• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Aspal

Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat (Kerbs and Walker, 1971). Konstituen utama aspal adalah bitumen yang terdapat di alam atau diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi. Aspal meimiliki sifat sebagai perekat, dan ketahanan yang tinggi terhadap air (Asphalt Institute, 2001). Selain sebagai perekat, aspal juga berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agragat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Aspal yang mengandung lilin lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak ataupun mengeras. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003 dalam skripsi L. A.Nasution).

Aspal jenis ini didapatkan dari proses penyulingan minyak bumi dalam keadaan hampa udara (SNI 6749:2008). terdiri dari dua kelas utama senyawa, yaitu asphaltene dan maltene. Asphaltene mengandung campuran kompleks

(2)

hidrokarbon (5% - 25%), terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium. Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturated, aromatis, dan resin (Nuryanto, 2008 dalam skripsi L. A.Nasution). Aspal dikelompokkan berdasarkan tingkat penetrasi (RSNI S-01-2003) dengan persyaratan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70

No. Jenis Pengujian Metode Persyaratan

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik: 0,1 mm

SNI 06-2456-1991 60 – 79

2 Titik lembek : ºC SNI 06-2434-1991 48 – 58

3 Titik nyala: ºC SNI 06-2433-1991 Min. 200

4 Daktilitas , 25ºC: cm SNI 06-2432-1991 Min. 100

5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 Min. 1,0

6 Kelarutan dalam Trichloro Ethylen: % berat

SNI 06-2438-1991 Min. 99

7 Penurunan Berat (dengan TFOT): % berat

SNI 06-2440-1991 Max. 0,8

8 Penetrasi setelah penurunan berat: % asli

SNI 06-2456-1991 Min. 54

9 Daktalitas setelah penurunan berat: % asli

SNI 06-2432-1991 Min. 50

10 Uji bintik (spot test)

- Standar Naptha

- Naptha Xylene

- Hephtane Xylele

AASHTO T. 102 Negatif

(3)

Bahan pengikat jenis ini umum digunakan dalam pembuatan perkerasan jalan karena relatif mudah pengaplikasiannya dibandingkan jenis asbuton dan lebih mudah didapatkan di pasar dibandingkan jenis bioaspal. Namun, aspal ini memiliki kelemahan diantaranya: bahan yang tidak dapat diperbaharui dan harga aspal dipengaruhi oleh harga minyak bumi, karena aspal konvensional merupakan hasil turunan dari minyak bumi.

2.1.2. Asbuton (Aspal Buton)

Asbuton adalah aspal alam yang ada di pulau Buton (Indonesia), berbentuk serbuk sampai bongkahan yang terdiri atas campuran antara mineral dan bitumen (SNI 6749:2008). Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924 di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Berdasarkan data yang ada, asbuton memiliki deposit sekitar 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia (BALITBANG Kementrian Pekerjaan Umum, 2012). Pada tahun 1936 Hetzel memetakan deposit Asbuton di Pulau Buton. Deposit Asbuton tersebar dibeberapa daerah kecamatan di Pulau Buton antara lain di Kabungka, Lawele, Ereke, Winto, Waisiu, Wariti dan lainnya, namun dari beberapa deposit Asbuton yang ada baru deposit Kabungka dan Lawele saja yang saat ini sudah dieksplorasi (Hermadi, 2006).

Tabel 2.2. Persyaratan Asbuton Berdasarkan Penetrasi

No. Jenis Pengujian Metode Uji Persyaratan

Min. Maks. 1 Penetrasi; 25 0C, 100 g; 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40 55

2 Titik lembek, 0C SNI 06-2434-1991 55 -

3 Titik nyala, 0C SNI 06-2433-1991 225 -

4 Daktilitas; 25 0C; cm SNI 06-2432-1991 50 -

5 Berat jenis SNI 06-2442-1991 1,0 -

6 Kelarutan dalam trichloretilene; % berat RSNI M-04-2002 90 - 7 Penurunan berat (TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 - 2 8 Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 55 - 9 Daktilitas setelah kehilangan berat, cm SNI 06-2432-1991 25 - 10 Mineral lolos ayakan No. 100; % SNI 03-1968-1990 90 - (sumber: Revisi SNI 03-1737-1989)

