• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

KINERJA UMKM TAHU DI KABUPATEN BOGOR DENGAN GAYA

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI VARIABEL MODERATOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Andina Dyah Rahmadhani Aditya

(4)

RINGKASAN

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator. Dibimbing oleh HENY K.S DARYANTO dan BURHANUDDIN

Kewirausahaan telah menjadi perhatian penting dalam mengembangkan pertumbuhan sosio ekonomi suatu negara. Semakin maju suatu negara, semakin banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya kewirausahaan. Kemandirian ekonomi suatu negara khususnya Indonesia dapat dibangun melalui kewirausahaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kewirausahaan memiliki peranan yang cukup penting terhadap perekonomian negara dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia. Konsep kewirausahaan dapat diterapkan pada beberapa sektor, salah satunya adalah sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. UMKM kurang lebih memberikan kontribusi sebesar 50 persen terhadap PDB nasional dan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan.

Sektor UMKM memiliki peran yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Akan tetapi, pada kenyataannya peningkatan daya saing UMKM sering menghadapi kendala karena skala ekonomi kecil dan ketersediaan sumber daya yang terbatas. Salah satu UMKM yang mengalami kendala tersebut adalah UMKM pembuatan tahu di Kabupaten Bogor. Kecenderungan umum yang terjadi dalam lingkungan bisnis saat ini adalah pemendekan produk dan siklus hidup model bisnis. Akibatnya, laba usaha yang didapatkan saat ini tidak menentu dan bisnis perlu terus-menerus mencari peluang baru. Orientasi kewirausahaan merupakan proses suatu perusahaan dalam menjalankan bisnis (strategi bisnis) untuk menciptakan kinerja yang baik. Berdasarkan identifikasi kondisi bisnis atau usaha yang dijalankan, para pelaku usaha pembuatan tahu dapat mengambil manfaat dari mengadopsi atau mengimplementasikan orientasi kewirausahaan. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usahanya 2) menganalisis dimensi yang membentuk orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usaha dan 3) menganalisis pengaruh orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor terhadap kinerja usaha dengan gaya pengambilan keputusan sebagai variabel moderatornya.

(5)

literatur-literatur, baik yang didapat di perpustakaan maupun dari tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu mengenai kajian kewirausahaan, orientasi kewirausahaan, serta kinerja UMKM, baik dari media cetak (tabloid dan majalah), maupun media elektronik (internet). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, penyimpan data elektronik, dan alat pencatat. Analisis yang digunakan yaitu dengan analisis deskriptif dan kuantitatif Partial Least Square

(PLS) dengan program SmartPLS.

Hasil penelitian ini menunjukkan Faktor-faktor yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pada pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor terdiri dari sumberdaya, karakteristik usaha, lingkungan eksternal, dan peran pemerintah. Faktor yang paling berpengaruh terhadap orientasi kewirausahaan adalah sumberdaya. Faktor orientasi kewirausahaan yang berpengaruh selanjutnya adalah lingkungan eksternal, karakteristik usaha dan yang terakhir adalah peran pemerintah. Tingkatan faktor yang berpengaruh terhadap orientasi kewirausahaan tersebut dilihat dari hasil outer loading dan penelitian di lapang. Dimensi orientasi kewirausahaan yang terlihat pada pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor adalah keinovatifan, proaktif, berani mengambil risiko, agresivitas kompetitif, dan otonomi. Berdasarkan kondisi di lapang dan hasil outer loading

keinovatifan pada pelaku usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor paling terlihat. Salah satu bentuk keinovatifannya adalah keinovatifan pada produk tahu yang diproduksi. Orientasi kewirausahaan berpengaruh secara langsung dengan kinerja usaha. Model pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha menggunakan variabel gaya pengambilan keputusan sebagai variabel moderator. Gaya pengambilan keputusan secara langsung berpengaruh terhadap orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha. Akan tetapi variabel gaya pengambilan keputusan berinteraksi dengan orientasi kewirausahaan berpengaruh negatif terhadap kinerja usaha.

(6)

SUMMARY

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA. The Influence of Entrepreneurship Orientation towards Tofu SME’s Performance in Bogor Regency with Decision Making Style as Moderator Variable. Supervised by HENY K.S DARYANTO and BURHANUDDIN

Entrepreneurship has become an important concern to develop socio-economic growth of the country. The more developed a country, there are many educated people but there are also many unemployed. So that increasingly perceived the importance of entrepreneurship. Economic independence of a country, especially Indonesia can be built through entrepreneurship. Therefore, it can be said that entrepreneurship has an important role on the economy and labor conditions in Indonesia. Entrepreneurship concept can be applied to several sectors, such as Micro Small and Medium Enterprises (SMEs). SMEs provide a substantial contribution to Gross Domestic Product of Indonesia. SMEs contribute about 50 percent to national GDP, and every year tends to increase.

SMEs sector has a considerable role for the overall economic development. However, in fact enhancement the competitiveness of SMEs often face constraints due to the small economies of scale and availability of limited resources. SMEs which are facing the obstacles is the tofu SMEs in Bogor Regency. The general trend which happen in business environment is shortening life cycle of products and business models. As a result, the profit which gotten is uncertain and business need to look for new opportunities. Entrepreneurship orientation is the process of a company to do the business (business strategy) and create a good performance. Based on the identification of business conditions or business carried on, tofu entrepreneur could get benefit from adopting or implementing entrepreneurship orientation. The purpose of this study are 1) to analyze the factors that influence the entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur to improve the business performance 2) to analyze the dimensions of entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur to improve business performance and 3) to analyze the effect of entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur in Bogor Regency towards business performance with decision making style as moderator variable.

(7)

analysis used are descriptive and quantitative analysis Partial Least Square (PLS) with SmartPLS program.

Results of this study indicate factors that influence entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur in Bogor Regency consist of resources, business characteristics, the external environment, and the role of government. The factors that most influence of entrepreneurship orientation is resources. Factors that influence the entrepreneurial orientation next is the external environment, business characteristics and the last is the role of government. Levels of factors that influence the entrepreneurial orientation seen from the outer loading and research in the field. Entrepreneurship orientation of tofu entrepreneur in Bogor Regency are innovativness, proactive, risk-taking, competitive aggressiveness and autonomy. Based on field conditions and outer loading result that innovativness of tofu entrepreneur in Bogor Regency is the most visible. One of innovativness which done by tofu entrepreneur is products innovativness. Entrepreneurship orientation directly affects the performance of the business. Model influence of entrepreneurship orientation towards business performance using a variable decision making style as a moderator variable. Decision making style directly influence the entrepreneurship orientation and business performance. However, decision making style variable interacts with the entrepreneurship orientation negatively affect business performance.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP

KINERJA UMKM TAHU DI KABUPATEN BOGOR DENGAN GAYA

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI VARIABEL MODERATOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja UMKM Tahu di Kabupaten Bogor dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Master pada Program Studi Agribisnis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terdapat sejumlah pihak yang telah memasilitasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih, khususnya kepada:

1) Dr Ir Heny K.S Daryanto, MEc, selaku ketua komisi pembimbing, dan Dr Ir Burhanuddin, MM selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam berbagi ilmu dan pengalaman, serta atas dukungan moril dan materil selama melakukan pembimbingan kepada penulis.

2) Dr Ir Rachmat Pambudy selaku dosen evaluator pada pelaksanaan kolokium proposal penelitian yang telah memberikan banyak arahan dan masukan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.

3) Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji perwakilan program studi pada ujian tesis. 4) Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Dr Ir

Suharno, MADev selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, serta seluruh staf Program Studi Agribisnis atas dorongan semangat, bantuan dan kemudahan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan pada Program Studi Agribisnis. 5) Ibunda tersayang Sulistiani dan ayahanda Sulistioadi atas doanya yang tidak

pernah putus serta kakak-kakak Eka Nurrachman Aditya dan Ayunda Kamasary atas dukungan yang berguna selama penyelesaian studi.

6) Luqman Addinirwan, yang telah memberikan dukungan moril semangat kepada penulis.

