Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah ex post facto atau sering disebut sebagai penelitian causal-comparatif. Desain penelitian ex post facto digunakan untuk menjajagi kemungkinan hubungan kausalitas (sebab-akibat) di antara peubah bebas dan peubah terikat tanpa adanya manipulasi atau perlakuan dari peneliti terhadap peubah terikat (Kountor, 2006; Hadjar, 1996; Sevilla et.al., 1993). Desain ex post facto menfokuskan penyelidikan pada apa yang sebenarnya telah terjadi. Kountur (2007) mengemukakan bahwa peubah perlakuan atau peubah terikat pada desain penelitian ex post facto merupakan kejadian yang sudah terjadi. Oleh karena sudah terjadi maka tidak ada perlakuan (treatment) yang dikenakan atas peubah tersebut.
Pengumpulan data dilakukan secara survey. Ciri khas pengumpulan data melalui survey adalah data dikumpulkan dari sejumlah responden dengan menggunakan kuesioner. Keuntungan utama dari survey adalah dimungkinkannya membuat generalisasi untuk populasi berdasarkan analisa terhadap sampel yang berasal dari populasi tersebut. Analisis hubungan kausalitas (sebab-akibat) atau pengaruh antara peubah bebas dan peubah terikat dilakukan melalui pemodelan Structural Equation Modelling(SEM).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan pada desa-desa sekitar hutan kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa hutan kemiri kawasan pegunungan Bulusaraung merupakan areal hutan kemiri terluas di Sulawesi Selatan. Pengambilan data dilaksanakan dari bulan Januari 2010 sampai dengan Maret 2010.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah rumah tangga petani di sekitar kawasan hutan kemiri yang memiliki lahan dan/atau menggarap hutan kemiri di tiga kecamatan di kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel dilakukan
secara bertahap (multistage). Tahap pertama adalah menetapkan besarnya sampel penelitian. Besarnya sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla et.al, 1993), yaitu:
di mana: n N e = = = ukuran sampel ukuran populasi
persen kelonggaran ketidaktelitian (presisi) karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau dinginkan. Presisi yang akan digunakan adalah 8%.
Atau dapat menggunakan rule of thumb (aturan) dalam SEM sebagaimana yang dinyatakan oleh Wijanto (2008) dan Kusnendi (2008) bahwa penggunaan SEM dengan metode estimasi maximum likelihood memerlukan sampel minimal 100-150 responden, atau sebesar lima kali indikator-indikator (observed variables) yang ada dalam model.
Jumlah kepala rumah tangga petani sekitar hutan kemiri adalah 10.091 jiwa. Apabila menggunakan rumus slovin di atas maka jumlah sampel penelitian minimal adalah sebesar 153,8675 atau 154 responden (pembulatan). Sedangkan, jika menggunakan kaidah (rule of thumb) SEM maka jumlah sampel minimal 100-150 responden atau menggunakan kaidah lima kali indikator-indikator penelitian (peubah manifest) yaitu 35 x 5 = 175 responden. Dalam penelitian ini sampel penelitian diambil sebanyak 204 kepala keluarga.
Tahap kedua adalah penentuan desa atau wilayah (cluster) pada setiap kecamatan yang dilakukan secara acak (random sampling) dengan pertimbangan bahwa desa-desa di sekitar kawasan pegunungan Bulusaraung penduduknya memiliki karakteristik yang relatif homogen bila dilihat dari mata pencaharian, suku bangsa, dan budaya. Tahap ketiga adalah memilih dan menentukan banyaknya responden untuk masing-masing desa terpilih. Responden yang dipilih adalah kepala keluarga petani. Pemilihan dan penentuan responden untuk setiap kecamatan dilakukan secara acak tidak proporsional (disproporsianate random
N n =
sampling), yaitu dengan mempertimbangkan perbandingan luas hutan kemiri pada ketiga wilayah kecamatan. Diasumsikan daerah dengan luas hutan kemiri yang berbeda akan memberikan informasi partisipasi yang berbeda pada usahatani hutan rakyatnya. Kecamatan Mallawa memiliki luas hutan kemiri 5.056 Ha, Kecamatan Cenrana memiliki luas hutan 2.070 Ha dan luas hutan kemiri Kecamatan Camba adalah 2.215 Ha, dengan kata lain mempunyai perbandingan 2:1:1, maka ditentukan perbandingan atau proporsi untuk jumlah sampel per kecamatan yaitu 2:1:1, sehingga jumlah sampel untuk Kecamatan Mallawa adalah 100, untuk Kecamatan Cenrana 54, dan untuk Kecamatan Camba 50.
