• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TERHADAP TINGKAT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK. Pitaloka Dialfi Wulandari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TERHADAP TINGKAT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK. Pitaloka Dialfi Wulandari"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING TERHADAP TINGKAT KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS PESERTA DIDIK

Pitaloka Dialfi Wulandari

Pendidikan Matematika UM. Purwokerto

Abstrak

Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu aspek penting dalam proses pembelajaran matematika yang harus dikuasai oleh peserta didik. Tujuan dari penyusunan artikel yang dibuat oleh penulis adalah untuk mengetahui peranan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik. Metode yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan artikel ini adalah metode studi literasi yaitu dengan cara mengkaji dari jurnal dan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya atau lembaga terkait. Hasil dari penyusunan artikel yang disusun oleh penulis yaitu (1) Mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik di indonesia, (2) Mengetahui hasil peranan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik Kata kunci: Masalah matematis, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Model Pembelajaran Creative Problem Solving

A. PENDAHULUAN

Menurut Undang – undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar sampai menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, ketrampilan/kejuruan, dan muatan lokal. Dalam Undang – undang tersebut menjelaskan bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib untuk diajarkan oleh tenaga pendidik kepada peserta didiknya karena matematika mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Seperti yang diungkapkan oleh BSNP (dalam Linola,2017) menyatakan bahwa pelajaran matematika perlu diberikan kepada seluruh peserta didik sejak dini yaitu mulai dari sekolah dasar, hal ini bertujuan agar dapat menumbuhkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan bekerjasama pada peserta didik. Kemudian Cockroft (dalam Shadiq,2007) juga menuliskan “it would be very difficult-perhaps

impossible – to live a normal life in very many parts of the word in the twentieth century without making use of mathematics of same kind” yang intinya adalah pada

abad ke-20 ini kita akan mengalami kesulitan jika hidup kita tidak berdampingan dengan matematika atau tidak memanfaatkan matematika dalam kehidupan sehari – hari.

Karena matematika merupakan ilmu yang sangat penting, di dalam kemendikbud 2013 menyatakan terdapat 5 tujuan mempelajari matematika yaitu meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan tingkat tinggi siswa,

(2)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, memperoleh hasil belajar yang tinggi, melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide - ide khususnya karya ilmiah, dan mengembangkan karakter siswa. NCTM (National

Council of Teacher of Mathematics 2000) juga menjalaskan tujuan pembelajaran

matematika disekolah yaitu pemecahan masalah (problem solving), kemampuan pemahaman dan pembuktian (reasoning and proof), kemampuan komunikasi

(communication), kemampuan koneksi (connections),dan kemampuan representasi (representation). Menurut Kemendikbud 2013 dan NCTM keduanya sama - sama

menyebutkan tentang kemampuan pemecahan masalah. Maka dari itu pemecahan masalah merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran matematika

khususnya dalam menyelesaikan permasalahan matematika Namun pada

kenyataanya tingkat kemampuan pemecahan masalah di Indonesia masih dikategorikan rendah. Hal itu diperkuat dengan hasil survei PISA (Program for

International Student Assement) pada tahun 2018 Indonesia menempati ranking 72

dari 78 dengan skor 371 dengan rata – rata internasional yaitu 487.

Berdasarkan permasalahan seperti yang sudah dijelaskan di atas pemecahan masalah dapat didukung oleh Model Pembelajaran Creative Problem Solving merupakan model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir tinggi (Wiederhold dalam suyitno., 2004 : 37) . Model pembelajaran Creative Problem Solving memusatkan pembelajaran pada ketrampilan peserta didik dalam memecahkan masalah. Ketika peserta didik dihadapkan dengan suatu permasalahan diharapkan dapat melakukan ketrampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan pendapatnya. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik”

Tujuan dari penyusunan artikel ini adalah untuk mengetahui peranan model pembelajaran Creative Problem Solving dalam memecahkan masalah matematis peserta didik.

