PERILAKU PENURUNAN TANAH TERHADAP DRY SIDE OF
OPTIMUM DAN WET SIDE OF OPTIMUM PADA
KEPADATAN TANAH ORGANIK
( Skripsi )
Oleh
Dony Rizky Pratama
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
REDUCTION BEHAVIOR OF SOIL ON SIDE OF OPTIMUM DRY AND WET SIDE OF OPTIMUM DENSITY IN ORGANIC SOIL
By:
DONY RIZKY PRATAMA
The decline in soil organic matter due to the burden of its own soil and building construction there on are not able to with stand the load that lasts. Of these conditions need to know the factors that affect soil instability, through soil behavior can be observed with the organic content of the soil water content. The compaction is the beginning of the formation process for testing the strength of the soil, so that the pattern of behavior can be identified by soil Dry and Wet Side of Optimum Side of Optimum.
To find out how much the behavior of soil degradation in organic soil density, research conducted by the pattern formation by compaction of soil samples with a standard 3-sample variation in the composition of the planned water content, ie samples with Optimum moisture content, Dry and Wet Side of Optimum Side of Optimum ie by compaction drier 5% of water content Optimum conditions and more wet 5% of Optimum Moisture Content of the organic soil. After the sample is formed, further research is conducted in stages loading Consolidation 500, 1000, 2000, 4000 and 8000 g with a readability of each load is 0 ", 9.6", 38 ", 1", 2 ", 25", 4 ' , 9 ', 16', 25 ', 36', 49 ', 64', and 24 hours. Giving the load on the surface of the soil samples aims to see Consolidation coefficient (Cv) is happening, compression index (Cc) and coefficient of compression (Av) in each sample.
Soil test results Decrease Behavior Against Dry and Wet Side of Optimum Optimum At the Side of Organic Soil density, Dry Side of Optimum sample / sample with 5% dry compaction over the best sample for the fastest processing speed and magnitude of soil degradation as well as the smallest decrease in the reduction process quickly said to be good for the soil more quickly reach the soil layer in a stable condition and the magnitude of the smallest drop is quite good because the compression process a smaller type of soil, thereby reducing the
risk of damage to the construction thereon that the Cv value obtained by 0,168cm2 / sec, Cc
for 2.33, and AV 0.28 cm2 / sec.
ABSTRAK
PERILAKU PENURUNAN TANAH TERHADAP DRY SIDE OF OPTIMUM
DAN WET SIDE OF OPTIMUM PADA KEPADATAN TANAH ORGANIK
Oleh
DONY RIZKY PRATAMA
Penurunan yang terjadi pada tanah organik diakibatkan beban tanah sendiri maupun pembangunan kontruksi diatasnya tidak mampu menahan beban yang berlangsung. Dari kondisi tersebut perlu diketahui faktor-faktor yang berpengaruh pada ketidakstabilan tanah, melalui perilaku tanah yang terjadi dapat dilihat dengan kandungan kadar air tanah organik. Adapun Pemadatan merupakan proses awal pembentukan kekuatan tanah untuk pengujian, sehingga pola perilaku dapat diketahui dengan kondisi tanah Dry Side of Optimum dan Wet Side of Optimum.
Untuk mengetahui seberapa besar perilaku penurunan tanah pada kepadatan tanah organik, penelitian yang dilakukan dengan pola pembentukan sampel tanah dengan Pemadatan Standar dengan variasi 3 sampel dengan komposisi kadar air yang direncanakan, yaitu sampel dengan Kadar air Optimum, Dry Side of Optimum dan
Wet Side of Optimum yaitu dengan cara pemadatan lebih kering 5% dari kondisi
Kadar air Optimum dan lebih basah 5% dari Kadar Air Optimum tanah organik tersebut. Setelah sampel dibentuk, selanjutnya Penelitian Konsolidasi dilakukan dengan tahapan pembebanan 500, 1000, 2000, 4000 dan 8000 gr dengan waktu
pembacaan dari setiap pembebanan yaitu 0”, 9,6”, 38”, 1”, 2”, 25”, 4’, 9’, 16’, 25’, 36’, 49’, 64’, dan 24 jam. Pemberian beban diatas permukaan sampel tanah bertujuan untuk melihat Koefisien Konsolidasi (Cv) yang terjadi, Indeks Pemampatan (Cc) dan Koefisien Pemampatan (Av) pada setiap sampel.
Hasil pengujian Perilaku Penurunan Tanah Terhadap Dry Side of Optimum dan Wet
Side of Optimum Pada Kepadatan Tanah Organik, sampel Dry Side of Optimum /
sampel dengan pemadatan lebih kering 5% merupakan sampel terbaik karena kecepatan proses penurunan tanah tercepat dan besaran penurunan terkecil serta proses penurunan yang cepat dikatakan baik karena tanah lebih cepat mencapai lapisan tanah dalam kondisi stabil dan besaran penurunan terkecil dikatakan baik karena terjadinya proses pemampatan suatu jenis tanah lebih kecil, sehingga mengurangi resiko kerusakan pada konstruksi diatasnya yaitu dengan nilai yang didapat Cv sebesar 0,168cm2/detik, Cc sebesar 2,33, dan aV sebesar 0,28 cm2/detik. Kata kunci : Tanah Organik, Pemadatan, Dry Side of Optimum, Wet Side of Optimum,
PERILAKU PENURUNAN TANAH TERHADAP DRY SIDE OF
OPTIMUM DAN WET SIDE OF OPTIMUM PADA
KEPADATAN TANAH ORGANIK
Oleh
DONY RIZKY PRATAMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG
Dony Rizky Pratama lahir di Bandar Lampung, pada tanggal 13 Maret 1992, merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Syamsuddin, S.H. dan Ibu Khalijah (Alm.),
Penulis memiliki satu orang saudara laki-laki bernama M. Chandra Andrean, serta dua orang saudara perempuan bernama Miranda Zahwa dan Zahra P.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 2 Kunjir Kalianda yang diselesaikan pada tahun 2003. Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SMPN 1 Rajabasa Kalianda yang diselesaikan pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMKN 2 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2009.
M OTO
“Barangsi apa bersungguh-sungguh, sesungguhnya kesungguhannya it u adalah unt uk dirinya sendiri”
(QS Al-Ankabut [29] : 6)
“Jika kamu berbuat baik (berart i) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat , maka kejahat an it u unt uk dirimu sendiri”
(QS. Al-I sra': 7
“M arah it u gampang. Tapi marah kepada siapa, dengan kadar kemarahan yang pas, pada saat dan t ujuan yang t epat , sert a dengan cara yang benar it u yang
sulit ” (Arist ot eles)
“K etika kau melihat seseorang, yang diberi t it ipan hart a dan keadaan yang lebih baik daripada dirimu, lihat lah mereka yang diberi lebih sedikit oleh
Allah SWT” (Nabi M uhammad SAW)
“Spirit L ike A Sea Brave L ike A M ount ain” (M at alam )
“Kit a berdiri diatas sebuah pijakan, pijakan yang berpengaruh besar terhadap langkah-langkah kit a, pijakan kit a adalah sahabat , maka haragailah pijakan
t ersebut “
“When you have eliminated t he impossible, what ever remains, however improbable, must be t he t rut h “
“Semua benda yang bergerak pasti akan berubah, tapi mau berubah kemana it u kit a sendiri yang menent ukan”
Persembahan
Sebuah karya kecil buah pemikiran dan kerja keras untuk,
Ayahandaku tercinta Syamsuddin, S.H
Ibundaku tercinta Khalijah (Alm.)
Adinda M. Chandra Andrean
Adinda Miranda Zahwa
Adinda Zahra Putri
Serta saudara seperjuangan Teknik Sipil Angkatan 2009
SIPIL JAYA !!!!!