Tabel 6. Rincian Sampel Penelitian Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Rumah Tangga Luas Hutan Kemiri (Ha) Perbandingan Luas Lahan (Bobot sampel) Sampel (Jumlah Rumah Tangga) Cenrana 14.339 3.646 2.070 1 54 Camba 14.315 3.551 2.215 1 50 Mallawa 11.892 2.994 5.056 2 100
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada petani yang menjadi responden melalui pengisisan kuesioner, wawancara dan observasi langsung. Data sekunder diperoleh dari kantor dinas kehutanan setempat, kantor kecamatan setempat, dan kantor desa setempat, serta instansi lain yang terkait.
Kuesioner dibuat berdasarkan skala Likert. Pada setiap butir pertanyaan dan/atau pernyataan dalam kuesioner disediakan beberapa alternatif jawaban yang dapat dipilih oleh responden sesuai dengan persepsi, perasaan dan kegiatan yang dialaminya. Alternatif jawaban pada setiap item ditransformasikan menjadi data kuantitatif (diberi skor).
Sevilla et al. (1993) menyatakan bahwa skor yang diperoleh dengan menggunakan skala Likert biasanya dipertimbangkan sebagai data interval walaupun pada dasarnya adalah ordinal. Effendi (1995) menyebutkan bahwa salah satu cara untuk menentukan skor adalah dengan menggunakan skala Likert. Kerlinger (2002) menyatakan bahwa skala Likert tergolong ke dalam Skala Tingkat Sumatif/Summarated Rating Scales. Menurut Azwar (2003) total atau
jumlah skor dalam Summarated Rating Scales yang diperoleh dari setiap responden merupakan data interval karena dapat diletakkan sepanjang garis kontinuum.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Sebelum digunakan untuk mengumpulkan data, kuesioner diuji terlebih dahulu validitas dan realibilitasnya agar kelak dalam proses pengumpulan data dapat diperoleh data yang valid atau sah, serta memiliki konsistensi yang tinggi (reliabel), dengan kata lain diperoleh data yang akurat, tepat dan baik. Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang digunakan mampu mengukur apa yang ingin diukur (Arikunto, 1998). Dalam penelitian ini, jenis validitas yang digunakan adalah validitas konstruk (construct validity) dan validitas isi (content validity), dengan cara menyusun alat ukur/kuesioner dengan memasukkan semua aspek yang dianggap sebagai kerangka konsep yang akan diukur. Untuk memperoleh kuesioner yang mempunyai validitas konstruk dan validitas isi yang tinggi, maka daftar pertanyaannya disusun dengan cara:
a. Mempertimbangkan teori-teori yang relevan,
b. Menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden, dan c. Berkonsultasi dengan komisi pembimbing.
d. Mengujicobakan kuesioner.
