• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebutuhannya untuk bertumbuh dan berkembang. World Health Organization

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebutuhannya untuk bertumbuh dan berkembang. World Health Organization"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang Masalah

Menyusui merupakan kondisi normal bayi mendapatkan nutrisi sesuai kebutuhannya untuk bertumbuh dan berkembang. World Health Organization (WHO) merekomendasikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif diberikan kepada bayi hingga usia enam bulan, kemudian dapat dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI yang sesuai (WHO, 2015). Manfaat menyusui bukan hanya dirasakan oleh bayinya, tetapi juga dirasakan oleh ibunya karena menyusui dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas karena proses menyusui akan merangsang kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan pasca melahirkan (postpartum) (Riskedas, 2013). WHO dan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) merekomendasikan kepada ibu untuk menetapkan dan mempertahankan ASI eksklusif selama enam bulan dengan memulai pemberian ASI dalam satu jam pertama kehidupan bayi; ASI eksklusif (bayi hanya menerima susu dari ibunya saja tanpa makanan ataupun minuman lainnya, termasuk air putih); menyusui sesuai kebutuhan bayi baik siang maupun malam; dan tidak menggunakan botol, dot ataupun empeng (WHO, 2015).

Data UNICEF pada tahun 2009-2013 menunjukkan data pemberian ASI eksklusif < 6 bulan berjumlah 42% (UNICEF, 2015). Data tersebut mendasari WHO untuk mencanangkan adanya Global Nutrition Targets 2025. Kebijakan

(2)

mengenai target yang ke lima dari Global Nutrition Targets 2025 ditujukan untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama hingga 50%. Tujuan dari kebijakan tersebut untuk meningkatkan perhatian, investasi, dan untuk mengatur penghematan biaya. Kebijakan tersebut dapat membantu pasangan untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang berusia < 6 bulan. WHO menyarankan dalam kasus tersebut minimum dapat meningkatkan sebesar 1,2% atau lebih tiap tahunnya (WHO, 2014).

Pemberian ASI eksklusif yang tidak optimal, termasuk juga pemberian ASI yang tidak eksklusif melibatkan 11,6% kematian pada anak di bawah lima tahun. Jumlah tersebut sekitar 804.000 kematian anak pada tahun 2011 (Black et al., 2013). UNICEF pada tahun 2009-2013 menampilkan data statistik kematian anak di bawah 5 tahun berjumlah 46 per 1.000 kelahiran hidup. Di Indonesia kematian anak di bawah 5 tahun berjumlah 29 per 1.000 kelahiran hidup. Kematian bayi berjumlah 25 per 1.000 kelahiran hidup dan pada kematian neonatus berjumlah 14 per 1.000 kelahiran hidup. Pemberian nutrisi yang tidak adekuat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya kematian pada neonatus, bayi, dan anak-anak di bawah lima tahun (UNICEF, 2015).

Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Indonesia tahun 2013 menunjukkan hasil adanya penurunan persentase pemberian ASI saja selama 24 jam pada anak berdasarkan usia, yaitu usia 0 bulan (52,7%), usia 1 bulan (48,7%), usia 2 bulan (46,0%), usia 3 bulan (42,2%), usia 4 bulan (41,9%), usia 5 bulan (36,6%), dan usia 6 bulan (30,2%). Penurunan persentase tersebut menunjukkan bahwa masih

(3)

kurangnya pengetahuan ataupun kemauan ibu dalam memberikan ASI eksklusif pada anak (Riskesdas, 2013).

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 memiliki target pemberian ASI eksklusif sebesar 80% secara nasional. Rata-rata cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia baru mencapai 52,3%. Berdasarkan target tersebut, dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, hanya terdapat satu provinsi yang berhasil mencapai target yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 84,7%. Sedangkan Provinsi DI Yogyakarta menempati posisi tujuh, yaitu sebesar 70,8%. Hasil survei langsung di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta diperoleh hasil bahwa capaian pemberian ASI eksklusif lima kabupaten yang terdapat di DI Yogyakarta, yaitu Sleman, Kulonprogo, Bantul, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta pada tahun 2014 secara berurutan adalah 81,2%; 74,27%; 71,55%; 59,46%; dan 54,92%. Berdasarkan survei langsung yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Sleman, capaian ASI eksklusif tahun 2014 Kecamatan Cangkringan (Puskesmas Cangkringan) yang akan digunakan sebagai tempat penelitian belum mencapai target yaitu sebesar 72,13%.

