• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Analisa Unjuk Kerja Sistem V-Blast Dalam Ruangan Yang Menggunakan Modulasi J-Ary Qam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Analisa Unjuk Kerja Sistem V-Blast Dalam Ruangan Yang Menggunakan Modulasi J-Ary Qam"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ANALISA UNJUK KERJA SISTEM V-BLAST DALAM

RUANGAN YANG MENGGUNAKAN MODULASI J-ARY QAM

OLEH :

NAMA MHS

: PANIEL F. SILITONGA

NIM

:

030402049

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

STUDI ANALISA UNJUK KERJA SISTEM V-BLAST DALAM

RUANGAN YANG MENGGUNAKAN MODULASI J-ARY QAM

OLEH :

NAMA MHS

: PANIEL F. SILITONGA

NIM

:

030402049

Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Sidang pada tanggal 31 bulan Maret tahun 2008 di depan Penguji : 1. Ir. Sihar P. Panjaitan, MT : Ketua Penguji :... 2. Ir. M. Zulfin, MT : Anggota Penguji :... 3. Maksum Pinem, ST, MT : Anggota Penguji :...

Disetujui oleh : Pembimbing Tugas Akhir,

(Ir. Arman Sani, MT) NIP. 131 945 349

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

U

(3)

ABSTRAK

Sistem V-BLAST (Vertical BLAST) merupakan salah satu sistem komunikasi tanpa kabel (wireless) yang dapat meningkatkan kapasitas sistem dengan menggunakan antena pemancar dan penerima yang lebih dari satu, yang dikenal dengan multi elemen antenna. Dalam Vertical BLAST ini, menggunakan modulasi J-ary QAM, dimana masing-masing pemancar dan penerima menggunakan J-ary QAM dan bentuk diagram konstelasi sinyal yang sama. Propagasi gelombang radio dari pemancar ke penerima pada sistem V-BLAST yang terjadi didalam ruangan (indoor) dapat menimbulkan fading. Flat Fading

dan Frequency selective fading merupakan salah satu bentuk fading yang dapat mengakibatkan interferensi antar simbol (ISI) .

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Studi Analisa Unjuk Kerja Sistem V-BLAST Dalam Ruangan Yang Menggunakan Modulasi J-Ary QAM”.

Penulisan Tugas Akhir ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis sudah berusaha maksimal dengan kemampuan yang ada, namun penulis menyadari penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis bersedia menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini penulis persembahkan kepada orangtua tercinta, ayahanda M. Silitonga (+) dan ibunda T. Simanjuntak yang memberikan dukungan moral dan materil selama perkuliahan sampai selesainya penulisan Tugas Akhir ini. Abang-abang saya Pdt. Ridwan Silitonga dan keluarga, Erwin Silitonga dan keluarga, kakak-kakak saya Delfrida Silitonga dan keluarga, Dafni Silitonga dan keluarga, serta Krista Silitonga dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama ini.

(5)

1. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT, selaku Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Rachmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Arman Sani, MT, selaku dosen pembimbing Tugas Akhir, atas segala bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini

4. Bapak Ir. Syarifuddin Siregar, selaku Dosen Wali penulis atas segala nasehat dan bimbingannya kepada penulis selama mengikuti kegiatan akademik.

5. Seluruh staf pengajar Departemen Teknik Elektro, khususnya Konsentrasi Teknik Telekomunikasi yang telah membekali penulis dengan berbagai disiplin ilmu.

6. Seluruh Pegawai dan Karyawan Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Teman – teman di Departemen Teknik Elektro USU angkatan 2003; Horas, Riko, Joel, Hans, Tedi, Iwan, Henri, Teta, Adhit, Johan, Rudi H, Olo, Roni, cewek2 elektro (Pipin, Tiffany, Dewi2, Nora, Mei, Dwita, Qotul, Nanda, Widya) dan terkhusus teman-teman di sub jurusan Telekomunikasi, serta seluruh mahasiswa Departemen Teknik Elektro yang tidak dapat saya tulisakan satu per satu.

(6)

9. Teristimewa buat teman terbaik ”Oish” yang selalu mendukung penulis dalam memnyelesaikan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan bagi siapapun yang membutuhkannya.

Medan, Maret 2008

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penulisan... 3

1.4Batasan Masalah ... 3

1.5Metode Penyelesaian... 4

1.6Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TEORI DASAR 2.1 Propagasi ... 6

2.1.1 Mekanisme Propagasi ... 6

2.1.1.1 Refleksi (Pemantulan)... 6

2.1.1.2 Refraksi (Pembiasan) ... 7

2.1.1.3 Difraksi... 8

2.1.1.4 Scattering (Penghamburan)... 8

2.1.2 Fading... 8

(8)

2.2 Sistem MIMO ... 13

2.2.1 Sistem Multiple Antena Konvensional... 13

2.2.1.1 Single Input Single Output (SISO) ...13

2.2.1.2 Single Input Multiple Output (SIMO) ...14

2.2.1.3 Multiple Input Single Output (MISO) ...14

2.2.1.4 Multiple Input Multiple Output (MIMO) ....14

2.2.2 Prinsip Sistem MIMO ... 15

2.3 Quadrature Amplitudo Modulation (QAM) ...17

2.3.1 Demodulasi QAM ... 22

BAB III VERTIKAL BELL LAYERED SPACE TIME 3.1 Pendahuluan ... 27

3.2 Tinjauan V-BLAST... 29

3.3 Arsitektur Sistem V-BLAST... 30

3.3.1 Sistem Vektor dan Skalar... 31

3.4 Model Sistem V-BLAST ... 33

3.5 Algoritma Pemrosesan Sinyal V-BLAST ... 35

3.5.1 Algoritma Deteksi Zero Forcing (ZF) V-BLAST ... 35

3.6 Parameter Delay Spread...37

3.7 Pengalokasian Bit... 37

3.8 Perhitungan BER... 38

3.9 Perhitungan Kecepatan Bit... 38

(9)

BAB IV ANALISA SISTEM V-BLAST

4.1 Pendahuluan ... 40

4.2 Model Sistem ... 40

4.3 Paramater Sistem... 41

4.4 Power Delay Profile...42

4.5 Perhitungan BER Sistem V-BLAST dalam Ruangan dengan Perubahan Tingkat Modulasi J-Ary QAM ... 43

4.5.1 Perhitungan BER untuk Tingkat Modulasi 4-QAM .. 43

4.5.2 Perhitungan BER untuk Tingkat Modulasi 8-QAM .. 44

4.5.3 Perhitungan BER untuk Tingkat Modulasi 16-QAM 45 4.6 Perhitungan Kecepatan Bit Sistem V-BLAST pada Kanal Flat Fading dalam Ruangan ... 48

4.6.1 Menghitung rms... 48

4.6.2 Menghitung Kecepatan Simbol Rs ... 49

4.6.3 Menghitung Kecepatan Bit Rb... 49

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran... 52

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Refleksi (pemantulan) ... 7

Gambar 2.2 Refraksi (pembiasan)... 7

Gambar 2.3 Defraksi dan scattering... 8

Gambar 2.4 Ilustrasi terjadinya multipath... 11

Gambar 2.5 SISO channel... 13

Gambar 2.6 SIMO channel... 14

Gambar 2.7 MISO channel... 14

Gambar 2.8 MIMO channel... 15

Gambar 2.9 Blok diagram system MIMO generic... 16

Gambar 2.10 Diagram konstelasi 16-QAM ... 18

Gambar 2.11 Fungsi transfer Hilbert Transformer... 24

Gambar 3.1 Arsitektur sistem V-BLAST ... 30

Gambar 3.2 Perbandingan sistem scalar dengan sistem vector... 32

Gambar 3.3 Model dasar V-BLAST ... 33

Gambar 4.1 Model sistem V-BLAST ... 41

Gambar 4.2 Grafik unjuk kerja sistem V-BLAST untuk tingkat modulasi QAM yang berbeda ... 47

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 PDP di dalam ruangan... 42 Tabel 4.2 Nilai BER system V-BLAST pada kanal Flat Fading

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pemakaian antena tunggal untuk mengirim informasi melalui gelombang radio sering dilihat pada sistem komunikasi tanpa kabel (wireless). Namun belakangan ini ada teknik baru yang menggunakan multi elemen antena pada kedua sisi pemancar dan penerima dalam suatu lintasan radio yang dikenal dengan sebutan BLAST (Bell Layered Space Time). BLAST merupakan teknik komunikasi yang dapat meningkatkan kapasitas sistem dengan menggunakan jumlah antena pemancar dan penerima lebih dari satu, yang dikenal dengan multi elemen antena[8].

