• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proceedings. Seminar Nasional Kerjasama Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana dan Asosiasi Psikologi Kristiani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proceedings. Seminar Nasional Kerjasama Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana dan Asosiasi Psikologi Kristiani"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Proceedings

Seminar Nasional 2019

Kerjasama Fakultas Psikologi

Universitas Kristen Satya Wacana

dan Asosiasi Psikologi Kristiani

“Merajut Keragaman

Untuk Mencapai

Kesejahteraan Psikologis

Dalam Konteks Masyarakat 5.0”

Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Agustus 2019

Satya Wacana University Press 2019

(2)
(3)

Proceedings

Seminar Nasional

“Merajut Keragaman

Untuk Mencapai

Kesejahteraan Psikologis

Dalam Konteks Masyarakat 5.0”

Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Agustus 2019

Satya Wacana University Press 2019

(4)

ii

PROCEEDINGS

SEMINAR NASIONAL

“MERAJUT KERAGAMAN UNTUK MENCAPAI

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS

DALAM KONTEKS MASYARAKAT 5.0”

Hotel Grand Wahid Salatiga, 2 Agustus 2019

Reviewer

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS.

Dr. Susana Prapunoto, Ma-Psy. Krismi Diah Ambarwati, M.Psi., Psikolog

Editor

Dr. Susana Prapunoto, MA-Psy.

Steering Committee

Prof. Dr. Marthen Pali, M.Psi Dr. Suryasatriya Trihandaru, M.Sc.nat

Committee

Pelindung : Neil Semuel Rupidara, SE., M.Sc.,Ph.D.

Rektor Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Penanggungjawab : Berta Esti Ari Praseya, S.Psi., MA.

Dekan Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Penasihat : Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

Dr. Susana Prapunoto, Ma-Psy. Ketua Panitia : Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, MS. Sekretaris : Yohanes Krismono, SE.

Bendahara : Krismi Diah Ambarwati, M.Psi., Psikolog.

Cover : Timotius Iwan Susanto, S.Psi. Cetakan Pertama: 2019

Isi dari masing-masing artikel proceedings merupakan tanggung jawab masing-masing penulis

All right reversed. Save exception stated by the law, no part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system of any nature, or transmitted in any form by any mean electronic, mechanical, photocopying, recording or otherwhise, included a complete or partial transcription, without the prior written permission of the author, application for which should be addressed to author.

Satya Wacana University Press Universitas Satya Wacana Jl. Diponegoro 52 – 60 Salatiga

Telp. (0298) 321212 Ext. 1229, Fax. (0298) 311995 Email: satyawacanapress@adm.uksw.edu

(5)

iii

KATA SAMBUTAN PENYELENGGARA

Salam Sejahtera bagi kita sekalian, Shalom.

Seminar nasional dan call papers bertajuk “Merajut Keragaman Untuk Mencapai

Kesejahteraan Psikologis dalam Konteks Society 5.0” kita selenggarakan dengan kerjasama antara Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dengan Asosiasi Psikologi Kristiani – (APK) Indonesia, dalam rangka menyambut Dies Natalis Fakultas Psikologi ke 20th. Fakultas Psikologi UKSW pertama kali berdiri pada tanggal 23 Juni 1999;

dan hingga saat ini telah memiliki 2 program studi yaitu S1 dan S2. Usaha yang berkelanjutan dari tahun ke tahun oleh seluruh pihak di fakultas dan program studi, telah memampukan Program S1 terakreditasi dengan peringkat A. Sebagai bagian dari semangat untuk terus berkontribusi bagi kemajuan perkembangan psikologi di Indonesia, Fakultas Psikologi mengundang para ilmuan di Indonesia untuk membagikan hasil-hasil riset dan pemikiran terbaik mereka melalui seminar ini. Demi tercatatnya kajian-kajian ilmiah yang ada, proceeding ini diterbitkan agar pemikiran-pemikiran maupun hasil riset yang telah disampaikan dalam seminar dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.

Tema ini secara spesifik diangkat, dengan melihat kenyataan bahwa Indonesia memiliki kekayaan keragaman baik dari segi budaya, bahasa, agama, serta latar belakang kehidupan yang lain. Keberagaman ini bagaikan memiliki dua sisi mata uang, yang bila bisa dimanfaatkan dengan maksimal akan memperkaya kekayaan pengalaman kehidupan individu, mendorong individu untuk belajar lebih fleksibel terhadap perubahan dan perbedaan serta mengembangkan pribadi yang kuat mental dan kaya pengalaman. Namun sebaliknya, keberagaman juga dapat menjadi ancaman apabila individu gagal mensikapinya dengan positif dan tepat; menimbulkan kesalahpahaman, syak wasangka bahkan perpecahan. Sementara itu, perkembangan peradaban manusia telah sampai pada titik saat kemajuan teknologi, utamanya teknologi informasi yang berintegrasi dengan internet, memunculkan teknologi digital, wireless, bigdata yang memunculkan berbagai exponential techology seperti: a) artificial intelligence, augmented

reality 3D printing dan robotics, b) biotechnology c) nano technology, material baru, an fabrikasi digital, d) networks & computing systems (cloud, big data, IoT) (Diamandis, 2012).

(6)

iv

Semua kemajuan ini menimbulkan disrupsi baru, memaksa masyarakat harus siap dengan sistem-sistem baru, pola komunikasi dan interaksi yang baru, sistem-sistem bertransaksi yang baru yang berubah dengan pesat, yang mempengaruhi berbagai macam aspek kehidupan di masyarakat, yang saat ini dikenal dengan konteks masyarakat 5.0. Semua hal ini perlu dikaji dari berbagai sisinya, agar kita bisa mengantisipasi dan menyikapi dengan bijak sehingga dapat tercapai kesejahteraan psikologis setiap individu di Indonesia.

Seminar dan Call papers ini diikuti oleh 132 peserta, terdiri dari guru, dosen, utusan gereja, mahasiswa, peneliti, maupun praktisi, yang berasal dari berbagai daerah antara lain: Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta, Makasar, Kupang, Manado, Surabaya dan lainnya. Harapan kami apa yang kita diskusikan dalam seminar ini dapat meningkatkan pengetahuan kita, dan pada akhirnya dapat bermanfaat bagi setiap orang yang kita layani.