Cangkringan adalah salah satu daerah di Kabupaten Sleman yang paling dekat dengan Gunung Merapi, yaitu termasuk dalam zona bahaya 0 – 15 km. Wilayah Cangkringan merupakan kawasan lereng gunung merapi (ringbelt). Wilayah ini kaya sumberdaya air dan potensi wisata yang berorientasi pada aktivitas gunung merapi dan ekosistemnya (Pemkab, 2010). Cangkringan terdiri dari lima desa, yaitu Desa Argomulyo, Wukirsari, Umbulharjo, Kepuharo, dan Glagaharjo.

(4)

Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu tindakan untuk menanggulangi tingginya angka kematian balita. Puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar memiliki peranan penting untuk mengkampanyekan pemberian ASI eksklusif pada balita. Salah satu Puskesmas yang berada di wilayah pegunungan, yaitu Puskesmas Cangkringan sedang merencanakan sebuah program baru untuk mendukung pemberian ASI eksklusif yang disebut Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu). Namun, harapan terwujudnya program baru tersebut sampai sekarang hanya pada tahap wacana saja karena belum juga terealisasi. Hal tersebut dikarenakan adanya banyak kendala lapangan, terutama dari sumber daya manusia yang tidak adekuat. Studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2015 di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan tercatat 100 orang ibu yang memiliki anak usia 0-6 bulan. Jumlah tersebut tersebar di lima desa yang ada di Kecamatan Cangkringan, yaitu Desa Argomulyo, Wukirsari, Umbulharjo, Kepuharjo, dan Glagaharjo.

Hasil wawancara yang didapatkan dari salah satu bidan dan konselor gizi yang bertugas di Puskesmas Cangkringan menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif di wilayah Cangkringan pada bulan-bulan awal anak (0-3 bulan) sudah cukup bagus, hanya saja masih perlu tindak lanjut pencegahan agar pemberian ASI eksklusif tidak terputus sampai di situ saja. Salah satu bidan desa tersebut juga menyampaikan beberapa faktor yang menyebabkan kondisi di atas karena masih kurangnya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif, kurangnya dukungan keluarga dalam pemberian ASI eksklusif, dan adanya perilaku negatif keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif.

(5)

Informasi yang tepat dan dukungan keluarga merupakan hal yang sebenarnya dibutuhkan oleh ibu menyusui. Pendidikan formal mengenai menyusui yaitu memberikan informasi lebih mengenai menyusui, yang terdiri dari standar antenatal care dan sesi pendidikan yang melibatkan individu atau kelompok yang dipimpin oleh konselor sebaya atau tenaga kesehatan profesional, kunjungan rumah, konsultasi laktasi, pemberian leaflet, video demonstrasi, dan melibatkan suami dalam kegiatan pembelajaran (Willumsen, 2013). Konseling teman sebaya merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu sesama ibu menyusui dalam pemberian ASI kepada bayinya. Konselor teman sebaya dalam pemberian ASI ini merupakan kelompok wanita yang telah sukses dalam pemberian ASI, menerima pelatihan mengenai pendidikan dalam pemberian ASI, dan bekerja dengan sebayanya untuk meningkatkan outcome dalam pemberian ASI (Chapman et al., 2010).

Penelitian terdahulu mengenai penggunaan metode konseling teman sebaya dalam pemberian ASI bukan hanya menunjukkan hasil yang positif, tetapi beberapa juga menunjukkan adanya tantangan dengan penggunaan metode tersebut. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2006-2008 di sub-Saharan Afrika telah menunjukkan bahwa pendekatan dengan menggunakan konseling teman sebaya pada ibu yang baru melahirkan usia 12 minggu dan 24 minggu membuktikan bahwa penggunaan metode konseling teman sebaya dengan kunjungan rumah efektif dalam meningkatkan rasio prevalensi pemberian ASI eksklusif (Tylleskar et al., 2011).