Ada dua sistem BLAST yaitu D-BLAST (Diagonal BLAST) dan V-BLAST (Vertical BLAST). Perbedaan dasar antara D-BLAST dan V-BLAST terletak pada proses pengkodean. Dalam D-BLAST, redundansi yang ada pada sub deretan data menggunakan pengkodean blok. Struktur kode blok D-BLAST ini diatur secara diagonal dalam ruang dan waktu (space-time), tapi dalam implementasinya struktur ini lebih kompleks.

Sistem BLAST yang lebih sedehana yaitu pada V-BLAST, dimana proses pengkodeannya merupakan operasi demultipleks yang sederhana, lalu bit yang independen pada setiap sub deretan diubah dalam bentuk simbol. Tidak ada bentuk pengkodean lain yang diperlukan dan hanya dilakukan dengan pengkodean biasa, sehingga sub deretan ini menjadi lebih mudah diaplikasikan.

(13)

simbol-simbol. Jumlah bit dalam simbol tergantung pada jumlah J-ary dari QAM. Masing-masing pemancar menggunakan J-ary QAM yang sama dan bentuk konstelasi sinyal dari setiap QAM harus sama untuk semua pemancar. Propagasi gelombang radio dari pemancar ke penerima didalam ruangan pada sistem V-BLAST dapat menimbulkan fading.

Flat fading merupakan salah satu bentuk fading dimana sinyal yang

diterima mengalami distorsi dan dispersi. Hal ini disebabkan sinyal yang diterima terdiri dari beberapa sinyal dimana terjadi redaman dan waktu tunda sehingga menimbulkan dispersi waktu dari simbol yang ditransmisikan. Perbedaan waktu tunda dari simbol-simbol ini mengakibatkan interferensi antar simbol (ISI).

Oleh karena itu penulis memandang perlu adanya analisa/evaluasi kinerja sistem V- BLAST dengan tingkat modulasi QAM yang berbeda pada kanal Flat

Fading untuk kondisi di dalam ruangan (indoor), dan dari penelitian ini

diharapkan memperoleh hubungan antara Signal to Noise Ratio (SNR) dengan BER, serta perbandingan kecepatan bit untuk tingkat modulasi QAM yang berbeda.

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep dasar dari propagasi sinyal.

2. Bagaimana konsep dasar dari sistem komunikasi wireless dengan menggunakan multiple antenna dan modulasi QAM.

(14)

4. Bagaimana pengaruh tingkat modulasi QAM terhadap BER dan kecepatan bit sistem V-BLAST dalam ruangan pada kanal Flat Fading.

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah

1. Untuk mengevaluasi unjuk kerja sistem VBLAST dengan tingkat modulasi QAM yang berbeda.

2. Untuk mengetahui kualitas layanan suatu sistem komunikasi wireless

dengan menggunakan antena pemancar dan penerima yang lebih dari satu.

1.4Batasan Masalah

Banyak faktor – faktor dalam penganalisaan unjuk kerja system V-BLAST, untuk itu penulis memberikan beberapa asumsi atau batasan masalah, antara lain :

1. Hanya membahas sistem V-BLAST dan tidak membahas sistem teknologi wireless yang lain diluar V-BLAST.

2. Hanya membahas tentang konsep multiple antena dan tidak membahas jenis-jenis dan konsep antena yang lain secara detail.

3. Hanya membahas modulasi QAM dan tidak membahas jenis modulasi yang lain secara detail.

(15)

5. Untuk penghitungan kecepatan bit digunakan data Power Delay profile

(PDP) di dalam ruangan yang sudah didapatkan dari penelitian sebelumnya melalui literatur.

1.5Metode Penyelesaian

Adapun metode penyelesaian dalam penyusunan tugas akhir ini adalah : 1. Studi literatur

Dengan mempelajari konsep sistem komunikasi wireless melalui buku dan jurnal serta ebook.

2. Mengumpulkan dan menganalisa seluruh data dan hasil perhitungan dengan menggunakan Matlab serta membuat kesimpulan.

1.6Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap Tugas Akhir ini maka penulis menyusun sitematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan secara singkat latar belakang, tujuan, permasalahan, batasan masalah, dan metodologi.

BAB II TEORI DASAR

Bab ini menjelaskan tentang propagasi gelombang, multiple-in multiple- out (MIMO), dan Quadrature Amplitude Modulation (QAM).

(16)

BAB IV ANALISA SISTEM

Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses pengujian dan hasil analisa terhadap sistem yang telah dibuat supaya diketahui hasil yang tepat sesuai dengan tujuan yang di tetapkan.

BAB V PENUTUP

(17)

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Propagasi

Propagasi gelombang radio didefinisikan sebagai perambatan gelombang radio di suatu medium (umumnya udara). Propagasi gelombang radio dapat dikatakan ideal jika gelombang yang dipancarkan oleh antena pemancar diterima langsung oleh antena penerima tanpa melalui suatu hambatan. Propagasi gelombang radio seperti ini dapat disebut sebagai propagasi ruang bebas karena gelombang radio memancar secara bebas ke segala arah dan diterima langsung oleh receiver. Namun pada kenyataannya propagasi ini sulit untuk diwujudkan karena adanya mekanisme dari propagasi sinyal yang meliputi refleksi, refraksi, difraksi, dan scattering[12].

2.1.1 Mekanisme Propagasi

Ada beberapa mekanisme dasar dari propagasi gelombang radio diantaranya adalah [2]:

2.1.1.1 Refleksi (Pemantulan)

(18)

suatu logam, kaca, tembok beton, dsb. Gambaran dari fenomena refleksi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Refleksi (pemantulan)

2.1.1.2Refraksi (Pembiasan)

Refraksi merupakan proses pemencaran atau pembelokan gelombang elektromagnetik. Refraksi terjadi jika gelombang merambat dari suatu medium ke medium lain yang memiliki perbedaan kerapatan. Refraksi hampir seperti refleksi, perbedaannya adalah jika pada refleksi gelombang elektromagnetik tersebut dipantulkan dari atas permukaan bumi menuju ke atas permukaan bumi lagi. Sedangkan pada refraksi, gelombang tersebut dipantulkan dari atas permukaan bumi menuju ke bagian atas dan bawah permukaan bumi. Fenomena refraksi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(19)

2.1.1.3 Difraksi

Difraksi terjadi saat lintasan dari gelombang elektomagnetik yang berpropagasi dihalangi oleh permukaan yang tidak teratur (tajam,kecil) yaitu sebesar < 0,5 . Pada frekuensi yang tinggi tampak seperti refleksi, namun tergantung pada geometri objek seperti amplitudo, fase, dan polarisasi gelombang elektromagnetik.

2.1.1.4 Scattering (Penghamburan)

Scattering terjadi saat lintasan yang dilalui gelombang elektromagnetik mengandung objek yang berdimensi kecil dibandingkan dengan panjang gelombang dan dengan jumlah halangan per unit yang besar. Dalam kenyataannya, dedaunan, marka-marka jalan, tiang-tiang lampu dapat menyebabkan scattering. Fenomena defraksi dan scattering dapat dilihat pada Gambar 2. 3.

Gambar 2.3 Defraksi dan Scattering 2.1.2 Fading

(20)

radio. Fading dibagi menjadi dua macam yakni short term fading dan long term fading.

Short Term Fading terjadi pada periode waktu dan jarak tempuh yang

pendek. Jenis fading ini di sebabkan oleh pantulan multipath suatu sinyal yang ditransmisikan, oleh penghambur lokal seperti rumah-rumah, gedung-gedung, dan bangunan lain serta oleh penghalang lainnya seperti hutan atau pepohonan tetapi bukan oleh gunung atau bukit yang berada diantara pemancar dan penerima. Sedangkan Long Term Fading dapat dijelaskan sebagai perubahan fase, polarisasi ataupun amplitudo (level) dari sinyal pada periode waktu dan jarak tempuh yang panjang. Fading dapat berlaku pada sistem komunikasi bergerak maupun sistem komunikasi tetap (fixed).

2.1.3 Lintasan Jamak (Multipath)

Multipath dapat didefinisikan secara sederhana sebagai fenomena

(21)

bahwa setiap perubahan posisi Tx akan berpengaruh terhadap total jumlah sinyal yang diterima oleh Rx, dan ada kemungkinan terjadi penjumlahan vektor sinyal yang saling melemahkan ataupun menguatkan. Rumus perhitungan total path loss

dapat dihitung dengan Persamaan 2.1.

