• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran M.Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang implementasinya di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemikiran M.Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang implementasinya di Indonesia"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter

dan Peluang Implementasinya di Indonesia

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy.)

Oleh,

AHMAD FAUZI

NIM : 106046101582

KONSENTARSI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayaullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 11 Agustus 2010

(3)

i ABSTRAK

Ahmad Fauzi, 106046101582 “Pemikiran M, Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia”

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

dengan hasil penyajian dengan bentuk deskriptif yaitu dengan mengumpulkan

data-data actual dengan melaksanakan studi kepustakaan dari beberapa literature tertulis.

Kebijakan moneter adalah salah satu dari kebijakan ekonomi makro yang

bertujuan untuk mengarahkan ekonomi makro kearah yang lebih baik. Dengan jalan

mengatur peredaran jumlah uang yang beredar, baik itu memperbanyak atau

mengurangi jumlah uang yang beredar tersebut di tengah masyarakat lalu

mengarilkannya ke otoritas moneter.

Dalam kapasitasnya sebagai otoritas moneter Bank Indonesia mempunyai satu

tujuan yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam rangka

mencapai sasaran akhir kebijakan moneter. Bank Indonesia menggunakan cara

pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah yang diatur dan dikelola dalam

perbanakan syariah dengan pelaksanaan instrument syariah.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran M. Umer Chapra tentang

instrumen kebijakan moneter. Dalam perekonomian dapat menjadi wacana yang

penting untuk dipertimbangkan dan dikaji bahkan diimplementasikan lebih lanjut di

Indonesia. Bukan hal yang mustahil untuk menerapkan pemikiran M. Umer Chapra

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, hanyalah ucapan syukur yang mampu terucap atas segala nikmat, karunia, dan rahmat-Nya. Tiada daya dan upaya melainkan atas

kehendak-Nya, begitupun dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kemudahan

dan pertolongan Allah senantiasa penulis rasakan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skiripsi dengan judul “Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia”.

Penulisan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat kelulusan Strata Satu (S1)

Konsentrasi Perbankan Syariah Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syariah Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada penghuni surga, yang telah

membawa umatnya kepada zaman penegetahuan ilmu dunia dan akhirat, kepada

baginda terbesar yang ada dimuka bumi ini yaitu Habibina wa syafina wa maulana Muhammad SAW. Yang memberikan inspirasi pada penulis dalam mencapai kegigihan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan rasa terima

kasih atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan, kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M, selaku Dekan

(5)

iii

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalat, Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Ah. Azharuddin Latif, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan Muamalat,

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, M.A, selaku Dosen Pembimbing

Skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu, mencurahkan segenap

perhatian untuk memberikan pencerahan dan pengarahan yang begitu

berharga bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa

kuliah.

6. Staf Karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan

Utama serta Staf TU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah berbaik hati

memberikan reference kepada penulis dan kemudahan dalam surat menyurat.

7. Orang Tua yang teristimewa, yaitu Sunardi dan Siti Salbiyah, terima kasih

atas segalanya yang tidak pernah henti-hentinya mendoakan penulis dalam

menuntaskan studi demi meraih cita-cita.

8. Kakak Nur Syamsi dan adik Wahyu Ramadhan yang senantiasa memberi

motivasi kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan, penghuni PS A angkatan 2006 khususnya

Muhammad Nasir, Satria Laksono, Ahmad Zamahsari dan Hasanudin yang

(6)

iv

10. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang selalu ceria dan pujaan hatiku

terima kasih untuk doa dan motivasinya hingga penulis bisa bangkit

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis dengan segala keterbatasan yang ada tidak akan mampu membalas

segala budi baik semua pihak yang telah diutarakan diatas. Dengan tulus penulis

memohon kehadirat Allah SWT kiranya berkenan dalam memberikan ganjaran yang

(7)

v DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 6

D. Kerangka Teori 7

E. Metode Penelitian 9

F. Kajian Pustaka Terdahulu 11

G. Sistematika Penulisan 12

BAB II KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM

A. Sistem Moneter Islami 14

B. Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter Islam 19

C. Kesehatan Moneter 24

BAB III PEMIKIR EKONOMI ISLAM M. UMER CHAPRA

A. Pendidikan M. Umer Chapra 33

B. Pemikiran-pemikiran M. Umer Chapra dan Karya-karyanya 37

C. Pemikiran M. Umer Chapra Tentang Instrumen Kebijakan

(8)

vi

BAB IV PELUANG PENERAPAN PEMIKIRAN M. UMER CHAPRA DI INDONESIA

A. Kebijakan Moneter di Indonesia 53

B. Analisis Peluang Implementasinya di Indonesia 57

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 61

B. Saran 63

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

M. Umer Chapra adalah seorang pakar ekonomi berkebangsaan Pakistan yang

kemudian menetap dan mendapatkan kebangsaan Saudi. Beliau dilahirkan pada

tanggal 1 Februari 1933 di anak benua India yang pada waktu itu belum terbagi

menjadi Pakistan dan India.1

M. Umer Chapra mengungkapkan tiga sasaran utama dari kebijakan moneter

yang ada dalam sistem ekonomi Islam. Pertama tenaga kerja penuh dan pertumbuhan

ekonomi (full employment and economic growth). Kedua sosio-ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata (socio-economic justice and equitable distribution income and wealth). Ketiga stabilitas nilai uang (stability in the value of money).2

Tujuan kebijakan moneter yang direkomendasikan M. Umer Chapra ini

mengingatkan kita pada sasaran yang juga dimiliki oleh sistem konvensional, yaitu

tenaga kerja penuh (full employment), pertumbuhan ekonomi (economic growth) dan stabilitas harga (price stability). Apa yang diungkapkan M. Umer Chapra merupakan

1

M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi Sebuah Solusi Perspektif Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. ix.

2

Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern (T.tp: PARADIGMA & AQSA Publishing, 2007), h. 264.

(10)

sasaran antara (semi-objectives) dari sasaran akhir kebijakan moneter Islam, yaitu memaksimalkan kesejahteraan manusia (maximize human welfare).3

Fokus kebijakan moneter Islam lebih tertuju pada pemeliharaan berputarnya

sumber daya ekonomi, dimana ini menjadi inti ekonomi Islam Islam pada semua

bentuk kebijakan dan ketentuan yang diperkenankan oleh syariah. Dengan demikian

dalam Islam, secara sederhana para regulator harus memastikan tersedianya

usaha-usaha ekonomi dan atau produk keuangan syariah yang mampu menyerap potensi

investasi masyarakat, atau ketentuan- ketentuan yang mendorong preferensi

penggunaan potensi investasi pada usaha produktif terjadi.4

Larangan Islam mengenai bunga akan mengharuskan negara-negara muslim

untuk mendorong dan memudahkan investasi modal asing. Tidak diragukan ini

sangat perlu sebab modal investasi telah terbukti bermanfaat untuk negara-negara

berkembang dan sebagaimana diharapkan dengan menciptakan suatu iklim yang

mendukung untuk investasi.5 Sedangkan di Indonesia kebijakan moneternya masih

menggunakan suku bunga.