Reliabilitas menunjuk pada konsistensi suatu instrumen dalam mengukur fenomena yang sama dalam waktu yang berbeda (Ancok, 1995). Untuk menguji reliabilitas kuesioner digunakan rumus Cronbach’s Alpha.:
N 2 item = 1 - (Kountur, 2006) N – 1 2 total Ket: = Cronbach’s Alpha N = banyaknya pertanyaan 2
item = variance dari pertanyaan
2
Setelah instrumen selesai disusun, kemudian instrumen diujicobakan. Responden untuk pengujian instrumen berjumlah 30 orang. Hasil uji coba dianalisis dengan korelasi pearson. Menurut Ancok dalam Singarimbun (1995) angka korelasi yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian dibandingkan dengan Tabel korelasi nilai r. Bila nilai korelasi dan reliabilitas hasil perhitungan lebih besar dari rtabelmaka instrument tersebut dianggap valid dan reliabel. Untuk n=30
(responden uji coba) dengan = 5% diperoleh rtabel = 0,361.
Berdasarkan hasil uji coba intrumen penelitian instrumen penelitian dianggap valid dan reliabel (lampiran 3) yaitu diperoleh 197 pertanyaan valid ( > rtabel = 0,361), demikian pula hasil pengujian reliabilitas menunjukkan bahwa
instrumen penelitian terbukti reliabel dengan koefisien reliabilitas berkisar antara 0,748 - 0,955.
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisa data dilakukan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif digunakan dalam rangka memberikan gambaran mengenai sebaran responden pada setiap peubah, dengan memakai tabel distribusi frekuensi. Selanjutnya untuk melakukan estimasi atau pendugaan terhadap populasi (generalisasi) dalam rangka melihat sejauhmana peubah bebas mempengaruhi peubah terikat serta untuk melihat kecocokan model penelitian yang dirancang (model hipotetik) dengan model sesungguhnya, digunakan statistik inferensial yaitu menggunakan SEM. Pengolahan dan analisis data akan menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) dan LISREL (Linear Structural Relationships).
Untuk memudahkan analisis dan pengolahan data maka terlebih dahulu disusun model hipotetik persamaan struktural, dengan mengacu pada kerangka berpikir, sehingga terlihat jelas jalur pengaruh antara peubah laten eksogen (X1,
X2, X3, X4, dan X5) dan peubah laten endogen (Y1, Y2, dan Y3), serta peubah laten
(eksogen dan endogen) dengan indikator-indikator refleksinya, sebagaimana berikut:
Gambar 4. Diagram Jalur Model Hipotetik Persamaan Struktural Peningkatan Partisipasi Petani Sekitar Hutan dalam Mengelola Hutan Kemiri Rakyat
X2 X2.1 X2.3 X2.2 X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1 X3.2 X3.1 X3 X4.1 X4.2 X4.3 X4 Y1 Y1.2 Y1.3 Y1.1 X5.1 X5.2 X5.3 X5 Y3.3 Y3.4 Y3.1 Y3.2 Y3 Y2 Y2.3 Y2.3 Y2.3 λx2.1 λx2.2 λx2.3 λx3.1 λx3.2 λx1.2 λx1.3λx1.4λx1.5 λx1.6 λx4.1 λx4.2 λx4.3 λx5.1 λx5.2 λx5.3 λy1.1λy1.2λy1.3 λy2.1 λy2.2 λy2.3 λy3.1 λy3.1 λy3.2 λy3.4 γ1.1 γ1.2 γ2.2 γ1.3 γ2.3 γ1.4 γ2.4 γ2.1 γ2.5 β2.1 β3.1 β3.2 δ2.1 δ2.3 δ2.2 δ3.1 δ3.2 δ1.1 δ1.2 δ1.3 δ1.4 δ1.5 δ1.6 δ4.1 δ4.2 δ4.3 γ35 ζ1 ζ2 ζ3 λx1.1 λx1.7 X1.7 δ1.7 X5.5 X5.4 λx5.4 λx5.5 Y4 Y4.2 Y4.3 Y4.1 λy4.1 λy4.2 λy4.3 β4.3 ζ4 ε1.3 ε1.2 ε1.3 ε4.3 ε4.2 ε4.1 ε3.1 ε3.2 ε3.3 ε3.4 ε2.1 ε2.2 ε2.3 ε51 ε5.2 ε5.3 ε5.4 ε5.5 X5.6 λx5.6 ε5.6 X3.2 δ3.3 λx3.3
Beberapa penjelasan notasi LISREL pada model hipotetik persamaan struktural di atas, sebagai berikut:
1) λ (lamda) adalah loading factor(muatan faktor) yang menyatakan hubungan antara peubah laten eksogen (biasa diasumsikan sebagai peubah bebas) dan endogen (biasa diasumsikan sebagai peubah terikat) dengan indikator-indikatornya (peubah teramati/manifest). λ dapat juga dinyatakan sebagai kemampuan indikator dalam merefleksikan peubah laten.