) ( ) ( ) ( ) ( )

(db P db P db G db G db

PL = tr + t + r (2.1)

Pt (db) = daya yang dipancarkan Pr (db) = daya yang diterima

Gt (db) = gain dari sinyal yang dipancarkan Gr (db) = gain dari sinyal yang diterima

Pada propagasi terdapat 3 mekanisme dasar yaitu refleksi, difraksi dan

scattering yang nantinya akan menyebabkan terjadinya lintasan jamak (multipath) pada propagasi gelombang radio dalam ruang. Pancaran gelombang elektromagnetik dari antena pemancar (Tx) ke antena penerima (Rx) akan mengalami bermacam-macam perlakuan yang disebabkan oleh media perambatannya. Selain ada energi yang langsung dipancarkan dari Tx ke Rx, ada juga sebagian energi yang mengalami refleksi, difraksi dan scattering yang dipengaruhi oleh benda yang ada di lingkungan sekitarnya. Sehingga setiap perubahan posisi Tx maupun Rx akan berpengaruh terhadap perubahan total penjumlahan sinyal terima.

(22)

sehari-hari misal pada alat telepon seluler kita. Gambar 2.4 merupakan ilustrasi terjadinya multipath. Dari gambar terlihat bahwa dengan adanya lintasan jamak tersebut akan mengakibatkan sinyal informasi yang dikirim dari Transmitter (Tx)

ke Receiver (Rx) akan diterima berulang kali dengan level daya yang berbeda dan dengan jeda waktu yang berbeda pula. Dengan adanya multipath, maka komponen sinyal yang diterima pada sisi Receiver (Rx) dapat berupa sinyal yang datangnya secara direct path yaitu sinyal yang dalam perambatannya langsung ke arah penerima dan ada yang berupa sinyal indirect path yaitu sinyal yang datang ke penerima tidak secara langsung melainkan melewati pantulan, pembiasan, ataupun

scattering seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Ilustrasi terjadinya multipath

(23)

Untuk propagasi dalam ruang, efek multipath ini sangat tergantung dari ukuran luas suatu ruangan dan kondisi suatu ruangan. Ruangan dengan luas yang sempit akan menghasilkan efek multipath yang berbeda dengan ruangan yang luas. Begitu juga dengan ruangan yang didalamnya terdapat perabot yang kebanyakan terbuat dari kayu akan menghasilkan efek multipath yang berbeda pula dengan ruangan yang didalamnya terdapat perabot yang kebanyakan terbuat dari logam atau metal. Efek multipath ini merupakan suatu hal yang merugikan dalam sistem komunikasi wireless terutama dalam sistem propagasi indoor. Salah satu dari efek negatif dari multipath adalah terjadinya pelemahan sinyal yang diterima pada sisi receiver yang diakibatkan karena adanya perbedaan phase sinyal, hal ini dimungkinkan karena sinyal yang mangalami refleksi akan mengalamai pergeseran phase yang besar.

Selain itu perubahan fase dan amplitudo komponen lintasan jamak (multipath) yang tidak teratur (acak) dapat menyebabkan terjadinya Inter Simbol

Interference (ISI). Berdasarkan lintasannya sinyal yang diterima oleh Rx

dibedakan menjadi dua yakni diterima secara langsung (LOS) dan diterima secara tidak langsung (NLOS).

(24)

2.2 Sistem MIMO

Teknik yang menggunakan susunan antena pengirim dan penerima yang lebih dari satu dapat menawarkan kapasitas tinggi untuk sistem komunikasi nirkabel saat ini dan masa yang akan datang. Sistem multi input multi output

(MIMO) memberikan peningkatan linier dari kapasitas dengan jumlah elemen antena dan juga menawarkan peningkatan sistem dibanding dengan over single input single output (SISO).

2.2.1 Sistem multiple antena konvensional

Ada beberapa sistem multiple antena konvensional yaitu SISO, SIMO, MISO, dan MIMO.

2.2.1.1 Single Input Single Output (SISO)

Sistem ini banyak digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Sistem ini menggunakan antena pemancar dan penerima tunggal untuk mentransmisikan sinyal melalui kanal komunikasi. Model sistem SISO dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(25)

2.2.1.2 Single Input Multiple Output (SIMO)

Sistem ini menggunakan antena pemancar tunggal dan sejumlah N antena penerima untuk dapat mentransmisikan sinyal informasi ke beberapa penguna (sejumlah N user). Model sistem SIMO dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 SIMO Channel

2.2.1.3 Multiple Input Single Output (MISO)

Sistem ini menggunakan sejumlah M antena pemancar dan antena penerima tunggal untuk dapat mentransmisikan sinyal informasi dari beberapa pengirim ke sebuah penerima. Model sistem MISO dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 MISO Channel

2.2.1.4 Multiple Input Multiple Output (MIMO)

(26)

pengirim ke beberapa penerima. Model sistem MIMO dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 MIMO Channel

2.2.2 Prinsip Sistem MIMO

(27)

Gambar 2.9 Blok Diagram Sistem MIMO Generic

Pada gambar dapat dijelaskan bahwa pada bagian atas merupakan kanal, sedangkan pada bagian bawah merupakan bagian signal processing dan coding. Komponen RF berada pada kanal karena mempengaruhi transfer function end-to-end (TF end- to- end). Dalam sistem ini, data Q dinyatakan dengan symbol vektor b(n) (n adalah indeks waktu) yang di-encode kedalam kode x(n) yang berupa baseband kompleks diskrit time sebanyak nT dan data dalam bentuk discrete kompleks xk pada sisi pemancar.

Bagian Coding mendistribusikan data tersebut (simbol) ke block pulse shaping. Block ini berfungsi untuk mengkonversi data sample time discrete

(28)

output pada sistem penerima vektor sinyal y( ) . Filter yang sesuai kemudian memproduksi sample data dalam waktu discrete, dan selanjutnya space/time decoder membangkitkan data kembali dalam domain waktu ke sisi penerima, Untuk kanal linier hubungan antara input dan output kanal system MIMO ditulis dengan Persamaan 2.2[9].

A

Error! Bookmark not defined.A

( ) ( ) ( ) ( )

( )

( )

( )

( )

noise

n x n n H n y ana x H y T r T r = = = = + = ω ηω ω ω ω η ω ω ω . dim .

2.3 Quadrature Amplitude Modulation (QAM)

Pada QAM fase dan amplitudo dari sinyal carrier diubah-ubah untuk melambangkan data. Persamaan sinyal QAM dapat dituliskan seperti Persamaan 2.3[9].

s(t) = I(t). cos ct + Q(t). (-sin ct) (2.3) dengan:

I(t) = A.cos Q(t) = A.sin

Dari persamaan (2.3), dapat dilihat bahwa sinyal QAM dapat dibentuk dengan menjumlahkan sebuah sinyal kosinus dengan amplitudo I(t) dan sebuah sinyal sinus dengan amplitudo Q(t). Ini sama dengan menjumlahkan sebuah sinyal

AM (amplitude modulation) yang menggunakan carrier kosinus dengan sebuah

(29)

sinyal AM lain yang menggunakan carrier sinus. Kata quadrature pada QAM berasal dari kedua carrier yang berbeda fase 90o.

Gambar 2.10 Diagram Konstelasi 16-QAM

Amplitudo dan fase untuk masing-masing simbol pada QAM dapat digambarkan dalam sebuah diagram dua dimensi yang disebut sebagai diagram konstelasi, seperti misalnya diagram konstelasi untuk 16-QAM yang dapat dilihat pada Gambar 2.10[4]. Sumbu x merupakan sumbu yang mewakili cos ct dari Persamaan (2.3) dan disebut sebagai sumbu I (inphase), sedangkan sumbu y adalah sumbu yang mewakili –sin ct dari Persamaan (2.3) dan disebut sebagai sumbu Q (quadrature). Perlu diperhatikan bahwa konfigurasi titik untuk 16-QAM tidak selalu seperti diagram konstelasi pada Gambar 2.10.

(30)

quadrature untuk simbol yang ditentukan oleh data tadi. Kedua komponen ini dijadikan sebagai masukan untuk modulator.

Pada penerima, sinyal yang telah dimodulasi perlu dikembalikan ke bentuk semula. Proses ini disebut sebagai proses demodulasi. Persamaan untuk demodulator dapat dilihat pada Persamaan (2.4) dan (2.5)[9].