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan oleh penulis untuk menyusun artikel ini adalah metode studi literasi yaitu dengan cara mencari referensi jurnal atau artikel melalui internet, kemudian penulis membaca beberapa referensi tersebut untuk mencari hal menarik yang dapat dijadikan ide pembahasan dalam penyusunan artikel ini sehingga akan memunculkan judul yang tepat. Setelah menemukan ide pembahasan penyusunan artikel ini, penulis mencari beberapa referensi jurnal dan artikel yang relevan dengan ide tersebut kemudian barulah penulis mengkaji satu persatu jurnal dan artikel tersebut yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan artikel ini.

C. PEMBAHASAN

3.1.Masalah Matematis

Setiap yang kita jalani dalam kehidupan sehari – hari tidak jauh dengan adanya suatu persoalan atau permasalahan yang harus ditemukan solusinya. Seperti

yang dijelaskan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa masalah adalah

sesuatu yang hasus diselesaikan (dipecahkan). Tidak hanya dikehidupan sehari –

hari, permasalahan juga terdapat pada dunia pendidikan khususnya dalam

(3)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

berkaitan erat. Seperti yang dijelaskan sari dan noer (dalam cahyani 2019 : 91) matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting untuk dipelajari,

karena keberadaanya dapat membantu manusia untuk memecahkan

berbagaimasalah dalam kehidupan. Namun tidak semua persoalan dapat dikatakan

masalah. Suatu persoalan dapat dikatakan masalah apabila menciptakan

tantangan yang tidak dapat diselesaikan menggunakan prosedur atau langkah –

langkah yang sudah ditentukan. Karena tidak dapat diselesaikan menggunakan

prosedur yang ditentukan maka diperlukan algoritma tertentu untuk

memecahkanya. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai masalah matematis.

3.2.Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemamampuan pemecahan masalah merupakan hal yang harus ada dalam pembelajaran matematika, seperti yang dijelaskan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 bahwa kemampuan memecahkan masalah matematika yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh adalah salah satu dari tujuan mata pelajaran matematika.

Menurut Wena (2011) dalam (Sopian, 2017 : 99) kemampuan pemecahan masalah matematis adalah mengerjakan tugas – tugas matematika yang cara penyelesaianya belum diketahui sebelumnya, dan pemecahananya tidak dapat dilakukan dengan algoritma tertentu. Maksud dari penjelasan tersebut adalah suatu masalah matematis tidak hanya dapat diselesaikan dengan rumus tertentu saja, melainkan dapat di selesaikan dengan berbagai macam alternatif solusi. Yarmayani (2016 : 13) juga memberikan pandanganya tentang kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu kemampuan dimana peserta didik berupaya mencari jalan keluar yang dilakukan dalam mencapai tujuan, juga memerlukan kesiapan, kreativitas, pengetahuan, dan kemampuan serta aplikasinya dalam kehidupan nyata. Kemudian Lencher dalam (Yarmayani, 2016:14) menjelaskan kemampuan pemecahan masalah dalam matematika sebagai proses menerapkan pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Dari beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan peserta didik dalam memahami makna dari suatu persoalan matematika yang dapat menghasilkan berbagai macam alternatif jawaban yang muncul dari pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik sehingga didapat hasil yang tepat.

Terdapat beberapa manfaat yang didapat oleh peserta didik jika mampu menguasai kemampuan pemecahan masalah matematis tersebut, diantaranya sebagai berikut :

a. Memungkinkan peserta didik memiliki kemampuan berfikir divergen, artinya peserta didik dapat menciptakan banyak solusi dari suatu permasalahan

b. Peserta didik terlatih untuk dapat berfikir komperhensif atau berfikir secara menyeluruh serta mempertimbangkan dari berbagai macam sudut pandang

c. Peserta didik terlatih untuk dapat mengeksplorasi dan berfikir secara logis Namun pada kenyataannya kemampuan pemecahan masalah di Indonesia tergolong kategori rendah. Amalia (2014) dalam (Restiana, 2019 : 126) menjelaskan bahwa hal yang menyebabkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah diantaranya yaitu peserta didik jarang menyelesaikan soal berbasis pemecahan masalah dan proses pembelajaran yang didesain kurang memadai kemampuan pemecahan masalah tersebut yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru yang