2) δ (delta) adalah kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator peubah eksogen (peubah bebas).
3) ε (eta) adalah kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator peubah endogen (peubah terikat).
4) γ (gama) adalah koefisien pengaruh terstandarkan peubah eksogen terhadap peubah endogen.
5) β (beta) adalah koefisien pengaruh terstandarkan peubah endogen terhadap peubah endogen.
6) ζ(zeta) adalah kesalahan struktural (structural error) pada peubah endogen. Berdasarkan path diagram dari model hipotetik persamaan struktural tersebut dapat diidentifikasikan empat model yang menjadi dasar analisis data. Keempat model tersebut dapat dijabarkan menjadi empat persamaan struktural sebagaimana berikut:
Model Y1: Model Kemampuan
Y1= γ1.1 X1+ γ1.2 X2+ γ1.3 X3+ γ1.4 X4+ ζ1 X1 X2 X3 X4 Y1 γ1.1 γ1.2 γ1.3 γ1.4 ζ1 Keterangan:
X1= Karakteristik indvidu petani X2= Tingkat kekosmopolitan petani X3= Intensitas peran penyuluh kehutanan X4= Dukungan lingkungan sosial budaya Y1= Tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri
Model Y2: Model Motivasi
Y2= γ2.1 X1+ γ2.2 X2+ γ2.3 X3+ γ2.4 X4+ γ2.5 X5+β2. 1 Y1+ζ2
Model Y3: Model Partisipasi
Y3= β3.1 Y1+ β3. 2Y2+ γ3.5X5+ ζ3
Model Y4: Model Keberlanjutan (Sustainability) Manfaat Hutan
Y4= β4.3Y3+ ζ4
Keterangan:
Y3= Tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri Y4 = Keberlanjutan manfaat hutan kemiri
X1 X2 X3 X4 Y2 γ2.1 γ2.2 γ2.3 γ2.4 X5 γ2.5 Y1 β2.1 ζ2 Y2 X5 Y1 Y3 γ3.5 β3.1 β3.2 ζ3 Y3 β4.3 Y4 ζ4 Keterangan: X5= Kesempatan/peluang
Y1= Tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri
Y2= Tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri
Y3= Tingkat partisipasi petani dalam mengelola hutan kemiri
Keterangan:
X1= Karakteristik indvidu petani X2= Tingkat kekosmopolitan petani X3= Intensitas peran penyuluh kehutanan X4= Dukungan lingkungan sosial budaya X5= Kesempatan/peluang
Y1= Tingkat kemampuan petani dalam mengelola hutan kemiri
Y2= Tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan kemiri
Konseptualisasi dan Definisi Operasional
Agar peubah-peubah yang diteliti mudah dipahami dan memiliki makna yang sesuai dengan tujuan penelitian, maka perlu dilakukan konseptualisasi atau diberikan ketepatan makna sehingga tidak terjadi ambigu atau asosiasi yang berbeda-beda (Sevilla, et.al1993). Selanjutnya agar konsep tersebut dapat diukur maka diberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat operasional. Kerlinger (2000) menyebutnya ”measured operational definition” atau definisi operasional yang dapat diukur.