I’(t) = s(t).cos c’t – sh(t).(-sin c’t) (2.4) Q’(t) = s(t). (-sin c’t) – sh(t).cos c’t (2.5)

s(t) adalah sinyal yang diterima sedangkan sh(t) dihasilkan dengan melakukan

Hilbert transform terhadap s(t). c’ adalah frekuensi carrier yang dibangkitkan pada penerima.

Hasil dari demodulator dimasukkan ke decision unit yang merupakan unit untuk menentukan simbol yang telah dikirim oleh pemancar dari hasil demodulasi. Decision unit menentukan simbol mana yang sebenarnya dikirim oleh pemancar dengan cara menghitung jarak Euclidean dari titik yang diterima dengan semua titik yang adapada diagram konstelasi. Simbol yang dipilih adalah simbol yang jaraknya paling kecil dengan titik yang diterima. Keluaran dari

decision unit adalah komponen inphase dan quadrature dari titik ideal untuk simbol yang dipilih. Keluaran ini dikembalikan ke dalam bentuk bit-bit oleh unit

inverse mapper.

Pada proses demodulasi diperlukan carrier lokal yang memiliki frekuensi danfase yang sama dengan carrier dari sinyal yang diterima. Perbedaan frekuensi

(31)

perbedaan frekuensi dari oscillator yang digunakan pada pemancar dengan yang digunakan pada penerima. Perbedaan frekuensi dari oscillator disebabkan karena ketidakakuratan pada pembuatannya, perbedaan temperatur, dan lain-lain. Perbedaan fase terjadi terutama pada saat pemancar dan penerima pertama kali dihubungkan dan delay fase pada sinyal yangterjadi pada saluran transmisi.

Untuk mendapatkan sinyal carrier yang sinkron dengan sinyal carrier

pada pemancar, maka diperlukan sinkronisasi carrier. Sinkronisasi carrier dapat dilakukan dengan mengekstrak sinyal carrier dari sinyal data yang diterima dengan menggunakan metode sinkronisasi carrier seperti squaring loop, costas loop, atau decision feedback loop. Di antara ketiga macam sinkronisasi carrier

tersebut yang terbaik adalah decision feedback loop. Metode ini menggunakan hasil dari decision unit yang bebas dari noise untuk menghitung kesalahan fase dari carrier yang dibangkitkan.

Pada metode decision feedback loop digunakan unit phase-locked loop

(PLL). Bagian dari PLL adalah phase detector, loop filter, dan voltage controlled oscillator (VCO). Phase detector berfungsi untuk menghitung perbedaan fase dari kedua carrier. Loop filter berfungsi untuk meredam noise yang masuk dan VCO berfungsi untuk membangkitkan sinyal carrier lokal. Pada phase detector, error

fase dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.6)[9].

E(t) = QDEC(t) . IDEMOD(t) – IDEC(t) . QDEMOD(t) (2.6)

(32)

relatif sangat kecil. Pada awal pengiriman data, kedua carrier belum sinkron sehingga hasil demodulasi akan salah. Karena hasil demodulasi salah, maka hasil

decision juga akan salah. Hasil decision yang salah akan menyebabkan kesalahan juga pada carrier recovery sehingga carrier tidak dapat disinkronisasi. Karena

carrier tidak dapat disinkronisasi, maka hasil demodulasi yang selanjutnya akan salah lagi. Hal ini akan terjadi terus menerus sehingga pengiriman data akan mengalami kegagalan.

Untuk mengatasi masalah ini, maka pada saat pertama kali pemancar dan penerima berhubungan, dilakukan suatu fase awal yang disebut sebagai fase

training. Di dalam fase ini, pemancar mengirimkan suatu sinyal yang sudah

diketahui oleh penerima. Pada fase ini, decision unit pada penerima tidak diaktifkan dan komponen inphase dan quadrature yang seharusnya berasal dari unit tersebut dipaksa dengan nilai yang benar sesuai dengan sinyal yang dikirimkan oleh pemancar. Dengan nilai tersebut, maka hasil decision menjadi benar selama fase training.

Dengan hasil decision yang benar, maka carrier recovery dapat bekerja dan secara bertahap menghasilkan carrier yang benar. Lamanya fase training

harus cukup bagi carrier recovery untuk menghasilkan carrier lokal yang sefase dengan carrier dari sinyal yang diterima. Setelah fase training selesai, maka kedua carrier sudah sefase dan decision unit dapat diaktifkan.

Penerima juga memerlukan unit clock recovery untuk mendeteksi pertengahan dari simbol yang dikirim. Jika sudah terdeteksi, maka decision unit

(33)

pertengahan simbol. Selain itu, filter raised cosine mengatur agar zero interferenceintersymbol (ISI) terjadi pada pertengahan simbol.

2.3.1 Demodulasi QAM

Pada penerima, sinyal yang telah dimodulasi perlu dikembalikan ke bentuk semula. Proses ini disebut sebagai proses demodulasi. Demodulasi yang umum digunakan untuk QAM adalah demodulasi yang bersifat sinkronus. Berikut ini akan diuraikan penurunan rumus demodulasi untuk QAM (Troullinos, 1997). Untuk menurunkan rumus demodulasi, maka perlu dilakukan tinjauan terhadap proses modulasidemodulasi dengan menggunakan bilangan kompleks. Persamaan (2.5) dan (2.6) dapat dituliskan menjadi Persamaan (2.7)[9].

c(t) = I(t) + jQ(t) (2.7)

c(t) dimodulasi dengan menggeser spektrumnya sejauh fc (frekuensi carrier). Untuk menggeser spektrum dari suatu sinyal, maka bentuk time domain

dari sinyal tersebut harus dikalikan dengan ejφt, di mana φadalah besar pergeseran yang diinginkan. Dalam kasus ini, φ adalah c atau 2 fc sehingga

persamaan untuk sinyal yang telah dimodulasi adalah seperti Persamaan (2.8).

t j c

e t c t

m( )= ( ). ω (2.8)

Persamaan (2.7) disubstitusi ke persamaan (2.8) menjadi Persamaan (2.9).

(

)

{

j ct

}

e t Q t I t

m( )= ( )+ ( ) ω (2.9)

Kemudian dengan menggunakan rumus identitas euler akan didapatkan Persamaan (2.10).

t j

t

(34)

Dengan mensubstitusi Persamaan (2.7), (2.8), (2.9), dan (2.10) akan didapatkan Persamaan (2.11).

m(t) = {I(t).cos c t + Q(t).-sin c t} + j.{-I(t).-sin c t + Q(t).cos c t} (2.11) Bagian real dan imajiner dari persamaan (2.11) merupakan suatu pasangan Hilbert transform. Dua sinyal disebut sebagai pasangan Hilbert transform jika keduanya dihubungkan dengan sebuah Hilbert transform. Hilbert transform

diimplementasikan dengan sebuah filter yang disebut sebagai Hilbert transformer. Sifat Hilbert transform yang menghubungkan bagian real dan imajiner dari Persamaan (2.11) memungkinkan pengiriman bagian real saja dari Persamaan (2.11) untuk menghemat bandwidth. Bagian imajinernya dibentuk kembali pada penerima dengan melakukan Hilbert transform terhadap sinyal yang diterima.

Sebuah Hilbert transformer didefinisikan sebagai filter dengan fungsi transfer seperti Persamaan (2.12)[9].

) sgn( . ) sgn( )

(ω 2 ω ω

π

j e

Ht =− j =− (2.12)

dimana sgn adalah fungsi sign yang didefinisikan seperti Persamaan (2.13).

⎩ ⎨ ⎧

< −

> +

=

0 ,

1

0 ,

1 ) sgn(

ω ω ω

jika jika

(2.13)

[image:34.595.115.507.405.487.2]
(35)
[image:35.595.165.460.89.190.2]

Gambar 2.11 Fungsi transfer Hilbert Transformer

Hubungan pasangan Hilbert Transform antara bagian real dan imajiner dari Persamaan (2.11) akan ditunjukkan sebagai berikut: Anggap bahwa S( ) dan Sh( ) masing-masing adalah transformasi fourier dari bagian real dan imajiner pada persamaan (2. 11) sehingga didapat Persamaan (2.14) dan (2.15).

