DEKONSTRUKSI TIGA CERPEN PILIHAN KOMPAS TAHUN 2013: KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG:
PERSPEKTIF JACQUES DERRIDA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memeroleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Agustinus Rangga Respati
NIM: 144114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DEKONSTRUKSI TIGA CERPEN PILIHAN KOMPAS TAHUN 2013: KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG:
PERSPEKTIF JACQUES DERRIDA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memeroleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Agustinus Rangga Respati
NIM: 144114013
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
vi
PERSEMBAHAN
Saya mempersembahkan karya ini untuk,
vii MOTO
Hidup cuma sekali.
Jadilah matahari untuk diri sendiri.
-Sawung Jabo-
“. . . because we must.”
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha segala dan
semesta alam atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Dekonstruksi Tiga Cerpen Pilihan Kompas
Tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif Jacques Derrida” ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tercipta tanpa banyak pihak
yang membantu, membimbing, memotivasi, dan mengarahkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima
kasih kepada pihak-pihak lain.
Yang pertama, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yoseph Yapi
Taum, M.Hum. dan Susilawati Endah Peni Adji S.S., M.Hum. selaku dosen
pembimbing yang selalu dengan sabar dan ikhlas menerima saya di ruangannya,
memberikan bimbingan dan pengarahan dari awal penulisan hingga selesainya
skripsi ini.
Yang kedua, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen
Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma (USD), yaitu Susilawati Endah Peni
Adji S.S., M.Hum. selaku Ketua Program Studi Sastra Indonesia USD, Sony
Christian Sudarsono, S.S., M.A. selaku Wakil Ketua Program Studi Sastra
Indonesia USD, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.,
Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S., M.A., Dr. Paulus Ari Subgayo, M.Hum.
(alm), dan Drs. Hery Antono, M.Hum. (alm) yang telah bersedia memberi
ilmunya selama saya berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia; juga kepada
Staf Sekretariat Fakultas Sastra khususnya Jurusan Sastra Indonesia atas
pelayanannya yang baik selama ini.
Yang ketiga ucapan terima kasih untuk keluargaku; orang tuaku, Ignatia
x
ABSTRAK
Respati, Agustinus Rangga. 2018. “Dekonstruksi Tiga Cerpen Pilihan
Kompas Tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif Jacques Derrida. Skripsi Strata Satu (S-1). Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini berisi dekonstruksi pada tiga Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji ideologi tiga Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang dan mendeskripsikan proses decentering dan diseminasi dalam tiga Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang.
Paradigma penelitian ini menggunakan paradigma M. H. Abrams dengan pendekatan diskursif. Penelitian ini merupakan penelitian postruktural yang menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan analisis konten dengan teknik double reading. Hasil penelitian ini berisi dua hal pokok. Pertama, merupakan penentuan ideologi teks yang didapatkan dari identifikasi hierarki metafik dan oposisi biner yang ada di dalam teks. Kedua, merupakan proses dekonstruksi yang terdiri dari proses decentering dan diseminasi.
Pada tahap pertama dekonstruksi teks akan menghasilkan ideologi teks. Ideologi teks dari cerpen Klub Solidaritas Suami Hilang adalah (i) kesedihan tokoh „kau‟ karena harus kehilangan suaminya dan harus menerima kenyataan bahwa teman-temannya selama ini menipu dirinya. Ideologi teks dalam cerpen Piutang-Piutang Menjelang Ajal adalah (ii) ketakutan Chaerul yang belum membayar utang pada Om Sur yang dermawan dan baik hati. Idelogi teks dalam cerpen Lelaki Ragi dan Perempuan Santan adalah (iii) kekecewaan tokoh aku pada pacarnya yang kawin dengan pria lain. Pada tahap kedua, proses dekonstruksi menghasilkan ideologi baru dan makna-makna yang terdapat dalam teks. Cerpen Klub Solidaritas Suami Hilang memiliki ideologi baru yakni ketakutan
tokoh „aku‟ yang tidak dapat menjadi bagian dari kelompok masyarakat tertentu. Makna baru yang dihasilkan adalah (i) Klub Solidaritas Suami Hilang melakukan glorifikasi kesedihan, (ii) anggota klub membedakan diri dari lingkungan sosial (ekslusifitas kelompok) (iii) Klub Solidaritas Suami Hilang merupakan pelarian dari sakit hati kisah rumah tangga. Cerpen Piutang-Piutang Menjelang Ajal memiliki ideologi baru berupa kejahatan Om Sur yang menjerat Chaerul dengan utang-utang tanpa sistem. Makna baru yang dihasilkan adalah (i) ketidakterusterangan menciptakan ketakutan (ii) ketakutan terbesar dikendalikan orang lain, dan (iii) kematian tidak meniadakan utang. Cerpen ketiga Lelaki Ragi dan Perempuan Santan memiliki ideologi baru berupa kegagalan tokoh
„aku‟ dalam persaingan memperebutkan pacarnya sendiri. Makna yang dihasilkan adalah (i) Merantau dianggap cara satu-satunya untuk mendapat hidup layak, (ii) tokoh pacar adalah pengejawantahan gugurnya sistem matrilineal, dan (iii) tokoh „aku‟ merasa dirinya adalah manusia yang paling menderita (playing victim)
xi
ABSTRACK
Respati, Agustinus Rangga. 2018. “Deconstruction Three Short Story of Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang: Jacques Derrida Perspective. Bachelor Degree. Indonesian Letters Study Program, Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Dharma University.
This research discusses deconstruction on three short stories Kompas 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang. The purpose of this research is to explain the ideology of three short stories Kompas 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang and describe the process of decentering and dissemination in three short stories Kompas 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang.
This research paradigm uses M. H. Abrams paradigm with discursive approach. This research is a postructural research using Jacques Derrida deconstruction theory. The method used in this research is content analysis with double reading technique. The results of this research contain two main points. First, it is the determination of the text ideology derived from the identification of the metaphysics hierarchy and the binary oppositions that found in the text. Second, is a deconstruction process including of decentering and dissemination process.
In the first steps of deconstruction will produce a common ideology. The text ideology of the “Klub Solidaritas Suami Hilang” short story is (i) the sadness of the 'you' character by losing her husband and having to accept the fact that her friends have been deceiving her. Text ideology in short stories “Piutang-Piutang
Menjelang Ajal” are (ii) Chaerul's fear of not paying debt to Om Sur who is generous and kind. The text idelogy in the shorts of “Lelaki Ragi dan Perempuan
Santan” is (iii) the disappointment of my character to his girlfriend who is married to another man. In the second steps, the process of deconstruction produces new ideologies and meanings contained in the text. Cerpen Klub Solidaritas Suami Hilang has a new ideology. The ideology is fear of the character 'I' who can not be part of a particular group of people. The resulting new meaning is (i) Klub Solidaritas Suami Hilang glorifies sadness, (ii) club members distinguish themselves from the social environment (group exclusiveness) (iii) Klub Solidaritas Suami Hilang is an escape from the broken family story. Piutang-Piutang Menjelang Ajal short story has a new ideology. The ideology is Om Sur that bind Chaerul with debts without system. The new meanings produced are (i) the invisibility creates fear (ii) the greatest fear controlled by others, and (iii) death does not negate the debt. The third story Lelaki Ragi dan Perempuan Santan have a new ideology. The ideology is failure of the 'I' figure in the competition for love by his girlfriend. (i) Merantau is the only way to make money (ii) the girlfriend figure is the embodiment of the fall of the matrylichal system, and (iii) the 'I' character feels himself to be the most miserable human (playing victim)
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA .... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
