yang terjadi setelah kegiatan penambangan batu bara (De Lima et al. 2012).

Adapun kendala yang ditemukan dalam penanaman tanaman penutup tanah antara lain banyaknya jenis tanaman penutup tanah yang pada akhirnya mengganggu pertumbuhan tanaman pokok karena habitusnya yang memanjat atau melilit, seperti jenis Pueraria sp., Centrosema sp., dan Mucuna sp. yang sering digunakan oleh perusahaan tambang (Mansur 2010). Menurut Yost dan Evans (1988) tanaman penutup tanah perlu pemeliharaan secara berkala agar tidak memanjat tanaman utama, dan pemeliharan biasanya cukup sulit dilakukan secara kimia atau mekanis, sehingga harus dilakukan secara manual menggunakan tangan. Oleh karena itu perlu dikembangkan jenis alternatif yang pertumbuhannya tidak melilit dan mengganggu, hal ini sangat penting karena diharapkan akan mengurangi biaya pemeliharaan pada masa yang akan datang.

Salah satu jenis tanaman penutup tanah yang potensial yaitu Desmodium

(15)

2

Penelitian tentang Desmodium spp. telah banyak dilakukan di Amerika Latin, namun belum pernah ada penelitian tentang jenis ini di Indonesia, padahal telah banyak ditemukan berbagai tanaman jenis ini tumbuh di Indonesia, diantaranya D. ovalifolium, D. heterophyllum, dan D. triflorum. Perlu dilakukan penelitian dan pengembangan jenis ini agar bisa dimanfaatkan secara luas.

Masalah utama yang akan dijumpai jika Desmodium spp. akan digunakan sebagai tanaman penutup tanah adalah ketersediaan benihnya. Benih belum tersedia di Indonesia, oleh karena itu penanaman akan dicoba menggunakan stek. Namun penanaman menggunakan stek tidak mungkin diterapkan untuk areal yang luas, dalam penelitian ini akan dicoba penanaman Desmodium spp. dengan semai tanaman utama, jabon (Anthocephalus cadamba), dalam satu polybag. Pengaruh

Desmodium spp. terhadap pertumbuhan jabon akan diteliti dalam rangkaian penelitian ini.

Perumusan Masalah

Pengembangan jenis alternatif untuk tanaman penutup tanah perlu dilakukan karena adanya evaluasi atau kekurangan dari jenis yang biasa digunakan sebelumnya. Oleh karena itu perlu dipastikan bahwa jenis yang akan dikembangkan tidak akan menyebabkan masalah yang sama atau bahkan menurunkan kualitas tanah maupun kualitas tanaman pokok yang ditanam pada lahan yang sama. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan berikut:

1. Bagaimana taksonomi dan karakteristik tanaman penutup tanah jenis

Desmodium spp.?

2. Bagaimana produktifitas tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp.? 3. Bagaimana respon pertumbuhan tanaman pokok dalam hal ini semai jabon

(Anthocephalus cadamba) terhadap penanaman tanaman penutup tanah

Desmodium spp.?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkan informasi tentang taksonomi dan karakteristik tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp.

2. Menghitung produktifitas tanaman penutup tanah jenis Desmodium spp. 3. Menganalisis respon pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba)

terhadap penanaman tanaman penutup tanah Desmodium spp.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dasar dalam penggunaan

(16)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Pasca Tambang

Faktor pembatas utama dalam mereklamasi dan revegetasi lahan pasca penambangan batubara yaitu pH tanah yang masam, rendahnya tingkat kesuburan tanah, tanah terlalu padat, permeabilitas yang lambat dan aerasi tanah yang buruk. Setelah dilakukan kegiatan penambangan batubara terjadi penurunan terhadap sifat fisik, kimia serta sifat biologi tanah.

Salah satu dampak dari penambangan terbuka adalah menurunnya sifat fisik, kimia dan biologi tanah pasca penambangan batubara. Lapisan tanah di atas deposit batubara dipindahkan sehingga topsoil dan subsoil digusur dan dicampur sehingga bahan induk tercampur dengan lapisan olah tanah. Penggusuran tersebut menyebabkan menurunnya kandungan bahan organik tanah. Tanah yang miskin bahan organik akan kurang mampu menyangga air dan pupuk karena bahan organik sangat penting sebagai penyangga sifat fisik dan kima tanah (Djajakirana 2001).

Hasil penelitian pada lahan pasca tambang yang dilakukan Val dan Gil (1996) dan Lorenzo et al. (1996) menunjukkan terdapat karakteristik lahan pasca tambang khususnya di lahan pasca tambang batubara terbuka dimana terjadi perubahan kenampakan permukaan tanah dari aslinya, perubahan sifat fisik dan kimia tanah serta kondisi vegetasi.

Kegiatan penambangan batubara juga mengakibatkan terjadinya penurunan terhadap pH tanah. Sejalan dengan hasil penelitian Qomariah (2003) yang dilakukan di lahan pasca penambangan terbuka bahwa terjadi penurunan pH yang sangat masam (pH 3.5) dan hasil penelitian Val dan Gil (1996) di bekas tambang batubara di Spanyol yang menunjukkan pH turun sampai dengan 4.1. Pada lahan pasca tambang biasanya terdapat bekas lubang-lubang galian yang dapat menampung air hujan sehingga terjadi genangan yang cukup lama dan mengakibatkan pH tanah menjadi masam (Kustiawan 2001).

Tanaman Penutup Tanah (Cover crop)

Tanaman penutup tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan cover crop

adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan atau untuk memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.

Tanaman penutup tanah berperan untuk menahan atau mengurangi daya rusak butir-butir air hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah, menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan mengurangi kandungan air tanah melalui transpirasi. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi (Dahiya et al. 2007).

(17)

4

dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.

Tanaman penutup tanah umumnya adalah tanaman yang berasal dari famili leguminaceae (tanaman legum/kacang-kacangan). Tanaman penutup tanah berperan sebagai penahan kelembaban tanah di daerah perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit dan karet. Selain berfungsi menjaga kelembaban tanah di areal sekitar perkebunan, tanaman penutup tanah juga memiliki peran sebagai penggembur tanah (Soong dan Yap 1976).

Tanaman jenis legum memiliki akar yang biasanya bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang dapat mengikat nitrogen (N) secara langsung dari udara. Selain itu, perakarannya tidak terlalu dalam dan merupakan akar serabut, sehingga akar tanaman penutup ini dapat membuat tanah tetap gembur. Dengan adanya tanaman penutup kelembaban tanah dapat terjaga dengan baik. Tanaman penutup biasanya ditanam secara tumpang sari (Odhiambo dan Bomke 2001).

Tanaman penutup tanah dapat meningkatkan kualitas tanah dengan meningkatkan tingkat bahan organik tanah melalui input tutupan biomassa tanaman dari waktu ke waktu (Isse et al. 1999). Kualitas tanah dikelola untuk menghasilkan situasi optimal untuk tanaman berkembang. Faktor utama kualitas tanah adalah salinasi tanah, pH, keseimbangan mikroorganisme dan pencegahan kontaminasi tanah (Aulakh et al. 1983).