{

} {

( ) ( )

}

2 ) ( ) ( 2 1 )

( I c I c j Q c Q c

S ω = ω+ω + ω−ω − ω+ω + ω−ω (2.14)

{

} {

( ) ( )

}

2 1 ) ( ) ( 2 )

( c c c c

h I I Q Q

j

S ω = ω+ω − ω−ω + ω+ω + ω−ω (2.15)

dimana I(ω) dan Q(ω) masing-masing adalah transformasi fourier dari I(t) dan Q(t).

Dengan S(ω) sebagai masukan bagi Hilbert transformer, maka keluarannya dalam domain frekuensi adalah seperti Persamaan (2.16).

O(ω) = S(ω).H(ω) = -j. S(ω). Sgn (ω) (2.16) Substitusi persamaan (2.14) ke dalam persamaan (16) menghasilkan Persamaan (2.17).

{

} {

( ) ( )

}

.sgn( )

2 ) ( ) ( 2 1 . ) (ω ω ω ω ω ω ω ω ω ω ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ + + +

= c c Q c Q c

j I

(36)

{

} {

( ) ( )

}

.sgn( ) 2 1 ) ( ) ( 2 ) (ω ω ω ω ω ω ω ω ω ω ⎭ ⎬ ⎫ ⎩ ⎨ ⎧ + + +

= I c I c Q c Q c

j O

{

} {

( ) ( )

}

2 1 ) ( ) ( 2 )

( j I c I c Q c Q c

O ω = ω+ω − ω−ω + ω+ω + ω−ω (2.17)

Persamaan (2.17) sama dengan Persamaan (2.15) sehingga terbukti bahwa bagian imajiner dari persamaan (2.11) merupakan pasangan Hilbert transform dari bagian realnya sehingga Persamaan (2.11) dapat dituliskan seperti Persamaan (2.18).

m(t) = s(t) + jsh(t) (2.18)

Pada penerima, mendapatkan kembali bagian imajiner sh(t) dilakukan dengan melakukan Hilbert Transform terhadap bagian real s(t) (sinyal yang diterima).

Persamaan untuk demodulator diturunkan sebagai berikut: Demodulator mengembalikan sinyal yang telah dimodulasi ke bentuk semula dengan

mengalikan sinyal tersebut dengan ejωc't:

t j c e t m t

c'( )= ( ). − ω ' (2.19)

dengan c’ sama dengan frekuensi carrier yang dibangkitkan pada penerima. Anggap c’ = c sehingga dengan mensubstitusikan persamaan (2.18) ke Persamaan (2.19), maka didapatkan:

) ( . ). ( ) (

' t c t e e ' c t

c = jωctjωct = (2.20)

Jika I’(t) dan Q’(t) adalah bagian real dan imajiner dari c’(t) dan dengan melihat Persamaan (2.7), maka:

I’(t) = I(t) (2.21)

Q’(t) = Q(t) (2.22)

Rumus yang digunakan di demodulator didapatkan dengan mensubstitusi persamaan (2.18) ke persamaan (2.19) dan menggunakan rumus identitas euler:

} cos ). ( ) sin ).( ( .{ )} sin ).( ( cos ). ( { ) (

' t s t t s t t j s t t s t t

(37)

Dengan menggunakan bagian real dan imajiner dari Persamaan (2.23), maka didapatkan rumus untuk demodulator sebagai berikut:

) sin ).( ( cos

). ( ) (

' t s t t s t t

I = ωch − ωc (2.24)

t t

s t t

s t

Q'( )={ ( ).(−sinωc )+ h( ).cosωc (2.25)

Hasil dari demodulator dimasukkan ke decision unit yang merupakan unituntuk menentukan simbol yang telah dikirim oleh pemancar dari hasil demodulasi. Hasil demodulasi memang secara teori sudah merupakan komponen inphase dan

quadrature yang dikirimkan oleh pemancar. Namun faktor noise, intersymbol

interference, dan gangguan-gangguan lainnya, akan membuat komponen inphase

dan quadrature tersebut tidak sama besarnya dengan komponen inphase dan

quadrature yang ideal. Ini akan menyebabkan posisi titik dari simbol yang

(38)

BAB III

VERTICAL BELL LAYERED SPACE-TIME (V-BLAST)

3.1Pendahuluan

Sistem kanal multi input multi output (MIMO) memanfaatkan penyebaran multipath dalam jaringan braodband nirkabel. Sistem MIMO menggunakan jenis teknik yang berbeda seperti Space Time Coding (STC) dan

Space Division Multiplexing (SDM) untuk memproses data[7].

Sistem BLAST merupakan suatu teknik mengirimkan deretan data tunggal yang dimultipleksing dalam M sub deretan dan setiap sub deretan diubah dalam bentuk simbol yang dilewatkan ke masing-masing pemancar. Pemancar dari 1 sampai M bekerja secara co chanel dengan kecepatan simbol 1/T simbol per detik dengan sinkronisasi waktu simbol. Setiap pemancar itu sendiri merupakan pemancar dengan modulasi QAM. Pemancar-pemancar tersebut merupakan suatu vektor dimana komponen – komponen setiap M-vektor yang ditransmisikan adalah simbol-simbol yang diperolehdari konstelasi QAM.

Sebagian teknik ini relatif mahal sementara V-BLAST adalah sistem MIMO berbasis SDM yang telah dikembangkan di Bell Labs, USA. Sistem ini memberikan sisi terbaik antara performa sistem (efisiensi spektrum dan kapasitas) dan kompleksitas impelmentasi sistem. V-BLAST menerapkan algoritma deteksi non linier Zero Forcing (ZF) yang didasarkan pada proses

nulling yang dipadukan dengan pembatalan simbol untuk memperbaiki performa

(39)

Peranan sistem MIMO dalam pengembangan jaringan nirkabel kecepatan tinggi di masa yang akan datang sangat penting karena memudahkan hubungan antara titik ke titik (point to point) dengan nilai data yang tinggi dalam jaringan serta akan dapat meningkatkan jumlah pemakai sistem secara keseluruhan dengan kecepatan bit yang cukup baik. Ide dasar dibalik sistem MIMO ini adalah pemanfaatan antena multi pada satu atau dua ujung hubungan komunikasi, penggunaan algoritma deteksi pada receiver dan eksploitasi penyebaran multipath yang merupakan penanggulangan permasalahan dalam kanal nirkabel dimana dilakukan juga dalam sistem nirkabel konvensional berbasis FDM, TDM dan CDM.

Sistem MIMO (n, M) adalah sistem yang mentransmisikan sinyal N menggunakan antena N pada saat yang sama dan bandwidth yang sama (karena semua antena N menggunakan frekwensi pembawa dengan cara sinkronsiasi). Pada sisi receiver, M (≥N) merupakan antena berbeda yang digunakan untuk menerima sinyal N yang ditransmisikan[4].

(40)

Untuk memisahkan N sinyal yang ditransmisikan secara simultan pada receiver, beberapa space time coding (STC) dan teknik space division

multiplexing (SDM) telah dikembangkan. STC memperkenalkan korelasi

spasiotemporal diantara sinyal yang ditansmisikan untuk perbaikan dan proteksi informasi, sementara tujuan dari SDM adalah meningkatkan rate atau kecepatan data.

3.2 Tinjauan V-BLAST

BLAST untuk Bell Layerd Space Time dan V untuk Vertikal berhubungan dengan struktur blocking. V-BLAST adalah teknik komunikasi nirkabel yang menggunakan antena multi elemen pada transmitter dan receiver. V_BLAST Ini adalah pendekatan efisiensi bandwidth luar biasa untuk jaringan nirkabel. Kisaran efisiensi spektrumnya dari 20 – 40 bps/Hz sementara efisiensi teknik komunikasi nirkabel tradisional dari 1 - 5 bps /Hz hingga 10 – 12 bps/Hz[4].

Dalam sistem nirkabel gelombang radio tidak merambat dari antena pemancar ke antena penerima, tetapi ada objek acak dalam lingkungan. Penyebaran ini diketahui sebagai multipath seperti sinyal transmisi yang sama, sistem nirkabel konvensional, multipath menunjukkan gangguan yang signifikan untuk transmisi akurat, misalnya adanya data yang tiba di receiver pada waktu yang berbeda dan dengan demikian mengalami interferensi secara destruktif membatalkan data-data yang lainnya. Untuk itu, multipath dianggap sebagai gangguan serius.