Keluarga Besar Matalam FT. UNILA
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul Perilaku Penurunan Tanah Terhadap Dry Side of
Optimum dan Wet Side of Optimum pada Kepadatan Tanah Organik dapat
terselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik pada program reguler Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan, oleh sebab itu penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :
1. Prof. Drs. Suharno, M.sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
2. Ir. Idharmahadi Adha, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
4. Ir. M. Jafri, M.T. selaku Dosen Pembimbing II skripsi. 5. Iswan S.T., M.T. selaku Dosen Penguji skripsi.
6. Ir. Laksmi Irianti, M.T Selaku Dosen Pembimbing Akademis.
7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas Lampung. 8. Kedua orang tua penulis (Syamsuddin, S.H. dan Khalijah (Alm.)) yang
telah memberikan restu dan doanya, Adinda (M. Chandra Andrean, Miranda Zahwa dan Zahra P.) dan (Elen Novita tersayang) yang memberi Doa dan warna di kehidupan penulis.
9. Rekan-rekan seperjuangan di Lab. Dan di kampus (Ari,Catur,Anton,Veny, Anwar,Gatot,Bram,Heru,Yuliansyah,Yudi,agus,Putra,Dedy,Renol,Grand, Rian,Armen,iqbal,Reza,Wily,Paul,Riyo,Dedi,Rainal,Rangga,Budi,Damar, Ponco,Teguh,sarkis,Jajul,edo,Mail,Ketut,singgih dan semua angkatan 2009) untuk semangat, kebersamaan dan kerja keras kita.
10.Teknisi di laboratorium (MasPardin, MasMiswanto, MasBudi, MasBayu). 11.Seluruh keluarga besar Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. 12.Keluarga Besar Matalam FT. UNILA.
Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sangat berharap karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pembaca, terutama bagi penulis sendiri.
Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN
SANWACANA ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR NOTASI ... xi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah ... 3
C. Lokasi ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah ... 6
B. Sistem Klasifikasi Tanah ... 7
D. Sifat Fisik Tanah Gambut ... 17
E. Kemampatan Pada Tanah Organik ... 20
F. Teori Dry Side of Optimum dan Wet Side of Optimum ... 21
G. Penurunan ... 22
H. Konsolidasi (Consolidation Settlement) ... 23
I. Analogi Konsolidasi Satu Dimensi ... 24
J. Pengaruh Gangguan Benda Uji pada Grafik e-log p ... 28
K. Konsolidasi ... 31
III. METODE PENELITIAN A.Sampel Tanah ... 45
B.Pelaksanaan Pengujian ... 45
C.Pelaksanaan Pengujian di Laboratoriu ... 46
1. Pengujian Sifat Kimia Tanah ... 46
a. Kadar Abu ... 46
b. Kadar Organik ... 46
b. Kadar Serat ... 47
2. Pengujian Sifat Fisik Tanah ... 47
a. Kadar Air ... 47
b. Berat Volume ... 48
c. Berat Jenis ... 49
d. Batas Cair ... 50
v
f. Analisis Saringan ... 52
g. Pengujian Konsolidasi ... 54
D. Prosedur Pengujian Utama ... 54
E. Analisis Data ... 58
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Fisik ... 60
1. Analisa Hasil Pengujian Kadar Air ... 61
2. Analisa Hasil Pengujian Berat Volume ... 62
3. Analisa Hasil Pengujian Berat Jenis ... 62
4. Uji Berat Volume ... 62
5. Uji Analisa Saringan ... 64
6. Data Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ... 65
B.Uji Kimia ... 69
1. Kadar Organik ... 69
2. Kadar Abu ... 69
3. Kadar Serat ... 64
C. Klasifikasi Tanah ... 70
D. Analisa Hasil Pengujian Konsolidasi ... 72
1. Hasil Pengujian Konsolidasi ... 72
E. Variasi Hubungan Persentase Dry Side of Optimum, Kadar Air Optimum, dan Wet Side of Optimum dengan Nilai Cv, Cc, dan aV ... 79
2. Hubungan Persentase Pasir dengan Nilai Cc ... 80 3. Hubungan Persentase Pasir dengan Nilai aV ... 82
V. PENUTUP
A.Simpulan ... 85 B.Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kurva e vs. Log s’ Pada Tanah Gambut Amorphous dan
Gambut Berserat Dhowian & Edit ... 21
2.2 Analogi Piston dan Pegas ... 25
2.3 Reaksi tekanan air pori terhadap beban pondasi ... 27
2.4 Pengaruh gangguan contoh pada kurva pemampatan ... 31
2.5 Skema Alat Pengujian Konsolidasi ... 32
2.6 Sifat Khusus Grafik Hubungan Terhadap Log T ... 33
2.7 Sifat Khusus Grafik Hubungan e-log P’ ... 33
2.8 Fase Konsolidasi ... 34
2.9 Hasil Pengujian Konsolidasi ... 36
2.10 Indeks Pemampatan Cc ... 38
2.11 Metode Kecocokan Log-Waktu (Casagrande, 1940) ... 41
2.12 Metode Akar Waktu (Taylor, 1948) ... 42
3.1 Susunan Modul Uji Konsolidasi ... 57
3.2 Bagan Alir Penelitian ... 59
4.2 Grafik Pemadatan tanah Dry side of Optimum ... 66
4.3 Grafik Pemadatan Kadar Air Optimum ... 67
4.4 Grafik Pemadatan tanah Wet side of Optimum ... 67
4.5 Hubungan Sampel dengan Berat Volume Tanah Kering ... 68
4.6 Grafik Perbandingan Konsolidasi pada pembebanan 0,5 Kg ... 69
4.7 Grafik Perbandingan Konsolidasi pada pembebanan 1 Kg ... 73
4.8 Grafik Perbandingan Konsolidasi pada pembebanan 2 Kg ... 73
4.9 Grafik Perbandingan Konsolidasi pada pembebanan 4 Kg ... 74
4.10 Grafik Perbandingan Konsolidasi pada pembebanan 8 Kg ... 75
4.11 Variasi Hubungan Sampel Persentase dengan Cv ... 80
4.12 Variasi Hubungan Sampel Persentase dengan Cc ... 81
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 10
2.2 Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik ... 15
4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Tanah Organik ... 60
4.2 Hasil Pengujian Berat Volume Tanah Asli ... 63
4.3 Hasil Pengujian Analisis Saringan ... 64
4.4 Hasil Uji Pemadatan Standar ... 68
4.5 Hasil Uji Kadar Organik ... 69
4.6 Hasil Uji Kadar Abu ... 70
4.7 Hasil Uji Kadar serat ... 70
4.8 Hasil Perhitungan T90 ... 72
4.9 Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel A ... 76
4.10 Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel B ... 77
4.11 Hasil Perhitungan Koefisien Konsolidasi (Cv) Pada Sampel C ... 77
4.12 Hasil Perhitungan Indeks Pemampatan (Cc) dan Koefisien Pemampatan (aV) ... 78
4.14 Nilai Rata-rata Cc dengan Kondisi Sampel ... 81
DAFTAR NOTASI
γ = Berat Volume
γd = Berat Volume Kering
γu = Berat Volume Maksimum
ω = Kadar Air
Gs = Berat Jenis LL = Batas Cair PI = Indeks Plastisitas PL = Batas Plastis
q = Persentase Berat Tanah yang Lolos Saringan Wai = Berat Tanah Tertahan
Wbi = Berat Saringan + Tanah Tertahan Wc = Berat Container
Wci = Berat Saringan
Wcs = Berat Container + Sampel Tanah Sebelum dioven Wds = Berat Container + Sampel Tanah Setelah dioven Wm = Berat Mold
Wms = Berat Mold + Sampel
Wn = Kadar Air Pada Ketukan ke-n
Ww = Berat Air
W1 = Berat Picnometer
W2 = Berat Picnometer + Tanah Kering
W3 = Berat Picnometer + Tanah Kering + Air
W4 = Berat Picnometer + Air
e = Angka Pori
Cc = Indeks Pemampatan Cr = Rekompresi indeks Cv = Koefisien Konsolidasi
Pc’ = Tekanan Prakonsolidasi
ΔH = Perubahan Tinggi
H = Tinggi Awal
ΔV = Perubahan Volume
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan konstruksi sipil, Geoteknik sebagai sub bidang teknik sipil mempunyai peranan sangat penting sebagai dasar yang menunjang pembangunan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dari pekerjaan geoteknik seperti investigasi tanah, pembuatan pondasi, penggalian, penimbunan, perbaikan dan perkuatan tanah serta kegiatan lainnya sebagai awal proses konstruksi dilakukan.