Tanaman penutup tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sistem tanaman tahunan agar tetap dapat berkelanjutan (ATTRA 2001). Selain memproduksi nitrogen, tanaman penutup tanah meningkatkan bahan organik, memperbaiki struktur tanah, dan membantu menekan pertumbuhan gulma. Tanaman penutup tanah paling cocok untuk tanaman tahunan dengan jarak tanam yang cukup lebar seperti karet, kelapa sawit, kelapa, kopi dan jeruk. Pengendalian gulma diperlukan selama awal penanaman tanaman penutup tanah. Tapi setelah tumbuh dengan baik, maka akan bersaing dengan gulma dan pada akhirnya perlu pengendalian agar tidak memanjat dan mengganggu pertumbuhan tanaman pokok (Yost dan Evans 1988).

Tanaman penutup tanah juga dapat mempengaruhi produktivitas tanaman berikutnya seperti jagung khusus pada serapan gabah N (Isse et al. 1999). Demikian pula, sumbangan C tersedia dari tanaman penutup tanah dapat meningkatkan tingkat denitrifikasi (Aulakh et al. 1983). Pada tanah pertanian umumnya, proses denitrifikasi dapat dipengaruhi oleh konsentrasi N (De Klein dan van Logtestijn 1994), kadar air (Davidson 1992), kandungan C tersedia (Rolston 1981), dan suhu (Mancino et al. 1988).

(18)

5

Fungsi Tanaman Penutup Tanah

Manfaat dari tanaman penutup tanah diantaranya peningkatan kualitas sifat fisik dan kimia tanah (Sarrantonio dan Gallandt 2003; Nakhone dan Tabatabai 2008), menekan gangguan gulma (Hatcher dan Melander 2003), menekan serangan serangga (Peachey et al. 2002), nematoda (DuPont et al. 2009), dan sebagai kontrol patogen (Conklin et al. 2002; Manici et al. 2004).

Untuk pengendalian gulma, penggunaan tanaman penutup dan mulsa dapat mengurangi perkecambahan dan pengembangan biji gulma (Weston 1996; Ohno et al. 2000.) melalui alelopati (Kruidhof et al. 2008b) dan efek mekanis (den Hollander et al. 2007), dan persaingan antara tanaman penutup dan gulma untuk sumber daya yang terbatas seperti cahaya, air dan nutrisi (Kruidhof et al. 2008a).

Pemilihan tanaman penutup yang paling cocok tergantung pada lingkungan budidaya dan preferensi petani (Zibilske dan Makus 2009). Sereal dan tanaman legum atau kacang-kacangan banyak digunakan dalam berbagai sistem pertanian (Isik et al. 2009). Penggunaan kacang-kacangan sebagai tanaman penutup tanah karena mampu memberikan pengayaan nitrogen dalam tanah (Hooker et al. 2008).

Tanaman penutup tanah yang telah mati dapat dimanfaatkan sebagai mulsa organik (Bond dan Grundy 2001), mulsa organik tersebut dapat menjadi pengganti bahan plastik yang digunakan sebagai mulsa pada beberapa tanaman sayuran. Mulsa organik tersebut berfungsi untuk mengurangi penguapan air tanah, meningkatkan kadar air tanah, penurunan suhu harian tanah (Dahiya et al. 2007) dan menekan gulma (Hiltbrunner et al. 2007).

Pengendalian Air

Penanaman tanaman penutup tanah akan mengurangi aliran air yang ada di permukaan, sehingga akan mengurangi terjadinya erosi tanah. Hal ini akan berpengaruh terhadap pengurangan resiko lingkungan perairan di bagian hilir (Dabney et al. 2001). Tanaman penutup tanah tersebut memiliki biomassa yang berfungsi sebagai penghambat air hujan agar tidak langsung menyentuh permukaan tanah, sehingga air hujan dapat diserap dengan baik oleh tanah. Resapan air tersebut pada akhirnya akan meningkatkan penyimpanan air dalam tanah dan menjamin tersedianya air tanah (Dahiya et al. 2002).

Pengendalian Gulma

Tanaman penutup tanah biasanya akan bersaing dengan gulma yang tumbuh di sekitarnya, biasanya tanaman penutup tanah akan menghambat perkecambahan benih gulma karena kondisi daunnya yang rapat dan tidak memungkinkan adanya cahaya matahari yang menembus tanah. Kemudian jika daun-daun tanaman penutup tanah tersebut mengering dan jatuh ke tanah maka akan menutupi permukaan tanah dan benih gulma yang ada. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya tingkat perkecambahan gulma (Hatcher dan Melander 2003), bahkan ketika benih gulma berkecambah, energi yang dimiliki akan habis untuk menembus lapisan mulsa tanaman penutup tanah sebelum gulma tersebut bisa tumbuh.

(19)

6

Desmodium spp.

Desmodium spp. merupakan tanaman perdu pendek tahunan dengan batang yang menanjak atau melata. Desmodium spp adalah tanaman dari famili Fabaceae, tanaman semak tegak berumur pendek dengan tinggi 1-3 m (Sutrasno et al. 2009). Daun Desmodium spp. memiliki ciri berhelai tiga (trifoliate) bundar atau bulat telur dengan ujung helai daun sedikit tajam. Daunnya memiliki beragam tekstur, bentuk, ukuran, kebanyakan mengertas, berbentuk bundar telur, tetapi yang di ujung berbentuk menjorong, ujung daun bertakik atau lebih atau kurang meruncing, ditutupi dengan rambut melekap pada permukannya dan permukaan bawah lebih banyak ditutupi dengan rambut keperakan melekat. Daun samping memiliki ukuran yang sama. Helai daun biasanya agak tebal, panjang 5-7 cm, ditutupi oleh bulu yang halus. Perbungaan tandan di ketiak atau di ujung, bunga berwarna merah muda, lembayung muda, ungu, violet atau putih, pada umumnya berpasangan. Buah polong dengan 6-8 biji. Biji kecil dan keras, berwarna hijau yang berubah coklat kekuningan sampai coklat seiring kemasakan. Polong merekah ketika cukup masak. Jumlah biji mencapai sekitar 500.000 biji/kg (Sutrasno et al.

2009).

Di daerah alaminya, Desmodium spp. tumbuh pada daerah-daerah beriklim sublembab yang memiliki curah hujan tahunan sebesar 900-1500 mm, dengan lima bulan masa kering. Rata-rata suhu minimum tahunannya berkisar pada 20-29 °C, dan rata-rata suhu maksimumnya di bawah 42 °C. Berdasarkan ketinggian, tumbuhan ini tersebar dari batas permukaan air laut hingga 1500 m. Desmodium

spp. tumbuh secara alami pada tahap awal atau pertengahan suksesi dari tipe-tipe vegetasi yang mengalami gangguan, seperti daerah bukit berpasir di pantai, tepi-tepi sungai, dan dataran tergenang. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, baik yang bersifat basa maupun asam, namun lebih toleran pada tanah asam dan tidak subur (Sutrasno et al. 2009).