(41)

perambatan. Untuk bandwidth kanal 30 kHz, kecepatan data berksiar 0.5 Mbps hingga 1 Mbps sementara kecepatan teknik tradisional hanya 50 kbps. Perbandingan di atas memeperlihatkan bagaimana V-BLAST dapat digunakan untuk jaringan komunikasi nirkabel kecepatan tinggi. [4]

3.3Arsitektur Sistem V-BLAST

Dalam V-BLAST aliran data pemakai tunggal dibagi ke dalam sub

stream multi dan menggunakan antena pemancar untuk peluncuran simultan dari

[image:41.595.162.467.522.708.2]

sub stream paralel. Semua sub stream ini ditransmisikan dalam band frekwensi yang sama sehingga spektrum yang digunakan dengan sangat efisien. Karena data pemakai dapat dikirimkan dalam kondisi paralel untuk antena multi, kecepatan transmisi ditingkatkan dalam proporsi dari jumlah antena transmisi yang digunakan. Dalam sistem ini, jumlah receiver lebih besar dari jumlah transmitter. Sub stream ditransmisikan adalah bebas satu dengan yang lain. Transmitter individu diberikan skala 1/M. sehingga total power masih tetap konstan dari jumlah transmitter (M). Gambar 3.1 menunjukkan arsitektur sistem V-BLAST [1].

(42)

Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa daya yang dikeluarkan oleh setiap pemancar sebanding dengan 1/M sehingga daya total yangdiradiasikan adalah M dan bernilai konstan. Blok diagramsistem V-BLAST dengan jumlah pemancar M, jumlahpenerima N dan vektor simbol a = [a1,a2,a3,aM]T.

Untuk kesederhanan analisa system, maka kanal diasumsikan flat fading dan fungsi transfer kanal matrik dinyatakan dengan HNXM, dimana komponen matrik hnm merupakan fungsi transfer dari pemancar m ke penerima n.

Penerima dari 1 sampai N penerima dengan demodulasi QAM biasa dan bekerja secara co chanel. Setiap penerima akan menerima sinyal yang diradiasi dari seluruh M pemancar.

3.3.1 Sistem Vektor dan Skalar

Dalam sistem skalar tradisional, jumlah pemancar (M) adalah 1 dan dalam bilangan sistem vektor transmitter lebih besar dari 1 dan jumlah penerima (N) adalah selalu lebih besar dibandingkan jumlah pemancar (M). Dalam sistem skalar, daya yang ditransmisikan oleh transmitter adalah P watt, masing-masing dengan sinyal receiver untuk rasio kebisingan adalah S dan bandwidth adalah W Hz. Perbandingan antara sistem skalar dan vektor dapa dilihat pada Gambar 3.2. Dengan mengabaikan statistik fading dan mempertimbangkan antena, kapasitas dan efisiensi spektral dari sistem skalar diberikan oleh :

C = W log2 NS (3.1)

E = log2 NS (3.2)

(43)
[image:43.595.112.512.80.384.2]

Gambar 3.2. Perbandingan sistem skalar dengan sistem vektor

Untuk sistem vektor, mengasumsikan sinyal dari setiap transmitter dapat dihasilkan dan dideteksi tanpa kondisi kebisingan maka kapasitas dan efisiensi spektral diberikan oleh :

C = MW log2(N. S/M) (3.3)

C≥ MW log2 S untuk N≥M (3.4)

E ≥ M log2 S (3.5)

Dimana dalam kasus ini, C dan E bergerak secara liner dengan M.

Dalam praktek sesungguhnya, terdapat kebisingan yang tergantung pada propagasi lingkungan dan pendekatan pemrosesan sinyal receiver. Oleh karena itu, kapasitas canel dapat dinyatakan dengan Persamaan (3.6).

( )

f S W

C i

M i

2 1

log

=
(44)

Dimana faktor degradasi untuk SNR kisasadalah 0≤fi<1. Untuk M dan S yang besar dan untuk fading Rayleight, faktor degradasi SNR fi adalah sama dengan 1/e dimana e = 2.718

3.4 Model Sistem V-BLAST

Untuk sistem V-BLAST dengan antena transmisi M dan antena penerimaan N dengan N ≥ M, Modelnya seperti terlihat pada Gambar 3.3. Pada transmitter, stream bit tunggal de-multipleksing ke dalam M sub-stream, dan setiap sub stream yang dipetakan pada simbol oleh konstelasi yang sama kemudian dikirimkan ke antena transmitter. Sehingga, pada setiap waktu simbol t,

[image:44.595.117.508.359.562.2]

vektor sinyal yang ditansmisikan dengan ukuran M, St =[S1t,...SMt ]T dikirim kepada receiver[7].

Gambar 3.3. Model Dasar V_BLAST

Setiap urutan waktu

{ }

S j

(

j M

)

t

,..., 2 , 1

, = yang dirujuk untuk layer. Pada

(45)

= + = M j t i t j t ij t

i h s v

r

1

(3.7)

Dimana hijtadalah perolehan kanal dari antena transmisi j untuk menerima antena i pada waktu t, yang mana adalah Gaussian kompleks i.i.d dengan rata-rta nol dan

variansi unit dan vit adalah kompleks iid gaussiand engan rata-rata nol dan varian 2

σ . Dengan asumsi quasi-static kanal flat fading, berarti bahwa perolehan kanal

gain masih konstan pada blok waktu, dan kemudian perubahan blok per blok secara bebas. Sehingga indeks t dalam persamaan ini dapat diabaikan.

Sistem V-BLAST disesuaikan untuk lingkungan dalam ruang, jadi untuk menjaga kesesuainnya dapat juga dijelaskan dengan menggunakan notasi matriks seperti pada Persamaan (3.8)[7].

r = Hs + v (3.8)

(46)

3.5 Algoritma Pemrosesan Sinyal V-BLAST

Pada bagian antena penerima, prosesor sinyal kecepatan tinggi terlihat pada sinyal dari semua antena receiver secara bersamaan, dengan mengesktrak sub stream terkuat. Kemampuan untuk memisahkan sub stream tergantung pada perbedaan dalam suatu cara dengan rambatan sub stream yang berbeda melalui lingkungan. Dalam lingkungan penyebaran yang kurang baik, V-BLAST harus mampu memberikan kapasitas yang lebih tinggi dan juga arsitektur konvensinal. Demikian juga efisiensi 20 – 40 bit per detik per hertz, sebuah jumlah yang mana tidak dapat dicapai dengan menggunakan teknik standar[11].

3.5.1 Algoritma Deteksi Zero Forcing (ZF) V-BLAST

(47)

1. Nulling

Masing-masing sub-deretan secara bergantian diestimasi sebagai sinyal yang diinginkan (sinyal yang terkuat), sedangkan sinyal yang lainnya (sinyal yang lebih lemah) dinyatakan sebagai sinyal interferensi, yaitu:

1

1 1 w r

yk = Tk (3.9)

dengan

1

k

y = sub deretan data ke k1

1

k

w = vektor nulling

2. Slicing

Sinyal yang telah diestimasi, dideteksi untuk mendapatkan bit-bit data, yaitu slice

1

k

y untuk mendapatkan ˆ :

1 k a : ) ( ˆ 1 1 k

k Q y

a = (3.10)

dengan Q(.) menyatakan operasi quantisasi (slicing) yang sesuai dengan konstelasi yang digunakan.

3. Cancellation

Sinyal interferensi dari komponen vector simbol ‘a’ yang sudah dideteksi dikurangkan dari vektor sinyal yang diterima.

Asumsikan bahwa

1 1

ˆk ak

a = , cancel

1

k

a dari vector terima r1 untuk menghasilkan vektor terima yang termodifikasi, r2.

A

Error! Bookmark not defined.A

1

) ( ˆ

1

2 r ak H k

r = −

(3.11)

Dimana

1

)

(H k menyatakan kolom ke-k1 dari H.

(48)

3.6 Parameter Delay Spread

Sebuah sinyal yang dikirimkan oleh pemancar, akan mengalami pelebaran di penerima yang disebut dengan delay spread. Delay spread ini dapat menimbulkan interferensi antar simbol, karena setiap simbol akan saling bertumbukan antara symbol sebelum dan sesudahnya. Parameter delay spread

yang sering ditulis dalam bentuk root mean square (rms) adalah rms delayspread

yang diberikan persamaan (3.12) [9].

