• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Akuakultur Indonesia 9(2), (2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Akuakultur Indonesia 9(2), (2010)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengendalian infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo

(Clarias sp.) dengan campuran meniran (Phyllanthus niruri)

dan bawang putih (Allium sativum) dalam pakan

Infection control of Aeromonas hydrophila in catfish (Clarias sp.) using

mixture of meniran Phyllanthus niruri and garlic Allium sativum in feed

Dinamella Wahjuningrum1*, Eka Hidayatus Solikhah2, Tatag Budiardi1, Mia Setiawati1

1

Department of Aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine Science, Bogor Agricultural University.

2 Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I, Jakarta

*

E-mail address:dinamella@yahoo.com

ABSTRACT

Motile aeromonad septicaemia (MAS) is caused by the bacterium Aeromonas hydrophila. The use of plant

(natural materials) such as meniran and garlic can be as an alternative way to inhibit the activity of A.

hydrophila by their active substances which have potency as an antibacterial and immunostimulant. The aim of

this study was to analyze the effectiveness of using a mixture of meniran and garlic in feed to control of A.

hydrophila in catfish. There were split in two kind of doses namely, preventive (garlic:meniran=5 ppt:20 ppt)

and curative (garlic:meniran=10 ppt:40 ppt). The preventive treatment was given for two weeks before challenging test. The curative treatment was performed on 2th–8th day after challenging test. Challenging test was carried out by intramuscularly injecting of 0,1 mL A. hydrophila (108cfu/ml) into the fish. The results indicated that preventive treatment with a mixture of extracts 5 ppt meniran and 20 ppt garlic was more effective in preventing infection of A. hydrophila than curative treatment.

Keywords: Phyllanthus niruri, Allium sativum, catfish, Aeromonas hydrophila. ABSTRAK

Penyakit MAS (motile aeromonad septicaemia) disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila. Bahan alami seperti meniran dan bawang putih dapat digunakan sebagai alternatif untuk menghambat aktivitas bakteri ini. Zat aktif yang dimiliki bahan ini berpotensi sebagai antibakteri dan immunostimulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penggunaan campuran meniran dan bawang putih dalam pakan untuk pengendalian penyakit MAS pada ikan lele. Perlakuan dibagi menjadi dua dosis, yaitu pencegahan (bawang putih:meniran=5 ppt:20 ppt) dan pengobatan (bawang putih:meniran=10 ppt:40 ppt). Perlakuan pencegahan diberikan selama seminggu sebelum uji tantang. Perlakuan pengobatan dilakukan pada hari ke 2 hingga hari ke-8 setelah uji tantang. Uji tantang dilakukan dengan menyuntikkan secara intramuskuler 0,1 ml A.

hydrophila (108cfu/ml) ke ikan lele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pencegahan dengan

campuran ekstrak meniran 5 ppt dan bawang putih 20 ppt efektif dalam mencegah infeksi A. hydrophila dibandingkan dengan perlakuan pengobatan dengan campuran ekstrak meniran 10 ppt dan 40 ppt bawang putih.

Kata kunci: meniran, bawang putih, lele, Aeromonas hydrophila. PENDAHULUAN

Budidaya ikan lele berkembang pesat dikarenakan ikan lele mempunyai beberapa kelebihan, yaitu dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, mempunyai pertumbuhan yang cepat, teknologi budidaya mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya mudah dan modal usaha yang dibutuhkan

rendah serta mempunyai nilai ekonomis yang tinggi (Anonim, 2003). Revitalisasi budidaya ikan lele sampai dengan akhir tahun 2009 ditargetkan mencapai produksi 175.000 ton atau meningkat rerata 21,64% per tahun. Untuk daerah Jabotabek, konsumsi ikan lele mencapai 100 ton lele per hari (Anonim, 2007). Hal ini mengakibatkan pemeliharaan ikan lele dikembangkan secara intensif.

(2)

Peningkatan produksi ikan lele secara intensif seringkali mengalami resiko, salah satunya adalah timbulnya penyakit. Penyakit yang biasa menyerang ikan lele adalah penyakit MAS (motile aeromonad septicemia) yang disebabkan oleh infeksi

bakteri Aeromonas hydrophila (Allan & Stevenson, 1981). Pengendalian penyakit MAS pada awalnya banyak menggunakan antibiotik. Hal tersebut mengakibatkan dampak negatif, yaitu menjadikan bakteri A.

hydrophila dan bakteri-bakteri di lingkungan

menjadi resisten terhadap antibiotik, serta musnahnya bakteri menguntungkan yang sensitif. Selain itu, antibiotik dapat menimbulkan residu pada ikan dan akan membahayakan kesehatan konsumen apabila dikonsumsi. Oleh karena itu dibutuhkan alternatif penanggulangan penyakit MAS yang efektif dan tidak menimbulkan efek negatif bagi pembudidaya dan konsumen, serta ramah lingkungan.

Salah satu tanaman jenis herba yang berkhasiat obat adalah meniran (Phyllanthus

niruri). Tanaman ini merupakan jenis

tanaman obat yang dapat bermanfaat untuk mencegah berbagai macam infeksi virus dan bakteri, serta mendorong sistem kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, dan vitamin C dalam meniran (Triarsari, 2009). Tanaman lain yang juga berkhasiat obat adalah bawang putih yang mengandung zat aktif alisin dan minyak atsiri. Kedua bahan tersebut diduga sebagai antibakteri untuk menekan bakteri yang merugikan sehingga juga akan memberikan peluang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan secara optimum.

Berdasarkan hasil penelitian Ayuningtyas (2009), ekstrak daun meniran 5 ppt dan bawang putih 20 ppt dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo dengan metode injeksi. Namun demikian, metode tersebut kurang praktis dalam penerapan di lapangan. Untuk itu diperlukan penelitian untuk menguji efektivitas ekstrak daun meniran dan bawang putih sebagai bahan antibakteri dan imuno-stimulan yang diberikan dengan metode pencampuran lewat pakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas

penggunaan campuran ekstrak daun meniran dan bawang putih dalam pakan sebagai upaya pengendalian infeksi bakteri A.

hydrophila pada ikan lele dumbo.

BAHAN DAN METODE Penyediaan bakteri uji

Bakteri uji yang digunakan adalah A.

hydrophila, yang berasal dari hasil pengujian

virulensi pada tiga ekor ikan lele secara intramuskuler. Kemudian dilakukan reisolasi bakteri, karakterisasi, uji fisiologis/biokimia, dan identifikasi berdasarkan Bergey’s

Mannual of Determination Bacteriology

(Holt et al., 1998). Pengujian LD50

me-nunjukkan konsentrasi yang digunakan untuk menginfeksi ikan lele adalah 108 CFU/ml sebanyak 0,1 ml/ekor.

Penyediaan bahan dan ekstrak

Daun meniran dikeringkan di udara terbuka tanpa terkena sinar matahari, kemudian diblender dan diayak dengan saringan halus sehingga menjadi bubuk daun meniran. Bawang putih dibersihkan dari kulitnya kemudian diiris tipis dan dikering-kan di udara terbuka tanpa terkena sinar matahari (sekitar 3 hari), setelah itu dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama sekitar 1 jam, diblender dan diayak dengan saringan halus sehingga menjadi bubuk bawang putih.

Berdasarkan penelitian Ayuningtyas (2008), dosis daun meniran yang efektif untuk pencegahan adalah 5 ppt dan untuk pengobatan adalah 10 ppt. Cara pembuatan ekstrak sesuai dengan metode Sopiana (2005). Ekstrak tersebut kemudian dicampur sampai homogen dan disaring dengan kertas Whatmann no 42.

Dosis bawang putih yang efektif untuk pencegahan adalah 20 ppt dan untuk pengobatan adalah 40 ppt (Ayuningtyas, 2008). Cara pembuatan larutan untuk pencegahan dan pengobatan adalah dengan melarutkan bubuk bawang putih sebanyak 200 mg atau 400 mg ke dalam akuades steril sebanyak 10 ml, sehingga didapatkan konsentrasi 20 mg/ml (pencegahan) atau 400 mg/ml (pengobatan). Ekstrak tersebut kemudian dicampur sampai homogen dan

(3)

kemudian disaring dengan kertas Whatmann no 42.

Persiapan wadah dan ikan uji

Akuarium dicuci dengan larutan klorin 100 ppm dan diaerasi kuat selama 24 jam. Kemudian tiap akuarium diisi 6 ekor ikan uji berukuran 9-11 g. Ikan diaklimatisasi ter-lebih dahulu agar terbiasa hidup dalam akuarium uji selama 3 hari dengan pemberian pakan berupa pelet apung komersial berkadar protein 28%. Jumlah pakan yang diberikan (FR) sebanyak 3% dari biomassa ikan per hari dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum ditebar dalam akuarium masing-masing perlakuan, ikan ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan biomassanya.

Penyediaan pakan uji pakan

Pakan yang digunakan adalah pelet apung komersial yang ditambahkan ekstrak meniran dan bawang putih. Perlakuan yang diuji adalah pencegahan (bawang putih:meniran=5 ppt: 20 ppt) dan pengobatan (bawang putih:meniran=10ppt:40 ppt). Jumlah ekstrak yang diberikan, mengikuti perbandingan meniran:bawang putih=1:4, sedangkan jum-lah ekstrak daun meniran dan bawang putih yang dicampur ke pakan adalah 0,1 ml/g pakan. Setelah ekstrak tercampur dengan pakan, pelet dibalut dengan putih telur sebagai perekat, kemudian diangin-anginkan sebelum diberikan ke ikan.

Uji in vivo

Pengujian in vivo dilakukan untuk menganalisis pengaruh pemberian ekstrak meniran dan bawang putih lewat pakan terhadap respons kekebalan tubuh ikan lele setelah diinfeksi A. hydrophila. Perlakuan yang diberikan pada ikan uji berupa:

1. Kontrol negatif: disuntik dengan PBS pada hari ke-8

2. Kontrol positif: disuntik bakteri A.

hydrophila sebanyak 0,1 ml/ekor pada

hari ke-8

3. Perlakuan pencegahan: diberikan pakan uji seminggu sebelum disuntik bakteri A.

hydrophila sebanyak 0,1 ml/ekor pada

hari ke-8

4. Perlakuan pengobatan: disuntik bakteri A.

hydrophila sebanyak 0,1 ml/ekor pada

hari ke-8, diberikan pakan uji pada hari ke-10 sampai hari ke-17

Masing-masing perlakuan dilakukan se-banyak empat kali ulangan dan diamati selama 9 hari setelah uji tantang dengan parameter yang diamati meliputi respons makan ikan, pertambahan bobot, kematian ikan uji, gejala klinis dan pengamatan organ dalam.

Analisis Data

a. Respons makan ikan

Pengamatan respons makan ikan di-lakukan setiap hari selama 16 hari dimulai pada saat ikan diberi perlakuan sampai hari ke-16 setelah infeksi dengan melihat reaksi ikan uji pada saat diberi makan dan pakan yang tersisa. Respons makan diberi skala 0-3, dengan kriteria:0=respons makan tidak ada, 1=respons makan sedikit, 2=respons makan baik, 3=respons makan sangat baik.

b. Pertambahan bobot tubuh

Pengukuran bobot tubuh dilakukan pada awal, tengah dan akhir perlakuan dengan menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,001 g. Ikan pada setiap akuarium ditimbang biomassanya, kemudian dihitung nilai bobot rerata setiap perlakuan dan pertambahan bobotnya. Bobot rerata me-rupakan hasil bagi biomassa ikan dengan jumlah ikan. Pertambahan bobot ikan dihitung dengan rumus (Zonneveld et al., 1991):

Keterangan:

Wt = bobot rerata akhir (gram) Wo = bobot rerata awal (gram)

c. Mortalitas ikan

Pengamatan terhadap mortalitas ikan dilakukan setiap hari hingga akhir perlakuan setelah penginfeksian dengan bakteri

A. hydrophila. Tingkat kematian ikan uji

(4)

d. Gejala klinis dan pengukuran diameter klinis

Pengamatan terhadap gejala klinis dilakukan setiap hari setelah ikan diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila. Pengukuran diameter klinis dilakukan dengan mengukur luas kelainan klinis dengan menggunakan penggaris, kemudian data yang telah diper-oleh diberi skor. Nilai skor kelainan yang menunjukkan tingkat keparahan infeksi dilakukan sesuai dengan metode Sopiana (2005) yaitu: sembuh=0, normal=0, radang= 1, haemoragi=2, tukak=3, dan mati=4.

e. Pengamatan organ dalam

Pada akhir perlakuan dilakukan peng-amatan organ dalam yang bertujuan untuk mengetahui kelainan yang terjadi dengan cara membandingkan perubahan morfologi dan warna organ dalam ikan perlakuan pencegahan, pengobatan dan kontrol positif dengan perlakuan kontrol negatif. Satu ekor ikan uji diambil secara acak dari setiap perlakuan kemudian dibedah dan diamati organ dalamnya.

f. Kualitas air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi pengukuran suhu, pH, DO (oksigen terlarut) dan TAN (total ammonium

nitrogen). Pengukuran parameter kualitas air

dilakukan pada awal dan akhir penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Respons makan

Respons mengambil pakan ikan paling baik pada perlakuan kontrol negatif yaitu ikan yang tidak diinfeksi (Gambar 1). Setelah ikan diberi perlakuan, disuntik dengan bakteri A. hydrophila dan PBS, ikan tidak mengalami nafsu makan. Pada hari ke-1 setelah perlakuan, nafsu makan ikan pada kontrol negatif kembali normal sampai akhir perlakuan. Menurut Ghufran dan Kordi (2004), stres dapat mengakibatkan ikan menjadi shock, dan tidak mau makan. Untuk ikan yang diberi meniran dan bawang putih dalam pakannya, respons makan mulai normal atau sangat baik pada hari ke-4 setelah perlakuan. Pada ikan yang diberi meniran dan bawang putih setelah diinfeksi, sebagai perlakuan pengobatan, respons makan sangat baik terjadi pada hari ke-6 setelah perlakuan. Untuk perlakuan kontrol positif yaitu ikan yang diinfeksi dan tidak diberi meniran dan bawang putih, sampai pada akhir perlakuan respons makannya kurang baik. Menurut Kabata (1985), ikan yang terserang bakteri A.hydrophila, tidak memiliki nafsu makan yang baik.