Dalam konteks kebijakan moneter di Indonesia, implementasi kebijakan

moneter mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat dinamis. Secara garis

besar kebijakan moneter di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni

3

Ibid., h. 264. 4

Ibid., h. 266. 5

M. Umer Chapra, Islam and the Economic Challenge (Riyadh: International Islamic Publishing House, 1992), h. 309.

(11)

kebijakan moneter pada era prakrisis 1997/98 dan pascakrisis 1997/98. Keduanya

memiliki pendekatan yang berbeda yang perlu untuk dipahami.6

Sebelum krisis 1997/98, kebijakan moneter dituntut berperan ganda. Selain

diarahkan untuk memelihara kestabilan moneter, kebijakan moneter dituntut juga

untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran pembangunan, yaitu pemerataan

pendapatan,pertumbuhan ekonomi, serta peluasan kesempatan kerja dan kesempatan

berusaha, walaupun disadari bahwa tidak mudah melaksanakan suatu kebijakan

moneter dengan berbagai tujuan dimaksud karena adanya konflik dalam upaya untuk

stabilisasi moneter dengan upaya untuk mendorong pertumbuhan. Selain itu,

mengingat neraca pembayaran masih merupakan salah satu tantangan berat dalam

pengelolaan perekonomian Indonesia, penentuan kebijakan moneter juga harus

mempertimbangkan pengaruh faktor eksternal. Hal ini semakin penting, mengingat

keterbukaan perekonomian Indonesia serta dianutnya sistem devisa bebas yang sudah

berjalan sejak tahun 1971. Bahkan dalam keadaan seperti sekarang ini, pertimbangan

pengamanan neraca pembayaran sangat menonjol dalam era sistem nilai tukar

mengambang dimana gejolak eksternal secara langsung mempengaruhi berbagai

variable domestik.7

Mengingat keterbatasan sumber daya untuk membiayai pembangunan pada

masa Pemerintahan Orde Baru, kebijakan moneter pada masa itu diselaraskan dengan

prioritas sasaran pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah. Di satu sisi,

koordinasi antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan ekonomi makro

6

Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.4.

7

Ibid., h. 5.

(12)

lainnya dapat dilakukan dengan baik karena secara kelembagaan Bank Indonesia

berada di bawah pemerintah. Di sisi lain, sikap prudent sebuah bank sentral menjadi kurang menonjol dalam kebijakan Bank Indonesia sebagai pelaksana kebijakan

moneter. Fungsi mendorong pertumbuhan ekonomi tampak terlalu dipaksakan

sehingga kebijakan kebijakan perkreditan cenderung longgar dan dilakukan langsung

oleh Bank Indonesia melalui pemberian kredit likuiditas.8

Setelah masa krisis 1997/98, kebijakan moneter mengalami perubahan yang

cukup mendasar sejalan dengan perubahan tantangan yang dihadapi. Perubahan

kerangkan kebijakan moneter ini sejalan dengan perubahan tatanan kelembagaan

otoritas moneter. Dengan berlakunya Undang-Undang No.23 Tahun 1999, Bank

Indonesia selaku otoritas moneter menjadi lembaga yang independen dan fungsi

fokus pada stabilitas nilai tukar rupiah. Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, Bank

Indonesia tidak lagi dituntut berperan ganda sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang No. 13 Tahun 1968, tetapi mempunyai sasaran tunggal, yaitu inflasi. Inflasi

menyebabkan perlunya kontrol harga dan subsidi pada bahan makanan dan

barang-barang esensial yang dikonsumsi. Sementara, kontrol harga akan menghambat

pertumbuhan jangka panjang bagi pasokan barang-barang ini, subsidi justru

menambah beban berat pada anggaran pemerintah yang kini sudah tidak tertanggung

lagi. Inflasi juga menyebabkan kurs menjadi overnilai yang diadopsi oleh pemerintah

untuk menahan tekanan-tekanan inflasioner.9 Walaupun demikian, bukan berarti

tugas Bank Indonesia lebih mudah. Sebagai lembaga yang independen, Bank

8

Ibid., h. 6. 9

M. Umer Chapra, Islamic and Economic Developmet (Islamabad: Islamic Research Istitute Press, 1993), h.36.

(13)

Indonesia dituntut lebih mampu dalam menjalankan tugasnya untuk menghadapi

tantangan perubahan perekonomian global. Dalam rangka mencapai sasaran akhir

kebijakan moneter, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter melalui

pengendalian suku bunga. Suku bunga kebijakan, yang dikenal dengan istilah BI

Rate, ditetapkan melalui Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Dalam tataran

operasional, BI rate tercermin dari pergerakan suku bunga Pasar Uang Antar Bank.10

Berdasarkan pemikiran tersebut, penulis membuat skripsi ini dengan judul

“Pemikiran M. Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia”.

Alasan pemilihan tema tersebut didasarkan pada hal-hal berikut:

1. Ingin mengetahui dan memahami konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang

instrumen kebijakan moneter.

2. Ingin mengatahui dan mengkaji lebih lanjut bagaimana peluang implementasinya

pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter di Indonesia.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Dalam pembatasan skripsi ini akan dibatasi pada pemikiran M. Umer Chapra

tentang instrumen kebijakan moneter Islam dan peluang implementasinya di

Indonesia.

2. Perumusan Masalah

10

Bank Sentral Republik Indonesia, Penjelasan Operasi Moneter yang dilakukan Bank Indonesia, artikel diakses pada 14 Maret 2010 dari

http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Operasi+Moneter/Penjelasan+Operasi+Moneter. html

(14)

Adapun beberapa pokok bahasan yang akan penulis kembangkan dalam

penyusunan skripsi ini antara lain:

a. Bagaimana konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan

moneter yang sesuai dengan syariah Islam?

b. Bagaimana peluang implementasi pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen

kebijakan moneter di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan suatu gambaran tentang

pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang

implementasinya di Indonesia.

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penulis skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pemikiran M. Umer Chapra tentang

instrumen kebijakan moneter dalam Islam.

2. Untuk mengetahui peluang implementasi pemikiran M. Umer Chapra tentang

instrumen kebijakan moneter di Indonesia.

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian skripsi ini adalah:

1. Diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai konsep pemikiran M. Umer

Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang implementasinya di

Indonesia, bagi penulis dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya.

2. Memperkaya khazanah litelatur kepustakaan ekonomi yang islami khususnya

mengenai pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan

peluang implementasinya di Indonesia.

(15)

3. Bagi Bank Indonesia dapat dijadikan bahan masukan dan informasi bagi Bank

Indonesia dalam menerapkan kebijakan moneter Bank Indonesia.

D. Kerangka Teori

Dalam teori ini dapat diuraikan meliputi tentang pengertian kebijakan moneter

secara umum, dan instrumen-instrumen kebijakan moneter adalah sebagai berikut:

Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas

moneter dengan menggunakan perubahan jumlah uang beredar (money supply) dan tingkat bunga (interest rates) untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat dan mengurangi ketidaksetabilan didalam perekonomian. Dengan kebijakan moneter

pemerintah juga dapat melakukan pengendalian terhadap jumlah uang yang beredar,

kredit dan sistem perbankan.11

Kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan melalui berbagai

instrumen, yaitu opersi pasar terbuka (open market operation), penentuan tingkat bunga, ataupun penentuan besarnya cadangan wajib dalam sektor perbankan. Ada

instrumen lain yang digunakan oleh pemerintah selaku pengelola moneter, yaitu

himbauan moral atau moral persuasion.12

Menurut Umar Chapra instrumen kebijakan moneter yang sesuai dengan

syariah Islam harus mencakup enam elemen yaitu:

11

Muana Nanga, Makro Ekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan (Jakarta: Rajawali Pres, 2001), h. 180

12

Ahmad Syukri, “Implementasi Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Islam” artikel ini diakses pada 15 Juni 2010 dari http://asyukri.wordpress.com/2009/05/27/implementasi-kebijakan-moneter-dan-fiskal-dalam-islam. html.

(16)

Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan

pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.

Pertumbuhan M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money: uang dalam sirkulasi dan deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara

ketat pertumbuhan Mo yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan

lembaga keuangan sesuai proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan

sasaran dalam perekonomian Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial

terutama dalam bentu mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai

instrumen kualitatif dan kuantitatif untuk mengendalikan kredit.

Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand

deposit bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah

untuk membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.

Statutory Reserve Requirement (Cadangan Wajib Minimum). Bank-bank komersil

diharuskan memiliki cadangan wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory

Reserve Requirements membantu memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus

membantu penyediaan likuiditas yang memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral

harus mengganti biaya yang dikeluarkan untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan

oleh bank-bank komersial ini.

Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang

boleh dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa

penciptaan kredit sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang

sehat antar bank komersial.

(17)

Alokasi Kredit yang Berorientasi Kepada Nilai. Realisasi kredit harus

meningkatkan kesejahteraan masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi

produksi dan distribusi barang dan jasa yang diperlukan oleh sebagian besar

masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari pemberian kredit juga diperuntukkan

bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu adanya jaminan kredit yang disepakati

oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk mengurangi risiko dan biaya yang

harus ditanggung bank.