Tanah dalam hal ini, merupakan suatu objek yang berfungsi digunakan sebagai media konstruksi. Untuk itu sebelum perencanaan konstruksi, maka sebaiknya kondisi tanah sebagai media kontruksi dibawahnya harus dilakukan analisa terhadap kekuatan kontruksi diatasnya yang melibatkan pekerjaan geoteknik. Dengan melakukan analisa maupun survei terhadap tanah tersebut, tidak terkecuali pada tanah organik.
mempunyai/lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. (Craig, 1987)
Dari sifat mekanik tanah organik mempunyai sifat kompresibilitas dan daya dukung yang rendah, pada perilaku konsolidasinya tanah organik memiliki kompresibilitas volumetrik yang tinggi. Dan dalam jangka waktu yang lama hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan pada bangunan akibat penurunan yang berlebihan.
Pada keadaan tertentu tanah mengalami kondisi Dry Side of Optimum, Wet
Side of Optimum juga dimana kadar air nya optimum yang membuat struktur
3
B. Batasan Masalah
Pada penelitian ini lingkup pembahasan dan masalah yang akan dianalisis dibatasi dengan:
1. Sampel tanah yang diuji menggunakan material tanah organik (lahan pernah terbakar) yang berasal dari Desa Gedong Pasir Kelurahan Benteng Sari Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur.
2. Pengujian sifat kimia tanah yang dilakukan adalah : a. Pengujian kadar organik.
b. Pengujian kadar abu. c. Pengujian Kadar serat.
3. Pengujian sifat fisik tanah yang dilakukan adalah: a. Pengujian kadar air
b. Berat jenis
c. Batas cair dan batas plastis d. Analisa saringan
e. Berat volume
4. Pengujian Konsolidasi pada tanah organik dengan memperhatikan pemadatan Dry Side of Optimum, Wet Side of Optimum juga kadar air optimum, dan membandingkan perilaku penurunan tanah.
C. Lokasi
2. Pengujian sifat kimia tanah untuk menentukan karakteristik tanah organik serta kandungan organik tanah dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung.
3. Pengujian Perilaku Penurunan Tanah Terhadap Dry Side of Optimum dan
Wet Side of Optimum Pada Kepadatan Tanah Organik dilakukan di
Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Lampung.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perilaku tanah yang terjadi pada saat diberi pembebanan dan pengangkatan pembebanan pada tanah organik dengan kondisi dry side of optimum dan wet side of optimum.
2. Untuk mengetahui pola grafik penurunan antara tanah yang diberi pembebanan dan pengangkatan pembebanandengan kondisi tanah dry side of optimum dan wet side of optimum.
3. Untuk mengetahui perbandingan nilai Cc, Cv dan T90 pada saat pembebanan dan pengangkatan pembebanandengan kondisi tanah dry side
5
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain :
1. Untuk menambah pengetahuan mengenai perilaku tanah terhadap konsolidasi dan untuk menganalisa penurunan pada struktur.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah
Adapun menurut para ahli teknik sipil, tanah dapat didefinisikan sebagai :
1. Tanah adalah kumpulan butiran (agregat) mineral alami yang bisa dipisahkan oleh suatu cara mekanik bila agregat termaksud diaduk dalam air (Terzaghi, 1987).
2. Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai/lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan (Craig, 1987)
3. Tanah adalah material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang terikat secara kimia satu dengan yang lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (partikel padat) disertai zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara parikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).
7
B. Sistem Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok-subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995). Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah.
Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Terdapat dua sistem klasifikasi tanah yang umum digunakan untuk mengelompokkan tanah. Kedua sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah Sistem Unified Soil
Clasification System (USCS) dan Sistem AASHTO (American Association Of
State Highway and Transporting Official). Tetapi pada penelitian ini penulis
Sistem Klasifikasi Unified (USCS)
Sistem ini pada awalnya diperkenalkan oleh Casagrande (1942) untuk dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang (Das, 1995). Oleh Casagrade sistem ini pada garis besarnya membedakan tanah atas tiga kelompok besar (Sukirman, 1992), yaitu :
1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), kurang dari 50 % lolos saringan No. 200, yaitu tanah berkerikil dan berpasir. Simbol kelompok ini dimulai dari huruf awal G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil dan S untuk Pasir (Sand) atau tanah berpasir.
2) Tanah berbutir halus (fire-grained-soil), lebih dari 50 % lolos saringan No. 200, yaitu tanah berlanau dan berlempung. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal M untuk lanau anorganik, C untuk lempung anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik.
Klasifikasi sistem Unified secara visual di lapangan sebaiknya dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna di samping untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin perlu ditambahkan, juga sebagai pelengkap klasifikasi yang di lakukan di laboratorium agar tidak terjadi kesalahan label.
9
Klasifikasi berdasarkan Unified System (Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan Teknik Pondasi Das. Braja. M, 1988), tanah dikelompokkan menjadi :
1) Tanah butir kasar (coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan
muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik tinggi.
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini :
1. Prosentase butiran yang lolos ayakan no.200 (fraksi halus). 2. Prosentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien keseragaman (Uniformity coefficient, Cu)
4. Batas cair (LL) dan Indeks Plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan no.40 (untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan no.200).
Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Unified
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW GC Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
Batas-batas
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau SC Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
Batas-batas sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, kandungan organik sangat tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
11
C. Tanah Organik
Perilaku tanah organik sangat tergatung pada kadar organik (organic content), kadar abu (ash content), kadar serat (fibrous content). Makin tinggi kandungan organiknya makin rendah daya dukungnya (bearing capacity) dan kekuatan gesernya (shear strength), serta makin besar pemampatannya
(compressibility).
Tanah yang kandungan organiknya tinggi disebut tanah gambut (peat soil). Menurut ASTM, OSRC (Organic Sediment Research Centre) dari University of Shouth Carolina dan LSG (Lousiana Geological Survey), suatu tanah organik dapat diklasifikasikan sebagai tanah peat apabila kandungan organiknya 75 % atau lebih. Tetapi USSR system mengklasifikasikan suatu tanah organik sebagai tanah gambut apabila kandungan organiknya 50 % atau lebih.
Gambut umumnya mengacu pada bahan alami dengan daya kemampatan tinggi namun mempunyai kekuatan rendah. Tanah gambut terbentuk di daerah berair dangkal, dalam danau, atau empang dengan sistem drainase yang buruk (Sumber : Pedoman Konstruksi Jalan Di Atas Tanah Gambut Dan Organik, 1996).
Menurut proses terjadinya, tanah gambut dapat dibedakan menjadi : 1. Gambut Rumput
mineral, berhumus namun memiliki kandungan air yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan gambut rancah apabila ditinjau dari derajat proses penguraiannya.
2. Gambut Transisi
Kondisi pada saat gambut rumput tumbuh melebihi paras air tanah. Di sini berlaku keadaan mesotopik.
3. Gambut Rancah
Kondisi dimana tanah kehilangan kontak dengan air tanah sehingga terjadi tahapan ombotropik, yaitu tahapan dimana pertumbuhan lumut
spaghnum pada air hujan akan mendominasi.