(4)

Aspal jenis ini memiliki peluang yang begitu menjanjikan untuk dijadikan bahan pengikat perkerasan jalan pengganti aspal hasil pengolahan minyak bumi, namun aspal jenis ini masih memiliki kendala saat pabrikasi untuk menghasilkan asbuton dengan karaketristik sesuai dengan karakteristik hasil peneliti karena asbuton memiliki karakteristik kadar bitumen, sifat bitumen, kadar minyak ringan, kadar air, dan lainnya yang sangat bervariasi serta adanya kendala pada saat perencanaan dan pelaksanaan penghamparan perkerasan jalan Asbuton agar sesuai dengan pedoman atau spesifikasi yang disusun peneliti (Harmadi, 2006).

2.1.3. Bioaspal

Bioaspal adalah jenis aspal yang dapat diperbaharui, bukan berasal dari pengolahan minyak bumi. Bioaspal dapat diperoleh dari pirolisis berbagai material seperti tempurung kelapa (Prayogo, 2010), berbagai sampah perkarangan seperti rumput, sisa-sisa tanaman jagung yang tidak dipanen, kayu pohon oak (Hill dan Jennings, 2011); ampas tebu (Kusumawati, 2012); cangkang sawit (Sa’diah, 2014); dan lain sebagainya.

Atas dasar kesadaran kenaikan harga minyak bumi pada tahun 2003 yang berpengaruh terhadap kenaikan harga aspal konvensional dan timbulnya kepedulian terhadap polusi yang ditimbulkan aspal konvensional serta perubahan iklim yang diakibatkan oleh polusi tersebut, hal-hal ini mendorong pengenalan bio-bitumen sebagai bahan alternatif pengganti aspal konvensional yang lebih ramah lingkungan dan tidak beracun (Wikipedia, modifikasi terakhir Oktober 2014).

Keuntungan dari bioaspal adalah bahwa jenis aspal ini adalah bahan yang ramah lingkungan karena dapat diperbaharui dan memiliki tingkat toksitas yang lebih rendah daripada aspal konvensional. Namun kelemahan dari jenis aspal ini adalah belum ada bukti pengaplikasiannya dalam skala luas sehingga tingkat kepercayaan penggunaanya masih rendah dibandingkan aspal konvensional, jenis aspal ini juga masih sulit didapatkan, dan volume produksinya tidak sebesar aspal konvensional.

(5)

2.1.4. Penelitian Bioaspal Sebelumnya

Pentingnya mencari bahan material penggantis aspal yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui terus digali dengan melakukan berbagai penelitian. Bioaspal yang merupakan aspal dari olahan tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu bahan alternative pengganti aspal yang dapat diperbaharui. Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang keterkaitan mengenai bioaspal antara lain :

1. “Studi Karakteristik dan Gugus Fungsi Senyawa Daspal Penetration Grade 60 Dibandingkan dengan Aspal Pertamina Penetration Grade 60 dan Asbuton” oleh (Nasution, 2015).

Peninjauan terhadap nilai karakteristik Daspal (Damar Aspal) untuk 4 type campuran yang dibandingkan dengan aspal penetrasi 60/70 dan asbuton

Tabel 2.3. Parameter Perbandingan Daspal Terhadap Aspal Pen 60/70 dan Asbuton

Jenis Pengujian

Aspal

Asbuton Sat. Hasil Pengujian

60/70 A B C D

Penetrasi 60-79 40-55 mm-1 69 77 62 66

Titik lembek 50-58 Min. 55 ºC 67,5 44 44 76,5 Titik nyala Min. 200 Min. 225 ºC 238 230 263 253 Daktilitas Min 100 Min. 50 cm 9 6 22 20 Berat jenis Min. 1 Min.1 gr/cm³ 1,53 1,51 1,28 1,252 Kelarutan Min. 99 Min.90 % 44,83 43,78 48,82 56,23 Keterangan :

A (1:1) = Damar : Serbuk bata (300 gr : 300 gr) B (2:1) = Damar : Serbuk bata (400 gr : 200 gr) C (3:1) = Damar : Serbuk bata (450 gr : 150 gr) D (-) = Damar / tanpa serbuk bata ( 600 gr damar)

2. “Komposisi Bioaspal” oleh Ir. Moehardo Moelyo (2012).

