• Tidak ada hasil yang ditemukan

memiliki motivasi yang baik akan bertanggung jawab akan pentingnya kerja yang optimal, disiplin, dan profesional.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "memiliki motivasi yang baik akan bertanggung jawab akan pentingnya kerja yang optimal, disiplin, dan profesional."

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

2

PENDAHULUAN

Organisasi merupakan suatu wadah untuk individu atau kelompok guna berkumpul dan bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi yang telah diinginkan. Menurut Ndraha (2010) untuk mengupayakan dan memenuhi kebutuhan serta tuntutan manusia yang semakin tinggi dengan alat pemenuhan yang semakin terbatas maka dibutuhkanlah organisasi. Pertumbuhan perusahaan dan tercapainya tujuan perusahaan tidak mungkin terlepas dari Sumber Daya Manusia (SDM). Berjalan tidaknya usaha sangat tergantung pada unsur manusia yang ada didalam organisasi tersebut (Salam, 2013). SDM adalah faktor penting agar tujuan yang telah disetujui perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai. Indriyani & Christologus (2010) menyatakan bahwa performa kinerja yang tinggi merupakan peran dari sumberdaya manusia sehingga mencapai tujuan perusahaan maupun meningkatkan prestasi perusahaan. Dimana salah satu SDM di perusahaan tersebut adalah karyawan yang bekerja di perusahaan atau organisasi.

Berhasilnya suatu perusahaan atau organisasi dapat dilihat dari banyak faktor, salah satunya yaitu kinerja karyawan. Elemen penting pada organisasi maupun faktor keberhasilan suatu organisasi yaitu dilihat dari kinerja karyawan (Sabir, Iqbal, Rehman, Shah, & Yameen, 2012). Oleh sebab itu, organisasi/perusahaan perlu memperhatikan apa yang diinginkan karyawan sehingga dapat menciptakan loyalitas antara atasan dengan bawahan, bawahan dengan bawahan, maupun dukungan lingkungan manajemen sehingga akan meningkatkan kinerja dari karyawan itu sendiri dan apa yang ditujukan perusahaan dapat tercapai. Perusahaan dikatakan mampu bersaing dengan perusahaan lain jika dilihat dari keadaan kinerja karyawan optimal perusahaan tersebut sehingga dapat diakui bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja optimal. Kinerja yaitu hasil dari pekerjaan yang diperoleh karyawan melalui proses manajemen suatu organisasi secara keseluruhan (Sedarmayanti, 2010). Sehingga dari kualitas dan kuantitas yang dihasilkan karyawan dapat digunakan untuk menilai kinerja seseorang.

Salah satu faktor lain pendorong keberhasilan perusahaan atau organisasi yaitu motivasi kerja. Motivasi kerja diartikan sebagai faktor pendorong untuk seseorang atau kelompok agar mereka melakukan pekerjaannya dengan baik dan tenaga emosional untuk memulai sesuatu pekerjaan baru (Thoha, 2012). Motivasi itulah yang menjadi faktor pemicu suatu perilaku atau tindakan guna mencapai tujuan yang diinginkan. Karyawan yang

(2)

3

memiliki motivasi yang baik akan bertanggung jawab akan pentingnya kerja yang optimal, disiplin, dan profesional.

Didalam organisasi terdapat nilai atau keyakinan yang dianut oleh anggotanya supaya organisasi dapat berjalan untuk memperoleh tujuan yang sudah direncanakan, disini peran budaya organisasi mulai diterapkan. Menurut Rizky, Marnis, dan Marzolina (2014) budaya organisasi diartikan sebagai tatanan nilai yang dibuat oleh organisasi/perusahaan, agar nilai tersebut dapat dipergunakan sebagai pengendali perilaku karyawan. Agar organisasi dapat menciptakan karyawan dengan integritas tinggi maka diperlukan pedoman berupa budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan yang tak terlihat untuk mempengaruhi pemikiran, persepsi, dan tindakan karyawan yang bekerja di perusahaan atau organisasi, yang menentukan bagaimana cara karyawan bekerja sehari-hari dan membuat karyawan lebih senang dalam menjalankan tugasnya (Riani, 2011).

Budaya organisasi setiap perusahaan berbeda-beda tergantung nilai-nilai yang ditanamkan dan dipraktekkan secara bersama-sama oleh individu atau kelompok dalam organisasi tersebut, baik itu perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur. Perusahaan yang bergerak dibidang jasa salah satunya yaitu rumah sakit. Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat, dan tenaga profesi kesehatan lainnya diselenggarakan (Adikoesoemo, 2012). Di Salatiga terdapat beberapa rumah sakit yang dibagi ke beberapa tipe antara lain tipe A terdapat 1 rumah sakit, tipe B terdapat 1 rumah sakit, tipe C terdapat 3 rumah sakit, dan tipe D terdapat 3 rumah sakit. Salah satu rumah sakit yang berada di Kota Salatiga yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. RSUD Salatiga merupakan rumah sakit bertipe B. Rumah sakit bertipe B merupakan rumah sakit yang memberikan kepada pasien-pasiennya pelayanan kedokteran yang berspesialis banyak dan subspesialis terbatas (Azwar, 1996).

Wawancara pra-penelitian menunjukkan bahwa RSUD Salatiga berusaha mengikuti trend dan perkembangan yang ada sekarang baik dari sisi teknologi ataupun sisi tenaga kerja dikarenakan ketatnya kompetisi di bagian pelayanan kesehatan. Dari segi tenaga kerja atau SDM tidak terlepas dari salah satunya yaitu budaya organisasi yang diterapkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan para perawat. Dimana terdapat nilai-nilai yang diyakini perawat agar proses pengelolaan rumah sakit dapat sejalan dengan apa yang diinginkan dan mencapai tujuan perusahaan. Budaya organisasi yang kuat dapat

(3)

4

menimbulkan kinerja karyawan maksimal dan memberikan pelayanan yang berkualitas sehingga memberikan kepuasan dan berkesan bagi konsumen (Saputra & Djastuti, 2015). Budaya organisasi yang sejalan dengan karyawan akan memberikan kenyamanan bagi para karyawan tersebut, sehingga motivasi kerja karyawan meningkat dan otomatis meningkatkan kinerja karyawan dengan memberikan pelayanan terbaik untuk para konsumen (Saputra & Djastuti, 2015).

Peneliti menggunakan rumah sakit sebagai objek penelitian ini karena belum adanya penelitian yang sesuai judul penelitian ini untuk ditujukan ke RSUD Salatiga. Juga terdapat artikel yang menyatakan bahwa akreditasi RSUD Salatiga terancam turun dari bintang 5 ke 3 (Ern, 2018). Hal tersebut membuat peneliti memilih RSUD sebagai objek penelitian.

Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga terletak di Jalan Osamaliki No. 19, Mangunsari, Sidomukti, Kota Salatiga, Jawa Tengah. RSUD Salatiga sudah memiliki budaya organisasi yang diciptakan oleh pemimpin, sehingga karyawan hanya mengikuti secara turun-temurun budaya organisasi tersebut. “Integritas, Teamwork, dan Memberikan Pelayanan yang Responsif dan Bermutu” merupakan budaya organisasi yang diterapkan RSUD Salatiga untuk meningkatkan motivasi kerja dan kinerja perawat agar pasien puas dengan pelayanan yang diberikan para perawat. Meski demikian RSUD Salatiga masih menghadapi permasalahan dimana masih ada perawat yang belum menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, kurang tanggap terhadap pasien, masih ada perawat yang terlambat masuk kantor, dan tidak mengikuti briefing. Hal tersebut membuat pasien mengajukan keluhan kepada rumah sakit.

Masalah tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi kurang diterapkan oleh perawat yang berpotensi mempengaruhi kinerja perawat tersebut. Selain hal tersebut permasalahan perawat RSUD Salatiga timbul karena terdapat kebutuhan yang dianggap masih belum terpenuhi sehingga kemungkinan akan mempengaruhi motivasi kerja perawat dan juga akan berdampak pada kinerja perawat. Untuk itu diperlukan penerapan nilai-nilai budaya organisasi yang lebih baik agar apa yang dikerjakan perawat mampu sejalan dengan tujuan perusahaan guna menciptakan sikap atau perilaku yang digunakan sebagai landasan dalam kinerja rumah sakit.

Budaya organisasi berperan penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Ketika budaya organisasi dapat diterima baik oleh karyawan maka karyawan akan bekerja secara optimal sehingga kinerja karyawan meningkat. Oleh karena itu kinerja karyawan sangat dipengaruhi budaya organisasi. Penelitian terdahulu Suryani dan Budiono (2016) serta

(4)

5

Giantari dan Riana (2017) menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Sedangkan penelitian Haryanti dan Cholil (2015) menyatakan bahwa budaya organisasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Kemudian hasil penelitian dari Edward (2016) menyatakan bahwa budaya organisasi secara parsial berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan.