Untuk kepentingan pengujian secara statistik, perlu dilakukan transformasi agar semua data yang terkumpul memiliki kisaran yang sama. Mengacu pada Sumardjo (1999), pedoman transformasi dapat dilakukan dengan menentukan nilai indeks terkecil diberikan untuk jumlah skor terendah dan nilai indekss terbesar diberikan untuk jumlah skor tertinggi dari tiap indikator.
Rumus umum transformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Transformasi Indeks :
Jumlah skor yang dicapai – Jumlah skor minimum
--- x 100 Jumlah skor maksimum– skor minimum
Jumlah skor minimum maupun maksimum yang dapat diharapkan dari setiap indikator akan berbeda atau tidak sama satu dengan lainnya, karena adanya perbedaan banyaknya item pertanyaan untuk setiap indikator tersebut, untuk itu dilakukan tranformasi indeks sehingga akan diperoleh kisaran nilai indeks yaitu 0-100. Nilai indeks terkecil 0 akan sepadan dengan jumlah skor minimum dan nilai indeks terbesar 100 sepadan dengan jumlah skor maksimum dari tiap indikator.
Konseptualisasi dan definisi operasional bagi peubah dan indikator dalam penelitian ini, adalah sebagaimana berikut:
1. Karakteristik Individu Petani (X1): ciri-ciri atau sifat-sifat khas individu yang melekat pada pribadi responden/petani yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan.
Tabel 7. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Karakteristik Individu Petani.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran
Kategori Pengukuran
X1.1 Umur Masa hidup yang telah
dilalui responden.
Dihitung mulai dari
tahunkelahiran dan
dibulatkan ke ulang tahun terdekat pada saat penelitian dilakukan. 1. 21-44 2. 45-54 3. 55-80 X1.2 Pengalaman berinteraksi dengan hutan kemiri Lamanya responden tinggal di desa dan melakukan berbagai kegiatan memanfaatkan hutan kemiri untuk memenuhi
kebutuhan.hidupnya
Dihitung sejak awal tinggal sampai dengan waktu penelitian dilaksanakan (jumlah tahun). 1. 10-22 2. 23-30 3. 31-55 X1.3 Pendidikan Formal
Pendidikan formal yang yang pernah dan sedang diikuti responden
Dihitung berdasarkan lamanya (jumlah tahun) pendidikan
formal yang pernah dan sedang diikuti.
1. 0-9 2. 10-12 3. 13-16 X1.4 Pendidikan
Non Formal
Pelatihan yang terkait dengan pengelolaan hutan yang pernah diikuti oleh responden
Diukur berdasarkan jumlah jam pelatihanyang pernah diikuti. 1. 0-10 2. 11-30 3. 21-35 X1.5 Tingkat
pendapatan Jumlah uang yang diperoleh responden dalam satu bulan baik yang bersumber dari usaha tani maupun usaha lainnya
Diukur berdasarkan
banyaknya penghasilan yang
diperoleh dalam satu bulan dari usaha tani dan non usaha tani
1. Rendah 2. Menengah 3. Tinggi X1.6 Jumlah tanggungan keluarga
Banyak orang yang berada dalam satu rumah tangga yang menjadi beban hidup.
Diukur berdasarkan
jumlah orangyang
menjadi beban hidup
1. Kecil 2. Cukup besar 3. Besar X1.7 Tingkat tungan terhadap sumberdaya hutan Sejauhmana responden memanfaatkan hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya Diukur berdasarkan skorpersepsi responden tentang sejauh mana hutan dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
2. Tingkat Kekosmopolitan Petani (X2) adalah aktivitas responden/petani dalam melakukan hubungan atau kontak dengan berbagai sumber informasi baik yang berada di dalam maupun berada di luar lingkup petani sehubungan dengan pengelolaan hutan kemiri.