Dalam buku Berita Resmi Paten No. 372 Tahun ke 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Paten Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan Ham R.I., dicantumkan sebuah invensi oleh Ir. Moehardo Moelyo dengan judul: “Komposisi Bioaspal.” Pada abstrak disebutkan

(6)

komposisi bioaspal yang terdiri dari damar, oil, bentonit, dan soda abu. Invensi bertujuan sebagai bahan alternatif produk aspal yang telah tersedia secara komersial, spesifikasi bioaspal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan harganya relatif lebih murah.

3. “Bioaspal dari Karbonisasi Sampah Perkarangan (Bioasphalt from Urban

Yard Waste Carbonization)” oleh Daniel R. Hill dan Aaron A. Jennings

(2011).

Dalam laporan penelitian ini diketahui bahwa bioaspal dapat dibuat dari berbagai sampah yang terdapat pada perkarangan seperti daun, ranting, dan rumput yang dikumpulkan. Proses pembuatan biosapal tersebut dilakukan dengan cara pirolisis, yaitu dengan pemanasan secara cepat bahan sampah perkarangan tanpa oksigen menggunakan sejumlah peralatan yang sesuai. Proses ini juga dinamakan sebagai proses karbonisasi.

4. Avello® Bioenergy (2009)

Avello® Bioenergy adalah sebuah merek terdaftar komersialisasi teknologi

yang dikembangkan di Iowa State University. Avello® Bioenergy dibentuk

pada awal tahun 2009 oleh para alumninya dan Bioasphalt® binder adalah salah satu produk yang dihasilkan, dapat digunakan sebagai bahan tambahan ataupun pengganti langsung aspal minyak bumi. Untuk menghasilkan sebuah produk bahan pengikat/bioaspal dilakukan dengan menggunakan teknologi pirolisis secara cepat pada bahan yang berasal dari sisa-sisa hasil pertanian dan pepohonan.

2.1.5. Penelitian Tinjauan Kuat Tarik Tak Langsung, Kuat Tekan Bebas dan Permeabilitas Aspal Pen 60/70 dan Asbuton

Hasil pengujian terdahulu berupa campuran panas aspal buton butir yang dilakukan oleh Prawidiono, Rezy Fahriandani, Robbi Bss pada tahun 2010 dengan tema penelitian yang sama yaitu asbuton butir namun pengujian yang berbeda. kemudian hasil pengujian campuran panas aspal penetrasi 60/70 yang dilakukan oleh Damianus Kans pada tahun 2014 dan Rika Septiana pada 2013.

(7)

Berikut kita sajikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Hasil pengujian terdahulu

Karakteristik

Nilai Karakteristik Asbuton** Aspal pen 60/70*

ITS 515,77 747,52

UCS 6962,24 877,62

Permeabilitas 0,00096 0,0004

* Damianus Kans P (2014), Rika Septiana (2013), Omar Mohamed K (2014)

**Prawidiono, Rezy Fahriandani, Robbi Bss (2010) 2.1.6. Jenis – jenis Beton Aspal di Indonesia

Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat,aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. (Sukirman,S., 2003).

Di indonesia terdapat beberapa jenis aspal campuran panas yang digunakan antara lain :

1. Laston ( Lapisan aspal beton) 2. Lataston (Lapisan tipis aspal beton) 3. Latasir (Lapisan tipis aspal pasir)

Pada penelitian ini difokuskan kepada laston dengan bahan pengikat daspal. Laston sendiri umum digunakan di Indonesia yang bergradasi menerus digunakan untuk beban lalu lintas berat. Leaston juga dikenal dengan nama AC (Aspal Concrete). Hal terpenting dari karakteristik dari campuran beton aspal ini adalah stabilitas, tebal minimal laston 4-6 cm.

Sesuai fungsinya laston mempunyai 3 macam campuran dalam penggunaannya dilapangan yaitu :

1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan AC-WC ( Asphalt Concrete-Wear Course). Tebal minimum AC-WC 4 cm.