MOTO …... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
ABSTRACK ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 8
1.5 Tinjauan Pustaka ... 9
xiii
1.6.1 Hierarki Metafisik ... 15
1.6.2 Decentering ... 18
1.7 Metode Penelitian …... 21
1.7.1 Jenis Penelitian ... 21
1.7.2 Objek Material dan Objek Formal ... 22
1.7.3 Teknik Analisis Data ... 23
1.8 Sistematika Penyajian ... 24
BAB II HIERARKI METAFISIK DAN IDEOLOGI TEKS DALAM CERPEN PILIHAN KOMPAS 2013: KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG 2.1 Pengantar ... 26
2.2 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Klub Solidaritas Suami Hilang”karya Intan Paramaditha .. 27
2.2.1 Alur ... 27
2.2.2 Hierarki Metafisik ... 28
2.2.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable ... 30
2.2.4 Ideologi Teks ... 33
2.3 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Piutang- Piutang Menjelang Ajal”karya Jujur Prananto ... 34
2.3.1 Alur ... 34
2.3.2 Hierarki Metafisik ... 26
xiv
2.3.4 Ideologi Teks ... 44
2.4 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Lelaki Ragi dan Perempuan Santan”karya Damhuri Muhammad ... 45
2.4.1 Alur ... 45
2.2.2 Hierarki Metafisik ... 47
2.2.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable ... 50
2.2.4 Ideologi Teks ... 51
2.5 Rangkuman ... 53
BAB III DECENTERING DAN DISSEMINASI DALAM CERPEN PILIHAN KOMPAS 2013: KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG 3.1 Pengantar ... 54
3.2 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen “Klub Solidaritas Suami Hilang”Karya Intan Paramaditha ... 55
3.2.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru ... 55
3.2.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru ... 58
xv
3.2.2.2 Anggota Klub Membedakan Diri dari
Dunia Sosial ... 60
3.2.2.3 Klub Solidaritas Suami Hilang
Merupakan Pelarian dari Sakit Hati
Kisah Rumah Tangga ... 62
3.3 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen
“Piutang-Piutang Menjelang Ajal”
Karya Jujur Prananto ... 64
3.3.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi
Baru ... 64
3.3.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru ... 66
3.3.2.1 Ketidakterusterangan Menciptakan
Ketakutan ... 66
3.3.2.2 Ketakutan Terbesar Dikendalikan oleh
Orang Lain ... 68
3.3.2.3 Kematian Tidak Meniadakan Utang .... 71
3.4 Decentering dan Disseminasi dalam Cerpen “Lelaki
Ragi dan Perempuan Santan”Karya
Damhuri Muhammad ... 74
3.4.1 Pembalikkan Hierarki Metafisik dan Ideologi
Baru ... 74
3.2.2 Disseminasi dan Pemaknaan Baru ... 76
xvi
Satunya untuk Mendapat Hidup Layak 77
3.4.2.2 Tokoh Pacar adalah Pengejawantahan
Gugurnya Sistem Matrilineal ... 80
3.4.2.3 Tokoh „aku‟ Merasa Dirinya Adalah Manusia yang Paling Menderita (playing victim) ... 82
3.5 Rangkuman ... 84
BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan ... 87
4.2. Saran ... 88
DAFTAR PUSTAKA ... 89
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ... 31
Tabel 2 ... 41
Tabel 3 ... 50
Tabel 4 ... 84
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ... 55
Gambar 2 ... 64
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam bukunya yang berjudul Teori Kesusastraan, Rene Wellek dan
Austin Warren bersepakat bahwa sastra adalah sebuah kegiatan kreatif, juga
merupakan sebuah karya seni. Di Indonesia, sastra secara „resmi‟ baru dinyatakan muncul tahun 1920-an. Sampai sekarang, kesusastraan Indonesia memang terus
berkembang. Namun demikian, perkembangan karya sastra kurang diimbangi
dengan kemutakhiran teori dan kritik sastra yang berkualitas. Kritik sastra masih
dianggap pekerjaan sok tahu dan penghakiman sepihak oleh para penulis.
Sedangkan, pengkritik sastra mulai apatis dan sering memaksa karya sastra masuk
dalam kerangka-kerangka teori yang kuno dan kadang jauh dari kata relevan.
Sebagai organ yang mula-mula tergantung pada karya sastra, tradisi kritik
sastra lebih pendek daripada tradisi karya sastra (Darma, 1988: 60). Hal ini
menyebabkan tradisi kritik sastra kerap kali masih dipandang sebelah mata. Oleh
karena itu, sebuah kritik sastra baik jika menggunakan teori-teori yang sedang
berkembang di dunia. Kritik sastra sebenarnya mengalami banyak perubahan.
Kritik sastra bermula dan bergerak mulai dari objek kajian berupa pengarang,
teks, sampai resepsi pembaca. Lebih mutahkir lagi kritik sastra yang telah
memasuki masa postruktural. Kritik sastra tidak lagi membicarakan ketiga hal
tersebut. Sebuah kritik dapat saja membicarakan hal-hal aktual, sebuah aliran
tertentu, atau kerangka pikir yang lebih mutahkir. Aliran-aliran tersebut banyak
Penelitian ini menggunakan teori dekonstruksi. Penggunaan teori ini
bukan semata-mata mencari korelasi antara filsafat dan sastra. Lebih daripada itu,
teori ini memungkinkan sebuah teks sastra membuka tafsir lain atas dirinya
sendiri. Sepintas teori ini akan disangka pengembangan dari pendekatan objektif
M. H. Abrams, tetapi sebenarnya pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
berbeda. Objek kajian tidak sekadar terletak dalam teks, tetapi juga pada umpan
balik antara teks dengan makna-makna yang tidak hadir dalam teks.
Interpretasi teks dapat dieksplorasi seluas mungkin, bahkan hingga
menyangkal dirinya sendiri. Maksudnya, teks harus dianggap sebagai komoditi
yang tidak berhasil mempertahankan maknanya sendiri. Teks dalam penelitian
dekonstruksi harus dianggap sebagai hal yang goyang dan tidak stabil proses
pemaknaannya. Dengan demikian, penelitian ini berhasil jika teks dapat
menegasikan makna yang dibangun pengarang.
Dekonstruksi sendiri merupakan sebuah teori yang dikembangkan oleh
Jacques Derrida. Derrida adalah seorang diaspora yang tinggal di Prancis. Dia
lahir di kota El Biar, Aljazair sebagai seorang Yahudi Sefradis. Dia menghabiskan
masa kecilnya di sana sebelum akhirnya pindah ke Prancis. Kemudian Derrida
menyelesaikan di Prancis dan menjadi seorang filsuf.
Teori dekonstruksi menjadi fenomenal karena memicu banyak perdebatan
di dunia filsafat, bahkan dunia ilmu pengetahuan secara umum. Dekonstruksi
adalah strategi eksplikasi tekstual yang hanya bisa diterapkan langsung jika kita
membaca teks lalu mempermainkannya dalam parodi-parodi (Al-Fayadll, 2011:8).
Dalam hal ini berarti dekonstruksi memberi kebebasan interpretasi dalam
Teori ini memang mula-mula diterapkan dalam membaca filsafat, tetapi dalam
perkembangannya dapat juga digunakan untuk menganalisis berita, wacana,
hingga teks-teks sastra.
Penelitian ini memilih objek material “Cerpen Pilihan Kompas 2013 Klub Solidaritas Suami Hilang”. Kumpulan cerita pendek ini terbit pada tahun 2014. Pada tahun tersebut, Indonesia sedang menjalani tahun politik. Indonesia sedang
mengadakan pesta demokrasi yang besar, yakni pemilihan presiden. Sementara
itu, penerbitan kumpulan cerpen Kompas tidak lepas dari tuduhan mengemban
misi politik. Nyatanya, isu itu langsung dibantah lewat tulisan editor kumpulan
cerpen ini dalam kata pengantar yang ditulisnya. Menurutnya, cerpen-cerpen di
dalam buku dinyatakan bebas dari muatan dan kepentingan-kepentingan politik.
Seperti diketahui, setiap cerpen yang masuk ke dalam meja redaksi harian
Kompas tentu melewati seleksi yang sangat ketat. Cerpen tidak sekadar baik
secara penulisan, tetapi juga perlu memenuhi standar dan kepentingan dari harian
Kompas sebagai koran nasional. Hal itu juga yang semestinya menjadi
pertimbangan ketika Kompas hendak menerbitkan sebuah kumpulan cerpen.
Proses kurasi cerpen dilakukan oleh beberapa dewan juri. Cerpen dibaca dan
diberi skor untuk kemudian dipilih yang terbaik versi juri.
Harian Kompas telah memulai memuat cerita pendek asli berbahasa
Indonesia sebagai salah satu rubrik sejak tahun 1970. Namun, baru sejak 1992
Kompas membuat buku kumpulan cerpen. Pemuatan ini atas gagasan beberapa
orang seperti Ikranagara, Sutardji Calzoum Bachri, Afrizal Malna, dan Hamsad
Rangkuti. Mereka berkumpul bersama dalam acara buka bersama yang diadakan
berdedikasi mengangkat kehidupan kalangan bawah. Cerpen Kompas mengangkat
cerita dengan tema „budaya terpinggirkan‟. Hal tersebut dikatakan Subagyo Sastrowardoyo dalam kata pengantarnya pada kumpulan pertama Kompas yang
bertajuk Kado Istimewa tahun 1992. Hal senada juga dijelaskan oleh Efix Mulyadi
dalam kata pengantarnya untuk buku kumpulan cerpen tahun 2014. Efix Mulyadi
juga ikut dalam proses penerbitan kumpulan cerpen Kompas yang pertama. Dalam
kasus di atas „budaya terpinggirkan‟ menjadi logosentrisme yang coba dibangun
Kompas lewat penerbitan cerpen-cerpennya.