Teknik yang Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi

dengan senjata-senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk

diantranya moral suasion atau himbauan moral.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena sifat penelitiannya adalah

deskriptif yang menjelaskan data-data yang diperoleh apa adanya secara

sistematis. Dan melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subjek

tertentu agar memberikan gambaran yang lengkap mengenai subjek tersebut.13

2. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan data yang diperoleh dari

literatur-literatur kepustakaan seperti buku yang berjudul Sistem Moneter Islam,

13

Ety Rochaety, dkk., Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2009), hal.17.

(18)

Islam dan Pembangunan Ekonomi, Islam dan Tantangan Ekonomi, serta sumber

lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam pengumpulan data

skripsi ini penulis menggunakan library research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan

mencatat serta mengolah bahan penelitian.14

4. Teknik Analisis Data

Data-data yang telah terkumpul dianalisis kualitatif, cara mendeskripsikan dan

menganalisis objek penelitian. Yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber

yang berkaitan dengan topik. Berusaha mendapatkan gambaran yang jelas

mengenai semua faktor-faktor dan kekuatan-kekuatan yang terdapat di dalam

masalah dan berusaha mengetahui kemungkinan hubungan antara faktor- faktor

dan kekuatan- kekuatan itu.15 Untuk kemudian dilakukan analisis dan akhirnya

mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan ini merujuk pada Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.

14

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hal.3.

15

Moehar Daniel, Metode Penelitian Sosial Ekonomi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003), h. 17.

(19)

F. Kajian Pustaka Terdahulu

Adapun kajian pustaka terdahulu yang digunakan dari penulisan ini adalah:

1. Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Wina Tresa Rahayu

(Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang berjudul

Otoritas Moneter Masa Abbasiyah Kajian Pemikiran Moneter Ibnu Khaldun.

Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2002 ini fokus pada masa peralihan

khalifah Abbasiyah ke kuasaan Dinasti Moghul dengan merujuk pada pemikiran

Ibnu Khaldun. Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Wina

jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak

pada salah satu objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah Pemikiran M.

Umer Chapra tentang Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang

Implementasinya di Indonesia.

2. Penelitian kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Jalalludin (Mahasiswa

Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang berjudul Dinar dan

Dirham; Mengasas Standarisasi Sistem Moneter Islam. Penelitian yang

dilaksanakan pada tahun 2003 ini mempunyai fokus pada penjelasan mengenai

konsep uang dalam Islam, standar mata uang universal yang layak menurut Islam.

Dari sisi metode penelitian, penelitian yang dilakukan Jalalludin menggunakan

kajian kepustakaan. Penelitian yang dibuat oleh Jalalludin jelas berbeda dengan

penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak pada salah satu objek

penelitian. Objek penelitian penulis adalah Pemikiran M. Umer Chapra tentang

Instrumen Kebijakan Moneter dan Peluang Implementasinya di Indonesia.

(20)

Namun konsep uang yang diutarakan bisa membantu penulis sebagai salah satu

sumber data.

3. Penelitian ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Cepi Cahyana

(Mahasiswa Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) yang berjudul

Arah Kebijakan Moneter Sebelum Reshufle Kabinet Indonesia Bersatu. Penelitian

yang dilaksanakan pada tahun 2006 ini fokus pada penjelasan mengenai cara

mencapai tujuan strategis komprehensif negara selain dari berusaha mencapai

distribusi dan kesejahteraan yang wajar. Dari sisi metode penelitian, penelitian

yang dibuat oleh Cepi Cahyana menggunakan kajian kepustakaan. Penelitiannya

jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak

salah satunya pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah Pemikiran

M. Umer Chapra tentang instrumen kebijakan moneter dan peluang

implementasinya di Indonesia. Namun, pembahasan tentang kebijakan moneter

yang diutarakan bisa membantu penulis sebagai salah satu sumber data.

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa sub

bab. Agar mendapat arahan dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis

dalam skripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa hal dalam pembahasan sebagai

berikut:

Pada bab pertama yaitu pendahuluan yang akan membahas latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, kajian pustaka terdahulu dan sistematika penulisan.

(21)

Pada bab kedua yaitu kebijakan moneter Islam yang akan membahas

mengenai sistem moneter, sumber-sumber ekspansi moneter, dan sistem bagi hasil

dan margin dalam moneter Islam.

Pada bab ketiga yaitu pemikir ekonomi Islam M. Umer Chapra yang akan

membahas mengenai pendidikan M. Umer Chapra dan karya-karya M. Umer Chapra.

Pada bab keempat yaitu peluang pemikiran M. Umer Chapra di Indonesia

yang akan membahas tentang pemikiran M. Umer Chapra tentang instrumen

kebijakan moneter Islam, kebijakan moneter di Indonesia dan analisis peluang

implementasinya di Indonesia.

Pada bab kelima yaitu penutup yang akan berisikan kesimpulan dan saran.

(22)

BAB II

KEBIJAKAN MONETER DALAM ISLAM

A. Sistem Moneter Islami

Kebijakan moneter bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi terdapat

interdependensi terhadap berbagai variabel dalam perekonomian. Di satu sisi,

kebijakan moneter banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian, di

sisi lain kebijakan moneter secara langsung juga mempengaruhi kondisi moneter dan

keuangan yang pada gilirannya akan membawa pengaruh terhadap kondisi sektor riil

atau sektor nyata.16

Kebijakan moneter merupakan instrumen bank sentral yang sengaja dirancang

sedemikian rupa untuk mempengaruhi variabel-variabel finansial seperti suku bunga

dan tingkat penawaran uang. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara

kestabilan nilai uang baik faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang

mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi

pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar,

pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang

optimum dan stabilitas ekonomi.17

Wujud bunga berikut dengan karakteristiknya yang menjanjikan suatu

keuntungan yang tetap atas sejumlah uang pada masa yang akan datang (fixed and

16

Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 9.

17

Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Suatu Pengantar (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), h. 255.

(23)

pre-determined return) dalam perekonomian, menciptakan sebuah aktifitas yang khas dalam perekonomian secara keseluruhan. Keberadaan bunga ini kemudian juga

menimbulkan konsekwensi-konsekwensi yang begitu mendasar dalam

perekonomian.18

Dalam sistem moneter konvensional instrumen yang dijadikan alat kebijakan

moneter moneter, pada dasarnya ditunjukkan untuk mengendalikan uang beredar

(money supply) di masyarakat baik perorangan, kelompok, atau unit usaha. Dengan begitu kebijakan moneter dengan instrumennya (bunga) akan mampu mengendalikan

preferensi si pemilik dana untuk tidak bermain di pasar keuangan yang akan

mempengaruhi kestabilan ekonomi baik melalui pasar keuangan maupun prilaku

konsumtif. Sementara dalam Islam secara alami sistem tidak akan memiliki

kecenderungan seperti konvensional, system tidak memperkenankan praktek-praktek

spekulasi dan menganjurkan prilaku konsumsi yang hemat. Islam tidak

memperkenankan bunga eksis di pasar, dengan demikian tidak ada kecenderungan

money creation melalui sektor perbankan yang kemudian menggelembungkan jumlah uang dimana semakin memperlebar ketimpangan sektor moneter dan riil. Disamping

itu absensi bunga dalam ekonomi bermakna pula tidak ada faktor yang menggoda

para pemegang dana untuk menahan uang mereka di pasar keuangan, dimana

semakin berkembang pasar keuangan semakin besar pula uang yang tertahan dan ini

pun bermuara pada semakin dalamnya jurang perpedaan antara sektor moneter dan

riil. Sehingga, melihat dasar filosofi ini, fokus pada money supply untuk menset

18

Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern (T.tp: PARADIGMA & AQSA Publishing, 2007), h. 250.

(24)

kebijakan moneter beserta instrumennya berupa tingkat bunga tertentu menjadi tidak

relevan.

