BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) a. Definisi MP-ASI
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan pada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari air susu ibu (DepKes RI, 2006).
Menurut Chomaria (2014) MP-ASI merupakan peralihan asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat.
b. Tujuan MP-ASI
Menurut Soenardi (2006) tujuan dari MP-ASI adalah sebagai berikut: 1) Melengkapi zat-zat gizi yang kurang dalam ASI atau PASI
2) Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam-macam makanan dan berbagai rasa dan tekstur
3) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
4) Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi
Tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat yang diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus menerus. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dapat diketahui dengan cara melihat kondisi pertambahan berat
badan anak.
c. Alasan MP-ASI diberikan umur 6 Bulan
Menurut Chomaria (2014) MP-ASI harus diberikan pada saat bayi umur 6 bulan karena:
1) Bayi mengalami growth spurt (percepatan pertumbuhan) pada usia 3-4 bulan, bayi mengalami peningkatan nafsu makan, tetapi bukan berarti pada saat umur tersebut bayi siap untuk menerima makanan padat
2) 0-6 bulan, kebutuhan bayi bisa dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi ASI 3) Umumnya bayi telah siap dengan makanan padat pada usia 6 bulan karena
pada usia ini, ASI hanya memenuhi 60-70% kebutuhan gizi ibu
4) Tidak dianjurkan untuk memperkenalkan makanan semi padat atau padat pada bayi berumur 4-6 bulan karena sistem pencernaan mereka belum siap menerima makanan ini
5) Pemberian makanan sebelum usia 6 bulan, meningkatkan risiko alergi, obesitas, mengurangi minat terhadap ASI
6) Masih aktifnya reflex extrusion yaitu bayi akan mengeluarkan makanan yang ibu sodorkan kemulutnya , ini meningkatkan risiko tersedak jika diberikan makanan padat terlalu dini
d. Jenis MP-ASI
Menurut DepKes, RI (2006) jenis MP-ASI adalah sebagai berikut: 1) Makanan tambahan pendamping ASI lokal (MP-ASI Lokal)
Makanan tambahan lokal adalah makanan tambahan yang diolah dirumah tangga atau di Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia di
tempat, mudah diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan pengolahan sebelum dikonsumsi oleh bayi.
2) Makanan tambahan pendamping ASI pabrikan (MP-ASI pabrikan)
Makanan tambahan hasil olahan pabrik adalah makanan yang disediakan dengan olahan dan bersifat instan dan beredar dipasaran untuk menambah energy dan zat-zat gizi esensial pada bayi.
e. Tahapan Pemberian MP-ASI
Menurut DepKes, RI (2006) tahapan dalam pemberian MP-ASI adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Jadwal pemberian MP-ASI berdasarkan umur, macam-macam MP-ASI dan frekuensi pemberian
Umur Bayi Jenis makanan Berapa kali
sehari 0-6 bulan 6-9 bulan ASI a. ASI b. Buah-buahan c. Hati ayam/kacang-kacangan d. Sayuran (wortel,bayam) e. Minyak/santan/advokad f. Air tajin
g. Bubur lunak (sari buah)
Kapan diminta Kapan diminta 3-4 kali/hari
9-12 bulan 12 bulan atau lebih a. ASI b. Buah-buahan c. Bubur/ roti d. Daging/ kacang-kacangan/ayam/ikan e. Beras merah/kentang/labu/ jagung f. Kacang tanah g. Minyak/santan/alpukat h. Sari buah tanpa gula a. ASI
b. Makanan pada umumnya, termasuk telur dengan kuningnya c. Jeruk Kapan diminta 4-6 kali/hari Kapan diminta 4-6 kali/hari
f. Kerugian pemberian MP-ASI dini
Beberapa penyakit yang sering muncul akibat dari pengenalan MP-ASI dini menurut Aden (2010) yaitu:
1) Beban ginjal yang berlebihan dan hyperosmolitas
Makanan padat, baik yang dibuat sendiri atau pabrik, cenderung mengandung kadar natrium klorida (NaCl) tinggi yang akan menambah beban ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan tambahan yang mengandung daging.
Bayi yang mendapat makanan pada umur dini mempunyai
osmolitasplasma yang lebih tinggi dari pada bayi-bayi yang 100% mendapat
2) Alergi terhadap makanan
Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini, dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan 7,5%, alergi terhadap makanan lainnya, seperti jeruk, tomat, ikan, dan telur. Air susu ibu kadang-kadang dapat menularkan penyebab-penyebab alergi dalam jumlah yang cukup banyak untuk menyebabkan gejala-gejala klinis, tetapi pemberian susu sapi atau makanan tambahan yang dini menambah terjadinya alergi makanan.
