• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19: Implementasi Ibrani 12:28

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19: Implementasi Ibrani 12:28"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Ibadah Online di Masa Pandemi Covid-19: Implementasi Ibrani 12:28

Onisimus Langfan

Sekolah Tinggi Teologi Samuel Elizabeth, Jakarta

onisimuslangfan92@gmail.com

Abstract: In general Christians have the desire to worship, because through worship Christians can

channel respect, praise, gratitude, fear of God, and listen to the Word of God through worship that is usually done in church every day to find a mutually exclusive relationship or make a fellowship. With the covid-19 outbreak that emerged in December 2019 and eventually made the Indonesian government issue regulations to eliminate worship activities within a certain time in accordance with the chain of transferring the covid-19 outbreak. Situations like this make Christians unable to worship officially in church because they have to use another alternative, namely to worship online at home. Seeing such conditions, then this article discusses the attitude of respect, fear of God, and the sincerity of the congregation to God when worshiping online. With this quantitative research, the author can provide an overview of attitudes toward online worship, worship through online (house church) the atmosphere is not significant specifically in terms of the sincerity of the church in worship with respect and fear of God.

Keywords: Church; congregation; Covid-19; pandemic; worship online

Abstrak: Pada umumnya orang Kristen memiliki keriduan untuk beribadah, karena melalui ibadah orang Kristen dapat menyalurkan rasa hormat, pujian, rasa terima kasih, takut akan Allah, dan mendengarkan Firman Tuhan melalui ibadah yang biasa dilakukan di gereja setiap hari minggu secara bertatap mukan atau berbentuk persekutuan. Dengan adanya wabah penyakit covid-19 yang muncul pada desember 2019 dan pada akhirnya membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan untuk meniadakan kegiatan-kegiatan ibadah dalam sementara waktu demi memutuskan mata rantai penyebaran wabah penyakit covid-19. Situasi tersebut membuat orang Kristen tidak bisa beribadah secara persekutuan di gereja melainkan harus menggunakan alternative lain yaitu beribadah secara online di rumah. Melihat kondisi yang demikian makan artikel ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana sikap penghormatan, rasa takut akan Allah, dan kesungguh-sungguhan jemaat kepada Tuhan saat ibadah secara online. Adapun melalui penelitian kuantitatif ini, penulis dapat memberikan gambaran mengenai sikap jemaat terhadap ibadah online bahwa, ibadah melalui online (gereja rumah) suasananya tidak signifikan khususnya dalam hal kesungguh-sunnguhan jemaat dalam beribadah dengan penuh rasa hormat dan takut akan Allah.

Kata kunci: Covid-19; gereja; ibadah online; jemaat; pandemi

PENDAHULUAN

Dalam kondisi yang mengkuatirkan seperti terjadinya wabah penyakit Covid-19 atau penyakit-penyakit lain yang serupa sehingga membuat perekonomian di Indonesia menjadi terganggu, banyak korban akibat penyakit. Seharusnya hal ini dapat menyadarkan orang Kristen untuk berharap dan bersungguh-sunggu beribadah kepada Tuhan, bahkan semakin meningkatkan iman dan percayanya kepada Tuhan sang penolong. Dengan adanya wabah penyakit Covid-19 ini mempengaruhi seluruh kegiatan peribadatan sehingga orang

Available at: http://sttse.ac.id/e-journal/index.php/stella

Volume 1, No 1, April 2021 (15-28)

(2)

Kristen pun tidak bisa beribadah di gereja seperti biasanya. Meskipun keadaan demikian namun dengan adanya kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan untuk beribadah secara online dengan sarana virtual meeting melalui aplikasi zoom atau live streaming. Kebaktian online menjadi alternative untuk pedeta dan sesama jemaat dapat bersekutu dengan Tuhan, namun ibadah online diketahui tidak terlalu signifikan karena melalui ibadah online tidak semua jemaat dapat beribadah dengan sungguh-sungguh dan dapat mendengarkan firman Tuhan dengan baik karena pengaruh dari situasi yang berbeda.

Tidak efektifnya dalam kebaktian online disebabkan oleh kebiasaan seperti beriba-dah dengan cara persekutuan yang suberiba-dah membudaya dalam kehidupan orang Kristen yang seperti biasanya harus ke gereja. Dapat disadari bahwa kebiasaan beribadah secara perse-kutuan dapat mempengaruhi keseriusan dan kesungguh-sungguhan jemaat dalam kebaktian secara online yang jarang bahkan tidak pernah dilakukan sebelumnya. Kebiasaan yang di-maksud adalah dorongan rohani untuk memiliki persekutuan yang sungguh-sungguh. Selain itu tata ibadah di gereja pun bisa mempengaruhi jemaat untuk sadar akan posisinya sebagai jemaat Tuhan yang beribadah dengan penuh hormat dan takut akan Allah berdasarkan cara yang berkenan kepada Allah.

Dari segala kekurangan dan kelebihan dari kebaktian online, yang patut disyukuri adalah dengan adanya sarana-sarana dari teknologi membuat jemaat Tuhan tetap beribadah kepada Tuhan. Dengan sarana terknologi yang ada jemaat Tuhan dapat menyalurkan rasa hormat, pujian dan terima kasih kepada Tuhan. Ibadah online merupakan sarana untuk beribadah kepada Tuhan antar sesama anggota gereja namun tidak semua orang Kristen dapat memanfaatkan sarana tersebut untuk beribadah pada Allah, bahkan ibadah online dianggap bukan suatu kebaktian melainkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pendeta untuk melaksanakan kewajiban gereja terhadap jemaatnya. Hal ini menggambarkan bahwa kebiasaan orang Kristen untuk beribadah di gereja secara tatap muka atau pesekutuan sangat mempengaruhi ibadah yang dilaksanakan dalam bentuk lain termasuk ibadah online.