Menurut Armecin et al. (2005) penanaman tanaman penutup tanah

Desmodium ovalifolium dan Calopogonium muconoides meningkatkan panjang batang, panjang daun, dan diameter tanaman pisang Manila (Musa textilis Nee), serta mampu mengurangi tingkat erosi air pada permukaan tanah. Selain itu tanaman penutup tanah juga mampu menurunkan kepadatan tanah yang terjadi setelah kegiatan penambangan batu bara (De Lima et al. 2012).

Tanaman Desmodium spp. bisa digunakan sebagai tanaman tumpangsari bersama jagung dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak tanpa mengurangi produktivitas dari tanaman jagung (Koech et al. 2012).

(20)

7

Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)

Jabon atau dengan nama latin Antocephallus cadamba Miq. merupakan jenis pohon tropis yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Jenis ini juga telah dibudidayakan di Jawa (terutama di Jawa Barat dan Jawa Timur), Kalimantan (terutama di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur), Sumatera (hampir tersebar di seluruh provinsi), Sulawesi (hampir tersebar di seluruh provinsi), Sumbawa (Nusa Tenggara Barat) dan Papua (Irian Jaya) (Martawijaya et al. 1989).

Jabon termasuk pohon berukuran besar dengan batang lurus dan silindris serta memiliki tajuk tinggi seperti payung dengan sistem percabangan yang khas mendata. Tinggi pohon dapat mencapai 45 m dengan diameter batang 100–160 cm dan kadang-kadang berbanir hingga ketinggian 2 m. Kulit pohon muda berwarna abu-abu dan mulus, sedangkan kulit pohon tua kasar dan sedikit beralur. Daun menempel pada batang utama, berwarna hijau mengilap, berpasangan dan berbentuk oval-lonjong (berukuran 15–50 cm x 8–25 cm). Daun pada pohon muda yang diberi pupuk umumnya lebih lebar, dengan posisi lebih rendah di bagian pangkal dan meruncing di bagian puncak (Krisnawati et al. 2011).

Bunga terdiri dari kepala-kepala terminal bulat tanpa brakteol, bertangkai harum, berwarna oranye atau kuning. Bunganya biseksual, terdiri dari lima bagian, kelopak bunga berbentuk corong. Mahkota bunganya gamopetal berbentuk seperti cawan. Benang sarinya ada lima, melekat pada tabung mahkota dengan filamen pendek. Buahnya merupakan buah majemuk, berbentuk bulat dan lunak, dengan bagian atas terdiri dari empat struktur berongga atau padat. Buah jabon mengandung biji yang sangat kecil, berbentuk kapsul berdaging yang berkelompok rapat bersama untuk membentuk daging buah yang berisi sekitar 8.000 biji. Biji kadang berbentuk trigonal atau tidak teratur dan tidak bersayap (Soerianegara dan Lemmens 1993).

Jabon merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanah-tanah aluvial yang lembap dan umumnya dijumpai di hutan sekunder di sepanjang bantaran sungai dan daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang air secara permanen maupun secara periodik. Beberapa pohon jabon terkadang juga ditemukan di areal hutan primer. Jenis ini tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada tanah-tanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara dan Lemmens 1993).

Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai kuning terang; tidak dapat dibedakan dengan jelas warnanya dari kayu gubal (Martawijaya et al.1989). Untuk mencegah jamur (noda) biru pada permukaan kayu, kayu harus segera diolah setelah pemanenan, atau harus diberi perlakuan dalam waktu 48 jam atau direndam dalam air (Soerianegara dan Lemmens 1993).

Keunggulan jabon di antaranya (Warisno dan Dahana 2011) :

 Diameter batang dapat tumbuh hingga 10 cm/tahun

 Masa produksi/pemanenan kayu jabon relatif singkat (4-5 tahun)

 Batang berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan yang bagus

 Tidak memerlukan pemangkasan karena cabang akan rontok sendiri saat tumbuh (self purning)

(21)

8

 Jabon termasuk tumbuhan pionir dan dapat tumbuh di lahan terbuka atau kritis, seperti tanah liat, tanah lempung podsolik cokelat, dan tanah berbatu. Kelebihan lain dari tanaman jabon, diantaranya mampu tumbuh di lahan kritis, tempat terbuka seperti pada bekas tebangan, bekas jalur sarad dan bekas ladang (Asnawi 2009). Karena itu, proses tumbuh kembali (permudaan) untuk tanaman ini tidak begitu sulit. Jika perawatan dan pemeliharaan jabon putih dilakukan secara intensif, hasil kayu yang diperoleh menjadi maksimal dan waktu masak tebangnya menjadi cepat.

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Desember 2013. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dalam tiga tahap, yaitu pengamatan karakteristik Desmodium spp., pengukuran produktivitas Desmodium spp., dan melihat respon semai jabon (Anthocephalus cadamba) terhadap penanaman .Desmodium spp.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pottray, gunting, kertas kuarto, kantong plastik, alat tulis, kamera, penggaris, cawan petri, kapas, kaliper, oven, timbangan analitik, polybag. Bahan yang digunakan yaitu bibit jabon putih berumur satu bulan, bibit 3 jenis Desmodium spp., pupuk kompos, root up, tanah bekas tambang dari PT. Bukit Asam, subsoil, kokopit, dan pestisida untuk pemeliharaan.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu perbanyakan biakan Desmodium

spp. sekaligus pengamatan terhadap karakteristiknya, pengukuran produktivitas

Desmodium spp. yang mencakup pengukuran kecepatan penutupan lahan, laju pertumbuhan tanaman, dan produksi biomassa, serta yang terakhir adalah penanaman semai jabon putih bersama dengan Desmodium spp. untuk melihat respon semai jabon. Identifikasi jenis Desmodium spp. dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian.

Identifikasi Jenis Desmodium spp.

(22)

9 yang sama dari PT. Newmont Nusa Tenggara dan PT. Freeport Indonesia yaitu

Desmodium triflorum.

Teknik Perbanyakan Desmodium spp.

Perbanyakan biakan secara vegetatif

Perbanyakan biakan Desmodium spp. dilakukan terhadap tiga jenis

Desmodium spp. yang berbeda yaitu Desmodium ovalifolium, Desmodium heterophyllum, dan Desmodium triflorum. Biakan Desmodium spp. diperbanyak dengan cara vegetatif yaitu metode stek. Media yang digunakan adalah campuran

topsoil dan kompos dengan perbandingan 1:1 dan ditanam dalam pottray berukuran 3x3 cm. Stek yang digunakan adalah stek batang dengan panjang 3-5 cm, panjang stek tergantung pada jenis Desmodium spp. yang ditanam.

Stek Desmodium spp. yang telah ditanam kemudian diamati setiap minggu untuk melihat pertumbuhannya, jika stek telah tumbuh minimal dua ruas maka akan dipotong dan potongan dan ditanam kembali untuk menjadi tanaman yang baru, begitu seterusnya hingga mencapai jumlah yang cukup untuk penelitian. Selama pengamatan dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman yang dilakukan setiap hari atau sesuai kondisi media tumbuh, jika kondisi media lembab maka penyiraman tidak dilakukan. Selain itu juga dilakukan penyiangan dari gulma yang mengganggu yang berasal dari kompos yang digunakan.