3) Gangguan pengaturan selera makan
Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi-bayi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa bayi-bayi yang diberi susu formula lebih berat dari pada bayi-bayi yang mendapat ASI, tetapi apakah perbedaan itu disebabkan karena bayi-bayi yang diberi susu formula mendapat makanan padat lebih dini, belumlah jelas.
4) Diare
Dalam makanan tambahan bayi biasanya terkandung konsentrasi tinggi karbohidrat dan gula yang masih sukar untuk dicerna oleh organ pencernaan bayi apabila diberikan terlalu dini, karena produksi enzim-enzim khusunya
amylase pada bayi masih rendah. Akibatnya akan terjadi gangguan pencernaan
pada bayi yang salah satunya adalah kejadaian diare (Hariyani, 2011). 5) Berpeluang obesitas
Proses pemecahan sari-sari makanan dalam tubuh bayi belum sempurna, sehingga bila bayi diberi MP-ASI sebelum usia 6 bulan berpeluang mengalami obesitas. Pemberian MP-ASI sebelum usia 6 bulan sering dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan. Karena itu, menunda pemberian MP-ASI sampai usia 6 bulan dapat melindunginya dari obesitas di kemudian hari.
2. Faktor predisposisi yang berhubungan dengan perubahan perilaku dalam kesehatan
a. Umur
1) Pengertian
Umur merupakan usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Arini, 2012).
2) Klasifikasi Umur
Menurut Notoatmodjo (2007) klasifikasi umur terdiri dari: (a) Umur ≤ 20 tahun
(b) Umur 20-35 tahun (c) Umur > 35 tahun b. Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Priyoto, 2014).
2) Kategori Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2007) untuk mengukur tingkat pendidikan ibu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu:
(a) Pendidikan Dasar (SD,SMP)
(b) Pendidikan Menengah (SMA/SMK)
(c) Pendidikan Tinggi (Diploma, Sarjana, Magister dan lain-lain) c. Pekerjaan
1) Pengertian
(a) Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, pencaharian (Priyono, 2014). Menurut Wawan (2011) pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah dan banyak tantangan. (b) Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh
atau mendapatkan penghasilan atau keuntungan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat pekerja memiliki peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan, dimana dengan berkembangnya IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan. Pekerjaan yang dapat
dilakukan ibu seperti pegawai negri (PNS), buruh, karyawan, swasta, petani (Siregar, 2008).
(c) Wanita bekerja adalah wanita yang yang bekerja dan sering berpergian tanpa dan dapat dipikirkan jam kerjanya. Wanita yang tidak bekerja adalah wanita yang tidak sering berpergian dan tidak memiliki aktifitas tetap (Pradana, 2010).
2) Jenis-jenis Pekerjaan
Menurut Priyono (2014) jenis-jenis pekerjaan antara lain:
(a) Supervised (terbimbing) tingkatan awal dengan 0-2 tahun pengalaman,
membutuhkan pengawasan dan petunjuk dalam pelaksanaan tugas
(b) Moderately Supervised, tugas kecil dapat dikerjakan oleh mereka tetapi
tetap membutuhkan bimbingan untuk tugas yang lebih besar, 3-5 tahun pengalaman.
(c) Independent (mandiri), memulai tugas tidak membutuhkan bimbingan
dalam pelaksanaan tugas. 3) Faktor-faktor pekerjaan
Menurut Priyono (2014) faktor-faktor pekerja meliputi:
(a) Kemahiran, pengetahuan dan keperluan pekerjaan dari aspek pendidikan, mental, pengalaman, latihan.
(b) Usaha berbentuk usaha mental, penumpuan tentang kerja secara fisikal atau manual
(c) Tanggung jawab pekerjaan terhadap aspek kewenangan, lahan, penyediaan.
d. Status Ekonomi atau Pendapatan 1) Pengertian
Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih besar (Pradana, 2010).
Tingkat ekonomi dalam suatu daerah dapat ditinjau dari penghasilan seseorang berdasarkan UMR (Upah Minimum Regional). UMR kabupaten Karanganyar berdasarkan data Kementakertrans (Kementrian tenaga kerja dan Transmigrasi) pada tahun 2014 yaitu 1.060.000,- kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2016 yaitu sebesar 1.420.000,- (SK-UMK Jateng, 2016). e. Budaya
1) Pengertian
Kebudayaan adalah keseluruhan cara hidup manusia sebagai warisan sosial yang diperoleh dari individu atau kelompoknya (Maramis, 2009).
Menurut Taylor dalam bukunya Primitive Culture kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat (Notoatmodjo, 2010).