(6)

Penelitian lainnya yang menggunakan intervensi konseling teman sebaya adalah penelitian yang dilakukan selama 18 bulan (Januari 2011-Juni 2012) di kota yang populasinya berpenghasilan rendah di USA menunjukkan bahwa angka pemberian ASI meningkat selama penelitian ini berlangsung. Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu ibu menyusui pada bayi usia 1 bulan dan ibu menyusui pada bayi usia 6 bulan. Keduanya menunjukkan pengaruh yang berbeda dari penggunaan intervensi konseling teman sebaya. Metode ini signifikan meningkatkan self efficacy pada ibu dan dapat membantu ibu untuk mencapai tujuannya hanya pada ibu yang memiliki bayi usia 1 bulan. Pada kelompok usia bayi 6 bulan, dalam penelitian ini tidak dapat menunjukkan kemajuan yang signifikan pada angka pemberian ASI. Konseling teman sebaya juga berpengaruh pada angka pemberian ASI, yaitu lebih tinggi pada ibu yang memiliki bayi usia 1 bulan daripada pada ibu yang memiliki bayi usia 6 bulan (Srinivas et al., 2015).

Adanya tantangan atau ketidakberhasilan penggunaan metode konseling teman sebaya dapat dilihat pada penelitian yang telah dilakukan oleh Wong et al., (2007) yang dilakukan pada dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Setelah disesuaikan dengan pengalaman ibu dalam pemberian ASI, status ibu menyusui yang bekerja, ternyata tidak ada perbedaan statistik dalam metode pemberian makan ibu pada bayinya (eksklusif, hampir memberikan ASI eksklusif, dan predominan menyusui). Ketiga waktu tersebut secara berurutan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, hasilnya adalah hari ke-5 : 37%/38%, 46%/53%, 57%/63%; bulan ke-3 : 10%/9%, 17%/23%, 20%/26%; dan

(7)

pada bulan ke-6 : 2%/1%, 18%/8%, 18%/19%. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi. Artinya, intervensi konseling teman sebaya tidak meningkatkan durasi dan keeksklusifan pemberian ASI. Kurangnya pengaruh dari konseling teman sebaya mungkin menggambarkan rendahnya angka dasar dan nilai menyusui yang rendah pada populasi yang ada, tipe intervensi konseling teman sebaya itu sendiri atau alokasi kelompok bias.

Penelitian lain yang juga menunjukkan ketidakberhasilan dari metode konseling teman sebaya dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Chapman et al., (2013) yang dilakukan pada wanita hamil yang mengalami kelebihan berat badan/obesitas dan berpenghasilan rendah. Sebanyak 206 wanita dalam populasi tersebut, dikelompokkan menjadi 2, yaitu 76 kelompok intervensi (menerima intervensi konseling teman sebaya) dan 78 kelompok kontrol (perawatan standar dari rumah sakit). Intervensi ini tidak memiliki pengaruh pada pemberian ASI eksklusif dan kelanjutan pemberian ASI pada usia 1, 3, ataupun 6 bulan postpartum. Pada kelompok intervensi, 2 minggu setelah melahirkan sebenarnya memiliki peluang yang signifikan untuk terus menyusui, dan memberikan kurang lebih 50% ASInya sebagai makanan utama bayi dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Penelitian mengenai ASI eksklusif memanglah bukan hal baru lagi dan masih menjadi fenomena baik di Indonesia maupun di dunia. Hal tersebut dikarenakan hingga saat ini ASI eksklusif masih menjadi masalah penting yang harus segera diatasi untuk berpartisipasi dalam penurunan angka kematian pada

(8)

anak di bawah usia 5 tahun. Penjabaran beberapa penelitian dengan menggunakan metode edukasi melalui konseling teman sebaya di atas menunjukkan adanya perbedaan, yaitu keberhasilan konseling teman sebaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif, tetapi ada juga yang menunjukkan ketidakberhasilan dalam menggunakan metode tersebut. Selain itu, peneliti juga belum pernah menemukan penggunaan metode edukasi konseling teman sebaya pada kelompok ibu yang sedang memberikan ASI eksklusif di lingkungan UGM, sehingga peneliti ingin membuktikan pengaruh dari penggunaan metode tersebut dalam pemberian ASI eksklusif yang juga menghubungkannya dengan perubahan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam pemberian ASI eksklusif.

B. Rumusan Masalah

Konseling teman sebaya merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu sesama ibu menyusui dalam pemberian ASI kepada bayinya. Pemberian metode edukasi tersebut dihubungkan dengan adanya perubahan yang terjadi pada pengetahuan dan keterampilan ibu dalam pemberian ASI eksklusif kepada bayinya. Dengan demikian, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pengaruh pemberian edukasi melalui konseling teman sebaya terhadap perubahan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan?