Fokus kebijakan moneter Islam lebih tertuju pada pemeliharaan berputarnya

sumber daya ekonomi, dimana ini menjadi inti ekonomi Islam pada semua bentuk

kebijakan dan ketentuan yang diperkenankan oleh syariah. Dengan demikian dalam

Islam, secara sederhana para regulator harus memastikan tersedianya usaha-usaha

ekonomi dan produk keuangan syariah yang mampu menyerap “potensi investasi”

masyarakat, atau ketentuan-ketentuan yang mendorong preferensi penggunaan

“potensi investasi” pada usaha produktif terjadi. Dengan begitu waktu memegang

uang oleh setiap pemilik dana akan ditekan seminimak mungkin, dimana waktu

tersebut sebenarnya menghambat velocity. Dengan kata lain penyediaan regulasi berupa peluang usaha, produk-produk keuangan syariah serta ketentuan lainnya

berkaitan dengan arus uang di masyarakat. Akan semakin meningkatkan velocity

dalam perekonomian. Dengan demikian perhatian regulasi moneter tidak tertuju pada

konsep money supply seperti yang dianut konvensional, tetapi lebih pada velocity

perekonomian.

Salah satu ajaran Islam yang terpenting untuk menegakkan keadilan dan

penghapusan eksploitas dalam transaksi bisnis adalah dengan melarang semua bentuk

peningkatan kekayaan secara tidak adil. Salah satu sumber penting peningkatan

kekayaan yang tidak diperbolehkan adalah menerima keuntungan moneter dalam

sebuah transaksi bisnis tanpa memberikan suatu imbalan setimpal yang asil. Riba

(25)

mewakili dalam sistem nilai Islam suatu sumber utama keuntungan yang tidak

diperbolehkan.19

Sistem keuangan Islam sesungguhnya merupakan pelengkap dan

penyempurna sistem ekonomi Islam yang berdasarkan kepada produksi dan

perdagangan, atau yang dikenal dengan istilah sektor riil. Kegiatan yang tinggi dalam

bidang produksi dan perdagangan akan mempertinggi jumlah uang beredar,

sedangkan kegiatan ekonomi yang akan berakibat rendahnya perputaran dan jumlah

uang beredar.20

Di dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Uang adalah barang khalayak

masyarakat luas. Uang bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak

memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara modal adalah barang pribadi

atau perorang. Jika uang sebagai flow concept sementara modal adalah stock concept.21

Dalam kehidupan ekonomi, uang mempunyai peranan yang cukup penting di

antaranya, uang merupakan standar nilai atas kegiatan ekonomi yang ada, baik

konsumsi, produksi, atau refleksi atas kekayaan dan penghasilan. Uang dapat

memudahkan kita dalam melakukan barter atas barang dan jasa diantara individu

masyarakat.22

Dalam sebuah perekonomian Islam, permintaan terhadap uang akan lahir

terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang ditentukan pada

19

Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Gema Insani Press: Jakarta, 2000), hal. 20. 20

Nurul Huda, dkk., Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 168.

21

Eko Suprayatino, Ekonomi Islam: Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), h. 197.

22

Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 42.

(26)

umumnya oleh tingkatan pendapatan uang dan distribusinya. Permintaan terhadap

uang karena motif spekulasi pada dasarnya didorong oleh fluktuasi suku bunga pada

perekonomian kapitalis. Suatu penurunan dalam suku bunga dibarengi dengan

harapan tentang kenaikannya akan mendorong individu dan perusahaan untuk

meningkatkan jumlah uang yang dipegang. Karena suku bunga seringkali berfluktuasi

pada perekonomian kapitalis, terjadilah perubahan terus-menerus dalam jumlah uang

yang dipegang oleh publik.23

Keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang

terpenting, ketidakadilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitas nilai

tukar uang akan mengakibatkan perekonomian tidak berjalan pada titik

keseimbangan. Hal ini akan semakin mempersulit untuk merealisasikan keadilan

dalam sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial. Ibn Khaldun mengatakan bahwa

suatu negara tidak akan mungkin mampu melakukan pembangunan secara

berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang dianutnya. Stabilitas

harga berarti terjaminnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian

akan relatif berada dalam kondisi yang memungkinkan teralokasinya sumber daya

secara merata, terdistribusinya pendapatan, optimum growth, full employment dan stabilitas perekonomian.24 Dengan demikian wajib menjaga nilai uang dengan

mengatur jumlah uang beredar sesuai dengan kebutuhan.

23

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, h. 134. 24

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 179.

(27)

B. Fungsi dan Tujuan Kebijakan Moneter Islam

Fungsi utama sistem moneter adalah melengkapi kebutuhan transaksi

masyarakat, khususnya dalam rangka menumbuhkan ekonomi. Fungsi ini harus

menjamin bahwa pertumbuhan moneter adalah memungkinkan dan excessive atau

deficien. Oleh karena itu, kita perlu melihat dan mengontrol sumber-sumber ekspansi moneter.25

Menurut M. Umer Chapra, bahwa tujuan dan fungsi yang paling penting

adalah: (a) kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimum, (b) keadilan sosioekonomi dengan pemerataan

distribusi pendapatan dan kesejahteraan, (c) stabilitas dalam nilai uang sehingga

memungkinkan medium of exchange dapat dipergunakan sebagai bagian satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran, dan nilai tukar yang

stabil, (d) penagihan yang efektif dan semua jasa biasanya diharapkan dari sistem

perbankan.26

Tujuan dari meningkatkan lapangan kerja yang merupakan sebuah cara

penting untuk meningkatkan kondisi rakyat miskin telah terhambat pula dengan

adanya pengangguran yang menjadi problem utama.27 Yang lebih mengkhawatirkan

adalah tingkat pengangguran generasi muda yang lebih tinggi dari tingkat rata-rata,

karena akan merugikan harga diri mereka, mengurangi kepercayaan mereka di masa

depan, meningkatkan rasa permusuhan mereka terhadap masyarakat, dan merugikan

25

Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Salemba Empat, 2002), h. 10-11.

26

Ibid., h. 16. 27

M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi Islamisasi Ekonomi Kontemporer (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), h. 142.

(28)

kemampuan dan potensi mereka. Satu-satunya perangkat yang tersedia dalam strategi

Negara sejahtera untuk meningkatkan kesempatan kerja adalah tingkat pertumbuhan

yang tinggi.

Sangatlah perlu memperkuat nilai-nilai moral dengan melakukan

restrukturisasi sosioekonomi dalam suatu cara yang memungkinkan individu

memenuhi kepentingan diri mereka hanya dalam batas-batas kesejahteraan social dan

stabilitas ekonomi. Restrukturisasi itu harus bertujuan:

1. Mentransformasi faktor manusia dalam pembangunan untuk menjadikannya

mampu berperan aktif dan konstruktif dalam alokasi sumber daya yang efisien

dan merata,

2. Mereduksi konsentrasi kepemilikan sarana-sarana produksi yang kini sedang

berjalan sebanyak mungkin untuk melengkapi peran transformasi moral dalam

meminimalkan pengaruh kekuasaan dan kekayaan dalam alokasi dan distribusi

sumber-sumber daya,

3. Mengeliminasi atau meminimalkan segala bentuk konsumsi “berlebihan” dan

“tidak perlu” baik pada tingkat swasta maupun pemerintah dalam rangka

meningkatkan tabungan dan memperbesar volume sumber daya yang tersedia

untuk investasi dan pemenuhan kebutuhan,

4. Melakukan reformasi sistem keuangan sedemikian rupa sehingga mampu

berperan secara komplementer dalam rekstrukturisasi di atas.28

28

M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 83.

(29)

Fungsi uang sebagai medium of exchange dapat digunakan dan diterima sebagai alat pembayaran. Sebelum ditemukannya koin, komoditi seperti hewan ternak

berfungsi sebagai uang, begitu juga dengan logam seperti emas dan perak yang

digunakan pada masa lampau. Koin Eropa yang dikenal modern saat itu sebenarnya

berasal dari Bizantium dan negara Muslim yang diperkirakan ditemukan pada abad

ke-17 pada masa Islam. Ada tiga tahap perkembangan fungsi uang, yaitu commodity money, token money dan deposit money.