Kesan bahwa cerpen Kompas selalu mendukung „budaya terpinggirkan‟
adalah contoh pemaknaan tunggal yang selalu ingin ditonjolkan. Sebuah tafsir
yang terus direproduksi rawan terjebak dalam kemapanan makna. Dalam
dekonstruksi hal tersebut dinamakan logosentrisme. Logosentrisme merupakan
ketunggalan makna yang pertama-tama muncul dalam filsafat Barat yang
kemudian ingin dihancurkan Derrida. Lewat penelitian tiga cerpen kumpulan
Kompas ini, makna tersebut akan coba dipertanyakan. Makna tersebut akan
digoncang sehingga logosentrisme tidak berlanjut. Pada dasarnya dekonstruksi
adalah proses mempertanyakan makna yang lembam.
Lepas daripada itu, meskipun tidak bermuatan politik, atau memiliki
tujuan terselubung lain, sebuah teks dalam dekonstruksi dipandang tidak mampu
berdiri utuh sendirian. Makna dalam sebuah teks rentan untuk goyah dalam
pembacaan dengan teori Derrida. Dekonstruksi memandang bahwa teks justru
cenderung saling melemahkan dan membangun ketidakkonsistenannya sendiri.
Ketidakhadiran (absence) dalam teks ini yang coba dilihat oleh peneliti. Hal ini
memiliki banyak cara untuk dapat melihat kemungkinan-kemungkinan yang
terdapat dalam teks.
Ada tiga cerpen yang akan diteliti dari “Kumpulan Cerpen Kompas 2014 Klub Solidaritas Suami Hilang” ini. Cerpen-cerpen tersebut adalah 1.) Klub
Solidaritas Suami Hilang (selanjutnya ditulis KSSH) karya Intan Paramaditha, 2.)
Piutang-Piutang Menjelang Ajal (selanjutnya ditulis PPMA) karya Jujur Prananto,
dan 3.) Lelaki Ragi dan Perempuan Santan (selanjutnya ditulis LRDPS) karya
Damhuri Muhammad. Tiga cerpen ini mewakili tiga tema besar dengan modus
kemunculan paling banyak di dalam kumpulan cerpen. Di dalam buku ini ada 23
cerpen yang dapat dikategorikan ke dalam tiga tema besar yakni keluarga,
perekonomian, dan percintaan. Tema keluarga muncul pada sekurang-kurangnya
sepuluh cerita. Tema keluarga muncul dalam berbagai sudut pandang, misalnya
khusus hubungan ayah dan anak, keluarga urban, atau keluarga dan hukum adat,
bahkan ada dua cerpen yang khusus membahas anggota keluarga, nenek. Dua
tema lain yakni percintaan dan ekonomi juga berbagi angka dalam tema yang
dibahas.
Pilihan jatuh ke dalam tiga cepen ini dengan berbagai alasan. Cerpen
“Klub Solidaritas Suami Hilang” karya Intan Paramaditha dipilih karena selain mewakili tema keluarga juga bercerita dengan sudut pandang sedikit urban,
diaspora, dan berkaitan dengan konflik-konflik keluarga di seluruh dunia. Cerpen
kedua berjudul “Piutang-Piutang Menjelang Ajal” karya Jujur Prananto membahas tema ekonomi paling umum, modus ekonomi paling umum di mana
saja, yakni utang. Utang menjadi hal yang sangat sering dijumpai dalam kegiatan
membahas tema percintaan dengan sedikit nafas feminisme. Setelah lelah dijejali
dengan kisah cinta patriarkial a la pop remaja dewasa ini, cerpen ini muncul
sebagai antitesis dari segala alur yang sangat populer.
Ketiga cerpen yang dipilih memang tidak memiliki kesatuan tema, gaya
bahasa, pembentukan metafora, atau hal-hal fisik yang saling berkaitan. Dalam
dekonstruksi, cerpen yang potensial adalah cerpen yang dengan jelas berusaha
mengarahkan simpati pada suatu pihak sejak awal penceritaannya. Keberpihakan
tersebut yang berpotensi menggiring teks dalam pemaknaan tunggal. Meskipun,
tidak semua yang menunjukkan keberpihakan dapat dengan mudah
didekonstruksi. Kecermatan analisis terhadap tanda (symptom), jejak (trace) yang
muncul akan memudahkan pelacakan aproria. Aproria adalah paradoks dalam teks
yang ternyata memiliki arti sama. Unsur ini yang akan menggugurkan setiap
usaha untuk menafsirkan teks secara menyeluruh.
Penelitian ini akan membahas dua hal yang penting dalam dekonstruksi.
Proses tersebut dimulai dengan analisis ideologi teks yang diwakili oleh
pembentukan hierarki metafisik. Hierarki metafisik pasti menghadirkan oposisi
biner di dalamnya. Setelah ideologi teks didapatkan, akan dilakukan proses
decentering atas teks-teks tersebut untuk mendapatkan pemahaman baru terhadap
teks dan menjadikan teks tersebut sebagai hal yang asing. Pambalikkan makna
diikuti dengan pemberian makna baru untuk kemudian disebar ke tempat awalnya,
sehingga teks menjadi teks yang baru dan menjauhi logosentrisme atau
pemaknaan tunggal.
Penelitian topik ini didasarkan pada tiga alasan utama. Pertama, belum
membaca karya sastra. Padahal, dekonstruksi merupakan teori yang potensial
digunakan dalam karya sastra. Teori ini dapat mengungkap makna lain dari
sebuah karya sastra. Penelitian dengan teori dekonstruksi akan membuat kritik
sastra mutakhir dan tidak ketinggalan dengan kemajuan bidang ilmu lain.
Kedua, objek material penelitian ini yakni cerpen-cerpen Kompas
merupakan karya yang spesial. Cerpen di dalam buku kumpulan ini merupakan
yang terpilih dari yang terpilih. Seperti dikatakan di awal, cerpen dalam kumpulan
Kompas telah melewati proses kurasi serius dan profesional. Dekonstruksi yang
dilakukan atas cerpen-cerpen ini dapat menawarkan sudut pandang baru atas
karya-karya yang dianggap baik.
Ketiga, cerpen merupakan karya sastra yang dikonsumsi paling banyak
setelah novel. Dalam perkembangannya, cerpen tidak hanya dilihat sebatas alur,
tokoh, latar, tema, dsb. Cerpen adalah sebuah wacana yang aktif. Oleh karena itu,
cerpen berpotensi menjadi komoditas penyebaran paham, isu, dan
ideologi-ideologi tertentu. Cerpen sepatutnya tidak lagi dianggap sekadar hiburan yang
bermanfaat. Lebih daripada itu, cerpen dapat menjadi tempat membekunya sebuah
ideologi. Penelitian ini berusaha membuka cakrawala pembaca agar tidak hanya
terjebak dalam pemaknaan yang diinginkan penulis, tetapi memiliki jalan keluar
lain dengan dekonstruksi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana ideologi teks yang terdapat dalam Cerpen Pilihan
1.2.2 Bagaimana proses decentering dan diseminasi dari Cerpen Pilihan
Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Menjabarkan ideologi teks yang terdapat Cerpen Pilihan
Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang.
1.3.2 Menjelaskan proses decentering dan diseminasi dari Cerpen
Pilihan Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini memiliki manfaat teoretis dan praktis. Secara
teoretis hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya kajian teks
sastra dengan teori dekonstruksi. Penelitian ini juga dapat memperkaya kajian teks
sastra dengan pendekatan diskursif. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi
tambahan untuk penelitian dengan objek material kumpulan cerpen dari harian
Kompas. Penelitian ini juga bermanfaat teoretis sebagai referensi kajian sastra
postruktural dengan objek formal teori dekonstruksi Jacques Derrida.
Secara praktis, hasil penelitian ini memperkaya khazanah mengenai studi
teks dalam ilmu sastra. Penelitian ini juga dapat menjadi bacaan bagi para kurator
dan tim juri dalam menilai karya sastra yang akan dibukukan. Selain itu, hasil
penelitian ini memiliki manfaat untuk menawarkan sudut pandang lain dalam
melihat teks sastra, serta menghindari logosentrisme atau bertumpunya suatu teks
1.5 Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian lain yang menjadi referensi bagi penulis untuk
melakukan penelitian ini. Penelitian yang dijadikan acuan merupakan penelitian
yang memiliki objek formal yang sama, yakni teori dekonstruksi Jacques Derrida.
