• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI ANALISIS KLASTER PADA DATA SIMULASI INDEKS GEOMAGNET LOKAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI ANALISIS KLASTER PADA DATA SIMULASI INDEKS GEOMAGNET LOKAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

APLIKASI ANALISIS KLASTER PADA DATA SIMULASI

INDEKS GEOMAGNET LOKAL

John Maspupu

Pusfatsainsa LAPAN, Jl. Dr. Djundjunan No. 133 Bandung 40173, Tlp. 0226012602 Pes. 106. Fax. 0226014998

E-mail: [email protected]

Abstrak Makalah ini membahas suatu aplikasi analisis pengklasteran pada data simulasi indeks geomagnet lokal dari beberapa tempat observasi (stasion geomagnet-SG). Indeks geomagnet lokal yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah indeks K. Perincian dari indeks K ini dapat dijelaskan sebagai berikut, untuk K = 0 atau 1 ditafsirkan sebagai tingkat gangguan geomagnet yang sangat rendah. Kemudian untuk K = 2 atau 3 atau 4 ini mengindikasi tingkat gangguan geomagnet yang sedang. Selanjutnya untuk K = 5 atau 6 atau 7 atau 8 atau 9 , ini berarti tingkat gangguan geomagnet yang sangat tinggi. Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengklasifikasi frekuensi-frekuensi observasi atau selang-selang waktu pengamatan indeks K, ke dalam bentuk klaster-klaster yang relatif homogen, sesuai dengan pertimbangan empiris. Pada proses pengelompokkan ini, banyaknya klaster harus lebih sedikit daripada banyaknya frekuensi observasi semula. Namun tidak mengurangi sedikitpun informasi yang terkandung dalam data aslinya (data awal indeks K). Selain itu prosedur yang digunakan untuk merealisasi tujuan di atas ini adalah klaster hirarki (hierarchical clustering), disertai dengan ukuran jarak maupun tahapan metodenya, yaitu jarak yuklidian (Eucledean distance) dan metode Ward (Ward’s method) serta metode pusat (centroid method). Hasil yang diperoleh dari aplikasi analisis klaster ini nantinya mempunyai kontribusi didalam analisa kondisi geomagnet lokal (tingkat gangguan geomagnet) di setiap klaster observasi indeks K.

Kata kunci : observasi indeks K , Klaster hirarki , Jarak Yuklidian , Metode Ward dan pusat.

1. Pendahuluan

Konsep pengklasteran adalah suatu bagian analisis interdependensi yang fokusnya pada objek pengamatan (bukan pada variabel observasi). Selain itu analisis klaster juga merupakan salahsatu teknik statistik multivariat yang digunakan untuk pengelompokkan objek-objek pengamatan, secara homogen atau relatif homogen dalam kelompoknya. Namun sangat heterogen diantara kelompok yang satu dengan lainnya. Selain itu publikasi

Seminar Nasional Statistika IX

(2)

2

tentang analisis klaster ini dapat dibaca pada referensi [5], begitu juga peran analisis klaster ini telah diterapkan pada pengamatan dan penelitian data-data atmosfer ( lihat [2] ). Selain itu beberapa aplikasi pengklasteran pernah dilakukan oleh Kalkstein dan kawan-kawannya dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan iklim ataupun cuaca ( lihat [3] ). Pada tahun 1993, Cheng dan Wallace juga pernah mengaplikasikan analisis klaster pada data geopotensial untuk mengidentifikasi jenis-jenis aliran fluida di atmosfer ataupun di ruang antar planet ( lihat [1] dan [4] ). Oleh karena itu dengan mempertimbangkan beberapa referensi yang telah dikemukakan di atas, muncul pemikiran untuk mengaplikasikan analisis klaster ini pada data simulasi indeks geomagnet lokal. Dengan demikian tujuan pembahasan makalah ini adalah untuk mengklasifikasi frekuensi-frekuensi observasi atau selang-selang waktu pengamatan indeks K, ke dalam bentuk klaster-klaster yang relatif homogen, sesuai dengan pertimbangan fisis tertentu. Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana proses pengklasteran ini dilakukan? Dan berapa banyak klaster yang cocok untuk kasus ini?. Kemudian infomasi seperti apa yang diperoleh dari hasil pengklasteran kasus ini?. Untuk menjawab semua permasalahan di atas ini, perlu disusun suatu metodologi yang tepat serta dapat memberikan solusi secara tuntas dan bermanfaat.