Motivasi kerja diartikan sebagai faktor pendorong untuk meningkatkan sisi kinerja karyawan. Ketika motivasi kerja diterapkan dengan baik atau ditingkatkan maka kinerja karyawan pada organisasi akan optimal. Seorang karyawan yang bersemangat dalam bekerja otomatis memiliki motivasi yang kuat, sebaliknya seorang karyawan yang menampilkan rasa kurang nyaman atau tidak suka terhadap pekerjaannya memiliki motivasi yang rendah sehingga mengakibatkan kinerja menjadi tidak optimal kemudian akan menimbulkan perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya (Murty & Hudiwinarsih, 2012). Hasil penelitian Giantari dan Riana (2017) menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Diperkuat oleh penelitian Anas (2010) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kinerja karyawan. Dimana semakin tinggi motivasi yang diberikan maka akan semakin tinggi kinerja karyawan dan jika motivasi yang didapat rendah maka tingkat kinerja karyawan juga semakin rendah. Sedangkan penelitian Brahmasari dan Suprayetno (2008) menyatakan bahwa motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Murti dan Veronika (2013) juga menyatakan motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Kemudian Susanty dan Baskoro (2012) juga menyatakan motivasi kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

Budaya organisasi menjadi ciri khas dan pedoman nilai bagi organisasi dan perusahaan serta berperan sebagai penyatu seluruh elemen organisasi dalam memberikan motivasi kerja. Menurut Fariq, Prahyawan, dan Akhmadi (2017) budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja, dimana untuk mendorong motivasi kerja dibutuhkan hubungan atasan dengan bawahan yang harmonis serta lingkungan manajemen suatu organisasi/perusahaan yang mendukung sehingga rasa nyaman saat bekerja akan meningkat dalam lingkungan organisasi maupun perusahaan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian dari Giantari dan Riana (2017) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja. Berbeda penelitian dari Wildan (2010) menyimpulkan budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap motivasi.

(5)

6

Ketika budaya organisasi yang diterapkan dapat meningkatkan motivasi kerja dengan baik dan sinkron dengan anggota organisasi atau karyawan sehingga kinerja anggota organisasi atau karyawan akan menjadi lebih optimal. Penting bagi perusahaan untuk memberi perhatian pada sisi budaya organisasi dan motivasi kerja tersebut karena nantinya akan mempengaruhi kinerja karyawan (Ermawati & Sulistyawati, 2013). Juliningrum dan Sudiro (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja. Sedangkan hasil penelitian dari Moerdani (2010) dan Haqq (2016) motivasi kerja bukan merupakan variabel pemediasi budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Ini karena pengaruh secara langsung lebih besar daripada pengaruh secara tidak langsung.

Dari penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat kaitan antara budaya organisasi, motivasi kerja, dan kinerja karyawan. Selain terdapat kaitan, juga terdapat perbedaan hasil penelitian-penelitian terdahulu baik dari pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan, pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja, pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan, dan pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui motivasi kerja sebagai variabel intervening. Sehingga peneliti ingin meneliti lebih lanjut dari hasil penelitian yang sudah ada untuk membuktikan hasil penelitian tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PERAWAT MELALUI MOTIVASI KERJA SEBAGAI VARIABEL INTERVENING”.

Dengan hal tersebut maka peneliti merangkum persoalan penelitian yaitu sebagai berikut : 1). Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga? 2). Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga? 3). Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga? 4). Apakah motivasi kerja dapat memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga?.

Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah: 1). Untuk menguji pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. 2). Untuk menguji pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga. 3). Untuk menguji pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Rumah

(6)

7

Sakit Umum Daerah Salatiga. 4). Untuk menguji pengaruh secara tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga memalui motivasi kerja?.

Diharapkan penelitian ini membawa manfaat dari segi teoritis ataupun segi praktis. Manfaat dari segi teoritis antara lain sebagai bahan acuan ataupun referensi penelitian pada masa mendatang, dan untuk menambah referensi terkait pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat dengan motivasi kerja sebagai variabel intervening. Manfaat praktis antara lain membantu pihak Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga dan rumah sakit lainnya dalam menilai kinerja karyawan dalam kaitan antara budaya organisasi yang diterapkan dan motivasi kerja karyawan. Juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak Rumah Sakit Umum Daerah Salatiga dan rumah sakit lainnya dalam meningkatkan kualitas SDM melalui budaya organisasi dan motivasi kerja.

TELAAH PUSTAKA Budaya Organisasi

Robbins and Judge (2008) menyatakan budaya organisasi merupakan suatu sistem atau nilai-nilai makna yang dianut bersama oleh para anggotanya yang membedakan atau sebagai ciri khas organisasi itu dengan organisasi lainnya. Menurutnya budaya organisasi juga sebagai nilai-nilai dan pedoman bagi sumber daya manusia di dalam perusahaan untuk menghadapi masalah-masalah eksternal dan penyesuaian integrasi dalam organisasi, sehingga masing-masing anggota dalam organisasi tersebut harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana cara mereka harus bertindak dan bertingkah laku. Unsur-unsur yang terdapat pada budaya organisasi menurut Pabundu (2008) antara lain:

1. Asumsi dasar

Asumsi dasar yang dimaksud yaitu pedoman budaya organisasi bagi para anggota atau kelompok organisasi ketika berperilaku.

2. Keyakinan yang dianut

Budaya organisasi juga terdapat keyakinan atau nilai yang dianut dan ditaati oleh semua anggota di dalamnya. Keyakinan itu terdapat nilai-nilai misalnya tujuan dan prinsip-prinsip organisasi/perusahaan.

3. Pemimpin sebagai pencipta dan pengembang budaya organisasi

Pemimpin merupakan pencipta sekaligus pengembang budaya organisasi dalam suatu perusahaan/organisasi sebagai acuan berperilaku dalam bekerja.

(7)

8 4. Pedomaan mengatasi masalah

Organisasi/perusahaan memiliki dua masalah pokok yaitu permasalahan adaptasi eksternal dan permasalahan integrasi internal. Permasalahan tersebut dapat ditanggulangi dengan menggunakan unsur asumsi dasar dan unsur keyakinan yang dianut secara bersama.

5. Berbagi nilai

Budaya organisasi memerlukan berbagi nilai-nilai yang paling dibutuhkan agar dapat bermanfaat bagi anggota maupun kelompok tersebut.

6. Pewarisan

Asumsi dasar dan keyakinan yang sudah dianut oleh semua anggota organisasi perlu diturunkan kepada anggota baru untuk pedoman agar anggota dapat berperilaku sesuai nilai-nilai yang sudah ditanamkan sebelumnya.

7. Penyesuaian

Seluruh anggota kelompok perlu penyesuaian terhadap peraturan atau norma yang sudah berlaku dan perubahan kondisi manajemen perusahaan/organisasi.

Robbins and Judge (2008) menyatakan bahwa indikator yang digunakan dalam meneliti variabel budaya organisasi antara lain:

a) Inovasi dan pengambilan risiko yaitu sampai sejauh mana inovasi dan pengambilan risiko diterapkan oleh para karyawan.

b) Perhatian hal rinci yaitu sampai sejauh mana kecermatan, analisis, dan perhatian terhadap hal-hal rinci (detail) diterapkan oleh para karyawan.

c) Berorientasi pada hasil yaitu sampai sejauh mana perusahaan berhasil memusatkan perhatian pada hasil yang didapat, bukan pada teknik atau proses yang digunakan dalam mencapai hasil yang diinginkan.

d) Berorientasi pada manusia yaitu sampai sejauh mana keputusan yang diambil oleh menejemen atas mampertimbangkan efeknya bagi anggota-anggota dalam organisasi. e) Berorientasi pada tim yaitu sampai sejauh mana karyawan melakukan pekerjaan

secara tim, bukannya dilakukan secara individu.

f) Agresifitas yaitu sampai sejauh mana karyawan itu agresif dan kompetitif dalam melakukan pekerjaan, bukannya santai-santai dan menganggap remeh suatu pekerjaan.

(8)

9

g) Stabilitas yaitu sampai sejauh mana organisasi mempertahankan stabilitas atau status quo dalam aktivitas organisasi ketika mengalami pertumbuhan yang berbeda.