Secara khusus ucapan terimakasih disampaikan kepda APK dan HIMPSI yang telah menjadi mitra kami dalam menyelenggarakan kegiatan ini serta kepada UKSW yang telah mendukung sepenuhnya terhadap kegiatan ini. Ucapan terimakasih sebesar-besarnya juga disampaikan kepada segenap panitia di bawah koordinasi dari Ibu Dr. Christiana Hari Soethjiningsih, MS dan Ibu Dr. Susana Prapunoto, M-Psy; didukung oleh Ibu Krismi Ambarwati M.Psi maupun Bapak Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA beserta para dosen, karyawan, maupun para mahasiswa Fakultas Psikologi UKSW yang telah bekerjakeras mewujudkan terselenggaranya kegiatan ini.

Akhir kata, semoga Proceedings ini bermanfaat dan apabila ada kesalahan-kesalahan tertentu yang tidak kami sengaja dalam penerbitan proceeding ini, kami mohon maaf sebesar-besarnya. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.

Hormat kami,

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., M.A. Dekan Fakultas Psikologi UKSW

(7)

v

KATA PENGANTAR

Keragaman, Kemajemukan adalah keistimewaan yang Tuhan berikan kepada bangsa Indonesia. Sekitar 250 juta jiwa, 17.000 pulau, 714 suku dan lebih dari 1.100 bahasa lokal, Indonesia termasuk urutan ke empat Negara dengan jumlah populasi terbesar di dunia. Kondisi ini tentu membawa implikasi pada kemungkinan terjadinya pergesekan terkait persoalan budaya, suku, agama, bahasa, sosial-ekonomi, maupun persoalan lain terkait dengan persoalan hukum, dsb. Hal ini telah disadari oleh pujangga kita, Mpu Tantular yang kemudian menuliskan konsepnya dalam buku Sutasoma yaitu “Bhineka Tunggal Ika”.

Kehadiran revolusi industri 4.0 semakin meningkatkan tantangan kesatuan. Kebersamaan membangun persatuan di tengah keragaman, bukan sesuatu yang otomatis terjadi. Hal ini menuntut masyarakat 5.0 menyikapi keragaman ini dengan merajut keragaman untuk mewujudkan kasih, antara lain untuk mencapai kesejahteraan psikologis. Dengan demikian perbedaan, keragaman bukan sebagai pemisah melainkan sebagai kekayaan bangsa yang tiada nilainya. Prosiding ini merupakan sumbangan pemikiran dari 49 Penulis Artikel yang telah hadir dan berperan serta mempresentasikan gagasan terbaiknya.

Saya mengucapkan terimakasih kepada Ibu Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi, MA (Dekan Fakultas Psikologi – UKSW), Bapak Prof. Dr. Marthen Pali, M.Psi., (Ketua Asosiasi Psikologi Kristiani), Bapak Yusak Novanto, SPsi, MSi. (Sekretaris Asosiasi Psikologi Kristiani) yang telah memfasilitasi dan mendukung penuh penyelenggaraan Seminar & Call for Papers Jumat, 2 Agustus 2019. Ucapan terimakasih tidak terhingga kami haturkan kepada Prof. Virgo Handojo, Ph.D, CFLE. (dari California Baptist University), dan Ibu Eunike Sri Tyas Suci, PhD, Psikolog (Ketua Asosiasi Psikologi Kesehatan – HIMPSI) yang telah menghantar Seminar dan Call for

Papers Nasional “ Merajut Keragaman untuk Mencapai Kesejahteraan Psikologis dalam Konteks

Masyarakat 5.0.”.

Terimakasih atas kesediaan para Reviewers Call for Papers Dr. Christiana Hari Soetjiningsih, M.Si, Bapak Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA, Ibu Krismi Ambarwati, M.Psi meluangkan waktu dan pikiran agar Proceedings ini dapat terbit. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada Bapak Timotius Iwan Susanto, S.Psi. yang telah mendukung desain Cover buku Proceeding. Terimakasih juga kepada sdri. Hanny Yuliana Agnes Sesa, S.Psi., Claudya S.Soulisa, S.Pd., Indah Lestari, S.Kep. dan Joanne Marrijda Rugebregt, S.Psi. yang telah banyak

(8)

vi

mendukung proses editing teknis buku Proceedings ini. Kiranya buku ini dapat bermanfaat bagi perjalanan bangsa Indonesia mengarungi Era Digital. Tuhan memberkati.

Salam sejahtera,

Dr. Susana Prapunoto, MA-Psy Editor

(9)

vii

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN PENYELENGGARA iii

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

I. KURIKULUM DAN PENDIDIKAN KARAKTER 1

Peran Kurikulum dan Pendidikan Karakter dalam Proses Pembelajaran

Nurjadid 2

Hubungan Grit dengan Subjective Well-Being pada Siswa SMA Masehi 2 PSAK Semarang

Petra Wijayanti, Christiana Hari Soetjiningsih 11

Optimalisasi Superego dalam Teori Psikoanalisis Sigmund Freud untuk Pendidikan Karakter

Hengki Wijaya, I Putu Ayub Darmawan 21

Strategi Kurikulum Tersembunyi bagi Pendidikan Karakter Generasi Milenial dalam

Society 5.0

Mariani Harmadi 30

Gerakan Sayang Anak Indonesia: Sebuah Pendekatan Pendidikan Karakter Dalam Memasuki Konteks Society 5.0

Monica Muryawati 39

Pendidikan Karakter yang Berkelanjutan

Priscilla Titis Indiarti, Anton Sukontjo 50

Konsep dan Pengukuran Work Engagement dan Student Engagement: Kajian Literatur Mengenai Engagement dalam Bidang Pendidikan

Yosika Pramangara Admadeli 61

II. Identitas Sosial dan Budaya 71

Mendedah Kebertahanan dan Peran Pendidikan serta Interaksi Sosial-Budaya Kelindan Rumah Pengasingan

(10)

viii

Mendedah Penghayatan Religiusitas dan Psychological Well-Being Perempuan dalam Kelindan Pengasingan di Pulau Seram.

