9
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Di dalamnya memuat Kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril, berisi bimbingan dan petunjuk bagi umat manusia dalam segala bidang kehidupan, baik untuk perorangan, bermasyarakat dan bernegara. Untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan di akhirat. Dalam memberikan petunjuk untuk menyelesaikan suatu persoalan, tidak hanya dicukupkan pada satu ayat atau satu surat, akan tetapi dipancarkan dalam beberapa ayat yang berlainan pula suratnya.
Perlu diketahui sumber ajaran Islam itu ada dua yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Karena sumber ajaran Islam yang asli ditulis dalam bahasa Arab, maka sejak dini perlu diajarkan cara membaca huruf Arab dengan baik. Oleh karena itu anak sangat perlu diberi pelajaran untuk memahami bahasa Arab, baik secara lisan maupun secara tulisan. Jadi untuk mampu membaca Al-Qur’an bukan hanya sekedar membaca, akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Membaca merupakan syarat terpenting untuk mengetahui isi Al-Qur’an.
A. Kemampuan Membaca Al-Qur’an 1. Pengertian Membaca Al-Qur’an
Berikut ini akan diuraikan pengertian membaca yang dikemukakan oleh beberapa tokoh yang bertujuan untuk lebih memperjelas maksud dari penguasaan materi, diantaranya yaitu:
a. W. J. S. Poerwadarminta
Membaca adalah “melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis”.1
b. Lukman Saksono
Membaca adalah “aktivitas otak dan mata”.2 Mata digunakan untuk menangkap tanda-tanda bacaan, sehingga apa bila lisan mengucapkan tidak akan salah. Sedangkan otak digunakan untuk memahami pesan yang dibawa oleh mata, kemudian memerintahkan kepada organ tubuh lainnya untuk melakukan sesuatu. Jadi cara kerja diantara keduanya sangat sistematis dan saling kesinambungan. 3 c. Ralph Taylor
“To take the meaning of written or printed words through the
eye and the mind”.4
Artinya : mengambil maksud atas tulisan atau kata yang tercetak dengan menggunakan mata dan pikiran.
Dari pengertian di atas, yang dimaksud dengan membaca dalam pembahasan ini adalah melisankan tulisan yang tertulis.
Selanjutnya pengertian Al-Qur’an menurut beberapa tokoh, diantaranya:
a. M. Hasbi Ash Shiddieqy
Al-Qur’an menurut bahasa ialah bacaan atau yang dibaca. Sedangkan menurut istilah ialah “Nama bagi Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw yang ditulis dalam mushaf”.5
b. Kaelany HD
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw dengan bahasa dan tulisan Arab.6
Sedangkan menurut penulis sendiri bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw melalui pelantara malaikat Jibril dengan menggunakan bahasa Arab sebagai
2 Lukman Saksono, Mengungkap Misteri Lailatul Qadar (Dimensi Keilmuan Di Balik Mushaf Utsmani, Malam Seribu Bulan Purnama), (tk.p.: Grafihatama Jaya, 1992), hlm. 51
3 Ibid.
4 C. Ralph Taylor, et. al., Webster’s World University Dictionary, (Washington, D. C.:
Publishers Company, INC., 1996), hlm. 814
5 T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 1-2
6 Kaelany HD, Petunjuk Praktis Belajar Membaca Al-Qur’an, (Jakarta: Mutiara Sumber
mukjizat atas kenabiannya yang disampaikan kepada umatnya dan membacanya adalah ibadah.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan membaca Al-Qur’an adalah melihat tulisan kitab suci Al-Qur’an dengan cara melisankan.
2. Dasar Membaca Al-Qur’an
Dasar utama umat Islam untuk membaca Al-Qur’an yaitu Kitab Allah dan Hadits Rasulullah. Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang memerintahkan umat Islam untuk membacanya diantaranya :
ﻪَﻌْﻤَﺟ ﺎَﻨْﻴَﻠَﻋ ﱠنِا
‘ﻪَﻧأْﺮُﻗَو
‘.
َ
ذِﺎﻓ
َ
ا
َ
ﺮﻗ
َ
أ
ْ
َ
ُﻪﻧ
َ
ْﻊﺒﱠﺗﺎﻓ
ُ
ﻪَﻧأْﺮﻗ
‘)
ﺔﻣﺎﻴﻘﻟا
:
17
-18
(
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”. (Q.S. Al-Qiyâmah: 17-18)7 Sedangkan Hadits
ا ْﻦَﻋ
َِ
ﱢﻲﺒِﱠﻨﻟ ﻦَِﻋ ْيﺮَِﻌْﺷ َﻷا ﻰَﺳْﻮُﻣ ْﻲﺑ
ِﻪْﻴَﻠَﻋ ﷲاﻰﱠﻠَﺻ
َلﺎﻗ ﻢﱠﻠَﺳَو
:
"
ُاَﺮْﻘَﻳ ْيِﺬﻟﱠا ُﻞﺜَﻣ
ِﺔﱠﺟُﺮْﺗُ ﻷْﺎَآ َناْﺮُﻘﻟاْ
،
ٌﺐﱢﻴﻃَ ﺎﻬُﻤْﻌﻃَ
ٌﺐﱢﻴﻃَ ﺎﻬُﺤﻳرِ َو
،
َناْﺮُﻘﻟْا ُاَﺮْﻘَﻳ ﻻ ْيِﺬﻟﱠاَو
ٌﺐﱢﻴﻃَ ﺎﻬُﻤْﻌﻃَ ِةَﺮْﻤﱠﺘﻟﺎَآ
ﺎﻬﻟَ َﺢْﻳرِ ﻻَوَ
) " ...
ﻩاور
يرﺎﺨﺒﻟا
(
8Dari Abi Musa Al-Asy΄ari dari Nabi Muhammad Saw bersabda: “Perumpamaan orang yang mau membaca Al-Qur’an seperti buah limau (jeruk), rasanya manis dan baunya harum, perumpamaan orang yang tidak mau membaca Al-Qur’an seperti kurma rasanya manis dan tidak berbau …”. (H. R. Bukhari)
7 Soenarjo, et. al, op.cit., hlm. 999
8 Imam Abi Abdullah Muhammad, Shahih Bukhari, Juz 5, (Bairut: Darul Kutub
Berdasarkan hadits di atas sangat jelas bahwa sebaik-baik orang Islam yaitu yang mau membaca Al- Qur’an. Oleh karena itu Allah Swt memberikan pahala yang besar.
Dari dasar membaca Al-Qur’an yang telah tertulis di atas dapat disimpulkan bahwa Allah yang bertanggung jawab atas Al-Qur’an dan memberikan berupa ilmu kepada manusia. Salah satunya yaitu membaca Al-Qur’an. Telah diketahui pula bahwa Allah yang telah mewahyukan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad Saw melalui malaikat Jibril yang sebelumnya telah diberi pengetahuan membaca untuk diajarkan kepada nabi Muhammad Saw. Yang pada akhirnya disampaikan kepada umatnya sesuai dengan apa yang telah Beliau dapatkan.