Tabel 8. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Tingkat Kekosmopolitan Petani.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran X2.1 Kontak dengan pihak luar komunitas
Upaya responden untuk berhubungan dengan pihak lain yang berada luar komunitasnya dalam rangka mencari informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pengelolaan hutan kemiri. Dihitung berdasarkan frekuensiresponden setiap bulannya dalam mencari informasi di luar komunitasnya 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X2.2 bilitas informasi laan hutan
Upaya responden dalam mencari dan
memperoleh berbagai informasi pengelolaan hutan kemiri dari berbagai sumber informasi legal Dihitung berdasarkan skorpersepsi responden terhadap kemudahan mencari dan memperoleh informasi dan inovasi dari lembaga-lembaga pemerintah maupun non pemerintah terkait dengan pengelolaan hutan kemiri 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X3.3 dahan terhadap media masa Seberapa sering responden memperoleh informasi dari media massa, baik cetak maupun elektronik
Dihitung berdasarkan
jumlah jam per minggu responden memanfaatkan media massa 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
3. Intensitas Peran Penyuluh Kehutanan (X2) adalah berbagai kegiatan atau tindakan yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan dalam membantu, membimbing, dan mendidik responden/petani sekitar hutan mengelola hutan kemiri, yang diukur berdasarkan apa yang dialami responden.
Tabel 9. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Intensitas Penyuluh Kehutanan.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran
Kategori Pengukuran
X3.1
tor
Kegiatan yang dilakukan penyuluh dalam rangka mendorong dan membantu petani dalam rangka memperlancar proses kegiatan pengelolaan hutan
Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap intensitas kegiatan penyuluh kehutanan dalam memfasilitasi petani 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X.3.2 didik
Kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan dalam membangun kesadaran, memberikan informasi, mengajar/ melatih petani terkait dengan
kegiatan pengelolaan hutan
Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap intensitas kegiatan penyuluh kehutanan dalam melaksanakan kegiatan edukasi/ pendidikan 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X.3.2 kat
Kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh kehutanan memberikan nasehat, pertimbangan, masukan kepada petani dan pihak lain dan/atau pemerintah dalam rangka menjembatani kepentingan petani dengan pihak lain dan/atau
pemerintah kaitannya dengan kegiatan
pengelolaan hutan kemiri
Diukur berdasarkan skor persepsi responden terhadap intensitas kegiatan penyuluh kehutanan dalam melaksanakan kegiatan advokasi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
4. Dukungan Lingkungan Sosial Budaya (X4) adalah suasana yang melingkupi petani yang menjelaskan kualitas interaksi diantara responden dengan petani-petani lainnya, yang dilandasi oleh nilai-nilai positip atau kearifan yang berlaku.
Tabel 10. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Dukungan Lingkungan Sosial Budaya
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran X4.1 Dukungan kearifan lokal
Sejauhmana aturan dan pengetahuan yang bernilai positip yang berlaku dalam sistem sosial yang mempengaruhi perilaku responden dalam mengelola hutan. Diukur berdasarkan skor persepsi responden tentang sejauh mana nilai positip yang ada dalam masyarakat bersifat mengatur hubungan antar manusia dan mengatur hubungan antara manusia dan alam 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X4.2 Dukungan tokoh kat
Sejauh mana tokoh petani terlibat dan mendorong responden untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan
Diukur berdasarkan skor persepsi responden tentang sejauhmana tokoh masyarakat terlibat dan memberikan dukungan positip terhadap kegiatan pengelolaan hutan kemiri 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X4.3 Dukungan kelompok tani
Seberapa sering aktivitas kelompok tani dalam pengelolaan hutan secara lestari di mana
responden merupakan salah satu anggotanya
Diukur berdasarkan skor persepsi responden tentang seberapa sering kelompok melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mampu mendorong anggota untuk terlibat dalam pengelolaan hutan kemiri
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
4. Kesempatan/Peluang (X5) adalah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani kemiri yang berada di luar responden, yang mana jika tersedia dan diraih, dikelola dan dimanfaatkan oleh responden akan memberikan manfaat atau keuntungan bagi responden tersebut.