Foty Isabela Otemusu, Susana Prapunoto, A. Ign. Kristijanto 84

Hubungan antara Perceived Discrimination dan Kualitas Hubungan Romantis pada Pasangan Etnis Tionghoa-Indonesia dan Indonesia Asli

Revina Dewanti, Julia Suleeman 95

Studi Fenomenologi Kepala Sekolah Perempuan Single Parents

Fony Sanjaya, Mary Philia Elizabeth 105

Perbedaan Perilaku Prososial Ditinjau dari Jenis Kelamin

Jeanetha A. E. Lomboan, Christiana Hari Soetjiningsih 116

Hubungan antara Frekuensi Menonton TayanganTelevisi yang Mengandung Unsur Kekerasan dengan Perilaku Agresif Remaja

LaelaZulfia, Christiana Hari Soetjiningsih 127

Orientasi Masa Depan Pada Narapidana dengan Kasus Kejahatan Pelecehan Perempuan yang Menjalani Masa Hukuman Penjara di Atas Lima Tahun

Mareinata Nazareth Christy Irala, Margaretta Erna Setianingrum 136

Peran Hukum dan Psikologi dalam Meminimalkan Ujaran Kebencian Perusak Demokrasi

Wisnu Sapto Nugroho 147

III. CINTA KASIH DAN SPIRITUALITAS 158

Pengaruh Religiusitas dan Parent Adolescent Relationship terhadap Psychological Well

Being Remaja di SMP Negeri 1 Kupang

Marleni Rambu Riada 159

Pertumbuhan Spiritual Keluarga yang Memiliki Anak Penyandang Autisme

Maria Laksmi Anantasari 171

Religious Coping pada Penyintas Perkosaan

Julia Suleeman 187

Spiritual Kristiani di Tengah Laju Peradaban Digital

(11)

ix Eksistensi Perempuan Kristiani (Studi pada Perguruan Tinggi di Sulawesi Utara)

Shanti Natalia C. Ruata, Merci K. Waney, Yunita Sumakul 210

IV. KESEJAHTERAAN DAN KEBERFUNGSIAN KELUARGA 222

Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Harga diri pada Atlet Renang Remaja Klub Paswind Surakarta

Rizkiana Ika Raharjo, Christiana Hari Soetjiningsih 223

Hubungan antara Kelekatan Aman Ibu-Anak dengan Kematangan Sosial pada Anak yang Ibunya Bekerja

Yudea Sabdo Anggoro, Krismi Diah Ambarwati 233

Dukungan Keluarga sebagai Prediktor Keberfungsian Sosial Pasien Skizofrenia Rawat Jalan

Glaudia Anastacia, Krismi Diah Ambarwati 245

Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dengan Perilaku Agresif pada Remaja Tegalsari

Cynthia Sinta Dewi, Ratriana Yuliastuti Endang Kusumawati 256

Gambaran Psychological Well-Being pada Remaja yang Memiliki Anak Sebelum Menikah

Ayu Wasti Kurniawati, Krismi Diah Ambarwati 267

Studi Deskriptif Internet Parenting Style pada orang Tua dengan Anak Remaja

Enjang Wahyuningrum 278

V.

PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI

292

Job Crafting dan Employee Well-Being pada Karyawan Generasi Y di Indonesia

Fandy Jusuf E. Lumentut, Krismi Diah Ambarwati 293

Sistem Pengendalian Manajemen Kontemporer Berdasar Aspek Spiritual

Anton Sukontjo, Maria Andriyani Wulandari 307

Faktor Demografis di Seputar Kepuasan Hidup Guru Sekolah X di Sidoarjo

Yusak Novanto, Maria Rayna Kartika Winata 320

Emotional Intelligence and Job Satisfaction of Teachers in Senior High School in

Kupang

(12)

x

Hubungan antara Motivasi Kerjadengan Kepuasan Kerja Karyawan di PT. Argo Manunggal Triasta

Septiana Indah Permata Surya, Sutarto Wijono 348

Budaya Organisasi dan Kinerja pada Fungsionaris Lembaga Kemahasiswaan Universitas (LKU) UKSW

Siswani Inesda Batara, Sutarto Wijono 358

VI. KESEHATAN MENTAL SEPANJANG RENTANG KEHIDUPAN 367

Hubungan Negatif antara Sexual Self-Esteem dan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja Akhir

Arina Zuhriyah, Christiana Hari Soetjiningsih 368

Membaca Dinamika Psikologis Lewat Kekuatan Narasi

Emmanuel SatyoYuwono 378

Strategi Regulasi Emosi Anggota Penyidik Kasus Pembunuhan di Wilayah Hukum Polres Salatiga

Maximianus Ambrosius Nggai, Wahyuni Kristianawati 389

Hubungan Resiliensi dan Kepuasan Hidup pada Dewasa Muda

Dewa Fajar Bintamur 402

Pelecehan Seksual pada Biduanita Orkes Dangdut

Evita Cynthia Damayanti, Christiana Hari Soetjiningsih 413

Hubungan antara Self-Esteem dengan Perilaku Seksual pada Remaja Putus Sekolah

Yosefine Permatasari, Ratriana Yuliastuti Endang Kusumawati 425

Korelasi Kontrol Diri dengan Perilaku Agresif pada Remaja Laki-Laki Peminum Miras (Studi Kontekstual pada Remaja Jemaat GPM Imanuel OSM-Ambon)

Salomina Patty, Prisca Diantra Sampe, Sutarto Wijono 436

VII. AGING 448

Successful Aging : Gaya Hidup Lansia di Era Digital

WinangPrananda, Christiana Hari Soetjiningsih, David Samiyono 449

Successful Aging : Voice-Tech Paduan Suara Religi

(13)

xi Perbedaan Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lansia Ditinjau dari Jenis Kelamin

Tri Utami Noviyanti, Ratriana Y. E. Kusumiati 478

Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Hidup di Rumah dan di Panti Wreda

M. Erna Setianingrum, Ratriana Y. E., Kusumiati 487

VIII. PERILAKU ENTREPRENEURSHIP DI ERA MILENIAL 496

Dukungan Semarang Kota Cerdas terhadap Minat Wirausaha: Studi Kasus Mahasiswa Jurusan Manajemen.

Martin Flemming Panggabean 497

Adaptabilitas Karir di Era Industri 4.0

Doddy Hendro Wibowo 506

Hubungan antara Rejection Sensitivity dengan Impulsive Buying Produk Fashion (Studi pada Mahasiswi Fakultas Psikologi Angkatan 2015 UKSW).

Hanggraini Puspitaningrum, Berta Esti Ari Prasetya 519

Pengaruh Karakteristik Psikologis pada Selebgram Entrepreuner.