3. Tujuan Membaca Al-Qur’an
Kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw itu merupakan rahmat bagi seluruh alam. Satu-satunya mu’jizat yang kekal sepanjang masa. Kitab suci Al-Qur’an juga merupakan kitab suci yang terakhir yang diturunkan Allah. Isinya mencakup seluruh pokok syari’at yang ada pada kitab-kaitab sebelumnya. Karena itu, setiap orang yang membaca Al-Qur’an dengan hati khusu‘ dan mengaharapkan ri
. d o dari Allah Swt, niscaya bertambahlah keimanan dan kecintaannya. Selain itu pula didalamnya berisi kandungan wahyu ilahi yang manjadi petunjuk bagi siapa saja yang mengimani dan mengamalkannya.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al-Baqarah Ayat 2 yang berbunyi:
َﻦْﻴِﻘﱠﺘُﻤْﻠﱢﻟىَﺪُه ِﻪْﻴﻓِ َﺐْﻳَر َﻻ ُب ﺎَﺘِﻜﻟْا َﻚﻟِ ذ
)
ﻩﺮﻘﺒﻟا
:
2
(
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” (Q. S. Al-Baqarah: 2) 9
Ayat di atas mengungkapkan tujuan yang dicapai seseorang ketika membaca Al-Qur’an yaitu sebagai petunjuk bagi orang-orang yang
bertaqwa. Artinya orang Islam yang mengaku dirinya beriman, dalam menjalankan hidup agar senantiasa menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
Semua tahu bahwa Al-Qur’an menggunakan bahasa dan tulisan Arab. Sehingga untuk dapat mengetahui Al-Qur’an harus melalui langkah awal yaitu membaca. Agar pandai membaca Al-Qur’an, langkah pertama yang perlu kita kenal adalah huruf hijaiyah (ejaan Arab) yang berjumlah 29 huruf.10 Dengan mengenal huruf hijaiyah, maka tujuan yang diharapkan oleh pembaca bisa tercapai.
4. Kemampuan Membaca Al-Qur’an
Sebelum membaca Al-Qur’an harus dipelajari terlebih dahulu huruf Arab, yang dinamai dengan huruf Al-Qur’an/huruf hijâiyah.
Proses belajar tergantung pada kemampuan membaca. Orang yang dapat membaca dengan baik, biasanya dapat belajar dengan baik pula dan sebaliknya. Begitupun dengan belajar Al-Qur’an tergantung pada kemampuan membacanya. Orang yang mampu membaca dengan baik, maksudnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan membaca Al-Qur’an, biasanya dapat belajar dengan baik pula.
Sesungguhnya membaca huruf Al-Qur’an amat penting bagi anak-anak kaum Muslimin. Orang-orang Islam harus pandai membaca Al-Qur’an, sebab itu mereka harus mempelajari huruf Al-Qur’an.
Yang dimaksud dengan proses membaca tidak hanya melihat huruf-huruf, kata, kalimat, dan paragraph, akan tetapi merupakan fungsi atau pekerjaan yang komplek dan menyangkut berbagai segi organ manusia.
Kemampuan membaca tidak berkembang begitu saja, melainkan tergantung pada sejauh mana memberi rangsangan pada anak.
Selain itu, kesiapan anak untuk membaca tergantung pula pada sejauh mana kematangan syaraf-syaraf otaknya. Untuk membaca, diperlukan kemampuan mengamati perbedaan bentuk dengan teliti. Selain
itu, juga diperlukan kemampuan mengingat huruf yang sudah dikenal, kemampuan merangkai kata-kata.
Kemampuan membaca Al-Qur’an anak harus diajarkan sejak dini, yakni pada saat umur mereka masih usia sekolah rendah atau bahkan masa taman kanak-kanak. Karena lidah anak di bawah umur masih lunak dan relatif lebih mudah membimbing mereka dalam mengucapkan makhraj yang pas dan benar.11 Yang perlu dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang menambah minat untuk membaca.
Untuk mengetahui kapan anak siap membaca, anda perlu melihat perkembangan bahasa dan kemampuan verbalnya. Mungkin ia sudah banyak memiliki perbendaharaan kata. Ia sudah mampu mengucapkan beberapa huruf dengan benar, supaya ia bisa mengeja dengan baik dan mengenal perbedaan huruf.
Orang yang membaca Al-Qur’an dan pandai membacanya akan mendapatkan pahala yang besar serta bersama para malaikat yang mulia. Dan yang membaca Al-Qur’an dengan mengeja dan ia membacanya dengan kesulitan akan mendapatkan dua pahala dari Allah Swt.12
Ia mendapatka dua pahala, karena diberikan pahala dengan membacanya dan mendapatkan pahala dengan kesulitan yang ia rasakan dalam membaca yang menunjukkan kesungguhannya untuk membaca Al-Qur’an dan kekuatan semangatnya, meskipun sulit ia rasakan. Berapa banyak individu Muslim yang berat lidahnya dalam membaca Al-Qur’an, namun ia terus berusaha untuk membaca dan membacanya lagi sehingga lidahnya menjadi ringan. Sedangkan bagi orang yang pandai membaca Al-Qur’an, mereka akan mendapatkan pahala yang besar dan diibaratkan bersama dengan para malaikat.
Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang membaca Al-Qur’an baik pandai ataupun kesulitan dalam membaca Al-Al-Qur’an, hanya
11 Ibid.
12 Yusuf Qardhawi, “Kaifa Nata´amalu Ma´a Al-Qur’ani Al-Azhim”, dalam bukunya
Abdul Hayyie Al-Kattani, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cet. 1, hlm. 226
mengharapkan pahala dari Allah semata, bukan karena ingin mendapatkan pujian dari orang lain pada saat datangnya hari kiamat Al-Qur’an akan menjadi pembela bagi orang-orang yang membaca, memahami dan mentaatinya.13
Al-Qur’an diturunkan dalam bentuk bahasa Arab, tetapi tidak semua umat Islam dapat membacanya dengan baik dan benar. Untuk dapat membaca Al-Qur’an, langkah pertama yang perlu dilakukan yaitu mengenal huruf Arab (huruf hijaiyah) yang berjumlah 29 huruf. Hal tersebut dilakukan untuk dapat menganalnya secara benar baik tulisan, makhraj (tempat keluarnya huruf), lafa
.
z (pengucapan).
Membaca Al-Qur’an yang paling utama yaitu apabila dibaca dengan tartil, tepat dan benar. Nabi merupakan contoh yang paling baik, Beliau selalu membaca Al-Qur’an dengan jelas bacaannya (tartil) dan fasih lisannya, gaya lagunya senantiasa serasi dengan uslubnya yang indah dan memikat hati.14
Untuk mampu membaca Al-Qur’an secara baik dan benar, maka lahirlah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah bahasa Arab, diantaranya ilmu Tajwid dan ilmu Garibil Qur’an.15
Membaca Al-Qur’an dengan suara keras/jahr lebih utama dari pada pelan. Asalkan tidak mengganggu orang yang ada di sekitarnya. Seperti orang yang sedang shalat, tidur dan lain sebagainya.16 Di samping itu,
membaca dengan keras dapat menghilangkan rasa kantuk, menambah keinginan dan kerajinan, serta dapat membangunkan orang yang lalai terhadap Al-Qur’an.
13 Salim Bahreisj, Tarjamah Riyadlusshalihin, (Bandung: Al-Ma´arif, 1977), hlm.
122-123
14 Imam Nawawi, Sayyid Alwi Maliki, “Azkār (Syarfu Ummah Al-Muhammadiyah), dalam bukunya Amirul Hasan Al-Madury, Ahmad Taufiq Husni, Adab Membaca Al-Qur’an Menurut Ulama Salaf, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1994), Cet. 1, hlm. 13
15 M. Ali Hasan, Studi Islam Al-Qur’an dan As-Sunnah), Ed. 1, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada , 2000), Cet. 1, hlm. 132-133
Jadi berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca Al-Qur’an yaitu kesanggupan seseorang untuk bisa membaca Al-Qur’an sesuai dengan tajwid, garib, makharijul Huruf, serta yang paling utama adalah membaca secara tartil dan jahr.
Di bawah ini penulis akan menguraikan tentang tajwid, garib, makharijul huruf, tartil, dan jahr, sebagai berikut:
a. TAJWID
Menurut Khurshid Ahmad dan Zafar Ishaq Ansari “Tajwid” the
verbal noun from Jawwada”.
Artinya Tajwid merupakan kata kerja, yang berasal dari kata
jawwada (untuk membuat sesuatu lebih baik).17 Maksudnya dengan
menggunakan tajwid maka membaca Al-Qur’an akan lebih baik. Tajwid adalah “ilmu yang mempelajari tentang cara membaca Al-Qur’an, tempat memulai dan memberhentiannya dan lain-lain yang berhubungan”.18 Dengan menguasai ilmu tajwid diharapkan seorang anak mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar.