Penelitian pertama merupakan penelitian dari Wiyadi tahun 2005 dengan judul
“Pengampunan Tanpa Syarat Sebagai Syarat Rekonsiliasi: Analisa Kritis terhadap
Dekonstruksi Derrida atas Teks Pengampunan”. Penelitian kedua merupakan
penelitian milik Hanuraga tahun 2011 yang berjudul “A Study of Deridas
Deconstruction in The Charachter of Musashi in Musashi in Eiji Yoshikawa”.
Penelitian ketiga berjudul “Pembacaan Dekonstruktif terhadap Memoar Filep
Karma Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia di Tanah
Papua”yang ditulis oleh Noho pada tahun 2017.
Penelitian lain yang menjadi rujukan penelitian ini adalah penelitian
dengan objek material yang sama, yakni cerpen-cerpen Kompas. Santi
menggunakan cerpen Kompas pada tahun 1995 sebagai objek penelitian dengan
judul “Mentalitas Manusia Indonesia Menghadapi Modernisasi dalam Sepuluh
Cerpen Kompas pada Tahun 1995 : Suatu Pendekatan Sosiologis”
Hanuraga dalam skripsinya yang berjudul “A Study of Deridas Deconstruction in The Charachter of Musashi in Musashi in Eiji Yoshikawa” tahun 2011 membahas mengenai karakter Musashi dengan dekonstruksi Derrida.
Tujuan dari penelitian ini adalah menjabarkan karakter Musashi secara struktural
dan melihat bagaimana kanon sastra meindentifikasi tokoh tersebut. Selain itu,
tujuan ketiga dari penelitian ini adalah dekonstruksi terhadap karakter Musashi
penelitian ini adalah paradigma M. H. Abrams. Teori yang digunakan adalah teori
strukturalisme dan teori dekonstruksi Derrida.
Wiyadi dalam tesisnya yang berjudul “Pengampunan Tanpa Syarat Sebagai Syarat Rekonsiliasi: Analisa Kritis terhadap Dekonstruksi Derrida atas
Teks Pengampunan” tahun 2005 menggunakan pemikiran dekonstruksi Derrida. Penelitiannya bertujuan untuk melakukan pembacaan atas teks dengan judul “On
Forgiveness”sehingga mampu mengetahui strategi operatif dekonstruksi Derrida.
Adapun, tujuan lainnya adalah untuk menyoroti pemikiran Derrida menggunakan
sudut pandang etika Levinasian dan dekonstruksi Derrida sendiri.
Nubo dalam tesisnya yang berjudul “Pembacaan Dekonstruktif terhadap Memoar Filep Karma Seakan Kitorang Setengah Binatang: Rasialisme Indonesia
di Tanah Papua” tahun 2012 juga menggunakan teori dekonsktruksi Derrida dan
teori dari Pierre Bourdieu. Tesis ini bertujuan untuk melakukan dekonstruksi
terhadap memoar dengan melihat setruktur hirarki oposisi biner untuk kemudian
didekonstruksi menggunakan teori Derrida. Penelitian ini meminjam pemikiran
Pierre Bouedieu tentang Doxa, Orthodoxa, serta Heterodoxa untuk memperkuat
oposisi biner yang terjadi. Adapun, tujuan lain dari penelitian ini adalah melihat
ketidakutuhan dan kegagalan teks dalam menciptakan makna tunggal melalui
teks-teks yang absen di dalamnya.
Santi dalam skripsinya yang berjudul “Mentalitas Manusia Indonesia Menghadapi Modernisasi dalam Sepuluh Cerpen Kompas pada Tahun 1995 :
Suatu Pendekatan Sosiologis” pernah membahas cerpen-cerpen dalam harian Kompas. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan sosiologis. Penelitian yang
tokoh, dan penokohan. Pendekatan sosiologis digunakan untuk mengkaji
mentalitas manusia Indonesia dalam menghadapi modernisasi. Teori yang
digunakan adalah teori sosiologi sastra oleh Sapardi Djoko Damono dan teori
budaya Koentjaraningrat. Tujuan dari penelitian ini selain untuk mendeskripsikan
mentalitas manusia Indonesia dan relevansinya terhadap pembelajaran sastra di
Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dari keempat rujukkan di atas, penulis mendapatkan referensi dalam
penggunaan teori dekonstruksi dalam berbagai ranah ilmu pengetahuan.
Kesamaan objek material juga menambah khazanah pengetahuan untuk melihat
teks cerpen dibaca dan coba dipahami. Penelitian ini berjudul “Dekonstruksi
dalam Cerpen Kompas Tahun 2013 Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif
Jacques Derrida“. Penelitian ini berusaha mengungkap hierarki metafisik dalam teks cerpen Kompas dan melihat kemungkinan dekonstruksi melalui teori Derrida.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan makna-makna yang
terpingggirkan dalam sebuah teks. Hasil penelitain ini secara tidak langsung dapat
digunakan untuk menambah referensi pemaknaan teks dan menambah kajian
postruktural dalam teks sastra.
1.6 Landasan Teori
Kerangka teori yang digunakan merupakan teori dekonstruksi dari Jacques
Derrida. Pada awalnya, pemikirannya tentang dekonstruksi menuai banyak
kritikan. Dia sering dianggap sebagai seorang nihilis, absurd, dan dianggap gagal
membedakan antara kenyataan dan fiksi. Derrida yang menggoncang
sisi gelap dari suatu pandangan filsafat. Bahkan dekonstruksi dianggap sebagai
gimmick intelectual. Searle pernah secara terbuka menuduh Derrida sebagai
seorang „intellectual terrorism‟ (Stocker, 2006: 49). Beberapa pandangan lain menilai dekonstruksi hanya sebagai wacana intelektual yang main-main.
Dekonstruksi dianggap sebagai permainan atas teks yang menunda segala
pertanyaan atas nilai. Oleh karena itu, dekonstruksi dianggap immoral.
Asumsi-asumsi tersebut wajar terbentuk karena Derrida sendiri tidak pernah merumuskan
teorinya. Dekonstruksi Derrida selalu menjelaskan kerja filsafatnya melalui
komentar, diskusi aktif, dan pembacaannya terhadap karya lain.
Pembahasan mengenai dekonstruksi dimulai dengan sebuah kredo dari
Derrida yang mengatakan bahwa, “tidak ada apa-apa di luar teks” (il n‟ y pas de
\hord-texte) (Al-Fayyadl, 2011). Derrida selalu percaya bahawa tulisan adalah hal
yang pokok dalam bahasa. Padahal, tradisi filsafat Barat sebelumnya menganggap
bahwa ucapan adalah hal yang pokok. Jonathan Culler (1987: 102) menjelaskan
bahwa Rousseau menganggap tulisan sebagai „suplemen‟. Suplemen dapat
dikatakan sebagai pelengkap atau penambah pada sesuatu, Menambahkan
suplemen pada sesuatu berarti mengindikasikan bahwa sesuatu itu tidak komplit
atau kurang. Dengan demikian, tulisan sebagai suplemen hanya sebagai unsur
penambah untuk ucapan.
Spivak dalam pengantar Of Grammatology, mengatakan bahwa teks
merupakan struktur yang terbuka pada kedua ujungnya. Teks tidak memiliki
identitas, asal, dan akhir yang jelas. Membaca sebuah teks merupakan
menguak makna yang membebaskan kata-kata tertulis dari telikungan struktur
bahasa, membuka interpretasi teks yang tak terbatas (Dahana, 2004).
Segala upaya tersebut digunakan untuk mengurai logosentrisme Barat
yang sudah lampau kental dalam dunia filsafat. Stocker (2006: 49-52) dalam
bukunya Derrida: On Decontruction menjelaskan bahwa logosentrisme adalah
neologisme Derrida dan mengarah pada apa yang terpusat dalam „logos‟. Dalam bahasa Yunani Kuno kata „logos‟ dapat diterjemahkan dalam berbagai cara
meliputi: bahasa, wacana, pengetahuan, dan kata. Maksud Derrida, biasanya, ada
pendekatan di dalam jantung metafisik berdasarkan kebenarannya, pengetahuan,
atau keberadaan yang hadir di dalam beberapa keadaan umum. Logosentrisme
menurut Derrida adalah tendensi filsafat untuk menemukan kebenaran dalam
presentasi dari keberadaan, jiwa, dan kesadaran. Sejarah antara sistem filsafat atau
pengetahuan lain, bentuk dari pengalaman, selalu di tekan oleh sistem filsafat itu
sendiri. Jadi logosentrisme adalah kecenderungan sebuah teks untuk memiliki
pemaknaan tunggal yang dilihat hanya dari hal-hal yang hadir (presence). Dalam
konteks ini, dekonstruksi menjadi hasil pemikiran Derrida yang paling fenomenal.