Melihat kondisi adanya Wabah Penyakit Covid-19 yang mengakibatkan jemaat harus beribadah di rumah. Sudah ada peneliti-peneliti terdahulu yang menulis hasil penelitiannya melalui artikel yang berkaitan dengan Wabah Penyakit Covid-19 yaitu artikel yang ditulis oleh Fransiskus Irwan Widjaja dkk., yang mengajukan sebuah stimulasi pratik gereja rumah di tengah pandemi Covid-19.”1 Dalam pembahasan artikel tersebut lebih dikedepankan sikap teologis gereja dalam melihat sebuah tantangan yang dihadapi dan sikap terhadap pembatasan ibadah. Selain itu artikel yang ditulis oleh Irwanto Berutu dan Harls EvanSiahaan, yang mengajukan tentang ibadah komsel yang dilakukan secara virtual.2 Atikel tersebut juga juga membahas mengenai Ibadah di rumah dengan adanya

1Fransiskus Irwan Widjaja et al., “Menstimulasi Praktik Gereja Rumah Di Tengah Pandemi Covid-19,” Kurios (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 6, no. 1 (2020): 127–139,

http://www.sttpb.ac.id/e-journal/index.php/kurios/article/view/166. Band. Susanto Dwiraharjo, “Konstruksi Teologis Gereja Digital: Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi Covid-19,” EPIGRAPHE:

Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 4, no. 1 (2020): 1–17.

2Irwanto Berutu and Harls Evan R Siahaan, “Menerapkan Kelompok Sel Virtual Di Masa Pandemi Covid-19,” SOTIRIA (Jurnal Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 3, no. 1 (2020): 53–65.

(3)

Covid-19 tersebut. Adapun artikel tersebut memuat tentang makna ibada secara teologis berdasarkan etimologi maupun historis untuk menemukan konsep ibadah yang benar.

Dari paparan diatas dapat siketahui bahwa untuk melihat kondisi gereja dengan adanya Covid-19 sebenarnya sudah di bahas oleh artikel-artikel terdahulu. Namun pada kesempatan ini penulis ingin meneliti kembalai mengenai situasi ini karena artikel-artikel terdahulu hanya sebatas menerangkan bagaimana sikap gereja terhadap ibadah di rumah dan bagaimana konsep ibadah yang benar dimasa sulit. Karena dilihat artikel-artikel terdahulu belum mengungkapkan bagaimana beribadah online dengan cara yang berkenan kepada Allah yaitu dengan rasa hormat dan takut berdasarkan Ibrani 12:28. Maka melaui artikel ini penulis khusu memfokuskan penelitian pada implementasi Ibrani 12:28 dalam ibadah online di tengah merebaknya wabah penyakit Covid-19.

METODE PENELITIAN

Adapun penelitian dalam artikel ini menggunakan pendekan kuantitatif. Fokus metode kuantitatif adalah mengumpulkan data set dan melakukan generalisasi untuk menjelaskan fenomena khusus yang dialami oleh populasi. Instrumen penelitian dengan menggunakan pengisian angket berupa pernyataan yang di tujukan kepadan jemaat yang sering mengikuti ibadah online dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar jemaat memiliki rasa hormat dan takut atau sungguh-sungguh kepada Allah saat mengikuti ibadah online.

PEMBAHASAN

Memahami Ibrani 12:28

“Karena kita menerima Kerajaan...” Alkitab Terjemahan Baru menerjemahkan ayat ini mengikuti susunan kalimat Yunaninya, dan menyusunnya sesuai urutan waktu terja-dinya. Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini susunan kalimatnya. Lihat arti kerajaan di 1:8. Di ayat ini ungkapan ini tidak dapat dipastikan artinya. Di Perjanjian Baru pada umumnya itu berarti Allah memerintah dalam hidup orang percaya. Namun mungkin juga kata-kata ini berarti “menerima hak dari Allah untuk memerintah bersama dengan Dia”, seperti di beberapa ayat Alkitab lainnya. Namun di ayat-ayat lain dari buku surat Ibrani ini, orang Kristen dikatakan sedang berjalan menuju tanah perjanjian, seperti orang Israel dahulu (3:7-4:12). Orang-orang Kristen juga dikatakan sedang mencari tempat untuk beristerahat secara tetap atau menetap (11:13-16). Ini sesuai dengan ayat berikutnya yang mengutip ulangan 4:24 (terdapat dalam nas tentang sikap sepatutnya dari umat yang akan menerima tanah perjanjian).

Karena itu, bagian awal ayat ini mungkin dapat juga kita terjemahkan seperti: karena kita telah menerima tanah air yang tidak dapat tergoncang, atau karena kita termasuk di dalam kerajaan yang tidak dapat hilang dari kita, atau juga tempat atau negeri yang diperintah oleh Allah tidak akan tergoyahkan dan di sanalah kita akan tinggal. Karena itu.

(4)

“Marilah kita mengucap syukur”, Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini membagi ayat ini menjadi dua kalimat. Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini juga menyebutkan ungkapan ini di awal ayat ini, hendaklah kita mengucap terima kasih kepada Allah, lalu mengulang lagi menyebutkannya di tengah ayat ini, untuk mengawali kalimat yang kedua. Hendaklah kita berterima kasih. Dalam beberapa bahasa arti ungkapan ini hanya dapat kita terjemahkan seperti kita harus selalu, sungguh-sungguh, bersyukur atau mari kita terus berterima kasih kepada Allah. Kata “marilah kita mengucap syukur” (εχωμεν χαριν/ekhōmen kharin) juga dapat diterjemahkan menjadi “marilah kita memperoleh kasih karunia ” karena justru kasih karunia itulah yang memungkinkan ibadah tersebut (atau pelayanan λατρευoμεν/latreuo-men) mendatangkan upah3.