7) Teman-teman seperjuangan fastrack II, MSA IV pada Program Studi Magister Agribisnis, sahabat-sahabat terdekat yang telah berbagi pengalaman melalui diskusi-diskusi, dan atas dukungan mereka dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 9

Manfaat Penelitian 9

Ruang Lingkup Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA 10

Dimensi Orientasi Kewirausahaan 10

Orientasi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha 12

Faktor-Faktor Orientasi Kewirausahaan 13

Kinerja Usaha 14

Gaya Pengambilan Keputusan 15

3 KERANGKA PEMIKIRAN 16

Kerangka Teoritis 16

Kerangka Operasional 21

4 METODE PENELITIAN 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Metode Penentuan Responden 25

Desain Penelitian 25

Data dan Instrumentasi 25

Metode Pengumpulan Data 26

Metode Analisis Data 26

Variabel Pengukuran 29

5 GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 32

Deskripsi Kabupaten Bogor 32

Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) Kabupaten Bogor 33

Gambaran Industri Tahu di Kabupaten Bogor 35

Gambaran Karakteristik Pelaku Usaha Tahu di Kabupaten Bogor 41

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 43

Hasil Analisis Model Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap

(15)

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Orientasi Kewirausahaan 49

Dimensi Orientasi Kewirausahaan 53

Pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha dengan Gaya Pengambilan Keputusan sebagai Variabel Moderator 58

7 SIMPULAN DAN SARAN 63

Simpulan 63

Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 73

(16)

DAFTAR TABEL

1 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah dan nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku 2 2 Konsumsi rata-rata per kapita tahu dan tempe per minggu tahun

2007-2012 3

3 Jumlah serapan tenaga kerja dan kontribusi dari sektor UMKM dan usaha besar terhadap PDRB Jawa Barat tahun 2010-2012 4 4 Jumlah anggota dan tenaga kerja pelaku usaha tahu anggota KOPTI

berdasarkan wilayah pelayanan di Kabupaten Bogor tahun 2012 7

5 Perbandingan PLS dengan CBSEM 27

6 Aturan evaluasi pengukuran model PLS indikator reflektif 28

7 Aturan evaluasi struktural model PLS 29

8 Variabel laten dan indikator penelitian 30

9 Anggota KOPTI yang berada di wilayah Kabupaten Bogor 34 10 Karakteristik usaha pembuatan tahu di Kabupaten Bogor 36 11 Jenis dan fungsi peralatan dalam pembuatan tahu 38 12 Loading factor, t-value, average variance extracted, dan composite

reliability 47

13 Nilai r-square variabel laten endogen 48

14 Koefisien jalur dan t-value 49

15 Sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan jumlah omset 60 16 Sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan jumlah keuntungan 61

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka konseptual orientasi kewirausahaan 18

2 Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek moderasi 18 3 Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek mediasi 19 4 Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek

independen 19

5 Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek interaksi 19

6 Kerangka pemikiran operasional 24

7 Peta wilayah administrasi Kabupaten Bogor 33

8 KOPTI Kabupaten Bogor 34

9 Presentase kendala pelaku usaha tahu 37

10 Bahan-bahan untuk produksi tahu 39

11 Proses produksi tahu 40

12 Presentase sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan jenis

kelamin 41

13 Presentase sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan umur 42 14 Presentase sebaran responden pelaku usaha tahu berdasarkan pendidikan 43 15 Model awal pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha 44

16 Tampilan hasil PLS algorithm pada model awal 45

(17)

18 Jenis produk tahu 54 19 Model orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha menggunakan efek

moderasi 62

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian 70

(18)
(19)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kewirausahaan telah menjadi perhatian penting dalam mengembangkan pertumbuhan sosio ekonomi suatu negara. Semakin maju suatu negara, semakin banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya kewirausahaan. Menurut Wennekers dan Thurik (1999) kewirausahaan merupakan faktor utama yang memengaruhi pergerakan ekonomi yaitu dengan memperkenalkan inovasi, menyediakan pekerjaan, meningkatkan persaingan dan kesejahteraan. Kewirausahaan berperan menambah daya tampung tenaga kerja, generator pembangunan, contoh bagi masyarakat lain, membantu orang lain, memberdayakan karyawan, hidup efesien dan menjaga keserasian lingkungan. Acs (2006) menyatakan bahwa kewirausahaan diperlukan untuk

mengenali kesempatan dan cara pemanfaatan sumber daya yang memberikan keuntungan lebih tinggi. Wirausaha berperan dalam pembangunan ekonomi dengan menghasilkan dan mewujudkan gagasan-gagasan yang inovatif, diantaranya inovasi produk, inovasi proses, pemasaran, dan organisasi. Adanya inovasi akhirnya dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja, serta meningkatkan efisiensi pasar dengan semakin bertambahnya wirausaha yang sukses.

(20)

2

Konsep kewirausahaan dapat diterapkan pada beberapa sektor, salah satunya adalah sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2013), UMKM kurang lebih memberikan kontribusi sebesar 50 persen terhadap PDB nasional dan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Data kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia dari tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memainkan peran yang semakin penting dalam pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara. UMKM menjadi penting sebagai sumber penciptaan lapangan kerja dan pelaku utama dalam memaksimalkan efisiensi alokasi dan distribusi sumber daya dengan memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya manusia dan material lokal. UMKM juga bertindak sebagai pemasok barang dan jasa untuk organisasi besar. Sebagian besar UMKM dicirikan sebagai usaha yang dinamis, inovatif, efisien dan ukurannya yang kecil memungkinkan untuk fleksibilitas, kecepatan memberikan umpan balik dalam menjalankan usaha, rantai pengambilan keputusan yang singkat, pemahaman yang lebih baik dan respons cepat yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Idar dan Mahmood 2011). Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (2013) terjadi peningkatan terus menerus jumlah usaha mikro yang merupakan sumber wiarausaha baru dan proporsinya sangat dominan dalam struktur pelaku usaha di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan 2014. Sementara itu peningkatan jumlah usaha kecil dan menengah yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah usaha menunjukkan adanya usaha yang “naik kelas”.

Sektor UMKM memiliki peran yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Akan tetapi, pada kenyataannya peningkatan daya saing UMKM sering menghadapi kendala karena skala ekonomi kecil dan ketersediaan sumber daya yang terbatas. Kecenderungan umum yang terjadi dalam lingkungan bisnis saat ini adalah pemendekan produk dan siklus hidup model bisnis (Hamel yang diacu oleh Huang et al. 2011). Akibatnya, laba usaha yang didapatkan saat ini tidak menentu dan bisnis perlu terus-menerus mencari peluang baru. Orientasi kewirausahaan merupakan proses suatu perusahaan dalam menjalankan bisnis (strategi bisnis) untuk menciptakan kinerja yang baik. Berdasarkan identifikasi kondisi bisnis atau usaha yang dijalankan, para pelaku usaha dapat mengambil manfaat dari mengadopsi atau mengimplementasikan orientasi kewirausahaan. Orientasi kewirausahaan menuntut individu khususnya pelaku usaha untuk berinovasi, berani mengambil risiko untuk menghasilkan produk-produk baru yang masih belum pasti dapat diterima pasar dan lebih proaktif terhadap peluang baru yang ada di pasar (Covin dan Slovin 1991).

Tabel 1 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah dan nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku

Uraian 2009 2010 2011 2012

(21)

3 Jenis-jenis UMKM dapat dibedakan berdasarkan jenis produk yang dihasilkan, antara lain adalah UMKM produk kerajinan tangan, produk rumah tangga, dan produk pangan. Salah satu usaha yang banyak digeluti oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah di bidang pangan. UMKM pengolahan kedelai merupakan salah satu jenis UMKM di bidang pangan. Kedelai merupakan salah satu komoditas yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut PUSDATIN (2013) pada tahun 2002-2012, konsumsi total kedelai relatif berfluktuasi namun cenderung mengalami peningkatan sebesar 2.69 persen, sedangkan pada tahun 2013 konsumsi kedelai masyarakat Indonesia mencapai 2.250 juta ton per tahun (SETKAB 2013). Produk olahan kedelai yang cukup banyak diminati oleh masyarakat Indonesia adalah tahu. Berdasarkan data dari BPS (2014) konsumsi tahu rata-rata per kapita seminggu dari tahun 2007 sampai dengan 2012 adalah 0.140 kg, jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan tempe yaitu sejumlah 0.139 kg pada rentang tahun tersebut (Tabel 2).