Dekonstruksi diawali dengan pandangan Derrida tentang sebuah tanda
(sign). Chaffin (Silverman (ed), 2004: 75-89) dalam tulisan jurnalnya yang
berjudul Hegel, Derrida and The Sign mengatakan bahwa Derrida melihat oposisi
metafisik selalu dihasilkan dari sistem tanda yang mendapatkan represi dan
determinasi dari pihak luar. Hal ini yang selalu ingin dibuktikan Derrida. Tradisi
metafisik lainnya selalu menganggap tanda sebagai transisi atau jembatan antara
dua momen kehadiran. Tanda hanya akan berfungsi sebagai referensi antara
kehadiran itu sendiri. Menurut Derrida, tanda harus dibaca sebagai sebuah sejarah
atas determinasi kehadiran.
Selain itu, dekonstruksi menjadi gambaran Derrida dalam membaca teks
yang menggeser “pusat” -dalam kajian ini disebut idelogi teks- sebagai acuan dan membuka peluang pada pemikiran-pemikiran yang ada di “pinggiran” untuk berperan (A. Sudiardjo : 2005).
Dekonstruksi pada awalnya mencoba mengguncang pemikiran-pemikiran
filsafat Barat. Namun, teori dekonstruksi ini juga dimungkinkan
pengaplikasiannya ke dalam bidang sastra. Teori sastra, atau puisi, selalu dengan
sadar bekerja di bawah tanda dari filsafat. Namun, teori sastra, atau puisi, selalu
secara sadar bekerja di bawah tanda filsafat. Tetapi kritik sastra, juga, telah
beroperasi untuk sebagian besar dalam batas-batas yang ditetapkan oleh
pemikiran Yunani klasik, mengambil begitu saja aturan-aturan dari alasan
silogisme, prioritas utama makna di atas bentuk artikulasinya, dan oposisi
fundamental dan absolut seperti yang dapat dimengerti. Serta yang masuk akal,
bentuk dan materi, subjek dan objek, alam dan budaya, kehadiran dan absensi.
(Derrida:1992). Dekonstruksi ingin memperlihatkan bagaimana struktur dan
pengarang gagal menguasai teks
Dekonstruksi selalu berkaitan dengan pembacaan pada sebuah teks. Maka
langkah pertama dari dekonstruksi adalah membaca teks. Perbedaan dekonstruksi
dari metode pambacaan yang lain adalah “persoalan membaca kritis”. Perbedaan
dekonstruksi dari aktivitas membaca tekstual lainnya adalah adanya double
reading. Pembacaan pertama menghasilkan “tafsiran dominan”, bentuknya
pada tafsir tunggal. Padahal, tafsir tunggal pada sebuah teks menggiring teks pada
logosentrisme, sebuah hal yang ingin dilawan oleh Derrida. Sementara itu,
pembacaan kedua menjauhi tatanan komentar, yakni dengan mengungkap titik
lemah, atau inkonsistensi teks, dan kontradiksi dari tafsiran dominan tadi.
Kemudian, hal tersebut yang disajikan sebagai hasil pembacaan yang lain
(Critchley via A. Sumarwan 2005:14)
Dekonstruksi dalam karya sastra sekurang-kurangnya melalui dua tahapan
kerja. Seperti penjelasan tentang double reading, tahap pertama dalam proses
dekonstruksi akan menghasilkan penjelasan mengenai ideologi teks. Kesan
pertama yang muncul setelah membaca teks akan ditandai dan keberpihakan harus
ditentukan. Dari sini, hierarki metafisik yang coba dibangun oleh teks akan
perlahan dibongkar dengan meliha oposisi biner yang ada di dalam teks.
Kedua, adalah proses pembalikan teks. Ideologi teks atau pusat teks yang
telah didapatkan dari proses pertama kemudian dibalik dan dikembalikan ke
tempat asalnya dengan pemaknaan baru. Proses ini disebut decentering. Teks akan
berhasil jika pemaknaan baru tampak asing dan jauh dari pemaknaan sebelumnya.
Namun, pada proses ini tidak hanya akan menghasilkan pemaknaan yang asal
beda. Teks akan mengalami differrance, sebuah situasi yang menunda penandaan,
memunculkan jarak antara unsur satu dengan yang lain.
1.6. 1 Hierarki Metafisik
Seperti dijelaskan sebelumnya, pendekatan Derrida termasuk dalam
pendekatan postrukturalis. Masa strukturalis sendiri diyakini sebagai doktrin atau
terpisah-pisah, melainkan sebagai suatu gabungan unsur yang berhubungan. Oleh karena
itu, unsur yang satu bergantung pada unsur yang lain (Zaidan, dkk, 2007: 194).
Pendekatan struktural yang dikembangkan oleh Saussure bertumpu pada bahasa.
Sesungguhnya, Derrida sendiri mengatakan bahwa telaah Saussure ini telah
melampaui metafisik barat dalam satu hal, tetapi sekaligus masih
mempertahankan tradisi metafisik itu secara tidak sadar.
Pada dasarnya, pengoperasian bahasa tercipta karena pembedaan seuatu
tanda dengan tanda yang lain. Bahasa bisa tercipta karena adanya sistem
perbedaan tersebut, dan inti dari sistem pembeda ini adalah oposisi biner. Oposisi
tersebut terjadi antara penanda/petanda, tuturan/tulisan, dan langue/parole
(Norris, 2006: 9). Masalah akan muncul ketika suatu tanda bahasa kemudian
mendominasi tanda bahasa lain. Dengan kata lain memunculkan satu struktur
konfliktual, yakni memunculkan satu bagian yang subordinatif dari oposisi.
Sebuah oposisi akan menjadi bermasalah jika satu term menjadi lebih
unggul atas term yang lain. Misalnya, term motor akan menjadi subordinar jika
dioposisikan dengan mobil. Term mobil sendiri akan dengan sendirinya dan
maknanya akan lebih naik jika dibandingkan dengan motor. Di sisi lain, makna
term motor dengan sendirinya akan mengalami krisis dan degradasi makna. Mobil
tampak lebih baik dan bergengsi dibanding motor. Oposisi biner yang semacam
ini yang ingin dibongkar oleh Derrida karena memicu munculnya hierarki.
Derrida menganggap hubungan tersebut merupakan hierarki yang brutal.
Bahasa sebagai bahan baku teks sastra memiliki kecenderungan untuk
membekukan ideologi di dalamnya. Hierarki metafisik itu yang kental melekat
metafisik dibentuk oleh adanya oposisi biner pada teks. Oposisi biner dimulai
dengan pembandingan dua kata secara manasuka.
Dua kata yang dioposisikan pertama memiliki tujuan untuk membedakan
dari segi pemaknaan. Namun, dalam perkembangannya dua kata yang
dibandingkan seolah memiliki kasta, satu kata lebih tinggi dari kata lain.. Contoh
lain adalah dalam perbandingan: siang/malam, hitam/putih, jasmani/rohani,
publik/privat, kuat/lemah, pikiran/perasaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa satu
kata tampak lebih baik dari kata yang lain. Padahal, pembandingan kedua kata
tersebut tidak memiliki dasar yang jelas. Hierarki metafisik ini yang menjadi
katalis munculnya makna tunggal dalam sebuah teks. Semakin banyak hierarki
terjadi dalam oposisi biner, semakin mudah teks mencapai dalam tafsir
tunggalnya. Tafsir yang terus direproduksi juga menjadi persoalan bagaimana
logosentrisme Barat semakin mapan.
Di luar oposisi biner, ternyata ada bagian yang tidak dapat dipetakan
kedudukannya. Bagian yang tidak dapat dipastikan kedudukannya dalam hierarki
metafisik disebut unsur undecidable. „Undecidable‟ merupakan konsep yang sulit
dimasukkan ke dalam salah satu kutub oposisi biner (Haryatmoko, 2016: 140).
Menemukan hal-hal yang undecidable dalam sebuah teks berarti menemukan
ketidakstabilan teks. Ada hal dari teks yang tidak dapat langsung diputuskan
posisi kutubnya. Unsur undecidable dapat menjadi jejak dalam teks dalam
menemukan titik lemah, inkonsistensi teks, dan kegagalan penulis
mempertahankan makna teksnya.