(14)
(15)

158

SUB TEMA 3:

(16)

198

Spiritual Kristiani di Tengah Laju Peradaban Digital

Sonny Eli Zaluchu

Sekolah Tinggi Teologia Baptis Indonesia (STBI) Semarang

Email : sonnyzaluchu@stbi.ac.id

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjabarkan tentang tantangan dan peluang serta implementasi spiritualitas Kristiani di tengah perubahan dunia yang semakin digital. Metode penelitian yang digunakan adalah literature review (Baker, 2016) untuk menggali berbagai konsep mengenai pokok penelitian khususnya yang berkaitan dengan spiritualitas kristiani dan berbagai teori serta pendekatan tentang revolusi teknologi. Hasil temuan memperlihatkan bahwa sekalipun hidup di dalam dunia yang serba digital, hubungan dengan Tuhan sejatinya tidak dapat didigitalisasi. Sebagai katalis, teknologi menjadi jembatan bagi orang Kristen untuk membangun spiritualitasnya di dalam lingkungan (environment) yang baru. Dengan demikian, esensi dari konsep dan values kekristenan tidak mengalami reduksi atau perubahan, melainkan hanya tampil dalam wajah yang baru dengan isi yang tetap sama.

Keywords: Spiritualitas, digital

Pendahuluan

Dunia yang semakin berkembang dengan hadirnya perangkat cerdas, dan teknologi canggih yang bekerja otomatis, telah menciptakan suatu revolusi baru di dalam sejarah kehidupan manusia. Setelah revolusi industri dimana mesin-mesin mengambil alih sebagian pekerjaan manusia, di era revolusi digital ini, bukan hanya pekerjaan manusia yang terbantu melainkan terbangun atau terbentuk satu peradaban baru dimana manusia sepenuhnya bergantung pada kehidupan yang didominasi oleh teknologi. Digitalisasi merambah dengan cepat

(17)

199 di berbagai bidang. Pergeseran terjadi di hampir semua lini. Sebuah riset yang menelurkan buku

Millenials Kill Everything dilakukan oleh Yuswohady dkk. Riset itu melaporkan bahwa telah

terjadi pergeseran yang sangat ekstrim yang dilakukan oleh satu angkatan Milenial kepada produk-produk terbaru yang berciri digitalized. Hal ini diakibatkan oleh terjadinya perubahan preferensi dan perilaku yang ekstrim di dalam cara manusia menjalani kehidupannya. Maka yang terjadi, beberapa hal yang semula dominan menjadi tidak relevan lagi karena mulai atau telah ditinggalkan. Dalam bidang percakapan misalnya, muncul gaya hidup baru dengan memanfaatkan smartphone sehingga orang lebih senang texting daripada face-to-face

communication (Yuswohady, Fatahillah, Tryditia, & Rachmaniar, 2019). Penelitian yang sama

juga melaporkan bahwa kehadiran smartphone telah membentuk budaya baru di dalam kehidupan sosial dan kinerja. Semua kebutuhan seperti jadwal dan kalender, kalkulator, buku catatan, pasar dan toko, player, camera, remote control, dan sebagainya, telah tersedia di dalam satu perangkat mobile office tersebut (Yuswohady et al., 2019).

Lalu bagaimana dengan wilayah rohani? Perubahan serupa tidak terhindarkan tetapi dengan dampak yang berbeda. Di satu sisi, orang tidak perlu lagi membawa buku Alkitab di dalam ibadah karena di dalam smartphone sudah tersedia file dan program Alkitab dalam berbagai versi yang dapat dibaca offline/online. Bahkan jika tidak membawapun, teks Alkitab dapat dibaca melalui layar LCD di rumah ibadah. Teknologi ikut memainkan peran di dalam kehidupan spiritual. Gereja-gereja bahkan memiliki kanal multimediaonline, yang dapat diakses kapan dan dimana saja sehingga konten-konten rohani tidak terbatas lagi diperoleh lewat kehadiran di ruang ibadah. Tetapi di sisi lain, laporan penelitian Klaudia menyajikan satu fakta negatif dimana kehadiran teknologi justru kontra produktif dengan pertumbuhan spiritual. Penelitiannya di kalangan mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi (STT) menemukan bahwa kehadiran perangkat teknologi Smartphone justru menciptakan sejumlah masalah ketergantungan (kecanduan internet dengan segala bentuk dan rupa) dan tidak membawa dampak yang relevan dengan kehidupan rohani. Alih-alih menggunakan perangkat cerdas untuk membaca Alkitab atau memanfaatkannya untuk hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan rohani, justru para mahasiswa tersebut menjadi menjadi malas untuk berdoa, membangun kehidupan rohani dengan saat teduh lewat Alkitab, dan menjadi tidak optimal di dalam menjalankan ibadah akibat kehilangan fokus. Waktu dan perhatian para mahasiswa menjadi tersita oleh kepemilikan Smartphone tersebut (Klaudia, 2018).

(18)

200

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disimpulkan bahwa menguatnya peradaban digital ikut merubah banyak hal-hal di dalam kehidupan manusia, yang semula bersifat tradisional menjadi kontemporer digital (digital contemporary). Hal ini terjadi seiring dengan perubahan dunia, yang oleh Kertajaya, disebutkan terjadi karena perubahan revolusioner di dalam teknologi informasi dan komunikasi (Kartajaya, 2018). Manusia dituntut untuk melakukan penyesuaian, atau tepatnya, mengintegrasikan kehidupannya di dalam perubahan tersebut. Yang menjadi pertanyaannya adalah, bagaimanakah dengan kehidupan spiritual di tengah perubahan dunia? Sebagaimana diketahui, perubahan selalu hadir dengan paradoks dua sisi, positif dan negatif. Di dalam paradoks itulah manusia dituntut untuk membangun dan memelihara hubungan pribadinya kepada Tuhan. Jangan sampai terjadi spiritualitas itu justru tergerus dan terkikis. Bagaimanakah spiritualitas diintegrasikan di dalam peradaban digital, menjadi pokok pembahasan di dalam paper ini.