Commodity money sebagai medium of exchange yang mempunyai nilai komoditi apabila komoditi tersebut digunakan bukan sebagai uang. Sebagai medium of exchange terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan:

1. Kelangkaan (Scarcity), supply dari medium of exchange haruslah terbatas. Apabila tidak, maka nilai pertukaran dari komoditi tersebut tidak ada.

2. Daya tahan (durability), jelas bahwa medium of exchange harus taham lama dan hal ini berhubungan dengan fungsi ketiga dari uang secara konvensional yaitu

sebagai store of value.

3. Nilai tinggi, sebagai medium of exchange sangatlah nyaman apabila unit tersebut mempunyai nilai tinggi sehingga tidak membutuhkan jumlah yang banyak

(kuantiti) dalam melakukan transaksi.

Dari uraian tentang kualitas di atas, jelas bahwa logam (emas dan perak)

sebagai medium of exchange di masa lalu, memenuhi persyaratan di atas. Tetapi seiring dengan semakin meningkatnya volume dan kompleksitas dari pertukaran

tersebut, maka logam (emas dan perak) tersebut menjadi tidak memuaskan

(inconvenient). Perkembangan perdagangan dan skala bisnis yang semakin tinggi

(30)

melebihi kemampuan uang sebagai bentuk yang efisien untuk transaksi keuang yang

besar, maka akan digunakan bentuk lain dari uang.29

Token money, goldsmith (orang yang meminjamkan uang) dan para bankir menyadari bahwa meminjam komoditi (seperti emas dan perak) dan kemudian

mengeluarkan tanda penerimaan (receipt) akan menghasilkan keuntungan. Mereka akan memberikan bunga atas deposit koin emas dan perak. Apabila harga emas

batangan naik dan daya beli koin turun, maka mereka dapat melebur koin tersebut

menjadi bentuk batangan, atau bila harga di luar lebih tinggi dari harga di dalam

maka mereka akan menjual ke luar. Kedua aktivitas tersebut akan memberikan

keuntungan. Semakin tanda terima (receipt) yang berputar di antara para depositor, maka goaldsmith dan para bankir akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk menggunakan emas dan perak tersebut dan memperoleh lebih banyak keuntungan.

Karena stabilitas nilai uang adalah tanggung jawab pemerintah, maka pencetakan

uang dimonopoli oleh pemerintah dan masyarakat dilarang untuk mencetak dan

mengedarakan uang palsu. Sejalan dengan waktu, uang logam ini kemudian

digantikan dengan paper notes dan mata uang (uang legal atau M 1).

Deposit money, semakin pesatnya pertumbuhan industri dalam rangka memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat, mengakibatkan semakin tingginya

kebutuhan uang dalam jumlah besar, misalnya untuk keperluan pembangunan pabrik,

pembelian mesin, pembelian bahan baku dalam jumlah besar, pengiriman barang

dalam jumlah besar, juga transaksi antarnegara dalam jumlah besar. Untuk itu

29

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 83-85.

(31)

dibutuhkan perubahan di bidang keuangan, terutama tentang cara pembayaran.

Banyak para pengusaha membayar tagihan mereka dengan menggunakan cheques. Hanya pengeluaran kecil, gaji para karyawan, dan transportasi yang dibayar dengan

tunai. Pihak yang menerima pembayaran akan memasukkan uang tersebut ke bank

mereka.30

Walaupun suku bunga dihapuskan dan tidak terdapatnya suatu kebijakan

pasar terbuka, namun sejumlah alat kebijakan moneter seperti rasio cadangan tunai,

rasio likuiditas, pembiayaan dan imbauan moral dalam suatu perekonomian Islam

yang dapat digunakan secara sah, sebagai komponen yang sangat penting dalam

kebijakan-kebijakan stabilitas, distribusi, dan pertumbuhan. Di samping itu, karena

pengaruh gerakan modal internasional, maka kebijakan moneter akan mempunyai

keuntungan khusus dalam menentukan neraca keseimbangan pembayaran.31

Sebuah negara tidak boleh menjalankan otoritanya secara semena-mena.

Justru negara harus menggunakan kekuasaanya untuk memungkinkan pasar berfungsi

dengan baik dan menciptakan suatu lingkungan yang tepat bagi realisasi

pembangunan dan keadilan. Negara hendaknya merupakan lembaga yang berorientasi

kepada kesejahteraan, moderat dalam berbelanja,menghormati hak milik orang lain

dan menghindari perpajakan yang membebani. Sebagai pemerintah juga hendanya

berfungsi sebagai penolong dan membantu rakyat dalam menjalankan usaha mereka

secara lebih efesien, mencegah mereka dari melakukan hal-hal yang berbahaya dan

30

Ibid., h. 86. 31

M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 214-215.

(32)

menghapuskan segala bentuk ketidak adilan.32 Dengan demikian, maka sebuah

pemerintahan itu akan menjamin berlakunya syariah, dan berperan sebagai fasilitator

pembangunan manusia dan kesejahteraan.

C. Kesehatan Moneter

Untuk menjamin bahwa pertumbuhan moneter “mencukupi” dan tidak

“berlebihan”, perlu memonitor secara hati-hati tiga sumber utama ekspansi moneter.

Dua diantaranya adalah domestik. Pertama, membiayai defisit anggaran pemerintah

dengan meminjam dari bank sentral. Kedua, ekspansi deposito melalui penciptaan

kredit pada bank-bank komersial. Ketiga, bersifat eksternal, yaitu “menguangkan”

surplus neraca pembayaran luar negeri.33 1. Defisit Fiskal

Tidak ada kontroversi di kalangan para ekonom mengenai apakah defisit

fiskal dapat –dan memang telah dilakukan- menjadi suatu sumber penting bagi

ekspansi moneter “ekspansif”. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengambil sumber-sumber riil pada laju yang lebih cepat dari yang

berkesinanbungan pada tingkat harga yang setabil, dapat menimbulkan peningkatan

defisit fiskal dan mempercepat penawaran uang sehingga menambah laju inflasi.

Bahkan, di negara-negara industri utama, defisit fiskal yang besar telah menjadi

sebab utama kegagalan memenuhi target suplai uang. Hal ini cenderung menggeser

32

Jusmaliani, dkk, Kebijakan Ekonomi dalam Islam (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), h. 34.

33

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h.137.

(33)

beban perjuangan dalam menghapus inflasi pada kebijakan moneter. Akan tetapi,

seperti yang secara sangat tepat dinyatakan oleh para ekonom yang bergabung dalam

Economists Advisory Group Bussiness Research Study, “Makin besar ketergantungan sektor pemerintah kepada sistem perbankan, makin sukar bagi bank sentral untuk

melakukan suatu kebijakan yang konsisten.

Karena itu, kalau tidak ingin kebijakan moneter menjadi kurang efektif atau

terlalu restriktif, harus ada koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk

merealisasikan tujuan-tujuan nasional. Ini menggarisbawahi perlunya suatu kebijakan

fiskal noninflasioner dan realistis di negara-negara muslim. Karena itu, suatu

pemerintah muslim yang bersungguh-sungguh komitmen kepada pencapaian sasaran

ini harus melakukan suatu kebijakan fiskal yang konsisten dengan sasarannya. Ini

lebih penting karena pasar-pasar uang di negara-negara muslim relatif terbelakang

dan kebijakan moneter tidak dapat berperan efektif dalam meregulasi suplai uang,

seperti yang dapat dilakukan dalam kebijakan fiskal. Ini tidak dengan sendirinya

meniadakan defisit fiska, tetapi memaksakan batasan bahwa defisit diperbolehkan

hanya sejauh diperlukan untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang yang

berkesinanbungan dan kesejahteraan yang berbasis luas dalam kerangka harga-harga

yang stabil.34

Bagaimanapun juga, penghapusan defisit fiskal yang “berlebihan” tetap

menjadi sebuah harapan kosong di negara-negara muslim selama penyebab utama

defisit tidak dituntaskan. Di antaranya yang penting adalah sebagai berikut. Pertama,

ketidakmampuan atau ketidaksediaan pemerintah untuk meningkatkan pembiayaan

34

Ibid., h. 137.

