• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSTRUKSI PEMBERITAAN KENAIKAN HARGA ROKOK DI KOMPAS.COM (Analisis Framing Robert N. Entman) Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSTRUKSI PEMBERITAAN KENAIKAN HARGA ROKOK DI KOMPAS.COM (Analisis Framing Robert N. Entman) Abstrak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KONSTRUKSI PEMBERITAAN KENAIKAN HARGA ROKOK DI KOMPAS.COM (Analisis Framing Robert N. Entman)

Mulku Nursalam

Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Tadulako Jln. Soekarno Hatta Km. 9 Kota Palu Sulawesi Tengah. Email: Mulkunursalam28@yahoo.co.id / Hp. 081355498478

Abstrak

Konstruksi yang dilakukan Kompas.com terkait pemberitaan kenaikan harga rokok yakni dengan melakukan koreksi terhadap kelemahan kebijakan kenaikan harga rokok yang telah terban-gun dipola pikir masyarakat terkait dampak dari konsumsi rokok yang ada dimasyarakat. Sehingga Kompas.com menghadirkan solusi dari polemik isu yang dibingkai daalm berita berjudul “Sebelum Menaikkan Harga Rokok, Pemerintah Diminta Perbaiki Struktur Cukai kenaikan harga rokok” se-bagai pelengkap dari konstruksi berita isu kenaikan harga rokok. Konstruksi pemberitaan tersebut dipengaruhi oleh Faktor internal berkaitan dengan kebutuhan individu wartawan untuk memenuhi kebutuhan berita terkait rencana kenaikan rokok, serta kebutuhan media terhadap berita. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh yang diberikan oleh Jokowi sebagai pemegang kekuasaan politik tertinggi di Indonesia saat ini, sehingga apa yang diberitakan oleh Kompas pada akhirnya lebih ber-pihak pada kebijakan pemerintah.

Kata kunci: Framing, KOMPAS.com, Rokok Submisi : 15 Juni 2017

Pendahuluan

Keberadaan media massa hari ini, tidak dapat dipungkiri telah menjadi hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Apala-gi dengan kehadiran tekhnoloApala-gi informasi (in-ternet), telah menciptakan banyak media-media online pemberitaan. Dalam banyak hal kehadiran media online banyak mempengaruhi pola pikir dan opini masyarakat.

Pengaruh yang cukup besar ini, dipahami sebagai bagian dalam perspektif media sebagai kontruksi realitas.Salah satu hal yang menarik adalah wacana mengenai kenaikan harga rokok yang banyak berlalu lalang dalam media online beberapa bulan lalu.Wacana kenaikan harga rokok, tentu saja akan menjadi salah satu berita yang akan menarik perhatian masyarakat Indo-nesia, tentu saja akan muncul pro dan kontra ter-kait hal tersebut. Wacana tersebut pastinya akan disambut baik oleh masyarakat yang tidak meng-konsumsi rokok, namun sebaliknya wacana ini akan menjadi sebuah kabar buruk bagi para

kon-sumen rokok,Rokok adalah produk yang berba-haya dan adiktif (menimbulkan ketergantungan) karena didalam rokok terdapat 4000 bahan kimia berbahaya yang 69 diantaranya merupakan zat karsinogenik (dapat menimbulkan kanker).

Menurut Ardimansyah (2015 :2) industri perfilman Indonesia semakin hari semakin ber-variasi kisahnya. Mulai dari kisah percintaan remaja, dewasa, komedi, hingga horor. Namun film percintaan atau drama lebih unggul menye-dot perhatian penikmat film di Indonesia. Unikn-ya, belakangan isu film religi menjadi salah satu jenis yang disukai oleh penontonnya.Isu banyak-nya film religi di samping berbicara mengenai keuntungan, hal ini juga berkaitan tentang syi’ar agama yang mudah melalui sebuah karya film. Di mana pesan – pesan yang terdapat di dalam film itu dikonstruksi sehingga para penonton ya-kin terhadap kebenaran film tersebut. Oleh kare-nanya, sangatlah riskan ketika masyarakat awam hanya menerima mentah – mentah apa yang disa-jikan di dalam film. Terlebih jika yang menjadi tema utama dalam film tersebut adalah hal – hal

(2)

yang menyangkut permasalahan agama.

Tetapi walaupun rokok sudah banyak diketahui bahayanya dan menimbulkan banyak penyakit, masih banyak saja orang yang tetap merokok, salah satu alasannya adalah kandun-gan nikotin di dalam rokok akan menimbulkan kecanduan bagi para penghisapnya sehingga apabila mereka tidak merokok, mereka akan merasakan gangguan seperti gelisah, berkeringat dingin, sakit perut dll. Kemudian ketika mereka merokok kembali dan nikotin telah menyentuh otak lagi, barulah mereka akan merasa tenang dan dapat berkonsentrasi.