Gambut rancah juga dapat terbentuk pada permukaan tanah yang diakibatkan oleh ketersediaan oligotropik atau bahan makanan bagi organisme pengurai, sehingga terjadi proses penghumusan yang berlebihan.
Menurut ASTM D2607-69, istilah tanah gambut hanya berhubungan dengan bahan organik berasal dari proses geologi selain batubara. Terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati, berada didalam air dan hampir tidak ada udara di dalam, terjadi dirawa-rawa dan mempunyai kadar abu tidak lebih 25% berat kering. Dengan demikian rawa merupakan tempat pembentukan tanah gambut, dipengaruhi oleh iklim, hujan, peristiwa pasang surut, jenis vegetasi rawa, topografi serta beberapa aspek geologi serta hidrologi daerah setempat.
13
Farlane (1969). ASTM D2607-69 dan ASTM D4427-84 (1989), mengklasifikasikan tanah gambut berdasarkan kandungan bahan organik, kadar serta berat volume rata-rata.
Noor Endah (1991), menyelidiki jenis tanah gambut di daerah
Palangkaraya dan Banjarmasin adalah jenis tanah gambut berserat (fibrous peat). Demikian pula hasil penelitian Puslitbang PU (1991), di Pekan Heram, dan di Pulau Padang Sumatera, jenis tanah tersebut adalah mengandung serat dan kayu-kayuan (fibrous peat dan woody peat). Tanah gambut mempunyai kandungan serat lebih besar dari 20% dikelompokkan kedalam fibrous peat. Tanah gambut dengan kandungan serat kurang dari 20% dikelompokkan kedalam amorphous granular peat, jenis ini terdiri dari butiran tanah berukuran colloid (2µ) dan sebagian besar air pori terserap disekeliling permukaan butiran tanah gambut tersebut. Karena kondisi tersebut maka amorphus granular peat ini mempunyai sifat hampir sama dengan lempung.
a. Hubungan Antara Morfologi dan Sifat-Sifat Gambut
Hoobs memperlihatkan bahwa sifat-sifat gambut merupakan hasil dari proses morfologis, yang memberikan beberapa hubungan sebagai
berikut :
1. Akibat pengaruh seratnya, stabilitas sepertinya bukan masalah pada gambut rancah berserat yang permeabel, sementara bila dilihat pada gambut rumput yang kurang permeabel, plastik, dan sangat berhumus, maka kestabilan dan laju pembebanan merupakan pertimbangan yang paling penting.
2. Gambut rumput yang terbentuk oleh penetrasial umumnya didukung oleh lumpur organik yang dapat menyebabkan masalah teknik yang besar. 3. Napal dan lumpur pendukungnya merintangi penyidikan, menyulitkan
pemantauan, yang mengakibatkan bahaya pada pekerjaan teknik.
4. Stratifikasi pada gambut rumput sepertinya relatif mendatar. Digabungkan dengan penghumusan yang tinggi dan permeabilitas yang kurang, drainase tegak mungkin memiliki penggunaan yang bermanfaat dalam mempercepat lendutan-pampat primer. Sedangkan gambut rancah sering memiliki drainase tegak alami dalam bentuk betting cotton-grass
berlajur sehingga drainase tegak mungkin saja terbukti tidak efisen. 5. Permukaan batas antara gambut lumut sangat lapuk dan terlestarikan
baik, yang disebabkan oleh pergeseran iklim menyebabkan stratigrafi berlapis yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan karakteristik tegak yang diakibatkan oleh pertumbuhan mendatar. Keadaan hidrolik
15
dan akan cenderung bertindak sebagai akuiklud mendatar pada drainase tegak dan tekanan pori akan terbebas pada waktu pekerjaan teknik berlangsung (Horison Weber-Grenz).
6. Rancah selubung umumnya tidak memiliki suatu dasar yang berupa lempung lunak yang secara normal terkonsolidasi.
7. Gerakan penurun potensial dan yang ada pada bencah miring akibat rangkak, longsor, atau aliran rancah membutuhkan penanggulangan teknik yang khusus.
b. Identifikasi Geoteknik dan Penggolongan Gambut
Terdapat dua sistem penggolongan utama yang dilakukan, yakni sistem penanggulangan AASHTO (metode AASHTO M 145 atau penandaan ASTM D-3282) dan sistem penggolongan tanah bersatu (penandaan ASTM D-2487). Dalam metode AASHTO, tidak tercantum untuk gambut dan tanah yang organik, sehingga ASTM D-2487 harus digunakan sebagai langkah pertama pada identifikasi gambut.
Tabel 2.2 Penggolongan tanah berdasarkan kandungan organik
KANDUNGAN ORGANIK KELOMPOK TANAH
≥ 75 % GAMBUT
25 % - 75 % TANAH ORGANIK
≤ 25 %
TANAH DENGAN KANDUNGAN ORGANIK RENDAH
ASTM D2607-69 (1989), mengklasifikasi tanah gambut berdasarkan kandungan bahan organik dan kadar serat, yaitu:
Sphagnum moss peat (peat moss), bila kandungan serat
lebih besar atau. sama dengan 2/3 berat kering
Hypnum mos -peat, bila kandungan serat lebih besar atau
sama dengan 1/3 berat kering
Reed-sedge peat, bila kandungan serat lebih besar atau
sama. dengan 1/3 dari reed-sedge dan serat-serat lain kering
Peat humus, bila kandungan serat lebih kecil 1/3 ~berat
kering
Peat lainnya, selain dari klasifikasi tanah gambut di atas
ASTM D4427-84 (1989), mengklasikasi tanah gambut berdasarkan kadar serat, yaitu:
Fibric-peat, bila kadar serat lebih besar dari 67%
Hemic-peat, bila kadar serat 33-67%
Sapric-peat, bila kadar abu. lebih kecil 33%
ASTM D4427-84 (1989), mengklasifikasi tanah gambut berdasarkan kandungan kadar abu yang ada, yaitu:
Low ash-peat, bila kadar abu 5%
Medium ash-peat, bila kadar abu 5-15%
17
D. Sifat Fisik tanah gambut
Tidak berbeda dengan tanah lempung, parameter tanah yang penting untuk menentukan sifat fisik tanah gambut di antaranya: berat volume, specific
gravity, kadar air, dan angka pori. Sedang parameter tanah gambut yang tidak
diperlukan untuk tanah lempung adalah: kadar abu, kadar organik, dan kadar serat. Pada tanah lempung, dimana plastisitasnya sangat diperlukan untuk mengidentifikasi sifat tanah, pada tanah gambut sama sekali tidak diperlukan, mengingat tanah gambut tidak mempunyai sifat plastis.
Kadar Air
Kemampuan tanah gambut untuk menyerap dan menyimpan air sangat besar. Kadar air tanah gambut ini bisa sampai 600 % dan besar penyerapan tergantung dari derajat dekomposisi gambut yang bersangkutan. Apabila gambut tercampur dengan tanah anorganik, kadar air gambut bisa langsung menurun secara drastis.
Angka Pori
Besar angka pori gambut umumnya berkisar antara 5 sampai dengan 15. Pada tanah gambut berserat angka porinya bisa jauh lebih besar, sementara tanah gambut granular angka pori cukup kecil dan berkisar 2 (Hellis dan Brawner, 1961).
Berat Volume
berat volume air. Secara umum berat volume gambut berkisar antara 9 kN/m3 sampai 12,5 kN/m3.
Specific Gravity
Pada umumnya harga specific gravity rata-rata tanah gambut antara 1,50 sampai 1,60. Tergantung dari kandungan bahan organik, semakin besar kandungan bahan organik semakin besar pula harga specific grafitynya.