Daya hidup dan pertumbuhan Desmodium spp. diamati setiap minggu dan dihitung persen pertumbuhan biakannya dengan menggunakan rumus:

% pertumbuhan=Jumlah tanaman akhirJumlah tanaman awal x 100%

Presentase pertumbuhan tersebut akan dibandingkan antara jenis satu dengan jenis yang lain untuk melihat jenis Desmodium spp. yang paling cepat biakannya.

Perbanyakan biakan secara generatif

Pembuatan biakan jenis D. ovalifolium dilakukan tidak hanya dengan metode vegetatif, tetapi juga dengan metode generatif yaitu benih. Benih diperoleh dengan memanen polong buah yang sudah masak kemudian dikeluarkan dari polongnya dan dikeringkan dengan penjemuran. Benih diberikan perlakuan pematahan dormansi dengan tiga cara, yaitu direndam dalam air dingin selama 24 jam, direndam dalam air panas selama 5 menit kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam air dingin selama 24 jam, dan tanpa perlakuan. Setelah dilakukan pematahan dormansi benih dikecambahkan dalam cawan petri yang telah dialasi dengan kapas dan disemprot dengan aquades, kemudian benih yang berkecambah disapih ke media tanam berupa campuran kompos, topsoil, dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1.

Presentase hidup benih dan kecambah dihitung dengan menggunakan rumus:

% hidup=Jumlah tanaman yang ditanam x 100%Jumlah tanaman hidup

(23)

10

yaitu dimensi daun, buah dan bunga, kecepatan tumbuh, percabangan, pembungaan, dan waktu yang dibutuhkan tiap jenis hingga berbuah. Pengamatan tersebut dilakukan setiap minggu hingga 12 MST, walaupun ada jenis yang tidak sampai berbuah.

Pengukuran Produktivitas Desmodium spp.

Desmodium spp. yang telah dibesarkan dalam pottray selama dua bulan dipindahkan ke dalam bedengan. Penanaman dilakukan dalam plot berukuran 50x50 cm sebanyak 20 plot untuk tiap jenis dengan jarak tanam 50 cm. Pengamatan dilakukan terhadap luas tutupan lahan, laju tumbuh tanaman (LPT) dan produksi biomassa dengan memanen seluruh tanaman pada tiap plot kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 80ºC selama 24 jam (Armecin et al. 2005).

Laju pertumbuhan tanaman didasarkan pada berat kering total tanaman, dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman, kemudian dikeringkan dalam oven sampai berat kering konstan pada suhu 80 oC. Pengukuran dilakukan pada 6 minggu setelah tanam (MST) dan pada saat panen (12 MST). Kemudian dianalisis dengan rumus (Sitompul dan Guritno 1995) :

1

LPT = Laju pertumbuhan tanaman (g/m2/hari) GA = Luas tanah

W = Berat kering T = Waktu

Gambar 1 Plot penanaman pengukuran produktivitas Desmodium spp.

Gambar 2 Pengukuran luasan tutupan lahan

(24)

11 Pengukuran luasan tutupan lahan dilakukan setiap minggu dengan menghitung jumlah grid pada kertas kuarto berpetak. Selama pengamatan dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman dua kali sehari, pembersihan dari gulma yang tumbuh dalam polybag, dan perlindungan dari gangguan hama dengan penyemprotan pestisida.

Penanaman Bersama Jabon dan Desmodium spp.

Semai jabon yang berusia sekitar dua bulan ditanam dalam polybag

berukuran 20x25 cm yang disertai dengan penanaman Desmodium spp. di sekeliling tanaman jabon. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah jenis desmodium yang digunakan (D), terdiri dari empat taraf perlakuan yaitu:

D0 = Tanpa desmodium D1 = Desmodium ovalifolium

D2 = Desmodium heterophyllum

D3 = Desmodium triflorum

Sedangkan faktor kedua adalah jenis media yang digunakan (T), dengan perlakuan:

T1 = Tanah subsoil

T2 = Tanah pasca tambang

Gambar 3 Desain penanaman Desmodium spp. di sekeliling semai jabon Dari kedua faktor perlakuan tersebut didapatkan delapan kombinasi perlakuan dengan jumlah ulangan empat kali sehingga didapat 32 kali unit percobaan, masing-masing unit percobaan terdiri dari dua tanaman sehingga diperlukan 64 unit tanaman. Berdasarkan rancangan penelitian yang ada maka rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya 2002):

Yijk = µ + Di + Tj + (DT)ij+ εijk Keterangan:

Yijk : Respon pengamatan dari jenis perlakuan desmodium ke-i, jenis media yang ke-j, dan ulangan ke-k.

µ : Nilai tengah umum

Di : Pengaruh pemberian desmodium jenis ke-i Tj : Pengaruh penggunaan jenis media ke-j

(DT)ij : Pengaruh interaksi pemberian desmodium jenis ke-i dan penggunaan jenis media ke-j

εijk : Galat/error

Desmodium spp.

Semai jabon

(25)

12

Selanjutnya untuk uji hipotesis pembandingan nilai tengah dilakukan sebagai berikut:

1. Pengaruh pemberian desmodium (Faktor D): H0 = D0 = … = D4 = 0

H1 = Paling sedikit ada satu i dimana Di ≠ 0 2. Pengaruh penggunaan jenis media (Faktor T):

H0 = T1 = T2 = 0

H1 = Paling sedikit ada satu k dimana Tj ≠ 0 3. Pengaruh interaksi faktor D dengan faktor T:

H0 = (DT)1 = (DT)2 = … = (DT)ij = 0; i=1,2,3; j=1,2,3 H1 = Paling sedikit ada sepasang (i,j) dimana (DK)ij ≠ 0

Parameter yang diukur yaitu tinggi tanaman, diameter batang, jumlah ruas daun, biomassa pucuk, biomassa akar, biomassa total, dan nisbah biomassa pucuk akar. Pengukuran tinggi, diameter, dan jumlah daun tersebut dilakukan setiap minggu mulai umur seminggu setelah tanam hingga 12 MST. Pengukuran nisbah pucuk akar dilakukan terhadap biomassa pucuk dan akar yang telah dikeringkan pada akhir penanaman. Bagian pucuk dan akar tanaman yang telah selesai diamati dipotong dan dimasukkan ke dalam kertas terpisah, kemudian dioven dengan suhu 80ºC selama 24 jam sampai tercapai bobot kering yang konstan. Setelah mengering kemudian ditimbang dengan timbangan analitik sehingga diperoleh biomassa pucuk, biomassa akar, dan total berat kering tanaman.

Selama pengamatan dilakukan pemeliharaan berupa penyiraman dua kali sehari, pembersihan dari gulma yang tumbuh dalam polybag, dan perlindungan dari gangguan hama dengan penyemprotan pestisida.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan uji F menggunakan software SAS versi 9.1 untuk mengetahui pengaruh perlakuan dan kombinasi perlakuan terhadap variabel yang diukur. Jika pada perlakuan tersebut berpengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Desmodium spp.

