• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DIET TINGGI SERAT TERHADAP KONSTIPASI PADA LANSIA DI DUKUH PATIHAN DESA TRUCUKKECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DIET TINGGI SERAT TERHADAP KONSTIPASI PADA LANSIA DI DUKUH PATIHAN DESA TRUCUKKECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2013"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DIET TINGGI SERAT TERHADAP KONSTIPASI PADA LANSIA DI DUKUH PATIHAN DESA TRUCUKKECAMATAN TRUCUK KABUPATEN

BOJONEGORO TAHUN 2013 Siti Sholikhah

ABSTRAK

Pada lansia terjadi penurunan berupa kelemahan, menurunnya sistem imun, serta perubahan fungsi organ tubuh. Kelainan akibat perubahan sistem gastrointestinal mengakibatkan suatu kelainan yaitu konstipasi. Di dukuh Patihan banyak ditemukan lansia yang mengalami konstipasi.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh diit tinggi serat terhadap konstipasi pada lansia.

Metode penelitian yang digunakan yaitu analitik dengan desain ”Quasy Experiment”. Populasinya adalah seluruh lansia yang mengalami konstipasi di dukuh Patihan sebanyak 47 orang. Sampel sebanyak 42 orang dengan menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data pada variabel independen menggunakan perlakuan, dan variabel dependen menggunakan wawancara. Dari kedua variabel tersebut dilakukan analisa data dengan uji chisquare.

Hasil penelitian dari 42 responden bahwa 21 responden yang diberi diit tinggi serat sebagian besar responden 18 (86%) tidak mengalami konstipasi, dan dari 21 responden yang tidak diberi diit tinggi serat sebagian besar responden 17 (81%) mengalami konstipasi. Kemudian dilakukan uji chisquare, didapatkan hasil nilai signifikan 0,000 yang berarti Ho ditolak berarti ada pengaruh pemberian diit tinggi serat terhadap konstipasi pada lansia.

Simpulan yang diambil adalah ada pengaruh diit tinggi serat terhadap kejadian konstipasi pada lansia. Sehingga lansia dianjurkan melakukan diit tinggi serat contoh kacang panjang, daun pepaya, jus jambu biji, pepaya, dan sirsak sebagai tindakan awal dalam mengatasi konstipasi, Selain itu melakukan aktivitas yang cukup serta mengkonsumsi air yang cukup.

Kata Kunci : Diet dan Konstipasi. PENDAHULUAN N

Menua didefinisikan sebagai penurunan seiring waktu yang terjadi pada sebagian besar makhluk hidup yang berupa kelemahan, meningkatnya kerentananan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan serta perubahan fungsi yang terkait usia (Siti Setiati, 2009 : 759). Penuaan menyebabkan peningkatan jaringan lemak pada tubuh dan abdomen. Akibatnya terjadi peningkatan ukuran abdomen. Karena tonus dan elastisitas otot menurun, hal ini juga menyebabkan abdomen lebih membuncit. Lansia juga mengalami perubahan pada fungsi gastrointestinal. Beberapa mungkin merupakan perubahan ringan, seperti munculnya intoleransi pada makanan tertentu. Selain itu lansia juga mengalami penurunan peristaltik. Sehingga menyebabkan perlambatan pengosongan gaster dan mungkin tak mampu mengonsumsi makanan dalam jumlah besar. Penurunan peristaltik juga mempengaruhi pengosongan kolon yang mengakibatkan konstipasi (Potter, 2005 : 736). Konstipasi merupakan kesulitan

dalam pengeluaran sisa pencernaan, karena volume feses terlalu kecil sehingga penderita jarang buang air besar. (Dina, 2000 : 9). Konstipasi bisa diatasi dengan melakukan diet yang benar, yaitu dengan diet tinggi serat. Serat merupakan zat non gizi yang berguna untuk diet, karena serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus dan tidak dapat masuk dalam sirkulasi darah, namun akan dilewatkan melalui usus besar dengan gerakan peristaltic usus. (Dina, 2000 : 3).