Susut
Apabila dikeringkan tanah gambut akan menyusut dan mengeras. Penyusutan volume tanah gambut akibat pengeringan adalah sangat besar, bahkan bisa mencapai lebih dari 50% Sedangkan penyusutan beratnya lebih besar lagi, dan bisa tinggal 10% dari berat semula. Apabila tanah gambut sudah pernah menyusut, maka ia akan sulit menyerap air lagi seperti semula. Air yang bisa terserap setelah gambut mengalami penyusutan berkisar antara 33% sampai 55% (Feustel & Byers, 1930).
Koefisien Rembesan
Koefisien rembesan tanah gambut dipengaruhi oleh : - Kandungan bahan mineral
- Derajat konsolidasi - Derajat dekomposisi
19
berserat koefisien rembesan arah horisontal lebih besar dari arah vertikal.
Kadar Gas
Bahan organik yang terendam dalam air akan mengalami proses dekomposisi yang lamban dan dalam waktu bersamaan akan menghasilkan gas methane serta sedikit gas nitrogen dan karbon dioksida. Jika muka air turun akan terjadi proses oksidasi pada gambut dan menghasilkan gas karbon dioksida.
Keasaman
Karena kandungan karbon dioksida dan humic acid yang dihasilkan dari proses pembusukan, tanah gambut mempunyai sifat acidic reaction. Umumnya air gambut mempunyai derajat keasaman pH = 4-7 (Lea, 1956). Naik turunnya derajat keasaman gambut sangat tergantung dari musim dan cuaca. Tingkat keasaman ini mencapai nilai tertinggi setelah terjadi hujan lebat yang diikuti oleh musim panas yang kering. Karena keasaman ini air gambut mempunyai sifat korosif terhadap baja dan beton.
Kadar Abu dan Organik
Batas Konsisensi
Tidak terdapat metoda. khusus untuk menentukan batas konsistensi tanah gambut, karena. tanah gambut tidak mempunyai sifat plastis. Terlebih lagi dengan adanya serat sangat sulit untuk menentukan batas plastis gambut. Selain itu plastisitas juga bukan merupakan parameter gambut yang penting, seperti pada tanah lempung.
E. Kemampatan Pada Organik
Tanah organik mempunyai porositas yang tinggi, oleh karena itu pemampatan awal terjadi berlangsung sangat cepat. Selama proses pemampatan, daya rembes tanah organik berkurang dengan cepat sehingga menyebabkan berkurangnya kecepatan pemampatan. Proses dekomposisi pada serat – serat didalam tanah organik menyebabkan perilaku pemampatan semakin rumit. Hal ini disebabkan oleh struktur serat-serat menjadi hancur serta bentuk gas akibat proses tersebut. (Hanrahan 1954, Hallingshead & Raymong 1972, Dhowian & Edil 1980) dalam Farni I. (1996).
21
Akibat keluarnya air dari pori ini tanah secara perlahan akan mampat dan turun. Tergantung dari koefisien permeabilitas tanah yang bersangkutan. Semakin kecil permeabilitas tanah, semakin sulit pula air pori mengalir, sehingga penurunan yang terjadi pun menjadi sangat perlahan (Ladd, 1987). Sedikit berbeda dibanding tanah lempung, kurva pemampatan pada gambut/organik hasil test laboratorium terdiri dari empat komponen pemampatan (Dhowian dan Edil,1980).
Gambar 2.1 Kurva e vs. log s' pada tanah gambut amorphous dan
gambut berserat Dhowian & Edit, 1980)
F. Teori Wet Side of Optimum dan Dry set of Optimum
Kering optimum didevinisikan sebagai kadar air yang kurang dari kadar air optimumnya, sedangkan basah optimum didevinisikan sebagai kadar air yang berarti kurang lebih mendekati optimumnya. Pada keadaan kering optimum tanah terflokulasi sedangkan pada keadaan basah optimum susunan tanah lebih terdispersi beraturan.
Permeabilitas akan lebih tinggi bila tanah dipadatkan pada kering optimum dibandingkan tanah dipadatkan pada keadaan basah optimum. (Das,1995)
G. Penurunan
Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami penurunan
(settlement). Penurunan yang terjadi dalam tanah disebabkan oleh berubahnya
susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori / air di dalam tanah tersebut. Jumlah dari penurunan sepanjang kedalaman lapisan merupakan penurunan total tanah. Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi.
Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air dapat mengalir dengan cepat sehingga pengaliran ar pori keluar sebagai akibat dari kenaikan tekanan air pori dapat selesai dengan cepat.
23
Pada tanah gambut perubahan volume yang disebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori ( dikarenakan konsolidasi ) akan terjadi sesudah penurunan segera. Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat serta lebih lama dibandingkan dengan dengan penurunan segera (Das, 1995).
H. Konsolidasi (Consolidation Settlement)
Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan–lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengaliran sebagian air pori. Proses tersebut berlangsung terus–menerus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total benar–benar hilang.
Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah dibawahnya mengalami pemampatan. Pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori, dan sebab–sebab lain. Beberapa atau semua faktor tersebut mempunyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Secara umum, penurunan (settlement) pada tanah yang disebabkan oleh pembebanan dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
2. Penurunan segera (immediate settlement), yang merupakan akibat dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air.
Bilamana suatu lapisan tanah gambut yang mampu mampat (compressible) diberi penambahan tegangan, maka penurunan (settlement) akan terjadi dengan segera. Tanah gambut merupakan tanah yang mempunyai kandungan organik dan kadar air yang tinggi, yang terbentuk dari fragmen-fragmen material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dalam proses pembusukan menjadi tanah, yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan telah menjadi fosil, dimana tanah gambut ini memiliki sifat yang tidak menguntungkan bagi konstruksi yaitu daya dukung yang rendah serta kompresibilitas yang tinggi.
Oleh karena itu harus dilakukan usaha perbaikan tanah agar tidak terjadi penurunan konsolidasi kembali saat konstruksi bangunan mulai dibangun bahkan setelah selesai dibangun diatasnya, sehingga resiko kerusakan struktur bangunan karena penurunan tanah yang terlalu besar dapat dihindari. Usaha perbaikan tanah dilakukan untuk meningkatkan kuat geser tanah, mengurangi compressibility tanah dan mengurangi permeabilitas tanah (Stapelfeldt, 2006).
I. Analogi Konsolidasi Satu Dimensi
25
dihubungkan dengan pegas, diisi air sampai memenuhi volume silinder. Pegas dianggap terbebas daari tegangan-tegangan dan tidak ada gesekan antar dinding silinder dengan tepi pistonnya. Pegas melukiskan keadaan tanah yang mudah mampat, sedangkan air melukiskan air pori dan lubang pada piston kemampuan tanah dalam meloloskan air atau permeabilitas tanahnya. Pada Gambar dibawah melukiskan kondisi dimana sistem dalam keseimbangan. Kondisi ini identik dengan lapisan tanh yang dalam keseimbangan dengan tekanan overburden. Alat pengukur tekanan yang dihubungakan dengan silider memperlihatkan tekanan hidrostatis sebesar uo, pada lokasi tertentu
didalam tanah.
Gambar 2.2 Analogi piston dan pegas
Bila tegangan sebesar ∆p dikerjakan diatas piston dengan posisi katup V
tertutup maka akibat tekanan ini piston tetap tidak akan bergerak. Hal ini disebabkan karena air tu\idak mudah mampat. Pada kondisi ini, tekanan pada piston tidak dipindah ke pegas, tapi sepenuhnya didukung oleh air. Pengukur tekanan air dalam silinder menunjukkan kenaikan tekanan ∆u = ∆p, atau
kelebihan tekanan air pori (excess pore water pressure). Kondisi pada kedudukan katup V tertutup melukiskan kondisi tanpa drainasi (undrained) didalam tanah.