(5)

Respons makan ikan selama 7 hari sebelum penginjeksian bakteri A. hydrophila untuk semua perlakuan (kontrol positif, kontrol negatif, pencegahan, dan pengobatan) menunjukkan respons makan yang sangat baik. Pada perlakuan pencegahan dan pengobatan, selama pemeliharaan sesudah penginjeksian bakteri A. hydrophila, ikan yang diberikan pakan dengan ekstrak meniran dan bawang putih memiliki nafsu makan yang baik. Menurut Labs (2004) dalam Leni (2006), khasiat meniran antara lain merangsang nafsu makan, sehingga pemberian ekstrak meniran pada perlakuan pencegahan dan pengobatan sangat baik untuk pertumbuhan ikan.

b. Pertambahan bobot tubuh

Bobot tubuh ikan perlakuan pencegahan mengalami kenaikan sebesar 7,30±1,00%, sedangkan untuk perlakuan pengobatan juga mengalami kenaikan sebesar 6,23±1,81%. Selain sebagai antibakteri, bawang putih dapat juga meningkatkan pertumbuhan dengan cara menekan bakteri yang merugi-kan dan memberimerugi-kan peluang pertumbuhan mikroorganisme yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan secara optimum sehingga pemanfaatan makanan untuk pertumbuhan dapat maksimum (Bidura, 1999 dalam Sunanti, 2007).

Setelah penginjeksian A. hydrophila pada hari ke-8 dan ke-9, respons makan ikan kurang baik. Hal ini dikarenakan ikan

mengalami stres pasca penyuntikan, sehingga respons makannya sangat rendah. Menurut Ghufran dan Kordi (2004), stres dapat mengakibatkan ikan menjadi shock, tidak mau makan dan meningkatnya kepekaan terhadap penyakit.

Respons makan untuk perlakuan kontrol negatif dan positif selama 7 hari sebelum penginjeksian A. hydrophila, menunjukkan hasil yang sangat baik. Namun demikian setelah injeksi bakteri A. hydrophila sampai akhir perlakuan, respons makan pada perlakuan kontrol positif kurang baik. Hal ini sesuai dengan hasil pertambahan bobot rerata pada kontrol negatif (19,79±0,33%) paling baik jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain sesuai dengan respons makannya juga baik. Untuk kontrol positif, hanya mengalami kenaikan bobot rerata sebesar 1,87±0,58%. Jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain, perlakuan kontrol positif memiliki pertambahan bobot rerata paling kecil (Gambar 2). Pada perlakuan pencegahan dan pengobatan pertumbuhan bobot masing-masing adalah 7,30±1,00% dan 6,23±1,81%. Hal ini menandakan bahwa penambahan ekstrak meniran dan bawang putih mampu merangsang nafsu makan sehingga pem-berian ekstrak meniran pada perlakuan pencegahan dan pengobatan sangat baik untuk pertumbuhan ikan jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif.

(6)

Gambar 3. Akumulasi mortalitas (%) ikan lele dumbo (Clarias sp.) setelah penginfeksian bakteri

Aeromonas hydrophila selama perlakuan.

c. Mortalitas ikan

Mortalitas tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol positif (66,67±23,57%) sedangkan terendah pada perlakuan kontrol negatif yakni 0±0,00% (Gambar 3). Pada perlakuan pencegahan dan pengobatan masing-masing adalah 41,67±21,52% dan 54,17±20,97%. Secara statistik, perlakuan pencegahan dan pengobatan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan, lebih rendah daripada perlakuan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak meniran dan bawang putih yang dicampur dalam pakan sebelum dan sesudah perlakuan mampu menghambat penginfeksian bakteri

A. hydrophila dan meningkatkan ketahanan

tubuh ikan uji.

Hasil ini sama dengan metode penyuntikan, tetapi nilai mortalitas yang didapatkan lebih kecil yaitu untuk pence-gahan 26,67±11,55; pengobatan 40,00±20 dan kontrol positif 53,33±30,55 (Ayu-ningtyas, 2008). Sesuai dengan penelitian Puspitaningtyas (2006), penggunaan ekstrak bawang putih segar (fresh garlic) mampu memberikan kelangsungan hidup ikan yang tinggi, daya tahan tubuh meningkat dan gejala klinis yang lebih ringan, ditunjukkan dengan adanya peningkatan daya tahan tubuh ikan yang ditandai meningkatnya jumlah leukosit yang berfungsi sebagai pertahanan non spesifik. Nilai mortalitas perlakuan kontrol positif paling tinggi yakni sebesar 66,67±23,57%. Bakteri A. hydrophila meng-hasilkan enzim dan toksin yang dikenal dengan produk ekstraseluler atau ECP (extra

celluler product) yang mengandung

sedikitnya aktivitas hemolisis dan protease yang merupakan penyebab patogenisitas pada ikan (Angka, 1997 dalam Angka, 2005). Apabila disuntikkan ke tubuh ikan, produk ekstraseluler ini dapat menimbulkan kematian dan perubahan jaringan. Selain menghasilkan eksotoksin, bakteri A. hydrophila juga memproduksi endotoksin

yang terdiri dari protein, lipid dan polisakarida. Endotoksin ini juga berperan dalam penentuan tingkat patogenitas bakteri (Brenden & Huizinga, 1986 dalam Riyanto, 1993).

d. Gejala klinis

Gejala klinis ikan uji setelah diinfeksi bakteri A. hydrophila adalah timbulnya hiperemia (tanda kemerahan) pada sungut dan sirip. Kemudian adanya peradangan pada bekas suntikan, hemoragi, hingga ber-kembang menjadi tukak. Pada perlakuan kontrol positif, ikan mengalami gejala klinis memuncak pada hari ke-2 setelah peng-infeksian bakteri A.hydrophila, sedangkan gejala klinis untuk perlakuan pencegahan dan pengobatan memuncak pada hari ke-4 setelah penginfeksian bakteri A.hydrophila.

Penyembuhan gejala klinis pada perlakuan pencegahan mulai terjadi pada hari ke-5 sampai pada akhir perlakuan secara cepat, dan 4 ekor ikan mengalami sembuh total. Proses penyembuhan untuk perlakuan pengobatan tidak secepat pada perlakuan pencegahan begitu juga untuk perlakuan

0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 5 6 7 8 9 P er se n tas e ak u m u las i k em at ian ik an ( % ) Hari ke-kontrol negatif kontrol positif pencegahan pengobatan

(7)

Gambar 4. Skor gejala klinis ikan lele dumbo selama perlakuan setelah penginfeksian bakteri A. hydrophila.

kontrol positif. Hal ini dikarenakan adanya bahan aktif dari campuran ekstrak meniran dan bawang putih yang dapat meningkatkan ketahanan tubuh. Proses penyembuhannya berlangsung secara cepat dibandingkan dengan perlakuan pengobatan dan kontrol positif (Gambar 4).

Menurut Austin dan Austin (1986), pada beberapa kasus, kematian ikan akibat infeksi

A. hydrophila tidak ditandai dengan

kerusakan pada organ eksternal. Kerusakan dapat terjadi sebagai akibat infeksi lokal pada tempat luka atau penempelan oleh parasit. Ikan yang terinfeksi A. hydrophila

memperlihatkan tanda-tanda berupa tingkah laku ikan tidak normal, berenang lambat, megap-megap di permukaan air, dan nafsu makan menurun. Tanda lainnya seperti sirip rusak, kulit kering dan kasar, lesi kulit yang berkembang menjadi tukak, dan mata menonjol (exophthalmus), serta terkadang perut menggembung berisi cairan kemerahan (Kabata, 1985). Kelainan klinis berupa hiperemia merupakan bentuk perlawanan terhadap adanya bakteri patogen sehingga terjadi mobilisasi sel darah putih. Sel darah putih tersebut berfungsi sebagai imun pertahanan non spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminasi patogen dengan cara fagositosis (Anderson, 1974). Menurut Suzuki dan Lida (1992) dalam Darmanto (2003), hiperemia akan diikuti oleh reaksi peradangan yakni berupa tanda kemerahan di daerah sekitar luka yang merupakan reaksi mempertahankan diri pada daerah infeksi atau luka. Reaksi peradangan

meliputi tiga tahap, yaitu: (1) terjadinya peningkatan suplai darah ke daerah sekitar luka atau infeksi; (2) bertambahnya sifat permeabilitas pipa kapiler darah; (3) terjadinya proses migrasi leukosit yang keluar dari kapiler dan masuk ke dalam jaringan secara merata.

Gejala klinis lainnya adalah, terdapat warna kemerahan pada bekas suntikan atau di daerah luka. Menurut Oliver et al. (1981) dalam Riyanto (1993), patogen A. hydrophila mendegradasi jaringan organ tubuh serta mengeluarkan toksik yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah sehingga menimbulkan warna kemerahan pada tubuh ikan. Setelah mengalami radang pasca penyuntikan A. hydrophila, kemudian ber-kembang menjadi hemoragi pada hari ke-9 dan pada hari ke-10 menjadi tukak. Reaksi radang merupakan reaksi mencegah masuk-nya mikroorganisme di sekitar tempat infeksi. Peradangan terjadi di daerah sekitar masuknya patogen, hal ini dikarenakan komponen yang lain berperan dalam proses pertahanan seluler seperti leukosit akan memfagositosis patogen tersebut (Anderson, 1974).

Skor rerata gejala klinis, memperlihatkan bahwa ikan uji perlakuan pencegahan memiliki skor lebih ringan daripada per-lakuan yang lain, yaitu sebesar 5,26. Untuk perlakuan pengobatan skor reratanya sebesar 5,95 dan perlakuan kontrol positif memiliki skor rerata paling tinggi yaitu 6,105. Pada kontrol positif, gejala klinis memuncak pada hari ke-10 setelah penginfeksian A.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 S k or r at a -r at a ge jal a k lin is Pencegahan Pengobatan Kontrol Positif

(8)

hydrophila, sedangkan pada perlakuan pencegahan dan pengobatan, gejala klinis memuncak pada hari ke-12.

Penyembuhan gejala klinis ikan uji pencegahan terjadi pada hari ke-13 sampai akhir perlakuan sebanyak 5 ekor, penyem-buhan terjadi sangat cepat jika dibandingkan dengan perlakuan pengobatan sebanyak 3 ekor dan kontrol positif belum terjadi penyembuhan. Hal ini diduga karena pada perlakukan pengobatan, faktor faktor virulen dari A. hydrophila telah menyerang ikan sebelum terbentuk respons imun yang cukup dari ikan, sedangkan pada pencegahan respons imun dalam tubuh ikan sudah terbentuk terlebih dahulu sebelum ada faktor- faktor virulen dari A. hydrophila. Jika dibandingkan dengan metode penyuntikan, jumlah ikan yang sembuh lebih banyak yaitu untuk pencegahan 5 ekor dan pengobatan 3 ekor (Ayuningtyas, 2008). Penyembuhan gejala klinis terjadi karena pada perlakuan pencegahan dan pengobatan diberikan pakan yang telah dicampur dengan ekstrak meniran dan bawang putih. Kandungan yang terdapat dalam bawang putih adalah allicin, yaitu salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteri). Allicin berperan ganda mem-bunuh bakteri, yaitu bakteri Gram positif maupun Gram negatif karena mempunyai gugus amino para amino benzoat (Palungkun & Budiarti, 2001). Menurut Barnes et al. (2002), hasil uji in vitro bawang putih terhadap beberapa bakteri yang sensitif telah menunjukkan hasil yang signifikan. Bakteri yang diujikan salah satunya adalah

Aeromonas hydrophila. Menurut Cavalito

dalam Watanabe (2001), satu miligram

allicin mempunyai suatu daya kemampuan

sebanding dengan 15 unit standar penisilin.

Allicin juga dapat bergabung dengan protein

dan mengubah strukturnya agar protein tersebut mudah dicerna. Kemampuan allicin untuk bergabung dengan protein akan mendukung daya antibiotiknya, karena

allicin menyerang protein mikroba dan

akhirnya membunuh mikroba tersebut.

Meniran juga dapat mencegah berbagai macam infeksi virus dan bakteri serta mendorong sistem kekebalan tubuh. Menurut hasil penelitian Mela (2007), meniran

memiliki aktivitas imunomodulator yang berperan membuat sistem imun lebih aktif dalam menjalankan fungsinya, menguatkan sistem imun tubuh (imunostimulator) atau menekan reaksi sistem imun yang berlebihan (imunosupresan). Dengan demikian, ke-kebalan atau daya tahan tubuh selalu optimal sehingga tetap sehat ketika diserang virus, bakteri, dan mikroba lainnya. Kandungan kimia yang bermanfaat dari meniran adalah flavonoid. Pada tanaman lainnya kandungan flavonoid sebenarnya juga ada, bedanya pada meniran, aktivitas peningkatan sistem imunnya ternyata lebih baik. Sebagai imunomodulator, meniran tidak semata-mata berefek meningkatkan sistem imun, tetapi juga menekan sistem imun apabila aktivitasnya berlebihan. Jika aktivitas sistem imun berkurang, maka kandungan flavonoid dalam meniran akan mengirimkan sinyal intraseluler pada reseptor sel untuk me-ningkatkan aktivitasnya. Sebaliknya, jika sistem imun kerjanya berlebihan, maka meniran berkhasiat dalam mengurangi kerja sistem imun tersebut. Jadi, meniran berfungsi sebagai penyeimbang sistem imun.

Bahan aktif flavonoid yang dimilikinya memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein melalui ikatan hydrogen, sehingga dapat merusak membran sel bakteri. Flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan antigen lebih cepat dihasilkan dan sistem limfoid lebih cepat diaktifkan (Anonim, 2007). Flavonoid dalam tumbuhan terikat sebagai glikosakarida dan aglikon. Selain itu kandungan alkaloid dalam meniran bersifat toksik terhadap mikroba, sehingga efektif membunuh bakteri dan virus (Naim, 2004). Saponin dan tanin merupakan senyawa yang diduga sebagai senyawa antibakteri karena memiliki kemampuan dalam menghambat fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang mengakibatkan dinding sel rusak atau hancur. Oleh karena itu, penyembuhan pada perlakuan pencegah-an dpencegah-an pengobatpencegah-an lebih cepat, disebabkpencegah-an kandungan bahan aktif yang berada dalam ekstrak meniran dan bawang putih yang telah dicampur di pakan.

(9)

Tabel 1. Pengamatan organ dalam ikan lele dumbo.

Organ Kontrol Negatif Dosis Pencegahan Dosis Pengobatan Kontrol Positif

Ginjal Merah tua kecoklatan

Merah tua kecoklatan Merah tua Merah tua kehitaman Hati Merah Merah tua Merah sedikit pucat &

membengkak

Merah pucat & membengkak Empedu Hijau kebiruan Hijau kebiruan Hijau kekuningan Kuning

Limpa Merah tua Merah tua Merah kecoklatan Merah kecoklatan e. Organ dalam

Pada perlakuan kontrol negatif, organ dalam ikan tidak mengalami kelainan. Pada perlakuan pencegahan, pengobatan dan kontrol positif mengalami kelainan organ dalam, tetapi tingkat kerusakan organ dalam ikan uji perlakuan pencegahan dan pengobatan lebih rendah daripada kontrol positif (Tabel 1). Hal ini dikarenakan pemberian ekstrak meniran dan bawang putih mampu mempercepat regenerasi sel-sel yang rusak dan meningkatkan respons imun pada tubuh ikan.

Pada perlakuan pengobatan dan kontrol positif, terjadi kelainan organ dalam berupa pembengkakan, warna organ pucat dan berbeda, yaitu organ hati, limpa, ginjal dan limpa. Limpa merupakan organ yang ber-peran dalam pemecahan eritrosit tua dan membentuk sel darah baru (Chinabut et al., 1991 dalam Abdullah, 2008). Perubahan warna organ limpa pada perlakuan pengobatan dan kontrol positif, disebabkan karena peningkatan jumlah pigmen dan hemosiderin pada limpa. Peningkatan tersebut disebabkan oleh aktivitas toksin bakteri dalam menghancurkan sel-sel darah (Ventura et al., 1988 dalam Abdullah, 2008). Perubahan warna organ empedu pada perlakuan pengobatan dan kontrol positif menjadi berwarna kekuningan, disebabkan karena adanya gangguan pada organ hati, sehingga pembongkaran eritrosit menjadi hemin, Fe dan globin menjadi terhambat se-hingga menyebabkan produksi hemin sebagai zat asal warna empedu menjadi menurun (Hafsah, 1994). Organ ginjal merupakan organ yang berperan sebagai penyaring (filter) beberapa bahan buangan sisa metabolisme yang terdapat dalam darah. Menurut Allan & Stevenson (1981), patogen

A. hydrophila selain memakan dan merusak

jaringan organ tubuh juga mengeluarkan

toksin yang disebarkan ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Oleh karena itu, pada perlakuan kontrol positif warna ginjal merah tua kehitaman dikarena-kan ginjal telah menyaring buangan sisa metabolisme dalam darah yang tercemar oleh toksin bakteri A.

hydrophila. Organ hati merupakan organ

penting yang men-sekresikan bahan untuk pencernaan. Organ ini menjadi pucat dan membengkak pada perlakuan kontrol positif dan perlakuan pengobatan, hal ini akibat A.

hydrophila mengeluarkan toksin yang

disebarkan ke seluruh tubuh melalui darah sehingga kerja hati menjadi terganggu.

f. Kualitas air

Parameter kualitas air merupakan faktor penting dalam budidaya. Kualitas air selama penelitian meliputi suhu 29oC, pH 6,3-7,41, DO 4,4-7,6 mg/l, dan TAN 0,07-0,83. Menurut Boyd (1982), kondisi ideal kualitas air bagi kehidupan ikan, yaitu suhu air media pemeliharaan 28-30oC, pH 6,5-9,0 kandung-an oksigen terlarut 1-5 mg/l, serta konsentrasi amonium kurang dari 1 mg/l. Dengan demikian, kualitas air selama perlakuan masih layak untuk kehidupan ikan lele.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah di-lakukan dapat disimpulkan bahwa perlakuan pencegahan dengan campuran ekstrak meniran 5 ppt dan bawang putih 20 ppt efektif dalam mencegah infeksi A. hydrophila dibandingkan dengan pengobatan

dengan campuran ekstrak meniran 10 ppt dan bawang putih 40 ppt.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Y. 2008. Efektivitas ekstrak daun Paci-paci Leucas lavandulaefolia untuk

(10)

pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MAS (motile aeromonas septicemia) ditinjau dari patologi makro

dan hematologi ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Allan, B.J., Stevenson, R.M.W. 1981. Extracellular virulence factors of

Aeromonas hydrophila in fish infections.

Can. J. Microbiol. 27, 1114-1122

Anderson, D.P. 1974. Fish Immunology. Di dalam: Snieszko dan HR Axelrod. 1971. Disease of Fishes. TFH Publication Ltd., Hongkong.

Angka, S.L. 2005. Kajian penyakit motile

aromonad septicemia (MAS) pada ikan

lele dumbo (Clarias sp): Patologi, pencegahan dan pengobatannya dengan fitofarmaka. [Disertasi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2003. Budidaya Lele. http://www. dkp.go.id. [11 Maret 2009]

Anonim. 2007. Lele. http://www.trobos.com/ showarticle. [22 Juli 2009]

Austin, B., Austin, D.A.1986. Bacterial Fish Patogen “Diseases In Farmed and Wild Fish”. Second Edition. Ellis Horwood Limited, England. Hal:173-177.

Ayuningtyas, A.K. 2008. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan bawang putih Allium sativum untuk pencegahan dan pengobatan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Barnes, J., Anderson, L.A., Phillipson, J.D. 2002. Herbal Medicines Second Edition. Pharmaceutical Press, London.

Boyd, C.E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. International Centre for Aquaculture Experiment Station, Auburn University, Auburn.

Darmanto. 2003. Respons kebal ikan maskoki Carassius auratus melalui vaksinasi dan imunostimulan terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Ghufran, Kordi. 2004. Penanggulangan

Hama dan Penyakit Ikan. PT. Sadi Mahasatya, Jakarta.

Hafsah, S. 1994. Pengaruh penyuntikan Freud’s Complete Adjusvant dan bakteri

Aeromonas hydrophila galur virulen L38

terhadap ikan lele dumbo (Clarias sp.) de-wasa. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Holt, J.G., Krieg, N.R., Sneath, P.H.A., Staley, J.T., Williams, S.T. 1998. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. William & Wilkins. Baltimore.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Cultureed in Tropics. Taylor and Francis, London.

Leni, H. 2006. Diferensial leukosit ayam yang telah terinfeksi Eimeria tenella setelah pemberian infusa meniran

Phyllanthus niruri melalui air minum

dengan dosis bertingkat. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Mela. 2007. Meniran Si Peningkat Sistem Imun. http://thenewpiogama.wordpress. com/2007/06/08/meniran-si-peningkat-sistem-imun. [11 Januari 2009].

Naim, R. 2004. Senyawa Anti Mikroba dari Tanaman. http/www.kompas.com. [8 Agustus 2009].

Palungkun, Budiarti. 2001. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Puspitaningtyas, D. 2006. Potensi ekstrak bawang putih Allium sativum untuk menginaktivasi Koi Herpes Virus pada ikan mas (Cyprinus carpio). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Riyanto, T.A. 1993. Patologi dan gambaran darah ikan lele dumbo ukuran fingerling yang disuntik secara intramuskular dengan bakteri Aeromonas hydrophila (sel utuh). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Sopiana, P. 2005. Efektivitas ekstrak paci-paci (Leucas lavandulaefolis) untuk pencegahan dan pengobatan penyakit MAS (motile aeromonad septicemia) pada ikan lele dumbo (Clarias sp.). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sunanti. 2007. Aktivitas antibakteri ekstrak tunggal bawang putih (Allium sativum) dan rimpang kunyit (Curcuma domestica) terhadap Salmonella typhi-murium. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(11)

Triarsari, D. 2009. Aneka ramuan pencegah SARS. http://www.depkes.go.id/ index. php?option=articles. [11 Januari 2009] Watanabe, T. 2001. Penyembuhan dengan

Terapi Bawang Putih. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zonneveld, N., Huisman, E.A., Boon, J.H. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Gambar

Gambar 1. Respons makan ikan lele setelah perlakuan.
Gambar 2. Pertambahan bobot rerata ikan lele dumbo Clarias sp. (%) selama perlakuan.
Gambar  3.  Akumulasi  mortalitas  (%)  ikan  lele  dumbo  (Clarias  sp.)  setelah  penginfeksian  bakteri      Aeromonas hydrophila selama perlakuan
Gambar 4. Skor gejala klinis ikan lele dumbo selama perlakuan setelah penginfeksian bakteri A

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu penulis juga melakukan analisis lanjutan untuk mengetahui karakteristik fisik pada setiap jenis endapan channel , untuk menentukan faktor pengontrol yang

number of bits used per pixel in an image depends on the color space representation (gray or color) and is typically segregated into channels.. ● The total number of bits per

Dengan menggunakan peta hidrogeologi lembar Yogyakarta (Gambar 3), dapat ditarik garis- garis penampang yang memotong tegak lurus garis kontur airtanah yang ada di wilayah Kota

Banguan di dalam kawasan Hutan Kota Kalidoro akan berbeda - beda setiap fungsinya seperti bangunan mushola akan dibuat lebih kalem dan hangat supaya pengunjung memiliki

Muhammad As’ad, adalah cucu Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari, penulis kitab Sabilal al-Muhtadin (Jalan- Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk) 5. Kemudian apabila dilihat dari

Penyampaian informasi berupa pengetahuan tentang pertanian dan lingkungan melalui dongeng dengan Wayang. Selain itu, penyampaian pendidikan tentang kesadaran

[r]

Peran majelis ta’lim selaparang dalam pembinaan keagamaan masyarakat adalah Sebagai Tempat Peningkatan Pengetahuan Keagamaan, Tempat Pendidikan Seumur Hidup Berbasis