2. Metodologi

Konsep yang digunakan dalam pembahasan makalah ini adalah menyangkut analisa klaster dengan pilihan prosedur dan ukuran jarak pada klaster hirarki (hierarchical clustering) dan jarak yuklidian (Eucledean distance). Sedangkan fokus metodenya pada metode Ward (Ward’s method) dan metode pusat (centroid method). Jarak yuklidian maupun kedua metode di atas ini dapat dilihat pada referensi [6]. Selanjutnya tahapan analisis klaster ini dapat dijabarkan dalam beberapa langkah berikut :

i). Kompilasi data pengamatan (data asli) dan tentukan variabel yang akan digunakan untuk pengklasteran, dengan syarat variabel yang dipilih harus dapat menyatakan kemiripan antar objek dan juga mempunyai relevansi dengan masalah riset tersebut. ii). Lakukanlah standarisasi data variabel asli dengan menggunakan variabel transformasi

X

ij* =

S

X

X

j j ij

, dalam hal ini

n i ij j

X

n

X

1

1

dan

)

2 1

(

1

X

X

n

S

j n i ij j , j = 1,...,K.

iii). Memilih ukuran jarak yang diperlukan untuk mengakses kemiripan objek-objek tersebut. Pada pembahasan kasus dalam makalah ini dipilih ukuran jarak

(3)

3

yuklidian(antara dua objek xi dan xj ) yang mengikuti formulasi berikut di bawah ini,

(

)

2 1 2 1

x

x

ik jk K k k ij

w

d

dengan bobot jarak

w

k

1

, untuk setiap k = 1, 2, ..., K. iv). Memilih prosedur pengklasteran, dalam hal ini telah ditentukan klaster hirarki dengan alur klasifikasi prosedurnya sebagai berikut :

Hirarki Aturan aglomeratif Metode Ward dan pusat.

Pengklasteran dengan aturan aglomeratif artinya dimulai dari setiap objek dalam suatu klaster yang terpisah. Kemudian klaster dibentuk dengan cara mengelompokkan objek- objek tersebut sehingga semakin bertambah banyak objek yang terlibat menjadi anggota klaster. Proses ini diteruskan sampai semua objek menjadi anggota dari suatu klaster tunggal. Selain itu tahapan metode Ward dan pusat dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Bentuklah n klaster sesuai dengan n objek pengamatan dan hitung rata-rata klaster (cluster centroid) yaitu rata-rata variabel dari semua objek dalam setiap klaster dengan formulasi K j ij i

X

K

X

1

1

, i = 1, ...., n dan j = 1, ...., K. Dalam hal ini K adalah banyaknya variabel dan n merupakan banyaknya objek (frekuensi observasi). b. Hitung jarak yuklidian dari setiap objek ke rata-rata klaster dengan formulasi sebagai berikut,

(

X

ij

X

i

)

2, i = 1, ...., n dan j = 1, ...., K.

c. Jumlahkan jarak yuklidian untuk masing-masing klaster dengan formulasi sebagai berikut, Ji =

(

)

2 1 K j i ij

X

X

, i = 1,....,n.

d. Hitung selisih dari jumlah jarak yuklidian antar masing-masing klaster yaitu ij

J

i

J

j dengan i ≠ j dan ij ji , i = 1, ...., n ; j = 1, ...., n .

e. Untuk setiap tahap, gabungkan dua klaster menjadi satu klaster baru dengan urutan selisih ij yang terkecil.

f. Hitung pusat variabel masing-masing klaster baru dengan formulasi sebagai berikut

2

x

x

X

Gi gj hj , i = 1, ...., n -1 dan j = 1, ...., K.

g. Hitung jarak diantara masing-masing klaster yaitu

d

Gi,Gi1

,

d

Gi,Gi2

,....,

d

Gi,Gin 2 dengan

formulasi

d

Gi,Gi1

X

Gi

X

Gi1 dan seterusnya.

(4)

4

d

Gi,Gi1

,

d

Gi,Gi2

,....,

d

Gi,Gin2 yang terkecil.

i. Kembali lagi ke langkah f) , g) , dan h). Proses ini diteruskan sampai diperoleh

banyaknya klaster yang diinginkan. Dengan demikian untuk pembentukan klaster baru umumnya diperoleh dari salah satu cara berikut yaitu : dua objek digabung bersama (objek digabung dengan objek) atau satu objek digabung dengan klaster yang telah terbentuk sebelumnya, minimal klaster tersebut sudah memiliki dua anggota (klaster digabung dengan objek) atau dua klaster yang sudah terbentuk digabung bersama (klaster digabung dengan klaster).

v).Menentukan banyaknya klaster , sesuai dengan kasus atau masalah yang dihadapi.