Kebutuhan kacang kedelai di Indonesia sebanyak 70 sampai dengan 80 persen dipenuhi dengan impor dari negara lain, sisanya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Bahan baku kedelai sebagian besar digunakan oleh industri tahu yang umumnya berskala kecil dan menengah tersebut. Ketergantungan atas impor kedelai merupakan salah satu ancaman bagi keberlanjutan usaha industri pengolahan kedelai khususnya untuk industri tahu (Nurhayati et al. 2012). Diduga hal ini menghambat perkembangan industri pengolahan kedelai di Indonesia. Selain itu, permasalahan mendasar yang terjadi pada industri pengolahan kedelai adalah fluktuasi harga kedelai yang setiap harinya tidak menentu. Harga kedelai berpatokan pada kurs dollar yang bersifat elastis terhadap perubahan yang terjadi. Ketidakpasatian harga kedelai yang ada di pasar menyebabkan para pelaku usaha di industri pengolahan kedelai harus dapat mengatur biaya produksi yang dikeluarkan, sehingga usaha yang dijalankan tidak mengalami hambatan yang dapat membuat usaha tersebut gulung tikar pada akhirnya. Faktor budaya dan psikologi masyarakat atau konsumen tahu mempengaruhi pengembangan industri pengolahan kedelai termasuk tahu. Masyarakat pulau Jawa diindikasikan lebih menyukai produk olahan kedelai berupa tahu dibandingkan dengan masyarakat lainnya (Nurhayati et al. 2012). Hal ini terlihat dengan sentralisasi industri pengolahan kedelai yang tersebar di

(22)

4

beberapa daerah antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa daerah lainnya di pulau Jawa (SETKAB 2013). Konsep orientasi kewirausahaan (EO) untuk menjelaskan pola pikir pelaku yang bergerak dalam mengembangkan usahanya dan menyediakan kerangka yang berguna untuk meneliti aktivitas kewirausahaan (Lumpkin dan Dess 2001). Orientasi kewirausahaan memungkinkan dimiliki oleh pelaku usaha kecil atau pelaku usaha baru yang baru dibangun kurang dari sepuluh tahun untuk meningkatkan kinerja usaha dan menghadapi pesaing dari usaha yang dibangun (Lumpkin dan Dess 2001; Wiklund dan Shepherd 2005). Bagi pelaku usaha pembuatan tahu dengan terbentuknya orientasi kewirausahaan pada dirinya akan dapat menghadapi tantangan dan meningkatkan kinerja usaha. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mengenai tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha pembuatan tahu seperti pesaing pada usaha sejenis ini dapat diatasi dengan penerapan orientasi kewirausahaan.

UMKM yang ada pada setiap provinsi di Indonesia memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia begitu juga dengan provinsi Jawa Barat. Sektor UMKM di Jawa Barat memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB Jawa Barat dibandingkan dengan usaha besar. Banyaknya jumlah UMKM di Jawa Barat dapat menyerap tenaga kerja yang pastinya mengurangi angka pengangguran di Jawa Barat. Serapan tenaga kerja di Jawa Barat dengan adanya UMKM ini semakin meningkat dari tahun 2010 sampai dengan 2012 sejalan dengan peningkatan kontribusi UMKM di Jawa Barat terhadap PDRB Jawa Barat. Data serapan tenaga kerja dan kontribusi UMKM terhadap PDRB Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 3.

Bogor merupakan wilayah dimana penduduknya memiliki usaha sendiri yang terbesar pada bulan Agustus 2012 di Jawa Barat, yaitu sebesar 359 193 orang (BPS Jawa Barat 2012). Kabupaten Bogor adalah salah satu wilayah Bogor yang terdapat banyak usaha tahu dan menjadi salah satu sentra UMKM tahu di Jawa Barat. Sebagian besar bentuk usaha pengolahan kedelai menjadi tahu adalah Usaha Kecil Menengah (UKM) akan tetapi masih terdapat usaha tahu yang termasuk dalam usaha skala mikro. Seiring dengan pertumbuhan kuantitas dari industri tahu di Indonesia, maka persaingan di industri tahu saat ini berjalan dengan ketat sehingga pelaku usaha tahu harus dapat meningkatkan kinerja usaha dan memiliki bergaining position yang kuat di pasar. Berdasarkan data dari Tabel 3 Jumlah serapan tenaga kerja dan kontribusi dari sektor UMKM dan

usaha besar terhadap PDRB Jawa Barat tahun 2010-2012

Kategori Tahun Jenis usaha

UMKM Usaha Besar

(23)

5 KOPTI Kabupaten Bogor tahun 2012, jumlah UMKM tahu di Kabupaten Bogor pada tahun tersebut sebanyak 327 unit yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1 545 orang, sehingga dapat disimpulkan bahwa industri tahu mampu menjadi motor penggerak perekonomian Kabupaten Bogor. Apabila dibandingkan dengan industri sejenis di wilayah Kota Bogor, jumlah UMKM tahu di Kota Bogor lebih sedikit dibandingkan di Kabupaten Bogor yaitu sebanyak 155 (PRIMKOPTI 2012). Berdasarkan uraian di atas, maka dipilihlah wilayah Kabupaten Bogor sebagai lokasi pada penelitian ini yang didasarkan pada frame sampling dari KOPTI Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah

Orientasi kewirausahaan terjadi atas dasar rencana bisnis strategis yang harus disiapkan untuk diaplikasikan oleh pelaku usaha. Rencana bisnis strategis ini berbeda untuk setiap usaha yang dijalankan tergantung pada sumber daya serta kemampuan dari setiap pelaku usaha. Hal tersebut disesuaikan dengan cara pelaku usaha dalam mengatur dan mengambil keputusan dalam menjalanan usahanya. Sebuah rencana bisnis strategis merupakan integrasi dari berbagai elemen yang mendorong bisnis ke arah pencapaian tujuan secara keseluruhan. Rencana bisnis strategis tergantung pada aplikasi praktek yang efektif dan keberlanjutan serta pelaku usaha yang kompetitif. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa orientasi kewirausahaan memiliki berbagai aspek dan elemen bila diterapkan dalam lingkup operasional organisasi (Rauch et al. 2009). Orientasi kewirausahaan telah muncul sebagai konsep penting dalam manajemen strategis dan kewirausahaan selama dua dekade terakhir. Sebagai awalnya diusulkan oleh Miller (1983) orientasi kewirausahaan melibatkan kesediaan pelaku usaha untuk berinovasi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selain itu dengan mencoba untuk menghasilkan produk dan layanan baru dengan kata lain berani mengambil risiko akan hal tersebut, serta untuk lebih proaktif dibandingkan pesaingnya dalam mencari peluang pasar baru.

(24)

6

murah dan lezat. Tahu, merupakan makanan sederhana yang nikmat serta kaya gizi dengan teksturnya yang kenyal halus dan rasanya yang gurih.

Berbagai permasalahan yang merupakan tantangan harus dihadapi oleh para pelaku usaha tahu. Akan tetapi, para pelaku usaha tahu masih tetap berusaha keras menjalankan usahanya. Menurut kondisi di lapang, para pelaku usaha tahu menyatakan bahwa permintaan akan tahu setiap tahunnya dapat meningkat sebesar 10 persen per tahun. Permintaan tahu yang semakin meningkat di setiap tahunnya seiring dengan perkembangan bisnis kuliner, terutama jumlah restaurant dapat dijadikan sebagai peluang. Kondisi nyatanya, mayoritas tempat makan itu menyajikan olahan tahu sebagai pelengkap sajian. Usaha tahu sangat kompetitif, hampir di setiap kota maupun kabupaten selalu terdapat pabrik tahu. Berdasarkan hal tersebut, diduga pelaku usaha tahu memiliki agresivitas kompetitif. Akan tetapi, masih terdapat banyak peluang usahanya karena tahu termasuk makanan favorit masyarakat Indonesia. Rata-rata margin keuntungan dari usaha tahu mencapai 20 persen (Muchlis 2014). Namun, lokasi pabrik tahu ikut berperan dalam menentukan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh pelaku usaha pembuatan tahu. Muchlis (2014) menyatakan bahwa perbedaan margin yang didapatkan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah perbedaan daya beli masyarakat dan jumlah pabrik di suatu daerah dengan daerah lain.