Jika kemudia katup V dibuka, air akan keluar lewat lubang dengan kecepatan yang dipengaruhi oleh luas lubangnya. Hal ini akan menyebabkan piston bergerak ke bawah, sehingga pegas secara berangsur-angsur mendukung
beban akibat ∆p. Pada setiap kenaikan tekanan yang didukung oleh pegas,
kelebihan tekanan air pori (∆u) didalam silinder berkurang. Akhirnya pada
suatu saat, tekanan air pori nol dan seluruh tekanan didukung oleh pegasnya dan kemudian piston diam. Kedudukan ini melukiskan kondisi dengan drainasi (drained).
Pada sembarang waktunya, tekanan yang terjadi pada pegas identik dengan kondisi tegangan efektif didalam tanah. Sedang tegangan air didalam silinder
identik dengan tekanan air pori. Kenaikan tekanan ∆p akibat beban yang
diterapkan identik dengan tambahan tegangan normal yang bekerja. Gerakan piston menggambarkan perubahan volume tanah, dimana gerakan ini dipengaruhi oleh kompresibilitas (kemudahmampatan) pegasnya, yaitu ekivalen dengan kompresibilitas tanahnya.
Walaupun model piston dan pegas ini agak kasar, tetapi cukup menggambarkan apa yang terjadi bila tanah kohesif jenuh dibebani di laboratorium maupun dilapangan. Disini diperlihatkan suatu pondasi yang dibagun diatas tanah lampung yang diapit oleh lapisan tanah pasir dengan muka air tanah dibatas lapisan lempung sebelah atas. Segera sesudah
27
pori didalam lapisan lempung ini dapat mengalir dengan baik ke lapisan pasirnya dan pengaliran air hanya ke atas dan ke bawah saja. Dianggap pula
bahwa besarnya tambahan tegangan ∆p sama disembarang kedalaman lapisan
lempungnya.
Gambar 2.3 Reaksi tekanan air pori terhadap beban pondasi a. Pondasi pada tanah lempung jenuh
b. Diagram perubahan tekanan air pori dengan waktunya
Jalannya proses konsolidasi diamati lewat pipa-pipa piezometer yang dipasang sepanjang kedalamannya, sedemikian rupa sehingga tinggi air dalam pipa piezometer menyatakan besarnya kelebihan tekanan air pori (excess pore
water pressure) di kedalaman pipanya.
Akibat tambahan tekanan ∆p, yaitu segera setelah beban pondasi bekerja,
DE, garis DE ini menyatakan distribusi kelebihan tekanan air pori awal. Dalam waktu tertentu, tekanan air pori pada lapisan yang lebih dekat dengan lapisan pasir akan berkurang, sedangkan tekanan air pori lapisan lempung bagian tengah masih tetap. Kedudukan ini dinyatakan dengan kurva K1.
Dalam tahapan waktu sesudahnya, ketinggian air dalam pipa ditunjukkan dalam kurva K2. Setelah waktu yang lama, tinggi air dalam pipa piezometer
mencapai kedudukan yang sama dengan kedudukan muka air tanah (garis AC). Kedudukan garis AC ini menunjukkan kedudukan proses konsolidasi telah selesai, yaitu ketika kelebihan tekanan air pori telah nol.
Pada mulanya, tiap kenaikan beban akan didukung sepenuhnya oleh tekanan
air pori, dalam hal ini berupa kelebihan tekanan air pori ∆u yang besarnya
sama dengan ∆p. Dalam kondisi demikian tidak ada perubahan tegangan
efektif didalam tanahnya. Setelah air pori sedikit demi sedikit terperas keluar, secara berangsur-angsur tanah mampat, beban perlahan-lahan ditransfer kebutiran tanah, dan tegangan efektif bertambah. Akhirnya, kelebihan tekana air pori menjadi nol. Pada kondisi ini, tekanan air pori sama dengan tekanan hidrostatis yang diakibatkan oleh air tanahnya.
J. Pengaruh Gangguan Benda Uji pada Grafik e-log p
29
oedometer. Karena dibutuhkan untuk mengetahui hubungan angka pori-tegangan efektif pada kondisi asli dilapangan, maka diperlukan koreksi terhadap hasil pengujian dilaboratorium.
Dilapangan, elemen tanah dipengaruhi oleh tegangan efektif-vertikal σz' dan
tegangan efektif horizontal σz' = Ko σz' (dengan Ko adalah koefisien tekanan
lateral tanah diam). Umumnya Ko tidak sama dengan 1, yaitu kurang dari 1
untuk lempung normally consolidated atau sedikit normally overconsolidated
(slightly overconsolidated) dan lebih dari 1 untuk lempung terkonsolidated
sangat berlebihan (heavily overconsolidated). Ketika contoh tanah diambil
dari dalam tanah dengan pengeboran tekanan keliling luar (external confining
pressure) hilang. Kecendrungan tanah jenuh setelah terambil dari dalam
tanah untuk mengembang karena hilangnya tekanan keliling, ditahan oleh berkembangnya tekanan air pori negatif akibat tegangan kapiler (capillary
tension). Jika udara tidak keluar dari larutannya, volume contoh tidak akan
berubah dan tegangan keliling efektif (σz') sama dengan besarnya tekanan air
pori ( - u ). Dalam kondisi ini σz' = σz' n= .
Jadi, nilai banding σz' / σz' berubah dengan perubahan yang tergantung pada
nilai Ko. Regangan yang ditimbulkan menyebabkan kerusakan benda uji, atau
benda uji menjadi terganggu. Pengaruh ini telah diselidiki oleh Skewmpton dan Sowa (1963), Ladd dan Lambe (1963), dan Ladd (1964). Pengaruh dari pengambilan contoh tanah, dan lain-lain pengaruh kerusakan benda uji. Kurva pemampatan asli diperlihatkan sebagai garis penuh AB, yang menggambarkan kondisi asli dilapangan, dengan Po' = Pc'. Tambahan beban
garis patah-patah BE, yaitu perpanjangan kurva pemampatan asli dilapangan. Akan tetapi, akibaht gangguan tekanan konsolidasi efektif benda uji pada waktu dibawa dilaboratorium berkurang, walupun angka pori tetap. Ketika benda uji dibebani kembali dilaboratorium, pengurangan angka pori yang terjadi akibaht ganguan, contohnya adalah seperti kondisi yang ditunjukkan
oleh kurva laboratorium CD.
Dalam hal lempung overconsolidated sejarah tegangan dilapangan disajikan oleh kurva pemampatan asli ke titik dimana tekanan prakonsilidasi (Pc' )
tercapai (bagian AB). Sesudah itiu, karena sesuatu hal terjadi di waktu lampau, beban berkurang sampai mencapai tekanan overburden (Po'). Kurva
31
Gambar 2.4 Pengaruh ganguan contoh pada kurva pemampatan
K. Konsolidasi
Pemampatan tanah disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel, keluarnya air atau udara dari dalam pori dan sebab-sebab lain. Pengujian konsolidasi satu dimensi (one-dimensional consolidation) biasanya dilakukan dilaboratorium dengan alat oedometer atau
konsolidometer. Contoh tanah yang mewakili elemen tanah yang mudah
Gambar 2.5 Gambar skema alat pengujian konsolidasi
Beban P diterapkan pada benda uji tersebut, dan penururnan diukur dengan arloji pembacaan (dial gauge). Beban diterpkan dalam periode 24 jam, dengan benda uji tetap terendam dalam air. Penambahan beban secara periodik diterapkan pada contoh tanahnya. Penelitian oleh Leonard (1962) menunjukkan bahwa hasil terbaik diperoleh jika penambahan beban adalah dua kali beban sebelumnya, dengan urutan besar beban 0,25; 0,50; 1; 2; 4; 8; kg/cm2. Untuk tiap penambahan beban, deformasi dan waktunya dicatat, kemudian diplot pada grafik semi logaritmis, Gambar memperlihatkan sifat
khusus dari grafik hubungan antara penurunan ∆H dan logaritma waktu (log
33
Gambar 2.6 Sifat khusus grafik hubungan ∆H terhadap log t
Untuk tiap penambahan beban selama pengujiannya, tegangan yang terjadi adalah tegangan efektif. Bila berat jenis tanah (specific gravity), dimensi awal dan penurunan pada tiap pembebanan dicatat, maka nilai angka pori e dapat diperoleh. Selanjutnya hubungan tegangan efektif dan angka pori (e) diplot pada grafik semi logaritmis.