2. Laston sebagai lapisan pengikat, di kenal dengan AC-BC ( Asphalt Concrete-Binder Course). Tebal minimum 5 cm.

(8)

3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan AC-base (Asphalt Concrete-Base). Tebal minimum 6 cm.

Namun pada penelitian ini sebagai bahan pembanding difokuskan kepada 2 jenis laston dengan berbeda bahan pengikatnya yang sesuai dengan konsep judul penelitian antara lain:

1. Laston dengan bahan pengikat aspal

Lapis Aspal Beton (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu (SNI 03-1737-1989).

2. Laston dengan bahan pengikat Asbuton

Asbuton adalah aspal alam yang ada di pulau Buton (Indonesia), berbentuk serbuk sampai bongkahan yang terdiri atas campuran antara mineral dan bitumen (SNI 6749:2008). Aspal batu buton atau biasa disebut asbuton ditemukan tahun 1924 di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Asbuton mulai digunakan dalam pengaspalan jalan sejak tahun 1926. Berdasarkan data yang ada, asbuton memiliki deposit sekitar 677 juta ton atau setara dengan 170 juta ton aspal minyak. Asbuton merupakan deposit aspal alam terbesar di dunia (BALITBANG Kementrian Pekerjaan Umum, 2012). Pada tahun 1936 Hetzel memetakan deposit Asbuton di Pulau Buton. Deposit Asbuton tersebar dibeberapa daerah kecamatan di Pulau Buton antara lain di Kabungka, Lawele, Ereke, Winto, Waisiu, Wariti dan lainnya, namun dari beberapa deposit Asbuton yang ada baru deposit Kabungka dan Lawele saja yang saat ini sudah dieksplorasi (Hermadi, 2006).

2.1.7. Bahan – Bahan yang Digunakan

Ada beberapa material penyusun dari daspal yang komponennya merupakan material alam yang dapat diperbaharui antara lain:

1. Batu Bata Merah

Batu bata adalah sebuah batu buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa bahan campuran dikeringkan dengan dijemur beberapa hari kemudian dibakar pada temperatur tinggi hingga mengeras dan tidak hancur jika

(9)

direndam dalam air. Batu bata dapat memiliki daya serap yang tinggi disebabkan besarnya kadar pori (Handayani, 2010).

Penggunaan bata merah merah disini bertujuan untuk menambah kemampuan menerima panas dari luar baik secara langsung maupun tidak langsung. Bata merah ini juga yang berpengaruh pada tekstur warna yang akan dihasilkan.

2. Getah Damar

Damar merupakan salah satu resin alami yang dihasilkan oleh tanaman dari famili Dipterocarpaceae (marga Shorea, Hopea, Balanocarpus dan Vateria) dan Burseraceae (marga Canarium) (BBSRC, 2004; Doelen et al; 1998a., Doelen et al., 1998b; Jost et al., 1989; Namiroh, 1998; Tan, 1990 dalam jurnal: “Sifat Fisik, Kimia, dan Funsional Damar” oleh Mulyono dan Apriyantono, 2004).

Komposisi aspal terdiri dari asphaltenes yang merupakan material berwarna hitam atau coklat tua dan maltenes yang merupakan cairan kental yang terdiri dari resin dan oils (Sukirman, 1995). Oleh karena itu, kami menduga resin getah damar berperan penting dalam pembuatan daspal dengan campuran.

Fungsi getah damar adalah sebagai bahan pengikat dari daspal itu sendiri. Banyak sedikitnya getah damar sangat berpengaruh pada campuran. Getah damar yang digunakan merupakan getah damar yang sudah dalam kemasan dalam bentuk bubuk. Untuk produksi dari getah damar berdasarkan data yang diperoleh tahun 2001-2005 untuk daerah jawa timur antara lain

Tabel 2.5. Luas dan Produksi Getah Damar Tahun 2001 – 2005

No KPH 2002 2003 2004 2005

Ha Ton Ha Ton Ha Ton Ha Ton

1 2 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Blitar 125 8 105 8 106 5 72 3 2 Malang 107 3 179 3 73 4 73 2 3 Probolinggo 2080 181 1090 169 519 104 927 122 4 Bwi. Barat 675 49 618 41 559 32 609 40 JUMLAH 2987 241 1992 221 1257 145 1681 167 Sumber: Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Th. 2005

(10)

Data tersebut merupakan produksi getah damar unit di Jawa Timur belum termasuk di Kabupaten Lampung Barat, Lampung sehingga dimungkinkan untuk di produksi dalam skala yang besar.