Sebuah fakta yang sangat menyedihkan terjadi di Indonesia di mana jumlah masyarakat yang menjadi pecandu rokok termasuk yang pal-ing tpal-inggi di seluruh dunia. Tak dapat dipungkiri, isu rokok mahal niscaya akan berujung pada ke-naikan harga kebutuhan publik mengingat jumlah perokok di Indonesia relatif besar. Secara kultur, masyarakat Indonesia memang bisa menikma-ti rokok secara langsung mengingat banyaknya petani tembakau di tanah air, juga diimbangi dengan gencarnya promosi rokok di berbagai tempat membuat rokok laris manis bagi berbagai kalangan, termasuk anak-anak. Data dari The-Tobacco Atlas bahkan menyebutkan jika ada 53 juta orang dewasa yang menjadi pecandu rokok dan yang menyedihkan adalah 2,6 juta anak juga telah menjadi pecandu rokok (Sumber: http:// doktersehat.com).Data diatas merupakan sebuah informasi yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat yang disebarluaskan melalui media online.Dalam melihat hal ini, media online turut andil dengan aktif membantu opini masyarakat mengenai dampak negatif dari rokok.Seperti di tegaskan sebelumnya, dalam pandangan kon-struktivis, media seringkali membuat informasi yang dirasa perlu untuk disebarkan.Tentu saja, penyebaran berita yang dilakukan oleh media memiliki banyak kepentingan, dengan terben-tuknya opini bahaya rokok di masyarakat, pe-merintah (Negara) juga semakin gencar melaku-kan program-program pengendali bahaya rokok.

Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaima-na media online KOMPAS.com mengkon-struksikan berita kenaikan harga rokok

menggu-nakan analisis framing Robert N. Entman serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kon-truksi pemberitaan tersebut.

Rokok

Rokok adalah silinder dari kertas beruku-ran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. Rokok biasanya dijual dalam bungku-san berbentuk kotak atau kemabungku-san kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Sejak beberapa tahun terakhir, bungkusan-bungkusan tersebut juga umumnya disertai pesan kesehatan yang memperingatkan perokok akan ba-haya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari merokok, misalnya kanker paru-pa-ru atau serangan jantung (walaupun pada kenyataannya itu hanya tinggal hiasan, jarang sekali dipatuhi) (id.wikipedia.org). Manusia di dunia yang merokok untuk per-tama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amer-ika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, Ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba meng-hisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa.Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi ber-beda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Menurut riset 51,1 persen rakyat Indo-nesia adalah perokok aktif, tertinggi di ASEAN dan sangat jauh bedanya dengan negara-negara tetangga, misalnya: Brunei Darusallam 0,06% dan Kamboja 1,15%. Pada tahun 2013, 43,8% perokok berasal dari golongan lemah; 37,7% perokok hanya memiliki ijazah SD; petani, ne-layan dan buruh mencakup 44,5% perokok aktif. 33,4% perokok aktif berusia di antara 30

(3)

hing-ga 34 tahun. Bagusnya hanya 1,1% perempuan Indonesia adalah perokok aktif, walaupun ten-tunya perokok pasif akan lebih banyak. Telah banyak riset yang membuktikan bahwa rokok sangat menyebabkan ketergantungan, di samp-ing menyebabkan banyak tipe kanker, penyakit jantung, penyakit pernapasan, penyakit pencer-naan, efek buruk bagi kelahiran, dan emfisema. (id.wikipedia.org)

Pemberitaan Kenaikan Harga Rokok

Wacana kenaikan harga rokok hingga Rp. 50.000 ramai diperbincangkan di media sosial beberapa bulan lalu. Direktur Jenderal Bea Cu-kai, Heru Pambudi, mengatakan, pemerintah masih mengkaji kenaikan tarif cukai rokok demi memenuhi target penerimaan cukai pada RAPBN 2017 sebesar Rp149 triliun. Namun sampai saat ini besarannya belum ditetapkan. (www.bbc. com).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuan-gan (PMK) Nomor 147/PMK.010/2016 ten-tang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam aturan terse-but, Sri Mulyani memutuskan untuk menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 10,54 persen. Selain itu, Kementerian Keuangan juga menga-tur mengenai Harga Jual Eceran (HJE) rokok yang berlaku per 1 Januari 2017. Dengan kepu-tusan tersebut maka tarif cukai yang ditetapkan kembali tidak boleh lebih rendah dari tarif cukai yang berlaku. Untuk harga jual eceran juga tidak boleh lebih rendah dari Batasan Harga Jual Ecer-an.(bisnis.liputan6.com)

Konstruksi Sosial Media

Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretative, Peter L Berger Bersama Thomas Luckman, ia banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial atas realitas. Menurut Berger, realitas tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh tuhan. Tetapi seba-liknya ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pe-mahaman semacam ini, realitas berwajah ganda atau plural. Setiap orang mempunyai konstruk-si yang berbeda–beda atas suatu realitas. Setiap

orang yang mempunyai pengalaman, prefensi, pendidikan tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing (Eriyanto,2002:15).

Realitas sosial terdiri dari realitas objek-tif, realitas simbolis dan realitas subjektif. Real-itas objektif adalah realReal-itas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspre-si ekspre-simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah re-alitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis kedalam individu melalui proses interealitas, (Bungin, 2008:24).

Media adalah agen konstruksi, pandangan konstruksionis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis, media dilihat se-bagai saluran. Media adalah sarana se-bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke khalayak. Media bukan sebagai agen, melainkan hanya se-bagai saluran. Media dilihat sese-bagai sarana yang netral. Sedangkan dalam pandangan konstruk-sionis, media dilihat sebaliknya. Media bukan-lah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap den-gan pandanden-gan, bias dan pemihakannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas.