a. Interpretasi Hasil Pengujian Konsolidasi
Pada konsoliodasi satu dimensi, perubahan tinggi (∆H) persatuan dari awal
(H) adalah sama dengan perubahan volume (∆V) per satuan volume awal,
atau
Gambar 2.8 Fase Konsolidasi
(a) Sebelum konsolidasi
(b)
Sesudah konsolidasiBila volume padat Va = 1 dan volume pori awal adalah eo, maka kedudukan
akhir dari proses konsolidasi dapat dilihat dalam Gambar. volume pdat
besarnya tetap, angka pori berkurang karena adanya ∆e. Dari Gambar dapat
35
b. Koefisien Pemampatan (Coeficient of Compression) (av) dan keofisien
perubahan Volume (mv) (Coeficient of Volume Change)
Koefisien pemampatan (av) adalah koefisien yang menyatakan kemiringan
kurva e--p. Jika tanah dengan volume V1 mamapat sehingga volumenya
menjdai V2, dan mampatnya tanah dianggap hanya sebagai akibat
pengurangan rongga pori, maka perubahan volume hanya dalam arah vertikal dapat dinyatakan oleh :
Gambar 2.9 Hasil pengujian konsolidasi (a) Plot Angka pori vs. Tegangan efektif e –p’ (b) Plot regangan vs tegangan efektif ∆H/H –P’
Keofisien perubahan volume (Mv) didifenisikan sebagai perubahan volume
persatuan penambahan tegangan efektif. Satuan dari mV adalah kebalikan
dari tegangan (cm2/kg). perubahan volume dapat dinyatakan dengan perubahan ketebalan ataupun angka pori. Jika terjadi penambahan tegangan efektif p’ ke p’, maka angka pori akan berkurang dari e1 ke e2 dengan
(karena area contoh tetap)
=
37
Karena mv adalah perubahan volume/satuan penambahan tegangan, maka
MV =
Nilai mv untuk tanah tertentu tidak konstan, tetapi tergantung dari besarnya
tegangan yang ditinjau.
c. Indeks Pemampatan (Cc) (Compressioon Index)
Indeks pemampatan, Cc adalah kemiringan dari bagian garis lurus grafik e-log
p’. Untuk dua titik yang terletak pada bagian lurus dari grafik dalam Gambar
Untuk tanah noremally consolidated, Terzaghi dan Peck (1967) memberikan hubungan angka kompresi Cc sebagaib berikut:
Cc = 0,009 (LL -10) (6)
Cc = 0,009 (LL -10) (7)
Gambar 2.10 Indeks pamampatan Cc
Beberapa niulai Cc, yang didasarkan pada sifat-sifat tanah pada tempat-tempat
tertentu yang diberikan oleh azzouz dkk, (1976) sebagai berikut :
Cc = 0,01 WN (untuk lempung Chicago) (8)
Cc = 0,0046 (LL – 9) (untuk lempung Brasilia) (9)
Cc = 0,208 eo + 0,0083 (untuk lempung Chicago) (10)
Cc = 0,0115 WN (untuk tanah organik, gambut) (11)
39
d. Koefisien Konsolidasi (Cv) (Coefficient of Consolidation)
Kecepatan penurunan dapat dihitung dengan menggunakan koefisien konsolidasi Cv. Kecepatan penurunan perlu diperhitungkan bila penurunan
konsolidasi yang terjadi pada suatu struktur diperkirakan sangat besar. Bila penurunan sangat kecil, kecepatan penurunan tidak begitu penting diperhatikan, karena penurunan yang terjadi sejalan dengan waktunya akan tidak menghasilkan perbedaan yang begitu besar.
Derajat konsolidasi pada sembarang waktunya, dapat ditentukan dengan menggambarkan grafik penurunan vs. waktu untuk satu beban tertentu yang diterapkan pada alat konsolidometer. Caranya dengan mengukur penurunan total pada akhir fase konsolidasi. Kemudian dari data penurunan dan waktunya, sembarang waktu yang dihubungkan dengan derajat konsolidasi rata-rata tertentu (misalnya U = 50%) ditentukan. Hanya sayangnya, walaupun fase konsolidasi telah berakhir, yaitu ketika tekanan air pori telah nol, benda uji dalam konsolidometer masih terus mengalami penurunan akibat konsolidasi sekunder. Karena itu, tekanan air pori mungkin perlu diukur selama proses pembebanannya atau suatu interpretasi data penurunan dan waktu harus dibuat untuk menentukan kapan konsolidasi telah selesai.
e. Metode Kecocokan Log = Waktu (Log-Time Fitting method)
Prosedur untuk menentukan nilai koefisien konsolidasi Cv diberikan oleh
Casagrande dan Fadum (1940). Cara ini sering disebut metode kecocokan log-waktu Casagrande (Casagrande log-time fitting method). Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Gambarkan grafik penurunan terhadap log waktu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 12 untuk satu beban yang diterapkan.
2. Kedudukan titik awal kurva ditentukan dengan pengertian bahwa kurva awal mendekati parabol. Tentukan dua titik yaitu pada saat t1 (titik P) dan
saat 4t1 (titik Q). Selisih ordinat (jarak vertical) keduanya diukur,
misalnya x. Kedudukan R = Ro digambar dengan mengukur jarak x kea
rah vertical di atas titik P. Untuk pengontrolan, ulangi dengan pasangan titik yang lain.
3. Titik U = 100%, atau titik R100, diperoleh dari titik potong dua bagian
linier kurvanya, yaitu titik potong bagian garis lurus kurva konsolidasi primer dan sekunder.
4. Titik U = 50%, ditentukan dengan
R50 = (R0 + R100)/2
Dari sini diperoleh waktu t50. Nilai Tv sehubungan dengan U = 50% adalah
0,197. Selanjutnya koefisien konsolidasi Cv, diberikan oleh persamaan:
50
Pada pengujian konsolidasi dengan drainasi atas dan bawah, nilai Ht diambil
41
rata-rata dari tanah asli di lapangan diketahui, dan ternyata terdapat perbedaan dengan temperature rata-rata pada waktu pengujian, koreksi nilai
Cv harus diberikan.
Terdapat beberapa hal di mana cara log-waktu Casagrande tidak dapat diterapkan. Jika konsolidasi sekunder begitu besar pada waktu fase konsolidasi primer selesai, mungkin tidak dapat terlihat dengan jelas dari patahnya grafik log waktu. Tipe kurvanya akan sangat tergantung pada nilai banding penambahan tekanan LIR (Leonard dan Altschaeffl, 1964). Jika
R100 tidak dapat diidentifikasikan dari grafik waktu vs. penurunan, salah satu
pengukuran tekanan air pori atau cara lain untuk menginterpretasikan Cv,
harus diadakan.
Gambar 2.11 Metode kecocokan log-waktu (Casagrande, 1940)
f. Metode Akar Waktu (Square Root of Time Method) (Taylor, 1948)
teoritis yang terbentuk, biasanya linier sampai dengan kira-kira 60% konsolidasi. Karakteristik cara akar waktu ini, yaitu dengan menentukan U
= 90% konsolidasi, di mana U = 90%, absis OR akan sama dengan 1,15 k
ali absis OQ. Prosedur untuk memperoleh derajat konsolidasi U = 90%, adalah sebagai berikut :
Gambar 2.12 Metode Akar Waktu (Taylor, 1948)
1. Gambarkan grafik hubungan penurunan vs. akar waktu dari data hasil pengujian konsolidasi pada beban tertentu yang diterapkan.