(4)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

membuat cenderung menghafal bukan memahami. Kemudian ketika penulis mengkaji penelitian yang dilakukan oleh (Hilda Restiana, Cut Morina Zubainur, dan Yusrizal, 2019 : 126 - 127) berdasarkan survei di SMP Negeri 4 Percontohan Kabupaten Aceh Tamiang menunjukan peserta didik mampu menjawab persoalan yang diberikan oleh guru hanya dengan menggunakan satu cara penyelesaian yaitu sesuai dengan yang diajarkan oleh guru, padahal dalam soal tersebut diperintahkan untuk mengerjakan dengan lebih dari satu cara

Agar lebih memperkuat pernyataan tentang rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut penulis mengkaji data terbaru dari penelitian yang dilakukan oleh (Harry Dwi Putra Nazmy Fathia Thahiram, Mentari Ganiati, Dede Nuryana, 2018 : 84 - 85) dari Pendidikan Matematika IKIP Saliwangi yang melakukan penelitian pemecahan masalah matematis terhadap peserta didik SMP pada materi bangun ruang yang dilihat dari 4 aspek yang disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 1. Presentasi Jawaban Siswa Pada Soal Pemecahan Masalah

Dari hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa menunjukkan bahwa dari 34 siswa hanya satu orang yang dapat menjawab soal pemecahan masalah yang diberikan Siswa yang menjawab salah. pada keempat aspek lebih banyak daripada siswa yang menjawab benar yaitu sebesar 58,82% siswa melakukan kesalahan.

Sebelum menjelaskan tabel tersebut, berikut ini adalah soal pemecahan masalah matematis yang yang diberikan oleh guru kepada peserta didik :

Diketahui sebuah balok dengan tinggi 𝑥 cm, panjang 4 kali tinggi, dan lebar 6 cm lebih lebih panjang dari tinggi. Apabila keliling alas balok adalah 42 cm dan panjang diagonal ruang adalah 25 cm, tentukan volume balok dan dan periksalah kebenaran jawabanmu !

Tabel 1 menjelaskan bahwa dari 34 peserta didik, hanya ada 1 peserta didik yang mampu menjawab dengan benar sampai tahap penyimpulan. Jika di prosentasikan yaitu sebesar 97,06% peserta didik menjawab salah pada tahap penyimpulan, sedangkan yang dapat menjawab benar hanya 2,94%. Peserta didik yang menjawab salah lebih banyak yaitu sebesar 58,82% daripada peserta didik yang menjawab benar yatu sebesar 41,18 % persoalan tersebut yakni. Siswa banyak melakukan kesalahan dalam menjawab soal pada aspek penyimpulan yaitu sebesar 97,06% diikuti kesalahan pada aspek keterampilan proses, transformasi, dan pemahaman. Pada tahap pemahaman dan transformasi jika dilihat dalam tabel lebih banyak peserta didik yang menjawab dengan benar, tetapi memasuki tahap ketrampilan proses peserta didik yang menjawab benar lebih sedikit daripada yang menjawab salah. Kondisi ini menunjukkan bahwa tahapan penyelesaian soal saling berkaitan dan semakin sulit untuk diselesaiakan. Peserta didik dapat menyelesaikan masalah apabila mereka mampu memahami maksud dari persoalan tersebut, melakukan transformasi konsep

Tahap Benar % Salah %

Pemahaman 29 85,29 5 14,71 Transformasi 21 61,76 13 3,24 Ketrampilan proses 6 14,71 29 2,59 Penyimpulan 1 2,94 33 97,06 Presentase 41.18% 58,82%

(5)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

atau cara, memiliki keterampilan dalam menerapkan konsep atau cara, dan menyimpulkan hasil yang diperoleh dengan benar.

Berdasarkan hasil dari penelitian diatas, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan matematis di Indonesia masih dibilang sangat rendah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis merancang proses pembelajaran dalam konteks kemampuan pemecahan masalah matematis dengan model pembelajaran Creative Problem Solving yang akan penulis jelaskan pada point berikutnya.