Motivasi Kerja

Seorang pemimpin tidak bisa memotivasi kerja karyawannya tanpa memperhatikan apa yang diinginkan atau dibutuhkan karyawannya. Menurut Thoha (2012) motivasi kerja yaitu faktor pendorong untuk melakukan pekerjaan dengan optimal, faktor agar terjadinya suatu kesuksesan atau kegagalan dalam banyak hal, dan sumber penyemangat dalam melakukan suatu pekerjaan.

Tujuan diberikannya motivasi kerja menurut Kadarsiman (2012) antara lain mengarahkan perilaku karyawan supaya sesuai keinginan perusahaan, supaya semangat dalam bekerja meningkat, disiplin kerja meningkat, tanggung jawab meningkat, hasil produktivitas dan efisiensi meningkat, prestasi kerja meningkat, dan loyalitas karyawan pada perusahaan meningkat.

Menurut Thoha (2012) seseorang memiliki motivasi tinggi jika didasari oleh Need for Achievement, Need for Power, and Need for Affiliation. Need for Achievement yaitu perasaan seseorang yang selalu ingin dipandang berhasil untuk mendapatkan penghargaan baik secara tulisan maupun lisan. Need for Power yaitu seseorang memiliki kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain dan berusaha untuk menguasai orang lain. Orang dengan Need for Power yang tinggi cenderung untuk dapat mempengaruhi orang lain dan tidak terlalu perduli dengan pekerjaan yang tidak dapat memperluas kekuasaan. Need for Affiliation yaitu setiap orang memiliki kebutuhan akan lingkungan yang bersahabat sehingga dapat bekerja sama dalam berorganisasi. Kebutuhan berafiliasi akan membuat seseorang cenderung bekerja lebih nyaman yang nantinya akan meningkatkan motivasi seseorang untuk bekerja..

Dalam mengukur variabel motivasi kerja menurut Thoha (2012) digunakan indikator-indikator sebagai berikut :

a) Tantangan pekerjaan

Seorang karyawan yang memiliki motivasi kerja tinggi dalam dirinya merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas baik tugas berat maupun ringan agar dapat mencapai kinerja yang lebih baik dan optimal sehingga tujuan atau target perusahaan tercapai.

(9)

10

Karyawan ketika bekerja dapat bertanggung jawab maka berarti karyawan tersebut mempunyai motivasi kerja tinggi sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan tepat waktu.

c) Penghargaan dan prestasi kerja

Diberikannya penghargaan secara lisan maupun tulisan oleh atasan kepada karyawan akan mendorong motivasi seseorang untuk mencapai kinerja yang maksimal sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan.

d) Posisi dalam kelompok

Tim merupakan tempat seseorang bisa bekerja sama dalam menyelesaikan tugasnya. Sehingga ketika seorang karyawan diakui dalam tim akan membuat motivasi kerja meningkat.

e) Kesempatan memperluas kekuasaan

Ketika karyawan bisa mempunyai kesempatan untuk naik jabatan maka motivasi karyawan akan meningkat untuk memberikan kinerja yang maksimal dan berkompetisi dalam memperoleh kenaikan jabatan.

f) Hubungan dengan organisasi

Setiap karyawan menginginkan hubungan positif yang tetap terus terjaga sehingga dapat bekerjasama dengan baik antar sesama anggota atau pemimpin sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.

g) Kerjasama

Proses kerjasama antar tim yang kuat dan lancar akan membuat motivasi karyawan meningkat untuk menyelesaikan pekerjaan ataupun masalah yang sedang dihadapi.

Kinerja

Setiap perusahaan sangat menginginkan kinerja yang baik dari karyawan-karyawannya sehingga target yang diinginkan dapat dicapai. Definisi dari kinerja yaitu hasil kerja yang didapatkan karyawan ketika melakukan tugasnya harus sesuai tugas yang ditanggungnya, yang diberikan oleh atasannya (Mangkunegara A. P., 2010).

Menurut Ernawati (2015), kinerja karyawan dipengaruhi oleh 2 faktor. Faktor yang pertama adalah faktor internal, yang merupakan faktor dari dalam diri karyawan. Faktor internal erat dengan hubungan sifat serta kemampuan yang dimiliki oleh karyawan. Faktor kedua adalah faktor eksternal, yang berasal dari lingkungan. Faktor eksternal berasal dari

(10)

11

lingkungan berhubungan dengan fasilitas kerja, sifat, aktivitas rekan kerja, atasan, ataupun bawahan, perilaku, dan iklim organisasi.

Menurut Mangkunegara (2010) dimensi kinerja karyawan antara lain kualitas kerja (quality of work) yaitu dilihat sampai sejauh mana hasil pelaksanaan kegiatan dalam bekerja mendekati tujuan yang diharapkan sehingga dapat tercapainya tujuan perusahaan yang diinginkan. Kuantitas kerja (quantity of work) yaitu dilihat sampai sejauh mana jumlah yang dihasilkan selama bekerja. Ketepatan waktu (timeliness) yaitu dilihat sampai sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan secara tepat waktu atau pada waktu yang telah ditetapkan.

Kemudian untuk mengukur kinerja karyawan digunakanlah indikator yaitu sebagai berikut:

a) Mutu pekerjaan

Bagaimana pekerjaan tersebut dilakukan dengan benar. b) Kejujuran karyawan

Seberapa sikap kejujuran diaplikasikan oleh karyawan. Sehingga nantinya akan mampengaruhi kinerjanya.

c) Inisiatif

Sampai sejauh mana karyawan tersebut memiliki inisiatif/ide-ide sendiri untuk melaksanakan pekerjaannya tanpa disuruh oleh atasan.

d) Kehadiran

Bagaimana tingkat kehadiran karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. e) Sikap

Bagaimana sikap karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. f) Kerjasama

Seberapa jauh tingkat kerjasama dengan timnya dalam melaksanakan pekerjaannya. g) Keandalan

Seberapa bisa karyawan tersebut diandalkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan ataupun pekerjaannya.

h) Pengetahuan tentang pekerjaan

Seberapa jauh tingkat pengetahuan karyawan mengenai pekerjaan yang dipegangnya. i) Tanggung jawab

(11)

12

Bagaimana tanggung jawab karyawan mengenai pekerjaan ataupun permasalahan yang sedang dihadapinya.

j) Pemanfaatan waktu kerja

Bagaimana karyawan dapat memanfaatkan waktu untuk melakukan pekerjaan dengan baik dan benar.

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja

Sokro (2012) menyatakan kenaikan efisiensi organisasi memicu peningkatan tingkat motivasi karyawan dan peningkatan motivasi kerja menurunkan tingkat konflik karyawan terhadap atasan maupun karyawan terhadap karyawan. Itu artinya budaya organisasi mempengaruhi besarnya motivasi kerja karyawan agar mereka tidak meninggalkan organisasi/perusahaan. Hasil penelitian Catania and Raymond (2013) menyatakan budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap motivasi kerja. Artinya ketika hubungan positif atasan dan bawahan serta terdapat lingkungan manajemen yang positif maka semakin tinggi rasa nyaman karyawan ketika bekerja sehingga motivasi kerja karyawan dapat terdorong. Hal itu sesuai dengan hasil penelitian dari Giantari dan Riana (2017) yang menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi secara positif signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.

H1 : Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja.

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat

Pertumbuhan perusahaan tidak bisa lepas dari SDM di dalamnya. SDM merupakan salah satu faktor penting agar tujuan tersebut dapat tercapai. Dimana salah satu SDM pada perusahaan/organisasi tersebut adalah karyawan. Berhasilnya suatu perusahaan atau organisasi dapat dilihat dari banyak faktor, salah satu diantaranya yaitu baik buruk kinerja karyawan. Budaya organisasi memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Menurut Sabir et al (2012) elemen penting suatu organisasi maupun faktor keberhasilan suatu organisasi yaitu dilihat dari kinerja karyawan. Pernyataan itu sama dengan pernyataan dari Sinha, et al. (2010) bahwa budaya organisasi yang cenderung positif pada perusahaan akan meningkatkan kinerja karyawan dengan berbagai cara seperti menempatkan kendala pada kebebasan pilihan individu dan menyediakan penghargaan dan hukuman bagi para karyawan. Pada penelitian terdahulu seperti Suryani dan Budiono (2016) serta Giantari dan Riana (2017) menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

(12)

13

H2 : Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja perawat.

