• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMISI YUDISIAL: Visi, Misi dan Program Kerja. (Makalah test peserta anggota KY) Oleh : Abdul Ficar Hadjar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMISI YUDISIAL: Visi, Misi dan Program Kerja. (Makalah test peserta anggota KY) Oleh : Abdul Ficar Hadjar"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KOMISI YUDISIAL: Visi, Misi dan Program Kerja (Makalah test peserta anggota KY)

Oleh : Abdul Ficar Hadjar

Latar belakang lahirnya Komisi Yudisial

Meski telah secara tegas diatur dalam Pasal 24 UUD 45 kekuasaan kehakiman yang berpuncak pada Mahkamah Agung adalah kekuasaan yang merdeka dari pengaruh kekuasaan pemerintah, namun dalam perjalanannya, praktek kemerdekaan kekuasaan kehakiman itu selalu dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah yang terpusat di tangan Presiden, terutama pada kasus-kasus yang bersinggungan dengan kepentingan pemerintah. Begitu kuatnya hegemoni pemerintah terhadap kinerja kekuasaan kehakiman, menyebabkan prinsip “fair and impartial judiciary” selalu gagal diwujudkan dalam kenyataan. Dualisme pembinaan kekuasaan kehakiman dimana pembinaan yudisial (acara peradilan) dilakukan Mahkamah Agung dan pembinaan administrasi peradilan dibawah Pemerintah ( Departemen Kehakiman) terbukti telah menjadi salah satu penyebab utama meluasnya pengaruh pemerintah terhadap kinerja kekuasaan kehakiman. Karena itu sejak reformasi bergulir, kita menegaskan prinsip kemandirian kemerdekaan hakim dalam wujud pengorganisasian kekuasaan kehakiman dalam satu atap pembinaan di bawah Mahkamah Agung. Prinsip ini diatur dalam ketetapan MPR tahun 1999 yang kemudian diukukhkan dengan ditetapkannya UU No. 35 Tahun 1999.

Bersamaan dengan itu tumbuh juga kekhawatiran bahwa kemandirian kekuasaan kehakiman ini justru dimanfaatkan untuk menyelenggarakan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan peradilan pada umumnya yang memang sudah sering terjadi. Agenda pemberantasan KKN di lingkungan peradilan ini justru dinilai sangat penting mengingat citra peradilan selama ini dianggap telah mencapai tingkat kepercayaan yang sangat rendah di masyarakat. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu respon dari pemberantasan korupsi di peradilan, karena berasarkan UU No. 30 Tahun 2002 salah satu kewenangan KPK adalah menyidik dan menuntut perkara korupsi yang terjadi di peradilan. Aspirasi mengenai penegakkan hukum dan system hukumnya hanya mungkin dibangun jika kinerja kekuasaan kehakiman dapat mengundang kepercayaan public, karena itu bersamaan dengan agenda kemandirian peradilan juga berkembang aspirasi untuk melakukan reformasi terhadap para hakim agung. Untuk menjaga kewibawaan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka, pada amandemen perubahan ketiga UUD 45 dibentuklah sebuah komisi yang diberi nama Komisi Yudisial, yang mempunyai kewenangan mengusulkan pencalonan hakim agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan , keluhuran martabat, serta prilaku hakim sebagaimana diatur oleh Pasal 24B UUD 1945.

Wewenang dan tugas Komisi Yudisial

Sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 24B UUD 1945 yang mengatur tentang Komisi Yudisial dituangkan dalam Undang-undang No. 22 tahun 2004. Dalam konsiderannya menyebutkan bahwa dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum

(2)

yang menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, Komisi Yudisial mempunyai peranan yang signifikan dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Peranan itu, pertama, pencalonan hakim agung, serta kedua, pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif guna menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga prilaku hakim. Komisi Yudisial dalam kedudukannya sebagai lembaga Negara bersifat mandiri dan bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lain mempunyai wewenang : a. mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR, dan dalam rangka pelaksanaan wewenang ini mempunyai tugas :

a.1. melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; a.2. melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; a.3. menetapkan calon hakim Agung; dan

a.4. mengajukan calon Hakim Agung ke DPR

b. menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, dan dalam rangka pelaksanaan wewenang ini mempunyai tugas :

b.1. melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehorkatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, dengan :

- menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim;

- meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;

- melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;

- memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan

- membuat laporan hasil pemeriksaaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR;

b.2. mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi;

b.3. mengusulkan kepada MA dan/atau MK untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

Kedudukan Komisi Yudisial dalam konteks “pengawasan” hakim

Dari latar belakang kelahiran, serta kewenangan yang diberikan kepada komisi ini nampak bahwa tugas pengawasan merupakan tugas yang utama disamping mengusulkan calon hakim agung. Persoalannya, yang menjadi objek pengawasan Komisi Yudisial adalah para hakim termasuk didalamnya hakim agung dan hakim Mahkamah Konstitusi. Apakah kewenangan pengawasan komisi ini tidak bertabrakan dengan lembaga lain dalam hal ini Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi penyelenggaraan peradilan ?. Tentang pengawasan, Pasal 32 Undang-undang No. 14 tahun 1985 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 5 Tahun 2004 menentukan :

1. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman;

2. Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya;

(3)

3. Mahkamah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua lingkungan peradilan;

4. Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, tegoran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua lingkungan peradilan;

5. Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.

Sebagai konsekwensi berlakunya sistem satu atap dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam hal ini penyelenggaraan peradilan, maka Mahkamah Agung mempunyai fungsi pengawasan hampir diseluruh lini penyelenggaraan peradilan, yaitu: 1) Administrasi Peradilan, 2) Administrasi Umum, 3) Keuangan, 4) Kepegawaian, 5) Teknis peradilan, dan 6) Tingkah laku hakim.

Sementara itu yuridiksi kewenangan Komisi Yudisial berdasarkan UU No. 22 tahun 2004 meliputi : mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR, serta menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim, karenanya secara substansial kewenangan Komisi Yudisial hanya menyangkut pengawasan terhadap tingkah laku hakim yang nota bene juga dilakukan oleh Mahkamah Agung. Dengan demikian dalam kiprahnya, menjadi sangat penting Komisi Yudisial menjalin kerjasama dan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung.

Visi, misi Komisi Yudisial

Keberadaan Komisi Yudisial di Negara kita saat ini merupakan respon terhadap tuntutan realitas social yang tidak lagi percaya kepada kondisi penegakkan hukum dan keadilan serta independensi pengadilan yang bermartabat di republik ini. Karena itulah latar belakang kelahiran Pasal 24B UUD 45 jo UU No.22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tidak lepas dari hal-hal yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan badan-badan pengadilan terutama para hakimnya. Demikian juga kewenangan dan tugas yang dimiliki Komisi ini tidak lepas dari kewenangan pembinaan dan pengawasan.

Dengan latar belakang, konteks social politik, kewenangan dan tugas yang dimiliki Komisi Yudisial, maka Visi yang dikedepankan adalah terciptanya peradilan yang bersih dan terpercaya dalam kerangka negara hukum Indonesia.

Berpijak pada Visi itu, Misi yang harus dikembangkan oleh Komisi Yudisial adalah 1). menciptakan kemandirian kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun melalui para hakim yang bermartabat, 2) membangun system dan budaya pengawasan yang transparan dan partisipatif dalam penegakan hukum di peradilan.

Program kerja Komisi Yudisial

I. Program pengembangan kelembagaan Komisi Yudisial (capacity building)

- menyusun organisasi dan tata kerja (struktur, job diskription, dan standard operation program);

- pengadaan sara dan prasarana; - perencanaan anggaran;

- pengembangan SDM (rekruitmen pegawai, diklat );

(4)

II. Program monitoring calon Hakim Agung

program ini dimaksudkan sebagai langkah antisipatif menseleksi para bakal calon Hakim Agung baik yang bberasal dari peradilan (karier) maupun dari luar peradilan seperti praktisi hukum dan akademisi hukum (non karier);

a. Monitoring terhadap Calon Hakim Karier, yaitu seluruh hakim yang memenuhi criteria menjadi Hakim Agung berdasarkan persyaratan perundang-undangan, meliputi: - track record perilaku hakim pada pengadilan-pengadilan dimana bakal calon pernah bertugas; - mengumpulkan dan menampung informasi dan/atau pengaduan masyarakat atas perilaku calon Hakim;