Desmodium spp. memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman penutup tanah, tanaman obat, dan pakan ternak. Berbagai literatur menyebutkan bahwa Desmodium spp. banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat (Rastogi et al. 2011, Ma et al. 2011, Rathi et al. 2004, Zhu et al. 2011), dan pakan ternak (Haque et al. 1996). Hasil penelitian yang menyebutkan bahwa Desmodium

spp. bermanfaat sebagai tanaman penutup tanah baru terdapat di Amerika Latin (Evans et al. 1988, Armecin et al. 2005, Koech et al. 2012).

(26)

13

Desmodium heterophyllum dari PT. Adaro dan jenis yang sama dari PT. Newmont Nusa Tenggara dan PT. Freeport Indonesia yaitu Desmodium triflorum.

Menurut Evans et al. (1988) tanaman D. ovalifolium, D. heterophyllum dan

D. triflorum termasuk jenis tanaman yang potensial dan cukup menjanjikan untuk dijadikan tanaman penutup tanah. Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman menjalar yang selalu hijau dan menghasilkan cukup banyak bahan organik.

Desmodium ovalifolium D.C.

Desmodium ovalifolium merupakan salah satu jenis tanaman penutup tanah yang tumbuh merambat dan berstolon dengan tinggi 20-35 cm. Daun ujung (panjang 2.5-5 cm dan lebar 2-3 cm lebih besar dibanding daun menyamping (panjang 2.5-4 cm dan lebar 1.5-2.5 cm), berbulu pada bagian bawah. Tanaman ini berbuah 3-6 buah pada polong bersambungan, yang akan pecah pada sambungannya waktu masak. Segmen buah polong panjangnya 1.25-2 cm, lebar 4-8 mm, dan memiliki bulu halus. Biji berbentuk seperti ginjal panjang 2,25-2,50 mm dan lebar 1,50-1,75 mm dan berwarna coklat kekuningan, bunga kecil (panjang 20-30 mm), berwarna ungu muda-tua jika berbunga.

Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), D. ovalifolium diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil) Ordo : Leguminales / Polypetales

Famili : Fabaceae (kacang-kacangan) Genus : Desmodium

Species : Desmodium ovalifolium D.C.

Gambar 4 Desmodium ovalifolium D.C. Desmodium heterophyllum D.C.

Desmodium heterophyllum atau yang biasa disebut hetero merupakan salah satu jenis tanaman tahunan merambat dengan batang yang berstolon kuat. Stolon menjadi berkayu seiring bertambahnya umur tanaman dan bertekstur licin. Tinggi tanaman berkisar antara 15-20 cm, helai daun membentuk tiga daun (trifoliate) dengan daun ujung (panjang 1.5-2 cm dan lebar 1-1.5 cm) lebih besar dibanding daun menyamping (panjang 1.2-1.5 cm dan lebar 0.8-1 cm). Bunga kecil (panjang

(27)

14

3-5 mm), merah jambu, masa berbunga selama bulan September-Oktober, berbuah 3-6 buah polong bersambungan, yang akan pecah pada sambungannya waktu masak. Segmen buah polong panjangnya 12-25 mm, lebar 4-5 mm, berbulu halus. Biji berbentuk seperti ginjal panjang 2.25-2.50 mm dan lebar 1.50-1.75 dan berwarna coklat kekuningan, masa berbuah bulan November-Desember selama penanaman.

Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), D. heterophyllum diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil) Ordo : Leguminales / Polypetales

Famili : Fabaceae (kacang-kacangan) Genus : Desmodium

Species : Desmodium heterophyllum D.C.

Gambar 5 Desmodium heterophyllum D.C. Desmodium triflorum D.C.

Desmodium triflorum adalah jenis desmodium yang memiliki dimensi paling kecil dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Tinggi biasanya hanya 10-15 cm dengan panjang daun hingga 1.2 cm dan lebar 1.0 cm. Berbuah 3-5 buah pada polong bersambungan, segmen buah polong panjangnya 6-18 mm, lebar 2-3.5 mm, berbulu halus, masa berbuah November-Desember selama penanaman. Biji berbentuk seperti ginjal panjang 1-2 mm dan berwarna kuning keemasan, bunga kecil (panjang 1-3 mm), ungu muda-tua, masa berbunga September-Oktober.

Dalam sistematika tumbuhan (taksonomi), D. triflorum diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Sub Divisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua/dikotil) Ordo : Leguminales / Polypetales

Famili : Fabaceae (kacang-kacangan) Genus : Desmodium

Species : Desmodium triflorum D.C.

(28)

15

Gambar 6 Desmodium triflorum D.C.

Hasil analisis tanaman Desmodium spp.

Ketiga jenis tanaman Desmodium spp. dianalisis untuk mengetahui kandungan haranya, hasil analisis seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kandungan hara tanaman Desmodium spp.

Hasil analisis tanaman Desmodium spp. menunjukkan bahwa D. ovalifolium

memiliki kandungan nilai C Organik paling tinggi dari yang lain yaitu mencapai 40.56%, sedangkan D. heterophyllum dan D. triflorum masing-masing sebesar 37.67% dan 28.67%.

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai C/N tanah. Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Rasio C/N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik, maka proses pengomposan atau perombakan bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberpa tahun tergantung bahan dasar. Apabila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan oleh tanaman (Setyorini et al. 2006; Hanafiah 2005).

C Organik N Total P Total K Total C/N Rasio

P

resen

tase

(%)

D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum

(29)

16

Uji kandungan hara yang dilakukan pada tanaman Desmodium spp. terlihat bahwa C/N rasio pada D. ovalifolium mencapai 15, sedangkan C/N rasio D. heterophyllum dan D. triflorum masing-masing adalah 13 dan 10 (Gambar 7), nilai ini mendekati C/N rasio tanah, sehingga ketika daun dan ranting tanaman ini mati dan jatuh ke tanah akan sangat cepat terdekomposisi dan dapat digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman.

Perbanyakan Desmodium spp.

Tanaman ini berbunga dan menghasilkan biji dalam waktu yang lama. Setiap segmen buah polong akan pecah saat masak sehingga produksi biji menjadi sulit. Perbanyakan dapat dilakukan dengan penanaman biji, tetapi sangat jarang tersedia di pasar komersial, yang disebabkan sangat sulit untuk dipanen. Pada penelitian ini seluruh tanaman diperbanyak dengan stek, yaitu potongan stolon akar dan batang yang ditanam pada media tanam dimana tanaman ini akan menyebar dengan cepat.

Gambar 8 Persen pertumbuhan biakan individu Desmodium spp.

Gambar 8 menunjukkan bahwa pertumbuhan biakan D. heterophyllum lebih tinggi dari jenis yang lainnya, yaitu 342.27%, sedangkan persentase pertumbuhan

D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing 52.08% dan 241.03%. Pertumbuhan biakan D. heterophyllum lebih cepat dari jenis yang lainnya sejak awal penanaman, setiap pengamatan jenis ini bertambah hingga dua kali dari pengamatan sebelumnya. Berbeda halnya dengan jenis D. ovalifolium yang paling kecil persentase pertumbuhannya karena jenis ini tingkat kematiannya sangat tinggi, hal ini disebabkan stek yang kurang panjang sehingga pertumbuhannya tidak optimal.