2) Wujud Kebudayaan
Menurut Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa kebudayaan paling sedikit mempunyai 3 wujud yaitu:
(b) Kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat (c) Sebagai benda hasil karya manusia
Wujud yang pertama merupakan wujud yang ideal dari kebudayaan, sifatnya abstrak, berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendalikan, dan memberi arahan kepada kelakuan dan perbuatan. Petugas kesehatan tentunya perlu mempelajari budaya masyarakat dimana mereka bekerja (Notoatmodjo, 2010).
3) Konsep Kebudayaan
Menurut Notoatmodjo (2010) beberapa konsep untuk mempelajari kebudayaan suatu masyarakat adalah:
(a) Menghindari sikap ethnocentrism, yaitu sikap yang memberi penilaian tertentu kepada kebudayaan yang dipelajari. Misalnya adanya sikap bahwa kebudayaan mereka sendiri yang baik
(b) Masyarakat yang hidup didalam kebudayaan sendiri biasanya tidak menyadari memiliki kebudayaan, kecuali apabila mereka memasuki masyarakat lain dan bergaul dengan masyarakat lain
(c) Terdapatnya variabilitas didalam perubahan kebudayaan, atau unsur kebudayaan yang satu akan lebih sukar berubah bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan lain
(d) Unsur kebudayaan saling kait mengait.
4) Aspek budaya yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status kesehatan Menurut Notoatmodjo (2010) ada beberapa aspek budaya yang berpengaruh pada perilaku kesehatan, antara lain:
(a) Pengaruh tradisi terhadap perilaku kesehatan dan status kesehatan (b) Pengaruh sikap fatalistis terhadap perilaku dan status kesehatan (c) Pengaruh sikap ethnocentris terhadap perilaku kesehatan
(d) Pengaruh perasaan bangga pada statusnya, terhadap perilaku kesehatan (e) Pengaruh norma terhadap perilaku kesehatan
(f) Pengaruh nilai terhadap perilaku kesehatan
(g) Pengaruh unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal dari proses sosialisasi terhadap perilaku kesehatan
(h) Pengaruh konsekuensi dari inovasi terhadap perilaku kesehatan
3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi umur 2-6 bulan
a. Hubungan Umur Ibu dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Umur 2-6 Bulan
Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psiologis (mental). Secara garis besar, pertumbuhan fisik terdiri atas empat kategori perubahan yaitu perubahan ukuran, perubahan proposi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Pada aspek psikologis atau mentak, taraf berfikir seseorang menjadai semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2011).
Abrams (2011) mengemukakan bahwa orang yang berumur kurang dari sama dengan 35 tahun dianggap sebagai usia muda, sedangkan masa-masa terakhir menjadi seorang muda yaitu orang yang berumur diatas 35 tahun dan dianggap mulai memasuki kategori umur tua.
Teori lain juga mengatakan ibu yang berumur ≤ 35 tahun tidak mau menyusui karena takut postur tubuhnya akan berubah jika menyusui dan ini menyebabkan ibu memberikan MP-ASI dini (Tarmudji, 2010). Akan tetapi, terdapat faktor lain yang menunjukan bahwa umur muda maupun umur tua tidak mempengaruhi dalam mengambil keputusan dalam dirinya tetapi faktor lingkunganlah yang berperan dalam mempengaruhi setiap tindakan yang ada dimasyarakat (Priyoto, 2014).
b. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Umur 2-6 Bulan
Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Penddikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan (Wawan, A, 2011).
Indonesia mewajibkan pendidikan 12 tahun yaitu SD sampai dengan SMA, oleh karena itu pendidikan SMA bisa di kategorikan pendidikan tinggi. Masing-masing tingkat pendidikan tersebut memberikan tingkat pengetahuan tertentu yang sesuai dengan tingkat pendidikan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh semakin tinggi pula pengetahuan tentang pemberian MP-ASI yang tepat, baik waktu pemberian, frekuensi, jenis dan cara pengolahan MP-ASI (Tarmudji, 2010). Ibu yang berpendidikan rendah akan memberikan MP-ASI dini karena ibu akan menuruti saran dari keluarga atau tradisi yang masih kuat dalam lingkungannya tentang
MP-ASI tanpa mencari tahu apakah saran atau tradisi tersebut benar dan baik untuk bayinya.
c. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian MP-ASI Dini pada bayi umur 2-6 Bulan
Khomsan (2010) mengatakan bahwa konsep tentang ASI ekslusif sekarang ini terasa sulit untuk dilaksanakan oleh ibu-ibu bekerja. Kesibukan akibat bekerja diluar rumah merupakan penghambat utama seorang ibu untuk menyusui anaknya lebih baik.