- eksaminasi terhadap putusan-putusan yang menarik perhatian masyarakat dan/atau putusan dari perkara-perkara yang diinformasikan/dilaporkan masyarakat;

- mengevaluasi daftar kekayaan calon hakim yang pernah dilaporkan ke KPKPN atau KPK. - Melakukan pendataan hakim agung yang akan memasuki masa pensiun, untuk mempersiapkan rekrutmen penggantinya (hakim agung baru)

b. Monitoring terhadap Calon Hakim Agung Non Karier, program ini tidak hanya dapat dijalankan pada saat dibukanya pendaftaran calon Hakim Agung, tetapi juga bisa dilakukan secara dini oleh komisi dalam rangka mendapatkan calon-calon yang kredibel dan memenuhi kriteria skill ic legal technical capacity dan knowledge nya.

Program ini dapat dilakukan dengan tahapan :

- pembuatan “buku panduan” standar kriteria bagi calon hakim agung non karier dari kalangan praktisi dan akademisi;

- Monitoring track record para calon hakim agung non karier baik terhadap prilaku, maupun pekerjaan profesionalnya pada komunitasnya masing-masing.

III. Program menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga prilaku hakim. Tujuan dari program ini adalah tegaknya kehormatan dan martabat profesi hakim serta terjaganya prilaku hakim yang pada gilirannya diharapkan dapat dicapai pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan UUD 45, dengan kata lain akan tercipta peradilan yang bersih dan terpercaya dalam kerangka Negara hukum Indonesia. Karenanya walaupun sasaran program ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu terhadap profesi hakim dan terhadap pribadi hakim itu sendiri, namun tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga prilaku hakim, pelaksanaannya dapat dilakukan dalam beberapa kegiatan program, antara lain :

A. Program Pengawasan;

Dalam program pengawasan ini Komisi Yudisial : a. menerima laporan dari masyarakat;

b. meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan prilaku hakim; c. melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran prilaku hakim;

d. memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar kode etik prilaku hakim; dan

e. membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau mahkamahh Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.

(5)

Untuk mendukung dilaksanakannya wewenang pengawasan secara benar, tepat dan akurat, maka diperlukan program-program kegiatan penunjang, yaitu :

1. Program penyusunan hukum acara / mekanisme pemeriksaan dalam konteks pengawasan prilaku hakim. Hukum acara atau mekanisme ini dimaksudkan agar disatu sisi pelaksanaan wewenang / diskresi Komisi Yudisial dalam suatu pemeriksaan atas dugaan pelanggaran dapat dilakukan dengan benar sesuai dengan aturan-aturan dan kaedah-kaedah yang berlaku, di sisi lain juga memberi kesempatan kepada terperiksa untuk membela diri atau mengajukan keberatannya. Dengan demikian dalam setiap pemeriksaan yang dilakukan Komisi akan dapat dicapai disamping kepastian hukum juga keadilan bagi para pihak. Yang tidak kalah pentingnya mekanisme ini juga harus dilandasi prinsip-prinsip transparan, partisipatif dana akuntabel. 2. Program Penyusunan data base track record Hakim. Kewenangan Komisi Yudisial untuk meminta laporan secara berkala kepada peradilan berkaitan dengan prilaku hakim, dapat dimanfaatkan untuk menyusun suatu data base rekam jejak para hakim. Data base ini akan sangat bermanfaat bagi kepentingan program promosi seorang hakim, demikian juga dapat dimanfaatkan sebagai instrument bagi pengambil keputusan untuk memberikan reward atau sanksi.

3. Program eksaminasi terhadap putusan-putusan hakim atas perkara-perkara yang menarik perhatian public atau perkara-perkara yang dilaporkan oleh masyarakat. Meski kewenangan Komisi Yudisial tidak mencakup pengawasan teknis yudisial para hakim, namun adalah realitas “tindak penyimpangan” para hakim tidak jarang tercermin dari putusan-putusan yang dibuatnya. Prinsip “independency of judiciary” seringkali menjadi cover bagi para Hakim untuk membuat putusan-putusan yang melawan rasa keadilan masyarakat, meski dari sisi senioritas profesi seorang hakim sangat mampu untuk membuat sebuah putusan yang monumental dalam perspective perubahan hukum. Dengan eksaminasi atas putusan-putusan hakim disatu sisi akan diketahui atau dapat dindikasikan kapasitas dan kapabilitas serta keluasan pengetahuan hakim, disisi lain juga dapat dilihat sejauh mana seorang hakim sengaja menyimpangi prinsip-prisip kebenaran dan keadilan demi kepentingan jangka pendek.