Di seluruh dunia penduduk lansia (usia 60+) tumbuh dengan sangat cepat bahkan tercepat dibanding kelompok usia lainnya. Diperkirakan mulai tahun 2010 akan terjadi ledakan jumlah penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan bahwa prosentase penduduk lanjut usia akan mencapai 9,77% dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi 11,54% pada tahun 2020. Begitu juga di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.54 pada tahun 2009 (Census Bareau, 2009). Jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan

(2)

54.76% 40.48% 4.76% Umur 60-69tahun 70-79 tahun > 80 tahun Jenis Kelamin 47.62% 52.38% Lak-laki Perempuan Jepang. Badan kesehatan dunia WHO

menyatakan bahwa penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11, 34% / tercatat 28,8 juta jiwa. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk

lansia terbesar di dunia

(http://www.komnaslansia.or.id/modules.php? name=newsfile=articel&sid=24. Html). Hasil survey sementara di Dukuh Patihan Desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro, dari 10 responden ditemukan 6 ( 60% ) orang yang mengeluh mengalami konstipasi, dan 4 orang ( 40 % ) orang yang tidak mengeluh konstipasi. Ini menunjukkan masih rendahnya diet tinggi serat pada lansia khususnya di dukuh patihan desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bbojonegoro.

Individu di atas 60 tahun terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot polos berkaitan dengan usia. Pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama (Kris Pranarka, 2009 : 877). Konstipasi dapat disebabkan oleh : tidak adekuatnya masukan makanan yang mengandung serat, kurangnya gerak badan kelainan gerakan (colon), masukan cairan yang tidak adekuat penyakit susunan saraf pusat (sensorik dan motorik) kelainan perineum (Stewart, 1989 : 160). Jika konstipasi dibiarkan berlarut-larut maka bisa berakibat komplikasi yang serius, misalnya impaksi feses, feses dapat menjadi sekeras batu, impaksi feses yang berat pada daerah rekto sigmoid dapat menekan leher kandung sehingga menyebabkan retensio urine, hidronefrosis bilateral dan kadang-kadang gagal ginjal yang membaik setelah implikasi dihilangkan, inkontensia alvi, volvulus daerah sigmoid (Kris Pranarka, 2009 : 879).

METODE PENELITIAN N Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan atau dengan kata lain desain penelitian adalah suatu pola atau petunjuk secara umum yang bisa diaplikasikan pada beberapa penelitian (Nursalam, 2003 : 80).

Desain yang digunakan adalah rancangan penelitian eksperimen semu (Quasy

Experiment), rancangan ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental. Tapi pemilihan ke dua kelompok ini tidak menggunakan teknik acak. Dan pendekatan pada penelitian ini adalah dengan Case Control yaitu kelompok eksperimen diberi perlakuan dan kelompok control tidak.

HASIL PENELITIAN N 1. Data Umum

1) Karakteristik umur responden

2) Karakteristikjenis kelamin responden

2. 3.

2. Data Khusus

1) Karakteristik konstipasi pada lansia yang diberi diit tinggi serat

Tabel 1 Distribusi konstipasi yang diberi diit tinggi serat pada lansia di Dukuh Patihan Desa Trucuk Kecamatan Trucuk KabupatenBojonegoro tahun 2013

No Konstipasi Responden Prosentase (%) 1 Terjadi 3 14% 2 Tidak terjadi 18 86% Jumlah 21 100%

Sumber : Data primer tahun 2013

Berdasarkan tabel 1 dapat ditunjukkan bahwa dari 21 responden yang diberi diit tinggi serat sebagian besar tidak mengalami konstipasi yaitu sebanyak 18 responden (86%).