Metode

Penelitian dilakukan dengan studi literatur (Baker, 2016; Winchester & Salji, 2016) yang menggali berbagai konsep dan teori tentang kehidupan seseorang dengan Tuhan dan disajikan secara deskriptif. Analisis diarahkan untuk membahas bentuk spiritualitas digital sebagai adaptasi perubahan dunia kontemporer. Pertama-tama dilakukan penggalian terhadap pentingnya spiritualitas di dalam kekristenan dan bagaimana spiritualitas tersebut dibangun secara tradisional. Kemudian, penelitian diarahkan untuk mengungkap tantangan dari perubahan zaman yang begitu cepat, yang ditandai dengan fenomena spiritualitas digital di dalam kekristenan. Dalam perubahan ini spiritualitas kristiani dikritisi baik secara positif maupun negatif. Kemudian pada bagian akhir akan diusulkan model spiritualitas yang perlu dikembangkan agar orang Kristen dapat mengintegrasikan panggilannya di dalam peradaban dunia digital.

Diskusi Pentingnya Spiritualitas

Dalam bukunya berjudul Spirituality – A Brief History, Philip Sheldrake menjelaskan etimologi kata "spiritualitas" dari akar kata benda Latin yang artinya diasosiasikan pada sifat spiritual atau kerohanian yang membentuk "pribadi rohani" seseorang ketika tinggal di bawah pimpinan dan pengaruh Roh Allah. Kehidupan rohani itu terintegrasi dengan kehidupannya.

(19)

201 Dalam bingkai ini muncul pemahaman tentang spiritualitas kristiani; Kerohanian yang dibangun pada cara, nilai-nilai fundamental, gaya hidup, dan praktik spiritual yang mencerminkan pemahaman khusus tentang Tuhan, hakikat dan identitas manusia, serta terbentuknya dunia material sebagai konteks transformasi manusia (Sheldrake, 2013). Dapat dikatakan bahwa menurut Sheldrake, spiritualitas itu selalu berkaitan dengan aktualisasi dan keberadaan dimensi ketuhanan di dalam diri seseorang, di tengah dunia. Haiken dalam bukunya Spiritualitas Kristiani sependapat dengan pernyataan tersebut dengan mengatakan, bahwa spiritualitas pada dasarnya merupakan hidup rohani atau kerohanian, tetapi dalam konteks kebersamaan, sehingga pengertiannya berbeda dengan kesalehan sebagai ekspresi hubungan pribadi seseorang dengan Tuhan (Haiken, 2002). Lebih lanjut dijelaskan oleh Haiken bahwa kunci utama dari kehidupan seperti itu adalah roh Allah. Sheldrake juga menekankan hal serupa. Dalam konsep ini, manusia dilihat sebagai makhluk rohani yang menempati tubuh atau disebut sebagai manusia roh (Lannoo, 2018). Oleh sebab itu, kesimpulan Holder dapat dipegang sebagai acuan. Bahwa spiritualitas sesungguhnya adalah usaha seseorang mengaktualisasi dirinya sebagai makhluk rohani di tengah dunia, yang merancang dan menjalani hidupnya seperti rancangan yang Tuhan tetapkan (Holder, 2014).

Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa spiritualitas Kristiani selalu berkaitan dengan cara seseorang merefleksikan hubungan pribadinya dengan Tuhan dan mengaktualisasikan hubungan itu di tengah komunitas.

Spiritualitas Tradisional

Dalam cara membangun spiritualitas secara tradisional, Albin mendefinisikan empat domain spesifik untuk mengukurnya. Dikatakannya, spiritualitas bukan semata-mata status atau aktifitas kerohanian tetapi melibatkan hubungan yang mendalam dari seluruh eksistensi pribadi seseorang kepada Tuhan yang kudus, yang dinyatakan melalui Kristus. Untuk memenuhi tujuan tersebut, diperlukan kerjasama antar empat hal penting yakni Doktrin (apa yang dipercaya oleh seseorang); Disiplin (values dan nilai dari kelompok yang ditaati bersama); Liturgi (kehidupan rohani di dalam ibadah, doa dan penyembahan); Kehidupan (yang mengacu pada gaya hidup yang menjadi kesaksian di tengah komunitas) (Albin, 1988). Muncul pertanyaan bagaimana mencapainya? Haiken menyediakan jawaban yakni dengan dua cara, askese dan mistik. Keempat dimensi tersebut dapat dicapai dengan melatih diri secara teratur dan lebih peka terhadap

(20)

202

eksistensi Tuhan. Itu disebutnya sebagai askese, yang dalam hal ini menjadi ‘jalan’ spiritualitas. Sementara itu, mistik, sebagai tujuan spiritualitas, adalah berbagai bentuk dan tahap-tahap pertemuan yang berlangsung secara pribadi dengan Allah (Haiken, 2002).

Pada tahun 2015, sekelompok ilmuwan sosial mencoba mengembangkan alat tes religiusitas dan kaitannya dengan spiritualisme di dalam kekristenan. Indikator yang dikembangkan oleh Koenig dkk tersebut ternyata tidak jauh berbeda dengan usulan Haiken tentang askese dan mistik. Ketujuh indikator itu dapat terbaca misalnya dari sejumlah indikator seperti keterikatan kepada Tuhan (attachment to God); Kepercayaan/Ketidakpercayaan pada Tuhan (Trust/MistrustinGod); Pengalaman spiritual harian (daily spiritual experiences); Kematangan iman (faith maturity) dan dua yang lain menyangkut indeks iman dan sejarah kehidupan agama (Koenig, Al Zaben, Khalifa, & Al Shohaib, 2015).

Dengan demikian dapat dipahami bahwa usaha untuk membangun spiritualits kristiani tidak pernah terpisah dari relasi manusia-Tuhan di dalam berbagai bentuk. Baik dalam doa, meditasi, kontemplasi dan mistik maupun dalam pengalaman kehidupan di tengah sesama manusia (Kurian, 2005).

Tantangan Perubahan Zaman

Spiritualitas Kristen tidak punya pilihan lain kecuali bertahan dan melakukan reposisi di dalam dunia yang sedang berubah menuju warna baru yang sama sekali berbeda dari apa yang dipahami selama ini secara tradisional. Mengapa demikian?