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat

Motivasi dan kinerja karyawan merupakan komponen penting dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi/perusahaan dalam jangka panjang. Dimana pengukuran kinerja karyawan sangat penting bagi organisasi/perusahaan karena berkaitan dengan evolusi dan prestasi organisasi (Dobre, 2013). Motivasi kerja sebagai faktor pendorong untuk membuat pekerjaan lebih memuaskan dan bermanfaat bagi karyawan agar produktivitas karyawan meningkat (Uzonna, 2013). Pada penelitian terdahulu Fariq, Prahyawan, dan Akhmadi (2017) menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh secara positif terhadap kinerja karyawan. Ketika motivasi kerja kuat akan mengakibatkan kinerja karyawan meningkat. Pernyataan tersebut diperkuat penelitian dari Giantari dan Riana (2017) menyatakan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

H3 : Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja perawat.

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Melalui Motivasi Kerja Sebagai Variabel Intervening

Budaya organisasi merupakan nilai-nilai acuan dan pegangan bagi anggota dalam organisasi, pembeda atau ciri khas terhadap organisasi lainnya, dan acuan untuk mengontrol perilaku organisasi dalam interaksi antar organisasi lainnya (Robbins & Judge, 2008). Menggunakan budaya organisasi, individu dimungkinkan untuk mengubah perilaku karena budaya organisasi dimungkinkan menjadi faktor yang dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap perilaku individu dalam organisasi tersebut. Budaya organisasi yang bersifat positif maupun negatif tersebut dapat menjadi faktor pendorong (motivasi) seseorang berkaitan dengan pencapaian organisasi tersebut. Dengan adanya motivasi yang terbentuk, baik dari dalam diri karyawan maupun dari lingkungan manajemen tersebut maka dapat menjadikan karyawan lebih bersemangat, antusias, dan tidak gampang menyerah dalam bekerja. Akhirnya dengan adanya motivasi dalam bekerja akan berdampak juga pada kinerja karyawan sehingga tujuan organisasi/perusahaan dapat tercapai. Hal ini sesuai hasil penelitian Juliningrum dan Sudiro (2013) bahwa budaya organisasi berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja pegawai melalui motivasi kerja. Hal tersebut ketika budaya organisasi yang diterapkan organisasi/perusahaan tersebut dapat memberikan motivasi kerja dengan baik dan sinkron dengan anggota organisasi atau karyawan maka akan membuat kinerja dari anggota organisasi atau karyawan menjadi lebih baik dan optimal.

(13)

14

H4 : Budaya organisasi berpengaruh positif secara tidak langsung terhadap kinerja perawat

melalui motivasi kerja.

Gambar 1 Kerangka Berpikir

H2

H1 H4 H3

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini sebagai penelitian kuantitatif dan menggunakan pendekatan explanatory research. Peneliti menggunakan pendekatan explanatory research untuk menguji suatu hipotesis dari variabel-variabel yang digunakan untuk memperkuat atau menolak hipotesis penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti terdahulu. Objek penelitian adalah suatu sifat dari objek yang digunakan oleh peneliti untuk dilakukan penelitian dan kemudian memperoleh kesimpulan (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan objek penelitian yaitu budaya organisasi, motivasi kerja, dan kinerja perawat pada RSUD Salatiga.

Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan variabel independen (budaya organisasi) diukur dengan indikator antara lain inovasi dan kretifitas, agresifitas, perhatian terhadap hal rinci dan pengambilan risiko, berorientasi pada hasil, berorientasi pada manusia, berorientasi pada tim, dan stabilitas. Sedangkan variabel dependen (kinerja perawat) yang pengukurannya

Budaya Organisasi (X) Motivasi Kerja (Z) Kinerja Karyawan (Y)

(14)

15

menggunakan indikator antara lain pemanfaatan waktu kerja, kejujuran karyawan, inisiatif, pengetahuan tentang pekerjaan, sikap, kehadiran, kerjasama, mutu pekerjaan, tanggung jawab, dan keandalan. Peneliti juga memasukkan variabel intervening (motivasi kerja) dengan indikator antara lain tantangan pekerjaan, tanggung jawab, hubungan dengan organisasi, penghargaan dan prestasi, mencari kesempatan untuk memperluas kekuasaan, kerjasama, dan posisi dalam kelompok.

Tabel 1 Pengukuran Variabel Penelitian

No Variabel Definisi Dimensi Indikator

1. Budaya

Organisasi (X)

Budaya organisasi merupakan suatu sistem atau nilai-nilai makna yang dianut bersama oleh para

anggota-anggotanya yang membedakan atau sebagai ciri khas organisasi itu dengan organisasi lainnya (Robbins & Judge, 2008).

I. Inisiatif a) Inovasi dan kreatifitas b) Agresifitas II. Risiko a) Perhatian

terhadap hal rinci dan pengambilan risiko

III. Organisasi (Robbins & Judge, 2008) a) Berorientasi pada hasil b) Berorientasi pada manusia c) Berorientasi pada tim d) Stabilitas (Robbins & Judge, 2008)

2. Kinerja Karyawan (Y)

Kinerja yaitu hasil kerja yang

didapatkan karyawan ketika melakukan tugasnya harus sesuai tugas yang ditanggungnya, yang diberikan oleh atasannya (Mangkunegara A. P., 2010). I. Kualitas kerja (quality of work) a) Mutu pekerjaan b) Kejujuran karyawan c) Inisiatif d) Kerjasama e) Sikap f) Pengetahuan tentang pekerjaan g) Tanggung jawab II. Kuantitas kerja

(quantity of work) a) Keandalan III. Ketepatan waktu (timeliness) (Mangkunegara A. a) Pemanfaatan waktu kerja b) Kehadiran (Mangkunegara A.

(15)

16 P., 2010). P., 2010). 3. Motivasi Kerja (Z) Motivasi kerja adalah faktor pendorong bagi seseorang atau kelompok untuk melakukan pekerjaannya dengan baik dan tenaga emosional yang sangat penting untuk memulai sesuatu pekerjaan baru (Thoha, 2012). I. Need for Achievement a) Tantangan pekerjaan b) Tanggung jawab c) Penghargaan dan prestasi kerja II. Need for Power a) Posisi dalam

kelompok b) Mencari

kesempatan memperluas kekuasaan III. Need for

Affiliation (Thoha, 2012). a) Hubungan dengan organisasi b) Kerja sama (Thoha, 2012).

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini meliputi seluruh perawat rawat inap RSUD Salatiga yaitu sebanyak 228 perawat. Melalui penghitungan rumus Slovin dapat diketahui jumlah sampel yang dibutuhkan yaitu 145 perawat. Teknik sampling yang digunakan yaitu convinience sampling. Convinience sampling adalah penganbilan sampel didasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya (Sugiyono, 2014).

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan yaitu data kuantitatif. Data kuantitatif yang digunakan yaitu jumlah karyawan dan jumlah skor jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden yang terdiri dari data mengenai budaya organisasi, motivasi kerja, dan kinerja karyawan.

Penelitian ini memakai data primer yaitu metode kuesioner. Metode kuesioner merupakan teknik yang dibuat dengan beberapa pernyataan didalamnya yang kemudian diberikan kepada responden guna mengumpulkan data yang diperlukan (Sugiyono 2010). Kuesioner ini menggunakan skala pengukuran yaitu skala likert. Skala likert merupakan skala sikap yang menggunakan 5 pilihan jawaban berupa sangat setuju dengan nilai 5, setuju dengan nilai 4, ragu-ragu dengan nilai 3, tidak setuju dengan nilai 2, sangat tidak setuju dengan nilai 1.

(16)

17

Teknik Analisis Data

Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Menurut Sujarweni (2015) uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidak valid suatu kuesioner. Uji validitas dapat dilakukan dengan cara menghitung korelasi dari tiap butir pernyataan dengan alat bantu software SPSS versi 24. Uji validitas dilakukan dengan membandingkan hasil r hitung dengan r tabel dimana df = n – 2 dengan signifikansi 5%. Jika r tabel < r hitung maka indikator tersebut dinyatakan valid.

Menurut Sujarweni (2015) uji reliabilitas adalah alat ukur untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel. Suatu kuesioner dikata reliabel jika alat ukur tersebut konsisten apabila digunakan berkali-kali pada waktu yang berbeda-beda. Uji reliabilitas menggu nakan alat bantu program komputer SPSS dengan teknik Alpha Cronbach (a). Taraf signifikansi yang digunakan 5%. Ketika suatu variabel dapat menberikan Cronbach Alpha (a) > 0,60 maka dinyatakan reliabel.

Uji Asumsi Klasik

Setelah dilakukannya uji validitas dan reliabilitas, kemudian dilanjutkan uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji bahwa tidak terdapat bias pada nilai estimator dari model yang digunakan dalam penelitian. Uji asumsi klasik yang digunakan pada penelitian ini hanya uji normalitas. Uji normalitas berfungsi menguji apakah dalam model regresi budaya organisasi, motivasi, dan kinerja mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi sebaiknya memiliki tingkat pendistribusian data normal ataupun hampir mendekati normal. Data terdistribusi normal dapat diketahui dari keadaan data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka model regresi dianggap memenuhi syarat asumsi normalitas (Sujarweni, 2015).