3.3.Model Pembelajaran Creative Problem Solving

Menurut Pepkin (1999) dalam (Sopian, 2017 : 3) menjelaskan bahwa Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah metode pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan ketrampilan memecahkan masalah yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Sedangkan menurut (Isrok’atun 2012 : 441) menjelaskan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) adalah kemampuan dalam merencanakan suatu ide atau cara yang baru dan unik guna menjawab sebuah problem yang sedang dihadapi. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa Model Pembelajaran Creative Problem Solving adalah model pembelajaran yang menekankan pada kreatifitas ide atau gagasan untuk menemukan beberapa kemungkinan jawaban yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. Artinya apabila peserta didik dihadapkan dengan suatu permasalahan, diharapkan dapat menemukan berbagai macam alternatif jawaban. Tidak hanya menemukan berbagai macam alternatuf jawaban, tetapi juga dapat memilih jawaban yang paling tepat digunakan kemudian dapat jawaban yang paling tepat yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut.

Jika dilihat dari berbagi pengertian diatas, Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) merupkan model pembelajaran yang dapat memberikan tantangan kepada peserta didik dalam bentuk penugasan. Guru dalam posisi ini berperan sebagai motivator, yaitu memotivasi peserta didik agar dapat menghadapi tantangan serta mampu menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru.

Dalam prosesnya Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) tentunya memiliki karasteristik tersendiri. Menurut Pepkin (2004) dalam (Isrok’atun, 2012 : 443) menjelaskan model pembelajaaran Creative Problem Solving (CPS) terdiri dari beberapa aspek, yaitu :

a. Klarifikasi Masalah

Pada klarifikasi masalah diharapkan peserta didik mampu memahami masalah yang diajukan oleh guru beserta penyelesaianya

b. Brainstroming atau Pengungkapan Pendapat

Pada tahap ini peserta didik diberikan kebebasan untuk mengungkapan ide atau gagasan sebanyak – banyaknya yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut

c. Evaluasi dan Pemilihan

Pada tahap ini peserta didik mengevaluasi atau mengeliminasi beberapa ide atau gagasan yang sudah didapat pada tahap sebelumnya untuk diambil suatu keputusan

d. Implementasi

Pada tahap ini peserta didik mengambil keputusan solusi mana yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut

Sedangkan menurut Isaksen , Dorval, dan Treffinger (1996) dalam (Isrok’atun, 2012: 443) terdapat empat komponen Model Pembelajaran Creative Problem Solving

(6)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

(CPS) yang saling berkaitan kemudian membentuk siklus yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Komponen CPS

Berdasarkan gambar diatas terdapat empat komponen dalam Model Pembelajaran Creative Based Learning yang saling berkaitan yang ditandai dengan tanda panah bolak – balik dan diawali dengan proses perencanaan. Dalam proses perencanaan ini meliputi pemahaman terhadap masalah yang diberikan, kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan ide agar dapat mendapatkan rencana aksi untuk memecahkan suatu masalah. Arti dari saling berkaitan itu sendiri yaitu proses pengumpulan ide tidak akan berlangsung jika belum didapat pemahaman yang baik terhadap masalah, hal itu juga mempengaruhi pembuatan rencana aksi atau solusi. Demikian pula dengan tidak dapat menyusun rencana aksi atau solusi jika belum didapat pemahaman yang baik terhadap masalah , sehingga proses pengumpulan ide juga terhambat.

Berbeda dengan pendapat diatas, Ratner (1995) dalam (Isrok’atun 2012 : 445) aspek dari Model Pembelajaran Creative Based Learning yaitu :

a. Mengidentifikasi masalah b. Menyusun Solusi

c. Mengambil keputusan guna melaksanakan aksi d. Mengimplementasikan atau melaksanakan e. Mengevaluasi

Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan model pembelajaran Creative Problem Solving ini. Adapun kelebihan dari model pembelajaran ini adalah :

a. Model pembelajaran Creative Problem Solving dapat mengembangkan kemampuan berfikir peserta didik, karena peserta didik dituntut untuk mencari solusi sesuai dengan pola pikir dirinya sendiri

b. Model pembelajaran Creative Problem Solving dapat membuat proses pembelajaran menjadi lebih aktif

c. Model pembelajaran Creative Problem Solving memberi kesempatan kepada peserta didik untuk memahami konsep dengan cara menyelesaikan masalah dengan kemampuan sendiri

d. Model pembelajaran Creative Problem Solving memberikan pengetahuan secara pribadi, sehingga materi yang dipelajari lebih mudah diingat