43
adalah konsisten dengan anggapan bahwa kurva awal berbentuk parabol.
3. garis lurus PR digambar dengan absis OR sma dengan 1,15 kali absis
OQ. Perpotongan dari PR dan kurvanya ditentukan titik R90 pada absis.
4. Tv untuk U = 90% adalah 0,848. Pada keadaan ini, koefisien
konsolidasi Cv diberikan menurut persamaan :
Jika akan menghitung batas konsolidasi primer U = 100%, titik R100 pada
kurva dapat diperoleh dengan mempertimbangkan menurut perbandingan kedudukannya. Seperti dalam penggambaran kurva log-waktu, gambar kurva akar waktu yang terjadi memanjang melampaui titik 100% ke dalam daerah konsolidasi sekunder. Metode akar waktu membutuhkan pembacaan penurunan (kompresi) dalam periode waktu yang lebih pendek dibandingan dengan metode log-waktu. Tetapi kedudukan garis lurus tidak selalu diperoleh dari penggambaran metode akar waktu. Dalam hal menemui kasus demikian, metode log-waktu seharusnya digunakan.
g. Konsolidasi Sekunder
Konsolidasi sekunder terjadi setelah konsolidasi prmer berhenti. Lintasan
kurva konsolidasi sekunder didefinisikan sebagai kemiringan kurva (C)
cara ini akan mempermudah hitungan kemiringan kurva kompresi sekunder C. Dengan melihat gambar 7, persamaan untuk memperoleh C
diperoleh dengan :
Penurunan akibat konsolidasi sekunder, dihitung dengan persamaan
1
H = tebal benda uji awal atau tebal lapisan tanah yang ditinjau
H = perubahan tebal benda uji di laboratorium dari t1 ke t2
t2 = t1 + t
t1 = saat waktu setelah konsolidasi primer selesai.
Dala tanah organik tinggi dan beberapa jenis lempung lunak, jumlah konsolidasi sekunder mungkin akan sebanding dengan konsolidasi primernya. Akan tetapi, kebanyakan jenis tanah, pengaruh konsolidasi sekunder biasanya sangat kecil sehingga sering diabaikan.
III. METODE PENELITIAN
A. Sampel Tanah
Tanah yang akan diuji adalah jenis tanah organik yang diambil dari Desa Pasir Gedong Kelurahan Benteng Sari Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur dengan titik koordinat lintang (-5o 71’ 84,26”) dan bujur (105o 39’
10,73”).
B. Pelaksanaan Pengujian
Pelaksanaan pengujian dilakukan dalam 3 tahap.
1. Pengujian sifat kimia tanah dilakukan di Laboratorium Teknologi hasil pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung,
2. Pengujian sifat fisik tanah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik, Universitas Lampung.
C. Pelaksanaan Pengujian di Laboratorium
1. Pengujian Sifat Kimia Tanah
a. Kadar Abu
Pengujian kadar abu merupakan tahapan untuk mendapatkan nilai dari kadar organik suatu tanah. Menurut ASTM D4427-84 (1989), mengklasifikasi tanah gambut berdasarkan kandungan kadar abu yang ada, yaitu:
Low ash-peat, bila kadar abu 5%
Medium ash-peat, bila kadar abu 5-15%
High abb-peat, bila kadar abu lebih besar 15%
b. Kadar Organik
Kadar organik merupakan hal yang paling penting dalam geoteknik, dalam hal ini hambatan air mayoritas dari tanah gambut yang tergantung pada kadar organiknya. MenurutASTM D2607-69 (1989), mengklasifikasi tanah gambut berdasarkan kandungan bahan organik dan kadar serat, yaitu:
Sphagnum moss peat (peat moss), bila kandungan serat lebih besar
atau. sama dengan 2/3 berat kering
Hypnum mos -peat, bila kandungan serat lebih besar atau sama
47
Reed-sedge peat, bila kandungan serat lebih besar atau sama.
dengan 1/3 dari reed-sedge dan serat-serat lain kering
Peat humus, bila kandungan serat lebih kecil 1/3 ~berat kering
Peat lainnya, selain dari klasifikasi tanah gambut di atas
c. Kadar Serat
ASTM D4427-84 (1989), mengklasikasi tanah gambut berdasarkan kadar serat, yaitu:
Fibric-peat, bila kadar serat lebih besar dari 67%
Hemic-peat, bila kadar serat 33-67%
Sapric-peat, bila kadar abu. lebih kecil 33%
2. Pengujian Sifat Fisik Tanah
Pengujian-pengujian yang dilakukan antara lain:
a. Kadar air (Moisture Content)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat butir kering tanah tersebut yang dinyatakan dalam persen. Pengujian berdasarkan ASTM D 2216-98.
Bahan - bahan:
2) Air secukupnya
Peralatan yang digunakan: 1. Container sebanyak 3 buah 2. Oven
3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram 4. Desicator
Perhitungan:
Berat air (Ww) = Wcs – Wds Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc
Kadar air (ω) = x100%
Ws Ww
Dimana:
Wc = Berat cawan yang akan digunakan Wcs = Berat benda uji + cawan
Wds = Berat cawan yang berisi tanah yang sudah di oven.
Perbedaan kadar air diantara ketiga sampel tersebut maksimum sebesar 5% dengan nilai rata-rata
b. Berat Volume (Unit Weight)
49
Bahan-bahan: Sampel tanah Peralatan:
1) Ring contoh. 2) Pisau.
3) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. Perhitungan:
1) Berat ring (Wc).
2) Volume ring bagian dalam (V). 3) Berat ring dan tanah (Wcs). 4) Berat tanah (W) = Wcs – Wc.
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu. Pengujian berdasarkan ASTM D 854-02.
Bahan-bahan :
1) Sampel tanah organik seberat 30 – 50 gram sebanyak 2 sampel. 2) Minyak tanah.
Peralatan :
1) Labu Ukur 100 ml / picnometer.
3) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
4) Boiler (tungku pemanas) atau Hot plate.
Perhitungan :
W3 = Berat picnometer, tanah dan minyak tanah (gram)
W4 = Berat picnometer dan minyak tanah (gram)
1) Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven. 2) Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc.
Peralatan :
1) Alat batas cair (mangkuk cassagrande).
2) Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM untuk tanah yang lebih plastis.
3) Spatula.
51
5) Container 4 buah.
6) Plat kaca.
7) Porselin dish (mangkuk porselin)
8) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
9) Oven.
Perhitungan :
1) Menghitung kadar air (w) masing-masing sampel sesuai dengan jumlah ketukan
2) Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.
3) Menarik garis lurus dari keempat titik yang tergambar.
4) Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x = log 25
e. Batas Plastis (Plastic Limit)
Tujuannya adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan keadaan semi padat. Pengujian berdasarkan ASTM D 4318-00.
Bahan-bahan :
1) Sampel tanah sebanyak 100 gram yang telah dikeringkan. 2) Air bersih atau suling sebanyak 50 cc.
3) Gelas ukur 100 cc.
4) Container 3 buah.
5) Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
6) Oven.
Perhitungan :
1) Nilai batas plastik (PL) adalah kadar air rata-rata dari ketiga benda uji
2) Plastik Indek (PI) adalah harga rata-rata dari ketiga sampel tanah yang diuji, dengan rumus:
PI = LL – PL
f. Analisis Saringan (Sieve Analysis)
Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200 (Ø 0,075 mm). Pengujian berdasarkan ASTM D 422.
Bahan-bahan :
1) Tanah asli yang telah dikeringkan dengan oven sebanyak 500 gram.
2) Air bersih atau air suling 1500 cc. Peralatan :
1) Saringan (sieve) 1 set.