(34)

yang memadai melalui perpajakan dan sumber-sumber pemasukan noninflasioner

lainnya untuk memenuhi pengeluaran produktif dan penting lainnya. Kedua,

kurangnya kesediaan pada sisi pemerintah untuk mengeliminasi atau mereduksi

secara substansial pengeluaran mereka yang mubazir dan tidak produktif. Karena itu,

suatu pemerintah Islam harus –jika ingin sesuai dengan nama yang disandangnya-

menghapus kedua sumber penyebab defisit itu. Keseluruhan struktur pajak

negara-negara Muslim perlu di uji secara tidak memihak. Terdapat beberapa sektor dalam

perekonomian negara Muslim yang terkena pajak berlebihan, bukan karena

pertimbangan-pertimbangan sosioekonomi yang rasional, tetapi karena keinginan

untuk memenuhi kepentingan kelompok tertentu. Jika sistem pajak

dirasionalisasikan, ketidakmeratakan dalam sistem akan dapat dihapuskan dan

pelaksaan pajak akan dijalankan dengan baik, pemasukan dari pajak akan dapat

ditingkatkan secara subtansial dengan suatu dampak ekonomi yang lebih baik pada

insentif, output, dan distribusi. Akan tetapi, hal ini bukanlah tugas yang enak karena

masih tersedia sumber-sumber daya yang mudah bagi defisit melalui pinjaman yang

tetap dilirik pemerintah.35

Perlunya mengliminasi pengeluaran yang tidak prouktif dan mubazir

merupakan kewajiban agama bagi setiap muslim. Akan tetapi, terutama bagi

pemerintah, hal ini tidak bisa dihindari karena mereka menggunakan sumber-sumber

daya yang sediakan oleh rakyat sebagai suatu amanah dan menggunakannya secara

mubazir atau tidak produktif merupakan suatu penghianatan terhadap amanah ini.

Sumber-sumber daya yang tersedia di tangan pemerintah untuk membiayai

35

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, h. 138.

(35)

pengeluarannya adalah terbatas di semua negar, termasuk di negara-negara muslim

yang berkembang. Sumber-sumber daya ini perlu dimanfaatkan secara efesien dan

efektif dibarengi perasaan tanggung jawab kepada Allah. Kesungguh-sungguhan

dalam menggunakan dana-dana tidak dapat dicapai hanya dengan mengapuskan

hiasan-hiasan luarnya. Ia memerlukan suatu pandangan yang hati-hati terhadap

keseluruhan program pengeluaran sesuai dengan ajaran-ajaran Islam; memusatkan

perhatian bukan saja pada berapa jumlah yang harus dikeluarkan, tetapi juga

bagaimana hal itu akan dibelanjakan. Kalau hal ini tidak dilakukan, suatu pemerintah

muslim yang tidak bertanggung jawab, akan menemukan sumber-sumber dayanya

kepada pasar tertutup, sehingga akan melakukan pinjaman secara semena-mena dari

bank sentral dan hal ini akan menyebabkan kehancuran perekonomian di samping

menggagalkan realisasi pemenuhan sasaran Islam.

Sesudah semua pengeluaran yang tidak perlu dan mubazir dieliminasi, neraca

pengeluaran pemerintah dapat dibagi menjadi tiga bagian: (a) pengeluaran rutin, (b)

pengeluaran proyek, dan (c) pengeluaran darurat.36

Semua pengeluaran pemerintah rutin, termasuk biaya pada proyek yang tidak

disetujui bagi persiapan bagi hasil, dapat dibiayai oleh penerimaan dari pajak seperti

yang sudah dijelaskan tadi. Ketiadaan pembiayaan lewat utang bagi tujuan ini harus

menjadi rahmat tersembunyi dan membantu memperkenalkan disiplin dalam

pengeluaran pemerintah, yang realisasinya digagalkan oleh kemudahan memperoleh

pembiayaan berbasis bunga. Dalam hal proyek-proyekyang memiliki biaya sangat

tinggi, pembengkakan harus dihindari –seperti yang sudah disebutkan di depan-

36

Ibid., h. 139.

(36)

melalui penentuan waktu yang tepat dan memasang semua proyek dalam suatu

rencana perspektif dan menggunakan leasing atau sewa beli (hire-puchase) selama mungkin.

Jika perlu bagi kemaslahatan umum, proyek-proyek yang disetujui lewat

pembiayaan penyertaan modal, dapat dilakukan pemerintah, tetapi pembiayaan harus

dicapai oleh penjualan saham kepada lembaga-lembaga finansial dan publik. Suatu

penentuan harga yang berorientasi secara komersial, harus diadopsi tanpa dibarengi

dengan subsidi umum. Semua subsidi yang diperlukan bagi orang-orang miskin atau

keluarga kelas menengah yang rendah harus dipersiapkan dari penerimaan pajak,

donasi, atau qardul hasan. Pembiayaan lewat penyertaan modal dan penentuan harga komersial harus dapat menghapuskan beberapa priduk yang kurang diperlukan dan

tidak produktif yang kadang-kadang pemerintah melakukannya untuk memenuhi

kepentingan vested interest. Hal ini tentu saja memerlukan penyeimbangan sosial antara melanyani publik dan produksi swasta sejalan dengan ajaran-ajaran Islam.

Semua pembiayaan darurat, seperti pembiayaan untuk peperangan, yang tidak

dapat dibiayai oleh kedua cara di atas, harus dibiayai dengan pinjaman wajib.

Peperangan berarti pengorbanan dan pengorbanan yang dilibatkan pada orang-orang

kaya hanyalah bunga yang ditiadakan bagi mereka pada pinjaman tersebut.

Peperangan yang tidak diinginkan oleh rakyat dan mereka tidak bersedia untuk

melakukan pengorbanan yang tidak berarti, harus dihindarkan.37

Walaupun demikian, pemerintah dapat dibatasi untuk meminjam bagi

pembiayaan defisit yang tidak dapat dihindarkan dan persiapan-persiapan harus

37

Ibid., h. 139.

(37)

dilakukan untuk memungkinkannya melakukan hal demikian dalam suatu batasan

tertentu, melalui pinjaman bank sentral dalam kerangka noninflasioner, seperti yang

telah disebutkan dan sebagian –namun juga harus dibatasi- dari bank-bank

komersial.38

2. Penciptaan Kredit Bank Komersial

Deposito bank komersial merupakan bagian penting dari penawaran uang.

Sebagai kemudahan untuk analisis, deposito ini dapat dibagi menjadi dua bagian.

Pertama, “deposito primer” yang menyediakan sistem perbankan dengan basis uang

(uang kontan dalam bank + deposito di bank sentral). Kedua, “deposito derivatif”

yang dalam sebuah sistem cadangan proporsional mewakili uang yang diciptakan

oleh bank komersial dalam proses perluasan kredit dan merupakan sumber utama

ekspansi moneter dalam perekonomian dengan kebiasaan perbankan yang sudah

maju. Deposito derivatif demikian akan menimbulkan suatu peningkatan penawaran

uang, seperti halnya mata uang yang dikeluarkan oleh pemerintah atau bank sentral.

Karena ekspansi ini –persis seperti defisit pemerintah- memiliki potensi inflasioner

jika tidak ada pertumbuhan pengganti dalam output, ekspansi dalam deposito

derivatif harus diatur jika pertumbuhan moneter yang diinginkan harus dicapai. Hal

ini dapat direalisasikan dengan mengatur ketersediaan uang basis bagi bank-bank

komersial. Untuk tujuan ini, ketiadaan bunga sebagai mekanisme pengatur akan

berguna. Sebenarnya, ia akan berguna karena akan menghapuskan efek yang

menimbulkan ketidaksetabilan suku bunga yang berfluktuasi, akan menstabilkan

38

Ibid., h. 139.

(38)

permintaan terhadap uang, dan secara subtansial mengurangi amplitude fluktuasi

ekonomi.