Dalam bukunya berjudul The Great Shifting, Rhenald Kasali sudah menyampaikan tentang adanya keseimbangan baru di dunia. Saat ini, sedang berlangsung perpindahan values, cara kerja, metoda dan perilaku. Dunia sedang berubah menuju digitalisasi, dimana muncul tatanan yang sama sekali baru, dan membawa pengaruh langsung ke dalam seluruh aspek kehidupan manusia termasuk didalamnya hal kerohanian. Kasali dengan tegas mengatakan bahwa dunia digital hadir dalam cara baru yang bersifat multisided dan melahirkan network effect. Kolaborasi menjadi identitas utama dengan lahirnya efek cyber di dalam seluruh bidang kehidupan (Kasali, 2018). Apakah implikasinya bagi kekristenan?

Lembaga survei Barna memberikan sebuah laporan menarik mengenai bagaimana para hamba Tuhan menggunakan internet dan komputer. Survei yang dilakukan tahun 2000 tersebut menemukan 8 dari 10 pendeta atau 83% menggunakan komputer di gereja. Survey yang sama

(21)

203 tahun 2015 menyajikan peningkatan menjadi 96%. Lebih dari setengah pendeta menggunakannya untuk menulis (59% hari ini dan 51% pada 2014). Sedangkan untuk pemakaian internet meningkat. 24% pada tahun 2000 menjadi 39% tahun 2015. Pemakaian untuk email menjadi 46% dari sebelumnya 24%. Ditemukan juga peningkatan dalam pemanfaatan alat komunikasi digital oleh para pendeta, seperti membuat grafik, slide, dan presentasi. Temuan lainnya menarik. Secara signifikan lebih banyak pendeta membeli produk melalui internet (88% berbanding 46%), update musik atau video baru (71% berbanding 19%), memiliki pengalaman spiritual atau keagamaan (39% berbanding 15%) dan menjaring teman baru (26% dibandingkan dengan 9%) (Group, 2015).

Lebih menarik lagi, gereja-gereja besar saat ini berlomba untuk menyajikan konten-konten rohani melalui internet, mulai dari ibadah raya gereja yang bersifat live streaming, rekaman khotbah melalui saluran YouTube, pesan-pesan singkat yang bersifat motivasional-rohani.

Platform baru sudah melanda gereja dan dapat dipastikan memberi dampak di dalam cara hidup

rohani jemaat. Temuan Barna lainnya cukup mengagetkan. Saat ini, hampir sembilan dari 10 pendeta percaya bahwa secara teologis gereja dapat menerima langkah memberikan bantuan iman atau pengalaman keagamaan kepada orang-orang melalui internet. Pendeta memperlihatkan sikap terbuka untuk menerima fakta bahwa internet (secara online) dapat membawa orang ke dalam sebuah pengalaman rohani. Meskipun pengukuran ini dilakukan di Barat, hasilnya cukup memberikan indikasi bahwa keterlibatan teknologi komputer, multimedia dan internet, sudah menjadi bagian dari manajemen gereja umumnya dan kerohanian khususnya. Terjadi banyak diversifikasi dalam hal pemanfaatannya. Apa yang disatirkan oleh John Chris, anak seorang pendeta dan seorang komedian Amerika di dalam blognya tinggal menunggu waktu untuk terjadi. Ketergantungan dan keterbukaan pada internet, pada akhirnya dapat menjebak kehidupan rohani seseorang sesuai apa yang dikehendakinya bagi dirinya sendiri dan bukan sebagaimana Tuhan kehendaki. Chris menulis, "Tired of having to get dressed and drive across town?

Introducing Virtual Reality Church!" Choose your own denomination, worship leader and sermon topic, all from the comfort of your couch! sambil menyertakan linkvideo tentang Virtual Reality Church(“John Crist Video - Virtual Reality Church,” 2018).

(22)

204

Bahaya Spiritualitas Digital

Hal yang sangat berbahaya dalam perkembangan teknologi digital adalah lajunya yang sangat kencang. Perubahan tidak lagi berlangsung dalam hitungan jam tetapi sudah menit ke menit bahkan detik. Gelombang digitalisasi di dalam seluruh aspek kehidupan, bukan akan terjadi tetapi sudah terjadi dan akan terus membesar seperti bola salju yang mengelinding cepat. Dalam bukunya berjudul Apa yang Harus Dilakukan Ketika Mesin Melakukan Semuanya, Malcolm Frank dkk mengatakan, kecepatan perubahan yang menakjubkan ini dan sifat alamiah yang substantif akibat perubahan pada pokoknya menyangkut satu hal, apa yang harus dilakukan ketika mesin melakukan semuanya (Frank, Roehirg, & Pring, 2018). Barna melaporkan sesuatu yang menarik dari cara orang membaca Alkitab. Penggunaan format digital untuk membaca Alkitab meningkat dengan pesat. Setengah dari semua pembaca Alkitab mengatakan bahwa mereka menggunakan Internet pada komputer untuk membaca konten Alkitab (50%); Dan 40% mencari konten-konten Alkitab di smartphone. Dilihat dari pembaca Alkitab, 35% mengakui mengunduh atau menggunakan aplikasi Alkitab di Smartphone. Jika hal ini menjadi sebuah tren, maka dimasa depan, orang tidak lagi membutuhkan apapun untuk membangun spiritualitasnya. Cukup terhubung dengan internet dan semuanya telah tersedia di sana.

Pertanyaan penting dilontarkan oleh Richard Holloway dalam bukunya A Little History of

Religion, apakah ini akhir dari agama? (Holloway, 2016) Jika ini benar maka Bertrand Russel

akan bersorak-sorak dari kematiannya bahwa ternyata pemikiran provokasinya tentang ber-Tuhan tanpa agama, terbukti adanya (Russell, 2013). Apakah memang demikian, agama dan semua perangkat tradisionalnya termasuk menjadi bagian yang akan tersingkir oleh perubahan

platform?

Sebuah jawaban menarik datang dari dari Tandyawasesa. Dikatakannya, teknologi bukanlah tujuan. Pencapaiannya hanya akan menjadi alat bantu bagi kehidupan manusia. Menyangkut kerohanian, dapat dimanfaatkan untuk memuliakan Tuhan. Sebab sebuah teknologi digital tidak dapat menggantikan hubungan sosial dengan sesama dan terlebih hubungan dengan Tuhan dalam usaha membangun spiritualitas. Hubungan dengan Tuhan tidak bisa di-digitalize (Tandyawasesa, 2016). Jawaban Holloway juga tidak meleset jauh dari maksud tersebut dengan mengatakan, far from daring to know the new, religion usually prefers to cling to the old (Holloway, 2016). Itu berarti, konsep spiritualitas digital tidak mencakup bukanlah jawaban bagi iman Kristen karena Tuhan memang tidak ada di sana. Jika demikian, kearah mana

(23)

205 kecenderungan dari tujuan spiritualitas Kristiani di masa depan? Tetap memilih menjadi konservatif atau mengikuti perubahan?