Pertumbuhan biakan D. heterophyllum lebih tinggi dari jenis lainnya karena kemampuannya untuk hidup dengan sumberdaya yang terbatas. Stek jenis ini akan tetap tumbuh walaupun tanpa media, jika stek jenis ini menyentuh air maka akarnya akan tumbuh pada setiap ruas batangnya.

(30)

17

Gambar 9 Pertumbuhan biakan Desmodium spp.

Pembuatan biakan Desmodium spp. dilakukan dengan cara vegetatif (stek). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa biakan yang dihasilkan oleh D. heterophyllum lebih tinggi dari jenis lain yaitu mencapai 191 tanaman dalam waktu 12 minggu, sedangkan jenis D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing mencapai 25 tanaman dan 104 tanaman dengan masa tanam yang sama. Pertumbuhan D. triflorum terlihat meningkat hingga 10 MST (minggu setelah tanam), namun pada minggu ke 11 mengalami stagnasi dan menurun pada minggu 12.

a b c

Gambar 10 Pertumbuhan stek Desmodium spp. pada (a) awal penanaman, (b) 4 MST, (c) 8 MST

(31)

18

Gambar 11 Persen pertumbuhan benih D. ovalifolium dengan pematahan dormansi yang berbeda.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan benih dengan perendaman dalam air dingin menghasilkan persen pertumbuhan benih hingga 89%, sedangkan pertumbuhan dengan perendaman air panas dan tanpa perlakuan masing-masing 43% dan 52%.

Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari kedua kedaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminoseae (Sutopo 2010).

Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi lingkungan dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Skarifikasi merupakan salah satu upaya

pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Kamil 1984). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisik, mekanik, maupun kimia.

(32)

19

Produktivitas Desmodium spp.

Produktivitas tanaman Desmodium spp. diukur dengan menghitung luasan penutupan lahan, laju pertumbuhan tanaman (LPT) dan hasil produksi biomassa pada akhir penanaman dengan memanen seluruh bagian tanaman.

Luasan penutupan lahan

Hasil pengukuran luasan penutupan lahan menunjukkan bahwa hingga 8 MST penutupan lahan jenis D. heterophyllum mencapai 100%, sedangkan luasan penutupan lahan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing mencapai 95.2% dan 65.8% (Gambar 12).

Gambar 12 Persentase penutupan lahan tanaman Desmodium spp.

Gambar 12 menunjukkan pertumbuhan tanaman Desmodium spp. pada 3 MST, 5 MST dan 8 MST. Pertumbuhan D. heterophyllum sangat cepat dari awal penanaman, sehingga pada 5 MST mencapai hampir 50% dari tutupan lahan, sedangkan untuk D. ovalifolium sangat lambat pada awal penanaman, namun setelah 5 MST pertumbuhannya sangat cepat dan hampir menutup seluruh permukaan lahan pada 8 MST. Jenis D. triflorum adalah jenis yang paling lambat pertumbuhannya dibandingkan dengan dua jenis yang lain, hingga akhir penanaman kemampuannya dalam penutupan lahan kurang dari 70%.

Jika hasil ini dikonversi maka akan diperoleh nilai kecepatan penutupan lahan masing-masing jenis, yaitu D. heterophyllum sebesar 33.15 cm2/hari, sedangkan D. ovalifolium dan D. triflorum sebesar 21.57 cm2/hari dan 15.09 cm2/hari. Dari hasil pengamatan selama penelitian terlihat bahwa untuk jenis D. heterophyllum dan D. ovalifolium merupakan jenis yang sangat baik dan cepat dalam penutupan lahan. Hal ini sangat penting terkait fungsinya sebagai penutup tanah yang mengurangi erosi tanah dari air hujan dan mengurangi penguapan air dari dalam tanah.

(33)

20

Gambar 13 Hasil pengukuran kecepatan penutupan lahan Desmodium spp. Pertumbuhan jenis D. triflorum lebih lambat dari jenis lainnya karena dimensinya yang paling kecil dari yang lain baik ukuran daun, panjang stolon, jarak antar buku, tinggi dan panjang tanamannya lebih kecil dari yang lain, sehingga pertumbuhan dan kemampuannya dalam penutupan lahan juga lebih lambat.

a b c d

Gambar 14 Pertumbuhan tanaman Desmodium spp. pada (a) awal penanaman, (b) 3 MST, (c) 5 MST, (d) 8 MST

Laju Pertumbuhan Tanaman (LPT)

Laju pertumbuhan tanaman didasarkan pada berat kering total tanaman, dilakukan dengan menimbang seluruh bagian tanaman, kemudian dikeringkan dalam oven sampai berat kering konstan pada suhu 80 oC selama 24 jam. Pengukuran dilakukan pada 6 MST dan pada saat panen (12 MST). Hasil pengukuran LPT seperti yang terlihat pada Gambar 13 dimana D. heterophyllum

memiliki LPT yang paling besar dibandingkan dengan jenis yang lain yaitu mencapai 5.02 g/m2/hari, sedangkan jenis D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing 4.57 g/m2/hari dan 4.20 g/m2/hari.

D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum

(34)

21 Laju pertumbuhan tanaman pada Gambar 13 terlihat sama dengan Gambar 12 dimana penutupan lahan pada D. heterophyllum juga lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya, hal ini menunjukkan bahwa luas tutupan lahan berbanding lurus dengan laju pertumbuhan tanaman, semakin cepat luas tutupan lahan, maka LPT juga akan semakin besar.

Gambar 15 Hasil pengukuran laju pertumbuhan tanaman (LPT) Desmodium spp. Laju pertumbuhan tanaman penutup tanah sangat penting dalam reklamasi lahan pasca tambang karena lahan tersebut akan sangat rawan terhadap erosi jika kondisi permukaan tanah masih terbuka. Oleh karena itu perlu penutupan lahan yang cepat dengan penanaman tanaman penutup tanah yang memiliki nilai LPT yang tinggi agar seluruh permukaan tanah terhindar dari erosi air hujan.

Produksi Biomassa

Produksi biomassa tanaman penutup tanah sangat berpengaruh terhadap produksi serasah yang dihasilkan. Serasah ini sangat penting untuk sumbangan hara dan pemulihan nutrisi tanah pada lahan pasca tambang. Semakin besar biomassa yang dihasilkan maka semakin besar pula produksi serasah yang dihasilkan. Dalam penelitian ini D. heterophyllum memiliki produksi biomassa yang paling besar dibandingkan dengan jenis lainnya yaitu mencapai 122.52 g/m2 atau sekitar 9.8 ton/ha, sedangkan D. ovalifolium dan D. triflorum masing-masing sebesar 92.79 g/m2 dan 52.08 g/m2.

Hasil penelitian Armecin et al. (2005) menyebutkan bahwa produksi biomassa D. ovalifolium mencapai 8.6-8.9 ton/ha, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan biomassa C. muconoides dan C. pubescens. Jenis D. ovalifolium

sebelumnya juga telah diujicobakan sebagai komponen padang rumput dan legum di Australia (Grof 1982). Dari hasil ujicoba tersebut terlihat bahwa jenis ini tumbuh dengan sangat baik dan cukup produktif sebagai pakan ternak ditanam bersama

Brachiaria decumbens dan B. brizantha.