3. Minyak Goreng Kualitas Rendah

Minyak goreng kualitas rendah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minyak goreng curah yang tidak bermerek, tanpa sertifikasi halal dan BPOM, tanggal kedaluwarsa, dan berbagai informasi penting lainnya. Minyak goreng curah banyak diminati karena harganya yang lebih murah dan banyak dijumpai di pasar tradisional (Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Srie Agustina, 2013).

Minyak goreng curah ini memiliki tingkat higienitas yang cukup dipertanyakan karena hanya dikemas seadanya oleh penjual menggunakan kantong plastik. Minyak goreng curah selama ini didistribusikan dalam bentuk tanpa kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak terpapar oksigen (Aminah, 2010).

Berdasarkan info dari narasumber minyak goreng inilah yang berfungsi sebagai pengontrol tingkat elastisitas dapal yang dihasilkan. Banyak sedikitnya akan berpengaruh pada tingkat pengerasan dari daspal itu sendiri. Selain itu fungsi minyak juga sebagai bahan pengencer pada saat proses pemasakan

4. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm – 40 mm SNI 03-2834-1993 (Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar).

Agregat kasar memiliki modulus kehalusan butir antara 6 – 8, semakin besar modulus kehalusan butiran menandakan semakin besar ukuran butiran agregatnya (Arum, 2013).

(11)

5. Agregat Halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5,0 mm SNI 03-2834-1993 (Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat Halus dan Kasar)

Agregat kasar memiliki modulus kehalusan butir antara 1,5 – 3,8; semakin besar modulus kehalusan butiran menandakan semakin besar ukuran butiran agregatnya (Arum, 2013).

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Batu Bata Merah

Batu bata adalah sebuah batu buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa bahan campuran dikeringkan dengan dijemur beberapa hari kemudian dibakar pada temperatur tinggi hingga mengeras dan tidak hancur jika direndam dalam air. Batu bata dapat memiliki daya serap yang tinggi disebabkan besarnya kadar pori (Handayani, 2010). Penggunaan bata merah dalam penelitian ini dihaluskan menjadi serbuk sesuai dengan resep Jabung dengan dugaan awal serbuk bata memiliki sifat daya serap yang mampu untuk menyerap resin dari getah damar, sehingga resin pada damar tidak mudah hilang dari campuran.

2.2.2. Getah Damar

Getah damar secara umum memiliki sifat umum rapuh dan mudah melekat pada tangan pada suhu kamar, mudah larut dalam minyak atsiri dan pelarut organik non polar, sedikit larut dalam pelarut organik yang polar, tidak larut dalam air, tidak tahan panas, mudah terbakar, tidak volatil bila tidak terdekomposisi dan dapat berubah warna bila disimpan terlalu lama dalam tempat tertutup tanpa sirkulasi udara yang baik (Namiroh, 1998; Setianingsih, 1992; Tan, 1990 dalam jurnal: “Sifat Fisik, Kimia dan Funsional Damar” oleh Mulyono dan Apriyantono, 2004).

(12)

2.2.3. Minyak Goreng

Minyak goreng kualitas rendah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minyak goreng curah yang tidak bermerek, tanpa sertifikasi halal dan BPOM, tanggal kedaluwarsa, dan berbagai informasi penting lainnya. Minyak goreng curah banyak diminati karena harganya yang lebih murah dan banyak dijumpai di pasar tradisional (Agustina, 2013 dalam artikel “Indonesia Bebas Minyak Goreng Curah 2015”).

Minyak goreng curah ini memiliki tingkat higienitas yang cukup dipertanyakan karena hanya dikemas seadanya oleh penjual menggunakan kantong plastik. Minyak goreng curah selama ini didistribusikan dalam bentuk tanpa kemasan yang berarti bahwa minyak goreng curah sebelum digunakan banyak terpapar oksigen (Aminah, 2010).