Sheldrake memberikan ulasan yang sangat menantang. Perubahan sosial, politik, dan budaya di dunia, telah membawa dampak serius pada agama Kristen. Beberapa hal yang menjadi indikatornya adalah, pertama, agama institusional mengalami penurunan siginifikan dan menjadi korban ketidakpercayaan terhadap institusi otoritatif tradisional. Kejadian tersebut berlangsung di Eropa. Kedua, terjadi pengikisan batas yang semula kontras dan keras baik di dalam agama Kristen maupun dalam relasi agama Kristen dengan agama lain yang ditandai dengan menguatnya dialog antar umat beragama dan gerakan ekumenis universal. Ketiga, dan ini yang paling berbahaya, agama Kristen tidak dapat memprediksi tema dan nilai-nilai yang dapat bertahan, individu apa yang akan dipandang sebagai raksasa spiritual dalam waktu seratus tahun, gerakan atau ajaran apa yang menjadi "tradisi," dan teks tertulis atau artefak apa yang akan berubah klasik (Sheldrake, 2013). Sheldrake hendak mengatakan bahwa di dalam dunia yang bergerak menjadi seragam secara digital, spiritualitas tiba pada titik keragaman dan mengalami polarisasi. Iklim spiritualitas kekristenan – yang jika tidak dikawal secara biblical – dapat berevolusi dengan radikal sebagaimana platform baru yang menaunginya.

Hal-hal seperti ini akan terjadi dan bertolak belakang dengan ciri pattern behavior yang diperlihatkan oleh jemaat Kristen mula-mula di Yerusalem (Zaluchu, 2018). Kekuatan persekutuan akan hilang karena setiap orang membangun dunianya sendiri sekalipun berada di dalam komunitas akibat gadget. Pengajaran yang terarah dan dapat dipertanggung-jawabkan berubah menjadi multidimensional dan sangat beragam, karena semua jenis khotbah dan pengkhotbah, model ibadah, lagu, gaya ibadah telah tersedia di internet sebagai resources yang melimpah ruah. Keinginan untuk berbagi kepada sesama akan terkikis karena orang akan menjadi semakin individual dan mementingkan dirinya sendiri. Gaya hidup jemaat mula-mula di Yerusalem akan segera berubah menjadi klasik dan ditinggalkan. Mengapa? Peradaban digiring ke dalam dunia virtual dimana manusia terkondisi untuk bergantung kepada teknologi dan semata-mata teknologi (Savitri, 2019). Gaya hidup digital telah mengambil alih dan mendominasi setiap aspek hidup manusia, termasuk didalamnya, kehidupan rohani. Bila hal ini dibiarkan, maka spiritualitas yang dibangun manusia, akan berubah menjadi spiritualitas digital.

Spitualitas digital adalah usaha membangun kehidupan rohani secara digital. Pengembangan ke arah tersebut sudah berlangsung. Lihat misalnya penelitian Lengkong dkk

(24)

206

yang berhasil melakukan rekayasa perangkat lunak untuk mengembangkan aplikasi media sosial berbasis android dengan fitur meditasi, sharing, dan diskusi ayat-ayat Alkitab (Lengkong, Tombeng, Lensun, & Luanmasa, 2018). Melalui hal ini, orang akan berdoa di internet, beribadah di internet, mencari hal-hal rohani yang menyenangkan baginya di internet, dan bahkan melakukan meditasi firman menggunakan internet. Mimbar gereja telah digantikan oleh kanal

YouTube, Vlog. Pesan-pesan rohani telah digantikan oleh posting dan pesan singkat melalui

media sosial. Permohonan doa cukup melalui kolom request prayer di web-web rohani. Anggapan mengenai eksistensi Ilahi dibuat jelas dan sedekat mungkin, seolah-olah Tuhan berdiam di sana. Padahal, Tuhan (rancanganNya, keputusanNya, firmanNya, dan pribadiNya) tidak dapat dipadatkan menjadi kombinasi kode binner ‘0’ dan ‘1’ (Patton, 2010). Akan tetapi, orang akan menganggap bahwa semua hal tersebut adalah standar baru yang memang tepat untuk peradaban, karena metode dan langkah spiritualitas yang tradisional dianggap lapuk dan tidak relevan. Teknologi yang seharusnya sebagai alat bantu di dalam kehidupan manusia, bermetamorfosis dengan sangat radikal dimana orang tidak akan memegang Tuhan yang imanen terlebih transenden di sana. Tuhan berubah menjadi definitif dan transenden di dalam jagat maya yang maha luas. Kesanalah orang akan salah mencariNya.

Simpulan dan Saran

Menurut Rowles dan Brown dalam buku berjudul Building Digital Culture, kunci ke arah integrasi teknologi yang berhasil dan mencapai tujuan adalah memahami dengan baik dan benar definisi dan konsep digital transformation. Dikatakannya, digital transformation is the process of

making our organization fit for purpose in a radically changed environment. However, not only is the environment radically changed, but it will continue to change, and we need the ability to keep pace with this change (Rowles & Brown, 2017). Pendapat ini membawa dua implikasi.

Pertama, Dinamika yang begitu cepat di dalam perubahan teknologi dunia adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Kedua, bukan lagi antisipasi yang diperlukan karena perubahan sudah terjadi, sekarang, dan butuh kemampuan mengintegrasikan diri dengan cepat dan tepat ke dalam perubahan tersebut. Kata kuncinya adalah transformasi yang tepat.

Apabila pendapat tersebut diterapkan ke dalam spiritualitas kristiani, maka dengan cepat dapat disimpulkan bahwa teknologi dengan berbagai produknya, diposisikan bukan pada tujuan tetapi katalis dari proses transformasi. Sebagai katalis, teknologi menjadi jembatan bagi orang

(25)

207 Kristen untuk membangun spiritualitasnya di dalam lingkungan (environment) yang baru. Dengan demikian, esensi dari konsep dan values kekristenan tidak mengalami reduksi dan perubahan, melainkan hanya tampil dalam wajah yang baru. Salah satu contoh strategis adalah mengembangkan konsep-konsep narasi spiritualitas berbasis digital (digital narrative). Disitulah peran yang pas bagi teknologi untuk hadir. Pandangan tradisional tentang spiritualitas mengalami penyesuaian di dalam jalannya, tetapi tujuan mistik -- sebagaimana Haiken katakan di bagian awal -- tidak mengalami perubahan.Sekalipun hidup di dalam dunia yang serba digital, hubungan dengan Tuhan sejatinya tidak dapat di-digitalisasi.