1) Hukum bacaan Nun Mati/Tanwin a)
رﺎﻬﻇا
رﺎﻬﻇا
adalah apabila ada nun mati/tanwin huruf sesudahnya dibaca jelas, tidak berdengung. Yang termasuk huruf i.
z har yaitu
ﻩ غ ع خ ح أ
. Contohَﻦَﻣا ْﻦَﻣ
. b)مﺎﻏدا
dibagi menjadi dua yaitu:- ﺔﻨﻏﻼﺑ
ﺔﻨﻏﻼﺑ مﺎﻏدا
adalah apabila da nun mati/tanwin bertemu dengan huruf hijâiyah yaituل
danر
dibaca tanpa dengung. Contohَﻚْﻧُﺪَﻟ ْﻦِﻣ
.
َﻦْﻴِﻘﱠﺘُﻤْﻠّﻟَِﺪُه
- ﺔﻨﻐﺑ
17 Khurshid Ahmad, et. al., Islamic Perspectives Studies In Honour Of Mawlana Sayyid Abdul A’la Mawdudi, (Jeddah: The Islamic Foundation, 1979), hlm. 107
ﺔﻨﻐﺑ مﺎﻏدا
adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan huruf hijâiyah yaituي و م ن
dibaca dengan dengung selama 2 harakat. Contohَﺮﺒِْﺼَﻧ ْﻦَﻟ
.
ْﻢُﻜَﻟَ ْﺮِﻔْﻐ
َﻧ
ﺔﱠﻄِﺣ
ٌ
c) بﻼﻗا
بﻼﻗا
adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemuب
suaranya berubah menjadi ْم dengan dengung selama 2 harakat. Contohِﺪْﻌَﺑ ْﻦﻣِ
.
اَﺮْﻴِﺼَﺑ ﺎًﻌْﻴِﻤَﺳ
d) ﺄﻔﺧا
ﺄﻔﺧا
adalah apabila ada nun mati/tanwin dibaca samar-samar jika bertemu dengan 15 huruf Ikhfa`, dengan dengung selama 2 harakat. Ikhfa` ada tiga tingkatan, antara lain:− Ikhfa`
ﻰﻠﻋا
/
بﺮﻗا
adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu denganت د
danط
. Contoh ُﺮﻬْﻧ َﻻْاﺎَﻬِﺘْﺤَﺗ ْﻦﻣِ ْيﺮِْﺠَﺗ ﺖّﻨَﺟ.... − Ikhfa`ﻂ
ﺳوا
adalah apabila ada nun mati/tanwin jika bertemu dengan salah satu dari 10 huruf ikhfa`, yaituس س ز ذ ج ث
ف ظ ط ض ص
. Contohمﺎَﻘِﺘْﻧاُذ
ٍ
ﺰْﻳﺰَِﻋ ُﷲاَو
ٌ
...
− Ikhfa’
ﻰﻧدا
/
ﺪﻌﺑا
adalah apabila ada nun mati/tanwin bertemu dengan huruf ikhfa` yaituك
atauق
cara pengucapannya menjadi “ng”. Contohاًﺮْﻴﺒَِآ ﺎﻴﻠَِﻋ
192) Bacaan panjang (
ﺪﻣ
)Mad yaitu apa bila ada huruf
ي ا و
yang disusun terletak sesudah fathah, ammahd. atau kasrah, maka huruf-huruf tersebut harus disuarakan panjang.20
Ada dua jenis bacaan Mad, antara lain:
19 As’ad humam, Cara Cepat Belajar Tajwid Praktis, (Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ
Nasional, 2002), hlm. 7-14
a)
ﻰﻌﻴﺒﻃ
/
ﻲﻠﺻاﺪﻣ
adalah bacaan mad yang panjangnya 1 alif atau 2 harakat.Contoh:
اْﻮُﻧﺎَآَو اْﻮُﻨَﻣا َﻦْﻳِﺬﱠﻟَا
b)
ﻰﻋﺮﻓ ﺪﻣ
adalah semua bacaan mad (panjang) yang selain Mad abit
. ‘i dan jumlahnya ada 14 macam,
21 yaitu:
−
لﺪﺒﻟاﺪﻤﻟا
adalah mad yang menggantikan hamzah. Panjang bacaannya 2 harakat.Seperti:
ﻰِﺗْوُا ٌنﺎَﻤْﻳِاْﻮُﻨَﻣا
−
ضﻮﻌﻟاﺪﻤﻟا
adalah jika ada (–) di akhir kata yang diwaqafkan. Panjang bacaannya 2 harakat.Seperti:
اًرﻮﻔﻏ
dibacaاَرﻮﻔﻏ
−ةﺮ
ﻴﺼﻘﻟا ﺔﻠﺼﻟاﺪﻤﻟا
adalah ha`.
d amir (kata ganti) seperti
ﻩ
, yang diapit oleh harakat fathah, kasrah, atau ammahd. dan
tidak bertemu dengan hamzah )( . Panjang bacaannya 2
ء
harakat.Seperti:
ﻪَﻟ
‘ِتاَﻮﻤﱠﺴﻟاﻰِﻓﺎَﻣ
−
ﻒ
ﻔﺨﻤﻟاﻰﻓﺮﺤﻟا مزﻼﻟاﺪﻤﻟا
adalah huruf-huruf yang ada di permulaan surat Al-Qur’an yang terkumpul dalamَِﺮُﻬﻃَ
ّﻰَﺣ
ٌ
.
Panjang bacaannya 2 harakat. Seperti:
ﻢﺣ ،ﻪﻃ ،ﺲﻳ
−
ﻦﻴﻠﻟﻰﻓﺮﺤﻟاﺪﻤﻟا
adalah apabila ada huruf yang difathah dengan wawu mati )( atau ya mati )و
( diwaqafkan. Panjangي
bacaannya 2/4/6 harakat. Seperti:ُفْﻮَﺨْﻟَا ،ُﻒْﻴﱠﺼﻟَا
−
ﻞﺼﺘﻤﻟا ﺐﺟاﻮﻟاﺪﻤﻟا
adalah wajib bersambung, yakni apabila ada huruf mad bertemu dengan hamzah pada lain kata. Panjang bacaannya 4-5 harakat.21 As’ad Humam, op.cit., hlm. 40
Seperti:
َءْﻮُﺳ ،ُ ﺄَﻔَﻨُﺣ ، َﺊِﺟَو
−
ﻞﺼﻔ
ﻨﻤﻟا ﺰﺋﺎﺠﻟاﺪﻤﻟا
adalah apabila ada huruf mad bertemu dengan hamzah pada lain kata. Panjang bacaannya 2/4/5 harakat.Seperti:
ْﻢُﻜَﺴُﻔْﻧَااْﻮﻗ
ُ
−
ﺔﻠﻳﻮﻄﻟا ﺔﻠﺼﻟاﺪﻤﻟا
adalah ha` .d ammah yang diapit dua harakat dan menghadapi hamzah. Panjang bacaannya 4-5 harakat.