Menurut perajin perak yang telah puluhan tahun berpengalaman menggunakan jabung sebagai bantalan untuk mengukir perak, Jabung dapat dibuat menggunakan minyak goreng baru ataupun bekas tanpa perbedaan yang berarti. Perbedaan yang mencolok hanya pada bau jabung yang dihasilkan. Berdasarkan pengalaman tersebut penulis memilih untuk menggunakan minyak goreng bekas dengan alasan mengedepankan konsep daur ulang.

2.2.4. Agregat a. Agregat Kasar

Agregat kasar merupakan kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang didapatkan dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 5 mm – 40 mm (SNI 03-2834-1993).

Kehalusan butir Agregat kasar berkisar antara 6 – 8, semakin besar modulus kehalusan butiran menandakan semakin besar ukuran butiran agregatnya (Arum, 2013).

(13)

b. Agregat Halus

Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 5 mm (SNI 03-2834-1993) (Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan

Agregat Halus dan Kasar)

Agregat kasar memiliki modulus kehalusan butir antara 1,5 – 3,8; semakin besar modulus kehalusan butiran menandakan semakin besar ukuran butiran agregatnya (Arum, 2013).

2.3. Pengujian Campuran

2.3.1. Kuat Tarik Tidak Langsung

Kuat tarik adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada secara horisontal. Gaya tarik terkadang digunakan untuk mengevaluasi potensi retakan pada campuran daspal. Untuk mendapatkan pembebanan gaya tarik daspal yang terjadi di lapangan masih sulit, sehingga metode yang paling memungkinkan untuk mengetahui gaya tarik dari daspal adalah dengan menggunakan metode Indirect Tensille Strenght Test. Nilai kuat tarik tidak langsung diperoleh dari pembacaan dial.

Gaya tarik tidak langsung menggunakan benda uji yang berbentuk silindris yang mengalami pembebanan tekan dengan dua pelat penekan yang menciptakan tegangan tarik yang tegak lurus sepanjang diameter benda uji sehingga menyebabkan pecahnya benda uji. Pengujian gaya tarik tidak langsung secara normal dilaksanakan menggunakan alat Marshall test yang telah dimodifikasi dengan pelat berbentuk cekung dengan lebar 12,5 mm pada bagian penekan Marshall. Pengukuran kekuatan tarik dihentikan apabila jarum pengukur pembebanan telah berbalik arah atau berlawanan dengan arah jarum jam. Tegangan tarik yang terjadi (ITS) merupakan fungsi dari beban yang terjadi, tebal dan diameter benda uji yang dapat dinyatakan dalam persamaan rumus 2.1 (Djoko Widajat,2010)

2xP

ITS = .………...…...(Rumus 2.1) πxdxh

(14)

Keterangan :

ITS : nilai kuat tarik secara tidak langsung (KPa) P : beban pengujian maksimum (Kg)

h : tinggi/tebal benda uji (cm) d : diameter benda uji (cm)

2.3.2. Kuat Tekan Bebas

Kuat tekan adalah kemampuan lapisan perkerasan untuk menahan beban yang ada secara vertikal yang dinyatakan dalam kg atau lb. Besarnya muatan kendaraan yang disalurkan melalui roda kendaraan merupakan beban tekan yang diterima perkerasan. Nilai kuat tekan suatu campuran aspal beton dapat diketahui dengan Uji Kuat Desak (Unconfined

Compressive Strength Test). Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar kuat desak yang mampu diterima oleh benda uji. Pengujian ini menggunakan alat uji marshallyang telah dimodifikasi. Pencatatan yang dilakukan pada saat pengujian adalah besarnya beban P pada saat benda uji hancur. Untuk mendapatkan besarnya tegangan hancur dari benda uji tersebut dihitung dengan rumus 2.3. (Anastasia H. Muda, 2009)

P

UCS = ………..(Rumus 2.3) A

Keterangan :

UCS = nilai Unconfined Compressive Strength (KPa) P = beban maksimum (Kg)

A = luas permukaan benda uji tertekan (cm2)

2.3.3. Permeabilitas

Permeabilitas yaitu kemampuan suatu sampel untuk dapat mengalirkan zat alir (fluida) baik udara maupun air. Permeabilitas mempengaruhi durabilitas dan stabilitas campuran aspal. Ukuran permeabilitas ada dua, yaitu permeabilitas sebagai K (cm²) dan koefisien permeabilitas k (cm/detik). Hubungan antara nilai K dan koefisien k adalah :