Setelah unsur undecidable dapat dipetakan, hal selanjutnya yang harus
Hierarki metafisik yang telah ditemukan perlu dibalik, tetapi pembalikan ini tidak
dapat dilakukan secara manasuka. Pembalikan ini rawan terjebak dalam lingkaran
logosentrik. Menetralkan oposisi biner membuat teks yang didekonstruksi dapat
dibaca penyebaran maknanya (diseminasi).
Oposisi biner yang telah mengandung hierarki dan juga unsur undecidable
perlu dirumuskan menjadi ideologi teks. Ideologi teks adalah produk dari
pembacaan yang pertama. Merumuskan ideologi perlu melihat keberpihakan teks.
Hal tersebut yang akan dibalik dalam proses decentering.
1.6. 2 Decentering
Pada awalnya, dekonstruksi Derrida ingin mengkritisi kentalnya
logosentrisme pada metafisik filsafat Barat. Pemikiran Derrida juga berawal dari
ketidakpuasan terhadap pemikiran Heidegger yang juga merujuk pada
dekonstruksi teks. Pemikiran Heiddeger mempertanyakan status ontos dalam
metafisik Barat. Namun, pemikiran Heidegger ini dinilai masih cukup kental
dengan logosentrisme. Seperti dijelaskan di atas. Derrida menyatakan bahwa
“tidak ada apa-apa di luar teks” (il n‟ y pas de hord-texte) (Al-Fayyadl, 2011:77). Dengan kredo itu orang kerap terjebak dengan mengatakan bahwa peneletian
Derrida merupakan penelitian yang objektif. Nyatanya, Derrida memberi ruang
untuk peneliti memberi pemaknaan dari apa yang tertulis di dalam teks.
Tujuan utama dari dekonstruksi Derrida adalah menghindari adanya
logosentrisme dalam sebuah teks. „Logosentrisme‟ atau „kehadiran‟ yakni kecenderungan metafisika untuk mengukuhkan kebenaran absolut dalam bahasa
“Derrida” mengatakan bahwa logosentrisme merupakan “kekerasan metafisik”
(metaphysical violence) terhadap “yang lain”.
Dekonstruksi merupakan gerak melawan ambisi filsafat untuk menguasai
makna dan pemaknaan (Haryatmoko, 2016 : 138). Sebelum itu. dekonstruksi
dimulai dengan menemukan pusat dari teks. Meskipun demikian, penentuan pusat
teks ini juga merupakan hal yang problematis karena operasi teks menolak
penunggalan. Selanjutnya, pusat dari teks tersebut mengalami proses decentering.
Pusat teks akan mengalami desentralisasi; pusat-pusat teks itu menyebar ke segala
arah, membiak, dan memroduksi tanda-tanda yang membangun teksnya sendiri
(Al-Fayyald 2011: 77-78)
Dalam dekonstruksi, dikenal istilah diseminasi yang berarti penyebaran
makna. Dalam salah satu karya Derrida Dissemination dijelaskan sebuah strategi
unik yang memperlihatkan bahwa sebuah teks tidak mungkin dapat ditangkap
maknanya jika teks tidak dimanfaatkan sebagai arena permainan yang terus
menerus ditransformasi dengan mensubtitusi penanda-penanda lama dengan
penanda-penanda baru (Al-Fayyadl, 2011: 79).
Derrida juga memperkenalkan istilah differance. Differance dikenal juga
dengan sistem (penundaan, pembalikan). Konsep ini menggambarkan arah
dekonstruksi, yaitu menunda hubungan penanda dan petanda, membalikkan logika
biner (Haryatmoko, 2016: 137). Differance mirip dengan kata difference yang
berarti perbedaan, tetapi differance bukan sekadar perbedaan yang menunjukkan
ketidaksamaan dua hal. Differance menunjuk pada “penundaan” yang tidak
memungkinkan sesuatu hadir (Al-Fayyadl 2011: 110). Kedua kata tersebut dalam
Derrida dalam mengkritik kebenaran fonosentrisme, bahwa keduannya hanya
dapat diketahui perbedaannya ketika ditulis. Differance adalah strategi untuk
memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang implisit sekaligus menyodorkan
tantangan terhadap totalitas makna dalam teks (Al-Fayyadl 2011: 111). Menurut
Christopher Norris dalam bukunya Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques
Derrida, defferance juga diartikan bahwa makna selalu ditangguhkan sampai
waktu yang tidak dapat ditentukan. Hal tersebut ditentukan oleh permainan
petanda. Differance membantu menunjukkan adanya perpindahan, pembalikan
dalam hal hubungan antara tanda dan halnya (representasi) (Haryatmoko:2005).
Dekonstruksi menawarkan cara untuk mengidentifaikasi kontradiksi dalam
politik teks sehingga membantu untuk memeroleh kesadaran lebih tinggi akan
adanya bentuk-bentuk inkonsistensi dalam teks (Haryatmoko, 2016: 134a).
Selain itu, dekonstruksi akan memperlakukan teks, konteks, dan tradisi
sebagai sarana yang mampu membuka kemungkinan baru untuk perubahan
melalui hubungan yang tidak mungkin (Haryatmoko, 2016: 134b). Dekonstruksi
membantu meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan melihat cara-cara
bagaimana pengalaman ditentukan oleh ideologi yang tidak kita sadari karena
ideologi sudah dibangun atau menyatu dalam bahasa (Haryatmoko, 2016 : 134c).
Dekonstruksi dianggap berhasil bila mampu mengubah teks, membuat asing bagi
para pembaca yang sudah menganggap diri familiar, membuat mata terbelalak
ketika disingkap makna-makna yang terpinggirkan (Haryatmoko, 2016 : 135).
Haryatmoko dalam bukunya Membongkar Rezim Kepastian (2016:
teks meletakkan pusat dirinya, bagaimana mengonstruksi sistem kebenaran dan
pemaknaannya sendiri, serta melihat bagaimana teks saling bertentangan sendiri.
1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian
Secara umum penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini
menggunakan paradigma penelitian M. H. Abrams. Paradigma Abrams memiliki
empat pendekatan untuk melihat karya sastra secara keseluruhan. Keempat
pendekatan itu adalah pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan
mimetik, dan pendekatan pragmatik (Taum, 1997: 17). Setelah dilakukan reposisi
oleh Taum, paradigma Abrams mendapatkan dua tambahan pendekatan, yakni
pendekatan ekletik dan pendekatan diskursif. Pendekatan ekletik adalah
pendekatan yang menggabungkan beberapa pendekatan dari paradigma Abrams
untuk memahami sebuah fenomena sastra.
Seperti dikatakan di atas, pendekatan diskursif berasal dari hasil reposisi
dari paradigma M. H. Abrams. Pendekatan diskursif merupakan hasil dari reposisi
pendekatan objektif yang menjadikan teks sebagai sumber penelitian. Pendekatan
diskursif tidak sekadar memusatkan penelitian pada teks, tetapi juga pada dialog
timbal balik antara peneliti dan teks tersebut.
Istilah diskursif mengacu pada “wacana”. Kritik sastra diskursif
memungkinkan sebuah karya sastra dikaji sebagai bagian dari wacana itu sendiri.
Kritik sastra diskursif menunjukkan area baru objek penelitian sastra yang belum
dirambah oleh teori kritik sastra yang lain, yaitu teks-teks sastra dan teks-teks
diskursif (Taum, 2017: 5). Menurut Taum, diskursif adalah cara menghasilkan
pengetahuan beserta praktik sosial yang menyertainya. Dalam makalah yang
sama, Taum mengatakan bahwa bahasa dan episteme adalah unsur yang aktif.
Keduanya dapat bermain dalam arena kekuasaan dan dengannya dapat membuat
standar atas suatu hal, sehingga hal tersebut menjadl kebiasaan dan konvensi.
Pendekatan diskursif dapat digunakan untuk pengaplikasian teori-teori
postmodern. Penelitian ini menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Inti
dari teori Derrida adalah mengkaji persebaran makna (polisemi) dalam sebuah
teks. Dekonstruksi bertujuan untuk mencairkan ideologi yang sudah beku dalam
bahasa (Haryatmoko: 2016: 134).
1.7.2 Objek Material dan Objek Formal
Objek material dari penelitian ini adalah Cerpen Pilihan Kompas 2013.
Cerita pendek (Cerpen) adalah kisahan yang memberi kesan tunggal yang
dominan tentang satu tokoh dalam satu latar dan satu situasi dramatik (Zaidan,
dkk, 2007: 50). Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013 “Klub Solidaritas Suami
Hilang”berisi 23 cerpen. Buku Cerpen Pilihan Kompas kemudian dibaca dengan
cermat.