Selanjutnya dilakukan uji linearitas. Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier. Dua variabel tersebut dikatakan linier apabila signifikansi lebih dari 0,05 sehingga pengambilan keputusan berupa terdapat hubungan yang linier sedangkan jika signifikan dibawah 0,05 maka pengambilan keputusan berupa tidak terdapat hubungan yang linier dari kedua variabel tersebut (Sujarweni, 2015).

Uji heterokedastisitas digunakan untuk mengetahui ada tidaknya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Ketika nilai signifikansi antara variabel independen

(17)

18

dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heterokedastisitas (Sujarweni, 2015).

Uji multikolinearitas digunakan untuk melihat korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Jika antara variabel independen terdapat korelasi yang tinggi, maka akan mengganggu hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Model regresi dikatakan baik jika tidak terjadi multikolinearitas (Sujarweni, 2015).

Uji Hipotesis

Menurut Priyatno (2013) secara statistik hipotesis diartikan sebagai pernyataan dari peneliti dan belum teruji secara empiris yang diperoleh dari suatu fakta atau fenomena penelitian. Penelitian ini menggunakan Analisis Jalur (Path Analysis) sebagai alat uji data dengan bantuan Software SPSS for windows 22. Analisis jalur (path analysis) digunakan agar mengetahui pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung dari variabel dependen terhadap variabel independen (Priyatno, 2013). Sebelum itu terlebih dahulu menguji regresi linier sederhana, uji t, dan uji koefisien determinasi.

Model persamaan linier sebagai berikut:

Model Regresi I Z = a + P1XZ + e1

Model Regresi II Y = a + P3XY + P2ZY + e2

 Uji Regresi Linier Sederhana

Regresi linier sederhana digunakan untuk menguji hubungan positif atau negatif secara linier antara variabel – variabel yang digunakan dalam penyusunan hipotesis (Sujarweni, 2015). Yang diuji dalam penelitian ini adalah Hipotesis 1 (H1) yaitu variabel X terhadap variabel Z yang diuji secara individual untuk mengetahui hubungan positif atau negatif.

 Uji Regresi Linier Berganda

Yang diuji menggunakan regresi berganda yaitu Hipotesis 2 (H2) dan Hipotesis 3 (H3) untuk mengetahui hubungan positif atau negatif.

 Uji Parsial (Uji t)

Untuk membuktikan signifikansi atau tidak signifikan suatu variabel independen terhadap variabel dependen secara pervariabel dengan tingkat kepercayaan 95% dan standart eror 5% (Sujarweni, 2015). Apabila thitung > ttabel maka

(18)

19

terdapat pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dan juga sebaliknya. Untuk nilai signifikansi, jika sig < 0,05 maka terdapat pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dan juga sebaliknya.

 Uji Determinasi (R2

)

Uji determinasi yaitu presentase variasi dari variabel dependen yang dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel independennya (Sujarweni, 2015). Nilai koefisien determinasi sebesar 0 < R2 < 1. Bila model regresi diaplikasikan dan diestimasi dengan baik, semakin tinggi nilai R2 maka kekuatan yang didapat juga besar dari persamaan regresi, sehingga dapat diprediksi dari variabel kriteria.

 Analisis Jalur (Path Analysis)

Analisis jalur (path analysis) untuk mengetahui pengaruh secara langsung maupun secara tidak langsung dari variabel dependen terhadap variabel independen (Priyatno, 2013). Analisis dibantu dengan software SPSS versi 22, dengan ketentuan uji t dengan taraf signifikansi alpha = 0,05 atau p ≤ 0,05.

Tahapan yang dilakukan pada analisis jalur antara lain :

1. Menyusun model menggunakan anak panah dalam menghubungkan variabel sebagai berikut :

Gambar 2 Model Analisis Jalur (Path Analysis Model)

P3XY (P1XZ) (P2ZY) P1XZ P2ZY Keterangan : X = Budaya Organisasi Z = Motivasi Kerja e1 Budaya Organisasi (X) Motivasi Kerja (Z) Kinerja Karyawan (Y) e2

(19)

20 Y = Kinerja Karyawan

P1XZ = Koefisien jalur X terhadap Y

P2ZY = Koefisien jalur Z terhadap Y

P3XY = Koefisien jalur X terhadap Y

e = faktor lain

2. Membangun persamaan struktural

Sehingga koefisien jalur dapat dihitung menggunakan dua persamaan yaitu : Model Analisis Jalur I (Pengaruh langsung)

Y = a + P3XY + e

Model Analisis Jalur II (Pengaruh Tidak Langsung) Y = a + (P1XZ)(P2ZY) + e

 Uji Sobel (Sobel Test)

Uji Sobel atau dikenal Sobel Test pertamakali ditemukan oleh Sobel. Uji Sobel dilakukan dengan menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel budaya organisasi terhadap kinerja perawat melalui motivasi kerja menggunakan rumus uji sobel. Kemudian perlu menghitung nilai t dari koefisien ab agar mengatahui apakah variabel mediasi/intervening berpengaruh atau tidak dengan rumus sebagai berikut:

t =

Yang nantinya nilai t hitung akan dibandingkan dengan nilai t tabel, jika nilai t hitung > nilai t tabel maka dapat disimpulkan ada pengaruh mediasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden

Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner di RSUD Salatiga dapat dilihat karakteristik dari responden yang mengisi kuesioner penelitian. Kuesioner disebar ke 145 responden perawat, kemudian karakteristik responden dianalisa berdasarkan sisi demografi seperti jenis kelamin, umur, masa kerja, serta pendidikan terakhir.

Tabel 2 Karakteristik Ressponden Perawat RSUD Salatiga

Karakteristik Klasifikasi Jumlah (orang) Persentase

Jenis kelamin Perempuan 113 77,9%

Laki-laki 32 22,1%

Total 145 100%

(20)

21 31-40 70 48,2% 41-50 27 18,6% >51 2 1,3% Total 145 100% Masa Kerja 1-10 87 60% 11-20 42 28,9% >21 16 11,1% Total 145 100%

Pendidikan terakhir DIII Keperawatan 68 46,9%

SI Keperawatan 77 53,1%

Total 145 100%

Pada tabel 2 dapat dilihat pada jenis kelamin yang mengisi kuesioner. Terlihat bahwa responden yang mengisi kuesioner dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 113 orang yang berarti nilai persentasenya 77,9 persen sedangkan pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang yang berarti nilai persentasenya 22,1 persen dari data sempel perawat rawat inap yang berjumlah 145 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perawat RSUD Salatiga berjenis kelamin perempuan. Dilihat pada karakteristik usia sebagian besar perawat pada RSUD Salatiga berumur antara 31-40 tahun sebanyak 70 orang yang berarti persentase sebesar 48,2 persen. Pada karakteristik masa kerja terlihat bahwa sebagian besar perawat RSUD Salatiga berada pada masa kerja 1-10 tahun berjumlah 87 orang yang berarti persentasenya 60 persen. Pada tingat pendidikan terakhir, sebagian besar perawat RSUD Salatiga berpendidikan terakhir S1 Keperawatan sebanyak 77 orang yang berarti persentase 53,1 persen.

Uji Validitas dan Reliabilitas

Tabel 3 Hasil Uji Validditas dan Relialilitas

Variabel Validitas Keterangan Reliabilitas Keterangan Budaya Organisasi (X) X1 0,587 Valid 0,893 Reliabel X2 0,764 Valid X3 0,740 Valid X4 0,718 Valid X5 0,721 Valid X6 0,682 Valid X7 0,746 Valid X8 0,787 Valid X9 0,755 Valid X10 0,647 Valid Motivasi Kerja (Z) Z1 0,362 Valid Z2 0,553 Valid Z3 0,677 Valid

(21)

22 Z4 0,730 Valid 0,795 Reliabel Z5 0,630 Valid Z6 0,494 Valid Z7 0,544 Valid Z8 0,590 Valid Z9 0,695 Valid Z10 0,594 Valid Kinerja Y1 0,508 Valid 0,886 Reliabel Y2 0,744 Valid Y3 0,697 Valid Y4 0,712 Valid Y5 0,750 Valid Y6 0,714 Valid Y7 0,707 Valid Y8 0,788 Valid Y9 0,693 Valid Y10 0,709 Valid

Hasil uji validitas menunjukkan bahwa nilai korelasi pada tiga variabel penelitian di setiap butir pernyataan pada kuesioner menunjukkan lebih besar dibanding t-tabel. T-tabel pada jumlah sampel sebanyak 145 yaitu sebesar 0,163. Nilai korelasi dari tiap butir pernyataan dalam kuesioner lebih besar dibanding t-tabel (0,163) sehingga tiap butir pernyataan dalam kuesioner dinyatakan valid. Nilai cronbach’s alpha variabel budaya organisasi, motivasi kerja, dan kinerja lebih besar dari t-tabel (0,60) sehingga ketiga variabel yang digunakan pada kuesioner tersebut dinyatakan reliabel.

Uji Normalitas

Tabel 4 Hasil Uji Normalitas

One-Samplle Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 145

Normal Parametersa,b Mean ,0000000 Std. Deviation 4,53838749 Most Extreme Differences Absolute ,051

Positive ,043

Negative -,051

Test Statistic ,051

Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d

a. Test dictribution is Normal. b. Calculatted from data.

(22)

23 c. Lillefors Significance Correction.

d. This is a lower bounds of the true signifficance.

Berdasarkan hasil uji normalitas residual dari variabel budaya organisasi, motivasi kerja, dan kinerja dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh sig. sebesar 0,200 lebih besar daripada α (0,200 > 0,05) sehingga dinyatakan data yang digunakan terdistribusi normal.

Uji Linearitas

Tabel 5 Hasil Uji Linearitas Variabel Budaya Organisasi

ANOVA Table

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Kinerja *

Budaya Organisasi

Between Groups (Combined) 599,041 17 35,238 1,542 ,090 Linearity 327,518 1 327,518 14,336 ,000 Deviattion

from Linearity 271,523 16 16,970 ,743 ,746

Within Groups 2901,401 127 22,846

Total 3500,441 144

Berdasarkan uji linearitas variabel budaya organisasi pada tabel ANOVA terlihat bahwa nilai sig. Deviation from Linearity adalah 0,746 > 0,05 maka nilai sig lebih besar dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa variabel budaya organisasi adalah linier.

Tabel 6 Hasil Uji Linearitas Variabel Motivasi Kerja

ANOVA Table

Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Kinerja * Motivasi Kerja Between Groups (Combined) 732,365 13 56,336 2,666 ,002 Linearity 359,094 1 359,094 16,994 ,000 Deviation from Linearity 373,271 12 31,106 1,472 ,143 Within Groups 2768,077 131 21,130

(23)

24

Total 3500,441 144

Berdasarkan uji linearitas variabel motivasi kerja pada tabel ANOVA terlihat bahwa nilai sig. Deviation from Linearity adalah 0,143 > 0,05 maka nilai sig lebih besar dari 0,05 hal ini menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja adalah linier.

Uji Heteroskedastisitas

Tabel 7 Hasil Uji Gletser

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 7,274 2,941 2,473 ,015 Budaya Organisasi -,031 ,051 -,052 -,603 ,548 Motivasi Kerja -,062 ,068 -,079 -,908 ,366

a. Dependent Variable: ABS_RES

Berdasarkan hasil uji gletser tersebut, terlihat bahwa nilai sig. budaya organisasi lebih besar dibanding α (0,548 > 0,05) dan nilai sig. motivasi kerja lebih besar dibanding α (0,366 > 0,05) sehingga disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

(24)

25

Berdasarkan diagram scatterplot terlihat bahwa sebaran data tersebar secara merata baik diatas angka 0 maupun dibawah angka 0 dan sebaran data tidak membentuk pola tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi.

Uji Multikolinearitas

Tabel 8 Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 17,357 4,730 3,670 ,000

Budaya Organisasi ,239 ,082 ,234 2,898 ,004 ,919 1,089 Motivasi Kerja ,347 ,110 ,254 3,148 ,002 ,919 1,089 a. Dependent Variable: Kinerja

(25)

26

Berdasarkan hasil uji tersebut nilai tolerance (0,919) lebih besar dibanding 0,10 dan nilai VIF (1,089) lebih kecil dibanding 10,00. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan pada penelitian ini tidak terjadi multikolinearits.

Data Deskriptif Masing-Masing Variabel

Tabel 9 Rata-Rata Jawaban Responden Pada Variabel Budaya Organisasi

Statistics

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

N Valid 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 4,2207 4,1655 4,2345 4,2690 4,2483 4,2276 4,2690 4,2000 4,2690 4,2690 Rata-rata jawaban responden pada setiap pernyataan kuesioner untuk variabel budaya organisasi terlihat pada tabel diatas. Mean atau rata-rata jawaban pada pernyataan 1 (X1) sebesar 4,2207. X2 sebesar 4,1655. X3 sebesar 4,2345. X4 sebesar 4,2690. X5 sebesar 4,2483. X6 sebesar 4,2276. X7 sebesar 4,2690. X8 sebesar 4,2000. X9 sebesar 4,2690. X10 sebesar 4,2690.

Tabel 10 Rata-Rata Jawaban Responden Pada Variabel Motivasi Kerja

Statistics

Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 Z7 Z8 Z9 Z10

N Valid 145 145 145 145 145 145 145 145 145 145

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 4,0966 4,1241 4,1103 4,0414 3,9724 3,4276 3,4414 3,7862 4,1034 4,0276 Rata-rata jawaban responden pada setiap pernyataan kuesioner untuk variabel motivasi kerja terlihat pada tabel diatas. Mean atau rata-rata jawaban pada pernyataan 1 (Z1) sebesar 4,0966. Z2 sebesar 4,1241. Z3 sebesar 4,1103. Z4 sebesar 4,0414. Z5 sebesar 3,9724. Z6 sebesar 3,4276. Z7 sebesar 3,4414. Z8 sebesar 3,7862. Z9 sebesar 4,1034. Z10 sebesar 4,0276.

Tabel 11 Rata-Rata Jawaban Responden Pada Variabel Motivasi Kerja

Statistics

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10

(26)

27

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mean 4,0966 4,1172 4,0828 4,1241 4,1034 4,0897 4,0759 4,0690 4,1379 4,1655 Rata-rata jawaban responden pada setiap pernyataan kuesioner untuk variabel kinerja perawat terlihat pada tabel diatas. Mean atau rata-rata jawaban pada pernyataan 1 (Y1) sebesar 4,0966. Y2 sebesar 4,1172. Y3 sebesar 4,0828. Y4 sebesar 4,1241. Y5 sebesar 4,1034. Y6 sebesar 4,0897. Y7 sebesar 4,0759. Y8 sebesar 4,0690. Y9 sebesar 4,1379. Y10 sebesar 4,1655.

Uji Determinasi (R2)

Tabel 12 Hasil Uji Determinasi Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja

Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,285a ,081 ,075 3,46972

a. Predictors: (Constant), Budaya Organisasi

Dilihat pada tabel diatas besarnya koefisien determinasi sebesar 0,081. Hasil tersebut diartikan variasi variabel motivasi kerja perawat RSUD Salatiga dapat dijelaskan oleh variabel budaya organisasi sebesar 8,1% (0,081 x 100%). Sementara itu 91,9% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan pada penelitian ini.

Tabel 13 Hasil Uji Determinasi Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 ,391a ,153 ,141 4,57024

a. Predictors: (Constant), Motivasi Kerja, Budaya Organisasi

Besarnya koefisien determinasi dapat dilihat pada nilai R Square sebesar 0,153. Hasil ini dapat diartikan bahwa variasi variabel kinerja perawat RSUD Salatiga dapat dijelaskan oleh variabel budaya organisasi dan motivasi kerja sebesar 15,3% (0,153 x 100%). Sementara itu 84,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak disertakan pada penelitian ini.

(27)

28

Uji Hipotesis

Tabel 14 Hasil Uji Regresi Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja

Coefficientsa Model Unstandardiized Coefficiients Standardiized Coefficientss T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 30,146 2,557 11,789 ,000 Budaya Organisasi ,213 ,060 ,285 3,558 ,001

a. Dependent Variable: Motivasi Kerja

Berdasarkan Unstandardized Coefficients, nilai koefisien beta sebesar 0,213 dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

Z = 0,213XZ + e1

Persamaan tersebut diartikan bahwa koefisien regresi budaya organisasi terhadap motivasi kerja sebesar 0,213. Besarnya nilai error (e1) didapatkan dari perhitungan √(1 – R2) sehingga diperoleh sebesar 0,958.

Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil uji-t budaya organisasi terhadap motivasi kerja diperoleh nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (3,558 > 0,163) dan nilai sig. lebih kecil dibanding α (0,001 < 0,05). Hal ini berarti menerima hipotesis (H1) yang menyatakan budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja. Koefisien regresi B variabel budaya organisasi sebesar 0,285 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja adalah positif.