Daftar Pustaka

Albin, T. R. (1988). Spirituality. In New Dictionary of Theology (12th ed., pp. 656–658). IVP Academic.

Baker, J. D. (2016). The Purpose, Process, and Methods of Writing a Literature Review. AORN

Journal, 103(3), 265–269.

https://doi.org/10.1016/j.aorn.2016.01.016

Frank, M., Roehirg, P., & Pring, D. Ben. (2018). Apa yang harus dilakukan Ketika Mesin

Melakukan Semuanya. Jakarta: Elek Media Komputindo.

Group, B. (2015). Cyber Church: Pastors and the Internet. Retrieved June 18, 2019, from https://www.barna.com/research/cyber-church-pastors-and-the-internet/

Haiken, A. (2002). Spiritualitas Kristiani. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka. Holder, A. (2014). Christian Spirituality.

https://doi.org/10.4324/9780203874721

Holloway, R. (2016). A Little History of Religion. London: Yale University Press.

John Crist Video (2018). - Virtual Reality Church. Retrieved June 18, 2019, from https://www.midlandscbd.com/articles/john-crist-video-virtual-reality-church-11957 Kartajaya, H. (2018). Planet Omni - The New Yin Yang of Business. Jakarta: Kompas Gramedia. Kasali, R. (2018). The Great Shifting. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Klaudia, J. (2018). Pengaruh Penggunaan Smartphone terhadap Pertumbuhan Kerohanian

Mahasiswa-Mahasiswi di Sekolah Tinggi Theologia Jaffray Makassar. STT Jaffray.

(26)

208

Koenig, H. G., Al Zaben, F., Khalifa, D. A., & Al Shohaib, S. (2015). Measures of Religiosity.

Measures of Personality and Social Psychological Constructs, 530–561. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-386915-9.00019-X

Kurian, G. T. (2005). Nelson’s Dictionary of Christianity. Nashville, Tennessee: Thomas Nelson Inc.

Lannoo, M. J. (2018). the Spirit. In The Iowa Lakeside Laboratory (1–3). https://doi.org/10.2307/j.ctt20q1tpp.3

Lengkong, O. H., Tombeng, M., Lensun, E., & Luanmasa, A. (2018). Media Sosial Meditasi, Sharing, Dan Diskusi Ayat-Ayat Alkitab Berbasis Android. CogITo Smart Journal, 4(1), 219.

https://doi.org/10.31154/cogito.v4i1.117.219-229

Patton, C. J. (2010). What is digital spirituality? Retrieved June 19, 2019, from https://www.digitalspirituality.org/defined.html

Rowles, D., & Brown, T. (2017). Building Digital Culture. London, UK: Kogan Page. Russell, B. (2013). Ber-Tuhan tanpa Agama (3rd ed.). Yogyakarta: Resist Book.

Savitri, A. (2019). Revolusi Industri 4.0 - Mengubah Tantangan Menjadi Peluang di Era

Disrupsi 4.0. Yogyakarta: Penerbit Genesis.

Sheldrake, P. (2013). Spirituality - A Brief History (2nd ed.). West Sussex, UK: Blackwell Publishing Ltd.

Skinner, C. (2019). Manusia Digital - Revolusi 4.0 Melibatkan Semua Orang. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Smith, G. T. (1989). Essential Spirituality - Renewing Your Christian Faith Through Classic

Spiritual Disciplines. Nashville, Tennessee: Thomas Nelson Inc.

Stevens, R. P. (2009). Down to Earth Spirituality (2nd ed.). Malang: Literatur SAAT.

Tandyawasesa, S. (2016). Hubungan kita dengan Tuhan tidak bisa Di-digitalize. Berita

Oikumene PGI, 9.

Winchester, C. L., & Salji, M. (2016). Writing a literature review. Journal of Clinical Urology, 9 (5), 308–312.

https://doi.org/10.1177/2051415816650133

Yuswohady, Fatahillah, F., Tryaditia, B., & Rachmaniar, A. (2019). Millenials Kill Everything (1st ed.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(27)

209 Zaluchu, S. E. (2018). Eksegesis Kisah Para Rasul 2:42-47 untuk Merumuskan Ciri Kehidupan Rohani Jemaat Mula-mula di Yerusalem. EPIGRAPHE: Jurnal Teologi Dan Pelayanan

Gambar

Foty Isabela Otemusu, Susana Prapunoto, A. Ign. Kristijanto  84  Hubungan antara Perceived Discrimination dan Kualitas Hubungan Romantis pada

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengamatan selama kegiatan inti pada siklus II respon anak terlihat kemajuan melalui data yang diperoleh selama pengamatan.Hasil penelitian setelah pelaksanaan

Karena udara yang masuk ke dalam ruangan pembakaran tidak kering dan masih mengandung air, maka terdapat panas yang hilang untuk menguapkan air yang terkandung dalam udara

Piutang Pajak Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai denghan uang sebagai akibat

Nilai pH akan mempengaruhi kualitas gelatin diantaranya kekuatan gel dan viskositas gel, nilai pH gelatin tidak mempengaruhi pembuatan cangkang kapsul karena pada

Jurusan dan Program Studi S1 Psikologi Universitas Brawijaya 15 belum dapat dilakukan evaluasi mengenai sejauhmana kesesuaian Renstra tersebut dengan program kerja yang

Perencanaan dinding geser sebagai elemen struktur penahan beban gempa pada gedung bertingkat bisa dilakukan dengan konsep gaya dalam (yaitu dengan hanya meninjau

Membandingkan kualitas udara gas karbon monoksida (CO) di dalam pasar Krian dengan KEPMENKES No. Membandingkan tingkat kebisingan di dalam dan di luar Pasar Krian Sidoarjo dengan

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Sukadana yang terdiri dari kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, dan VIII E dan sampel dalam penelitian