Apa yang tersaji dalam media, adalah pro-duk dari pembentukan realitas oleh media. Me-dia adalah agen yang secara aktif menafsirkan realita untuk disajikan kepada khalayak (Bungin, 2008:31). Melalui Kontruksi Sosial Media Mas-sa; Realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik teori pendekatan kontruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Thomas Luck-man telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi hal yang subtan-sial dalam proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Artinya, sifat dan kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan proses kon-truksi sosial atas realitas yang berjalan lambat itu. Subtansi “Kontruksi Sosial Media Massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga kontruksi sosial yang berlangsung

(4)

sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkontruksi itu juga membentuk opini mas-sa, massa cenderung apriori dan opini cenderung sinis.

Posisi “Kontruksi Sosial Media Massa” adalah mengoreksi subtansi kelemahan dan me-lengkapi “kontruksi sosial atas realitas” dengan menempatkan seluruh kelebihan media dan efek media pada keunggulan “kontruksi sosial me-dia massa” atas “kontruksi sosial atas realitas.” Proses simultan ini tidak bekerja secara tiba-tiba tetapi melalui beberapa tahap penting (Bungin, 2008:194-195).

Proses Konstruksi Sosial Media Massa

Proses konstruksi sosial media mas-sa melalui tahapan sebagai berikut (Bungin, 2008:195-200):

1.Tahap menyiapkan materi konstruksi

Menyiapkan materi konstruksi sosial me-dia massa adalah tugas redaksi meme-dia massa, tugas itu didistribusikan pada desk editor yang ada di setiap media massa. Masing-masing me-dia memiliki desk yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media, Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu :

a.Keberpihakan media massa kepada kap-italisme. Sebagaimana diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti kekuatan-kekuatan ka-pital untuk menjadikan media massa sebagai me-sin penciptaan uang dan pelipat gandaan.

b.Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam ben-tuk empati, simpati dan berbagai partisipasi ke-pada masyarakat, namun ujung-ujungnya adalah juga untuk menjual berita demi kepentingan ka-pitalis.

c.Keberpihakan kepada kepentingan umum. Bentuk keberpihakan kepada kepentin-gan umum dalam arti sesungguhnya sebenarn-ya adalah visi setiap media massa, namun akh-ir-akhir ini visi tersebut tak pernah menunjukkan jati dirinya, namun slogan-slogan tentang visi ini tetap terdengar.

Jadi,dalam menyiapkan materi konstruk-si, media massa memosisikan diri pada tiga hal tersebut di atas, namun pada umumnya keberpi-hakan pada kepentingan kapitalis menjadi sangat dominan mengingat media massa adalah mesin produksi kapitalis yang mau ataupun tidak harus menghasilkan keuntungan.

2.Tahap sebaran konstruksi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing-masing media berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak memiliki konsep real time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu atau bulan, seperti terbitan harian, terbitan mingguan atau terbitan beberapa mingguan atau bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real time yang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut.

Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, di-mana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain ke-cuali mengonsumsi informasi itu. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa ada-lah semua informasi harus sampai pada pemba-ca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media menjadi penting pula bagi pembaca. 3.Tahap pembentukan konstruksi realitas

a.Tahap pembentukan konstruksi realitas Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah sampai pada pem-baca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generik. Pertama, konstruksi realitas pem-benaran; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama adalah konstruksi pembenaran se-bagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung mem-benarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Den-gan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah

(5)

keja-dian. Tahap kedua adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Tahap ketiga adalah menjad-ikan konsumsi media massa sebagai pilihan kon-sumtif, dimana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan. Pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila ia belum membaca koran.

b.Pembentukan konstruksi citra

Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model: 1) model good news, Model good news adalah se-buah konstruksi yang cenderung mengkonstruk-si suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek pemberitaan dikon-struksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhn-ya kebaikan sesungguhn-yang ada pada objek itu sendiri. 2) model bad news. model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi ke-jelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya sifat jelek, buruk, dan jahat yang ada pada objek pem-beritaan itu sendiri.

4.Tahap konfirmasi

Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca memberi argumenta-si dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan ber-sedia hadir dalam proses konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu: a) kehidupan modern meng-hendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa, b) kedekatan dengan media massa adalah life style orang mod-ern, dimana orang modern sangat menyukai pop-ularitas terutama sebagai subjek mediamassa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media

ber-dasarkan subjektivitas media, namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang mer-upakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses.

Analsis Framing

Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Ga-gasan mengenai framing, pertama kali dilontar-kan oleh Beterson tahun 1955 (Sobur, 2012:161). Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideolo-gi media saat mengkonstruksikan fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih ber-makna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk mengiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaima-na perspektif atau cara pandang yang digubagaima-nakan oleh wartawan ketika meyeleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2012:162).

Dalam buku “Analisis Framing” yang dit-ulis oleh Eriyanto (2007: 139-154), ada dua efek dari framing, yaitu :

A.Mobilisasi Massa

Pada saat media menggunakan framing maka otomatis akan menghadirkan opini publik terhadap suatu peristiwa. Isu tertentu yang dike-mas dengan framing tertentu akan mengakibat-kan pemahaman khalayak yang berbeda atas se-buah isu. Pemberitaan sese-buah peristiwa dengan kemasan dan pendefinisian tertentu akan men-ciptakankomunitas khalayak yang mempunyai pemahaman opini yan sama. Komunitas itulah yang secara tidak langsung termobilisasi akibat framing pemberitaan media.

B.Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu Framing pemberitaan media mempen-garuhi bagaimana khalayak menafsirkan suatu realitas atau peristiwa. Penafsiran itulah yang akhirnya terekam pada ingatan khalayak. Sebuah peristiwa yang dipublikasikan selama beberapa hari berturut-turut dengan kesan dramatis akan menyebabkan khalayak mengingat peristiwa tersebut sebagai kenangan yang dramatis.

(6)

De-mikian pula dengan seorang tokoh akan menan-cap dalam ingatan khalayak.

Analisis Framing oleh Robert N. Entman Secara teknis, tidak mungkin bagi seorang jurnalis untuk mem-framingseluruh bagian ber-ita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadi-an (happening) penting dalam sebuah berita saja yang menjadi objekframingjurnalis.Namun ba-gian-bagian kejadian penting ini sendiri merupa-kan salah satu aspek yang sangat ingin diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan (Sobur, 2015:172).

Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunika-si. Framing yang merupakan metode penyajian realitas terkait kebenaran tentang suatu kejadian yang tidak dapat diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan pe-nonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo, 2001:186).

Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar – dasar bagi anali-sis framing untuk studi isi media. Konsep men-genai framing ditulis dalam sebuah artikel untuk Journal of Political Communication dan tulisan lain yang mempraktikan konsep itu dalam suatu studi kasus pemberitaan media. Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipan-dang sebagai penempatan informasi – informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari pada isu yang lain (Eriyanto, 2012 :220).

Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan meng-abaikan isu yang lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana – penempatan yang mencolok (menempatkan di-headline depan atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis un-tuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan

orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terh-adap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan lain – lain.

Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaima-na perspektif tau cara pandang yang digubagaima-nakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menu-lis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut (Eri-yanto, 2012 :221).

Framing Entman sendiri ditekankan bagaimana menggambarkan pada suatu pros-es seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing milik Robert N. Entman ini dibagi menjadi empat elemen yaitu: (Define Problems atau pendefinisian masalah), yaitu bagaimana suatu peristiwa dilihat sebagai apa, (Diagnose Causes atau memperkirakan penyebab masalah), memperkirakan masalah atau sumber dari masalah, (Make Moral Judge-ment atau membuat pilihan moral), yaitu nilai moral apa yang ingin disajikan dalam berita, (Treatment Recommendation atau menekankan penyelesaian), yaitu penyelesaian apa yang in-gin ditawarkan untuk mengatasi konflik tersebut. (Eriyanto,2002:223).

Ekonomi Politik Media

Pendekatan ekonomi politik media ber-pendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik me-dia, modal, dan pendapatan media dianggap leb-ih menentukan bagaimana wujud isi media. Fak-tor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan (Sudibyo, 2001:2). Dalam pendekatan politik ekonomi media, kepemilikan media (media own-ership) mempunyai arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat.

(7)

sempit oleh Mosco sebagai: studi tentang hubun-gan-hubungan sosial, khususnya hubungan kekuasaan yang saling menguntungkan antara sumber-sumber produksi, distribusi dan konsum-si, termasuk didalamnya sumber-sumber yang terkait dengan komunikasi (Boyd Barrett, 1995: 186). Boyd Barrett secara lebih gamblang men-gartikan ekonomi politik sebagai studi tentang kontrol dan pertahanan dalam kehidupan sosial. (Boyd Barrett, 1995: 186)

Metodologi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengeta-hui bagaimana konstruksi pemberitaan kenaikan harga rokok di KOMPAS.com menurut perang-kat framing Robert N. Entman serta faktor yang mempengaruhi proses konstruksi. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan berdasarkan kepada penelitian-penelitian Ilmu Komunikasi dalam konteks analisis teks media. Konsep penelitian yaitu tentang Konstruksi Pem-beritaan Kenaikan Harga Rokok Di Kompas. Com. Objek penelitian ini adalah Pemberitaan Kenaikan Harga Rokok di KOMPAS.com, yang akan di analisa menggunakan analisis framing Robert N.Entman untuk mengetahui bagaimana KOMPAS.com mengkonstruksi berita kenaikan harga rokok. Data dikumpulkan melalui doku-mentasi dan studi pustaka. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis framing Robert N. Entman dengan menggunakan empat perang-kat analisis yakni Define Problems, Diagnose Causes, Make Moral Judgement, dan Treatment Recommendation.

Reduksi data dilakukan ketika data telah dikumpulkan. Reduksi data dilakukan dengan cara menganalisis sebanyak enam berita terkait kenaikan harga rokok di KOMPAS.com ber-dasarkan perangkat framing Robert N. Entman. Terkait bagaimana data yang diperoleh dapat dikaitkan dengan teori-teori yang digunakan da-lam penelitian ini. Selanjutnya hasil reduksi disa-jikan dalam bentuk screenshoot berita online. Penyajian tersebut kembali direduksi, dengan memilah-milah data yang penting serta menen-tukan data yang masih kurang lengkap sehingga dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sehubun-gan densehubun-gan penelitian. Untuk data yang masih kurang lengkap, maka peneliti kembali

melaku-kan pengumpulan data, dilanjutmelaku-kan dengan re-duksi penyajian dan penarikan kesimpulan. Hasil Penelitian

Konstruksi Pemberitaan Kenaikan Harga Rokok Di Kompas.com

Dari keenam define problems yang telah ditemukan, maka isu kenaikan harga rokok oleh Kompas.com mulai diberitakan dan dikonstruksi ketika masalah–masalah yang ada dimasyarakat mulai bermunculan terkait isu tersebut. Seperti adanya keresahan petani tembakau, adanya in-flasi di pedesaan dan beberapa masalah-masalah lainnya yang telah diungkapkan melalui define problems berita kenaikan harga rokok oleh Kom-pas.com. Konstruksi pemberitaan kenaikan harga rokok dimulai dengan berita terkait isu kenaikan harga rokok yang diposting oleh Kompas.com pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2016 yang kemudian muncul tanggapan petani tembakau dan diberitakan oleh Kompas.com pada hari Selasa, 20 September 2016 dengan judul “Ke-naikan Harga Rokok Tak Sepadan dengan Harga Jual Tembakau dari Petani”.

Setelah pemberitaan terkait komentar yang kurang setuju dengan kenaikan harga rokok muncul, kemudian Kompas.com kembali mem-beritakan adanya dukungan terhadap kebijakan kenaikan harga rokok dengan judul berita “Sur-vey:76 Persen Perokok Setuju Kenaikan Harga Rokok” yang diposting pada Hari Senin, tanggal 22 Agustus 2016. Dan pada tanggal 23 Agus-tus 2016 Kompas.com memposting berita “Ke-naikan Harga Rokok Beri Peluang Beredarnya Rokok Ilegal” yang memuat isi terkait dampak buruk kenaikan harga rokok, lanjut pada 1 Sep-tember 2016 Kompas.com kembali memposting berita yang memuat dampak buruk dari isu ke-naikan harga rokok berita tersebut berjudul “Isu Kenaikan Harga Rokok Dorong Inflasi di Perde-saan Sentuh 0,06 Persen “. Setelah itu pada tang-gal 20 September, sebagai bentuk jawaban dari polemik isu kenaikan harga rokok maka Kompas. com memposting kembali berita kenaikan harga rokok dengan judul “Sebelum Menaikkan Har-ga Rokok, Pemerintah Diminta Perbaiki Struktur Cukai”.

(8)

Ke-naikan Harga Rokok di Kompas.com

Adanya komitmen yang kuat, jejaring yang erat, dan tindakan pasti Pemerintah Pusat dan Daerah bersama seluruh masyarakat adalah modal dasar dalam mewujudkan Indonesia Be-bas Asap Rokok. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tingkat Kabupaten/ Kota hendaknya semakin diperluas cakupan dan jangkauannya di Indone-sia melalui penerbitan regulasi dan implementa-si. Dewasa ini, sudah ada 220 Kabupaten/Kota di 34 Provinsi yang memiliki peraturan terkait Ka-wasan Tanpa Rokok (KTR). Langkah ini penting demi melindungi masyarakat dari ancaman gang-guan kesehatan akibat lingkungan yang tercemar asap rokok. Selain itu, apresiasi tinggi Kemenk-es kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Anies Baswedan, yang telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di lingkungan sekolah. Guna meningkat-kan kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dengan upaya advokasi, sosialisasi, dan penerbitan regulasi, perlu diperkuat dengan pelembagaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta perilaku CERDIK, yang merupa-kan kepanjangan dari Cek Kesehatan Secara Ber-kala; Enyahkan Asap Rokok; Rajin Beraktifitas Fisik; Diet Sehat dan Seimbang; Istirahat Cukup; dan Kelola Stress.

Kebijakan yang ditetapkan tersebut melalui Peraturan Mentri yang berada di era Jokowi, hubungan antara Kompas dan Jokowi memang telah lama berjalan cukup baik. Dari jokowi ma-sih berstatus sebagai gubernur DKI hingga Joko-wi menjadi presiden. Sehingga kebijakan-kebija-kan yang dikeluarkebijakan-kebija-kan oleh pemerintahan Jokowi tentu saja mendapat prioritas untuk diberitakan di Kompasiana. Kedekatan ini dibuktikan den-gan undanden-gan jokowi untuk 100 kompasianer pada 12 Desember 2015. Jokowi mendukung kegiatan yang dilakukan oleh Kompasiana, dan Kompasiana pun memfasilitasi publisitas pada setiap kebijakan-kebijakan atau isu-isu terkait kebijakan pada Pemenrintahan Jokowi dalam hal ini isu kenaikan Harga Rokok.

Pembahasan

Hasil penelitian di atas, telah memberi-kan gambaran terhadap bagaimana Kompas.com

membingkai pemberitaan terkait kenaikan harga rokok. Namun diperlukan pembahasan lebih lan-jut untuk bisa menjawab rumusan masalah dari penelitian ini. Secara keseluruhan Kompas.com membingkai dampak serta tanggapan terhadap kenaikan harga rokok. Hal ini terlihat dari enam berita yang diposting oleh Kompas.com tiga di-antaranya membahas dampak kenaikan harga rokok, sedangkan tiga berita lainnya memiliki pembahasan yang berbeda-beda. Meskipun de-mikian, tapi ketiga berita tersebut tetap meny-isipkan pembahasan terkait dampak kenaikan harga rokok. Seperti pada berita dengan judul “Dipertimbangkan, Kenaikan Harga Rokok Jadi Rp 50.000 Per Bungkus”, “Survei: 76 Persen Perokok Setuju Kenaikan Harga Rokok” dan “Sebelum Menaikkan Harga Rokok, Pemerintah Diminta Perbaiki Struktur Cukai”.

Meskipun judul dari ketiga berita tersebut tidak terkait dampak kenaikan rokok, tapi keti-ganya masih menyisipkan pembahasan tentang dampak kenaikan rokok. Hal itu terlihat dari ha-sil analisis dari ketiga berita tersebut, pada berita “Dipertimbangkan, Kenaikan Harga Rokok Jadi Rp 50.000 Per Bungkus” make moral judgement-nya adalah “selama ini, harga rokok di bawah Rp.20.000 dinilai menjadi penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia”, dari kutipan ber-ita tersebut menerangkan adanya asumsi bahwa ketika harga rokok naik akan berdampak pada menurunnya jumlah perokok di Indonesia. Dan kemudian berita yang berjudul “Survei: 76 Pers-en Perokok Setuju KPers-enaikan Harga Rokok” juga membahas sedikit terkait dampak kenaikan har-ga rokok, hal itu terlihat pada make moral judge-ment berita tersebut yang dikutip adalah “Selama ini, Indonesia merupakan negara dengan harga rokok termurah.Hal ini membuat banyak anak usia sekolah yang mudah membeli rokok.

Mereka akan tumbuh menjadi generasi yang sakit-sakitan pada usia produktif karena rokok bersifat adiktif”.Hampir sama pada beri-ta sebelumnya, beriberi-ta di aberi-tas menilai bahwa un-tuk menghasilkan generasi mudah yang sehat dimasa produktif maka harga rokok tidak boleh terjangkau oleh anak usia sekolah. Namun pada berita yang berjudul “Sebelum Menaikkan Har-ga Rokok, Pemerintah Diminta Perbaiki Struk-tur Cukai”, menjelaskan dampak dari kenaikan

(9)

harga rokok lewat diagnose causes yang dikutip bahwa “kenaikan harga rokok yang sangat dras-tis akan berdampak pada tumbangnya industri, dan berujung PHK massal pada sektor industri rokok nasional”. Berita di atas menjelaskan hal yang berbanding terbalik dari dua berita sebel-umnya dengan mengungkapkan dampak negatif dari kenaikan harga rokok, sehingga memperli-hatkan adanya sikap kurang setuju akan kenaikan harga rokok jika dinaikkan dengan harga yang drastis. Dan untuk ketiga berita lainnya yang membahas dampak dari kenaikan harga rokok secara mendalam dengan judul “Kenaikan Harga Rokok Beri Peluang Beredarnya Rokok Ilegal”, “Isu Kenaikan Harga Rokok Dorong Inflasi di Perdesaan Sentuh 0,06 Persen” dan “Kenaikan Harga Rokok Tak Sepadan dengan Harga Jual Tembakau dari Petani” setelah dilakukan anal-isis, maka terlihat bahwa berita tersebut men-gungkapkan dampak negatif dari kenaikan harga rokok.

Hal tersebut dapat kita lihat dengan hasil analisis pada berita yang berjudul “Kenaikan Harga Rokok Beri Peluang Beredarnya Rokok Ilegal”, pada berita tersebut ditemukan make moral judgement bahwa “ Menurut pemilik pabrik rokok, jika harga rokok naik dengan ke-naikan yang tinggi maka berpotensi beredarn-ya rokok-rokok ilegal tanpa cukai dan PHK karyawan pabrik. Sementara menurut petani tembakau, kenaikan harga rokok yang sangat drastis akan menyebabkan permintaan tembakau ikut menurun drastis”. Meskipun demikian, ber-ita tersebut memperlihatkan bahwa tidak adanya penolakan terhadap kenaikan harga rokok, dib-uktikan dengan treatment recommendation yang ditemukan pada berita tersebut yang menyatakan “ Tidak menaikkan harga rokok secara drastis”.

Berita yang selanjutnya, yang berjudul “Isu Kenaikan Harga Rokok Dorong Inflasi di Perdesaan Sentuh 0,06 Persen” juga membahas dampak negatif dari kenaikan harga rokok. Di-mana pada berita ini yang telah diterangkan oleh judulnya, bahwa kenaikan harga akan menyebab-kan inflasi di pedesaan sebesar 0.06% yang dapat kita lihat pada treatment recommendation yang mengungkapkan bahwa “BPS akan melakukan survey lebih lanjut terkait inflasi jika harga rokok benar-benar naik”. Akan tetapi sama halnya pada

berita sebelumnya, berita ini juga tidak men-yatakan adanya penolakan terhadap kenaikan harga rokok, bisa kita lihat pada make moral judgement pada berita ini bahwa “para pedagang eceran melakukan antisipasi sebelum pemerin-tah betul-betul menaikkan cukai rokok”. Dari make moral judement tersebut dapat kita mak-nai bahwa para pedagang tidak merasa keberatan dengan rencana kenaikan harga rokok, mereka malah akan melakukan antisipasi sebelum harga rokok dinaikkan oleh pemerintah.

Berita terakhir yang berjudul “Kenaikan Harga Rokok Tak Sepadan dengan Harga Jual Tembakau dari Petani”, sama dengan kedua ber-ita sebelumnya yang membahas tentang dampak kenaikan harga rokok. Berita ini juga membahas dampak negatif kenaikan harga rokok. Hal itu terlihat pada make moral judgement berita terse-but yang mengungkapkan bahwa “Harga rokok belum naik pun, sudah banyak masalah yang ha-rus dihadapi oleh petani tembakau di Getasan. Di antaranya intensitas hujan yang tinggi yang menyebabkan rusaknya tembakau, serta pros-es pengeringan yang membutuhkan biaya ek-stra”,hal tersebut menjelaskan bahwa akan ada kerugian pada pedagang tembakau jika terjadi kenaikan harga rokok.Akan tetapi sama halnya pada kedua berita sebelumnya, meskipun mem-bahas dampak negatif dari kenaikan harga rokok tapi berita tersebut juga tidak melihatkan sikap penolakan terhadap kenaikan harga rokok. Sep-erti yang diungkapkan melalui treatment recom-mendation berita tersebut bahwa “Para petani tembakau di Getasan, Kabupaten Semarang ber-harap wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 perbungkus juga diikuti kenaikan harga jual daun tembakau”, jelas bahwa petani hanya berharap ada keseimbangan jika harga rokok naik maka harga jual tembakaupun harus naik.

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita lihat bahwa bagaimana Kompas.com mem frame dan mengkonstruksi berita kenaikan har-ga rokok, denhar-gan menonjolkan dampak dari ke-naikan harga rokok baik dari segi positif maupun negatif sedangkan alasan dari kebijakan untuk menaikkan harga rokok tidak terlalu dinampa-kkan pada berita-berita yang diposting Kompas. com. Konstruksi berita kanaikan harga rokok oleh Kompas.com diawali dengan mepersiapkan

(10)

materi terkait isu kenaikan harga rokok kemudi-an menyebarkkemudi-an pemberitakemudi-an isu tersebut den-gan materi yang berisi pendapat masyarakat yang mengkonsumsi dan yang tidak mengkonsumsi rokok serta dampak dari kenaikan harga rokok, kemuadian yang terkahir adalah tahapan pembe-rian solusi dari Kompas.com terkait polemik isu kenaikan harga rokok.

Konstruksi pemberitaan kenaikan harga rokok oleh Kompas.com tersebut berkaitan den-gan posisi posisi kontruksi sosial media massa, dimana Posisi “Kontruksi Sosial Media Massa” adalah mengoreksi subtansi kelemahan dan me-lengkapi “kontruksi sosial atas realitas” dengan menempatkan seluruh kelebihan media dan efek media pada keunggulan “kontruksi sosial me-dia massa” atas “kontruksi sosial atas realitas”. Kompas.com dengan konstruksi yang dilaku-kan terkait pemberitaan kenaidilaku-kan harga rokok, melakukan koreksi terhadap kelemahan kebija-kan kenaikebija-kan harga rokok yang telah terbangun dipola pikir masyarakat dari hasil konstruksi sosial terhadap realitas dampak dari konsumsi rokok yang ada dimasyarakat. Sehingga Kom-pas.com menghadirkan solusi dari polemik isu yang dibingkai daalm berita berjudul “Sebelum Menaikkan Harga Rokok, Pemerintah Diminta Perbaiki Struktur Cukai kenaikan harga rokok” sebagai pelengkap dari konstruksi berita isu ke-naikan harga rokok.

Dengan demikian bahwa bisa kita lihat bahwa Kompas.com memposisikan diri men-dukungakan kebijakan kenaikan harga rokok. Hal ini didasari dengan hubungan baik yang su-dah terjalin baik antara kompas media dan pe-merintahan Jokowi. Hal ini berkaitan dengan pendekatan ekonomi politik media, bahwa isi media lebih dintentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Sehubungan dengan kekuatan politik yang di-miliki oleh Jokowi sebagai orang paling berpen-garuh di Indonsia saat ini.

Hubungan baik yang terjalin antara Kom-pas Media dan Pemerintahan Jokowi adalah hubungan simbiosis mutualisme atau dengan kata lain hubungan saling menguntungkan. Kompas berperan aktif dalam pemberitaan posi-tif terkait pemerintahan Jokowi serta berperan

dalam mengkomunikasikan kebijakan-kebija-kan pemerintahan Jokowi kepada masyarakat melalui pemberitaan di media massa dalam hal ini media online kompasiana atau kompas.com. Di sisi lain, Jokowi juga mendukung setiap pro-gram yang dilakukan oleh kompasiana.