(3)

2) Karakteristik konstipasi yang tidak diberi diit tinggi serat

Tabel 2 Distribusi konstipasi pada lansia yang tidak diberi diit tinggi serat di Dukuh Patihan Desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2013

No Konstipasi Responden Prosentase (%) 1 Terjadi 17 81% 2 Tidak terjadi 4 19% Jumlah 21 100%

Sumber : Data primer tahun 2013

Berdasarkan tabel 2 dapat ditunjukkan bahwa dari 21 responden yang tidak diberi diit tinggi serat sebagian besar mengalami konstipasi yaitu sebanyak 17 responden (81%).

3) Tabulasi silang pengaruh diit tinggi serat terhadap kejadian konstipasi pada lansia

Tabel 3 Tabulasi silang pengaruh diit tinggi serat terhadap kejadian konstipasi pada lansia di Dukuh PatihanDesa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2013. No Perlakuan

diit

Kejadian konstipasi Total Terjadi Tidak terjadi n % N % n % 1 Diberi diit tinggi serat 3 14% 18 86% 21 100% 2 Tidak diberi diit tinggi serat 17 81% 4 19% 21 100% Total 20 48% 22 52% 42 100% Sumber : Data primer tahun 2013

Dari hasil tabulasi silang 4.3 dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang diberikan diit tinggi serat sebagian besar tidak mengalami konstipasi yaitu sebanyak 18 responden (86%). Dari 21 responden yang tidak diberikan diit tinggi serat sebagian besar mengalami konstipasi yaitu sebanyak 17 responden (81%).

PEMBAHASAN N 1) Kejadian Konstipasi pada lansia yang

diberi Diit tinggi serat di Dukuh Patihan Desa Trucuk Kecematan Trucuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2013

Berdasarkan tabel 1 dapat ditunjukkan bahwa dari 21 responden yang diberi diit tinggi serat sebagian besar tidak mengalami konstipasi yaitu sebanyak 18 responden (86%). Namun masih ada yang mengalami konstipasi sebanyak 3 responden (14%), dengan keluhan yang terlihat yaitu keluhan mengejan keras saat BAB (kuesioner nomor 2) sebanyak 2 orang (9,5%),keluhan massa feses yang keras dan sulit keluar (kuesioner nomor 3) sebanyak 2 orang (9,5%) dan keluhan rasa sakit pada perut saat BAB (kuesioner nomor 6) sebanyak 1 orang (4,7%).

Menurut Kris Pranarka dalam Buku Ajar Ilmu Dalam mengatakan bahwa peran diet penting untuk mengatasi kontipasi terutama pada golongan lanjut usia. Data epidemologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi (Kris Pranarka, 2009 : 879).

Dari hasil penelitian para responden yang diberi diit tinggi serat, sebagian besar tidak mengalami konstipasi, karena telah kita ketahui konsumsi serat yang teratur dapat memperlancar system pencernaan. Serat yang mampu berikatandengan air menyebabkan volume feses menjadi lunak dan besar. Akibat membesarnya volume feses maka saraf rectum akan semakin cepat ke saluran pencernaan paling bawah, dan feses mudah untuk dikeluarkan, tetapi masih ada responden yang mengalami konstipasi yaitu sejumlah 3 responden (14%) hal ini dibuktikan dengan masih adanya keluhan yang terlihat yaitu keluhan mengejan keras saat BAB,keluhan massa feses yang keras dan sulit keluar serta keluhan rasa sakit pada perut saat BAB. Keluhan-keluhan tersebut masih timbul karena responden dalam pelaksanaan diet tinggi serat masih kurang baik, disebabkan oleh faktor kebiasaan makan makanan lain dan juga karena kebiasaan BABnya yang kurang baik seperti sering menahan untuk segera BAB. Selain itu masih terjadinya konstipasi dimungkinkan karena dipengaruhi oleh faktor kurang olahraga/aktifitas juga dapat