4.57

D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum

(35)

22

Gambar 16 Produksi biomassa Desmodium spp.

Produksi biomassa D. heterophyllum dan D. ovalifolium yang tinggi menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan D. triflorum dalam menghasilkan nutrisi bagi tanah. Hal ini karena tanaman penutup dengan produksi biomassa yang tinggi akan membantu menjaga kelembaban tanah, meningkatkan aktivitas mikroba dan meningkatkan ketersediaan nutrisi untuk tanah. Selain itu, produksi biomassa yang lebih tinggi juga akan membantu untuk menekan pertumbuhan gulma, yaitu seperti yang dilaporkan oleh ATTRA (2001) bahwa perakaran dari tanaman penutup tanah akan mengurangi populasi gulma yang tumbuh subur.

Respon Semai Jabon terhadap Penanaman Desmodium spp.

Borges dan Da Silva (1998) menyebutkan bahwa selama tahap awal pertumbuhan, tanaman penutup masih pada tahap pembentukan, maka mereka akan bersaing dengan tanaman utama untuk pemanfaatan sumber daya seperti cahaya dan nutrisi. Namun, kemudian selama tahap pertumbuhan, tanaman penutup secara bertahap akan melepaskan beberapa mineral seperti N untuk serapan tanaman utama. Nutrisi ini sangat penting untuk mempertahankan produktivitas tanaman utama.

Penanaman tanaman penutup tanah pada lahan pasca tambang umumnya dilakukan sebelum penanaman tanaman pokok dengan menyebarkan benih pada permukaan tanah. Namun untuk jenis tanaman penutuptanah seperti Desmodium

spp. yang benihnya tidak tersedia di pasaran maka dilakukan penanaman dengan stek, agar lebih praktis penanaman tanaman penutup tanah tersebut dilakukan bersamaan dalam polybag yang sama dengan tanaman pokok. Penanaman

Desmodium spp. dilakukan di sekeliling tanaman pokok dalam hal ini semai jabon yang berumur dua bulan untuk melihat pengaruh penanaman terhadap pertumbuhan semai jabon. Parameter yang diukur yaitu diameter, pertumbuhan diameter, tinggi, pertumbuhan tinggi, jumlah daun, biomassa pucuk, biomassa akar, biomassa total, dan nisbah pucuk akar.

92.79

D. ovalifolium D. heterophyllum D. triflorum

(36)

23

a b c d

Gambar 17 Penanaman Desmodium spp. pada sekeliling semai jabon setelah 2 bulan penanaman (a) tanpa Desmodium spp., (b) D. ovalifolium, (c) D. heterophyllum, (d) D. triflorum

Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan kaliper, pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan penggaris, pengukuran diameter dan tinggi pada bagian yang sama yang telah diberi tanda permanen pada batang. Pengukuran jumlah daun langsung dihitung dengan melihat daun yang masih ada pada batang pokok, biomassa dihitung pada akhir pengamatan.

Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam (ANOVA) parameter semai jabon yang diamati sampai 12 MST

Peubah Perlakuan

Desmodium (D) Tanah (T) Interaksi D*T

Diameter <0.0001 <0.0001 <0.0001

Pertumbuhan Diameter 0.524 0.473 0.147

Tinggi <0.0001 <0.0001 <0.0001

Pertumbuhan Tinggi 0.727 0.270 0.584

Jumlah Daun <0.0001 <0.0001 <0.0001

Biomassa Pucuk 0.0034 0.5506 0.3331

Biomassa Akar <0.0001 0.2934 <0.0001

Biomassa Total <0.0001 0.2228 <0.0001

Nisbah Pucuk Akar 0.0012 0.2858 0.0080

*angka <0.05 menunjukkan berbeda nyata pada uji F, angka >0.05 menunjukkan tidak berbeda nyata

Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan jenis Desmodium spp. (D) berpengaruh nyata tehadap semua parameter semai jabon (P<0.05). perlakuan jenis tanah (T) berpengaruh nyata terhadap diameter, tinggi, dan jumlah daun semai jabon. Interaksi antara jenis demodium dan jenis tanah berpengaruh nyata terhadap semua parameter, kecuali biomassa pucuk semai jabon.

Tabel 2 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap diameter jabon

Jenis Desmodium Diameter Batang (cm)

Tanah Subsoil Tanah Tambang

Tanpa desmodium 0.5c 0.5c

D. ovalifolium 0.6b 0.6b

D. heterophyllum 0.6b 0.6b

D. triflorum 0.7a 0.7a

(37)

24

Tabel 3 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap tinggi jabon

Jenis Desmodium Tinggi (cm)

Tanah Subsoil Tanah Tambang

Tanpa desmodium 18.2h 19.1g

D. ovalifolium 19.5f 19.9e

D. heterophyllum 20.5d 21.1c

D. triflorum 21.3bc 21.4ab

*Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %

Tabel 4 Interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah terhadap jumlah daun jabon

Jenis Desmodium Jumlah Daun (helai)

Tanah Subsoil Tanah Tambang

Tanpa desmodium 10d 11c

D. ovalifolium 11c 11c

D. heterophyllum 12b 13a

D. triflorum 13a 13a

*Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT pada taraf 5 %

Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa interaksi Desmodium spp. dan jenis tanah yang digunakan dalam penanaman berbeda nyata antara semua interaksi perlakuan. Interaksi perlakuan antara D. triflorum dengan tanah subsoil biasa maupun tanah tambang memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan interaksi perlakuan yang lain, baik untuk diameter, tinggi, maupun jumlah daun semai jabon.

Pada semua parameter tersebut nilainya secara berurutan dari yang terbesar adalah perlakuan dengan D. triflorum, D. heterophyllum, D. ovalifolium, dan yang terkecil adalah perlakuan tanpa Desmodium spp. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan penanaman Desmodium spp. meningkatkan diameter, tinggi, dan jumlah daun dibandingkan dengan kontrol.

Hal ini sesuai dengan penelitian Armecin et al. (2005) dimana penanaman tanaman penutup tanah Desmodium ovalifolium dapat meningkatkan panjang batang tanaman pisang Manila (Musa textilis Nee) hingga 131.08%, panjang daun hingga 130.88%, dan diameter tanaman hingga 123.15%, serta mampu mengurangi tingkat erosi air pada permukaan tanah. Dalam penelitian Koech et al. (2012) juga mengatakan bahwa penanaman Desmodium spp. bersama jagung dapat meningkatkan produksi jagung hingga 26%.

Pada akhir pengamatan pengukuran juga dilakukan terhadap biomassa

(38)

25

Gambar 18 Pengaruh perlakuan jenis tanah terhadap biomassa Desmodium spp. Hasil uji T independen menunjukkan bahwa pengaruh jenis tanah adalah sama terhadap biomassa Desmodium spp. dimana nilai p-value-nya lebih besar dari 5%, yaitu 0.389. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman desmodium yang dilakukan pada tanah subsoil dan tanah tambang tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Desmodium dapat hidup dan tumbuh dengan baik pada tanah tambang bahkan menghasilkan biomassa yang lebih besar dari tanah subsoil yaitu D. heterophyllum sebesar 50.69 g, D. triflorum sebesar 15.28 g, dan D. ovalifolium

sebesar 13.88 g, sedangkan untuk tanah subsoil sebesar 30.96 g, 16.78 g, dan 6.56 g.