Seperti:
ٌﺪَﺣَا ُﻩاَﺮَﻳ ْﻢﱠﻟ ْنَا
−
ﻒﻔﺨﻤﻟاﻰﻤﻠﻜﻟا مزﻼﻟاﺪﻤﻟا
adalah bertemunya huruf mad dengan huruf bersukun dalam dua kata. Panjang bacaannya 2 harakat.Seperti:
َنْﻮُﻠِﺠْﻌَﺘْﺴَﺗ ﻪﺑِ ْﻢُﺘْﻨُآ ْﺪﻗَوَ َﻦﺌْﻟَا
−
ﻞﻘﺜﻤﻟاﻰﻤﻠﻜﻟا مزﻼﻟاﺪﻤﻟا
adalah bertemunya huruf mad dengan huruf bertasydid dalam satu kata. Panjang bacaannya 6 harakat.Seperti:
َنْﻮَﻗﺎَﺸُﺗ
−
ﻞﻘﺜﻤﻟاﻰﻓﺮﺤﻟا مزﻼﻟاﺪﻤﻟا
adalah mad dari huruf potong pada pembukaan surat (fawâtihu As-suwâr) yang pembacaannya dengan sama hurufnya diiz gamkan. Panjang bacaannya 6 . harakat. Seperti:ﻢﻟا
−
ﻰﻗﺮﻔﻟاﺪﻤﻟا
adalah apabila ada hamzah diistifham )( bertemuأ
dengan hamzahل ا
menjadi huruf panjang yaitu 3 alif (6 harakat).Seperti:
ِﻦْﻳَﺮَآﱠﺬﻟاَء ْﻞُﻗ
−
ﻦﻴﻜﻤﺘﻟاﺪﻤﻟا
adalahو
bertemuو , ي
...
bertemuي
...
panjang bacaannya 2 harakat.Seperti:
َﻢْﻴِﺘَﻴﻟْا ﱡعُﺪَﻳ َﻦْﻳ ِﺬﱠﻟَا
−
نﻮﻜﺴﻠﻟ ضرﺎﻌﻟاﺪﻤﻟا
adalah mad .t abi‘i yang diikuti huruf yang dimatikan karena dibaca waqaf. Panjang bacaannya 2/4/6 harakat.
Seperti:
ﻢ
ْﻴِﺣﱠﺮﻟَا
...
223) Hukum Bacaan Mim Mati, diantaranya
ﻦﻴﻠﺛ ﺎﻤﺘﻣ مﺎﻏذا
adalah mim mati bertemu hurufم, يﻮﻔﺷ ﺄﻔﺧا
adalah mim mati bertemu hurufب
, danيﻮﻔﺷرﺎﻬﻇا
adalah mim mati bertemu dengan huruf selainم
danب
.23b. GARIB
Garibil Qur’an adalah “ilmu yang mempelajari tentang makna
kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari, ilmu ini juga menerangkan kata-kata yang pelik, halus dan tinggi”.24
1)
ﺔﻟﺎﻣا
adalah bacaan antara fathah dan kasrah seperti suara E kata sate. Contoh lafazﺎَه
اﺮْﺠَﻣ
,
ر
2)
مﺎﻤﺷإ
adalah sementara mendengungkanﱠﻦَﻣ
nun tasydiyd, bibir dihimpun maju dan ditahan satu harakat. Contoh lafa.
z ﺎﱠﻨَﻣْﺄَﺗ َﻻ , ﱠﻦَﻣ 3)
ﻞﻘﻧ
, contohَﻢْﺴِﻟ َﺲْﺌِﺑ ─ ُﻢْﺳِﻻْا َﺲْﺌِﺑ
4)
ﻞﻴﻬﺴ
ﺗ
adalah huruf alif sesudah hamzah diganti dengan hamzah yang berharakat fathah pula dan membacanya dengan suara tanpa hamzah dengan alif tanpa mad. Contoh lafazhٌ
ّﻲِﻤَﺠْﻋَاَء
,
َا َء
5)
ﺔﺘﻜﺳ
adalah berhenti selam dua harakat dan tidak bernafas. Contoh ِﻋ
ﺎًﺟَﻮ
dibacaﺎَﺟَﻮﻋ
ِ25c. MAKHARIJUL HURUF
(
فوﺮﺤﻟا جرﺎﺨﻣ
)
22 M. Misbachul Munir, op.cit., hlm. 166-169 23 As’ad Humam, op.cit., hlm. 15
24 M. Ali Hasan, op.cit., hlm. 133 25 As’ad Humam, op.cit., hlm. 24-26
Saat membaca Al-Qur’an huruf hijâ’iyah mempunyai letak yang berbeda-beda ketika pengucapan, ini disebut dengan
فوﺮﺤﻟا جرﺎﺨﻣ
atau tempat keluarnya huruf. Hal ini digunakan untuk membaca Al-Qur’an secara tartil dan fasih dan untuk membedakan antara huruf yang satu dengan huruf yang lainnya.Diantara Makharijul Huruf antara lain: 1) Al-Halq )(
ﻖﻠﺤﻟا
= tenggorokana) Di dalam/pangkal =
ﻩ
,
أ
b) Di tengah =ح
ع
,
c) Di luar/ujung =غ
,
خ
2) Al- Lisan (نﺎﺴﻠﻟا
) = lidaha) Lidah bagian pangkal dengan langit-langit =
ق
b) Lidah hampir pangkal dengan langit-langit =ك
c) Lidah bagian tengah dengan langit-langit =ج
,
ش
,
ي
d) Tepi lidah kanan dan atau kiri dengan gerakan atas memanjang dari pangkal sampai ke depan, yakni sampai pada Makhraj
Lam )( … =
ل
ض
e) Tepi lidah kanan dan kiri setelah makhraj dlod (
ض
) sampai ujung lidah dengan gusi atas =ل
f) Ujung lidah dengan gusi atas, yakni depan makhraj lam (
ل
) =... ن
g) Ujung lidah dengan gusi atas, dekat makhraj nun (
ن
) …=ل
h) Punggung kepala lidah dengan pangkal dua buah gigi seri atas... =
ط د ت
i) Ujung lidah dengan pangkal gigi seri atas ... =
ص س ز
j) Ujung lidah dengan ujung dua buah gigi atas ...=ظ ذ ث
3) Asy-Syafatain (ﻦﻴﺘﻔﺸﻟا
) = bibira) Perut bibir bawah dengan ujung dua buah gigi muka atas…=
ف
b)
Bibir atas dan bawah dengan rapat…=م ب
c) Bibir atas dan bawah dengan sedikit renggang =و
4) Al-Jauf (فﻮﺠﻟا
) = rongga mulutTempat keluarnya tiga huruf mad, yaitu: a) Alif, yang sebelumnya berharakat fathah b) Ya’ sukun, yang sebelumnya berharakat kasrah c) Wawu sukun, yang sebelumnya berharakat
.
d ammah 5) Al-Khaisyûm ( مﻮﺸﻴﺨﻟا ) = pangkal hidung
a) Nun sukun atau tanwin, ketika: diiz gam bigunnahkan, . diikhfa’kan, diiqlabkan
b) Mim sukun yang diiz gamkan pada Mim (.
م
) dan diikhfa’kan pada Ba’ (ب
)26d. TARTIL
Membaca Al-Qur’an tidak sama dengan membaca bahan bacaan lainnya, karena ia adalah Kalam Allah. Allah Swt berfirman:
...
ًﻼْﻴِﺗْﺮَﺗ َناْﺮُﻘﻟْا ِﻞِّﺗَرَو
)
ﻞﻣﺰﻤﻟا
:
9
(
“Dan bacalah Al-Qur’an itu dengan berlahan-lahan”. (Al-Muzammil: 9)27
Tartil melibatkan pengetahuan di mana untuk berhenti membaca
dan mengoreksi pengucapan kata-kata. Al-Ghazali dan Suyuti menyatakan tartil itu sangat membantu untuk pikiran dan meditasi.28
Oleh karena itu membacanya mempunyai etika zhahir dan batin. Diantara etika-etika zhahir adalah membacanya dengan tartil. Tartil
adalah “membaguskan bacaan huruf-huruf Al-Qur’an dengan terang,
26 Ibid., hlm 59-60
27 Soenarjo, op.cit., hlm. 988
teratur dan tidak terburu-buru serta mengenal tempat-tempat waqaf sesuai aturan-aturan tajwid”.29
e. JAHR
Jahr adalah suara yang keras, terang.30 Maksudnya ketika
membaca Al-Qur’an sebaiknya dengan suara yang keras, bukan berarti teriak-teriak tetapi dapat didengar oleh orang lain. Karena baik yang membaca atau yang mendengar sama-sama mendapatkan pahala.