Terjadinya gejolak seperti berkurangnya pasokan yang diikuti dengan lonjakan harga kedelai akan memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan UMKM tahu. Kenaikan harga kedelai dimulai pada tahun 2008 dimana harga kedelai yang semula hanya Rp5 389 per kilogram pada tahun 2007 menjadi Rp8 536 per kilogram pada tahun 2008, yang diakibatkan kenaikan harga kedelai di pasar internasional sebesar 48.16 persen. Sampai dengan tahun 2012 harga kedelai masih sekitar Rp8 000 per kilogram, akan tetapi pada tahun 2013 kenaikan harga kedelai terjadi yaitu di atas Rp9 000 per kilogram (BKP Pertanian 2013). Harga kedelai pada tahun 2014 mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2013 yaitu sekitar Rp8 025 per kilogram menurut hasil wawancara oleh Primartantyo (2014). Akan tetapi fluktuasi harga kedelai terus terjadi setiap harinya, hasil wawancara dengan salah satu pengurus KOPTI Kabupaten Bogor mengatakan bahwa setiap harinya harga kedelai dapat naik maupun turun sekitar Rp100-Rp 200 per kilogram dan pada bulan Desember 2014 ini harga kedelai Rp8 200 per kilogram. Fluktuasi harga kedelai yang terjadi disebabkan karena berkurangnya pasokan kedelai di dunia, dimana kedelai yang digunakan untuk pembuatan produk pangan khususnya tahu ini sebagian besar masih diimpor dari luar seperti dari Amerika, Brazil, dan Argentina. Selain itu, Dewan Kedelai Nasional (DKN) mengidentifikasi bahwa adanya praktik kartel sebagai penyebab melonjaknya harga kedelai saat ini. Lonjakan harga kedelai saat ini tidak semata-mata hanya karena kurs rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat, tetapi terjadi karena perdagangan kedelai dikontrol sepenuhnya oleh pihak swasta. Harga kedelai yang tidak menentu ini merupakan salah satu risiko produksi yang dihadapi hampir seluruh UMKM tahu di Kabupaten Bogor. Pelaku usaha tahu harus memiliki tindakan berani mengambil risiko dalam menjalankan usahanya ketika terjadi fluktuasi harga.

(25)

7 industri tahu di Kabupaten Bogor. Bentuk perhatian khusus yang diberikan pemerintah salah satunya adalah dengan dibentuknya Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) pada tahun 1980-an sebagai organisasi yang membantu para pelaku usaha tempe dan tahu dalam menjalankan usahanya. Salah satu peranan KOPTI adalah memberikan bantuan berupa kemudahan dalam mendapatkan pasokan kedelai dengan harga terjangkau. Jumlah pelaku usaha tahu yang cukup banyak itu tersebar di 14 kecamatan wilayah pelayanan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor. Para pelaku usaha tahu berjumlah 327 yang terdaftar di KOPTI Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Para pelaku usaha tahu memiliki beberapa target yang ingin dicapai dalam menjalankan usahanya. Target tersebut antara lain adalah ingin menciptakan variasi produk olahan tahu. Pelaku usaha tahu berusaha menciptakan variasi produk tahu yang diproduksi dengan menambahkan kunyit dalam pembuatannya, sehingga menghasilkan tahu kunyit. Variasi tahu lainnya adalah dengan membuat berbagai bentuk dari tahu seperti tahu kotak dan tahu bulat. Variasi dalam bentuk kemasan juga dapat dilakukan dengan memberikan label berupa merek atau brand

dari produk tahu diproduksinya. Selain itu bentuk kemasan produk dibuat semenarik mungkin, sehingga dapat meningkatkan minat konsumen untuk membeli produk tahu dengan melihat tampilan awal yang menarik. Variasi tersebut pada dasarnya diciptakan untuk membuat diferensiasi produk, sehingga dapat memberikan suatu kekhasan produk tahu dibandingkan dengan produk tahu di daerah lain. Target pencapaian oleh para pelaku usaha tahu tersebut merupakan bentuk inovasi yang ingin diciptakan, dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja dari usaha yang berujung pada keberhasilan usahanya. Keinovatifan dari pelaku usaha tahu mengacu pada kemampuan yang terbuka dengan hal-hal yang baru, berusaha mencari tahu mengenai hal yang dianggap baru mengenai usaha yang

Tabel 4 Jumlah anggota dan tenaga kerja pelaku usaha tahu anggota KOPTI berdasarkan wilayah pelayanan di Kabupaten Bogor tahun 2012 No Wilayah pelayanan Jumlah anggota Jumlah tenaga kerja

(26)

8

dijalankan. Beberapa pelaku usaha tahu telah melakukan beberapa inovasi produk tahu, akan tetapi inovasi harus terus dilakukan seiring dengan perkembangan zaman.

UMKM tahu tersebar hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor. Hal tersebut membuat antar pelaku usaha tahu harus berkompetisi untuk mendapatkan konsumen. Walaupun di setiap kecamatan terdapat usaha tahu, peluang dari usaha tahu di Kabupaten Bogor cukup besar. Bisnis kuliner di wilayah Bogor berkembang pesat, hampir di setiap rumah makan menyediakan berbagai produk olahan tahu. Maka dari itu berkembangnya bisnis kuliner di Bogor dapat dijadikan sebagai peluang bagi pelaku usaha tahu. Setiap wilayah kecamatan di Bogor terdapat beberapa usaha tahu sejenis, sebagai pelaku usaha tahu yang cerdik harus mampu memanfaatkan peluang dengan meningkatkan keunggulan dari produk yang dijualnya sebagai wujud dari proaktif dalam menjalankan usaha. Selain itu, kepekaan terhadap lingkungan bisnis diperlukan dalam menjalankan usaha tahu ini.

UMKM tahu ini dipimpin oleh seorang pelaku usaha yang memiliki otonomi dalam menjalankanya. Pelaku usaha tahu ini berwenang dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan usahanya di setiap kondisi dan situasi. Kondisi dan situasi bisnis yang terjadi pada kenyataannya diperlukan kemampuan dalam menghadapi hal tersebut. Pelaku usaha dituntut untuk dapat menentukan rencana strategis dalam usaha yang dijalankan pada kondisi apapun yang disebut dengan orientasi kewirausahaan. Orientasi kewirausahaan pelaku usaha tahu di Kabupaten Bogor diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sumberdaya seperti keuangan sebagai modal usaha, bahan baku dan jumlah tenaga kerja. Karakteristik usaha seperti skala usaha merupakan faktor yang memengaruhi orientasi kewirausahaan. Kondisi eksternal seperti persaingan secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada orientasi kewirausahaan. Pemerintah juga berperan dalam meningkatkan kewirausahaan pada pelaku usaha tahu dibuktikan dengan dibentuknya KOPTI yang ada di Kabupaten Bogor. Akan tetapi, perlu dilihat tanggapan pelaku usaha tahu tersebut terhadap peran pemerintah untuk meningkatkan kewirausahaan pada pelaku usaha tahu.

(27)

9 uraian sebagaimana dijelaskan pada paragraf sebelumnya, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1) Faktor apa saja yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usahanya ?

2) Dimensi apa saja yang membentuk orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usahanya ?

3) Bagaimana pengaruh orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu terhadap kinerja usaha dengan adanya gaya pengambilan keputusan sebagai variabel moderator ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1)Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usahanya.

2)Menganalisis dimensi yang membentuk orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usaha. 3)Menganalisis pengaruh orientasi kewirausahaan pelaku usaha pembuatan tahu

di Kabupaten Bogor terhadap kinerja usaha dengan gaya pengambilan keputusan sebagai variabel moderatornya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti:

1)Pelaku UMKM pembuatan tahu, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan orientasi kewirausahan yang lebih berdampak pada peningkatan kinerja usaha.

2)Pengambil kebijakan, penelitian ini berguna sebagai bahan referensi dalam meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan yang berkaitan dengan program-program pengembangan kewirausahaan.

3)Bagi penulis, penelitian ini berguna sebagai pondasi dalam meningkatkan motivasi pengembangan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan di kampus.

Ruang Lingkup Penelitian

1) Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi orientasi kewirausahaan, dimensi orientasi kewirausahaan serta pengaruh orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha dengan gaya pengambilan keputusan sebagai variabel moderator.