Penanaman Desmodium spp. yang mampu meningkatkan parameter semai jabon serta pertumbuhan tanaman Desmodium spp. pada tanah tambang yang tidak berbeda nyata dengan pertumbuhan pada tanah subsoil karena Desmodium spp. merupakan jenis tanaman penutup tanah dari famili Fabaceae (kacang-kacangan). Jenis tanaman legum pada umumnya menghasilkan bintil akar yang mampu meningkatkan nitrogen dalam tanah (Hooker et al. 2008).

Gambar 19 Bintil-bintil akar pada akar D. ovalifolium

Bintil akar yang muncul pada akar Desmodium spp. terjadi karena adanya interaksi antara akar Desmodium spp. dengan bakteri Rhizobium sp. Pada tanaman legum, bakteri Rhizobium sp. menempel pada akar dan itu membuat tanaman tersebut tumbuh subur. Akar tanaman legum tersebut menyediakan karbohidrat dan

(39)

26

senyawa lain bagi bakteri, sedangkan bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen dari udara memberikan tambahan nitrogen bagi akar. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman legum hidup. Dengan demikian penanaman tanaman penutup tanah ini menyebabkan terjadinya penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah dan meningkatkan kualitas sifat fisik dan kimia tanah (Sarrantonio dan Gallandt 2003; Nakhone dan Tabatabai 2008).

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Tanaman Desmodium spp. memiliki karakteristik yang berbeda antar jenis. Jenis D. heterophyllum merupakan jenis yang paling tinggi pertumbuhan biakannya dibandingkan dengan D. ovalifolium dan D. triflorum.

2. Tanaman Desmodium spp. memiliki produktivitas yang berbeda antar jenis. Jenis D. heterophyllum memiliki produktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain, dimana kecepatan penutupan lahan, laju pertumbuhan tanaman (LPT), dan produksi biomassanya paling tinggi dibandingkan dengan D. ovalifolium dan D. triflorum.

3. Interaksi perlakuan Desmodium spp. dengan jenis tanah mampu meningkatkan diameter, tinggi, jumlah daun semai jabon dengan urutan dari yang terbesar adalah penanaman dengan D. triflorum, D. heterophyllum, D. ovalifolium, dan kontrol, sehingga bisa direkomendasikan ditanam secara bersamaan.

Saran

(40)

27

DAFTAR PUSTAKA

[ATTRA] Appropriate Technology Transfer for Rural Areas. 2001. Overview of Cover Crops and Green Manures: Fundamentals of Sustainable Agriculture. http://www.attra.ncat.org.

Armecin RB, Seco MHP, Caintic PS, Milleza EJM. 2005. Effect of leguminous cover crops on the growth and yield of abaca (Musa textilis Nee). Industrial Crops and Products. 21 : 317–323.

Asnawi. 2009. Gairah Kebunkan Jabon. http://www.trubus-online.co.id

Atunnisa R. 2013. Produktivitas, Laju Dekomposisi, dan Pelepasan Hara Serasah pada Tegakan Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana IPB.

Aulakh MS, Rennie DA, Paul EA. 1983. Field studies of gaseous N losses under continuous wheat versus a wheat fallow rotation. Plant Soil. 75: 15–27.

Bond W, Grundy AC. 2001. Non-chemical weed management in organic farming systems. Weed Res. 41: 383–405.

Borges AL, Da Silva SL. 1998. Natural plant cover and mulching for banana crop. In: Memoria XII Reunion –CONABAN, Guayaquil, Ecuador, pp. 608–617. Conklin AE, Erich MS, Liebman M, Lambert D, Gallandt ER, Halteman WA. 2002.

Effects of red clover (Trifolium pratense) green manure and compost soil amendments on wild mustard (Brassica kaber) growth and incidence of disease. Plant Soil. 238: 245–256.

Dabney SM, Delgado JA, Reeves DW. 2001. Using winter cover crops to improve soil quality and water quality.

Dahiya R, Ingwersen J, Streck T. 2007. The effect of mulching and tillage on the water and temperature regimes of a loess soil: experimental findings and modelling. Soil Till. Res. 96: 52–63.

Davidson EA. 1992. Sources of nitric oxide and nitrous oxide following wetting of dry soil. Soil Sci. Soc. Am. J. 56: 95–102.

De Klein CA, van Logtestijn RS. 1994. Denitrification in the top soil of managed grassland in The Netherlands in relation to soil and fertilizer level. Plant Soil. 163: 33–44.

De Lima CLR, Ezequiel CCM, Luis CT, Eloy AP, Alvaro PS. 2012. Soil compressibility and least limiting water range of a constructed soil under cover crops after coal mining in Southern Brazil. Soil & Tillage Research. 124 : 190– 195.

Den Hollander NG, Bastiaans L, Kropff MJ. 2007. Clover as a cover crop for weed suppression in an intercropping design. I. Characteristics of several clovers species. Eur. J. Agron. 26: 92–103.

Djajakirana G. 2001. Kerusakan Tanah sebagai Dampak Pembangunan Pertanian. Bogor (ID) : Fakultas Pertanian IPB.

DuPont ST, Ferris H, VanHorn M. 2009. Effects of cover crop quality and quantity on nematode-based soil food webs and nutrient cycling. Appl. Soil Ecol. 41: 157–167.

Gambar

Gambar 1  Plot penanaman pengukuran produktivitas Desmodium spp.
Gambar 5  Desmodium heterophyllum D.C.
Gambar 6  Desmodium triflorum D.C.  Hasil analisis tanaman  Desmodium spp.
Gambar 9  Pertumbuhan biakan Desmodium spp.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari faktor penyerapan pangan, sebaran kelompok kabupaten ini tidak berbeda dengan sebaran pada kelompok kabupaten rawan pangan, dimana sebagian besar kabupaten

Dilihat dari instrumen yang digunakan maupun gaya musik yang digunakannya berbeda antara gondang hasapi pada ritual sipaha sada dengan gondang hasapi pada Batak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Anteseden dari Orientasi Pasar yang meliputi Penekanan Pimpinan Puncak, Penghindaran terhadap Resiko, Sistem Re- ward berdasarkan

Pembentukan fasa kedua ini ditandai dengan perubahan struktur butir dendrit berbentuk granular menjadi bentuk struktur butir dendrit yang cenderung mengecil,

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menerapkan metode deskriptif. Penelitian deskriptif kuantitatif menekankan pada prosedur penelitian yang menghasilkan

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh informasi tentang (1) perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan yang dilakukan oleh kepala madrasah; (2)

Vaikka hän on Schumpeterin kanssa yhtä mieltä siitä, että kansalaiset tuskin koskaan voivat olla kiinnostuneita kaikista kansallisen tason päätöksistä yhtä paljon

Dengan latar belakang seperti itu maka pengabdian kepada masyarakat Pemberdayaan Masyarakat Membuat Bakso Bandeng yang dilakukan Di Kelurahan Unyur, Kec Serang, Kota