Tabel 11. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Kesempatan/Peluang.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran
Kategori Pengukuran
X5.1 Luas lahan garapan
Jumlah areal lahan/areal yang dikelola responden dalam berusaha tani tanaman kemiri.
Diukur berdasarkan
satuan luashektare (Ha)
1. Sempit 2. Sedang 3. Luas X5.2 Status lahan
garapan Kejelasan status kepemilikan atas areal tanaman kemiri yang dikelola responden
Diukur berdasarkan ada/ tidaknyakejelasan hak
kepemilikan atas status tanah yang diolah
1. Kawasan Hutan dan/ atau Tanah Negara 2. Milik sendiri + Kawasan Hutan (dan/ atau Tanah Negara) 3. Milik sendiri+Kawa san Hutan (dan atau Tanah Negara) +Sewa X5.3 Dukungan Pemerintah
Sejauh mana pemerintah memberikan akses dan dukungan pada responden untuk mengelola dan memanfaatkan hutan kemiri
Diukur berdasarkan skor
persepsi responden tentang sejauh mana pemerintah memberikan akses dan dukungan pada petani untuk mengelola dan memanfaatkan hutan kemiri. 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X5.4 Dukungan Non Pemerintah
Seberapa tinggi intensitas kegiatan lembaga swasta dan/atau LSM yang ada memberikan bimbingan, bantuan, pengajaran kepada responden
Diukur berdasarkan skor
persepsi responden tentang seberapa tinggi intensitas kegiatan lembaga swasta dan/atau LSM yang ada memberikan bimbingan, bantuan, pengajaran kepada petani 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X5.5 Kepastian
Pasar Sejauh mana keberadaan pasar dapat memberikan jaminan pemasaran atas produksi hutan kemiri dijual dengan harga yang layak
Diukur berdasarkan skor
persepsi responden tentang sejauh mana keberadaan pasar dapat memberikan jaminan pemasaran atas produksi hutan kemiri dijual dengan harga yang layak
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi X5.6 Bantuan permodalan/ Kredit
Sejauh mana program pemerintah dan lembaga keuangan memberikan bantuan permodalan kepada responden
Diukur berdasarkan skor
persepsi responden tentang sejauh mana program pemerintah dan lembaga keuangan memberikan bantuan permodalan 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
5. Tingkat motivasi petani untuk berpartisipasi dalam pengelolaan hutan kemiri (Y1) adalah seberapa kuat keinginan-keinginan dalam diri responden yang mendorongnya untuk terlibat atau berpartisipasi dalam pengelolaan hutan kemiri.
Tabel 12. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Tingkat Motivasi Petani untuk Berpartisipasi.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran Y1.1 Keinginan untuk katkan patan
Kemauan dari dalam diri responden yang mendorongnya untuk berpartisipasi aktif dengan tujuan menambah penghasilan rumah tangga Diukur berdasarkan skor persepsi responden tentang kekuatan kemauan dari dalam diri yang mendorongnya untuk berpartisipasi aktif dengan tujuan manambah penghasilan rumah tangga 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y1.2 Keinginan untuk mendapat akuan atas puan dalam mengelola hutan
Kemauan dari dalam diri responden yang mendorongnya untuk berpartisipasi aktif dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dan dianggap mampu dalam mengelola hutan secara lestari
Diukur berdasarkan
skor persepsi
responden tentang kekuatan kemauan dari dalam dirinya yang mendorongnya untuk berpartisipasi aktif dengan tujuan mendapatkan kepercayaan dan dianggap mampu dalam mengelola hutan secara lestari
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y1.3 Keinginan tarikan hutan
Kemauan responden atas dasar kesadaran sendiri untuk menjaga
kelestarian hutan yang mendorongnya untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan hutan
Diukur berdasarkan
skor persepsi
responden tentang kekuatan kemauan dari dalam dirinya untuk menjaga kelestarian hutan
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
4. Tingkat kemampuan petani dalam pengelolaan hutan kemiri (Y2)adalah seberapa tinggi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki oleh responden yang membuatnya mampu berpartisipasi secara aktif dalam mengelola hutan kemiri.