(4)

mempengaruhi terjadinya konstipasi pada lansia dan juga asupan air putih yang kurang. 2) Kejadian konstipasi pada lansia yang

tidak diberi diet tinggi serat di Dukuh Patihan Desa Trucuk Kecematan Trucuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2013

Berdasarkan tabel 1 dapat ditunjukkan bahwa dari 21 responden yang diberi diit ada 3 (14%) responden yang mengalami konstipasi. Dan pada tabel 2 dapat ditunjukkan bahwa dari 21 responden yang tidak diberi diit tinggi serat sebagian besar mengalami konstipasi yaitu sebanyak 17 responden (81%), dengan keluhan yang masih banyak terlihat yaitu keluhan mengejan keras saat BAB (kuesioner nomor 2) sebanyak 18 orang (85,7%),keluhan massa feses yang keras dan sulit keluar (kuesioner nomor 3) sebanyak 18 orang (85,7%) dan keluhan rasa sakit pada perut saat BAB (kuesioner nomor 6) sebanyak 7 orang (33,3%).Individu di atas 60 tahun terdapat kecenderungan menurunnya tonussfingter di kekuatan otot polos berkaitan dengan usia. Pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama (Kris Pranarka, 2009 : 877). Konstipasi dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya diet yang kurang serat, tingkah laku pribadi, kelainan gerakan kolon, penyakit susunan saraf pusat, penyakit otot, kelainan pirenium (Stewart, 1989 : 160-161).

Dari hasil penelitian pada responden yang tidak diberi diit tinggi serat, sebagian besar cenderung mengalami konstipasi dari pada yang diberi diit tinggi serat. Hal ini disebabkan karena lansia sendiri mengalami penurunan fungsi organ khususnya fungsi gastrointestinal, sehingga peristaltik usus menurun. Selain itu konsumsi serat yang kurang dari kebutuhan juga mempengaruhi terjadinya konstipasi. Dengan rendahnya asupan makanan tinggi serat menyebabkan kondisi feses menjadi keras sehingga akan sulit untuk dikeluarkan saat BAB. Kebutuhan serat perhari untuk lansia adalah sebanyak 20-30 gr/hari. Telah kita ketahui bahwa peran serat dalam tubuh sangat penting terutama pada system pencernaan. Keberadaan serat dalam usus akan menyababkan feses manjadi besar dan lunak sehingga mudah untuk dikeluarkan. Jika tubuh

kurang serat maka system pencernaan kurang lancar, peristaltik usus melambat yang mengakibatkan waktu transit menjadi lebih lama, massafeses kecil dan konsistensinya keras sehingga feses sulit dikeluarkan terjadilah konstipasi. Selain itu kebiasaan BAB pada lansia tersebut ternyata kurang baik, mereka sering menahan BABnya (tidak segera BAB), yang akibatnya feses menjadi tertimbun dan mengeras sehingga sulit untuk dikeluarkan. Timbunan feses tersebut juga berdampak pada munculnya rasa sakit pada perut.

3) Pengaruh diit tinggi serat terhadap kostipasi pada lansia di dukuh Patihan Desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2013 Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang diberikan diit tinggi serat sebagian besar tidak mengalami konstipasi yaitu sebanyak 18 responden (86%). Dari 21 responden yang tidak diberikan diit tinggi serat sebagian besar mengalami konstipasi yaitu sebanyak 17 responden (81%).Dari hasil uji statistik SPSS 16.0 dengan uji Chi Square didapatkan nilai signifikan (ρ) 0,000 < (α) 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat pengaruh diit tinggi serat terhadap kejadian konstipasi pada lansia di Dukuh Patihan Desa Trucuk Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.

Peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan lanjut usia. Data epidemologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat dapat mengurangi angka kejadian konstipasi. Karena serat dapat meningkatkan massa dan berat feses sehingga mempersingkat waktu transit diusus (Kris Pranarka, 2009 : 879). Gangguan konstipasi dapat dihindari dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat. Serat-serat tersebut didalam kolon mampu berikatan dengan air. Keadaan ini akan menyebabkan volume feses menjadi lunak dan besar. Akibat menbesarnya volume feses maka saraf rectumakan semakin cepat ke saluran pencernaan paling bawah. (Dina, 2000 :7).

Dari hasil analisa komparatif diatas membuktikan bahwa Diit Tinggi Serat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan terjadinya konstipasi. Pengobatan dan peredaan konstipasi secara alami dapat

(5)

dilakukan dengan pengubahan pola makan menjadi lebih sehat yaitu dengan memperbanyak makanan tinggi serat. Selain itu konstipasi juga dapat diredakan dengan cara rajin berolahraga, memijat perut, minum air putih sebanyaknya, meminum minuman prebiotik dan probiotik, atau membiasakan diri untuk buang air besar setiap hari dengan membuat jadwal buang air besar yang disebut bowel training. Terapi tertawa juga dapat dilakukan, karena dengan tertawa otot perut secara refleks bergerak sehingga perut terpijat sehingga merangsang gerakan peristaltik usus dan melancarkan buang air besar.

PENUTUP .

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang didapatkan, maka dapat diambil kesimpulan penelitian yaitu :

1) Sebagian besar responden yang diberi diit tinggi serat tidak mengalami konstipasi 2) Sebagian besar responden yang tidak

diberi diit tinggi serat mengalami konstipasi

3) Ada pengaruh antara pemberian diit tinggi serat terhadap kejadian konstipasi pada lansia

2. Saran

1) Bagi Responden

Agar tidak terjadi konstipasi diajurkan pada lansia untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat contoh kacang panjang dan jambu biji. Selain itu melakukan aktivitas yang cukup serta mengkonsumsi air yang cukup.

2) Bagi Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan dalam hal ini khususnya perawat untuk menganjurkan atau memberikan diit tinggi serat contoh kacang panjang dan jambu biji sebagai tindakan awal untuk mengatasi konstipasi.

3) Bagi Institusi

Diharapkan bayi institusi menyediakan literature lebih banyak tentang diit tinggi serat dan modifikasi diit tinggi serat khusus lansia. 4) Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti mengharapkan agar nantinya peneliti yang akan datang dapat mengembangkan/menyempurnakan penelitian ini. karena dalam penelitian ini banyak kekurangan yang mana peneliti hanya

memberi makanan tinggi serat berupa kacang panjang dan jambu biji.

DAFTAR PUSTAKA a Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Bekti. 2010.

Http://medicastore.com/seminar/109/y

oghurt-untuk-mengatasi-konstipasi.html. Diakses tanggal 28 Maret 2011.

Irfan Arif, 2008.

Http://cantikserat.com/news/2006/10/0 2/serat-si-pencegah-konstipasi/. Diakses tanggal 30 Maret 2011.

Irwanasir, Retty. 2009

http://www.komnaslansia.or.id/modul es.php?name=

newsfile=articel&sid=24.html. Diakes tanggal 10 Pebruari 2011

Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, 2000. Keperawatan gerontik. Jakarta : EGC.

Nugroho, Wahyudi. 2008. Perawatan lanjut usia. Jakarta : Trubus Angriwidya. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan

Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Perry, Potter. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan konsep dan praktek. Jakarta : EGC.

Pranarka, K. 2009. Buku ajar penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing

Setiati, Siti. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.

Soelistijani, Dina Agoes. 2000. Sehat Dengan Menu Berserat. Jakarta : Trubus Angriwidya.

(6)

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Jakarta: Alfebeta.

Suparyanto. 2008. Http://Kesmas-Unsoed.Blogspot.Com/2011/03/Penge rtian-Serat.Html. Diakses tanggal 16 April 2011

Wolf, Stewart. 1989. Diagnosis Abdomen. Jakarta : EGC

Referensi

Dokumen terkait