Sebenarnya tidak ada aturan baku untuk menentukan berapa banyak klaster secara eksak yang diperlukan. Namun demikian, beberapa petunjuk yang dapat digunakan sebagai pertimbangan, antara lain :

a. Berdasarkan faktor empiris, praktis, teoritis atau konseptual, mungkin dapat disarankan berapa banyak klaster yang cocok untuk kasus-kasus yang dihadapi (misalnya 3 atau 4 atau 5 klaster) dan seterusnya.

b.Pada prosedur pengklasteran hirarki, jarak minimum untuk penggabungan klaster dapat digunakan sebagai kriteria.

c. Pada prosedur pengklasteran non hirarki, rasio jumlah variansi dalam klaster dan jumlah variansi antar klaster dapat diplot melawan (versus) banyaknya klaster. Sehingga banyaknya klaster ditunjukkan oleh absis koordinat titik, di saat terjadinya suatu siku atau lekukan tajam pada hasil ploting tersebut. Selain itu perlu dicatat bahwa pemecahan banyaknya klaster yang menghasilkan klaster dengan satu objek tidak akan bermanfaat.

vi). Interpretasi tentang profil klaster, dalam hal ini meliputi pengkajian nilai pusat. Nilai pusat dimaksud adalah rata-rata nilai objek yang terdapat dalam klaster pada setiap variabel. Nilai ini akan memberikan informasi pada setiap variabel dengan cara pemberian suatu nama atau label. Jika program komputasi pengklasteran ini, tidak mencetak informasi tentang pusat(centroid) maka dapat diperoleh melalui analisis diskriminan.

(5)

5 3. Hasil dan Pembahasan

Data yang digunakan dalam pembahasan makalah ini adalah data simulasi indeks K dari beberapa lokasi SG (Stasion Geomagnet). Data-data ini diamati selama 20 selang waktu dengan pengertian tiap selang waktu adalah 3 jam dan ditabulasikan dalam tabel 1, sebagai berikut:

Tabel 1. Data simulasi indeks K dari keenam lokasi stasion geomagnet Observasi ke- n Lokasi SG 1 Xi1 Lokasi SG 2 Xi2 Lokasi SG 3 Xi3 Lokasi SG 4 Xi4 Lokasi SG 5 Xi5 Lokasi SG 6 Xi6 1. 6 4 7 3 2 3 2. 2 3 1 4 5 4 3. 7 2 6 4 1 3 4. 4 6 4 5 3 6 5. 1 3 2 2 6 4 6. 6 4 6 3 3 4 7. 5 3 6 3 3 4 8. 7 3 7 4 1 4 9. 2 4 3 3 6 3 10. 3 5 3 6 4 6 11. 1 3 2 3 5 3 12. 5 4 5 4 2 4 13. 2 2 1 5 4 4 14. 4 6 4 6 4 7 15. 6 5 4 2 1 4 16. 3 5 4 6 4 7 17. 4 4 7 2 2 5 18. 3 7 2 6 4 3 19. 4 6 3 7 2 7 20. 2 3 2 4 7 2

Misalkan variabel Xij adalah data observasi ke-i di lokasi SG yang ke- j , i = 1, 2,..,20

dan j = 1, 2, ....,6.

(6)

6

tingkat gangguan umumnya sedang , namun masih terganggu dan kadangkala rendah.

variabel Xi2 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG2 dengan

tingkat gangguan sering sedang , namun masih terganggu dan tidak pernah rendah.

variabel Xi3 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG3 dengan tingkat gangguan umumnya sedang , namun masih terganggu

dan kadangkala rendah.

variabel Xi4 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG4 dengan

tingkat gangguan sering sedang , namun masih terganggu dan tidak pernah rendah.

variabel Xi5 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG dengan

tingkat gangguan umumnya sedang, namun masih sedikit terganggu dan kadangkala rendah.

variabel Xi6 merupakan indikasi kondisi geomagnet lokal di SG6 dengan

tingkat gangguan sering sedang , namun masih terganggu dan tidak pernah rendah.