Pemberitaan yang dilakukan pada media online kompasiana juga dipengaruhi oleh adanya hirarki pengaruh isi media yang menurut Shoe-maker dan Reese bahwa isi pesan media atau agenda media merupakan hasil tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media. Pengaruh internal berkaitan dengan kepentingan individual wartawan sebagai individu yang men-cari berita, hal ini juga berkaitan dengan kebutu-han media terhadap berita terkait kenaikan har-ga rokok. Penhar-garuh eksternal berkaitan denhar-gan kekuatan ekonomi, sosial dan politik dari luar media. Pemerintah dalam hal ini Jokowi memi-liki kekuatan eksternal yang sangat kuat sebagai Presiden Republik Indonesia, bahwa kompas mmbutuhkan dukungan dari orang nomor satu Indonesia untuk menjadi media yang kuat dan mampu bersaing dengan media-media lain. Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah di-jelaskan pada bab sebelumnya terkait pemberita-an kompas.com terkait isu kenaikpemberita-an harga rokok, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai beri-kut:

1.Konstruksi yang dilakukan Kompas.com ter-kait pemberitaan kenaikan harga rokok, melaku-kan koreksi terhadap kelemahan kebijamelaku-kan ke-naikan harga rokok yang telah terbangun dipola pikir masyarakat dari hasil konstruksi sosial ter-hadap realitas dampak dari konsumsi rokok yang ada dimasyarakat. Sehingga Kompas.com meng-hadirkan solusi dari polemik isu yang dibingkai daalm berita berjudul “Sebelum Menaikkan Har-ga Rokok, Pemerintah Diminta Perbaiki Struktur Cukai kenaikan harga rokok” sebagai pelengkap dari konstruksi berita isu kenaikan harga rokok. 2.Konstruksi pemberitaan pada kompas.com dipengaruhi oleh faktor internal media dan fak-tor eksternal dari media. Fakfak-tor internal berkai-tan dengan kebutuhan individu wartawan untuk memenuhi kebutuhan berita terkait rencana

(11)

ke-naikan rokok, serta kebutuhan media terhadap berita. Sedangkan faktor ekternal adalah pen-garuh yang diberikan oleh Jokowi sebagai peme-gang kekuasaan politik tertinggi di Indonesia saat ini, sehingga apa yang diberitakan oleh Kompas pada akhirnya lebih berpihak pada kebijakan pe-merintah.

Daftar Pustaka

Sudibyo, Agus. 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. LkiS

Bungin,Burhan. 2008.Kontruksi Sosial Me-dia Massa: Kekuatan Pengaruh MeMe-dia Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta kritik terhadap Peter L Berger & Thomas Luckmann. Jakarta: Kencana

Boyd, Barrett.1995. Oliver New Bold. Approach-es To Media. London

Eriyanto. 2002. Analisis Framing. Yogyakarta: LkiS

_______. 2007. Konstruksi, Ideologi, Politik Me-dia dan Analisis Framing.. Yogyakarta. LkiS

_______. 2012. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik. Yogyakarta: Lkis Sobur, 2015. Analisis Teks Media: Suatu

Pen-gantar untuk Analisis Wacana, Analisis Simiotik, dan Analisis Framing. Band-ung: Remaja Rosdakarya.

Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan Perta-rungan Wacana. Lkis, Yogyakarta

h t t p : / / b i s n i s k e u a n g a n . k o m p a s . c o m / read/2016/08/21/130619026/wacana.har- ga.rokok.naik.hingga.rp.50.000.ini.tang-gapan.sampoerna, diakses pada 7 Januari 2017, pukul 14.00 Wita

h t t p : / / h e a l t h . k o m p a s . c o m / read/2016/08/22/153622123/survei.76. persen.perokok.setuju.kenaikan.harga. rokok, diakses pada 7 Januari 2017, pukul 14.00 Wita

http://www.bbc.com/indonesia/berita_indone-sia/2016/08/160822_indonesia_rokok_ naik, diakses pada 14 November 2016, pukul 22.00 Wita dan 16 November 2016

pukul 16.00 Wita

http://bisnis.liputan6.com/read/2622165/rinciankenaikanhargarokokyang b e r -laku-mulai-1-januari-2017, diakses pada 14 November 2016, pukul 22.00 Wita.

http://doktersehat.com/masyarakat-indone- sia-akan-mengalami-lonjakan-pecan- du-rokok-di-usia-produktif/#ixzz4Jez-Zr3QB, diakses pada 14 November 2016, pukul 22.00 Wita

http://www.voaindonesia.com/a/peringatan-mer-okok-tak-efektif-/3204375.html, di akses pada 14 November 2016, pukul 22.00 Wita

http://www.kompasiana.com/lhapiye/efek- tifkah-peringatan-dengan-gambar-se-ram-pada-kemasan rokok_56cefec-9bc22bdaf153a13b2, diakses pada 14 November 2016, pukul 22.00 Wita

http://www.theglobalreview.com/content_detail. php?lang=id&id=19403&type=102#. WGLEC9IrLDc, diakses pada 14 No-vember 2016, pukul 22.00 Wita

(12)

Referensi

Dokumen terkait