Tabel 15 Hasil Uji Regresi Budaya Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat Coefficientsa Model Unstandardiized Coefficiients Standardiized Coefficiients T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 17,357 4,730 3,670 ,000 Budaya Organisasi ,239 ,082 ,234 2,898 ,004 Motivasi Kerja ,347 ,110 ,254 3,148 ,002

(28)

29

Berdasarkan Unstandarized Coefficients diatas, maka dapat dibuat persamaan sebagai berikut:

Y = 0,239XY + 0,347ZY + e2

Persamaan diatas dapat diartikan bahwa koefisien regresi budaya organisasi terhadap kinerja perawat RSUD Salatiga sebesar 0,239. Koefisien regresi motivasi kerja terhadap kinerja perawat RSUD Salatiga sebesar 0,347. Besarnya nilai error (e2) diperoleh dari perhitungan √(1 – R2

) sehingga diperoleh sebesar 0,920. Berdasarkan pada uji-t dapat diketahui sebagai berikut:

a. Hasil uji-t budaya organisasi terhadap kinerja perawat diperoleh nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (2,898 > 0,163) dan nilai sig. lebih kecil dibanding α (0,004 < 0,05). Hal ini berarti menerima hipotesis (H2) yang menyatakan budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perawat. Nilai koefisien regresi variabel budaya organisasi sebesar 0,234 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat adalah positif. b. Hasil uji-t motivasi kerja terhadap kinerja perawat diperoleh nilai t-hitung lebih besar

dibanding nilai t-tabel (3,148 > 0,163) dan nilai sig. lebih kecil dibanding α (0,002 < 0,05). Hal ini berarti menerima hipotesis (H3) yang menyatakan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat. Nilai koefisien regresi variabel motivasi kerja sebesar 0,254 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja perawat adalah positif.

Pengujian Variabel Intervening (Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung)

Untuk membuktikan apakah variabel motivasi kerja dapat menjadi variabel yang memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat maka digunakanlah analisis jalur. Analisis jalur dilakukan dengan memasukkan nilai unstandardized coefficients dari hasil regresi pada jalur atau anak panah sehingga dapat dibuat jalur sebagai berikut:

Gambar 4 Hasil Analisis Path

0,239

0,920 Budaya

Organisasi (X)

(29)

30

0,213 0,347

0,958

Berdasarkan dari gambar analisis jalur diatas maka dapat diketahui:

a. Nilai koefisien beta sebagai pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja perawat sebesar 0,239.

b. Nilai koefisien beta budaya organisasi terhadap motivasi kerja sebesar 0,213 dan nilai koefisien beta motivasi kerja terhadap kinerja perawat sebesar 0,347. Sehingga nilai koefisien beta pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja perawat melalui motivasi kerja adalah sebesar 0,213 x 0,347 = 0,073. c. Pengaruh total dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung yaitu sebesar

0,239 + 0,073 = 0,312.

Hasil perhitungan menunjukkan pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja perawat lebih besar dibanding pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja perawat melalui motivasi kerja (0,239 > 0,073). Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja tidak bisa menjadi variabel yang memediasi antara budaya organisasi terhadap kinerja perawat.

Uji Sobel (Sobel Test)

Sab = √

Sab = √

Sab = √ Sab = √

Sab = 1,3613848725

Berdasarkan perhitungan nilai standar eror pengaruh tidak langsung diperoleh sebesar 1,3613848725. Nilai t hitung yaitu

Motivasi Kerja (Z)

e1

(30)

31 t = t = t = 0,0536218681

Dari perhitungan t hitung diatas diperoleh sebesar 0,0532555991 sehingga nilai t hitung lebih kecil dibanding t tabel (0,0536218681<0,163). Sehingga disimpulkan bahwa motivasi kerja tidak bisa menjadi variabel yang memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat.

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat RSUD Salatiga. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan regresi diperoleh nilai sig. lebih kecil dibanding α (0,001 < 0,05) dan dari nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (3,558 > 0,163). Koefisien regresi variabel budaya organisasi sebesar 0,285 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja adalah positif.

Penelitian yang dilakukan Sokro (2012) menyatakan bahwa kenaikan efisiensi organisasi memicu peningkatan motivasi kerja karyawan dan peningkatan motivasi kerja menurunkan tingkat gesekan dari karyawan terhadap atasan maupun karyawan terhadap karyawan. Yang artinya ketika hubungan atasan dan bawahan serta terdapat lingkungan manajemen yang positif maka semakin tinggi rasa nyaman karyawan dalam bekerja sehingga motivasi kerja karyawan akan terdorong. Hal ini berarti budaya organisasi dapat mempengaruhi tingkat motivasi kerja karyawan agar tidak meninggalkan organisasi/perusahaan. Dilihat pada nilai koefisien regresi bernilai positif sehingga ketika penerapan budaya organisasi oleh perawat meningkat maka secara otomatis motivasi kerja perawat juga akan meningkat. Dengan adanya penerapan budaya organisasi RSUD Salatiga, para perawat pada aktivitas kerja sehari-hari dapat memberikan pengaruh motivasi kerja. Dibuktikan ketika para perawat menjalankan budaya organisasi RSUD Salatiga, para perawat selalu bertanggung jawab, teliti, dan menyelesaikan tugas pada waktuya. Menurut Riani (2011) para anggota organisasi akan bersemangat ketika budaya organisasi diterapkan. Jadi perawat RSUD Salatiga yang menerapkan budaya organisasi yang kuat akan meningkatkan motivasi kerja para perawat itu sendiri.

(31)

32

Nilai rata-rata jawaban responden pada kuesioner dilihat dari dimensi inisiatif sebesar 4,23 yang artinya penerapan budaya organisasi perawat pada dimensi inisiatif dalam kondisi baik. Pada dimensi risiko, nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,25 yang artinya penerapan budaya organisasi perawat pada dimensi risiko dalam kondisi baik. Kemudian pada dimensi organisasi, nilai rata-rata jawaban responden sebesar 4,23 yag artinya penerapan budaya organisasi perawat pada dimensi organisasi dalam kondisi baik.

Budaya organisasi teruji berpengaruh positif terhadap motivasi kerja, hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Catania and Raymond (2013) menyatakan budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian dari Giantari dan Riana (2017) yang menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh secara positif signifikan terhadap motivasi kerja karyawan.

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja perawat RSUD Salatiga. Dibuktikan dengan hasil pengujian regresi memperoleh nilai sig. lebih kecil dibanding α (0,004 < 0,05) dan dari nilai hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (2,898 > 0,163). Nilai koefisien regresi variabel budaya organisasi sebesar 0,234 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat adalah positif.

Pertumbuhan perusahaan tidak bisa lepas dari SDM di dalamnya. SDM merupakan salah satu faktor penting agar tujuan tersebut dapat tercapai. Dimana salah satu SDM pada perusahaan/organisasi tersebut adalah karyawan. Berhasilnya suatu perusahaan atau organisasi dapat dilihat dari banyak faktor, salah satu diantaranya yaitu baik buruk kinerja karyawan. Sabir, et al (2012) kinerja karyawan adalah elemen penting bagi organisasi/perusahaan dan faktor paling penting agar keberhasilan suatu organisasi dapat dicapai. Budaya organisasi memiliki peran penting dalam meningkatkan kinerja. Hal itu diperkuat dengan pernyataan dari Sinha, et al. (2010) budaya organisasi yang cenderung positif pada perusahaan akan meningkatkan kinerja karyawan dengan berbagai cara seperti menempatkan kendala pada kebebasan pilihan individu dan menyediakan penghargaan dan hukuman bagi para karyawan. Dilihat pada budaya organisasi RSUD Salatiga yang sudah ada telah diterapkan oleh perawat yang dampaknya dapat dilihat pada nilai koefisien regresi

(32)

33

bernilai positif yang artinya ketika penerapan budaya organisasi RSUD Salatiga oleh perawat meningkat secara otomatis kinerja perawat juga meningkat.

Budaya organisasi teruji berpengaruh positif terhadap kinerja perawat, hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suryani dan Budiono (2016) serta Giantari dan Riana (2017) menyatakan bahwa budaya organisasi mempengaruhi secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Perawat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja perawat RSUD Salatiga. Hal tersebut disimpulkan dari nilai sig. yang diperoleh lebih kecil dibanding α (0,002 < 0,05) dan dari nilai t-hitung lebih besar dibanding nilai t-tabel (3,146 > 0,163). Nilai koefisien regresi variabel motivasi kerja sebesar 0,254 dan nilainya positif, sehingga dapat dinyatakan bahwa arah pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja perawat adalah positif.