Objek formal dari penelitian ini merupakan teori dekonstruksi dari Jacques
Derrida yang menekankan pada perlawanan akan terbentuknya tafsir tunggal
dalam sebuah teks. Objek formal tersebut dapat membantu melihat adanya pesan
1.7.3 Teknik Analisis Data
Secara umum, teknik yang digunakan untuk melakukan penelitian
dekonstruksi adalah double reading. Double reading adalah sebuah teknik
pembacaan teks cermat. Teknik ini merupakan teknik pembacaan berkelindan
paling tidak dalam dua motif atau dua lapisan. Hasil pertama dari teknik ini adalah
penjabaran „tafsir dominan‟ yang terdapat di dalam teks (Critchley via Sumarwan 2005: 18). Pada bagian ini akan diidentifikasi hierarki metafisik yang terdapat
dalam teks beserta oposisi binernya. Tahap pembacaan pertama ini bertujuan
untuk merumuskan ideologi teks. Ideologi teks ini adalah sebuah poros teks.
Ideologi di sini mengacu pada konsep awal milik Destutt de Tracy pada tahun
1796 yang mengatakan bahwa ideologi adalah ilmu untuk meneliti ide-ide
manusia.
Tahap kedua dari teknik double reading adalah decentering. Setelah
idoelogi teks ditemukan dan hirarki metafisik dari teks dijabarkan, dilakukan
proses decentering. Proses ini merupakan proses inti dari dekonstruksi. Dalam
tahapan ini ideologi teks dibalik dan hierarki metafisik dihancurkan. Semua hal
yang terbagi dalam oposisi biner dinetralkan. Makna dari sebuah teks disebar lagi
dan pusat teks coba digeser (disseminasi). Dekonstruksi dianggap berhasil bila
mampu mengubah teks, membuat asing bagi para pembaca yang sudah
menganggap diri familiar, membuat mata terbelalak ketika disingkap
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini berjudul “Dekonstruksi dalam Cerpen Kompas Tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang: Perspektif Jacques Derrida“. Hasil penelitian ini akan dibagi manjadi empat bagian. Bab pertama memuat latar belakang yang
menjelaskan objek material dan objek formal penelitian ini. Korpus dari penelitian
ini adalah cerpen pilihan Kompas tahun 2013 dengan judul “Klub Solidaritas Suami Hilang”. Objek material dari penelitian ini adalah tiga cerpen dari
kumpulan tersebut. Ketiga cerpen tersebut adalah “Klub Solidaritas Suami
Hilang” karya Intan Paramaditha, “Piutang-Piutang Menjelang Ajal” karya Jujur Prananto, dan “Lelaki Ragi dan Perempuan Santan” karya Damhuri Muhammad.
Sedangkan, objek formal yang digunakan merupakan teori dekonstruksi dari
Jacques Derrida. Pada bab ini dijelaskan rumusan masalah serta tujuan dari
penelitian. Rumusan masalah dibagi menjadi dua, yakni (1) Bagaimana ideologi
yang terdapat dalam Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013 “Klub Solidaritas Suami
Hilang”? (2) Bagaimana dekonstruksi dalam Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013
“Klub Solidaritas Suami Hilang “? Adapun, tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menjabarkan ideologi teks dalam Cerpen Pilihan Kompas tahun 2013 “Klub
Solidaritas Suami Hilang. (2) Menjelaskan dekonstruksi dalam Cerpen Pilihan
Kompas tahun 2013: Klub Solidaritas Suami Hilang. Dalam bab satu juga
dijabarkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian.
Bab dua berisi deskripsi dari rumusan masalah pertama, Pada bab ini
hirarki metafisik dalam teks akan dijabarkan. Hierarki metafisik akan
berikutnya adalah merumuskan ideologi teks. Ideologi teks adalah hasil utama
dari proses double reading yang pertama.
Bab tiga berisi hasil dari decentering teks. Ideologi teks akan dibalik dan
mendapatkan pemaknaan baru. Makna-makna yang telah dinetralisir di dalam teks
coba disusun ulang. Persebaran makna (polisemi) dijabarkan dan disimpulkan
lewat teks sendiri. Dekonstruksi dikatakan selesai jika teks menjadi asing dan
logosentrisme tidak ada lagi.
Bab empat merupakan penutup dari penelitian ini. Bab ini berisi
kesimpulan dan saran dalam pengembangan penelitian selanjutnya. Kesimpulan
ditarik dari penjelasan pada Bab II dan Bab III. Sedangkan, saran merupakan
sumbangan peneliti dalam pengembangan penelitian sejenis, juga masukkan untuk
pengembangan penelitian selanjutnya, sehingga penelitian sejenis akan terus
BAB II
HIERARKI METAFISIK DAN IDEOLOGI TEKS DALAM CERPEN PILIHAN KOMPAS 2013:
KLUB SOLIDARITAS SUAMI HILANG
2.1 Pengantar
Dalam Bab II ini akan dikaji hierarki metafisik dan ideologi teks dari tiga
cerpen di dalam Cerpen Pilihan Kompas 2013 Klub Solidaritas Suami Hilang.
Ketiga cerpen tersebut adalah KSSHkarya Intan Paramaditha, PPMA karya Jujur
Prananto, dan yang ketiga berjudul LRDPS karya Damhuri Muhammad. Ketiga
cerpen ini memiliki tema yang berbeda dan mampu mewakili tiga sendi
kehidupan manusia yaitu ekonomi, sosial,dan cinta.
Dalam Bab I telah dijelaskan, pembacaan terhadap ideologi teks pada Bab
II merupakan bagian dari double reading proses dekonstruksi. Pembacaan ini
bersifat struktural konvensional. Pembacaan ini bertujuan untuk menangkap kesan
pertama pembaca terhadap tokoh, alur, dan konflik yang ada di dalam cerita.
Proses ini merupakan langkah pertama untuk dapat melakukan dekonstruksi
terhadap teks.
Perumusan ideologi teks perlu mengidentifikasi hierarki metafisik yang
ada di dalam teks. Kajian tentang hierarki metafisik dilakukan melalui penjabaran
oposisi biner. Oposisi biner dapat dimaknai sebagai sarana diksi untuk
mengukuhkan sebuah pemaknaan dalam teks. Dalam kajian hierarki metafisik
juga tidak menutup kemungkinan muncul unsur undecidable. Unsur undecidable
Dengan demikian akan muncul ideologi teks dalam Bab II ini. Ideologi
yang dirumuskan merupakan ideologi yang bersifat naratif dan tidak menggiring
rumusan ideologi kepada ideologi-ideologi besar yang berkembang di dunia.
Ideologi teks merupakan ideologi yang terbentuk dari alur, keberpihakan cerita
yang dibuktikan dengan hierarki metafisiknya.
2.2 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Klub Solidaritas Suami Hilang” karya Intan Paramaditha
2.2.1 Alur
Cerita ini berawal dari seorang tokoh yang disebut „kamu‟ oleh narator cerita berada di tengah-tengah kerumunan istri-istri di seluruh dunia. Perkumpulan
itu bernama Klub Solidaritas Suami Hilang. „Kau‟ bisa sampai di tempat itu
berkat pertolongan seorang ibu di toilet kantor polisi. Ibu itu memberitahu tentang
klub tersebut. „Kau‟ kehilangan suaminya yang rencananya akan melakukan bulan madu di kota New York. Ibu Yunita, ibu yang bertemu dengan „kau‟ di toilet itu
juga kehilangan suaminya dan sempat aktif di perkumpulan tersebut.
Dalam perkumpulan itu, „kau‟ mendengarkan banyak cerita tentang cerita
kehilangan suami di seluruh dunia lewat para anggotanya. Anggota di sana berasal
dari berbagai macam belahan di dunia; Dona Manuela dari Argentina, Carmencita
yang kehilangan suaminya di Paris, Andy Horowitz yang ditinggal pacarnya yang
belum sempat dinikahinya, dan Soonyi seorang Korea yang memiliki anak
berkulit hitam. Di dalam klub cerita-cerita kehilangan selalu diulang dan tidak
„Kau‟ kikuk waktu pertama kali berusaha menceritakan proses kehilangan suamimu. Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dari anggota klub lainnya dan kau
tetap terlihat gugup. Sampai akhirnya Soonyi mengambil jatah ceritamu dan
menceritakan cerita yang mungkin sudah diceritakan berulang kali di dalam klub
itu. Sampai suatu waktu kau mulai memahami bagaimana anggota klub
menghidupi kehilangan. Setiap cerita selalu miris meskipun diceritakan berulang
kali.