Perlu diketahui bahwa variabel-variabel yang akan dianalisis secara pengklasteran lebih dahulu harus distandarisasi menjadi variabel standar seperti pada langkah ii) di bagian metodologi ( *

0

x

dan *

1

sx

). Hasil dari standarisasi ini ditabulasikan dalam tabel 2. Tabel 2. Data simulasi indeks K dari tabel 1, yang telah distandarisasi

Observasi Ke- n

X

*i 1

X

i*2

X

i*3

X

i*4

X

i*5

X

i*6 1. 1,14 -0,07 1,52 -0,72 -0,82 -0,91 2. -0,98 -0,78 -1,47 -0,06 0,88 -0,23 3. 1,67 -1,49 1,02 -0,06 -1,39 -0,91 4. 0,08 1,35 0,03 0,59 -0,26 1,11 5. -1,51 -0,78 -0,97 -1,38 1,45 -0,23 6. 1,14 -0,07 1,02 -0,72 -0,26 -0,23 7. 0,61 -0,78 1,02 -0,72 -0,26 -0,23 8. 1,67 -0,78 1,52 -0,06 -1,39 -0,23 9. -0,98 -0,07 -0,47 -0,72 1,45 -0,91 10. -0,45 0,64 -0,47 1,25 0,31 1,11

(7)

7 11. -1,51 -0,78 -0,97 -0,72 0,88 -0,91 12. 0,61 -0,07 0,52 -0,06 -0,82 -0,23 13. -0,98 -1,49 -1,47 0,59 0,31 -0,23 14. 0,08 1,35 0,03 1,25 0,31 1,78 15. 1,14 0,64 0,03 -1,38 -1,39 -0,23 16. -0,45 0,64 0,03 1,25 0,31 1,78 17. 0,08 -0,07 1,52 -1,38 -0,82 0,44 18. -0,45 2,06 -0,97 1,25 0,31 -0,91 19. 0,08 1,35 -0,47 1,91 -0,82 1,78 20. -0,98 -1,49 -0,97 -0,06 2,02 -1,58

Data simulasi indeks K yang telah distandarisasi ini, awalnya sudah terbentuk dalam dua puluh kelompok sesuai dengan banyaknya observasi dan masing-masing kelompok terdiri dari satu anggota (objek observasi). Kemudian dihitung jarak yuklidian antar masing-masing kelompok dan diseleksi, mulai dari urutan yang terkecil. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil seleksi perhitungan jarak yuklidian dari setiap pasang objek Kombinasi kelompok

Tahap K1 K2 Jarak yuklidian

1. 14 16 0, 89 2. 1 6 1,01 3. 3 8 1,10 4. 5 11 1,11 5. 2 13 1,12 6. 10 14 1,16 7. 7 12 1,23 8. 4 10 1,34 9. 1 7 1,35 10. 5 9 1,39 11. 2 5 1,61 12. 4 19 1,66 13. 1 3 1,82

(8)

8 14. 1 17 1,84 15. 9 20 1,86 16. 1 15 1,99 17. 4 18 2,57 18. 2 4 3,38 19. 1 2 4,21

Selanjutnya dihitung pusat variabel masing-masing kelompok baru yang terbentuk dari dua anggota (objek observasi). Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pusat variabel masing-masing kelompok baru yang diperoleh dari tabel 3. Kelompok ke- n Objek observasi

X

1

X

2

X

3

X

4

X

5

X

6 1. 14 & 16 3,5 5,5 4 6 4 7 2. 1 & 6 6 4 6,5 3 2,5 3,5 3. 3 & 8 7 2,5 6,5 4 1 3,5 4. 5 & 11 1 3 2 2,5 5,5 3,5 5. 2 & 13 2 2,5 1 4,5 4,5 4 6. 10 & 14 3,5 5,5 3,5 6 4 6,5 7. 7 & 12 5 3,5 5,5 3,5 2,5 4 8. 4 & 10 3,5 5,5 3,5 5,5 3,5 6 9. 1 & 7 5,5 3,5 6,5 3 2,5 3,5 10. 5 & 9 1,5 3,5 2,5 2,5 6 3,5 11. 2 & 5 1,5 3 1,5 3 5,5 4 12. 4 & 19 4 6 3,5 6 2,5 6,5 13. 1 & 3 6,5 3 6,5 3,5 1,5 3 14. 1 & 17 5 4 7 2,5 2 4 15. 9 & 20 2 3,5 2,5 3,5 6,5 2,5 16. 1 & 15 6 4,5 5,5 2,5 1,5 3,5 17. 4 & 18 3,5 6,5 3 5,5 3,5 4,5 18. 2 & 4 3 4,5 2,5 4,5 4 5 19. 1 & 2 4 3,5 4 3,5 3,5 3,5