4. Program kerja sama dengan KPK, program ini dilakasanakan untuk mendorong laporan harta kekayaan hakim untuk diteruskan dan diperiksa kepada dan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

B. Program Pemberian penghargaan (reward) kepada Hakim berprestasi. Berdasarkan ketentuan UU 22/2004 Komisi Yudisial dapat mengusulkan untuk memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan keluhuran profesi hakim, sejalan dengan itu program ini bisa diparalelkan dengan beberapa kegiatan berupa usulan baik kepada Mahkamah Agung dan/atau mahkamah Konstitusi, yaitu: 1. Usulan pembuatan standard rekruitmen, pola promosi hakim pada semua jenjang karier; serta 2. Usulan penyusunan dan pengembangan kurikulum dan sillaby pendidikan dan latihan lanjutan dalam rangka pengembangan kemampuan teknis para hakim;

Dengan kegiatan-kegiatan ini yang kemudian dipadukan dengan collecting track record hakim, dapat disusun sebuah program kegiatan:

- Penyusunan system pemberian penghargaan / reward untuk para hakim yang berjasa. Bekerjasama dengan LSM pemantau peradilan merupakan hal yang penting untuk dilakukan, dengan kerjasama ini akan tercipta tidak hanya sinergi dalam pemberian reward kepada para hakim, tapi juga sinergi pengawasan terhadap parilaku hakim akan dapat dilakukan dengan

(6)

efektif.

C. Program Kerjasama dengan Mahkamah Agung dan Lembaga Pengawasan lainnya. Komisi Yudisial maupun MA merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Dalam lingkup pengawasan, MA dan Komisi Yudisial memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja dan perilaku para hakim. Namun pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial tidak dijelaskan lebih rinci, apakah termasuk perilaku di luar kedinasan. Bila lembaga pengawasan internal MA berjalan, maka dapat menjadi mitra Komisi Yudisial. Di lain pihak, Komisi Yudisial justru “bergantung” kepada MA dalam menjalankan pengawasan khususnya dalam meminta data/keterangan dari hakim/badan peradilan. Hal ini disebabkan paksaan kepada hakim/badan peradilan untuk menyerahkan data tersebut hanya dapat dilakukan melalui MA.

Untuk tindak lanjut pengawasan, lagi-lagi Komisi Yudisial bergantung kepada MA baik untuk rekomendasi maupun usulan penjatuhan sanksi yang baru dapat dijatuhkan setelah melalui Majelis Kehormatan Hakim.

Oleh karena itu menjadi relevan untuk mendorong diterbitkannya SKB antara MA dan Komisi Yudisial yang mengatur transparansi proses majelis kehormatan hakim dan hakim agung

Hal Yang Diatur Komisi Yudisial Mahkamah Agung Ruang Lingkup Pengawasan Perilaku hakim

Pelanggaran kode Perilaku hakim pelanggaran kode etik Teknis peradilan meliputi: - penanganan perkara

- kualitas putusan - pelaksanaan eksekusi a. Administrasi peradilan

b. Perbuatan dan tingkah laku hakim dan pejabat kepaniteraan di dalam maupun di luar kedinasan

Mekanisme Pengawasan a. Menerima laporan masyarakat

b. Meminta laporan berkala kepada Badan Peradilan berkaitan dengan perilaku hakim c. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim

d. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik perilaku hakim

a. Melakukan pengawasan secara :

- tertulis berdasarkan semua laporan yang diterima. Pemeriksaan tertulis ini dilakukan bulanan, empat bulanan, enam bulanan

- tak tertulis yang rutin dan mendadak

b. Melalui KORWASSUS, HAWASSUS, HATIWASMA dan PANSEKJEN c. Melalui Korwil, Hawasda dan Hatiwas

Tindak lanjut pengawasan Rekomendasi kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi

Tembusan kepada Presiden dan DPR

Pengusulan penjatuhan sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentianHakim

(7)

Referensi

Dokumen terkait