3. Surplus Neraca Pembayaran

Hanya sebagian kecil Negara-negara muslim menikmati surplus neraca

pembayaran, sedangkan sebagian besar dari mereka mengalami defisit. Mereka yang

mengalami surplus, surplus itu tidak terjadi dalam sector swasta dan tidak

menyebabkan suatu ekspansi otomatis dalam penawaran uang. Ia terjadi hanya karena

pemerintah menguangkan surplus dengan membelanjakannya secara domestic,

sedangkan defisit neraca pembayaran sektor swasta tidak menggantikan ini secara

memadai. Jika dalam suatu negara dengan suatu surplus, pengeluran pemerintah

diatur menurut kapasitas ekonoi untuk menghasilkan penawaran riil, seharusnya tidak

ada inflasi yang dihasilkan secara internal sebagai akibat dari adanya surplus neraca

pembayaran.

Di negara-negara yang mengalami defisit, sumber utama defisit berasal dari

ekspansi moneter yang tidak sehat dibarengi dengan konsumsi mencolok dari sektor

swasta dan pemerintah melalui defisit transaksi berjalan dan kebocoran modal. Hal

ini tidak dapat dihapuskan tanpa reformasi sosioekonomi pada tingkatan yang lebih

dalam dan kebijakan fiskal maupun moneter sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.39

Dengan tidak adanya suku bunga, uang beredar dapat diatur oleh bank sentral

menurut kebutuhan sektor riil perekonomian dan sasaran-sasaran masyarakt muslim.

Pertumbuhan dalam peredaran uang yang diinginkan (M) dapat diatur untuk

merelisasikan sasaran kesejahteraan berbasis luas dan suatu laju pertumbuhan

39

Ibid., h. 140.

(39)

optimal, tetapi realistis dalam konteks stabilitas harga. Target dalam (M) ini akan

dapat dicapai dengan menghasilkan pertumbuhan yang diinginkan dalam uang

berdaya tinggi melalui suatu kombinasi defisit fiskal dan pinjaman mudharabah oleh

bank sentral kepada lembaga-lembaga finansial.40

Total kredit yang diberikan kepada sektor pemerintah maupun swasta, akan

dipergunakan untuk tujuan-tujuan kesejahteraan sosial seperti mengentaskan

kemiskinan, mencapai pertumbuhan kesempatan kerja yang tinggi, dan menegakkan

keadilan sosioekonomi. Hal itu tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan vested interest dan menambah konsentrasi kekayaan, tetapi juga akan memenuhi kebutuhan masyarakat secara lebih efektif daripada yang dimungkinkan dalam sistem perbankan

konvensional. 41

Dalam keseluruhan pengeluaran, baik dalam sektor pemerintah maupun

swasta, sebagai konsekuensi dari disiplin yang diperkenalkan dalam pengeluaran

konsumsi dan investasi. Hal ini akan digantikan oleh sejumlah keuntungan. Pertama,

ia akan membantu pertumbuhan yang lebih sehat dalam uang beredar. Kedua, ia akan

meminimalkan permintaan terhadap uang untuk pengeluaran yang tidak esensial dan

mubazir serta pembiayaan bagi proyek-proyek yang meragukan dan sia-sia. Ketiga, ia

akan menimbulkan peningkatan dalam aliran pembiayaan bagi tujuan-tujuan

produktif di samping distribusinya yang luas di kalangan sejumlah besar pelaku

bisnis dan memperbaiki alokasi di antara berbagai sektor ekonomi. Hal ini diharapkan

akan menjamin suatu produksi serta distribusi barang dan jasa yang memadai yang

40

M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, h. 162. 41

Ibid., h. 163.

(40)

dibutuhkan oleh sebagian besar anggota masyarakat sesuai dengan perencanaan yang

berorientasi kepada nilai. Keempat, instabilitas yang ditimbulkan oleh

perubahan-perubahan dalam suku bunga dan fluktuasi dalam pengeluaaran agregat, akan dapat

dikurangi secara subtansial.42 Dengan demikian pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan akan menimbulkan suatu dimensi yang sehat dalam perekonomian

dan membantu siapa saja.

42

M. Umer Chapra, Al Qur’an Menuju Sistem Moneter yang Adil, h. 196.

(41)

BAB III

PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM M. UMER CHAPRA

A. Pendidikan M. Umer Chapra

M. Umer Chapra adalah seorang pakar ekonomi berkebangsaan Pakistan yang

kemudian menetap dan mendapatkan kebangsaan Saudi. Beliau dilahirkan pada

tanggal 1 Februari 1933 di anak benua India yang pada waktu itu belum terbagi

menjadi Pakistan dan India. Ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra

dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia tumbuh menjadi sosok

yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk orang yang

berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang baik. Masa

kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia

pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar

Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa

lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai

empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan Ayman.43

Dalam karir akademiknya M. Umer Chapra dari kecil sudah memperlihatkan

kecerdasan sehingga pada ujian mendapatkan medali emas dari universitas Sind pada

tahun 1950 dengan prestasi yang diraihnya sebagi urutan pertama dalam ujian masuk

43

Ekonomi Syariah, “Dr. M. Umer Chapra,” artikel diakses pada 15 Juni 2010

http://blogekonomisyariah.wordpress.com/2010/03/30/dr-m-umer-chapra-tokoh-ekonomi-islam-kontemporer/. html

(42)

dari 25.000 mahasiswa.44 Setelah itu, beliau melanjutkan jenjang pendidikan

perguruan tinggi di University of Karachi dan memperoleh gelar B. Com. pada tahun 1954 dan M. Com. pada tahun 1956. Beliau akhirnya menyelesaikan program Ph.D.

dalam bidang ekonomi di University of Minnesota pada tahun 1961.45

Semasa menjadi mahasiswa, beliau telah berusaha untuk mempelajari

ajaran-ajaran Islam yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi. Tidak lama setelah

kembalinya ke Pakistan dari AS pada tahun 1961, M. Umer Chapra bergabung dalam

Center Institute of Islamic Research dan berkutat selama 2 tahun dan secara sistematis mengkaji gagasan-gagasan dan prinsip-prinsip yang tertuang dalam tradisi

Islam yang menurut pandangannya, dapat memenuhi premis intelektual bagi sebuah

sistem ekonomi yang sehat. Upaya ini yang kemudian ditingkatkan dan dimatangkan

oleh kajian dan refleksinya yang mendalam, telah menghantarkan kepada bukunya

yang berjudul, The Economic System of Islam: A Discussion of Its Goals and Nature

(London, 1970).46

Pada tahun 1964, M. Umer Chapra berangkat kembali ke AS. Setelah

mengajar ekonomi di beberapa Universitas di AS selama beberapa tahun, beliau

bergabung dengan Saudi Arabian Monetery Agency sebagai penasihat ekonominya. Asosiasinya yang lama dengan organisasinya ini, telah memberikan beliau segudang

pengalaman langsung dengan aspek operasional kompleks dari keuangan dan

finansial masa kini. Kendati beliau berhubungan dengan tugas-tugas profesional yang

44

Luqman, “Dr. M. Umer Chapra, ekonom muslim kontemporer,” artikel diatas diakses pada 14 Juni 2010 dari http://luqmannomic.wordpress.com/2007/07/28/dr-m-umer-chapra-ekonom-muslim-kontemporer. html

45

M. Umer Chapra, Reformasi Ekonomi Sebuah Solusi Perspektif Islam (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. ix.