Menurut Abi Daud Tirmizhi dan An-Nasa‘i orang yang membaca Al-Qur’an dengan suara yang keras adalah seperti orang yang memberikan sedekah dengan terang-terangan, sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an dengan berlahan-lahan seperti orang yang memberikan sedekah dengan merahasiakannya.31
Membaca Al-Qur’an dengan suara yang keras dapat membangunkan hati pembacanya, memfokuskan hatinya untuk berfikir, memusatkan pandangannya kepadanya, serta dapat menghilangkan kantuk, dan menambah semangat. Membaca Al-Qur’an dengan suara yang keras harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, sehingga tidak mengganggu orang lain.
Membaca Al-Qur’an bukan hanya sekedar membaca akan tetapi harus mengikuti adab membaca Al-Qur’an, antara lain:
a. Sebelum membaca hendaknya membersihkan mulutnya dengan siwak.
b. Orang yang membaca Al-Qur’an itu harus Khusu‘, Tadabbur, Khudluk
(sopan).
c. Membaca Al-Qur’an dengan melihat mushâf itu lebih baik dari pada
hafalan.
d. Membuat merdu suara, asal tidak keluar dari Al-Qur’an (panjang dan pendek).32
e. Disunahkan sebelum membaca berwudlu.
29 As’ad Humam, op.cit., hlm. 4 30 Mahmud Yunus, op.cit., hlm. 93 31 Abdul Hayyie Al-Kattani, op.cit., hlm. 2
f. Disunahkan di tempat yang bersih.
g. Sebelum membaca disunahkan membaca ta’awudz. h. Disunahkan membaca Al-Qur’an dengan tartil.33
Ada beberapa langkah yang bisa diikuti guna meningkatkan kemampuan membaca, diantaranya yaitu:
1) Telitilah kesehatan mata.
2) Membaca dengan sungguh-sungguh (berkonsentrasi). 3) Ulangilah dalam batin bahan yang telah dibaca. 4) Menambah waktu membaca.34
Dari langkah-langkah di atas penulis akan menguraikan satu persatu: 1) Telitilah kesehatan mata
Mata adalah panca indera yang sangat fital. Untuk dapat membaca Al-Qur’an secara baik dan benar dibutuhkan mata yang sehat. Cara memjaga agar mata tetap sehat yaitu makan-makanan yang mengandung vitamin A, tidur yang cukup, serta biasakan membaca dengan posisi yang baik.
2) Membaca dengan sungguh-sungguh (berkonsentrasi)
Konsentrasi adalah memusatkan perhatian. Untuk dapat konsentrasi dalam membaca Al-Qur’an bisa dilakukan secara tartil atau pelan-pelan.
3) Ulangilah dalam batin bahan yang telah dibaca
Ketika membaca Al-Qur’an maka lisan mengucapkan huruf Arab sedangkan batin mengikuti kata-kata yang lisan ucapkan.
4) Menambah waktu membaca
Waktu adalah suatu hal yang sangat penting dalam hidup. Karena waktu yang mengatur semua kegiatan manusia. Untuk bisa membaca Al-Qur’an dengan benar dan lancar membutuhka waktu yang tidak sedikit, sehingga perlu adanya penambahan waktu.
33 Soenarjo, op.cit., hlm. 125-126
34 Y. B. Sudarmanto, Tuntunan Metodologi Belajar, (Jakarta: Grasindo, 1993), Cet. 2,
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca Al-Qur’an.
Telah dikatakan dalam prinsip belajar bahwa keberhasilan belajar itu dipengaruhi oleh banyak faktor, begitu juga dengan membaca Al-Qur’an. Agar membaca Al-Qur’an mencapai keberhasilan yang maksimal, maka harus dipahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya. Hal itu digunakan untuk mengetahui latar belakang dan penyebab kesulitan yang dihadapi oleh para siswa.35
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca Al-Qur’an dibagi menjadi 2, yaitu:
a. FAKTOR INTERNAL
Faktor ini berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor internal ini terdiri dari dua faktor, yaitu Phisiologis dan Psikologis.36
1) Faktor Phisiologis ( jasmaniah )
Faktor Phisiologis meliputi hal-hal yang berhubungan dengan keadaan fisik individu yang bersangkutan. Keadaan fisik seseorang akan selalu melatar belakangi semua kegiatan sehari-hari. Diantara keadaan fisik yang dapat mempengaruhi membaca antara lain:
a) Kondisi fisik yang normal
Kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sama sekali sejak dalam kandungan sampai lahir tentu sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Contoh seseorang yang sumbing tentu mengganggu keaktifan mambaca dan hal itu juga akan menjadi hambatan yang paling utama. Apalagi membaca Al-Qur’an.
b) Kondisi kesehatan fisik37
35 Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif (Panduan Menemukan Teknik Belajar, Memilih Jurusan dan Menentukan Cita-Cita), (Jakarta: Puspa Swara, 2000), Cet. 1, hlm. 11
36 Sofchah Sulistyowati, Cara Belajar Yang Efektif dan Efisien, (Pekalongan: Cinta Ilmu,
2001), hlm. 39-40
Keadaan fisik yang sehat dan segar (fit) akan mudah
untuk berkonsentrasi. Sebaliknya bila kondisi fisik yang lemah dan sering sakit-sakitan, maka akan mengurangi semangat dalam belajar.38 Terutama dalam membaca Al-Qur’an membutuhkan konsentrasi yang penuh, karena bila ada kekeliruan dalam membaca baik tajwid atau yang lainnya,
maka akan merubah arti dari kata itu sendiri dan pada akhirnya mempengaruhi kalimat. Sehingga kondisi fisik yang baik diperlukan dalam rangka mencapai kemampuan membaca Al-Qur’an. Hal ini dapat terwujud dengan jalan menjaga kesehatan tubuh dengan cara makan dan minum secara teratur, olahraga secukupnya dan istirahat secukupnya.
2) Faktor Psikologis ( Rohaniah )
Faktor psikologis ini berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang dapat mendorong untuk lebih tekun, diantaranya ialah:
a) Dalam diri terdapat sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki segala sesuatu secara lebih luas.
b) Adanya sifat kreatif dan keinginan untuk maju.
c) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan dengan usaha yang lebih bersungguh-sungguh.
d) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang lain. e) Adanya pengakuan diri terhadap sanksi psikologis, seperti
perasaan malu apabila mengalami kemunduran.39
Faktor internal tersebut merupakan faktor yang paling utama karena menyangkut keadaan si pembaca. Jika salah satu faktor terganggu maka mempengaruhi faktor yang lain. Yang berakibat tidak maksimalnya membaca. Untuk menghindari hal-hal yang tidak
38 Sofchah Sulistyowati, op.cit., hlm. 41 39 Ibid., hlm. 39-40
diinginkan maka harus menjaga keadaan diri sebaik-baiknya dan meningkatkan minat membaca.
b. FAKTOR EKSTERNAL
Faktor eksternal berasal dari luar diri individu. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Faktor Sosial
Yang dimaksud faktor sosial adalah “faktor yang berupa keadaan lingkungan di sekitar pelajar, baik lingkungan di dalam rumah maupun di luar rumah”. Misalkan seorang pelajar yang apabila lingkungan keluarga atau masyarakat itu agamis maka anak tersebut akan termotivasi untuk mengikuti hal itu. Begitu pula sebaliknya.
2) Faktor Non Sosial
Yang dimaksud faktor Non Sosial adalah “faktor yang berupa cuaca, sarana atau peralatan belajar dan waktu belajar”. Misalkan faktor cuaca erat kaitannya dengan kebiasaan seseorang dalam melakukan kegiatan. Begitu pula dengan sarana, yang meliputi kamar, meja, lampu penerang, Al-Qur’an dan perlengkapan lain.40 Misal kamar, ketika membaca Al-Qur’an
tempatnya harus benar-benar suci dan nyaman, sehingga dapat berkonsentrasi dengan apa yang dibaca. Begitu halnya dengan meja yang digunakan untuk meletakkan Al-Qr’an. Untuk penerang menggunakan lampu yang terang, sehingga mata dapat melihat dengan jelas dan lisan tidak melakukan kesalahan ketika pengucapan, serta dapat menghindari dari penyakit mata.