2 2

) (τ τ

σrms = − (3.12)

Dengan τ merupakan mean excess delay yang dinyatakan dengan persamaan :

= k k k k k P P ) ( ) ( τ τ τ τ (3.13) Dan

= k k k k k P P ) ( ) ( 2 2 τ τ τ τ (3.14)

3.7 Pengalokasian Bit

Transmisi dari sistem V-BLAST ini menggunakan bit-bit yang dikirim dimana jumlah bit yang dikirimkan tergantung tingkat modulasi QAM yang digunakan. Secara matematis dapat ditulis dengan Persamaan (3.15) [7].

r

(49)

dengan J adalah tingkat modulasi QAM yang digunakan (0,4,8,16,32,64,256,....) ; sering juga ditulis dengan variabel M. Sedangkan r adalah jumlah bit yang dikirimkan.

Misalnya untuk sistem V-BLAST yang menggunakan modulasi 16-QAM, maka jumlah bit yang dikirimkan adalah :

Diketahui : J = M = 16 Maka : 16 = 2r r = 4

Jadi jumlah bit yang dikirimkan untuk modulasi 16-QAM adalah 4 bit.

3.8 Perhitungan BER

Dalam perhitungan nilai BER digunakan Persamaan (3.16) [7].

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝

− − =

) 1 ( 2

3 exp 2 , 0

J

Pb β (3.16)

Dengan

(

ln5

)

( )

2 1 3

2

− −

= r

Pb

β (3.17)

Dimana :

Pb = BER = SNR

3.9 Perhitungan Kecepatan Bit

Jumlah pemancar dan tingkat modulasi yang digunakan pada sistem V-BLAST mempengaruhi kecepatan bit. Dari hal tersebut, kecepatan bit dalam sistem ini dapat dinyatakan dalam Persamaan (3.18) [7].

(50)

dengan Rs adalah kecepatan simbol (Rs =1/ Ts) , J adalah tingkat modulasi QAM, dan M adalah jumlah pemancar.

3.10 Aplikasi V-BLAST

(51)
(52)

BAB IV

ANALISA SISTEM V-BLAST

4.1Pendahuluan

Sistem BLAST merupakan suatu teknik mengirimkan deretan data tunggal yang dimultipleksing dalam M sub deretan dan setiap sub deretan diubah dalam bentuk simbol yang dilewatkan ke masing-masing pemancar. Pemancar dari 1 sampai M bekerja secara co chanel dengan kecepatan simbol 1/T simbol per detik dengan sinkronisasi waktu simbol. Setiap pemancar itu sendiri merupakan pemancar dengan modulasi QAM. Pemancar-pemancar tersebut merupakan suatu vektor dimana komponen – komponen setiap M-vektor yang ditransmisikan adalah simbol-simbol yang diperolehdari konstelasi QAM.

Pada tugas akhir ini akan dianalisis unjuk kerja V-BLAST dengan membandingkan nilai BER dan kecepatan bitnya untuk tiap tingkat modulasi QAM pada kanal flat fading di dalam ruangan.

4.2Model Sistem

Model sistem yang akan dianalisis pada tugas akhir ini adalah seperti pada Gambar 4.1. Untuk kesederhanan analisa system, maka kanal diasumsikan Flat

Fading dan fungsi transfer kanal matrik dinyatakan dengan HNXM, dimana

(53)
[image:53.595.151.451.87.271.2]

Gambar 4. 1. Model sistem V-BLAST

Pada model sistem ini menggunakan 4 buah antena di sisi pemancar dan 5 antena di sisi penerima. Data yang akan ditransmisikan terlebih dahulu di encoder dan dipancarkan melalui 4 antena pemancar kemudian dengan tingkat radiasi yang sama antena penerima menerima data tersebut dan diproses dengan menggunakan sistem V-BLAST.

4.3Parameter Sistem

Analisis pada tugas akhir ini difokuskan pada perhitungan BER pada tiap tingkat modulasi QAM serta kecepatan bitnya. Beberapa asumsi yang digunakan dalam melakukan analisis tugas akhir ini adalah :

1. Kanal diasumsikan Flat Fading dan fungsi transfer kanal matrik dinyatakan dengan HNXM, dimana komponen matrik hnm merupakan fungsi transfer dari pemancar m ke penerima n.

2. Menggunakan 4 antena di sisi pemancar dan 5 antena di sisi penerima. 3. Penerima dari 1 sampai penerima 5 dengan demodulasi QAM biasa dan

(54)

4. Setiap penerima akan menerima sinyal yang diradiasi dari seluruh pemancar.

5. Menggunakan tingkat modulasi QAM yang berubah mulai dari 4-QAM, 8-QAM dan 16-QAM.

6. Nilai SNR bervariasi dari 0 dB sampai dengan 15 dB dengan perubahan 3 dB.

7. Menggunakan Power Delay Profile di dalam ruangan seperti pada table 4.1.

4.4Power Delay Profile (PDP)

[image:54.595.132.484.541.757.2]

Secara umum Power Delay Profile (PDP) merupakan hubungan antara daya yang diterima dengan excess delay. Excess delay adalah delay relatif dari suatu komponen multipath yang dibandingkan dengan komponen lintasan yang pertama diterima. Dalam penelitian ini menggunakan Power Delay Profile (PDP) di dalam ruangan (indoor). PDP yang ada didalam ruangan dapat dilihat pada tabel 4.1 [9] .

Tabel 4.1 PDP di dalam ruangan

Path, k Path Delay, τk (nS) P (τk) [dB]

1 0 0 2 5 -1 3 10 -22

(55)

4.5Perhitungan BER Sistem V-BLAST dalam Ruangan dengan Perubahan

Tingkat Modulasi J-Ary QAM

Dalam perhitungan ini akan dihitung nilai BER untuk tingkat modulasi 4-QAM, 8-4-QAM, dan 16-QAM.

4.5.1 Perhitungan BER untuk Tingkat Modulasi 4-QAM

Untuk tingkat modulasi 4-QAM, maka jumlah bit yang dikirimkan oleh pemancar dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.15).

J=2r 4 = 2r r = 2

Jadi jumlah bit yang ditransmisikan adalah 2 bit.

Untuk perhitungan nilai BER diasumsikan nilai SNR bervariasi mulai dari 0 dB sampai 15 dB dengan perubahan 3 dB dimana nilai SNR dalam dB tersebut terlebih dahulu dikonversikan ke bentuk tanpa satuan. Nilai BER dapat dihitung

dengan menggunakan Persamaan (3.16), yaitu :

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 ( 2 3 exp 2 , 0 J Pb β

1. Untuk SNR = = 0 dB = 1,0000

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 4 ( 2 ) 1 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,1213

2. Untuk SNR = = 3 dB = 1,9952

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 4 ( 2 ) 9952 , 1 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,0737

3. Untuk SNR = = 6 dB = 3,9810

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 4 ( 2 ) 9810 , 3 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,0273

(56)

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 4 ( 2 ) 9432 , 7 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 3,7686 x 10-3

5. Untuk SNR = = 12 dB = 15,8489

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 4 ( 2 ) 8489 , 15 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 7,2357 x 10-5

6. Untuk SNR = = 15 dB = 31,6227

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 4 ( 2 ) 6227 , 31 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 2,7179 x 10-8

4.5.2 Perhitungan BER untuk Tingkat Modulasi 8-QAM

Untuk tingkat modulasi 8-QAM, maka jumlah bit yang dikirimkan oleh pemancar dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.15).

J=2r 8 = 2r r = 3

Jadi jumlah bit yang ditransmisikan adalah 3 bit.

Untuk perhitungan nilai BER diasumsikan nilai SNR bervariasi mulai dari 0 dB sampai 15 dB dengan perubahan 3 dB dengan menggunakan Persamaan

(3.16), yaitu :

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 ( 2 3 exp 2 , 0 J Pb β

1. Untuk SNR = = 0 dB = 1,0000

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 8 ( 2 ) 1 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,1614

2. Untuk SNR = = 3 dB = 1,9952

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 8 ( 2 ) 9952 , 1 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,1304

(57)

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 8 ( 2 ) 9810 , 3 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,0852

4. Untuk SNR = = 9 dB = 7,9432

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 8 ( 2 ) 9432 , 7 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,0364

5. Untuk SNR = = 12 dB = 15,8489

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 8 ( 2 ) 8489 , 15 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 6,7001 x 10-3

6. Untuk SNR = = 15 dB = 31,6227

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 8 ( 2 ) 6227 , 31 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 2,2809 x 10-4

4.5.3 Perhitungan BER untuk Tingkat Modulasi 16-QAM

Untuk tingkat modulasi 16-QAM, maka jumlah bit yang dikirimkan oleh pemancar dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (3.15).

J=2r 16 = 2r r = 4

Jadi jumlah bit yang ditransmisikan adalah 4 bit.