“Dan beribadah kepada Allah”, kata-kata Yunaninya secara harafiah berarti “dengannya, melaluinya, mari kita beribadah atau melayani”. Kata kerja beribadah sama dengan yang digunakan di 8:5 (pelayanan): 9:9 (persembahkan) 9:14 (beribadah kepada): 10:2 (melakukan ibadah). Dan juga di 13:10 (melayani). Sedangkan bentuk kata diterjmahkan “Ibadah” di 9:1,6. Kita perlu mempertahankan bentuk terjemahan yang seragam makna yang tidak terlalu berbeda satu sama lain. Kita dapat juga menerjemahkan seperi menyembah Allah.

“Menurut cara yang berkenan kepada-Nya”, beribadah kepada-Nya sama dengan yang digunakan di 11:5,6. Dan juga 13:16, 21. Ungkapan ini dapat juga diterjemahkan menjadi: dengan cara yang Dia senang, atau dengan cara yang akan membuat Dia senang, atau juga menurut apa yang Dia inginkan. “Hormat”, Kata benda Yunaninya di 5:7 diterjemahkan “kesalehan” sedangkan kata kerjannya di 11:7 diterjemahkan menjadi “saleh” di Luk. 2:25 dan di Kis. 2:5; 8:2; 22:12. Kata ini biasanya dipakai berkaitan dengan Allah. “Takut”, ini diterjemahkan dari kata benda yang menunjukan sikap takut penuh rasa hormat yang mendalam. Dalam bahasa sasaran, takut mungkin hanya berarti “merasa ngeri” atau “tidak berani”. Jika demikian, kita perlu mencari cara untuk menunjukan dengan tepat makna yang dimaksudkan takut di sini. Dalam bahasa tertentu kita hanya dapat menerjemahkan dengan hormat dan takut dengan menggabungkan maknanya menjadi, seperti: dengan menunjukan rasa hormat yang sungguh-sungguh besar atau mendalam. Ada juga yang menerjemahkan seperti: kita benar-benar harus hormat dan tunduk kepada-Nya.

Sesuai dengan penjelasan di atas, di samping Alkitab Terjemahan Baru dan Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini, ayat ini dapat juga diterjemahkan sebagai berikut:

Jadi, karena kita termasuk di dalam kerajaan Allah yang tidak dapat terguncangkan, marilah kita berterima kasih kepada Allah. Dengan begitu kita menyembah Allah dengan cara yang membuat Dia senang, yaitu dengan benar-benar hormat dan tunduk kepada-Nya. Atau, kita mendapat dari Allah negeri yang tidak terguncang-kan. Karena itu, marilah kita bersyukur dengan begitu melayani Allah dengan cara yang menyenangkan hati-Nya. Kita benar-benar taat dan tunduk pada Dia4.

3Dave Hagelberg, Tafsiran Surat Ibrani dari bahasa Yunani: (Jakarta: Kalam Hidup)

4Paul Ellingworth dan Eugene A. Nida, Pedoman Penafsiran Alkitab Surat kepada Orang-Orang Ibrani. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2013), 346-347

(5)

Ibadah Minggu

Hari minggu. Di zaman Patristik, ada tiga ibadah mingguan, yaitu; hari Minggu, Sabat dan Rabu-jumat. Terutama hari minggu, ia menjadi hari istimewah, sehingga sejak Maret 321, Kaisar Konstantinus Agung (± 274.337) menetapkan menjadi hari libur resmi terutama bagi pegawai pemerintah. Perlu dicatat bahwa Reformator tidak setuju Minggu sebagai hari libur dalam arti hari berhenti bekerja sama sekali. Hari Minggu adalah hari Tuhan bukan hari libur legalistis. Sejak awal, Gereja menjalankan Ibadah Mingguan pada hari pertama (Ibr: ehad Ar:ahad) setelah satu pekan, yakni hari Kebangkitan Tuhan, oleh sebab itu disebut rumah Tuhan (Why 1:10 κυριακη ημερα). Beberapa Bahasa dunia tetap menyebut hari pertama sebagai hari Tuhan. Bahasa Indonesia: hari Minggu, berasal dari Portugis: Dominggo, atau Latin: dies Dominica atau Dominician, sejajar dengan Italia: Domonica dan Perancis: Dimanche, artinya hari Tuhan. Di Indonesia, sementara kalangan (sebagian media massa dan pers) tetap menyebutnya dalam Bahasa Arab: ahad. Beribadah pada hari pertama dari satu pekan didasari oleh satu kesaksian pada penulis Injil atas kebangkitan Yesus Kristus (Mat 28:1; Mrk. 16:9:Luk 24:1;Yoh 20). Demikian kesaksian ini diterukan setelah kebangkitan-Nya setiap Minggu (Luk 4:35; Yoh 20:26-27; Kis 20:7-11; Why. 1:10), yang disebut juga hari kedelapan (οκταημερος), sebagai hari kebaktian. Hari kedelapan, yakni hari pertama yang berikutnya, muncul mendukung pemahaman ciptaan baru (Yoh. 20:26” delapan hari kemudian” setelah hari kebangkitan Tuhan)

Pengistilahan lain dan yang sejajar dengan itu, Bahasa-bahasa lain menyebut hari pertama dengan hari surya. Bahasa Inggris menyebut: Sunday, Jerman: Santag,dan Belanda Zandag, yakni hari Sang Surya. Pengistilahan tersebut muncul dari filsafat Stoa Syria, berkembang di Yunani-Romawi, yakni peribadahan kepada Helias dewa Matahari. Pemahaman ini membawa dampak luas dalam berbagai aspek kehidupan. Sang Surya menjadi focus dan budaya masyarakat. Gereja banyak di pengaruhi juga oleh Agama Sang Surya sesuai dengan gagasan Kaisar Konstantinus (313) tentang kemiripan antara Dewa Matahari dengan Kristus. Hari Kebangkitan Kristus dan kelahiran Kristus dipengaruhi oleh pemahaman Kristus adalah Surya Sejati. Selain Matahari, planet-planet lain yang lebih kecil dari Matahari disebutkan sebagai nama-nama hari dalam sepekan. Selain Minggu sebagai hari Surya, senin (hari kedua) sebagai hari Bulan, Selasa sebagai hari Mars, Rabu sebagai hari Mercurius, Kamis sebagai hari Jupiter, Jumat sebagai hari Venus, Sabtu sebagai hari Saturnus.