Dari semua faktor yang telah diuraikan di atas hanyalah sekedar teori semata, belum tentu semua benar. Akan tetapi faktor-faktor tersebut jangan diabaikan begitu saja, melainkan harus diperhatikan dengan jalan diatur sedemikian rupa, sehingga dapat membantu jalannya membaca
40 Ibid., hlm. 38
secara maksimal. Karena membaca merupakan langkah awal untuk bisa mengetahui Al-Qur’an.
6. Metode Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Al-Qur’an
Metode secara harfiah “metodik” itu berasal dari kata “metode”
(method) yang berarti suatu cara kerja yang sistematik dan umum, seperti
cara kerja ilmu pengetahuan. Sedangkan metodik (methodentic) sama
artinya dengan metodologi.41
Metode yang digunakan untuk pengajaran membaca Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Metode Abjad / metode Alif- Ba- Ta
Metode Abjad ini dimulai dengan mengajarkan nama-nama huruf, kemudian berangsur-angsur ke kata-kata kemudian ke kalimat. Caranya sebagai berikut:
1) Diajarkan nama-nama huruf yang serupa bentuknya. Seperti:
ز ر ذ د خ ح ج ث ت ب ا dan seterusnya.
2) Diterangkan titik huruf itu, dibawah atau di atas; satu, dua atau tiga, seperti alif tiada bertitik, ba di bawah satu titik, ta di atas dua titik, tsa di atas tiga dan seterusnya.
3) Diajarkan macam-macam baris, seperti:
a) Alif di atas a, di bawah i, di depan u, ba di atas ba, di bawah bi, di depan bu. Dan seterusnya.
b) Alif dua di atas an, dua di bawah in, dua di depan un, ba di atas ban, dua di bawah bin, dua di depan bun dan seterusnya. Kekurangannya metode abjad:
1) Anak-anak merasa sulit mengetahui perbedaan antar huruf-huruf yang sama bentuknya, maka susah membedakan. Contoh: ba )( ب ta )( tsa ت ( jim ث) ( ha )ج) ( dan kha )ح ( dan yang lainnya. Karena خ tak ada perbedaan antara huruf-huruf itu melainkan titik kecil saja.
41 Zakiyah Daradjat, et. al., Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Ed. 1, (Jakarta:
Ketika membaca huruf-huruf tersebut ada yang hampir sama dalam pengucapannya.
2) Anak-anak tiada tiada paham pelajaran yang dibacanya, hanya semata-mata dilagukannya saja dengan tak sadar apa maksudnya. Padahal tujuan membaca adalah paham.
3) Memakai waktu yang lama dan sedikit hasilnya.
4) Tiada menarik hati anak-anak, selain dari pada lagunya. b. Metode Suara
Metode suara ini dimulai dengan mengajarkan huruf. Tetapi huruf itu diajarkan menurut bunyi suaranya., bukan menurut nama hurufnya, seperti metode abjad.
Alif bukan diajarkan namanya: alif melainkan diajarkan bunyi suaranya, yaitu: a =
ا
, i =ا dan u = ا
.Berdasarkan metode ini murid-murid belajar membaca suara huruf, kemudian dari huruf-huruf itu disusun kalimat persis seperti metode abjad juga.
Caranya sebagai berikut:
1) Pergunakan papan tulis dan tulis huruf-huruf yang diajarkan, yaitu huruf-huruf yang berlainan bentuk dan bunyinya. Misal huruf a )(
أ
dan ra )( atau paر
(ف
) dan sebagainya.2) Ambil gambar tumbuh-tumbuhan, hewan atau macam-macam benda atau alat peraga dan huruf permulaan namanya, ialah huruf yang akan diajarkan, misalna untuk mengajarkan a, pohon ara, api, ayam dan sebagainya.
3) Tulis huruf yang akan diajarkan itu di sebelah gambar dengan tulisan yang benar lagi terang.
4) Perlihatkan gambar itu kepada anak-anak dan suruh mereka menyebut namanya.
5) Ulangi memperlihatkan gambar itu serta menyebut namanya, yaitu a.
6) Guru menerangkan, bahwa huruf yang tertulis di sebelah gambar itu ialah a.
7) Tulis huruf itu di papan tulis dengan tulisan besar dan suruh mereka membacanya berganti-ganti.
8) Suruh murid-murid menunjukkan mana yang huruf a )( diantara
أ
huruf-huruf yang lain.9) Setelah murud-murid pandai membaca, suruh mereka menuliskannya di buku tulis.
10) Turut sistem itu untuk mengajarkan huruf lain, seperti da )( , ra
د
)ر
( , pa (
ف
) dan sebagainya.11) Setelah mempelajari huruf, susun huruf-huruf itu menjadi huruf kata-kata dan tulisan di papan tulis. Kemudian suruh murid-murid membacanya, seperti: ara )( , apa
را
(فا
), ada ( .دا
)12) Apabila murid-murid telah menetahui beberapa huruf di atas, hendaknya diajarkan beberapa barisnya, seperti baris di bawah, baris di depan dan tanda mati, begitu juga tanda panjang (alif, wawu, ya).
13) Setelah murid-murid mempelajari beberapa huruf serta pandai menuliskannya.
14) Setelah murid murid mempelajari beberapa kata, harus guru mempergunakan dalam kalimat.
Kekurangan metode suara:
1) Metode suara seperti metode abjad memulai dengan bagian-bagian (huruf-huruf), kata-kata, kemudian kalimat.
2) Metode ini mendidik anak amat lambat, tidak cepat karena mereka mengahadapkan perhatiannya kepada ejaan dan huruf kata-kata, kemudian bagian-bagian kalimat dan membaca kata-kata satu persatu.
3) Metode ini membutuhkan gambar sangat banyak. Hal ini sangat menyulitkan untuk mempraktekkannya.
c. Metode Kata-Kata
Metode ini murid-murid melihat kata-kata yang diucapkan guru dengan terang dan lambat-lambat, sambil menunjuk kepada kata-kata itu, kemudian murid-murid meniru dan mencontohnya. Demikian itu diulang-ulang beberapa kali. Kemudian hendakya disertai dengan gambar, misalnya kata kuda di atasnya atau di sampingnya ada gambar kuda. Dalam hal ini murid-murid melihat gambar dan kata-kata kemudian membacanya. Guru menguraikan kata-kata-kata-kata itu dan mengejanya sehingga tetap rupanya (gambarnya) dalam otak murid-murid.
Caranya sebagai berikut:
1) Pergunakan gambar yang terang dan tulisannya jelas dan bagus. 2) Lafazhnya (ucapannya) diulang-ulang secukupnya, supaya tetap
rupanya dalam otak murid-murid dan dapat mengucapkannya semata-mata melihat kepadanya.
3) Mengulang-ulang sebagian huruf dalam beberapa kata, supaya mudah menguraikan kata-kata kepada huruf-hurufnya.
4) Dengan berangsur-angsur dihilangkan gambarnya, sehingga murid-murid berpindah dari tingkat memperhubungkan antara kata-kata dengan gambar, kepada tingkat membedakan kata-kata dengan semata-mata melihat kepadanya.
Kekurangan metode kata-kata:
1) Diantara kata-kata ada yang serupa tulisanya, tetapi berlainan artinya. Hal ini menyebabkan murid-murid salah mengucapkan kata-kata, sehingga berlainan artinya.
2) Kadang-kadang guru terlambat menguraikan kata-kata kepada huruf-hurufnya, sehingga hilang hal yang sangat penting dalam membaca, yaitu mengetahui huruf.
d. Metode Kalimat
Metode ini kebalikan dari metode lama, yaitu dimulai dengan kalimat, kemudian kata-kata, kemudian huruf.
Caranya sebagai berikut:
1) Guru menyiapkan kalimat-kalimat pendek yang telah dikenal oleh murid-murid.
2) Guru menuliskan kalimat itu di papan tulis, kemudian membaca keseluruhannya.