Motivasi dan kinerja karyawan merupakan komponen penting dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi/perusahaan dalam jangka panjang. Dimana pengukuran kinerja karyawan sangatlah penting bagi organisasi/perusahaan karena berkaitan dengan evolusi dan prestasi organisasi (Dobre, 2013). Motivasi kerja sebagai faktor pendorong untuk membuat pekerjaan lebih memuaskan dan bermanfaat bagi karyawan agar produktivitas karyawan meningkat (Uzonna, 2013). Dimana ketika motivasi kerja meningkat maka kinerja karyawan juga akan meningkat. Dilihat pada nilai koefisien regresi bernilai positif sehingga ketika motivasi kerja perawat RSUD Salatiga meningkat maka otomatis kinerja perawat RSUD Salatiga juga akan meningkat.

Nilai rata-rata jawaban responden pada kuesioner dilihat dari dimensi need for achievement sebesar 3,88 yang artinya tingkat motivasi kerja perawat RSUD Salatiga pada dimensi need for achievement dalam kondisi cukup baik. Pada dimensi need for power, nilai rata-rata jawaban responden sebesar 3,88 yang artinya tingkat motivasi kerja perawat RSUD Salatiga pada dimensi need for power dalam kondisi cukup baik. Kemudian pada dimensi need for affiliation, nilai rata-rata jawaban responden sebesar 3,97 yang artinya tingkat motivasi kerja perawat RSUD Salatiga pada dimensi need for affiliation dalam kondisi cukup baik.

(33)

34

Motivasi kerja teruji berpengaruh positif terhadap kinerja perawat, hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Giantari dan Riana (2017) menyatakan motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Perawat Melalui Motivasi Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja tidak bisa menjadi variabel yang memediasi antara budaya organisasi terhadap kinerja perawat. hal ini dibuktikan oleh hasil perhitungan koefisien pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja perawat lebih besar dibanding koefisien pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kinerja perawat melalui motivasi kerja (0,234 > 0,072).

Hasil penelitian berbeda dengan hipotesis dugaan dikarenakan pengaruh secara langsung lebih besar dibanding pengaruh tidak langsung. Hal ini didasari oleh faktor kebutuhan Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan, dan pengakuan untuk meningkatkan motivasi seseorang dalam melakukan suatu hal. Faktor yang menyebabkan motivasi kerja tidak bisa menjadi variabel intervening antara lain kurangnya apresiasi dari atasan seperti memberikan pujian dan bonus terhadap perawat yang memiliki prestasi atau kinerja yang bagus. Sehingga efek dari motivasi kerja sebagai variabel mediasi tidak terlalu meningkatkan kinerja perawat RSUD Salatiga. Ini karena pada variabel motivasi kerja pada dimensi need for achievement indikator penghargaan dan prestasi kerja seperti pemberian bonus dan pujian oleh atasan diperoleh nilai rata-rata jawaban kuesioner oleh perawat sebesar 3,43 yang artinya para perawat kurang begitu diperhatikan pemberian bonus dan pujian oleh atasan untuk meningkatkan motivasi kerja. Apabila RSUD Salatiga ingin meningkatkan motivasi para perawat dan nantinya akan meningkatkan kinerja perawat dalam bekerja seharusnya RSUD Salatiga lebih memperhatikan pemberian bonus dan atasan memberikan pujian kepada perawat yang memiliki prestasi atau kinerja yang bagus.

Motivasi kerja tidak bisa menjadi variabel yang memediasi antara budaya organisasi terhadap kinerja perawat, hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Moerdani (2010) dan Haqq (2016) yang menyatakan motivasi kerja bukan merupakan variabel pemediasi budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Karena nilai koefisien pengaruh langsung lebih besar dibanding nilai koefisien pengaruh tidak langsung.

(34)

35

PENUTUP Kesimpulan

Dari diskusi diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja perawat RSUD Salatiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketika budaya organisasi yang diterapkan semakin tinggi maka secara otomatis meningkatkan motivasi kerja perawat RSUD Salatiga. 2. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja perawat RSUD Salatiga. Hal

diartikan bahwa ketika semakin tinggi budaya organisasi yang diterapkan maka semakin tinggi kinerja perawat RSUD Salatiga.

3. Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kinerja perawat RSUD Salatiga. Hal diartikan bahwa semakin tinggi tingkat motivasi kerja perawat maka semakin tinggi juga kinerja perawat RSUD Salatiga.

4. Berdasarkan perhitungan analisis jalur, motivasi kerja bukan merupakan variabel intervening atau variabel yang tidak memediasi pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja perawat RSUD Salatiga.

Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini hanya terbatas pada variabel budaya organisasi, motivasi kerja, dan kinerja perawat sedangkan banyak sekali variabel yang bisa digunakan pada penelitian ini. 2. Populasi dan sampel hanya terbatas pada perawat rawat inap RSUD Salatiga. 3. Peletakan pertanyaan dalam kuedioner tidak runtut sesuai dengan indikator pada

penelitian ini.

Saran

1. Sebaiknya RSUD Salatiga terus mempertahankan budaya organisasi yang ada karena nilai rata-rata jawaban responden terhadap vaiabel budaya organisasi yang tinggi, baik pada dimensi inisiatif, resiko, dan organisasi agar mendorong motivasi kerja dan kinerja para perawat RSUD Salatiga. Hal tersebut karena budaya organisasi terbukti memiliki pengaruh positif terhadap motivasi kerja maupun kinerja para perawat RSUD Salatiga. 2. Motivasi kerja para pegawai sudah cukup baik hanya perlu dipertahankan seperti dimensi

need for achievement, need for power, dan need for affiliation. Namun hanya pada dimensi need for achievement indikator penghargaan dan prestasi kerja seperti pemberian bonus dan pujian oleh atasan rata-rata jawaban responden sebesar 3,43 sehingga motivasi kerja para perawat RSUD Salatiga tidak naik. Oleh karena itu pihak RSUD Salatiga

(35)

36

seharusnya lebih memperhatikan pada pemberian bonus dan pujian dari atasan kepada perawat agar motivasi kerja perawat RSUD Salatiga meningkat.

3. Secara umum kinerja perawat RSUD Salatiga seperti dimensi kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu sudah baik hanya perlu dipertahankan.

4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memasukkan variabel yang belum diteliti seperti lingkungan kerja, pelatihan, beban kerja, pelatihan sebagai variabel independen maupun sebagai variabel intervening. Untuk populasi tidak hanya terbatas pada perawat rawat inap tapi seluruh perawat maupun seluruh karyawan yang ada di RSUD Salatiga.

DAFTAR PUSTAKA

Adikoesoemo, S. (2012). Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Anas, M. (2010). Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Balai

Perbenihan Tanaman Hutan Sulawesi. Jurnal Motivasi Terhadap Kinerja, 3(1), 1-17. Diambil kembali dari https://www.scribd.com/document/38077184/jurnal-kinerja-pegawai

Azwar, A. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan.

Brahmasari, I. A., & Suprayetno, A. (2008). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Serta Dampaknya Pada Kinerja Perusahaan Pada PT. Pei Hai Internasional Wiratama Indonesia. Jurnal

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berpikir
Tabel 1 Pengukuran Variabel Penelitian
Gambar 2 Model Analisis Jalur (Path Analysis Model)                                  P3XY                                                                (P1XZ) (P2ZY)                                P1XZ  P2ZY  Keterangan :  X  = Budaya Organisasi  Z  = Mot
Tabel 2 Karakteristik Ressponden Perawat RSUD Salatiga
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan tepung rumput laut ( K. alvarezii ) dalam pakan komersial sebanyak 5% (TR5%) tidak memberikan pengaruh, oleh

Dalam bab II (Dasar Teori) diuraikan mengenai penelitian sejenis yang telah dipublikasikan, rnengenai dasar-dasar teori yang digunakan yang berhubungan dengan

Selanjutnya teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, sajian ata (data display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Hasil yang diperoleh

Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga autis, mengenai pentingnya peran dukungan sosial dari keluarga meliputi orang

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mensintesa HAp dari kerabang telur ayam kampung dan kerabang telur ayam broiler, dan

Variabel ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan dikarenakan perusahaan berukuran besar lebih memungkinkan memiliki masalah keagenan yang lebih banyak

Hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa Ada pengaruh yang positif dan signifikan keadilan prosedural, gaya kepemimpinan transformasional dan motivasi kerja

Sequence diagram menggambarkan interaksi objek yang disusun dalam urutan waktu. Diagram ini secara khusus bersosialisasi dengan use case. Sequence diagram memperlihatkan tahap