(9)

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh dari metode edukasi melalui konseling teman sebaya terhadap perubahan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbedaan pengetahuan ibu dalam pemberian ASI eksklusif sebelum dan sesudah dilakukan edukasi melalui konseling teman sebaya. b. Mengetahui perbedaan keterampilan ibu dalam pemberian ASI eksklusif

sebelum dan sesudah dilakukan edukasi melalui konseling teman sebaya. c. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan

pengetahuan dan keterampilan selama pemberian edukasi melalui konseling teman sebaya.

D. Manfaat Penelitian 1. Ibu

Hasil penelitian dapat merubah pengetahuan dan keterampilan ibu dalam pemberian ASI eksklusif pada bayinya. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menambah kepekaan ibu terhadap adanya faktor-faktor luar yang dapat menghambat perubahan pengetahuan dan keterampilan setelah mendapatkan edukasi melalui konseling teman sebaya mengenai ASI eksklusif.

(10)

2. Tempat Penelitian

Hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah kesadaran warga dalam memberikan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan, Sleman. Penelitian ini juga dapat digunakan bukan hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam pemberian ASI eksklusif, tetapi juga meningkatkan dukungan sosial untuk memberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan.

3. Konselor Teman Sebaya (Peer Counselor)

Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh konselor teman sebaya untuk tetap mempertahankan sikap yang dimiliki dalam pemberian ASI eksklusif dan tidak berhenti sampai di sini saja. Jika konselor teman sebaya masih memiliki rencana untuk memiliki anak lagi, konselor teman sebaya semakin mantap dalam mempertahankan pemberian ASI eksklusif untuk anak yang berikutnya. 4. Institusi Pendidikan

Hasil penelitian dengan menggunakan metode edukasi melalui konseling teman sebaya dapat menjadi salah satu metode yang menjadi pilihan dalam menyelesaikan setiap masalah keperawatan yang muncul. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk menambah pemahaman dan referensi mengenai penggunaan metode edukasi melalui konseling teman sebaya sebagai media pembelajaran.

5. Profesi Keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan peran perawat, terutama peran perawat dalam membantu ibu untuk meningkatkan

(11)

permasalah pemberian ASI eksklusif hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang serius untuk segera diatasi. Perawat juga dapat meningkatkan perannya dalam memberikan pelatihan kepada ibu-ibu yang dapat menjadi konselor teman sebaya sehingga ibu-ibu tersebut dapat berbagi pengalaman dan pengetahuannya kepada kelompok ibu yang masih membutuhkan bantuan dalam hal pemberian ASI eksklusif.

6. Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya untuk dapat lebih menggali lagi mengenai faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini juga dapat berguna untuk menekan permasalahan kematian bayi dan balita yang diakibatkan oleh kurangnya kesadaran ibu dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi, terutama dalam pemberian ASI eksklusif dan kelanjutan pemberian ASI pada anak usia lebih dari 6 bulan - 24 bulan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengetahui pengaruh metode edukasi melalui konseling teman sebaya terhadap perubahan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam kelanjutan pemberian ASI dan pengenalan mengenai Makanan Pendamping (MP) ASI yang sesuai dengan usia anak pada kelompok ibu yang memiliki anak usia > 6 bulan - 24 bulan.

(12)

E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian

Nama

dan Tahun Judul

Metodologi

Penelitian Hasil Persamaan dan Perbedaan

Srinivas et al., (2015) A Clinic-Based Breastfeeding Peer Counselor Intervention in an Urban, Low-Income Population: Interaction with Breastfeeding Attitude

Randomized Controlled Trial

(RCT)

Penelitian yang dilakukan selama 18 bulan (Januari 2011 – Juni 2012) di kota yang populasinya berpenghasilan rendah di USA menunjukkan bahwa angka pemberian ASI meningkat selama penelitian ini berlangsung. Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini cukup banyak dan dipilih ibu yang sedang hamil usia ≥28 minggu diikuti hingga 4 bulan pasca melahirkan. Penelitian ini melibatkan dua kelompok, yaitu ibu menyusui pada bayi usia 1 bulan dan ibu menyusui pada bayi usia 6 bulan. Keduanya menunjukkan pengaruh yang berbeda dari intervensi menggunakan peer counselor. Metode ini signifikan meningkatkan self-efficacy pada ibu dan dapat membantu ibu untuk mencapai tujuannya hanya pada ibu yang memiliki bayi usia 1 bulan. Pada kelompok usia bayi 6 bulan, dalam penelitian ini tidak dapat menunjukkan kemajuan yang signifikan

Persamaan

 Sampel yang dipilih adalah ibu postpartum.