Tabel 13. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Tingkat Kemampuan Petani dalam Mengelola Hutan Kemiri.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran Y2.1 puan teknis Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan responden dalam
membudidayakan tanaman kemiri dan perlindungan hutan Diukur berdasarkan skorpengetahuan, sikap, dan keterampilan responden 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y2.2 puan Manajerial Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan responden dalam merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan, serta mengevaluasi kegiatan pengelolaan hutan kemiri Diukur berdasarkan skorpengetahuan, sikap, dan keterampilan responden 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y2..3 puan Sosial Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan responden dalam bernegosiasi, membangun hubungan interpersonal, dan membangun jaringan kerjasama/ kemitraan sehubungan dengan kegiatan pengelolaan hutan kemiri. Diukur berdasarkan skor pengetahuan, sikap, dan keterampilan responden 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
4. Tingkat partisipasi petani dalam pengelolaan hutan kemiri (Y3) adalah seberapa jauh keterlibatan petani dalam setiap tahapan kegiatan pengelolaan hutan kemiri.
Tabel 14. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Tingkat Partisipasi Petani dalam Mengelola Hutan Kemiri.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran Y3.1 kan atan lolaan hutan Intensitas keterlibatan responden dalam merencanakan berbagai kegiatan-kegiatan pengelolaan dan perlidungan hutan baik kegiatan yang berasal dari program pemerintah maupun kegiatan mandiri. Diukur berdasarkan skor persepsi/ perasaan responden terhadap kegiatan petencanaan pengelolaan hutan yang dilakukannya 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y3.2 sanakan Kegiatan pengelolaan hutan Intensitas keterlibatan responden dalam melaksanakan kegiatan budidaya tanaman hutan (kemiri), dan
perlindungan hutan baik pada kegiatan yang berasal dari program pemerintah maupun kegiatan mandiri. Diukur berdasarkan skor persepsi/ perasaan responden terhadap pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukannya 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y3.3 faatkan hasil Kegiatan pengelolaan hutan
Seberapa jauh responden menikmati dan
memanfaatkan hasil dari kegiatan pengelolaan hutan kemiri Diukur berdasarkan skor persepsi/ perasaan responden terhadap kegiatan pemanfaatan hasil hutan yang dilakukannya 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y.3.4 luasi kegiatan laan hutan Intensitas keterlibatan responden dalam melakukan pengawasan dan penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas kegiatan pegelolaan hutan. Diukur berdasarkan skor persepsi/ perasaan responden terhadap kegiatan pengawasan dan penilaian pengelolaan hutan yang dilakukannya 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi
4. Keberlanjutan (sustainability) manfaat hutan (Y4) adalah seberapa besar hutan dapat bermanfaat dan dimanfaatkan oleh petani dan bagi hutan itu sendiri secara berkesinambungan.
Tabel 15. Indikator, Definisi Operasional, Parameter dan Kategori Pengukuran Keberlanjutan Manfaat Hutan Kemiri.
Indikator Definisi Operasional Parameter Pengukuran Kategori Pengukuran Y4.1 Manfaat ekonomi
Produktivitas hasil hutan dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani
Diukur berdasarkan skor persepsi/ perasaan responden 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y4.2 Manfaat ekologis
Fungsi ekologi hutan meningkat dan terpelihara Diukur berdasarkan skor persepsi/ perasaan responden 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi Y4.3 Manfaat sosial
Sejauhmana hutan dapat berfungsi sebagai lapangan kerja, dan dapat memelihara keharmonisan hubungan sosial Diukur berdasarkan skor persepsi/ perasaan responden 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi