• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENETAPAN KINERJA (PK) SATKER LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENETAPAN KINERJA (PK) SATKER LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2013"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

SATKER LINGKUP DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

TAHUN 2013

(2)

KATA PENGANTAR

Penetapan Kinerja (PK) merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja kesepakatan/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi.

Penetapan Kinerja (PK) dimaksud adalah bagian dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang merupakan serangkaian dokumen perencanaan yang mempunyai keterkaitan yang sangat erat antara Rencana strategis (Renstra), Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK) yang nantinya dijadikan dasar dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

Penetapan Kinerja (PK) dimaksudkan untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian sasaran program pembangunan perkebunan, baik dalam penyelenggaraan Dana Dekonsentrasi maupun Dana Tugas Pembantuan secara efektif, efisien, akuntabel, dan terukur, serta berorientasi pada hasil (outcome) dan keluaran (output).

Dokumen Penetapan Kinerja (PK) ini memuat antara lain yaitu : (1) Latar belakang pentingnya Penetapan Kinerja (PK); (2) Organisasi instansi/institusi (Direktorat Jenderal Perkebunan); (3) Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2013; (4) Penetapan Kinerja Satker lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan yang telah disyahkan (ditandatangani) yang menguraikan tugas dan tanggungjawab 138 satker dalam melaksanakan pembangunan perkebunan Tahun 2013. Dokumen Penetapan Kinerja (PK) Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 ini tersusun berkat dukungan dan kerjasama yang sinergis dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih, semoga dokumen ini dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan menjadi target kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan pada Tahun 2013.

Jakarta, Februari 2013 Direktur Jenderal Perkebunan,

Ir. Gamal Nasir, MS NIP. 19560728 198603 1 001

(3)
(4)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 iii DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ……….……....……... i DAFTAR ISI ……….………..…..…..…… iii

BAB I PENDAHULUAN ………...…………..…...……. 1

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Maksud dan Tujuan ... 1.3. Sasaran ... 1.4. Ruang Lingkup ... 1 3 3 3 BAB II ORGANISASI ... 2.1. Dasar Hukum ... 2.2. Susunan Organisasi ... 5 5 5

BAB III PERENCANAAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN DALAM MELAKSANAKAN

PEMBANGUNAN PERKEBUNAN TAHUN 2013... 3.1. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan

Dalam Melaksanakan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013 ... 3.2. Strategi Direktorat Jenderal Perkebunan Dalam

Melaksanakan Pembangunan Perkebunan

Tahun 2013 ... 3.2.1. Strategi Umum ... 3.2.2. Strategi Khusus ...

3.2.2.1. Strategi Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan... 3.2.2.2. Strategi Pengembangan

Komoditas... 3.2.2.3. Strategi Peningkatan Dukungan

Terhadap Sistem Ketahanan Pangan... 3.2.2.4. Strategi Investasi Usaha

Perkebunan... 13 13 13 13 17 17 18 19 19

(5)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 iv

3.2.2.5. Strategi Pengembangan Sistem Informasi Manajemen

Perkebunan... 3.2.2.6. Strategi Pengembangan

Sumberdaya Manusia... 3.2.2.7. Strategi Pengembangan

Kelembagaan dan Kemitraan Usaha... 3.2.2.8. Strategi Pengembangan Dukungan Terhadap Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup... 3.2.2.9. Strategi Pengembangan Kawasan

Berbasis Komoditi Perkebunan... 3.3. Program dan Kegiatan Direktorat

Jenderal Perkebunan Tahun 2013 ... 3.3.1. Program Direktorat Jenderal Perkebunan

Dalam Melaksanakan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013 ... 3.3.2. Komoditas Unggulan Nasional Perkebunan Tahun 2013... 3.3.3. Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan

Dalam Melaksanakan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013... 3.3.3.1. Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim... 3.3.3.2. Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar... 3.3.3.3. Peningkatan Produksi,

Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan... 3.3.3.4. Dukungan Penanganan

Pascapanen dan dan Pembinaan Usaha... 3.3.3.5. Dukungan Perlindungan

Perkebunan... 3.3.3.6. Dukungan Manajemen dan

Dukungan Teknis Lainnya... 20 21 22 23 24 27 27 28 30 30 31 32 32 33 33

(6)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 v

3.3.3.7. Dukungan Pengujian,

Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Medan... 3.3.3.8. Dukungan Pengujian,

Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Surabaya... 3.3.3.9. Dukungan Pengujian,

Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Ambon... 3.4. Penjabaran 4 Target Suksek Kementerian

Pertanian Kedalam Program dan Kegiatan

Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013... 3.4.1. Target Utama Kementerian

Pertanian... 3.4.2. Penjabaran Program dan Kegiatan

Direktorat Jenderal Perkebunan... 3.4.3. Target Kinerja Menteri Pertanian Tahun

2013... 3.4.4. Rencana Kerja Tahun 2013...

33 34 35 35 35 36 38 38

BAB IV PENETAPAN KINERJA ...

4.1. Dasar Hukum ... 4.2. Penyampaian Penetapan Kinerja... 4.3. Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013...

43 43 44 44

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan perkebunan sebagaimana diamanahkan dalam UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat; meningkatkan penerimaan negara dan devisa negara; menyediakan lapangan kerja; meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing; memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Berdasarkan pada Ketetapan MPR RI Nomor: XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme, dan ditindaklanjuti dengan Instruksi Presiden RI nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Pemerintah bahwa Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang merupakan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan sumberdaya pelaksanaan kebijakan dan program yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai.

Dalam Sistem AKIP terdapat dokumen perencanaan yang mempunyai keterkaitan yang sangat erat, antara rencana strategis, rencana kinerja dan penetapan kinerja. Renstra memberikan arah pembangunan organisasi jangka menengah, sedangkan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja (PK) merupakan target dan komitmen kinerja yang akan diwujudkan pada suatu tahun tertentu. Rencana kinerja merupakan penjabaran dari renstra, memuat seluruh rencana atau target kinerja yang hendak dicapai dalam satu tahun yang dituangkan dalam sejumlah indikator kinerja strategis yang relevan. Selanjutnya rencana kinerja yang telah disesuaikan dengan ketersediaan alokasi anggaran dituangkan dalam suatu penetapan kinerja. Penetapan kinerja akan dipertanggungjawabkan capaian kinerjanya dalam LAKIP.

SAKIP sebagai instrumen utama dalam penyelenggaraan birokrasi di lingkungan pemerintahan mempunyai kedudukan dan

(8)

peran yang sangat strategis. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya diperlukan komitmen yang kuat dari seluruh stakeholder terkait pada lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan.

Dengan mengimplementasikan SAKIP tersebut dapat diketahui secara tepat seberapa jauh tingkat capaian kinerja, kendala/hambatan dan permasalahan serta upaya pemecahannya. Berdasarkan penilaian Tim Itjen, SAKIP Ditjen Perkebunan selama 3 (tiga) tahun (2010-2012) terakhir mendapat nilai A dengan sebutan sangat baik.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam pasal 3 dari peraturan ini menjelaskan bahwa dokumen Penetapan Kinerja (PK) merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/ kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki oleh instansi.

Penetapan Kinerja (PK) disusun oleh unit organisasi setelah menerima dokumen pelaksanaan anggaran dan ditandatangani oleh pimpinan unit organisasi. Yang disebut dengan unit organisasi yaitu Kementerian Negara/Lembaga, unit organisasi Eselon I, Satuan Kerja dan unit kerja Eselon II serta unit kerja Mandiri.

Di lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan, penetapan kinerja dibuat antara (1) Direktur Jenderal Perkebunan dan Menteri Pertanian, (2) Direktur dan Sekretaris Ditjen dengan Direktur Jenderal Perkebunan, (3) Kepala Balai Besar dan Direktur Jenderal Perkebunan dan (4) Kepala Dinas Provinsi dan Kabupaten selaku Kepala Satker Otonom dan Direktur Jenderal Perkebunan.

Dokumen Penetapan Kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 memuat informasi tentang program, sasaran strategis, indikator kinerja dan target yang akan dicapai serta alokasi anggaran tahun 2013. Dengan disusunnya Penetapan Kinerja Tahun 2013 ini diharapkan indikator kinerja dan target capaian dapat diraih oleh semua pihak terkait, sehingga dapat mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada

(9)

1.2. Maksud dan Tujuan

Penetapan Kinerja dimaksudkan untuk memberikan gambaran atas target kinerja dari program dan kegiatan yang ditetapkan antara Direktur Jenderal Perkebunan dan Menteri Pertanian. Sebagai penanggung jawab program adalah Direktur Jenderal Perkebunan dan sebagai penanggungjawab kegiatan utama adalah Direktur dan Sekretaris Ditjen serta pelaksana kegiatan adalah Satker Dinas Perkebunan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Tujuan dari penyusunan Penetapan Kinerja adalah untuk: (a) Melihat konsistensi antara perencanaan strategis dan

perencanaan operasional secara terinci;

(b) Menjadikan target untuk pengukuran kinerja dan penilaian kinerja;

(c) Menjadikan bahan yang dipersyaratkan dalam penyusunan LAKIP;

(d) Membandingkan dengan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) tahun 2013.

1.3. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan Penetapan Kinerja adalah untuk menjabarkan target kinerja tahunan dari sasaran strategis dan indikator kinerja utama yang telah disesuaikan dengan alokasi APBN untuk kegiatan pembangunan perkebunan tahun 2013,

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Penetapan Kinerja mencakup: (1) Struktur Organisasi Direktorat Jenderal perkebunan; (2) Perencanaan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013; (3) Program dan Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013; (4) Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan yang berjumlah 138 Satker yang terdiri dari: Satker Direktorat Jenderal Perkebunan (Pusat), Satker UPT Pusat (4 satker), Satker Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi (32 satker) dan Satker Dinas yang membidangi perkebunan Kabupaten/Kota (101 satker).

(10)
(11)

BAB II ORGANISASI

2.1. Dasar Hukum

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/ OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian bahwa Direktorat Jenderal Perkebunan adalah unsur pelaksana pada pada Kementerian Pertanian yang bertanggung jawab kepada Menteri Pertanian. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai tugas ”merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perkebunan”. Untuk pelaksanaan tugas tersebut Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen perkebunan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen perkebunan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen perkebunan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan dan pascapanen perkebunan; dan e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Perkebunan.

2.2. Susunan Organisasi

Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Perkebunan terdiri dari: Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Tanaman Semusim, Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar, Direktorat Tanaman Tahunan, Direktorat Perlindungan Perkebunan dan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/ OT.140/10/2010, maka tugas dan fungsi dari masing-masing unit kerja adalah sebagai berikut :

(12)

1). Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan menyelenggarakan fungsi :

a. Koordinasi, dan penyusunan rencana dan program, anggaran, dan kerjasama di bidang perkebunan;

b. Pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan;

c. Evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian, dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik; d. Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di bidang

perkebunan; dan

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Jenderal Perkebunan.

2). Direktorat Tanaman Semusim, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang tanaman semusim. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Semusim menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan, sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pember-dayaan dan kelembagaan tanaman semusim;

(13)

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Tanaman Semusim.

3). Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, pedoman, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang tanaman rempah dan penyegar. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar menyelenggarakan fungsi:

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumberdaya, perbenihan, budidaya, serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar;

b. Pelaksanan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya, serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pember-dayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pember-dayaan dan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar;

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Rempah dan Penyegar.

4). Direktorat Tanaman Tahunan, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kreiteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang tanaman tahunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Tanaman Tahunan menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya, serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

(14)

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya, serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pember-dayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan dan kelembagaan tanaman tahunan;

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Tanaman Tahunan.

5). Direktorat Perlindungan Perkebunan, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan perkebunan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Perlindungan Perkebunan menyelenggarakan fungsi : a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang identifilkasi dan

pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, tanaman semusim, rempah dan penyegar, dan tahunan, serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang identifilkasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, tanaman semusim, rempah dan penyegar, dan tahunan, serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

c. Penyusunan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, tanaman semusim, rempah dan penyegar, dan tahunan, serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang identifilkasi dan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, tanaman semusim, rempah dan penyegar, dan tahunan, serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran;

(15)

f. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Perkebunan.

6). Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kreiteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen dan pembinaan usaha. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah dan penyegar, tahunan, dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan, serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah dan penyegar, tahunan, dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan, serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah dan penyegar, tahunan, dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan, serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah dan penyegar, tahunan, dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan, serta gangguan usaha dan penanganan konflik;

e. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

7). UPT Pusat yang berada di daerah sebanyak 4 UPT sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 08,09,10,11/Permentan/OT.140/ 2/2008, tanggal 9 Pebruari 2008 yaitu : BBP2TP Surabaya, BBP2TP Medan, dan BBP2TP Ambon. yang statusnya setara Eselon II.b dan BPTP Pontianak statusnya setara Eselon III.a.

Kedudukan dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) adalah sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perkebunan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perkebunan, pembinaan teknis bidang perbenihan

(16)

dilaksanakan oleh Direktur Tanaman Semusim, Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar, Direktur Tanaman Tahunan, dan bidang proteksi dilaksanakan oleh Direktur Perlindungan Perkebunan.

Sedangkan untuk Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) adalah sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Perkebunan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Perlindungan Perkebunan.

Untuk BBP2TP Surabaya, BBP2TP Medan, dan BBP2TP Ambon dalam melaksanakan tugas pokoknya adalah melaksanakan pengawasan, pengembangan pengujian mutu benih, dan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan, serta pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu dan laboratorium.

Sedangkan untuk BPTP Pontinak mempunyai tugas pokok

melaksanakan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan.

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut diatas,

BBP2TP Surabaya, BBP2TP Medan, dan BBP2TP Ambon

menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Pengawasan pelestarian plasma nutfah tingkat nasional;

b. Pelaksanaan pengujian mutu benih perkebunan introduksi, eks impor, dan yang akan di ekspor, serta rekayasa genetika;

c. Pelaksanaan pengujian adaptasi (observasi) benih perkebunan dalam rangka pelepasan varietas;

d. Pelaksanaan penilaian pengujian manfaat dan kelanyakan benih perkebunan dalam rangka penarikan varietas;

e. Pelaksanaan pengujian mutu dan sertifikasi benih perkebunan dalam rangka pemberian sertifikat layak edar;

f. Pelaksanaan pemantauan benih perkebunan yang beredar lintas

provinsi;

g. Pelaksanaan pengembangan teknik dan metode pengujian mutu benih perkebunan dan uji acuan (referee fest);

h. Pelaksanaan identifikasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) perkebunan;

i. Pelaksanaan analisis data serangan dan perkembangan situasi

OPT serta faktor yang mempengaruhi;

j. Pelaksanaan analisis data gangguan usaha perkebunan dan

dampak anomali iklim serta faktor yang mempengaruhi; k. Pengembangan teknik surveillance OPT penting;

(17)

l. Pelaksanaan pengembangan metode pengamatan, model peramalan taksasi kehilangan hasil, dan teknik pengendalian OPT perkebunan;

m. Pelaksanaan eksplorasi dan iventarisasi musuh alami OPT perkebunan

n. Pelaksanaan pengembangan teknologi perbanyakan , penilaian kualitas, dan pelepasan agens hayati OPT perkebunan;

o. Pelaksanaan pengawasan dan evaluasi agens hayati OPT perkebunan;

p. Pelaksanaan pengembangan teknologi proteksi perkebunan yang berorientasi pada implementasi pengendalian hama terpadu; q. Pelaksanaan pengujian dan analisis residu pestisida;

r. Pemberian pelayanan teknik kegiatan perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan;

s. Pengelolaan data dan informasi kegiatan perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan;

t. Pemberian bimbingan teknis penerapan sistem manajemen mutu

dan manajemen laboratorium perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan;

u. Pelaksanaan pengembangan jaringan dan kerjasama laboratorium perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan;

v. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga Balai Besar.

Sedangkan BPTP Pontinak dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, menyelenggarakan fungsinya:

a. Pelaksanaan identifikasi organisme pengganggu tumbuhan (OPT) perkebunan;

b. Pelaksanaan analisis data serangan dan perkembangan situasi OPT serta faktor yang mempengaruhi;

c. Pelaksanaan analisis data gangguan usaha perkebunan dan dampak anomali iklim serta faktor yang mempengaruhi;

d. Pelaksanaan pengembangan teknologi perbanyakan dan

pelepasan agens hayati OPT perkebunan;

e. Pelaksanaan pengembangan metode pengamatan, model

peramalan taksasi kehilangan hasil, dan teknik pengendalian OPT perkebunan;

(18)

f. Pelaksanaan eksplorasi dan iventarisasi musuh alami OPT perkebunan

g. Pelaksanaan pengembangan teknologi perbanyakan, penilaian kualitas, dan pelepasan agens hayati OPT perkebunan;

h. Pelaksanaan pengembangan teknologi proteksi perkebunan yang berorientasi pada implementasi pengendalian hama terpadu;

i. Pelaksanaan pengujian dandan pemanfaatan pestisida nabati;

j. Pemberian pelayanan teknik kegiatan analisis teknis dan

pengembangan proteksi tanaman perkebunan;

k. Pengelolaan data dan informasi kegiatan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan;

l. Pelaksanaan pengembangan jaringan dan kerjasama laboratorium

perbenihan dan proteksi tanaman perkebunan;

m. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha dan rumah tangga Balai Besar.

(19)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 BAB III

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2013

3.1. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan Dalam Melaksanakan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013

Dengan memperhatikan arah kebijakan nasional dan pembangunan pertanian periode 2010-2014, dalam menjalankan tugas pelaksanaan pembangunan perkebunan di Indonesia, Direktorat Jenderal Perkebunan merumuskan kebijakan yang akan menjadi kerangka pembangunan perkebunan periode 2010-2014 yang dibedakan menjadi kebijakan umum dan kebijakan teknis

pembangunan perkebunan tahun 2010-2014.

Karena tahun 2013 merupakan bagian dari Renstra tahun 2010-2014, maka Kebijakan Umum pembangunan perkebunan adalah: Mensinergikan seluruh sumberdaya perkebunan dalam

rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, produktivitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan, dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Adapun Kebijakan Teknis pembangunan perkebunan yang merupakan penjabaran dari kebijakan umum pembangunan perkebunan yaitu: Meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu

tanaman perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan

komoditas, sumber daya manusia (SDM), kelembagaan dan kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan sesuai kaidah pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan lingkungan hidup dengan dukungan pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan.

3.2. Strategi Direktorat Jenderal Perkebunan Dalam

Melaksanakan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013 3.2.1. Strategi Umum

Untuk mencapai sasaran, mewujudkan visi, misi dan tujuan, serta mengimplementasikan kebijakan pembangunan perkebunan selama periode 2010-2014, strategi pembangunan pertanian tahun 2010-2014 yang dikenal dengan Tujuh Gema Revitalisasi menjadi

(20)

strategi umum pembangunan perkebunan tahun 2010-2014. Sehingga untuk tahun 2013, strategi umum pembangunan perkebunan mengacu 7 (tujuh) komponen gema revitalisasi dengan penjelasannya secara garis besar sebagai berikut:

(1) Revitalisasi Lahan

Ketersediaan sumberdaya lahan, termasuk air, yang memadai baik secara kuantitas dan kualitas merupakan faktor yang sangat fundamental bagi pertanian. Lahan dan air sebagai media dasar tanaman harus dijaga kelestariannya agar sistem produksi dapat berjalan secara berkesinambungan. Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian secara serius dalam revitalisasi lahan adalah: ketersediaan, kesuburan atau pengelolaan, status dan kepemilikan lahan pertanian, dan ketersediaan air pertanian.

(2) Revitalisasi Perbenihan

Setelah lahan dan air maka dalam aspek budidaya ketersediaan benih dan bibit unggul merupakan suatu hal yang sangat fundamental. Perpaduan antara lahan yang subur dengan benih/bibit yang unggul akan memproduksi/melahirkan produksi yang unggul. Secara historis peran benih unggul telah dibuktikan pada saat keberhasilan dalam peningkatan produksi pada era Revolusi Hijau di tahun 1960-an, dan keberhasilan swasembada beras dan jagung yang dicapai baru-baru ini juga karena penggunaan benih unggul. Dengan demikian untuk mencapai dan mempertahankan swasembada pangan yang berkelanjutan maka perangkat perbenihan/ perbibitan harus kuat.

(3) Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana

Jalan usaha tani sangat penting dalam meningkatkan efisiensi usahatani terutama dalam hal pengangkutan sarana produksi dan hasil panen. Upaya untuk membuat jalan usahatani dan jalan tingkat desa perlu terus dilakukan. Untuk hal ini koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan pemerintah setempat sangat diperlukan terutama untuk membuka akses ke daerah sentra produksi pertanian.

(4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia

Manusia merupakan sumberdaya yang sangat vital karena merupakan pelaku utama pembangunan, termasuk pertanian.

(21)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

Tanpa pelaku yang handal dan berkompeten, maka pembangunan pertanian tidak dapat berjalan secara optimal. Kementerian Pertanian mengembangkan berbagai kegiatan bagi peningkatan sumberdaya manusia pertanian melalui pendidikan, pelatihan, magang, dan sekolah lapang. Pembinaan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini diperuntukkan bagi petani dan aparatur pertanian.

(5) Revitalisasi Pembiayaan Petani

Kendala yang dialami petani utamanya petani menengah ke bawah adalah akses terhadap permodalan. Hal ini disebabkan karena masalah klasik yaitu tidak adanya jaminan/agunan yang dipersyaratkan perbankan. Pada kondisi ini petani terpaksa berhubungan dengan rentenir yang sudah barang tentu dengan bunga yang sangat mencekik. Untuk memperbaiki kendala ini maka upaya-upaya yang selama ini dilakukan antara lain: 1) Penyediaan skim perkreditan dengan kemudahan proses

administrasi seperti KKP-E (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi), KPEN-RP (Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan), dan KUPS (Kredit Usaha Pebibitan Sapi);

2) Memperluas skim baru yang lebih mudah dan mencakup usaha pascapanen/pengolahan dan pemasaran;

3) Menumbuhkan kelembagaan ekonomi mikro di pedesaan (kelompok tani, gapoktan,asosiasi dan koperasi tani) sebagai channeling agent;

4) Melakukan koordinasi dengan instansi di Pusat dan di Daerah untuk mempermudah petani dalam mengakses sumber pembiayaan koperasi termasuk skim pembiayaan yang sudah ada, dan menumbuhkan kembali koperasi khusus di bidang pertanian.

(6) Revitalisasi Kelembagaan Petani

Kegiatan pertanian secara alami melibatkan sumber daya manusia (petani) yang cukup banyak, sarana produksi dan permodalan yang cukup besar. Selain itu juga sangat berhubungan erat dengan sumber inovasi teknologi dan informasi pasar mulai dari hulu sampai hilir. Dengan karakteristik seperti ini maka untuk mempermudah melakukan koordinasi

(22)

sangat diperlukan kelembagaan petani. Melalui kelembagaan petani, mereka dengan mudah melakukan koordinasi diantara mereka dan antara kelompok. Demikian juga melalui kelompok mereka akan menjadi kuat untuk bisa mengakses pasar dan informasi.

(7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir

Hal yang perlu dilakukan dalam rangka revitalisasi teknologi dan industri hilir adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kegiatan penelitian khususnya dalam rangka penciptaan inovasi teknologi benih, bibit, pupuk, obat hewan dan tanaman, alsintan dan produk olahan,

b. Pemanfaatan sumber daya lahan dan air, dan

c. Pengelolaan limbah kebun menjadi suatu produk bermanfaat; d. Mempercepat diseminasi hasil penelitian dengan mengoptimalkan kelembagaan pengkajian, diklat, penyuluhan, tenaga teknis pertanian lapangan dan kelembagaan petani;

e. Mendorong pengembangan industri pengolahan pertanian di pedesaan secara efisien guna peningkatan nilai tambah dan daya saing di pasar dalam negeri dan internasional;

f. Meningkatkan jaminan pemasaran dan stabilitas harga komoditas pertanian;

g. Meningkatkan dan menjaga mutu dan keamanan pangan pada semua tahapan produksi mulai dari hulu sampai hilir.

Implementasi dari revitalisasi ketujuh aspek dasar yang telah dikemukakan tersebut merupakan kelanjutan, perluasan, pengembangan dan pendalaman dari usaha yang telah dilaksanakan sebelumnya dengan sistem perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi yang semakin terpadu dan disesuaikan dengan dukungan sumber daya alam, sosial budaya setempat, perubahan dinamis internal dan eksternal yang berpengaruh nyata serta dengan memperhatikan potensi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi bagi pembangunan pertanian umumnya dan pembangunan perkebunan khususnya saat ini dan dimasa mendatang.

(23)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 3.2.2. Strategi Khusus

Strategi umum pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 merupakan strategi yang mengacu pada target utama pembangunan pertanian sehingga sifatnya masih sektoral. Agar lebih sesuai dengan karakteristik khusus sub sektor perkebunan, strategi umum dimaksud diformulasikan ke dalam strategi khusus sebagai berikut : 1) Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman

perkebunan berkelanjutan 2) Pengembangan komoditas

3) Peningkatan dukungan terhadap sistem ketahanan pangan 4) Investasi usaha perkebunan

5) Pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan 6) Pengembangan sumberdaya manusia

7) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha

8) Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan lingkungan hidup

3.2.2.1. Strategi Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan

Strategi ini merupakan upaya untuk meningkatkan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan baik melalui penerapan teknologi budidaya yang baik (Good Agricultural

Practices/GAP) berupa penyediaan benih unggul

bermutu/bersertifikat dan sarana produksi, optimasi pemanfaatan sumberdaya lahan dan dukungan perlindungan perkebunan yang optimal. Adapun rencana aksi dari strategi tersebut meliputi:

1) Mengembangkan budidaya tanaman perkebunan melalui penerapan IPTEK dan 4-ASI (Intensifikasi, Rehabilitasi, Ekstensifikasi dan Diversifikasi), yang didukung dengan sistem penyuluhan dan pendampingan yang intensif.

2) Mengoptimalkan dukungan penyediaan benih unggul bermutu dan sarana produksi, dukungan perlindungan perkebunan dan penanganan gangguan usaha perkebunan serta dukungan manajemen dan teknis lainnya.

(24)

3) Mendorong pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan pada wilayah perbatasan, pemekaran, penyangga, maupun kawasan ekonomi khusus (KEK), dan optimalisasi pemanfaatan lahan.

3.2.2.2. Strategi Pengembangan Komoditas

Sesuai keputusan Menteri Pertanian Nomor: 511/Kpts/PD.310/9/2006 Tanggal 22 September 2006 dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 3399/Kpts/PD.310/10/2009 Tanggal 19 Oktober 2009, komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan berjumlah 127 jenis tanaman. Strategi pengembangan komoditas dilakukan melalui upaya-upaya memprioritaskan pengembangan komoditas unggulan nasional yang meliputi : karet, kelapa, kelapa sawit, kopi, kakao, teh, jambu mete, cengkeh, lada, jarak pagar, tebu, tembakau, kapas, nilam, dan kemiri sunan, dan mendorong pemerintah daerah untuk memfasilitasi pengembangan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya. Rencana aksi untuk strategi ini adalah :

1). Mendorong pengembangan komoditas unggulan nasional dan lokal sesuai dengan peluang pasar, karakteristik dan potensi wilayah dengan penerapan teknologi budidaya yang baik.

2). Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan, seperti lahan pekarangan, lahan pangan, lahan cadangan dan sisa aset lahan lainnya dengan pengembangan cabang usahatani lain yang sesuai.

3). Menumbuhkembangkan kawasan komoditas unggulan berbasis pedesaan dengan pengelolaan dari hulu sampai hilir dalam satu kawasan.

4). Mendorong pengembangan usaha budidaya tanaman perkebunan untuk mendukung penumbuhan sentra-sentra kegiatan ekonomi pada wilayah khusus antara lain wilayah perbatasan dan penyangga (bufferzone), wilayah konflik/pasca konflik, wilayah bencana alam serta wilayah pemekaran.

5). Mendorong pengembangan aneka produk (products

development) perkebunan serta upaya peningkatan mutu untuk

(25)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

6). Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan perkebunan.

3.2.2.3. Strategi Peningkatan Dukungan Terhadap Sistem Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (UU Nomor: 7 Tahun 1996 tentang Pangan). Sebagai tindak lanjut dari target utama Kementerian Pertanian, yaitu Peningkatan Diversifikasi Pangan yang diindikasikan dari skor PPH (93,3 pada tahun 2014), sub sektor perkebunan diamanahkan secara khusus untuk berkontribusi dalam pemenuhan skor PPH tersebut dari komponen minyak dan lemak, dan gula yang ditargetkan rata-rata 15 point per tahun sampai dengan 2014.

Rencana aksi yang akan dilakukan meliputi :

1). Meningkatkan pengembangan diversifikasi usahatani dengan komoditas bahan pangan di areal perkebunan secara intensif dan berkelanjutan.

2). Meningkatkan penyediaan protein hewani melalui integrasi cabang usahatani ternak yang sesuai pada areal perkebunan. 3). Mendorong ketersediaan dan keterjangkauan sumber pangan

yang berasal dari perkebunan.

3.2.2.4. Strategi Investasi Usaha Perkebunan

Strategi ini dimaksudkan untuk lebih mendorong iklim investasi yang kondusif dalam pengembangan agribisnis perkebunan dan meningkatkan peran serta pekebun, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), masyarakat, dan swasta. Perbankan telah menyediakan kredit program dan kredit komersial untuk investasi di bidang perkebunan. Kredit program untuk petani meliputi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E), Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP), dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) serta kredit komersial lainnya. Selain itu Pemerintah juga memberikan bantuan melalui Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK).

(26)

Rencana aksi dari strategi ini adalah :

1). Memberikan fasilitasi, advokasi dan bimbingan dalam memperoleh kemudahan akses untuk pelaksanaan investasi usaha perkebunan;

2). Mendorong pelaksanaan pemanfaatan dana perbankan untuk pengembangan perkebunan terutama untuk usaha kecil dan menengah;

3). Mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif, mencakup pengembangan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha;

4). Memberikan fasilitasi tersedianya sumber dana dari pengembangan komoditas dan sumber lainnya untuk pengembangan usaha perkebunan;

5). Mendorong lembaga penjamin kredit untuk berpartisipasi dalam pembangunan perkebunan.

3.2.2.5. Strategi Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Perkebunan

Sistem informasi manajemen adalah serangkaian sub sistem informasi yang menyeluruh dan terkoordinasi yang secara rasional serta mampu mentransfer data sehingga menjadi informasi guna meningkatkan produktivitas. Berbagai capaian yang telah diraih yaitu Simonev, SAI, Simpeg, Website, dan form maupun

e-government. Dalam rangka pengembangan sistem informasi

manajemen perkebunan ini ditempuh rencana aksi sebagai berikut : 1). Mengembangkan sistem informasi, mencakup kemampuan

menyusun, memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap mengenai SDM, teknologi, peluang pasar, manajemen, permodalan, usaha perkebunan untuk mendorong dan menumbuhkan minat pelaku usaha, petani dan masyarakat. 2). Meningkatkan jejaring kerja dengan institusi terkait.

(27)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

Strategi ini diarahkan untuk mendukung berlangsungnya proses perubahan guna terwujudnya sistem dan usaha agribisnis perkebunan yang bertumpu kepada kemampuan dan kemandirian pelaku usaha perkebunan. Berkenaan dengan hal tersebut, rencana aksi yang akan dilaksanakan mencakup upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas SDM baik petugas, pekebun, maupun masyarakat dengan cara :

(1) Petugas

a. Meningkatkan kualitas, moral dan etos kerja petugas termasuk di dalamnya petugas fungsional.

b. Meningkatkan lingkungan kerja yang kondusif dan membangun sistem pengawasan yang efektif.

c. Meningkatkan penerapan sistem recruitment dan karir yang terprogram serta transparan untuk mewujudkan petugas yang profesional.

d. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan sikap prakarsa petugas yang proaktif dalam mewujudkan pelayanan prima sesuai kebutuhan pelaku usaha.

(2) SDM Pekebun dan Masyarakat

a. Meningkatkan kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dan kemandirian pekebun dan masyarakat untuk mengoptimasikan usahanya secara berkelanjutan.

b. Memfasilitasi dan mendorong kemampuan pekebun dan masyarakat untuk dapat mengakses berbagai peluang usaha dan sumberdaya dalam memperkuat/mempertangguh usaha taninya.

c. Menumbuhkan kebersamaan dan mengembangkan kemampuan dan keterampilan pekebun dan masyarakat dalam mengelola kelembagaan petani dan kelembagaan usaha serta menjalin kemitraan.

(28)

3.2.2.7. Strategi Pengembangan Kelembagaan dan Kemitraan Usaha

Kelembagaan petani didorong untuk tumbuh dari bawah yang dimulai dari kelompok tani, gabungan kelompok tani, sampai koperasi komoditas yang berbadan hukum. Kelembagaan petani dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelembagaan petani yang bersifat sosial dan yang berfungsi ekonomi. Kelembagaan petani yang bersifat sosial berupa asosiasi petani yang sampai saat ini telah terbentuk sebanyak 11 asosiasi petani, sedangkan kelembagaan petani yang berfungsi ekonomi berupa koperasi komoditas yang sampai saat ini telah terbentuk 2.750 unit.

Strategi pengembangan kelembagaan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelembagaan agribisnis perkebunan dalam memanfaatkan peluang usaha yang ada. Adapun strategi pengembangan kemitraan usaha dimaksudkan untuk dapat memperoleh manfaat maksimal dari kegiatan agribisnis perkebunan. Untuk itu rencana aksi yang akan ditempuh adalah:

1). Mendorong peningkatan kemampuan dan kemandirian kelembagaan petani untuk menjalin kerjasama usaha dengan mitra terkait serta mengakses berbagai peluang usaha dan sumberdaya yang tersedia.

2). Memfasilitasi terbentuknya kelembagaan komoditas yang tumbuh dari bawah.

3). Memfasilitasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan keuangan pedesaan.

4). Meningkatkan fungsi pendampingan kepada petani dan kelembagaan usahanya.

5). Memperkuat kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, saling memperkuat dan saling ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan dan masyarakat sekitar perkebunan.

Disisi lain kalangan usaha dapat berperan dalam memperkuat asosiasi komoditas maupun dewan komoditas perkebunan.

(29)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

3.2.2.8. Strategi Pengembangan Dukungan Terhadap

Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan Lingkungan Hidup

Strategi ini merupakan upaya untuk memanfaatkan sumberdaya perkebunan secara optimal sesuai dengan daya dukung sehingga kelestariannya dapat tetap terjaga. Melalui strategi ini, pengembangan perkebunan dapat dilaksanakan secara harmonis ditinjau dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi secara berkelanjutan. Rencana aksi dari strategi ini adalah :

1). Meningkatkan penerapan sistem pertanian konservasi pada wilayah perkebunan termasuk lahan kritis, gambut, DAS Hulu dan pengembangan perkebunan di kawasan penyangga sesuai kaidah konservasi tanah dan air.

2). Meningkatkan penerapan paket teknologi ramah lingkungan. 3). Meningkatkan pemanfaatan pupuk organik, pestisida nabati,

agens pengendali hayati serta teknologi pemanfaatan limbah usaha perkebunan yang ramah lingkungan.

4). Meningkatkan kampanye peran perkebunan dalam kontribusi penyerapan karbon, penyedia oksigen dan peningkatan peran serta fungsi hidroorologis.

5). Meningkatkan upaya penerapan pembukaan lahan tanpa bakar. Begitu kompleksnya permasalahan, tantangan dan besarnya lingkup pekerjaan yang harus dilakukan dalam pembangunan perkebunan, maka jelaslah bahwa pembangunan perkebunan tidak bisa dilakukan hanya oleh Kementerian Pertanian atau secara khusus oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Pembangunan perkebunan memerlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan yang mencakup sektor atau Kementerian/Lembaga lain, perguruan tinggi, pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten maupun Kota, dunia usaha, perbankan, lembaga pembiayaan bukan bank, organisasi profesi dan kemasyarakatan serta peran aktif dari semua petani/pekebun diseluruh Indonesia sebagai pelaku utama pembangunan perkebunan.

(30)

3.2.2.9 Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan

Strategi ini merupakan suatu upaya untuk mencapai produktifitas hasil pertanian/perkebunan yang lebih baik dengan memperhatikan karakteristik wilayah yang ada berdasarkan pendekatan perwilayahan bagi komoditas pertanian. Pendekatan perwilayahan bagi pengembangan komoditas pertanian diperlukan antara lain disebabkan :

1). Komoditas harus dikembangkan pada lahan yang paling sesuai agar produkstifitas lahan yang diusahakan mencapai optimal sehingga mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif di dalam pemasaran;

2). Setiap jenis komoditas pertanian akan memerlukan persyaratan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Perbedaan karakteristik lahan yang mencakup iklim terutama suhu udara dan curah hujan, tanah, topografi dan sifat fisik lingkungan lainnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk seleksi awal dalam menyusun zonasi pengembangan komoditas pertanian;

3). Menyusun tata ruang pertanian melalui pendekatan perwilayahan komoditas dengan mempertimbangkan daya dukung dan/atau kesesuaian lahan akan dapat menjamin produktifitas lahan yang berkelanjutan tanpa merusak lingkungan;

4). Dengan pendekatan perwilayahan komoditas pertanian diharapkan dapat mengatasi penggunaan lahan yang kurang atau tidak produktif menuju penggunaan lahan dengan komoditas unggulan yang lebih produktif;

5). Pendekatan kewilayahan akan mampu mewujudkan efisiensi dan efektifitas fungsi perencanaan pembangunan daerah karenanya perlu pemanfaatan se-optimal mungkin potensi wilayah, sumberdaya dan aspirasi masyarakat setempat.

Dengan perencanaan yang berbasis kawasan pengembangan pemerintah dapat dengan mudah menata prasarana penunjang baik transportasi maupun kebijakan untuk meningkatkan jangkauan pasar serta dapat dilakukan efisiensi pada pemanfaatan sumber daya alam. Untuk dapat dicapai program pembangunan pertanian yang efisien dengan kawasan sebagai titik berat pengembangan maka integrated farming system akan diwujudkan

(31)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

melalui pengembangan berbagai kawasan pendukung suatu usaha tani dengan sistem agribisnis. Arah pengembangan komoditi perkebunan adalah menempatkan komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan nasional melalui pengembangan industri perkebunan yang menghasilkan produk hulu hingga hilir serta pengembangan produk samping secara industrial sedangkan pengembangan dilakukan melalui Pendekatan Pengembangan

Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan.

Dalam pemanfaatan potensi wilayah perlu dipertimbangkan agar tidak mengeksploitasi sumberdaya tetapi lebih kepada upaya optimalisasi sumberdaya dengan tanpa mengorbankan sumberdaya di masa mendatang karenannya ada 6 upaya penting yang perlu dilakukan, yaitu :

1). Melakukan deskripsi jenis-jenis potensi wilayah secara sistematis, misalnya potensi wilayah yang berkaitan dengan pertanian/perkebunan, pariwisata, kehutanan, perikanan, pertambangan dan tenaga kerja;

2). Melakukan klasifikasi jenis-jenis potensi wilayah secara sistematis, misalnya pengelompokan potensi wilayah di bidang perikanan, pertanian/perkebunan dan pariwisata;

3). Melakukan deskripsi di mana setiap potensi wilayah berada yaitu melakukan deskripsi di mana setiap potensi wilayah yang sudah diklasifikasikan tersebut;

4). Melakukan deskripsi jumlah ketersediaan potensi wilayah yaitu melakukan identifikasi dengan memberikan deskripsi berapa jumlah jenis potensi wilayah yang sudah diklasifikasikan di setiap lokasi;

5). Melakukan deskripsi pengembangan potensi wilayah yaitu melakukan identifikasi dengan memberikan deskripsi pengembangan potensi wilayah yang telah dikembangkan dengan orientasi pemikiran akan adanya nilai tambah terhadap potensi wilayah;

6). Melakukan deskripsi perubahan-perubahan atas potensi wilayah yang telah diidentifikasi yaitu melakukan identifikasi dengan memberi deskripsi terhadap jenis potensi wilayah yang telah berubah.

(32)

Dalam pengembangan wilayah ada 3 sasaran utama yang banyak dicanangkan baik oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan berusaha serta menjaga agar pembangunan dapat tetap berjalan secara berkesinambungan. Pendekatan sektoral merupakan pendekatan aktivitas ekonomi di dalam suatu wilayah dibagi menjadi sektor-sektor yang dianalisis secara terpisah. Dalam pendekatan sektoral, untuk tiap sektor semestinya dibuat analisis sehingga dapat memberi jawaban tentang sektor apa yang memiliki competitive advantage di wilayah tersebut, sektor yang menjadi sektor basis dan non basis, sektor yang memiliki nilai tambah tinggi, sektor yang memiliki forward linkage dan

backward linkage tinggi, sektor yang perlu dikembangkan untuk

memenuhi kebutuhan minimal wilayah tersebut dan sektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Atas dasar beberapa kriteria di atas, selanjutnya dapat ditetapkan sektor yang dapat dikembangkan di wilayah tersebut. Pendekatan sektoral yang sebenarnya berupaya meningkatkan optimasi penggunaan ruang dan potensi sumber daya wilayah dan hubungannya dengan pemanfaatan, produktifitas dan konservasi bagi kelestarian lingkungan, masih berjalan sendiri-sendiri serta lebih menitikberatkan pada kepentingan sektor itu sendiri tanpa terlalu memperhatikan kepentingannya dengan sektor lainnya.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan secara garis besar bahwa pengembangan kawasan berbasis

komoditi perkebunan memiliki beberapa kriteria-kriteria umum

sebagai berikut :

1). Kawasan eksisting atau kawasan berpotensi dari masing-masing jenis budidaya tanaman perkebunan;

2). Jenis pengusahaannya : rakyat atau besar;

3). Pengusahaan dengan skala terintegrasi dengan unit pengolahannya;

4). Mitra dengan usaha perkebunan rakyat berkelanjutan;

5). Memiliki keterkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil; 6). Dapat ditingkatkan produksi dan produktivitasnya;

(33)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

8). Pengembangan kebersamaan ekonomi petani melalui pemberdayaan;

9). Arah pengembangan menuju prinsip pembangunan berkelanjutan;

10). Sejalan dengan Renstra Kementerian Pertanian dan Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan;

11). Dukungan dari Pemerintah Daerah dan swadaya masyarakat.

3.3. Program dan Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

3.3.1. Program Direktorat Jenderal Perkebunan Dalam

Melaksanakan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013

Pembangunan perkebunan saat ini dan dimasa yang akan datang menghadapi tantangan yang cukup berat. Selain tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, juga mampu memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran. Keberhasilan pembangunan perkebunan di era yang penuh persaingan ini adalah bagaimana kita dapat ”mensinergikan” seluruh potensi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan.

Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran bersama Menteri Keuangan Nomor : SE-1848/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Nomor : 0142/M.PPN/06/2009 Tanggal 19 Juni 2009, setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator kinerja unit Eselon II adalah output.

Sesuai hasil analisa terhadap potensi, permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan tahun 2013 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah: “Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman

perkebunan berkelanjutan”. Program ini dimaksudkan untuk lebih

meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang

(34)

didukung oleh penyediaan benih bermutu, sarana produksi, perlindungan perkebunan dan penanganan gangguan usaha secara optimal.

3.3.2. Komoditas Unggulan Nasional Perkebunan

Kondisi topografi di indonesia mempunyai strata topografi yang paling lengkap mulai dari dataran tinggi, menengah dan dataran tinggi. Di setiap daerah pada umumnya mempunyai komoditas unggulan yang mempunyai cita rasa khusus di bandingkan dengan komoditas serupa didaerah lainnya sehingga jika komoditas tersebut dikembangkan secara optimal akan mempunyai tingkat produksi dan nilai jual yang cukup tinggi bagi kesejahteraan petani. Dengan begitu strategi penyuluhan pertanian ke depan dalam rangka mendukung revitalisasi pertanian ditekankan, diintensifkan dan difokuskan kepada kualitas komoditas unggulan tersebut baik pada penerapan teknologi produksi, teknologi pascapanen, efisiensi biaya produksi sampai dengan pemasaran. Pemberdayaan di pedesaan dengan fokus optimalisasi komoditas unggulan daerah bertujuan terwujudnya sektor pertanian nasional yang tangguh dan mampu bersaing dalam era pasar bebas.

Perencanaan pembangunan perkebunan dengan pendekatan komoditas unggulan menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan baik di tingkat domestik maupun internasional. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Ada beberapa kriteria mengenai komoditas unggulan, diantaranya :

1). Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian yaitu dapat memberikan kontribusi yang signifikan baik pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran;

2). Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya;

3). Komoditas unggulan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik

(35)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya;

4). Komoditas unggulan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku; 5). Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas

secara optimal sesuai dengan skala produksinya;

6). Komoditas unggulan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran, pertumbuhan, puncak hingga penurunan;

7). Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal;

8). Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.

Komoditas unggulan dapat ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sementara dari sisi permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya) untuk dikembangkan di suatu wilayah.

Dalam rangka pengembangan komoditas unggulan nasional, Kementerian Pertanian secara intensif telah melakukan berbagai langkah strategis dengan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi komoditas unggulan tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah dengan menetapkan pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan.

Dari 127 komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, prioritas penanganan difokuskan pada 15 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Jambu Mete, Teh, Cengkeh, Jarak Pagar, Kemiri Sunan, Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam sedangkan Pemerintah Daerah didorong untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing-masing.

(36)

3.3.3. Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Dalam Melaksanakan Pembangunan Perkebunan Tahun 2013

Sebagai penjabaran dari program, masing-masing unit Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai satu kegiatan. Dengan demikian di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan terdapat 9 kegiatan pembangunan perkebunan sesuai Peraturan Menteri Pertanian nomor 61/Permentan/T.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, yaitu :

1). Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim;

2). Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar;

3). Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan;

4). Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha; 5). Dukungan Perlindungan Perkebunan;

6). Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya;

7). Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Medan;

8). Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Surabaya; 9). Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan

Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Ambon.

3.3.3.1. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu

Tanaman Semusim

Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim dimaksudkan untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim melalui penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi dalam kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan kelembagaan tanaman semusim. Prioritas

(37)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013

pengembangan tanaman semusim difokuskan pada 4 komoditas strategis yaitu Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam.

Ditinjau dari luas arealnya, kelompok tanaman semusim hanya sekitar 5% dari total areal perkebunan seluas 17 juta Hektar. Namun peranan dari komoditas tanaman semusim cukup nyata terutama dalam hal penyediaan bahan pangan nasional seperti gula dari Tebu yang pada tahun 2014 ditargetkan untuk mencapai swasembada nasional. Selain itu komoditas Kapas untuk memenuhi kebutuhan Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dalam negeri. Untuk komoditas Tembakau berperan dalam peningkatan penerimaan negara melalui cukai Tembakau, pajak dan penambahan devisa serta Nilam sebagai komoditas ekspor yang dapat menambah devisa negara.

Fokus kegiatan tanaman semusim adalah Swasembada

Gula Nasional (Tebu), Pengembangan Komoditas Ekspor (Nilam

dan Tembakau), Pengembangan Komoditas Pemenuhan

Kebutuhan Dalam Negeri (Kapas) dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.

3.3.3.2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar

Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar dimaksudkan untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar melalui penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi dalam kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan kelembagaan tanaman rempah dan penyegar.

Prioritas pengembangan tanaman rempah dan penyegar difokuskan pada 5 komoditas strategis yaitu Kakao, Kopi, Lada, Teh dan Cengkeh. Dari uraian diatas bahwa fokus kegiatan tanaman rempah dan penyegar adalah Gerakan Peningkatan Produksi dan

Mutu Kakao Nasional (Gernas Kakao), Pengembangan

Komoditas Ekspor (Kopi, Lada, Teh dan Kakao), Pengembangan Komoditas Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri (Cengkeh) dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.

(38)

3.3.3.3. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan

Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan dimaksudkan untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan melalui penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi dalam kegiatan intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh identifikasi dan pendayagunaan sumber daya, perbenihan, budidaya serta pemberdayaan kelembagaan tanaman tahunan.

Prioritas pengembangan tanaman tahunan difokuskan pada 6 komoditas strategis yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Jambu Mete, Jarak Pagar dan Kemiri Sunan. Dari uraian diatas bahwa fokus kegiatan tanaman tahunan adalah Revitalisasi Perkebunan

(Kelapa Sawit, Kakao dan Karet), Penyediaan Bahan Tanaman Sumber Bahan Bakar Nabati/Bio-Energi (Jarak Pagar, Kelapa Sawit, Kelapa dan Kemiri Sunan), Pengembangan Komoditas Ekspor (Kelapa, Kelapa Sawit, Karet dan Jambu Mete) dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.

3.3.3.4. Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha

Dukungan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha dimaksudkan untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi dibidang pascapanen dan pembinaan usaha yaitu penanganan pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar, tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik.

Prioritas kegiatan ini adalah untuk menfasilitasi peningkatan penanganan pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta menfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.

(39)

Penetapan Kinerja Satker Lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 3.3.3.5. Dukungan Perlindungan Perkebunan

Dukungan perlindungan perkebunan dimaksudkan untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan perkebunan yaitu identifikasi dan pengendalian organisme penganggu tumbuhan (OPT) tanaman semusim, tanaman tahunan, tanaman rempah penyegar serta dampak perubahan iklim dan pencegahan kebakaran.

Prioritas kegiatan ini adalah menurunkan luas areal

perkebunan yang terserang OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan).

3.3.3.6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya

Dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya dimaksudkan untuk memfasilitasi dan memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas. Kegiatan yang dimaksud antara lain memfasilitasi pelayanan perencanaan program, anggaran dan kerjasama yang berkualitas; pelayanan administrasi keuangan dan aset yang berkualitas, pelayanan organisasi, tata laksana kepegawaian, humas, hukum dan administrasi perkantoran yang berkualitas; serta evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyediaan data dan informasi yang berkualitas. Prioritas kegiatan ini adalah

jumlah Provinsi yang memperoleh pelayanan dan pembinaan yang berkualitas di bidang perencanaan, keuangan, umum dan evaluasi serta pelaporan.

3.3.3.7. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan

BBP2TP Medan

Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2TP Medan dimaksudkan untuk memfasilitasi terlaksananya pengawasan dan pengujian mutu benih, penerapan teknologi proteksi tanaman dan memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas sebagai rujukan UPTD. Prioritas kegiatan ini adalah memfasilitasi

(40)

peningkatan jumlah teknologi terapan perlindungan perkebunan.

Wilayah kerja BBP2TP Medan di bidang perbenihan meliputi Provinsi Sumatera Utara, Provinsi NAD, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Lampung, Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan untuk bidang proteksi meliputi Provinsi Sumatera Utara, Provinsi NAD, Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Riau, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung.

3.3.3.8. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan

BBP2TP Surabaya

Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2TP Surabaya dimaksudkan untuk memfasilitasi terlaksananya pengawasan dan pengujian mutu benih, penerapan teknologi proteksi tanaman dan memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas sebagai rujukan UPTD. Prioritas kegiatan ini adalah

memfasilitasi pelayanan sertifikasi benih (jumlah bibit yang disertifikasi) dan peningkatan jumlah teknologi terapan perlindungan perkebunan.

Wilayah kerja BBP2TP Surabaya di bidang perbenihan meliputi Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi D.I Yogyakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Sedangkan untuk bidang proteksi meliputi Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi D.I Yogyakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten Halmahera Utara adalah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera

Selain tu, penulis juga ingin mengetahui dan menganalisis variabel yang mempunyai pengaruh dominan dari ketujuh variable pemasaran jasa tersebut terhadap keputusan

Pembatalan yang dilakukan setelah terjadinya akad sewa antara kedua belah pihak, tentunya pihak calon penyewa sudah membayar down payment (uang muka). Sehingga secara otomatis

Paragraf yang dikembangkan dengan membandingkan dua atau lebih benda yang dianggap memiliki kesamaan lalu menarik

Renja Kerja ( RENJA ) Tahun 2018 sebagai dokumen Perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memuat kebijakan dan program/kegiatan dalam satu tahun dan sebagai

Hasil analisis menunjukkan bahwa pada paritas I terdapat hubungan yang nyata (P<0,05) antara bobot badan induk dan bobot lahir pedet dengan nilai korelasi pada pedet jantan r=

Adam Malik Medan, yang telah menerima dan memberikan kesempatan kepada saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan banyak memberikan bimbingan dan

Error of the Estimate Predictors: (Constant), Jem_Krywn, Badan_Hkm, Nama_kel, Sek_Indstr, Hub_Karyawan, Gen_Pem a.. E