3) Murid-murid meniru guru dan mengulang-ulang membaca kalimat itu beberapa kali, bersama-sama atau seorang-seorang.
4) Kemudian guru menuliskan kalimat yang lain, setengah kata-katanya sesuai dengan kata-kata kalimat yang pertama. Dan begitu seterusnya, kalimat yang ke tiga dan ke empat.
5) Guru menguraikan kalimat-kalimat kepada kata-kata, kemudian menguraikan kata-kata kepada bagian-bagiannya yaitu huruf. Tiap-tiap kalimat itu harus disertai dengan gambar untuk menerangkannya.
Kekurangan metode kalimat:
1) Guru terus-menerus memberikan kalimat melatih murid-murid membaca dan terlambat menguraikan kalimat kepada kata-kata dan menguraikan kata-kata kepada huruf-huruf. Akibatnya murid tak pandai membaca kata-kata yang baru.
2) Membaca satu kalimat sekaligus, mula-mula belajar, akan tetapi amat sulit bagi setengah anak-anak.
3) Metode ini membutuhkan alat peraga yang amat banyak, kadang-kadang tak sanggup guru atau sekolah menyediakannya.
4) Metode ini membosankan anak-anak. Karena diulang satu kata beberapa kali dalam beberapa pertemuan. Hal ini akan mengurangkan perhatian mereka terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya.42
Berdasarkan penjelasan di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa semua metode dalam mengajarkan membaca
42 Mahmud Yunus, Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Qur’an), (Jakarta:
Qur’an itu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Akan tetapi jika dilihat dari resiko yang ada pada masing-masing metode maka penulis memilih metode kata-kata. Karena metode ini hanya membutuhkan satu gambar untuk satu kata. Metode ini termasuk metode keseluruhan, karena kata-kata adalah keseluruhan yang mempunyai arti, sehingga murid-murid dapat menambah kekayaan bahasa waktu belajar membaca dan juga dapat menolong mereka supaya cepat membaca. Dapat pula dikatakan bahwa metode kata-kata, murid belajar rumus (tanda), lafazh dan artinya sekaligus.
B. Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Kalau dilihat dari segi historis pendidikan madrasah di Indonesia ada dua jenis, yaitu Madrasah Diniyah dan Madrasah Versi SKB Tiga Menteri, yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri.43
1. Pengertian MI
Dalam ensiklopedi dijelaskan Madrasah adalah “tempat proses belajar mengajar ajaran Islam secara formal yang mempunyai kelas (dengan sarana antara lain: meja, bangku dan papan tulis) dan kurikulum secara klasikal”.44
Sedangkan menurut Abdul Ghafir Madrasah adalah “lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % di samping mata pelajaran umum”.45
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan Madrasah Ibtidaiyah adalah lembaga pendidikan Islam yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran utama yang diberikan
43 Abdul Ghafir, et. al., Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo: Ramadhani, 1993),Cet.
1, hlm. 16
44 Hafizh Dasuki., Ensiklopedi Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993),
Cet. 1, hlm. 105
sekurang-kurangnya 30 % dari mata mata pelajaran umum. Madrasah Ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar.
2. Tujuan Pendidikan Madrasah
Tujuan pendidikan di Madrasah adalah “mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
Sejalan dengan tujuan pendidikan yang terdapat dalam UUD 1945, dan undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (USPN), maka dapat dirumuskan Standar Kompetensi lulusan Madrasah Ibtidaiyah (MI), adalah sebagai berikut:
a. Mengenal ajaran Agama Islam dan mewujudkannya dalam berperilaku sehari-hari: terbiasa hidup bersih, bugar, dan sehat; menjalankan hak dan kewajiban diri, berpikir logis, kritis dan kreatif serta peduli terhadap lingkungan.
b. Berkomunikasi melalui berbagai media. c. Menyenangi keindahan.
d. Memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.46
3. Dasar Pengembangan Kurikulum MI
Bagi umat Islam tentunya pendidikan agama yang wajib diikutinya pendidikan Agama Islam. Dalam hal ini pendidikan Agama Islam mempunyai tujuan kurikuler yang merupakan penjabaran dari tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, yaitu pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
46 Firdaus, Pedoman (Integrasi Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills) Dalam Pembelajaran), (Jakarta: Departemen Agama, 2005), hlm. 38-39
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.27
Pembelajaran yang disampaikan di Madrasah merupakan Pembelajaran Berorientasi Kecakapan Hidup, diantaranya:
a. Aqidah Akhlak e. SKI
b. IPA f. IPS dan PPKn
c. Bahasa Indonesia g. Bahasa Arab d. Al-Qur’an Hadits h. Fiqih
Dari pelajaran di atas dapat diketahui bahwa pelajaran Agama lebih dominan dari pada umum.48 Segala ilmu dapat diperoleh mulai dari proses awal yaitu membaca. Apalagi Al-Qur’an, siswa harus dapat membacanya. Dan siswa dikatakan mampu membaca A-Qur’an apabila sudah mengetahui secara benar membacanya, bukan hanya fasih ketika melantunkan, akan tetapi tahu tajwid dan makharijul hurufnya.
C. Sekolah Dasar (SD) 1. Pengertian SD
Sekolah adalah “tempat anak-didik mendapat pelajaran yang diberikan oleh guru, jika mungkin guru yang berijazah”.49 Yang dimaksud
dengan berijazah yaitu seseorang yang telah lulus dari suatu lembaga pendidikan, dan sudah mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup untuk mengajar sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
Sedangkan Sekolah Dasar adalah “lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan sebagai dasar untuk mempersiapkan siswanya yang dapat ataupun tidak dapat melanjutkan
27 Abdul majid, et. al., Pendidikan Agama Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Banung: Remaja Rosdakarya Offset, 2004), Cet. 1, hlm. 140
48 Firdaus, op.cit., hlm. 38-3
49 Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Jilid 5, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, tth.),
pelajarannya ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi, untuk menjadi warga negara yang baik”.50
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan Sekolah Dasar adalah lembaga pendidikan yang mendidik anak didik untuk mendapatkan ilmu sebagai dasar melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pelaksanaan kewajiban belajar diatur oleh Undang-Undang Kewajiban Belajar diantaranya di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) pada alinea ke 4 dan pasal 31 ayat (1) yang menyatakan “tiap-tiap Warga Negara berhak mendapat pengajaran”.51
Pada hakikatnya pendidikan itu merupakan suatu kekuatan yang tertuju kepada perwujudan keinginan dan cita-cita serta merupakan pimpinan ke arah kemajuan, lahir dan batin. Pada dasarnya pendidikan itu tidak maha kuasa. Ia tidak dapat menjadikan orang yang dasarnya jahat menjadi tabiat nabi. Akan tetapi pendidikan berpengaruh besar kepada pembentukan watak manusia, meskipun terbatas oleh dasar-dasar yang sudah ada pada dirinya karena keturunan. Dengan pendidikan orang akan berusaha untuk mencapai kemajuan yang setinggi-tingginya, tetapi dibatasi oleh pembawaan yang diwariskannya.
2. Tujuan Pendidikan SD
Tujuan umum pendidikan di SD sebagai berikut:
a. Memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik. b. Sehat jasmani dan rohani.
c. Mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.52
Perumusan tersebut sangat jelas menggambarkan betapa luasnya tujuan pendidikan Sekolah Dasar. Diantaranya: memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik, hal ini tentu mulai diterapkan sejak dini.
50 Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas Sebagai Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Haji Massagung, 1989), Cet. 3, hlm. 57
51 Proyek Perintisan Kewajiban Belajar, et. al., Petunjuk Praktis bagi Kepala Desa dan Kepala Sekolah Dasar Dalam Rangka Mewujudkan Pelaksanaan Wajib Belajar, (Jakarta: Proyek
Perintisan Kewajiban Belajar, 1980), hlm. 3
Karena pada usia inilah anak-anak masih labil sehingga mudah dibentuk. Ke dua sehat jasmani dan rohani, maksudnya selain fisik, hati juga perlu dijaga agar dua-duanya seimbang. Karena di dalam badan yang sehat terdapat otak yang sehat pula, sehingga dapat berfikir secara maksimal. Dan yang terakhir memiliki pengetahuan dan ketrampilan, maksudnya untuk mempersiapkan generasi penerus yang handal maka mereka harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan sehingga dapat diterima oleh masyarakat, bangsa dan negara.