 Intervensi dilakukan dengan kunjungan rumah dan melalui panggilan telepon.

Perbedaan

 Penentuan sampel telah dilakukan sejak usia kandungan ibu ≥28 minggu.  Metode penelitian yang

digunakan adalah RCT, sedang peneliti akan melakukan penelitian dengan quasi eksperimental pre dan post kuesioner.

(13)

pada angka pemberian ASI. Peer coulselor juga berpengaruh pada angka pemberian ASI, lebih tinggi pada ibu yang memiliki bayi usia 1 bulan dibanding pada ibu yang memiliki bayi usia 6 bulan.

Rozga et al., (2015)

Self-Reported Reasons for Breastfeeding Cessation among Low-Income Women Enrolled in a Peer

Coounseling Breastfeeding Support Program

Analisis data skunder

Pengambilan sampel dengan analisis sekunder memasukkan ibu yang terdaftar dalam program dukungan teman sebaya dari Oktober 2005 – September 2011. Jumlah partisipan yang mengikuti program komplit selama satu tahun adalah 2208 partisipan. Dukungan menyusui teman sebaya dilakukan dengan peer counseling melalui kunjungan rumah, telepon, dan juga melalui pesan singkat (SMS). Hasil penelitian yang diperoleh adalah terdapat sembilan alasan ibu tidak melanjutkan pemberian ASInya. Persentase alasan ibu menghentikan pemberian ASInya dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah pilihan ibu itu sendiri untuk menghentikan menyusui (39,3%), rendahnya persediaan susu (20,9%), ibu kembali untuk bekerja atau sekolah (10,1%), tantangan menyusui (8,2%), kondisi ibu sedang dalam

Persamaan:

 Pemberian konseling dilakukan melalui kunjungan rumah dan telepon.

Perbedaan:

 Alat ukur yang digunakan berbeda.

 Keluaran hasil penelitian yanng diharapkan berbeda. Dalam penelitian ini untuk melihat laporan alasan ibu menghentikan pemberian ASI, sedangkan dalam penelitian saya untuk mengukur perubahan pengethuan dan sikap setelah pemberian peer counseling.

(14)

pengobatan (7,8%), masalah lainnya (7,6%), kondisi bayi dalam masa pengobatan (3,7%), rekomendasi dari dokter (1,5%), dan kurangnya dukungan (0,8%). Tylleskar et al., (2011) Exclusive Breastfeeding Promotion by Peer Counsellors in sub-Saharan Africa (PROMISE-EBF): A Cluster-Randomised Trial Cluster-randomised behavioural-intervention

Penelitian dilakukan pada tahun 2006 – 2008 di sub-Saharan Afrika. Dalam penelitian ini antara kelompok kontrol dan intervensi dipisahkan agar tidak saling mempengaruhi dan merubah data. Peer counselor memberikan intervensi hanya untuk kelompok intervensi saja. Peer counselor dipilih dari daerah intervensi atau yang dekat, mereka dilatih oleh tim penelitian. Peer counselor dilatih selama 1 minggu oleh tim penelitian nasional. Semua ibu yang terlibat dalam penelitian ini dilakukan kunjungan rumah sebanyak 5 kali, kunjungan rumah pertama kali dilakukan ketika ibu berada pada kehamilan trimester ketiga. Jadwal kunjungan rumah ibu-ibu yang berada di Burkina Faso yaitu selama minggu pertama setelah melahirkan, dan dilanjutkan pada minggu ke-2, 4, 8, 16, dan 20. Jadwal kunjungan rumah ibu-ibu yang berada di Uganda dan Afrika Selatan yaitu

Persamaan

 Penelitian dilakukan dengan kunjungan rumah.

Perbedaan

Peer counselor diberi pelatihan selama 1 minggu, sedangkan peer counselor pada penelitian saya mendapatkan pelatihan selama 3 hari (masing-masing 4 jam).

 Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelompok ibu postpartum selama 12 minggu dan 24 minggu, sedangkan rencana penelitian saya melibatkan kelompok ibu yang memiliki anak usia 0 - <6 bulan.

(15)

pada minggu pertama kemudian dilanjutkan pada minggu ke-4, 7, dan 10. Peer counselor memberikan informasi dan mendorong serta mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Pendekatan dengan menggunakan peer counseling pada ibu yang baru melahirkan usia 12 minggu dan 24 minggu membuktikan bahwa penggunaan metode peer counseling dengan kunjungan rumah efektif dalam meningkatkan rasio prevalensi pemberian ASI eksklusif. Cameron et al., (2010) Influence of Peers on Breastfeeding Discontinuation

Among New Parents: The Melbourne Infant Program

Cluster Randomized Controlled Trial

Sampel yang dipilih berjumlah 501 ibu (yang terdiri dari 62 orang merupakan kelompok orangtua baru – 6 minggu setelah melahirkan). Waktu untuk menghentikan pemberian ASI oleh ibu dinilai dengan menggunakan pertanyaan yang diadopsi dari 2001 Australian National Health Survey. Level area socioeconomic position (SEP) dinilai pada tingkat area pemerintah daerah dengan menggunakan Index of Relative Socioeconomic Disadvantages yang dipublikasikan oleh the Australian Bureau of Statistics. Adanya kelompok sebaya yang

Persamaan:

 Sampel ibu yang digunakan adalah kelompok ibu postpartum.

Perbedaan:

 Alat ukur yang digunakan berbeda.

 Keluaran hasil penelitian. Pada penelitian ini melihat kemauan ibu untuk melanjutkan pemberian ASI hingga 6 bulan, sedangkan

(16)

memiliki usia hampir mirip sangat berpengaruh penting pada kelompok ibu menyusui untuk melanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

pada penelitian yang akan saya lakukan untuk melihat perubahan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Anderson et al., (2007) Differential Response to an Exclusive Breastfeeding Peer Counseling

Intervention: The Role of Ethnicity

Randomized Controlled Trial

(RCT)

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Januari hingga Desember 2003. Dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 kelompok berdasarkan etnik, yaitu Puerto Rican, non-Puerto Rican Hispanics, dan Blacks. Wanita dalam kelompok ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Wanita yang terdaftar sebagai kelompok intervensi akan menerima 3 kali kunjungan rumah prenatal oleh peer counselor (termasuk pendidikan ASI eksklusif dan konseling), dukungan perinatal dilakukan setiap hari selama rawat inap, 9 kali kunjungan rumah postpartum dan konseling, ditambah pendidikan menyusui konvensional yang disediakan oleh rumah sakit. Wanita yang termasuk dalam kelompok kontrol hanya menerima pendidikan menyusui konvensional yang disediakan oleh rumah sakit. Setelah

Persamaan

 Penelitian dilakukan dengan kunjungan rumah.

 Sampel penelitian merupakan kelompok ibu postpartum. Perbedaan

 Kelompok ibu dalam penelitian dipilih berdasarkan kesukuan ibu, sedangkan pada penelitian saya kelompok ibu dipilih berdasarkan cluster.

 Kunjungan rumah yang dilakukan dalam penelitian ini diberikan sejak masa prenatal, sedangkan pada penelitian saya hanya pada masa post partum.

(17)

dilakukan intervensi oleh peer counselor 2 bulan setelah melahirkan, ternyata kelompok non-Puerto Rican Hispanics dan Blacks lebih baik dari kelompok Puerto Rican. Dari ketiga kelompok tersebut yang memiliki dampak paling baik dalam pemberian ASI eksklusif adalah pada kelompok non-Puerto Rican Hispanics.

perubahan pengetahuan dan keterampilan dari ibu menyusui.

Referensi

Dokumen terkait

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Oleh karena itu tulisan ini bertujuan mengemukakan peluan-peluang yang dapat dilakukan oleh ASEAN melalui program ASEAN Community, sebagai sebuah organisasi negara-negara

Bank adalah suatu badan yang mempunyai tugas utama yaitu menghimpun, menyalurkan dana kepada masyarakat, dan memberikan jasa lainnya. Kegiatan menghimpun dana dalam

dana, dan seberapa efektif peranan mereka dalam mewujudkan pengelolaan sekolah yang berkualitas, (2) lingkungan kelas dan lingkungan sekolah yang sehat, menyenangkan,

Sentral Grosir Pewangi Laundry Siap Jual juga Bahan Setengah Jadi seperti Produk: Bibit Parfum Laundry ﴾Waterbase maupun Alkohol/ Metanol Base.. Macam Keperluan Laundry Bahan

(2) Bank Indonesia mencabut status BDP apabila Bank Indonesia telah menerima surat penetapan dari BPPN yang menyatakan program penyehatan terhadap Bank yang bersangkutan telah