Pengumpulan Ide Pemahaman terhadap Masalah Proses Perencana an Rencana Aksi

(7)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran Creative Problem Solving diantaranya adalah :

a. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempersiapkan proses pembelajaran dan dalam proses pembelajaran

b. Kemampuan peserta didik tentunya berbeda – beda, hal ini yang menjadi tantangan bagi tenaga pendidik

c. Model pembelajaran Creative Problem Solving tidak tepat digunakan dalam pendidikan kanak kanak atau sekolah dasar pada kelas awal

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis meyakini bahwa model pembelajaran

Creative Problem Solving tepat digunakan untuk meningkatan kemampuan

pemecahan masalah matematis. Untuk memperkuat pernyataan penulis, berikut

adalah penelitian yang membahas tentang proses pembelajaran matematika yang

menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving yang dilakukan oleh

Umar Abduloh, Nur Karomah, Sri Hidayati pada tahun 2018 dengan judul

“Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dalam Soal Literasi Matematika melalui Model pembelajaran Creative Problem Solving Kelas VIII H SMPN 9 Semarang”. Penelitian ini dilakukan melalui dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Kedua siklus ini sama – sama menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving. Letak perbedaanya pada yaitu pada siklus I tenaga pendidik belum memaksimalkan model pembelajaran Creative Problem Solving. Meskipun belum memaksimalkan, akan tetapi peneliti menjelaskan bahwa hasil pada siklus I lebih baik dari sebelum dilakukanya tindakan. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut ini :

Tabel 2. Hasil Tes Evaluasi Pembelajaran Creative Problem Solving

No Siklus Banyaknya siswa yang

memperoleh nilai ≥ 73 Presentase banyaknya Siswa yang memperoleh nilai ≥ 73 Rata – rata nilai kelas 1 Siklus I Siswa 62,00% 67,23 2 Siklus II Siswa 92,50% 78,67

Dari hasil tersebut penulis akan menjalaskan bahwa pada siklus I didapat presentase ketuntasan sebanyak 62,00% dengan KKM 73. Hasil tersebut diperoleh

dari 32 peserta didik. Peserta didik yang berhasil memenuhi KKM sebanyak 12

peserta didik, 16 peserta didik tidak memenuhi KKM dan 4 peserta didik tidak mengikuti post test. Pada siklus I diperoleh nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 53 dengan nilai rata – rata 67,23. Pada siklus II tes evaluasi dilakukan oleh 28 peserta didik didapat presentase ketuntasan sebanyak 92,50 % dengan KKM yang sama yaitu 73. Yang berhasil memenuhi KKM sebanyak 24 peserta didik dan terdapat 4 peserta didik yang belum memenuhi KKM. Tidak hanya itu, nilai yang diperoleh oleh peserta didik juga mengalami kenaikan dengan nilai tertinggi adalah 95 dan nilai terendah 65 serta diperoleh nilai rata – rata 78,67.

D. SIMPULAN

Berdasarkan hasil literasi yang penulis lakukan, masalah matematis merupakan suatu permasalahan yang tidak dapat diselesaikan menggunakan suatu prosedur yang sudah ditentukan. Untuk menyelesaikan masalah matematis tersebut maka diperlukan kemampuan tersendiri yang disebut kemampuan pemecahan masalah matematis.

(8)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

Kemampuan pemecahan masalah matematis matematis merupakan kemampuan peserta didik dalam memahami makna dari suatu persoalan matematika yang dapat menghasilkan berbagai macam alternatif jawaban yang muncul dari pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik sehingga didapat hasil yang tepat. Agar kemampuan pemecahan masalah matematis tersebut dapat tercapai perlu diimbangi dengan model pembelajaran yang dapat mendukung. Penulis memilih model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) yang dijadikan untuk mengimbangi kemampuan pemecahan masalah tersebut. Model pembelajaran Creative Problem Solving merupakan model pembelajaran yang cocok di gunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik khususnya dalam persoalan matematisnya

DAFTAR PUSTAKA

Abduloh, U., Karomah, N., & Hidayati, S. (2018). Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika dalam Soal Literasi Matematika melalui Model Creative

Problem Solving Kelas VIII H SMPN 9 Semarang. In PRISMA, Prosiding

Seminar Nasional Matematika (Vol. 1, pp. 774-780).