Menurut gybney (2012) ibu bekerja masih dapat memberikan ASI ekslusif dengan cara memerah ASI sebelum berangkat ketempat kerja, akan tetapi apabila puting susu ibu lecet, pembengkakan payudara, dan mastitis akibat kesalahan dalam menyusui ibu akan menghentikan pemberian ASI.
Kualitas dan kuantitas ASI tidak berpengaruh dengan kondisi ibu bekerja. Pada ibu telah diajarkan cara mempertahankan produksi ASI dengan cara memompa ASI pada saat berada di tempat kerja dengan menyusui bayi lebih sering pada malam hari, ternyata jumlah ibu yang ASI nya masih cukup sampai bayi umur 6 bulan lebih sedikit jika dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, kondisi ini diduga akibat beban fisik ibu karena pekerjaan sehingga tidak dapat mempertahankan produksi ASI yang mengakibatkan ibu memberikan MP-ASI (Mulyaningsih, 2010).
Pemberian makanan pendamping dan susu formula adalah alternatif dengan anggapan bahwa anak akan tetap mendapatkan asupan nutrisi yang cukup
merupakan jalan yang ditempuh oleh ibu yang sedang bekerja. Jika dalam pemberian ASI dihentikan pada saat usia dini, maka penggunaan makanan bayi buatan sendiri dan makanan pendamping sangat tinggi (sumardiono, 2007).
d. Hubungan Status Ekonomi Ibu dengan Pemberian MP-ASI pada Bayi umur 2-6 Bulan
Status ekonomi menyangkut besarnya penghasilan yang diterima ibu atau keluarga, jika dibandingkan dengan pengeluaran masih memungkinkan ibu untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar (Pradana, 2010).
Status ekonomi atas atau baik akan memudahkan dalam mencari pelayanan kesehatan yang lebih baik. Faktor ekonomi berkaitan erat dengan konsumsi makanan atau dalam penyajian makanan keluarga khususnya dalam pemberian MP-ASI. Tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-ASI yaitu semakin status ekonomi atas maka kesempatan untuk memperkenalkan MP-ASI dini lebih besar karena ibu lebih mudah dalam menyediakan MP-ASI dari pada ibu yang memiliki status ekonomi bawah (Pradana, 2010).
e. Hubungan Budaya dengan Pemberian MP-ASI Dini pada Bayi Umur 2-6 Bulan
Faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah pemberian MP-ASI diberbagai kalangan. Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu
kebiasaan untuk memberikan MP-ASI pada bayi dengan alasan bayi tidak akan kenyang dengan diberikan ASI saja. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI karena budaya tersebut sudah melekat di keluarga (Prada, 2010).
Rusli (2008) mengatakan ibu akan merasa cemas saat bayinya menangis atau rewel dan ibu beranggapan bahwa bayinya masih lapar walaupun sudah diberikan ASI sehingga ibu memberikan bayinya MP-ASI.
Terdapat teori lain menunjukan tidak adanya keterkaitan dengan faktor kebudayaan. Menurut Andeas (2013) kebudayaan adalah segala sesuatu atau tata nilai yang berlaku dalam sebuah masyarakat termasuk didalamnya pernyataan intelektual dan nilai-nilai artistik yang menjadi kebiasaan, sehingga pada akhirnya dapat mendorong masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan kemauannya sendiri atau sudah terbiasa dalam kehidupannya.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian MP- ASI dini pada bayi umur 2-6 bulan
Umur Pendidikan Pekerjaan Ekonomi Budaya
Umur muda < 35 tahun Status ekonomi baik Faktor penentu dalam kemampuan menyerap informasi Kebiasan/ kepercayaan Memberikan ASI Ekslusif dengan memerah sebelum berangkat kerja
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber modifikasi teori Aden (2010), Green dalam Soekidjo Notoatmodjo (2010), Roesli (2005), Prada (2010)
C. Hipotesis
Hipotesisi yang dikemukakan pada penelitian ini adalah:
1. Ada hubungan antara umur ibu dengan pemberian MP-ASI dini 2. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian MP-ASI dini 3. Ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian MP-ASI dini 4. Ada hubungan antara status ekonomi ibu dengan pemberian MP-ASI dini 5. Ada hubungan antara budaya ibu dengan pemberian MP-ASI dini
Tidak mau menyususi karena takut postur tubuh berubah Memberikan MP-ASI dini Pendidikan rendah cenderug menuruti saran keluarga Daya beli makanan tambahan mudah Putting susu lecet, bendungan ASI, mastitis Bayi nangis/ rewel Tidak kenyang dengan ASI Menghentikan ASI