46

Ibid. h. xii

(43)

berkaitan dengan kebijakan moneter, beliau tetap sebagai sarjana. Beliau tidak pernah

berhenti belajar dan berpikir mengenai karakteristik suatu sistem moneter, dan

kenyataannya, suatu sistem ekonomi yang suatu saat dapat menjadi Islami dan layak

berjalan. Beliau percaya bahwa sebuah sistem moneter yang adil dapat ditegakkan

hanya pada prinsip-prinsip Islam. Diktrin yang mendominasi dunia -kapitalisme,

sosialisme, komunisme dan doktrin Negara kesejahteraan- semuanya terlalu lemah

untuk membimbing manusia dalam upayanya menegakkan sistem ekonomi yang

mengkombinasikan kemajuan ekonomi dan keadilan serta menjamin standar hidup

yang lebih tinggi yang melaju sama cepatnya dengan standar moral yang tinggi. Ini

adalah fokus utama M. Umer Chapra dalam bukunya yang berjudul, Toward a Just Monetery System (Leicester, 1985).47

Beliau mempunyai pengalaman luas dalam mengajar dan riset di bidang ilmu

ekonomi. Nama beliau selalu melekat dengan sejumlah lembaga-lembaga riset

akademik bergengsi seperti Institute of Development Economics dan Central Institute of Islamic Research, Pakistan. Beliau telah mengajar pada Universitas Wisconsin, Plattville, dan Kentucky, Lexington, USA. Selama dua puluh tahun terakhir, beliau

telah mengabdi sebagai ekonom senior Saudi Arabia Moneter Agency. Beliau menguasai betul perspektif pengetahuan barat maupun Islam dalam ilmu ekonomi

dan kemasyarakatan. Dalam lima belas tahun terakhir, beliau secara mendalam

terlibat dalam pengembangan pendekatan Islam pada ilmu ekonomi. Karyanya yang

47

M. Umer Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. xvi-xvii.

(44)

pertama, Toward a Just Monetary Syatem memperoleh pujian dari kalangan masyarakat dunia Islam dan telah membawanya memperoleh medali bergengsi, yaitu

Islamic Development Bank Award karena pengabdiannya pada ekonomi Islam (1990) dan King Faisal International Price untuk kajian Islam (1990). Dengan demikian M. Umer Chapra adalah pakar yang kompeten, yang dapat berbicara secara lebih

fundamental, mengenai persoalan-persoalan sistem perekonomian saat ini.48

Kritis dan kontruktif itulah corak pemikirannya yang telah banyak

mempengaruhi ekonom muslim di dunia. Mazhab pemikirannya beraliran

mainstream( mempertahankan pendapat orang banyak). Dimana tokoh tokoh aliran

ini berpendapat bahwa masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan

pandangan konvensional. Yaitu sumber daya itu terbatas. Setidaknya menjadi aspek

pemikiran beliau yang tergambar pada karya-karyanya. Motif utama pemikirannya

adalah spiritualisasi pemikiran dan kesejahteraan sosial, dengan menjadikan

kehidupan yang selaras antara kebahagiaan di dunia dan akhirat. Motif ini tergambar

dalam bukunya Islam and the Economic Challenge. Dalam bukunya The future of economic: an Islamic Perspective beliau banyak merujuk kitab kitab klasik terutama konsep ibnu koldun. Beliau menformulasikan konsep Ibnu Khaldun menjadi siklus

yang mudah di mengerti dan di visualisasikan. Bukunya ini sangat dikagumi oleh

Prof. Samuel hayes III dari Harvard dan sarjana-sarjana terkemuka Jerman, Spanyol,

Inggris. DR. Murad hofman dari Jerman memberikan berkomentar kalau buku ini

48

Ibid., h. xvi.

(45)

adalah buku yang sangat penting pada abad ini untuk kebangkitan islam.49

Demikianlah sekilas tentang pemikir ekonomi Islam M. Umer Chapra.

B. Karya-karyanya M. Umer Chapra

Beliau terkenal dengan kontribusinya mengenai perkembangan ekonomi

Islam selama 3 dekade. Beliau sangat dihormati atas pandangan dan pendekatan

ilmiahnya.50 M. Umer Chapra telah menulis tak kurang 16 buah buku dan monograf

serta lebih dari 100 paper dan review buku-buku. Beberapa diantara buku, monograf

dan paper itu telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, antara lain: Arabic,

Bangladesh, Perancis, Indonesian, Jepang, Malaysia, Persia, Polandia, Spanyol, Turki

dan Urdu.

Berkat kontribusinya yang beragam bagi ekonomi Islam, tahun 1989

M. Umer Chapra memperoleh penghargaan King Faishal Internasional in Award Islamic Studies, serta penghargaan dari Islamic Development Bank Award in Islamic Economics sebagai tokoh penulis terbaik yang memberikan sumbangan alternatif solusi praktek ekonomi skala internasional.51

Beberapa karya tulisan Umer Chapra adalah sebagai berikut:

49

Eko Susanto. “biografi DR.M. Umer Chapra,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://indonesiakiblatekonomiislamdunia.blogspot.com/2009/06/biografi-drm-umer-chapra.html

50

Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi (Jakarta: Granada Press, 2007), h. 263. 51

Willy Mardian, “Lebih Dekat Dengan Dr Muhammad Umer Chapra,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari

http://telagaalkautsar.multiply.com/journal/item/161/Lebih_Dekat_Dengan_Dr_Muhammad_Umer_C hapra_. html

(46)

1. Menuju Sistem Moneter (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1985).

2. Sistem Ekonomi Islam (diterbitkan secara bersamaan oleh Pusat Islam, London, dan University of Karachi - 1970).

3. Tujuan Ekonomi Islam Orde (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1979) - tulisan ini merupakan dua bab pertama buku itu, Sistem Ekonomi Islam (London: Islam

Dewan Eropa, 1975)

4. Negara Kesejahteraan Islam dan Peranan dalam Ekonomi (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1979). Makalah ini pertama kali dipresentasikan pada Konferensi

Ekonomi Islam di Mekah pada bulan Februari 1976 di bawah naungan Raja

Abdul Aziz Universitas dan diumumkan dalam Khurshid Ahmad dan Zafar Ishaq

Ansari, Islamic Perspectives (Leicester, UK: Yayasan Islam, 1979).

5. Islam dan Tantangan Ekonomi (Leicester, UK: Yayasan Islam; dan Washington, DC: IIIT, 1992)

6. Islam dan Pembangunan Ekonomi: Strategi Pembangunan dengan Stabilitas dalam terang Kehakiman dan pengajaran Islam (Washington, DC, dan Islamabad, IIIT, 1994).

7. Apa itu Ekonomi Islam? (Jeddah, IRTI / IDB, No 9 di Hadiah Kuliah 'Pemenang Seri IDB itu, 1996).

8. Masa Depan Ekonomi Sebuah Perspektif Islam (Leicester, UK: Yayasan Islam, 2000).

9. Dengan Khan Tariqullah, Peraturan dan Pengawasan Bank Islam (Jeddah: IRTI / IDB, Occasional Paper No 3, 2000).

(47)

10.Larangan Bunga: Apakah Make Sense? (Jakarta: Gerakan Dakwah Islam, Agustus 2001).

11.Dengan Habib Ahmed, Corporate Governance di Lembaga Keuangan Islam

(Jeddah: IRTI / IDB, Occasional Paper No 6, 2002).

12.Ekonomi dan Keuangan Reformasi: Dasar dari Arsitektur Baru (Durban: Islam Gerakan dakwah, Agustus 2004).

13.Muslim Peradaban: Penyebab Kemunduran dan Kebutuhan untuk Reformasi

(Leicester, UK: Yayasan Islam, 2008).

14.Visi Islam Pembangunan di Terang Maqasid al-Syariah (Jeddah: IRTI / IDB, 2008 dan Washington: Institut Internasional Pemikiran Islam, 2008).

15.Krisis Keuangan Global: Beberapa Saran untuk Reformasi Arsitektur Keuangan Global di Cahaya Keuangan Islam (Kyoto, Jepang: Pusat Penelitian Studi Wilayah Islam, Kyoto University, 2008).52

Buku pertamanya, Towards a Just Monetary System, Dikatakan oleh Profesor Rodney Wilson dari Universitas Durham, Inggris, sebagai "Presentasi terbaik

terhadap teori moneter Islam sampai saat ini" dalam Bulletin of the British Society for Middle Eastern Studies (2/1985, pp.224-5). Buku ini adalah salah satu fondasi intelektual dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern

sehingga buku ini menjadi buku teks di sejumlah universitas dalam subjek tersebut.53

52

M. Umer Chapra,“Buku dan Karya Tulis,” artikel diakses pada 14 Juni 2010 dari http://www.muchapra.com. html.

53

BSO KSEI FE UNJ, “Tokoh : M. Umer Chapra,” artikel ini diakses pada 15 Juni 2010 dari

Referensi

Dokumen terkait