Dalam tradisi Yahudi, hari pertama (kemudian diteruskan menjadi hari kedelapan-sebab satu hari setelah hari ketuju) adalah awal penciptaan sejak Allah mengubah kegelapan menjadi terang (kej 1) dan memperbarui ciptaan-Nya (bnd. Rat 3:23). Para Bapa Gereja Menetapkan hari Ibadah Minggu untuk mengenangkan peristiwa Kebangkitan Tuhan. Oleh sebab itu, Ibadah hari Minggu dirayakan oleh beberapa Gereja dengan perjamuan Kudus karena mengingat kebangkitan Tuhan (1 Kor 11: 17-34). Jika Kiblat Umat-beberapa Gereja masih mempraktikannya dalam Ibadah menghadap ke arah Matahari terbit: Timur, karena memandang ke arah penciptaan baru, hari baru. Demikian pentingnya hari Minggu, sehingga oleh Gereja, Paska dan Pentakosta dirayakan pada hari Minggu.

(6)

Sabat. Semula, Sabat(hari ke-7) masih dirayakan oleh orang Kristen.beribadah pada hari Sabat sama pentingnya dengan beribadah pada hari Minggu, walaupun hanya dilakukan oleh sebagian kecil jemaat Kristen-Yahudi di Palestina. Tetapi sejak abad ke 4, perayaan hari ini di pertentangkan oleh Gereja. Sampai kini ada beberapa gereja yang tetap beribadah pada hari Sabtu. Penjelasan tentang sejarah dan asal-usul Sabat telah diuraikan pada bab sebelumnya. Puasa Rabu-Jumat. Hari Rabu-Jumat ditetapkan sebagai berpuasa bagi orang Kristen. Berpuasa dilakukan secara sukarelah dan pribadi hari-hari berpuasa pada Rabu dan Jumat ini dilakukan dengan alasan agar tidak berpuasa bersama bagi orang Yahudi pada hari Senin dan Kamis.

Sebagaimana penghapusan ibadah Sabat, demikian pula waktu berpuasa, gereja juga ingin melepaskan diri dari kebiasaan Yahudi. Hari Rabu dipahami sebagai waktu Yudas bersepakat mengkhianati Yesus dengan sejumlah uang, jumat sebagai hari kematian Tuhan disalib. Hingga kini, kaum asketis tetap memelihara dengan disiplin tradisi berpuasa pada Rabu dan Jumat. Puncak puasa terjadi pada Trihari Paskah, yakni pada hari Jumat Agung hingga Sabtu sunyi menjelang Paskah. Puasa gereja tidak menekankan segi ritualisme atau karena kebiasaan, melainkan untuk melakukan (sedekah) dengan jalan derma (zakat). Sejak tahun 1969 hingga kini, Gereja Roma Katolik di Indonesi dan sekolah-sekolahnya menetapkan aksi pembangunan (APP) bagi umat dan para siswanya, yakni menyisihkan hasil puasa untuk membangun kegiatan social.

Ember days. Dari puasa Rabu-Jumat ini berkembang menjadi masa 4 musim (qua-tuor tempora). Istilah itu diplesetkan menjadi quatember, artinya putaran, siklus, periode. Yang dimaksud adalah masa pertobatan (embers=abu) dengan berpuas, berdoa dan derma pada hari-hari Rabu, Jumat dan Sabtu. Tidak sepanjang tahun! Sejak sekitar abad ke-5 dan ke-12, hanya dilakukan empat kali setahun menurut musim, Minggu Prapaskah I (musim semi), Pentakosta (musim panas), Salib Suci 14 September (musim gugur), dan perayaan Santa Lucia 13 Desember (musim dingin). Musim-musim tersebut berhubungan dengan waktu menabur benih, panen, dan memetik buah. Semuanya adalah waktu manusia bekerja, bukan berpesta-pora sebagaimana kebiasaan masyarakat Eropa kala itu. Mengingat asal-usul dan budaya masyarakat empat musim, maka peringatan ini sama sekali tidak mengikat5.

Fenomena Ibadah Kristen

Salah satu cara terbaik untuk membentuk pemikiran kita tentang apa yang kita maksud dengan Ibadah Kristen adalah dengan mendiskripsikan bentuk-bentuk lahiriah dan kelihatan yang dengannya orang-orang Kristen beribadah. Pendekatan ini melihat seluruh fenomena ibadah Kristen sebagaimana dilihat bagi seorang pengamat dari luar dan asing yang mencoba menangkap apa yang dilakukan orang-orang Kristen ketika mereka berkum-pul bersama. Hal ini dipermudah oleh fakta bahwa dalam semua keaneka ragaman kultural dan historis yang di dalamnnya kegiatan itu dilaksanakan, ibadah Kristen telah menggu-nakan bentuk-bentuk yang sangat mantap dan tetap. Kita akan membicarakan hal-hal ini

(7)

sebagai strukur-struktur yang tersusun (seperti sebuah kalender untuk mengatur suatu ibadah tahunan) atau sebagai pelanyanan ibadah (seperti Perjamuan Tuhan) tanpa menghi-raukan adaptasi yang terus–menerus dilakukan, hal-hal ini membuktikan kemampuan bertahan yang luar biasa. Satu cara untuk mendeskripsikan ibadah Kristen adalah mendaftar (seperti yang akan kita lakukan sekarang) struktur-struktur dan pelayanan-pelayanan ibadah yang utama ini. Untuk kepentingan kita saat ini, satu hal yang dapat kita katakana mengenai ibadah Kristen adalah bahwa ibadah Kristen merupakan sejenis ibadah yang sangat kuat berlandaskan pada pengaturan waktu untuk membantu ibadah tersebut dalam memenuhi maksudnya.

Justru mereka telah menemukan perlunya mengatur waktu. Orang-orang Kristen selalu merasa senang untuk menata ruang guna memberikan tempat dan memungkinkan ibadah mereka. Meskipun berbagai bentuk telah dicoba selama berabad-abad dan dalam pelbagai kebudayaan, persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan ruang dan perleng-kapan juga menunjukan konsistensi yang luar biasa. Baik zaman kuno maupun masa selan-jutnya adalah penggunaan sejumlah kecil jenis-jenis dasar pelayanan ibadah. Mula-mula adalah ibadah-ibadah doa umum harian. Kegiatan-kegiatan ini mungkin dilakukan dalam pelbagai bentuk. Tetapi fungsi doa dan puji-pujian membuat mereka menjadi komponen khas ibadah Kristen.

Tipe ibadah yang lebih lanjut berfokus pada pembacaan Kitab Suci dan khotbah dan karenanya sering dirujuk sebagai” pelayanan Firman”. Kegiatan itu dikenal sebagai ibadah hari Minggu yang biasa dilakukan dalam Gereja Protestan; hal itu juga merupakan bagian awal ekaristi atau Prerjamuan Tuhan. Tipe ibadah ini merupakan tipe yang konstan, yang banyak orang Kristen akan mengidentifikasinnya sebagai pengalaman mereka yang utama dari apa yang dinamakan ibadah Kristen. Sejak zaman Perjanjian Baru, kita memiliki kesaksian dan persekutuan orang-orang Kristen yang merayakan apa yang disebut Paulus sebagai “Perjamuan (Malam) Tuhan” (1 Kor 11:20). Bagi banyak orang Kristen, ini merupakan bentuk klasik Ibadah Kristen. Hanya sekelompok kecil orang Kristen yang menghindari perayaan itu (dalam bentuk-bentuknya yang kelihatan/lahiriah). Dalam banyak gereja, perayaan itu dilakukan secara mingguan atau harian6.

Definisi-definisi Ibadah Kristen

Menurut Profesional Paul W. Hoon. Ibadah Kristen terikat secara langsung pada peristiwa-peristiwa sejarah penyelamatan. Setiap peristiwa dalam ibadah ini terikat secara langsung pada waktu dan sejarah sambil menjembatani mereka dan membawa mereka kedalam kehidupan kita masa kini. “inti ibadah”, kata Hoon, “adalah Allah sedang bertindak untuk memberikan hidup-Nya bagi manusia dan membawa manusia mengambil bagian dalam kehidupan itu.” Karenanya, semua yang kita lakukan sebagai individu-individu atau gereja dipengaruhi oleh ibadah. Kehidupan Kristen, dinyatakan oleh Hoon adalah kehidupan liturgis.

(8)

Hoon mempertahankan bahwa “ Ibadah Kristen penyataan diri Allah sendiri dalam Yesus Kristus dan tanggapan manusia terhadap-Nya,” atau suatu tindakan ganda: yaitu “tindakan Allah kepada jiwa manusia dalam Yesus Kristus dan dalam tindakan tanggapan manusia melalui Yesus Kristus”. Melalui Firman-Nya, Allah “menyingkapkan dan mengo-munikasikan keberadaan-Nya yang sesungguhnya kepada manusia”. Kata-kata kunci dalam pemahaman Hoon tentang Ibadah Kristen tampaknya adalah “penyataan” dan “tanggapan”. Ditengah keduanya adalah Yesus Kristus, yang menyingkapkan Allah kepada kita dan melalui siapa kita membuat tanggapan kita. Ini adalah suatu hubungan timbal-balik: Allah mengambil insiatif dalam mencari kita melalui Yesus Kristus, dengan menggunakan emosi, kata-kata dan bermacam-macam perbuatan.

Peter Brunner, seorang teolog Lutheran yang selama bertahun-tahun mengajar di Universitas Heidelberg, dalam banyak hal sejajar dengan pemikiran Hoon tetapi ia mengekspresikan dirinya sendiri dalam pengertian-pengertian yang sangat berbeda dalam bukunya yang penting Worship in the Name of Jesus. Brunner memiliki keuntungan menonjol dalam menggunakan kata Bahasa Jerman untuk Ibadah, Gottesdienst, satu kata yang mencakup baik pelayanan Allah kepada manusia maupun pelayanan manusia kepada Allah. Brunner memanfaatkan ambiguitas ini dan berbicara tentang “dualitas” ibadah. Intisari buku itu adalah dua bab yang berjudul “Ibadah sebagai Pelayanan Allah kepada Jemaat” dan “Ibadah sebagai Pelayanan Jemaat di Hadapan Allah”. Dalam dualitas ini, kita melihat kemiripanya dengan penyataan dan tanggapan dalam pemikiran Hoon, namun sekali lagi kehati-hatian diperlukan karena Allah berkarya dalam keduanya. Semuanya, Allah sendirilah yang membuat Ibadah itu suatu kemungkinan: “pemberian Allah mengun-dang penyembahan manusia kepada Allah.”

Pemberian diri Allah terjadi baik dalam peristiwa-peristiwa historis masa lampau dan juga dalam “realitas-Firman peristiwa itu” pada masa kini yang didalamnya terdapat karya pemberitaan manusiawi kita sekalipun sebenarnya adalah perbuatan Allah. Hal yang sama berlaku pula pada sakramen-sakramen, yang melalui perbuatan-perbuatan kita, Allah berkarya. Brunner mengutip Luther, ia mengatakan tentang Ibadah kita “bahwa tidak ada satupun yang terjadi didalamnya kecuali bahwa Tuhan kita yang pengasih itu sendiri cara kepada kita melalui Firman-Nya yang Kudus dan bahwa kita, pada gilirannya, berbi-cara kepada-Nya dalam doa dan nyanyian pujian”. Tanggapan manusia terhadap tindakan-tindakan pewahyuan Allah adalah dengan berbicara kepada Allah dengan doa dan nyanyian “sebagai suatu tindakan ketaatan baru yang ditanamkan oleh Roh Kudus”. Doa, kata Brunner, “adalah perkenanan yang Allah setujui agar anak-anak-Nya mengikut sertakan suara mereka dalam mendiskusikan perbuatan-perbuatan-Nya.” Jadi, dualitas Ibadah, bagi Brunner, dibayangi oleh focus tunggal tindakan Allah baik dalam pemberian diri-Nya kepa-da kita kepa-dan juga kepa-dalam mendorong tanggapan kita atas pemberian-pemberian Allah.

Seperti pemikiran-pemikiran lainnya, Profesor Jean-Jacques Von Allmen tentang ibadah gerejawi mempunyai aspek-aspek penting lainnya. Ibadah adalah” epifani (penam-pakan diri) gereja”, yang “karena menyimpulkan sejarah keselamatan, memampukan gereja untuk menjadi dirinya sendiri, untuk menjadi sadar akan dirinya sendiri dan mengakui apa

(9)

yang sebenarnya esensial”. Gereja mendapatkan identitas dirinya dalam ibadah karena hakekatnya yang riil dijadikan nyata dan gereja dituntun untuk mengakui keberadaannya sendiri yang sebenarnya. Tetapi dunia, juga secara mendalam dipengaruhi ibadah Kristen. Ibadah adalah secara serentak, ancaman akan penghakiman dan janji pengharapan untuk dunia itu sendiri meskipun masyarakat sekuler mempunyai sikap untuk peduli terhadap apa yang dilakukan oleh orang-orang Kristen manakala mereka berkumpul bersama. Ibadah Kristen menantang kebenaran manusi dan menunjukpada hari ketika semua keberhasilan dan kegagalan akan dihakimi. Sementara itu menawarkan harapan dan janji dengan mene-gaskan bahwa pada akhirnya semuanya terletak pada tangan Allah. Bagi von Allmen. ibadah Kristen mempunyai tiga dimensi kunci: rekapitulasi (pengulangan), epifani (penam-pakan diri) dan penghakiman7.

Wabah Penyakit Covid-19

Wabah penyakit Covid-19 muncul pada Desember, 2019 di kota Wuhan, Tiongkok. Meskipun pejabat kesehatan masih menelusuri sumber yang sebenarnya dari Conovirus yang baru tersebut, pada awalnya, diduga Covid-19 ada hubunganya dengan konsumsi pasar hidangan laut di Kota Wuhan, Tiongkok. Beberapa orang pernah mengunjungi pasar terse-but menderita pneumonia yang disebabkan oleh SARSCoV-2. Selanjutnya, pada 25 januari 2020, dilaporkan, bahwa individu yang pertama kali dilaporkan menderita Covid-19 pada 1 Desember 2019 akibat SARS-CoV-2 terbukti tidak ada hubungannya dengan pasar hi-dangan laut (tidak pernah berkunjung di pasar hihi-dangan laut). Investigasi tentang asal virus dan cara penularan serta penyebarannya masih terus dilakukan. Diduga, SARS-CoV-2 sum-ber awalanya sum-berasal dari virus hewan. Namun, saat ini SARS-CoV-2 terlibat tidak menular dari hewan ke manusia. Wabah Covid-19 telah berhasil dideteksi pada manusia di seluruh Negara bagian Tionkok dan 24 negara lainnya, termasuk Amerika Serikat.

Berdasarkan hasil informasi terakhir, dilaporkan bahwa penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 atau disebut Covid-19 dianggap ditularkan dari manusia ke manusia. Meskipun demikian, dalam hal peularan SARS-CoV-2 pada manusia masih banyak hal yang masih belum diketahui secara jelas, termasuk sejauh mana tingkat sifat penularannya, yaitu ringan, sedang, atau berat. Dilaporkan, bahwa SARS-CoV-2 selain ditularkan lewat saliva, juga dapat ditularkan lewat air kencing (urin) dan tinja. Tidak menutup kemungkinan juga, mengingat, bahwa SARS-CoV-2 mampu mewabah dan ganas pada manusia di hamper seluruh negara di dunia maka perlu diwaspadai bahwa SARS-CoV-2 dapat ditularkan lewat udara pernapasan di sekitar. Selain itu, perlu diperhitungkan kemungkinan koinfeksi atau infeksi campuran antara SARS-CoV-2 dan virus flu burung atau avian influenza (AIV) mengigat, bahwa adanya kesamaan jenis virus (RNA) dan sasaran organ yang sama (saluran pernapasan) antara SARS-CoV-2 dengan AIV, dan juga adanya kesamaan sifat antigenic drift atau genetic shift antara kedua macam virus RNA tersebut sehingga cepat bermutasi, mudah mewabah, dan ganas jika menginfeksi menusia. Penyebaran wabah COVID-19 di seluruh dunia sedang dipantau oleh Center for Disease Control (CDC), WHO dan organisasi

(10)

kesehatan, seperti Jhon Hopkins. Pada 30 Januari 2020 diumumkan oleh WHO bahwa wabah Covid-19 merupakan keadaaan darurat kesehatan publik8.

Virus Corona mengandung kata Corona karena struktur virus mirip seperti Corona matahari, hamper bulat dan terkonsentarasi dibagian tengah. Dlam istilah latinbenuk ini seperti corona atau halo dalam laporan ilmiah virus corona juga digambarkan sebagai mahkota. Bentuk ini merupakan kombinasi envelope dan protein spike protein ini tersebar di seluruh permukaan tubuh virus. Oleh karena itu, bentuknya terlihat seperti mahkota. Istilah nCov adalah terminology yang digunakan untuk melabeli virus corona baru 2019, hal ini dilakukan karena pada genom dan karakteristik virulensi telah berbeda dengan virus corona yang terdahulu. Dahulu virus menyebar dari hewan ke manusia, namun saat ini telah berubah penyebarannya dari manusia ke manusia9.

Dampak Covid-19 Terhadap Gereja

Adapun akibat dari dengan adanya covid-19 ini sangat mengancam nyawa manusia sehingga untuk mencegar penyebaran covid-19 tersebut maka Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto membatasi kegiatan keagamaan, termasuk tempat ibadah seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Pemba-tasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada Permenkes Pasal 13 ayat 1 huruf b. dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang," demikian bunyi Pasal 13 ayat 4. Ke-mudian, Pasal 13 ayat 5 berbunyi kegiatan keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah. Salah satunya yakni soal pembatasan tempat ibadah. "Semua tempat ibadah harus ditutup untuk umum.

Pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 13 ayat 1 huruf b yaitu pembatasan kegiatan keagamaan. Dalam Pasal 13 ayat 4 berbunyi bahwa Pembatasan kegiatan keagamaan seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang. Sedangkan pada ayat 5, Pembatasan kegiatan keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.10

8. H. R. Wasito dan Hastari Wuryastuti. Wabah Penyakit Coronavirus- Kupas Tuntas Sejarah, Sumber, Penyebaran,

Patogenesis, Pendekatan Diagnosis dan Gejala Klinis Coronavirus pada Hewan dan Manusia.

(Yogyakarta:

Lily Publisher, 2020): 45

9. Baharuddin & Fathimah Andi Rumpa, 2019-nCOV. (Yogyakarta: Rapha Publishing 2020), 3-4 10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial

(11)

Dengan menyikapinya peraturan pemerintah tersebut di atas maka melalui Jakarta, CNN Indonesia - Para pemuka agama menegaskan kepada masing-masing umat beragama di Indonesia untuk beribadah di rumah masing-masing dalam keadaan darurat sebagai upaya menekan penyebaran pandemi virus Corona SARS-COV-2 penyebab penyakit Covid-19. Mereka juga sepakat untuk menghimbau masyarakat agar semakin meningkatkan ibadah lebih dari hari biasanya. Seruan itu datang dari Pemuka agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha dalam konferensi pers di Kantor Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang disiarkan secara live streaming, Sabtu (28/3). Selanjutnya, Sekretaris Umum PGI Jacklevyn F Manuputty menyatakan penanggulangan pandemi covid-19 merupakan tanggung jawab bersama sebagai umat beragama. Ia menegaskan pihaknya telah mengeluarkan imbauan beribadah sesuai dengan protokol kesehatan melawan Covid-19.

Sejak tanggal 13 maret PGI telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh anggota untuk menjaga jarak aman, dan beribadah di rumah masing-masing. Kepada seluruh umat Kristen dihimbau untuk mendukung program pemerintah dalam menangani dan melawan virus corona Covid-19 dengan melakukan ibadah di rumah masing-masing. Seluruh ibadah yang seharusnya dilakukan di gereja seperti pembinaan sekolah minggu, ibadah pembinaan remaja, pembinaan katekisasi, pemberkatan dan lainnya sebaiknya digelar di rumah.11 Gereja memiliki kegiatan gerejawi yang harus menggunakan sarana gereja itu sendiri. Dengan situasi tidak memungkinkan, dan mencermati kondisi, sebaiknya pimpinan gereja, pimpinan jemaat, dan pendeta, melakukan peribadahan dan kegiatan lainnya di rumah masing-masing.

Hasil Temuan

Berdasarkan pada hasil penelitian. Dapat diterangkan bahwa ibadah online di masa wabah penyakit covid-19 sangat diperlukan oleh jemaat, bahkan dipandangan orang Kristen, ibadah online menjadi salah satu alternative untuk jemaat dapat beribadah bersama dari rumah. meskipun dengan adanya respon yang baik dengan adanya ibadah online, namun dalam pelaksanaannya dapat diterangkan dengan hasil penelitian bahwa presentase untuk jemaat yang dengan sungguh-sungguh (hormat dan takut) dalam mengikuti ibadah online jauh lebih sedikit di banding dengan jemaat yang tidak bersungguh-sungguh. Lebih tepatnya, kualitas kesungguh-sungguhan jemaat dalam beribadah tidak seperti waktu ibadah di gereja secara tatap muka (persekutuan). Artinya, bahwa perubahan pola ibadah dari iba-dah di gereja ke ibaiba-dah online di rumah memang direspon baik oleh jemaat sebagai alter-natif untuk tetap beribadah di masa Covid-19, namun dalam pelaksanaannya berbeda dari segi kesungguh-sungguhan dalam mengikuti ibadah.12

Sebagaimana penjelasan di atas adalah keterangan dari sejumlah responden, namun penulis tidak memaparkan data dari hasil penelitian secara menyeluruh karena penulis

11 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200328111553-20-487772/wabah-corona-pemuka-agama-minta-umat-ibadah-di-rumah

12https://docs.google.com/forms/d/13fuz_CrCTPQt2w778S0v1EWbeAsLjrMBst4vt_eHII8/edit#res ponses

(12)

hanya fokus untuk menerangkan bagaimana rasa hormat dan takut atau sungguh-sungguh jemaat di saat beribadah.

Implementasi Ibrani 12:28 Terhadap Ibadah Online

Pada bagia ini penulis hanya fokus untuk menerangkan bagaimana implementasi ibrani 12:28 terhadap ibadah online. Pada dengan adanya perubahan pola.

(13)

Berdasarkan data-data di atas. Dapat di gambarkan bahwa pelaksanaan ibadah/ kebaktian online tidak terlalu memberikan dampak yang baik khususnya dalam hal rasa hormat dan takut atau kesungguh-sungguhan jemaat kepada Tuhan melalui Ibadah. oleh sebeb itu untuk menjawab hipotesa. ibadah yang di laksanakan oleh gereja melalui online, suasana khususnya dalam hal rasa hormat dan takut atau kesungguh-sungguhan jemaat tidak sama dengan waktu beribadah di gereja secara bersekutu. Jadi ibadah di gereja memang memiliki unsur rasa hormat dan takut atau kesungguh-sungguhan jemaat kepada Tuhan namun dalam ibadah online tidak demikian.

KESIMPULAN

Pengaruhnya pandemik Covid-19 mengakibatkan terlaksananya ibadah online. Dengan adanya ibadah online akibat Covid-19 ini membuat gereja terpaksa mengubah pola peribadatan yang seperti biasanya di gereja menjadi ibadah online (gereja rumah). Dalam pelaksanaan ibadah online, yang patut diperhatikan bukan sekadar terlaksananya ibadah tersebut, namun makna atau nilai-nilai rohani yang terkandung dalam ibadah seperti memi-liki rasa hormat dan takut kepada Allah, itulah yang penting untuk dilaksanakan sehingga ibadah yang dilaksanakan dalam bentuk apapun termasuk ibadah online menjadi suatu ibadah yang berkenan kepada Allah.

Adapun penulis menyadari bahwa penelitian ini akan memiliki keterbatasan dalam hal membangun teori yang berkaitan dengan tema artikel ini, demikian juga tidak akan mengikuti metode penelitian dengan sempurna dalam pengum-pulan data. Keterbatasan-keterbatasan dari penelitian ini diakibatkan oleh Keterbatasan-keterbatasan ruang gerak akibat keadaan Covid-19 ini. Namun demikian, berdasarkan atas peneliti-peneliti terdahulu yang tidak menerangkan bagaimana sikap jemaat disaat beribadah secara online maka penulis terdo-rong untuk melakukan penelitian dengan tema implementasi Ibrani 12:28 yang di mana isi-nya menggambarkan tentang cara yang benar dalam beribada yaitu dengan memiliki rasa hormat dan takut kepada Tuhan, maka atas dasar itu penulis ingin menerangkan bagaimana sikap jemaat disaat mengikuti ibadah online. Sehingga pada kesimpulannya dapat diterang-kan bahwa ibadah secara online yang sering dilaksanaditerang-kan tidak terlalu maksimal, khusus-nya dalam hal makna kerohanian karena dalam pelaksanaankhusus-nya jemaat dapat beribadah secara online namun kebanyakan tidak menggambarkan adanya rasa hormat dan takut kepada Allah.

REFERENSI

Baharuddin & Fathimah Andi Rumpa, 2019-nCOV. (Rapha Publishing: Yogyakarta 2020), 3-4

Berutu, Irwanto, and Harls Evan R Siahaan. “Menerapkan Kelompok Sel Virtual Di Masa Pandemi Covid-19.” SOTIRIA (Jurnal Theologia dan Pendidikan Agama Kristen) 3, no. 1 (2020): 53–65.

Dwiraharjo, Susanto. “Konstruksi Teologis Gereja Digital: Sebuah Refleksi Biblis Ibadah Online Di Masa Pandemi Covid-19.” EPIGRAPHE: Jurnal Teologi dan

(14)

Ellingworth, Paul dan Eugene A. Nida, Pedoman Penafsiran Alkitab Surat kepada Orang-Orang Ibrani. (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2013), 346-347

Hagelberg, Dave, Tafsiran Surat Ibrani dari bahasa Yunani, (Jakarta: Kalam Hidup) https://docs.google.com/forms/d/13fuz_CrCTPQt2w778S0v1EWbeAsLjrMBst4vt_eHII8/

edit#r sponses

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200328111553-20-487772/wabah-corona-pemuka agama-minta-umat-ibadah-di-rumah

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

Rachman, Rasid, Hari Raya Liturgi, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019

Wasito, H. R. dan Wuryastuti Hastari. Wabah Penyakit Coronavirus- Kupas Tuntas Sejarah, Sumber, Penyebaran, Patogenesis, Pendekatan Diagnosis dan Gejala Klinis Coronavirus pada Hewan dan Manusia, Yogyakarta: Lily Publisher, 2020 White, James F, Pengantar Ibadah Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 3-5 Widjaja, Fransiskus Irwan, Candra Gunawan Marisi, T. Mangiring Tua Togatorop, and

Handreas Hartono. “Menstimulasi Praktik Gereja Rumah Di Tengah Pandemi Covid-19.” Kurios (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 6, no. 1 (2020): 127–139.

http://www.sttpb.ac.id/e-journal/index.php/kurios/article/view/166.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa Perputaran kas mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2015 perputaran kas terjadi sebanyak 97 kali dan pada tahun 2016

MAFURUDIN SMP ISLAM AL KAHFI SOMALANGU KEBUMEN Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) 5 3004..

The Types of Hedges used in the Method of the Research Section of the Undergraduate Students Skripsi of English Education Department, Teacher Training and

Temuan ini bermakna bahwa optimalisasi pola pembiasaan beribadah anak di masa belajar dirumah pada saat pandemi dapat dilakukan dengan kerjasama dalam

Sejumlah hambatan yang dialami dan dinilai masih perlu perbaikannya antara lain perlunya penyangga di beberapa tempat agar muatan kayu tidak menyentuh pemukaan tanah

Metode hard tresholding memiliki karakterstik yang tidak stabil dan sensitif terhadap perubahan yang kecil pada sinyal, sedangkan metode soft tresholding dapat

Peruntukan Kawasan Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh dengan tata guna lahan sebagai tempat ibadah dan landmark kota yang juga di- kunjungi oleh masyarakat pada hari

Date & Time Variable characters (30) Variable characters (1) Integer FK_MENULIS FK_MENULIS2 FK_MEMILIKI FK_MENGELOLA2 FK_MENGELOLA1 FK_MENGELOLA FK_MENGISI