Untuk perhitungan nilai BER diasumsikan nilai SNR bervariasi mulai dari 0 dB sampai 15 dB dengan perubahan 5 dB dengan menggunakan Persamaan

(3.16), yaitu :

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 ( 2 3 exp 2 , 0 J Pb β

1. Untuk SNR = = 0 dB = 1,0000

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 16 ( 2 ) 1 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,1809

(58)

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 16 ( 2 ) 9952 , 1 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,1638

3. Untuk SNR = = 6 dB = 3,9810

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 16 ( 2 ) 9810 , 3 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,1343

4. Untuk SNR = = 9 dB = 7,9432

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 16 ( 2 ) 9432 , 7 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,0903

5. Untuk SNR = = 12 dB = 15,8489

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 16 ( 2 ) 8489 , 15 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 0,0409

6. Untuk SNR = = 15 dB = 31,6227

⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − − = ) 1 16 ( 2 ) 6227 , 31 )( 3 ( exp 2 , 0

Pb = 8,4659 x 10-3

[image:58.595.127.442.87.517.2]

Untuk hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Nilai BER sistem V-BLAST pada kanal Flat Fading di dalam ruangan untuk 4-QAM, 8-QAM dan 16-QAM

Nilai BER untuk Tingkat Modulasi QAM No SNR

(dB) 4-QAM 8-QAM 16-QAM

1 0 0,1213 0,1614 0,1809

2 3 0,0737 0,1304 0,1638

3 6 0,0237 0,0852 0,1343

4 9 3,7686 x 10-3 0,0364 0,0903

(59)

Gambar 4.2 adalah grafik antara BER dan SNR untuk tingkat modulasi 4-QAM, 8-QAM, dan 16-QAM yang didapatkan berdasarkan Tabel 4.2.

0 5 10 15

10-8 10-7 10-6 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100

SNR (dB)

BE

R

[image:59.595.132.478.182.469.2]

4-QAM 8-QAM 16-QAM

Gambar 4. 2 Grafik unjuk kerja sistem V-BLAST untuk tingkat modulasi QAM yang berbeda

Dari Gambar 4. 2 dapat dilihat bahwa semakin besar nilai SNR maka nilai BER akan semakin kecil untuk setiap tingkat modulasi. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa nilai BER akan semakin kecil apabila menggunakan tingkat modulasi yang lebih rendah.

(60)

4.6 Perhitungan Kecepatan Bit Sistem V-BLAST pada Kanal Flat Fading

dalam Ruangan

Dalam menentukan kecepatan bit (Rb) pada sistem V-BLAST, yang dilakukan terlebih dahulu adalah menghitung Rs dimana Rs = 1/ Ts. Pada kanal

Flat Fading dapat dilakukan dengan memperhatikan bahwa Ts >> rms untuk kondisi didalam ruangan.

4.6.1 Menghitung rms

Untuk menghitung nilai rms dapat digunakan Persamaan (3.12), (3.13), dan (3.14). Dimana data untuk Power Delay Profile di dalam ruangan dapat

dilihat pada Tabel 4.1. Untuk nilai P(τk) dalam satuan dB harus dikonversikan terlebih dahulu. 2 2 ) (τ τ σrms = −

Dengan τ merupakan mean excess delay yang dinyatakan dengan persamaan :

(61)

2 2 2 2 2 2 2 2 2 6147 , 21 0050 , 0 0251 , 0 0050 , 0 0063 , 0 7943 , 0 1 ) 40 0050 , 0 ( ) 20 0251 , 0 ( ) 15 0050 , 0 ( ) 10 0063 , 0 ( ) 5 7943 , 0 ( ) 0 1 ( ns x x x x x x = + + + + ++ + + + + = τ τ

Jadi nilai rms adalah :

ns ns ns rms rms rms 84 , 3 ) 6212 , 2 ( 6147 , 21 ) ( 2 2 2 2 = − = − = τ τ τ τ σ

4.6.2 Menghitung Kecepatan Simbol Rs

Dengan memperhatikan bahwa Ts >> rms untuk kondisi didalam ruangan. Maka dengan mengasumsikan nilai 0,1xTs = rms dimana rms = 3,84 maka nilai kecepatan simbolnya adalah :

Rs = 1/Ts

Rs = 2,604 x107 simbol per detik (didalam ruangan ).

4.6.3 Menghitung Kecepatan Bit Rb

Untuk menghitung kecepatan bit pada system V-BLAST pada kanal Flat

Fading di dalam ruangan dengan tingkat modulasi 4-QAM, 8 QAM, dan 16-QAM

digunakan Persamaan (3.18). Rb = Rs (log2 J ). M

1. Untuk tingkat modulasi 4-QAM Rb = 2,604 x 107 (log2 4). 4 Rb = 20,8 x 107bps

(62)

2. Untuk tingkat modulasi 8-QAM Rb = 2,604 x 107 (log2 8). 4 Rb = 31,2 x 107bps

Rb = 312 Mbps

3. Untuk tingkat modulasi 16-QAM Rb = 2,604 x 107 (log2 16). 4 Rb = 41,6 x 107bps

Rb = 416 Mbps

Untuk lebih lengkap perbandingan kecepatan bit pada 4-QAM, 8-QAM, dan 16-QAM dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Kecepatan bit (Rb) sistem V-BLAST pada kanal Flat Fading di dalam ruangan untuk 4-QAM, 8-QAM, dan 16-QAM

J-ary QAM Rs (x 106 simbol/s) Rb (Mbps)

4 26,04 208

8 26,04 312

16 26,04 416

(63)

4 8 16 0

50 100 150 200 250 300 350 400 450

QAM

Rb

(M

b

p

s

[image:63.595.132.475.100.389.2]

)

Gambar 4.3 Diagram perbandingan kecepatan bit untuk tingkat modulasi 4-QAM, 8-QAM, dan 16 QAM.

(64)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa yang dilakukan pada penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:

1. Untuk SNR sistem V-BLAST pada kanal Flat Fading di dalam ruangan, semakin tinggi tingkat modulasi QAM yang digunakan maka unjuk kerjanya akan semakin buruk.

2. Semakin tinggi nilai SNR yang diberikan maka nilai BER akan semakin kecil untuk semua tingkat modulasi QAM.

3. Untuk kecepatan bit, semakin tinggi tingkat modulasi QAM yang digunakan, maka kecepatan bitnya juga akan semakin tinggi.

5.2 Saran

(65)

DAFTAR PUSTAKA

1. Eduardo Zacar´õas B, 2004, “BLAST Architectures, Postgraduate Course

In Radio Communications”, AUTUMM

2. Freeman, Roger L, “Telecomunication Transmisson Handbook Fourth Edition”, John Wiley and Sons, New York.

3. G.D.Golden, C.J. Foschini, R.A.Valenzuela and P.W. Wolniansky, 1999, “Detection algorithm and initial laboratory results using V-BLAST space-time communication architecture”, Electronics Letters.

4. G.J. Foschini And M.J. Gans, 1998, “On Limits Of Wireless Communications In A Fading Environment When Using Multiple

Antennas”, Kluwer Academic Publishers, USA.

5. Hanselman, Duane, Terj. Josep Edyanto, 2001, “Matlab Bahasa Komputasi Teknis”, Penerbit Andy, Yogyakarta.

6. Mincheol Park, 2003, “Performance Evaluation of Multiuser Detectors with V-BLAST to MIMO Channel”, Blacksburg, Virginia.

7. Nasir D. Gohar, Zimran Rafique, 2003, “V-Blast: A Space-Division Multiplexing Technique Providing A Spectral Efficiency Necessary For

High Data Rate Wireless Networks”, Ghulam Ishaq Khan Institute Of

Engineering Sciences And Technology (Giki), Pakistan.

(66)

9. Volker K’uhn, 2006 “Wireless Communications over MIMO Channels

Applications to CDMA and Multiple Antenna Systems”, John Wiley and

Sons, Ltd, Germany.

10.Yavuz Yapici, 2005, “V-Blast/Map: A New Symbol Detection Algorithm For Mimo Channels”, Bilkent University.

11.…1995, “Teknik Quadrature Amplitude Modulation (QAM) Untuk Pengiriman Data Melalui Frekuensi Voice Band”,

U

(67)

Gambar

Tabel 4.3 Kecepatan bit (Rb) system V-BLAST pada kanal Flat Fading
Gambar 2.2. Refraksi
Gambar 2. 3.
Gambar 2.4 Ilustrasi terjadinya multipath
+7

Referensi

Dokumen terkait