„Kau‟ mulai sering ke klub dan mulai mengetahui semua seluk beluk tentang anggota klub. Tentang Soonyi, „kau‟ tahu banyak karena anggota lain
menceritakannya kepadamu. Setelah kesehatannya menurun Soonyi meninggal.
Banyak hal berubah setelah Soonyi meninggal. Salah satu yang paling
mengejutkan adalah ketika rahasia masing-masing anggota terbongkar. Ternyata
tidak semua suami hilang, ada yang tidak diceritakan, ada yang dihilangkan, dan
tentu saja tidak diceritakan. Soonyi membunuh suaminya dan suami Carmencita
tinggal bersama pacarnya di LA. „Kau‟ belajar banyak tentang kehilangan dari Klub Solidaritas Suami Hilang.
2.2.2 Hierarki Metafisik
Dalam cerita ini terdapat dua kubu yang tersusun dalam hierarki metafisik.
Pertama adalah para istri secara umum dan tokoh „kau‟ secara khusus sebagai kubu pertama. Narasi dalam cerita membangun persepsi pembaca untuk menaruh
simpati pada para istri. Hal itu dibuktikan dalam kutipan berikut.
“Dona Manuela, perempuan Argentina tinggi gempal berumur
enam puluh lima, adalah pendiri perkumpulan. Ia terus mendengarkan sambil mengelap bingkai foto, kotak musik, atau koleksi miniatur
“Ketika tiba kesempatanmu bicara, kau merunut kronologi kehilangan seperti di kantor polisi. Carmencita, terlihat lebih sendu darimu, bertanya, “Apa yang palingkau ingat tentang suamimu?”
Kau menatap sekeliling sambil berusaha mengingat-ingat. Sedikit gugup, kau balas bertanya, “Bisa kuceritakan lain kali?”” (Paramaditha 2014:71)
Dua kutipan di atas mengarahkan simpati pembaca kepada keadaan istri
dari suami yang hilang tersebut. Kutipan pertama mendeskripsikan betapa Dona
Manuela sebagai seorang istri yang kehilangan suaminya sangat menderita dan
kesepian. Pengarang menciptakan adegan bersih-bersih bingkai foto dan lain
sebagainya sebagai sebuah pengingat kenangan atau kepercayaan akan masih
adanya harapan atas suaminya. Kutipan kedua dari tokoh „kamu‟ menggiring
simpati pembaca karena kekikukannya dalam merangkai cerita mengenai
suaminya di tengah-tengah perkumpulan merupakan bukti bahwa tokoh tersebut
belum sepenuhnya menguasai keadaan yang sedang dialaminya. Tokoh „kamu‟
begitu canggung untuk bercerita mengenai hal ini kepada anggota lain yang
notabene baru dikenalnya juga. Keberpihakan ini yang ditangkap oleh pembaca.
Sementara itu, kubu kedua yang merupakan oposisi dari kubu pertama
adalah pihak luar. Pihak luar ini melingkupi banyak komponen, seperti polisi,
pelaku penghilangan, suami, juga masyarakat kebanyakan yang diposisikan
merepresi kedudukan mereka di masyarakat. Pihak luar ini yang digunakan
pembaca untuk semakin mengarahkan simpati pembaca kepada perkumpulan para
istri tersebut. Hal ini dibuktikan dalam kutipan berikut ini.
“Seorang polisi perempuan mencatat perihal kehilangan suamimu.
dan berkata hangat, “Kami akan berusaha sebaik mungkin.”” (Paramaditha
2014:68)
“Ada yang tercecer setelah Perang Korea usai dan Amerika
menarik mundur tentaranya. Hal besar seperti perang kerap meninggalkan serpihan kecil, tak berguna dan jorok seperti sifilis dan bayi.
Di umur 17 Soonyi melahirkan anak berkulit hitam dari seorang
tentara yang ia sebut suami meski upacara penikahan tak pernah ada.”
(Paramaditha 2014:72)
“Yang jelas negara telah menzalimiku,” ia seperti bersabda. Kini
suaranya lembut dan ganjil, “Dalam kitab disebutkan: barang siapa menumpahkan darah manusia oleh manusia darahnya akan tertumpah.”
(Paramaditha 2014:74)
Kutipan pertama menggambarkan kubu kedua adalah polisi. Polisi dalam
kutipan tersebut diceritakan bekerja sekenanya. Dia memberikan pelayanan
seadanya kepada orang yang bukan warga negara Amerika. Sementara, di kutipan
kedua kubu kedua ditujukan pada peristiwa perang di Korea. Perang tersebut
dinyana menjadi asal muasal Soonyi bertemu suaminya. Kejadian tersebut juga
ketika Soonyi melahirkan anaknya yang berkulit hitam. Sekaligus juga menjadi
saat ketika Soonyi kehilangan suaminya. Kutipan ketiga sendiri merupakan kata
dari Dona Manuela yang menjadikan negara sebagai kubu kedua. Negara
dianggap tidak berjuang untuk menemukan suami mereka yang hilang.
2.2.3 Oposisi Biner dan Unsur Undecidable
Hierarki metafisik tidak terjadi begitu saja. Di dalamnya terdapat oposisi
biner antar dua kata yang pemaknaannya ditabrakkan secara arbriter dan
dikonfrontasikan sehingga menimbulkan kesan bahwa satu kata mengandung
kebenaran lebih banyak dari kata yang lain. Ada sekurangnya sebelas oposisi
biner yang terdapat dalam cerpen di atas. Daftar oposisi biner dapat dilihat pada
Tabel 1
Oposisi Biner Cerpen “Klub Solidaritas Suami Hilang”
Putih Hitam
Hilang Ketemu
Mengingat Melupakan
Ditangkap Dibebaskan
Perempuan Laki-laki
Pergi Datang
Istri Suami
Bungkam Bicara
Kulit Putih Kulit Hitam
Ganjil Genap
Dihilangkan Ditemukan
Dalam tabel di atas, oposisi biner yang menempati posisi di sebelah kiri
menunjukkan diksi yang digunakan pengarang untuk membangun cerita ini. Kata
di sebalah kiri menggambarkan bagaimana seharusnya pembaca melihat KSSH.
Oposisi di atas bukan sekadar membedakan arti leksikal, tetapi juga menelaah
segala maksud dari penggunaan kata sebagai simbol, dan peletakkannya ada di
mana. Oposisi biner ini yang nanti akan mengalami perubahan dalam proses
dekonstruksi kedua, yaitu decentering dan diseminasi.
Meskipun telah menemukan dan memetakan oposisi biner, ternyata masih
ada hal yang tidak dapat diputuskan keberpihakannya. Dalam cerpen KSSH ini
hierarki metafisik yang telah diungkap di atas. Hal tersebut adalah perihal
kehilangan. Kehilangan merupakan unsur yang undecidable. Hal tersebut terbukti
dalam kutipan berikut ini.
“Klub Solidaritas Suami Hilang tak menemukan yang hilang, tetapi
menghidupi kehilangan.” (Paramaditha, 2014:69)
“Di Klub Solidaritas Suami Hilang kita mengingat yang tak hadir
lewat cerita berulang. Kita bisa berangkat dari titik mana pun baik secara linear – dari awal pertemuan sampai hilangnya suami – maupun dengan alur mundur. Sebagian memilih teknik in medias res.” (Paramaditha,
2014:71)
““Dia tidak hilang. Aku menghilangkannya.”
Hari ini kita semua diingatkan seorang pencerita adalah juga
seorang penghapus.” (Paramaditha, 2014:76)
“Hilang dan kehilangan adalah lekuk yang lain, pelik sekaligus licin. Kadang keduanya terhubungkan dengan cara yang ajaib, sebagaimana yang kau pelajari dari Dona Manuela, Soonyi, dan Klub Solidaritas Suami Hilang.” (Paramaditha, 2014:77)
Kutipan satu dan dua di atas menunjukkan bahwa kehilangan bukan berarti
kesedihan, melainkan sebuah harapan. Kutipan tersebut memaknai kehilangan
sebagai sesuatu yang perlu dihadapi dalam kesedihan melulu. Sedangkan dalam
kutipan tiga dan empat di atas, kehilangan menjadi hal yang dapat direncanakan,
dimanipulasi, ditambah-tambahkan, ditutupi, dan disembunyikan. Kehilangan
menjadi subjektif mengenai siapa orang yang bercerita tentang kehilangan
tersebut. Dua persepsi kehilangan yang berbeda ini menjadikan kehilangan
sebagai unsur yang undecidable.
2.2.4 Ideologi Teks
Cerpen ini pada dasarnya menceritakan bagaimana istri-istri di seluruh
dunia dapat berkumpul atas kesamaan nasib, yakni kehilangan suami. Konstruksi