(15)

P γair γ µ k = K ...………....(Rumus 2.4) Keterangan :

γ = berat jenis zat alir (gr/cm³) µ = viskositas zat alir (gr.detik/cm²) K = permeabilitas (cm²)

k = koefisien permeabilitas (cm/detik)

(Susanto, Hery Awan et. all, 2014). Nilai koefisien permeabilitas dapat didekati dengan persamaan empiris yang sudah banyak digunakan dari analisis hidrolika. Menurut formula yang diturunkan dari hukum Darcy dalam Suparna (1997) adalah sebagai berikut:

q = k i A . ...………....(Rumus 2.5)

Rumus di atas diturunkan menjadi : k = …... ...……….…….(Rumus 2.6) k = …… ...……… .(Rumus 2.7) k = ...………....(Rumus 2.8) Keterangan :

q = = debit rembesan (cm³/detik) V= volume rembesan (cm³)

T = lama waktu rembesan terukur (detik)

i = = gradient hidrolik, parameter tak berdimensi h = = selisih tinggi tekanan total, (cm)

P = tekanan air pengujian, (kg/cm²) γair = ρair xg = berat unit, (0,001 kg/cm3)

A = luas penampang benda uji yang dilalui q, (cm²)

q i A V L h A T V L A p T V T h L

(16)

Berdasarkan koefisien permeabilitas, campuran AC dapat diklasifikasikan menurut derajat permeabilitas. Mullen (1967) dalam Suparna (1997) menetapkan pembagian campuran berdasarkan permeabilitas seperti yang tersaji pada tabel 2.5.

Table 2.5. Klasifikasi campuran daspal berdasarkan angka permeabilitas K (cm/detik) Permeabilitas 1.10-8 1.10-6 1.10-4 1.10-2 1.10-1 Impervious Practically impervious Poor drainage Fair drainage Good drainage Sumber: Mulen, 1997

Untuk melakukan uji permeabilitas di laboratorium diperlukan tekanan untuk mendorong air melalui benda uji sehingga diperlukan serangkaian alat yang dapat membantu melewatkan air pada benda uji dalam waktu yang tidak lama. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan alat uji standar permeabilitas AF-16 yang menggunakan tekanan gas N2 (tersimpan dalam tabung Nitrogen) untuk membantu mengalirkan air melalui benda uji. Data yang dicatat adalah tekanan air masuk pipa, volume dan lama rembesan serta tinggi dan diameter benda uji.

Gambar

Tabel 2.1. Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70
Tabel 2.2. Persyaratan Asbuton Berdasarkan Penetrasi
Tabel 2.4. Hasil pengujian terdahulu  Karakteristik
Tabel 2.5. Luas dan Produksi Getah Damar Tahun 2001 – 2005
+2

Referensi

Dokumen terkait

P ENERAPAN A LGORITMA A* DALAM M ENENTUKAN R UTE T ERPENDEK DI K OMPLEKS G ELORA B UNG K ARNO Program yang telah dibuat dapat digunakan untuk mencari rute terpendek antar

Selain itu kesalahan juga banyak terdapat dalam penempatan alat karena semestinya praktikan menentukan posisi alat yang tepat agar dapat membidik banyak titik tetapi yang

Berdasarkan bukti audit yang diperoleh, auditor harus menyimpulkan apakah, menurut pertimbangan auditor, terdapat suatu ketidakpastian material yang terkait

Prosedur dan peralatan yang diperlukan untuk membuat marker meliputi pola sederhana, kain dan letak/posisi yang tidak kritis, baik dengan teknik manual maupun komputer.. Sifat

Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan pendapatan nasional suatu negara dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan seberapa besar tingkat produktivitas dari para

Hasil penelitian mencakup pelaksanaan bimbingan kelompok dengan teknik role playing, kondisi awal motivasi belajar, model bimbingan kelompok dengan teknik role

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah semakin tinggi penambahan tepung kunyit dan tepung temulawak maka akan menurunkan konsumsi pakan, pertambahan