(28)

10

3) Penelitian ini ditujukan pada pelaku UMKM pembuatan tahu di 14 Kecamatan (wilayah pelayanan) yang ada di Kabupaten Bogor dan merupakan anggota dari KOPTI Kabupaten Bogor.

4) Faktor-faktor orientasi kewirausahaan, dimensi dari orientasi kewirausahaan dan pengaruh dari orientasi kewirausahaan terhadap kinerja usaha dianalisis menggunakan Partial Least Square (PLS).

2 TINJAUAN PUSTAKA

Dimensi Orientasi Kewirausahaan

Penelitian orientasi kewirausahaan banyak memperdebatkan mengenai orientasi kewirausahaan terdiri dari tiga komponen yang berbeda ataukah membentuk suatu keseluruhan yang terintegrasi (Covin dan Slevin 1989; Lumpkin dan Dess 1996). Sebagian besar penelitian memperlakukan orientasi kewirausahaan sebagai salah satu dimensi (Rauch et al. 2009). Orientasi kewirausahaan terdiri dari tiga dimensi menurut identifikasi dari Covin dan Slevin (1989) yang didukung oleh Miller dan Freiesen (1982), ketiga dimensi tersebut yaitu keinovatifan, berani mengambil risiko, dan proaktif untuk mengkarakterisasi dan menguji kewirausahaan. Setelah itu, Lumpkin dan Dess (1996) mengidentifikasi dua dimensi tambahan yaitu otonomi dan agresivitas kompetitif. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa agresivitas kompetitif merupakan bagian dari faktor proaktif dan tidak mewakili faktor terpisah (Chang dan Lin 2011).

Lumpkin dan Dess (1996) berpendapat bahwa proses destruksi kreatif diawali dengan seorang pengusaha menciptakan inovasi yang merupakan faktor penting keberhasilan dalam orientasi kewirausahaan. Selain itu, hubungan antara kewirausahaan dan inovasi didukung oleh hasil penelitian dari Shane, Kolvereid dan Westhead (1991), yang menemukan bahwa inovasi adalah salah satu motif utama untuk memulai usaha. Alvarez dan Barney yang diacu pada Balan (2010) mengemukakan bahwa dalam menghadapi lingkungan usaha yang semakin kompleks, maka suatu usaha perlu meningkatkan inovasi dari usaha yang dijalankannya untuk meningkatkan daya saing dan keberlangsungan usaha. Secara khusus, terdapat penelitian yang menunjukkan terdapat hubungan positif antara inovasi dengan kinerja perusahaan (Covin dan Slevin 1989).

Kewirausahaan dan inovasi adalah konsep yang terpisah yang keduanya dianggap sebagai drive pertumbuhan ekonomi (Brett dan Gourman 2013). Feldman dan Francis (2004) membahas bahwa mendorong pengembangan keinovatifan dari pengusaha dengan pendekatan kewirausahaan akan memberikan kesuksesan dalam menjalankan usaha. Segala macam bentuk inovasi termasuk tingkat spesifik kebaruan tentunya memiliki kaitan yang erat dengan hal-hal baru (Brem 2011). Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa inovasi berkaitan erat dengan diciptakan atau ditemukannya sesuatu hal yang baru.

(29)

11 untuk mengenali peluang yang kemudian dapat dimanfaatkan melalui inovasi untuk mewujudkan suatu keberhasilan usaha (Balan 2010). Tingkat inovasi akan memutuskan seberapa jauh dan seberapa dalam inovasi tersebut akan mencapai tujuan strategis dari usaha yang dijalankannya (Hult et al. 2004). Sebuah postur strategis yang inovatif dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan karena meningkatkan kemungkinan bahwa perusahaan akan menyadari inovasi sebagai penggerak utama dalam mencapai keuntungan dengan memanfaatkan peluang pasar untuk meningkatkan hasil keuangan usaha ( Hult et al. 2004).

Proaktif sebagai perspektif dalam mencari kesempatan atau peluang untuk berkompetisi dan bertindak dalam mengantisipasi perubahan lingkungan di masa mendatang merupakan dimensi dari orientasi kewirausahaan (Covin dan Slevin 1991; Lumpkin dan Dess 1996; Rauch et al. 2009). Oleh karena itu, dengan adanya perspektif tersebut pelaku usaha yang proaktif dapat memanfaatkan peluang yang muncul (Keh et al. 2007). Perusahaan dengan pelaku usaha yang proaktif dapat memperoleh keuntungan dan membidik target segmen pasar sehingga dapat mengungguli pesaing (Lumpkin dan Dess 2001). Oleh karena itu, proaktif diharapkan akan berperan penting dalam mempertahankan keunggulan kinerja perusahaan (Lumpkin dan Dess 2001).

Mengambil risiko dapat dilihat dari sejauh mana suatu perusahaan bersedia untuk membuat komitmen besar dan berisiko (Covin dan Slevin 1991). Tindakan pengambilan risiko oleh pelaku usaha dapat diklasifikasikan menjadi tindakan berisiko rendah dan berisiko tinggi (Lumpkin dan Dess 1996). Umumnya, pelaku usaha yang memiliki perilaku berisiko kewirausahaan cenderung memilih kegiatan usaha yang berisiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Hal ini dapat dilihat sebagai indikator atau ukuran pengambilan risiko bagi pelaku usaha. Pengambilan risiko merupakan kegiatan yang membutuhkan kecepatan dalam bertindak untuk merebut dan menilai peluang pasar, mengalokasikan sumberdaya dengan tepat, dan cenderung berani bertindak dalam mengambil keputusan. Bahkan, keberanian dalam memanfaatkan peluang untuk menghasilkan produk dan jasa yang baru dianggap sebagai refleksi dari orientasi kewirausahaan (Antoncic dan Hisrich 2003; Naldi 2007).

Penanganan risiko terdiri dari beberapa tahap yaitu identifikasi, analisis, pencegahan dengan menyeimbangkan biaya untuk melindungi perusahaan terhadap risiko. Cara ideal untuk mengatasi risiko adalah dengan memahami risiko di awal (Begley dan Boyd 1987). Penelitian menunjukkan bahwa pelaku usaha dengan tingkat sedang dalam pengambilan risiko akan lebih unggul dibandingkan menunjukkan tingkat sedang mengambil risiko akan mengungguli pasar dibandingkan dengan pelaku usaha yang menunjukkan tingkat sangat tinggi dan sangat rendah dalam mengambil risiko (Begley dan Boyd 1987). Pada dasarnya pengalaman dalam pengambilan risiko usaha mempengaruhi kemampuan mengatasi risiko usaha.

(30)

12

yang membentuk orientasi kewirausahaan (Lumpkin dan Dess 1996; Ogunsiji et al. 2010). Banyak literatur yang menggunakan istilah proaktif dan agresivitas kompetitif secara bersamaan, akan tetapi terdapat perbedaan antara kedua istilah tersebut. Proaktif menyatakan bagaimana cara memanfaatkan peluang pasar dalam proses penciptaan permintaan, sedangkan agresivitas kompetitif mengacu pada bagaimana pelaku usaha bersaing dengan pesaing dalam menanggapi tren dan permintaan yang sudah ada di pasar (Lumpkin dan Dess 2001).