Amam, A. (2017). Penilaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Teorema: Teori dan Riset Matematika, 2(1), 39-46.

Arifani, L. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (Cps) Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas VI di MIN 2 Bandar Lampung (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Cahyani, S. D., Khoiri, N., & Setianingsih, E. S. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa. Mimbar PGSD Undiksha, 7(2).

Fuadi, R., Johar, R., & Munzir, S. (2016). Peningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis melalui pendekatan kontekstual. Jurnal Didaktik

Matematika, 3(1), 47-54.

Herlawan, H., & Hadija, H. (2017). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII melalui penerapan model pembelajaran creative problem solving (CPS) berbasis kontekstual. JP3M (Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika), 3(1), 33-38.

Inayah, S. (2018). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Representasi

Multipel Matematis dengan Menggunakan Model Pembelajaran

Kuantum. Kalamatika: Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 1-16.

Isrok'atun, I. A. (2012). Creative Problem Solving (CPS) Matematis. Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa, 1-12.

Putra, H. D., Thahiram, N. F., Ganiati, M., & Nuryana, D. (2018). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP pada Materi Bangun Ruang. JIPM (Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika), 6(2), 82-90.

Restina, H., Zubainur, C. M., & Yusrizal, Y. (2019). Penggunaan Model Creative Problem Solving (CPS) untuk Meningkatkan Kemampuan Matematis Siswa. Jurnal Eksakta Pendidikan (JEP), 3(2), 126-132.

Sopian, Y. A., & Afriansyah, E. A. (2017). Kemampuan Proses Pemecahan Masalah Matematis Siswa melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving dan Resource Based Learning. Jurnal Elemen, 3(1), 97-107.

(9)

PROSIDING ISBN: 978-623-94501-0-6

Sumartono, S., & Yustari, E. (2014). Penerapan Model Creative Problem Solving (CPS) dalam Pembelajaran Matematika di Kelas VIII SMP. EDU-MAT: Jurnal Pendidikan Matematika, 2(2).

Turmuzi, M., Sripatmi, S., Azmi, S., & Hikmah, N. (2018). Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa Pendidikan Matematika. Jurnal Pijar Mipa, 13(1), 45-50.

Utami, F., Ainy, C., & Mursyidah, H. (2019). Efektivitas penerapan model pembelajaran creative problem solving (cps) terhadap hasil belajar siswa pada materi luas

permukaan bangun ruang sisi datar. Jurnal Math Educator Nusantara:

Wahana Publikasi Karya Tulis Ilmiah Di Bidang Pendidikan Matematika, 5(01), 01-13.

Yarmayani, A. (2016). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Kota Jambi. Jurnal ilmiah dikdaya, 6(2), 12-19.

Gambar

Tabel 1. Presentasi Jawaban Siswa Pada Soal Pemecahan Masalah
Tabel 2. Hasil Tes Evaluasi Pembelajaran Creative Problem Solving  No  Siklus  Banyaknya siswa yang

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi jarak dalam ruang dimensi tiga dengan menggunakan

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Mengorganisir aktivitas peserta didik. Mengoptimalkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Data tentang kemampuan pemecahan masalah matematis pada peserta didik kelas eksperimen dan kelas control diperoleh setelah melaksanakan proses pembelajaran pada mata

signifikan antara kemampuan pemecahan masalah dengan komunikasi matematis peserta didik untuk level kemampuan tinggi, sedang, dan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Aspek Penilaian Skor Nilai 0 1 2 3 4 Mengidentifi- kasi unsur- unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang

Langkah Penyelesaian Masalah Berdasarkan Langkah Polya Langkah-Langkah Pemecahan Masalah Polya Indikator Pemecahan Masalah Memahami Masalah Peserta didik mampu

Indikator Pemecahan Masalah Aspek Indikator Deskripsi Memahami dan mengidetifikasi masalah Mengidentifikasi komponen permasalahan Bagaimana kemampuan peserta didik

Berdasarkan pada fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi Matematis, Peserta Didik Melalui