3. Pendidikan Agama Di SD
Pendidikan Agama adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangan tujuan pendidikan agama Islam ialah “untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia Muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.”.53
Materi pelajaran Agama Islam berasal dari kompeteni dasar yang kemudian dirinci menjadi kompetensi kelas dan dikelompokkan berdasarkan aspek:
a. Keimanan b. Akhlak c. Ibadah/Fiqih d. Al-Qur’an54
Materi tersebut kemudian dirangkum menjadi satu yang dinamakan mata pelajaran Agama Islam. Yang mana di dalamnya juga ada pelajaran Al-Qur’an. Jadi untuk belajar membaca Al-Qur’an waktunya terbatas.
53 Abdul majid, et. al., op.cit., Cet. 1, hlm. 135 54 Ibid., hlm. 145
D. Kajian Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian karya Wahyudi yang berjudul “Studi Tentang Pembelajaran Al-Qur’an di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Wonorejo Polokarto Sukoharjo”. Dalam penelitian ini menerangakan bahwa belajar membaca merupakan tahap awal dalam proses belajar, dan berarti membaca merupakan permulaan, dan menulis permulaan yang berlangsung secara simultan. Karena pada saat bayi dilahirkan mereka telah mendengar berbagai bunyi di sekitarnya, di situlah bayi mendapat stimulus dan akhirnya menirukan suara itu untuk mengemukakan keinginannya.55
Menurut Mulyono sebagaimana dikutib oleh Wahyudi ada 6 metode pengajaran membaca bagi anak pada umumnya, antara lain metode membaca dasar, metode fonik, metode linguistik, metode SAS, metode Alfabetik, metode pengalaman bahasa.56
2. Penelitian karya Arifatul Hidayah yang berjudul “Studi Komparasi Kemampuan Belajar Al-Qur’an Siswa Kelas VI Antara Yang Mengikuti TPQ dan Yang Tidak Mengikuti TPQ Di SDN Lebosari 01 Kec. Kangkung Kabupaten Kendal”. Dalam penelitian ini disebutkan kriteria kemampuan belajar A-Qur’an antara lain:
a. Dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar dan benar, meliputi: 1) Membaca dengan lancar.
2) Mengucapkan makhraj, yang tepat dan benar. 3) Mengerti tajwid.
4) Memahami cara memenggal dan menyambung bacaan dengan cepat.
5) Mengenal angka Arab, ruku’, surat dan ayat.
b. Hafal beberapa surat pendek dan ayat-ayat pilihan; hafal do’a sehari-hari.57
55 Wahyudi, Studi Tentang Pembelajaran Al-Qur’an di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2005), hlm. 13
56 Wahyudi, op.cit., hlm. 15
57 Arifatul Hidayah, Studi Komparasi Kemampuan Belajar Al-Qur’an Siswa Kelas VI Antara Yang Mengikuti TPQ dan Yang Tidak Mengikuti TPQ Di SDN Lebosari 01 Kec. Kangkung Kabupaten Kendal, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2002), hlm. 26
3. Penelitian karya Musrifah yang berjudul “Hubungan Kebiasaan Membaca Al-Qur’an Dengan Ketenangan Jiwa Dan Pengendalian Diri Siswa SMP Islam Sudirman Ampel Boyolali Tahun 1999”. Dalam penelitian ini diterangkan membaca dan mengkaji Al-Qur’an diharapkan dapat menanamkan nilai agama dalam segala perilaku. Penanaman nilai-nilai agama sejak dini merupakan bagian dari unsur-unsur kepribadian dan menjadi pengendali dan mendorong setiap aktivitas, yang pada akhirnya mengantarkan generasi yang berakhlak yang selalu mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.58
4. Penelitian karya Ahmad Mustadir yang berjudul “Studi Komparatif Kecakapan Membaca Al-Qur’an Antara Siswa Yang Berlatar Belakang Belajar Metode Iqra’ dan Baghdadi Di Mi Miftakhul ‘Ulum Karang Dowo 01 Kec. Weleri Kab. Kendal”. Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa kecakapan membaca Al-Qur’an adalah siswa mampu membaca Al-Qur’an dengan lancar berdasarkan ilmu tajwid dan makhraj.59
Dari hasil penelitian dapat dibuktikan tingkat kecakapan siswa membaca Al-Qur’an yang berlatar belakang belajar metode iqra’ mempunyai kecakapan tinggi. Hal ini terbukti dari hasil penelitian berdasarkan hitungan prosentase menunjukkan 36,67 % dari siswa memiliki kecakapan tinggi, 0 % dari siswa memiliki kecakapan sangat tinggi, 16,67 % dari siswa memiliki kecakapan sedang, 16,67 % dari siswa memiliki kecakapan rendah, dan 0 % dari siswa memiliki kecakapan sangat rendah. Hasil penelitian itu dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu:
a. Kelancaran membaca Al-Qur’an nilai 3,5 b. Kelancaran tajwid dengan nilai 27,13 c. Kelancaran makhraj dengan nilai 46,13
58 Musrifah, Hubungan Kebiasaan Membaca Al-Qur’an Dengan Ketenangan Jiwa Dan Pengendalian Diri Siswa SMP Islam Sudirman Ampel Boyolali Tahun 1999, (Semarang:
Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, Skripsi)
59 Ahmad Mustadir, Studi Komparatif Kecakapan Membaca Al-Qur’an Antara Siswa Yang Berlatar Belakang Belajar Metode Iqra’ dan Baghdadi Di Mi Miftakhul ‘Ulum Karang Dowo 01 Kec. Weleri Kab. Kendal, (Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
Sedangkan tingkat kecakapan membaca Al-Qur’an berlatar belakang belajar metode baghdadi mempunyai kecakapan 53,34 %, sangat tinggi 0 %, tinggi 13,33 %, sedang 13,33 %, dan sangat rendah 20 %. Hasil penelitian ini juga dipengaruhi oleh beberapa indikator, yaitu:
e. Kelancaran membaca Al-Qur’an nilai 2,7 f. Kelancaran tajwid dengan nilai 23,03 g. Kelancaran makhraj dengan nilai 36,1
5. Penelitian karya Karyono Supriyono yang berjudul “Efektivitas Metode Qira’ati Dalam Keberhasilan Belajar Membaca Al-Qur’an Di taman Pendidikan Al-Qur’an Raudlatul Falah Kaliwungu Kendal”. Dalam penelitian ini dijelaskan yang dimaksud metode qira’ati adalah suatu metode dalam belajar membaca Al-Qur’an yang langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwidnya. Selain itu metode qira’ati juga merupakan metode yang menggunakan jenis lagu Al-Qur’an dengan menempatkan huruf-huruf pada tempatnya, makhraj dalam kedudukannya yang sesuai menurut fungsinya seperti keras lembutnya, tinggi rendahnya, terang dan samarnya.60
E. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti yang dirumuskan atas dasar terkaan atau conjecture penelitian.61 Menurut Suharsimi Arikunto hipotesis adalah teori sementara, yang kebenarannya masih perlu diuji.62
Berdasarkan dua pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti atas dasar terkaan.
60 Karyono Supriyono, Efektivitas Metode Qira’ati Dalam Keberhasilan Belajar Membaca Al-Qur’an Di taman Pendidikan Al-Qur’an Raudlatul Falah Kaliwungu Kendal,
(Semarang: Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2004), hlm. 13
61 Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), hlm. 31 62 Suharsimi Arikunto, op.cit, Cet. 12, hlm. 64
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa kelas II antara yang berasal dari MI dan SD di SMP H. Isriati Baiturrahman Semarang”.