Otonomi sebagai tindakan independen dari individu atau tim dalam mewujudkan ide atau visi dan membawanya sampai pencapaiannya merupakan dimensi dari orientasi kewirausahaan (Lumpkin dan Dess 1996). Secara umum, hal tersebut menunjukkan kemampuan dan kemauan untuk menjadi mandiri dalam memanfaatkan peluang. Apabila diterapkan dalam konteks organisasi khususnya usaha, otonomi mengacu pada kebebasan dalam mengambil tindakan yang berhubungan dengan usaha (Stevenson dan Jarillo 1990). Otonomi dalam suatu usaha bervarisai sesuai dengan ukuran atau skala usaha, manajemen usaha, dan kepemilikan (Lumpkin dan Dess 1996). Beberapa peneliti menyatakan bahwa otonomi dapat dijadikan sebagai dimensi dari orientasi kewirausahaan (Lumpkin dan Dess 1996; Razak 2011; Awang et al. 2009)

Orientasi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha

Studi mengenai orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha telah menerima banyak perhatian oleh sebagian besar peneliti kewirausahaan. Perilaku kewirausahaan untuk terlibat dalam usaha dengan risiko tinggi, perilaku inovatif, dan proaktif memiliki hubungan positif dengan profitabilitas usaha (Covin dan Slevin 1991; Lumpkin dan Dess 1996). Menurut Rauch et al. (2009) menyatakan bahwa bisnis yang mengadopsi orientasi kewirausahaan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan bisnis yang tidak mengadopsi orientasi kewirausahaan. Banyak studi mengenai orientasi kewirausahaan dengan kinerja bisnis yang telah dikaitkan dan memiliki hasil positif (Covin dan Slevin 1991; Lumpkin dan Dess 1996; Kraus et al. 2005). Akan tetapi, di sisi lain terdapat penelitian yang mengungkapkan bahwa orientasi kewirausahaan tidak memberikan hasil positif terhadap kinerja usaha yang merupakan penelitian dari Naldi et al. (2007). Dengan demikian, orientasi kewirausahaan memiliki dampak langsung dan tidak langsung untuk mencapai kinerja usaha yang maksimal tergantung pada lingkungan yang berbeda (Lumpkin dan Dess 1996).

(31)

13 dengan tingkat penjualan, pertumbuhan penjualan, dan laba kotor (Kreiser et al.

2002). Di sisi lain, pengambilan risiko menunjukkan hubungan positif pada ukuran kinerja ke tingkat tertentu dan seterusnya peningkatan tingkat pengambilan risiko akan menunjukkan hubungan yang negatif (Begley dan Boyd 1987). Dalam penelitian lain, proaktif dan agresivitas kompetitif secara berbeda terkait dengan kinerja dalam situasi yang berbeda (Lumpkin dan Dess 2001; Kreiser et al. 2002). Berdasarkan hal tersebut, setiap dimensi dari orientasi kewirausahaan memiliki hubungan sendiri terhadap kinerja usaha.

Faktor-Faktor Orientasi Kewirausahaan

Faktor internal pelaku usaha merupakan faktor yang akan berpengaruh untuk menentukan strategi dalam berwirausaha. Menurut model konseptual dari Lumpkin dan Dess (1996) ada beberapa faktor internal yang memengaruhi orientasi kewirausahaan yaitu skala usaha, struktur usaha, sumberdaya, budaya, strategi, dan kepemimpinan usaha. Skala usaha yang lebih kecil lebih menyebabkan pelaku usaha lebih bersikap konservatif, karena dengan skala usaha yang kecil usaha tersebut memiliki keterbatasan antara lain modal dan penerapan teknologi (Autio 1997). Orientasi kewirausahaan difasilitasi oleh adanya sumberdaya, maka dari itu sumberdaya sangat memengaruhi aplikasi orientasi kewirausahaan dari pelaku usaha. Salah satu faktor yang berpotensi dapat mempengaruhi arah, sifat, dan efek kegiatan kewirausahaan adalah budaya organisasi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan penentu utama dari orientasi kewirausahaan. Peneliti lain, dalam mengenali potensi pengaruh budaya organisasi pada orientasi kewirausahaan, telah menemukan adanya hubungan antara budaya organisasi dan orientasi kewirausahaan (Covin dan Slevin 1991). Struktur usaha yang mendukung merupakan faktor internal yang dapat meningkatkan orientasi kewirausahaan yang ada pada pelaku usaha (Hornsby et al. 2002; Zhou dan Shalley 2003 ). Persaingan atau kompetisi memang tantangan utama yang dihadapi oleh pelaku usaha. Berbagai langkah dilakukan oleh pelaku usaha mulai dari meningkatkan kemampuan dalam berwirausaha dan lebih berinovatif merupakan strategi untuk memperoleh orientasi kewirausahaan yang tinggi (Campoz dan Valenzuella 2013). Kepemimpinan bisnis memiliki arti yang berbeda untuk individu yang berbeda (Meredith et al. 1989). Menurut Jong dan Hartog yang dijelaskan oleh Noor dan Dzulkifli (2013) kepemimpinan bisnis hanya dapat disimpulkan sebagai proses memengaruhi orang lain terhadap pencapaian beberapa tujuan atau hasil. Pencapaian tujuan ini merupakan bentuk implikasi dari penerapan orientasi kewirausahaan dari pelaku usaha.

(32)

14

pasar juga semakin terbuka. Ketika faktor-faktor tersebut disertai dengan persaingan yang ketat (seperti ditunjukkan dengan persaingan pasar), orientasi kewirausahaan semakin berperan dan memiliki hubungan positif terhadap kinerja usaha. Hostility memiliki pengaruh terhadap coorporate entrepreneurship dengan kinerja usaha (Zahra dan Gravis 2000). Brecherer dan Maurer yang diacu pada Nuiami et al. (2014) lingkungan hostility atau persaingan secara signifikan memiliki kaitan dengan orientasi kewirausahaan. Akan tetapi, apabila hostility atau persaingan itu meningkat, maka akan menyebabkan keuntungan dari suatu usaha menurun (Zahra dan Gravis 2000). Hal tersebut dikarenakan, suatu perusahaan harus membangun posisi pasar yang kuat. Dinamisme merepresentasikan tingkat perubahan yang terjadi pada pasar (Nuiami et al. 2014). Dinamisme sebagai lingkungan eksternal memiliki hubungan positif dengan orientasi kewirausahaan (Milovanovic dan Wittine 2014; Awang et al. 2009). Peranan pemerintah juga merupakan faktor eksternal yang memengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku usaha (Mohgimbi dan Alambeigi 2012: Razak 2011). Peran pemerintah yang kondusif dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan UKM sebagai mesin pertumbuhan dan inovasi (Razak 2011).

Kinerja Usaha

Kinerja mengacu pada kesuksesan pribadi dalam mencapai tujuan usaha yaitu dari empat perspektif keuangan, pelanggan, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan menurut Mulyadi dalam Effendi et al. (2013). Berbagai literatur mengenai kinerja usaha menjelaskan bahwa tidak ada konsensus diantara para peneliti mengenai indikator kinerja bisnis yang pasti. Oleh karena itu, terdapat keanekaragaman ukuran kinerja, yang terdiri dari ukuran objektif dan subjektif sebagai pengukuran keuangan atau non keuangan (Wiklund dan Shepherd 2005). Menurut pendapat Riyanti (2003) keberhasilan usaha dapat diukur dengan menilai kinerja suatu usaha. Kinerja usaha menurut Kaplan dan Norton dalam Riyanti (2003) diukur berdasarkan perspektif keuangan (laba dan aset), pelanggan (jumlah pelanggan), proses bisnis internal (tingkat produksi dan perluasan usaha), dan proses pertumbuhan (kepuasan kerja karyawan). Penelitian yang menganggap indikator kinerja usaha hanya dimensi tunggal atau hanya membahas secara sempit dapat menghasilkan hasil yang tidak tepat. Oleh karena itu, muncullah pertanyaan mengenai pengukuran bentuk kinerja usaha yang tepat.

(33)

15 pengukuran yang akurat dari kinerja usaha (Lumpkin dan Dess 1996; Wiklund dan Shepherd 2005).

Gaya Pengambilan Keputusan

Orientasi kewirausahaan mengacu pada proses, praktik, dan kegiatan pengambilan keputusan yang mengarah pada suatu hal yang baru. Hal ini muncul dari perspektif strategis pilihan dari Van de Ven dan Poole (1995) yang menyatakan bahwa peluang baru dapat berhasil dimanfaatkan atas dasar berlakunya pencapaian tujuan. Terdapat serangkaian proses organisasi yang berkembang dengan adanya pengambilan keputusan strategis (Rajagopalan, Rasheed, dan Datta 1993). Dalam studinya tentang pengaruh struktural pada proses pengambilan keputusan, Fredrickson (1986) mengusulkan faktor-faktor seperti proaktif, rasionalitas, kelengkapan, pengambilan risiko, dan ketegasan. Hart (1992) mengintegrasikan proses pembuatan strategi gabungan berbagai faktor menjadi lima model pembuatan strategi yaitu perintah, simbolik, rasional, transaktif, dan generatif. Pembuat keputusan utama dalam suatu perusahaan atau usaha adalah pemilik usaha atau manajer. Otonomi tersirat oleh hak kepemilikan. Artinya, di perusahaan-perusahaan kecil yang sederhana, tingginya tingkat aktivitas kewirausahaan dikaitkan dengan pelaku usaha yang memimpin suatu usaha dengan mengetahui kondisi pasar.

Rehman et al. (2012) menyatakan bahwa keberhasilan usaha dipengaruhi dengan gaya pengambilan keputusan pengusaha. Gaya pengambilan keputusan dapat dikategorikan ke dalam rasional dan emosional, yang sangat berbeda satu sama lain. Selain itu, teori sosial kognitif juga menekankan hubungan interaktif antara individu, lingkungan dan perilaku (Bandura dan Cervone 1986). Terdapat banyak peneliti mengembangkan penelitian mengenai dampak gaya keputusan atau pendekatan manajemen terhadap kinerja bisnis startup (Rehman et al. 2012; Lee dan Tsang 2001) atau dampak lingkungan dan gaya pengambilan keputusan terhadap kinerja bisnis startup. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja bisnis startup adalah gaya pengambilan keputusan. Smith Eugene (2004) merasa bahwa selain mengkategorikan gaya pengambilan keputusan menjadi dua jenis yaitu rasionalitas dan intuisi, penekanan juga harus ditempatkan pada kemampuan perusahaan untuk menanggapi situasi darurat dan pentingnya dampak kedua jenis pengolahan informasi pada kinerja dari perusahaan. Keputusan rasional berfokus pada proses analisis yang terdiri dari fitur prosedur, logika dan kolektifitas untuk mencapai tujuan tertentu. Keputusan yang intuisi memiliki karakteristik yang berbasis individualistik, emosional dan

(34)

16

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

Orientasi Kewirausahaan

Konsep kewirausahaan awalnya didefinisikan oleh Schumpeter, mengacu pada seseorang atau fungsi dalam suatu perusahaan. Sebuah konsep kewirausahaan strategi diselidiki pada awal riset ekonomi yang digambarkan sebagai pencarian keuntungan baru. Konsep orientasi kewirausahaan harus dibedakan dari konsep kewirausahaan. Inti dari orientasi kewirausahaan tergantung pada bagaimana pengusaha melaksanakan kewirausahaan dalam rangka mewujudkan ambisinya. Schumpeter merupakan salah satu tokoh yang menyoroti mengenai peran inovasi dalam proses kewirausahaan. Schumpeter yang diacu oleh Lumpkin dan Dess (1996) menjelaskan proses destruksi kreatif, dimana penciptaan kekayaan terjadi melalui gangguan struktur pasar yang ada karena pengenalan barang dan jasa yang memungkinkan pertumbuhan perusahaan baru. Di sisi lain, kewirausahaan berfokus pada pembaharuan dari sebuah kegiatan usaha. Pembaharuan dalam kegiatan usaha ini dapat dilakukan dengan menciptakan barang dan jasa baru atau yang sudah ada kemudian memasukkannya pada pasar baru. Seorang pengusaha berhasil membangun bisnisnya tidak hanya tergantung pada perannya tetapi juga pada orientasi ke arah organisasi itu sendiri, dengan demikian orientasi kewirausahaan dapat membantu seorang individu untuk mencapai tujuan strategis dai organisasi yang dijalankannya (Rauch et al. 2009).

Covin dan Slevin (1988) berpendapat bahwa orientasi kewirausahaan pada suatu organisasi usaha adalah penjumlahan dari sejauh mana manajer atau pelaku usaha cenderung untuk mengambil risiko bisnis terkait, untuk mendukung perubahan dan inovasi, untuk mendapatkan keunggulan kompetitif bagi perusahaannya dan untuk bersaing secara agresif dengan perusahaan lainnya. Banyak perusahaan yang memiliki orientasi kewirausahaan yang lebih aktif untuk menentukan perhatian dan upaya menuju peluang seperti yang ditemukan di pasar internasional. Naman dan Slevin (1993) menunjukkan klasifikasi kewirausahaan sebagai item agregat terdiri oleh tiga komponen yaitu kemauan untuk mengambil risiko bisnis terkait, kesediaan untuk menjadi proaktif ketika bersaing dengan perusahaan lain, dan kemauan untuk berinovasi.

(35)

17 kumpulan dari aspek personal psikologis, nilai-nilai, atribut dan sikap yang sangat terkait dengan motivasi untuk terlibat dalam kegiatan kewirausahaan (Poon et al.

2006).

Usaha Mikro Kecil dan Menengah

KEMENKOP dan UKM (2015) mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang mengatur tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendefinisikan UMKM dan memberikan kriteria mengenai UMKM. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro yaitu jumlah aset maksimal Rp50 000 000 dan omset maksimal Rp300 000 000. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria. Adapun kriteria dari usaha kecil yaitu memiliki aset sejumlah lebih dari Rp50 000 000-Rp500 000 000 dan omset sejumlah lebih dari Rp300 000 000-Rp2 500 000 000 000. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar. Adapun kriteria usaha menengah yaitu jumlah aset lebih dari Rp500 000 000-Rp10 000 000 000 dan jumlah omset lebih dari Rp2 500 000 000-Rp50 000 000 000.

UMKM merupakan sektor yang dapat menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Eksistensi dari UMKM tidak dapat diragukan karena telah memberikan kontribusi dan penggerak perekonomian negara. Akan tetapi UMKM di Indonesia mengalami permasalahan yang cukup banyak, antara lain adalah terbatasnya modal kerja, sumber daya manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi. Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang belum mantap. Menurut Sudaryanto dan Hanim dalam BKF (2013), umumnya UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana, kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal usaha dengan kebutuhan pribadi.

Model Hubungan Orientasi Kewirausahaan dengan Kinerja Usaha

(36)

18

Berdasarkan kerangka konseptual orientasi kewirausahan pada gambar di atas dapat diidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hubungan antara orientasi dengan kinerja usaha.

Terdapat beberapa model alternatif yang untuk menunjukkan peran variabel kontingensi pada hubungan orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha. Venkatraman (1989b) telah mengusulkan alternatif model untuk mengidentifikasi dampak dari variabel kontingensi yang terdiri dari model dengan efek mediasi, efek moderasi, efek independen, efek interaksi terhadap hubungan antara orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha. Model alternatif tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek moderasi, bentuk kekuatan hubungan orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha bervariasi sesuai dengan struktur organisasi usaha tersebut. Efek moderasi pada model orientasi kewirausahaan tersebut menjadikan organisasi sebagai variabel

Faktor Lingkungan

(37)

19 moderator. Menurut perspektif moderasi, dampak dari adanya variabel predikator disebut variabel moderator. Variabel moderator ditenetukan sesuai dengan objek penelitian yang akan dilakukan.

Model dengan efek mediasi menganggap orientasi kewirausahaan menjadi variabel anteseden, kinerja usaha menjadi variabel hasil, dan integrasi kegiatan organisasi menjadi variabel mediasi. Perspektif mediasi menentukan adanya mekanisme intervensi yang signifikan antara variabel anteseden dan variabel akibat.

Model dengan efek independen, lingkungan dijadikan sebagai variabel independen dari kinerja usaha. Orientasi kewirausahaan dan lingkungan usaha pada Gambar 4 merupakan variabel yang tidak saling berinteraksi. Akan tetapi kedua variabel tersebut berinteraksi dengan kinerja usaha yang merupakan variabel hasil.

Kinerja Usaha Orientasi

Kewirausahaan Karakteristik Kepemimpinan

Usaha

Gambar 5 Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek interaksi

Aktivitas Integrasi Orientasi

Kewirausahaan Kinerja Usaha

Gambar 3 Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek mediasi

Orientasi Kewirausahaan

Lingkungan Usaha

Kinerja Usaha

(38)

20

Model terakhir dari orientasi kewirausahaan adalah independen. Model orientasi kewirausahaan menggunakan efek interaksi menjelaskan bahwa berbagai elemen lingkungan organisasi (usaha) berinteraksi dengan orientasi kewirausahaan untuk memengaruhi kinerja usaha. Keempat model tersebut ditemukan oleh Venkatraman (1989b).

Naman dan Slevin (1993) menjelaskan bahwa kinerja dapat ditingkatkan ketika variabel kunci diterapkan secara benar. Hal tersebut merupakan premis dasar kontingensi. Teori yang menyatakan bahwa keselarasan diantara variabel-variabel kunci seperti kondisi industri dan proses organisasi sangat penting untuk menciptakan kinerja yang optimal. Teori kontingensi menyatakan bahwa hubungan antara dua variabel tergantung pada tingkat variabel ketiga. Venkatraman (1989b) memperkenalkan efek moderator dalam menjelaskan hubungan orientasi kewirausahaan dan dapat membantu mengurangi potensi kesimpulan yang tidak sesuai. Terdapat sedikit konsensus untuk menentukan variabel moderator yang cocok untuk menghubungkan orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha. Variabel internal seperti pengetahuan (Wiklund dan Shepherd 2005), dan berbagai variabel lingkungan (Tan dan Tan 2005) telah dimasukkan dalam studi mengenai orientasi kewirausahaan.

(39)

21 Kelima aspek tersebut dapat diterapkan untuk mengidentifikasi peran pemerintah terhadap suatu organisasi.

Beberapa model hubungan orientasi dengan kinerja usaha telah dijelaskan oleh Lumpkin dan Dess (1996). Salah satu model yang dijelaskan tersebut adalah moderasi. Konsistensi terhadap perspektif moderasi, efek dari variabel prediktor pada variabel kriteria disebut moderator (Venkatraman 1989b). Begitu juga dengan konsep elaborasi yang sangat relevan dalam mengembangkan wawasan yang lebih dalam mengenai hubungan orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha. Elaborasi berfungsi untuk memperjelas hubungan antara dua variabel melalui pengenalan variabel tambahan dalam analisis. Proses elaborasi ini dapat menjelaskan hubungan dengan tingkat akurasi yang lebih besar. Kekuatan hubungan orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha dengan efek moderasi memiliki berbagai variasi sebagai fungsi dari struktur organisasi. Burns dan Stalker dalam Lumpkin dan Dess (1996) menjelaskan bahwa organisasi organik dan mekanistik sebagai moderator dalam hubungan orientasi kewirausahaan dengaan kinerja usaha. Organisasi organik biasanya terdesentralisasi, informal, dan memiliki penekanan pada sisi interaksi serta pemerataan pengetahuan di seluruh jaringan organisasi. Organisasi mekanistik cenderung sangat terpusat, formal serta ditandai dengan tingginya tingkat tingginya vertikal dan perbedaan fungsi. Shoghi dan Saifeepoor (2013) berpendapat bahwa orientasi kewirausahaan perlu dikaitkan dengan faktor organisasi karena efektif untuk mencapai suatu kesuksesan dalam organisasi. Demikian pula, Covin dan Slevin (1991) menyarankan bahwa orientasi kewirausahaan harus dikaitkan dengan formalisasi struktural rendah, desentralisasi, dan kompleksitas rendah. Bentuk efek moderasi menunjukkan organisasi harus disertakan untuk menentukan hubungan orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha. Menurut Covin dan Slevin (1988) menyatakan bahwa dari struktur usaha, pengambilan keputusan memoderatori hubungan orientasi kewirausahaan dengan kinerja usaha. Secara khusus, konsep dinamika lingkungan dan peluang telah memainkan peranan penting dalam memahami proses pengambilan keputusan strategis yang terjadi dalam organisasi kewirausahaan (Lumpkin dan Dess 2001; Miller dan Freisen 1982).

Kerangka Operasional

(40)

22

mengambil risiko, keinovatifan dan proaktif adalah pelaku usaha dengan orientasi konservatif.

Konsep orientasi kewirausahaan (EO) untuk menjelaskan pola pikir pelaku yang bergerak dalam mengembangkan usahanya dan menyediakan kerangka yang berguna untuk meneliti aktivitas kewirausahaan. Orientasi kewirausahaan memungkinkan dimiliki oleh pelaku usaha kecil atau pelaku usaha baru yang baru dibangun kurang dari sepuluh tahun untuk meningkatkan kinerja usaha dan menghadapi pesaing dari usaha yang dibangun. Bagi pelaku usaha tahu dengan terbentuknya orientasi kewirausahaan pada dirinya akan dapat menghadapi tantangan dan meningkatkan kinerja usaha. Tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha tahu seperti pesaing pada usaha sejenis ini, permasalahan produksi berkaitan dengan ketersediaan bahan baku dan gejolak harga kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu dapat diatasi dengan penerapan orientasi kewirausahaan.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi orientasi kewirausahaan pelaku usaha tahu dalam menjalankan usaha untuk meningkatkan kinerja usahanya dan menganalisis pengaruh dari orientasi kewirausahaan pelaku usaha tahu terhadap kinerja usaha. Faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Menurut model konseptual dari Lumpkin dan Dess (1996) ada beberapa faktor internal yang memengaruhi orientasi kewirausahaan yaitu skala usaha, struktur usaha, sumberdaya, budaya, strategi, dan kepemimpinan usaha. Lingkungan merupakan faktor eksternal dari orientasi kewirausahaan. Lingkungan usaha menuntut pelaku usaha dapat menghadapi kondisi gejolak dan dinamis dari usahanya, termasuk memenuhi tuntutan penawaran dan permintaan, penerapan teknologi yang berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Lingkungan telah lama dianggap sebagai salah satu kontingensi penting dalam teori organisasi dan manajemen strategis. Konseptualisasi lingkungan direfleksikan melalui hostility dan dinamisme. Melihat kondisi UMKM pembuatan tahu di Kabupaten Bogor, faktor internal dan eksternal yang diduga berpengaruh terhadap terbentuknya orientasi kewirausahaan adalah sumberdaya, karakteristik usaha, lingkungan eksternal dan peran pemerintah.

Orientasi kewirausahaan sering dioperasionalkan dalam tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut yaitu keinovatifan, berani mengambil risiko, dan proaktif untuk mengkarakterisasi dan menguji kewirausahaan. Setelah itu, Lumpkin dan Dess (1996) mengidentifikasi dua dimensi tambahan yaitu otonomi dan agresivitas kompetitif. Model pada penelitian ini menggunakan lima variabel manifest atau indikator dari orientasi kewirausahaan yaitu keinovatifan, berani mengambil risiko, proaktif, otonomi dan agresivitas kompetitif. Berbagai literatur mengenai kinerja usaha menjelaskan bahwa tidak ada konsensus diantara para peneliti mengenai indikator kinerja bisnis yang pasti. Oleh karena itu, terdapat keanekaragaman ukuran kinerja, yang terdiri dari ukuran objektif dan subjektif sebagai pengukuran keuangan atau non keuangan (Wiklund dan Shepherd 2005). Penelitian ini mengukur kinerja berdasarkan pada pertumbuhan profit, pertumbuhan penjualan, dan kepuasan konsumen dari produk tahu.

(41)

23 pengambilan keputusan yang mengarah pada suatu hal yang baru. Pada penelitian ini digunakan variabel pengambilan keputusan sebagai variabel moderator. Gaya pengambilan keputusan dapat dikategorikan ke dalam rasional dan emosional, yang sangat berbeda satu sama lain. Tujuan selanjutnya penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh orientasi kewirausahaan dengan menggunakan efek moderasi. Pengaruh tersebut diidentifikasi menggunakan Partial Least Square

(42)

24

Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional Dimensi Orientasi Kewirausahaan

Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha dengan Gaya Pengambilan Keputusan Sebagai Variabel Moderator

Implikasi manajerial

Partial Least Square (PLS) Pelaku usaha tahu mengalami laba yang tidak

menentu dan kinerja usaha yang tidak stabil.

Penerapan Orientasi Kewirausahaan

Riset Produsen (Pelaku usaha tahu)

Karakteristik Pelaku Usaha

Tahu

Proses Pembuatan

Tahu

Faktor-faktor yang Memengaruhi Orientasi Kewirausahaan

Analisis Deskriptif Analisis

Gambar

Gambar 1  Kerangka konseptual orientasi kewirausahaan
Gambar 3  Model orientasi kewirausahaan dan kinerja usaha dengan efek mediasi
Gambar 6  Kerangka pemikiran operasional
Tabel 7  Aturan evaluasi struktural model PLS
+7

Referensi

Dokumen terkait