(9)

9

Dari tabel 4 ini dihitung pula jarak diantara kelompok-kelompok yang terkait dengan anggota-anggota didalamnya. Hasil perhitungan ini ditabulasikan dalam tabel 5A, tabel 5B dan tabel 5C.

Tabel 5A. Jarak diantara masing-masing kelompok untuk klaster I yang diperoleh dari tabel 4. Kelompok G1 G6 G8 G12 G17 G1 0 0,707 1,323 1,803 2,958 G6 0 0,866 1,658 2,398 G8 0 1,414 1,871 G12 0 2,449 G17 0

Dalam tabel 5A ini dipilih nilai minimum yang tidak nol menurut masing-masing baris yaitu 0,707 ; 0,866 ; 1,414 ; dan 2,449. Akibatnya akan terbentuk Klaster I sesuai kelompok-kelompok yang terkait dengan nilai-nilai minimumnya yaitu (G1,G6), (G6,G8), (G8,G12) dan

(G12,G17). Dengan demikian Klaster I terdiri dari 6 objek yaitu 4, 10, 14, 16, 18, dan 19.

Atau ditulis Klaster I = [4, 10, 14, 16, 18,19].

Tabel 5B. Jarak diantara masing-masing kelompok untuk klaster II yang diperoleh dari tabel 4. Kelompok G4 G5 G10 G11 G15 G4 0 2,739 1,000 1,000 2,121 G5 0 3,162 2,000 3,240 G10 0 1,414 1,581 G11 0 2,236 G15 0

Dalam tabel 5B ini dipilih nilai minimum yang tidak nol menurut masing-masing baris yaitu 1,000 ; 2,000 ; 1,414 ; dan 2,236. Akibatnya akan terbentuk Klaster II sesuai kelompok-kelompok yang terkait dengan nilai-nilai minimumnya yaitu (G4,G10) , (G5,G11) , (G10,G11)

dan (G11,G15). Dengan demikian Klaster II terdiri dari 6 objek yaitu 2, 5, 9, 11, 13, dan 20.

Atau ditulis Klaster II = [2, 5, 9, 11, 13, 20].

(10)

10 G2 G3 G7 G9 G13 G14 G16 G2 0 2,549 1,658 0,707 1,658 1,414 1,581 G3 0 2,958 2,549 1,118 2,784 2,915 G7 0 1,323 2,345 1,936 2,062 G9 0 1,658 1,224 1,871 G13 0 2,398 2,179 G14 0 2,000 G16 0

Dalam tabel 5C ini dipilih nilai minimum yang tidak nol menurut masing-masing baris yaitu 0,707 ; 1,118 ; 1,323 ; 1,224 ; 2,179 dan 2,000. Akibatnya akan terbentuk Klaster III sesuai kelompok-kelompok yang terkait dengan nilai-nilai minimumnya yaitu (G2,G9),

(G3,G13), (G7,G9), (G9,G14), (G13,G16) dan (G14,G16). Dengan demikian Klaster III terdiri

dari 8 objek yaitu 1, 3, 6, 7, 8, 12, 15, dan 17.

Atau ditulis Klaster III = [1, 3, 6, 7, 8, 12, 15, 17]. Perlu diketahui bahwa pemilihan nilai minimum pada tabel 5A, tabel 5B dan tabel 5C di atas dapat juga melalui masing-masing kolom. Selanjutnya dihitung nilai pusat dari masing-masing-masing-masing klaster tersebut dan hasilnya dicantumkan dalam tabel 6.

Tabel 6. Nilai pusat yang diperoleh dari ketiga jenis klaster terakhir yaitu I, II, III Jenis Klaster Xi1 Xi2 Xi3 Xi4 Xi5 Xi6 III 5,750 3,625 6,000 3,125 1,750 3,875 II 1,667 3,000 1,833 3,500 5,500 3,333 I 3,500 5,833 3,333 6,000 3,500 6,000 4. Simpulan

Dari tabel 6, dapat disimpulkan beberapa interpretasi tentang kalster-klaster tersebut sebagai berikut : Klaster III mempunyai nilai pusat yang tinggi di lokasi-lokasi SG 1 dan

SG 3 (variabel-variabel Xi1 dan Xi3). Namun di pihak lain klaster ini mempunyai nilai

pusat relatif rendah di lokasi SG5 (variabel Xi5). Dengan demikian klaster III disebut

sebagai kondisi geomagnet lokal dengan tingkat gangguan sedang dan masih terjadi badai-badai kecil, namun kadangkala tidak ada badai. Sebaliknya Klaster II mempunyai

(11)

11

nilai pusat relatif rendah di lokasi-lokasi SG1 dan SG3 (variabel-variabel Xi1 dan Xi3).

Sedangkan di pihak lain klaster ini mempunyai nilai pusat yang tinggi di lokasi SG5

(variabel Xi5). Sehingga dalam hal ini klaster II dapat disebut sebagai kondisi geomagnet

lokal dengan tingkat gangguan sedang, namun hampir tidak ada badai. Selain itu Klaster I mempunyai nilai pusat yang tinggi di lokasi-lokasi SG2, SG4 dan SG6 (variabel-variabel Xi2,

Xi4 dan Xi6). Dengan demikian klaster I dapat dikatakan sebagai kondisi geomagnet lokal

dengan tingkat gangguan sering sedang, namun masih terjadi badai. Daftar Pustaka

[1]. Cheng X. And Wallace J.M., (1993)., Cluster analysis of the northern hemisphere wintertime height field , J. of the Atmospheric Sciences, 50, pp. 2674 – 2696.

[2]. Gong and Richman (1995)., On the application of cluster analysis to growing season precipitation data in north America east of the Rockies, Journal of Climate, 8,pp. 897 – 931. [3]. Kalkstein et.al. (1987)., An evaluation of three clustering procedures for use in synoptic climatological classification, J. of Climate and Applied Meteorology, 26, pp. 717 – 730. [4]. Mo K.C. and Ghill M. (1988)., Cluster analysis of multiple planetary flow regimes, Journal of Geophysical Research, D93, pp. 10927 – 10952.

[5]. Romesburg (1984)., Cluster analysis for Researchers, wadsworth / lifetime learning Publications, 334pp.

[6].Wilks, D.S (2006)., Statistical methods in the atmospheric sciences, AP ELSEVIER, Book Aid International Sabre Foundation, New- York.

Gambar

Tabel 1. Data  simulasi  indeks  K  dari  keenam  lokasi stasion geomagnet   Observasi  ke- n  Lokasi  SG  1  X i1 Lokasi  SG 2  Xi2 Lokasi SG 3   Xi3 Lokasi  SG 4  Xi4 Lokasi  SG 5   Xi5 Lokasi  SG 6 Xi6       1
Tabel 2. Data  simulasi  indeks  K dari tabel 1, yang  telah  distandarisasi  Observasi  Ke- n  X *i 1 X i * 2 X i * 3 X i * 4 X i * 5 X i * 6       1
Tabel 3. Hasil seleksi perhitungan jarak yuklidian dari setiap pasang objek  Kombinasi     kelompok
Tabel 4. Pusat variabel masing-masing kelompok baru yang diperoleh dari tabel 3.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian terdahulu yang telah diuraikan seperti diatas dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian terkait variabel audit tenure, profitabilitas, dan

Dari penelitian yang dilakukan menghasilkan Aplikasi Deteksi Penyakit dan Serangan Hama Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Dengan Metode Perceptron telah mampu

Sunarto, MM., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Ekonomi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin

Namun begitu permulaan Matematik moden bermula pada tahun 1575 (Carl, 1991). Hal ini kerana pada tahun ini Ilmuan Eropah barat menemui semula.. kebanyakan karya

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Motivasi dan Komitmen

Two case studies, one an analysis of the New Administrative District in Shunde in the Pearl River Delta and the other an urban design proposal for Shaoxing in the Yangtze River

Table 3: Effect of crude leaf extract of bandotan weeds ( A. conyzoides significantly inhibit the growth of red chilli plants, but exhibit no. significant influence on its

24.. h) Dosen menyampaikan beberapa fenomena yang dijawab selarna perkuliahan berlangsung dan menyampaikan langkah-langkah yang hams dilakukan memecahkan masalah