• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE CEPAT DAN MUDAH DETEKSI RESIDU PESTISIDA PENTACHLOROPHENOL (PCP) DALAM JERAMI DAN DEDAK PADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "METODE CEPAT DAN MUDAH DETEKSI RESIDU PESTISIDA PENTACHLOROPHENOL (PCP) DALAM JERAMI DAN DEDAK PADI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

METODE CEPAT DAN MUDAH DETEKSI RESIDU PESTISIDA PENTACHLOROPHENOL (PCP)

DALAM JERAMI DAN DEDAK PADI

Quick and Easy Method for Pentachlorophenol (PCP) Pesticide Residue Detection in Rice Straw and Bran

YUNINGSIH

Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, Jl. RE Martadinata No. 30, PO Box 151, Bogor 16114

ABSTRACT

Quick and easy method has been improved for detection of pentachlorophenol (PCP) residue in rice straw and bran. The extraction of straw sample was performed with acetone and ethyl acetate-cyclohexane (1 + 1, v/v).

Rice bran sample was extracted using acetonitrile, anhydrous magnesium sulfate and sodium chloride, then extraction result were purified using florisil column. Both extract spotted on plate thin layer chromatography (TLC silica gel 60 F254) by developing solvent hexane- acetone (4+1, v/v). The spot result was detected by UV lamp on 254 nm wave length. Validation could be assesed by recovery test by adding 5, 10 and 20 µg.

PCP standard solution (in triplicates), 1 replication of blanko and determination of limit of detection (LOD).

Result of recovery test was 100.0; 112.5; 100.0; and 100.0; 100.0; 100.0%; for straw and bran rice respectively. They were in the range of Validation Acceptance Criteria for Analysis Pesticide Residues (70 – 110%). In conclusion, the improved method is suitable to detect PCP residue with LOD: 0.02 µg PCP.

Key Words: PCP Pesticide Residue Detection, TLC, Rice Straw, Rice Bran

ABSTRAK

Telah dikembangkan metoda cepat dan mudah untuk deteksi residu pestisida pentachlorophenol (PCP) dalam jerami dan dedak. Jerami diekstraksi dengan aseton dan campuran ethyl asetat dan cycloheksan (1 + ,v/v). Dedak diekstrasi dengan asetonitril dan penambahan MgSO4 dan NaCl, kemudian hasil ekstraksi dimurnikan melalui kolom florisil. Kedua ekstrak jerami dan dedak di-spot pada plat kromatografi lapis tipis (KLT silica gel 60 F254) dengan pelarut pengembang heksan: aseton (4:1, v/v), kemudian hasil spot dideteksi dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Validasi metoda telah dilakukan uji perolehan kembali dengan penambahan 5, 10 dan 20 µg larutan standar PCP (masing-masing 3 ulangan), blanko 1 ulangan dan penetapan limit deteksi. Hasil rata-rata uji perolehan kembali: 100,0, 112,5, 100,0% dan 100,0, 100,0 , 100,0% masing-masing pada metoda jerami dan dedak. Hasil validasi dari uji perolehan kembali ini masuk dalam kriteria analisis residu pestisida yang diterima (70 – 110%), maka pengembangan metoda cukup valid untuk mendeteksi residue PCP dengan limit deteksi 0,02 µg PCP.

Kata Kunci: Deteksi Residu Pestisida PCP, KLT, Jerami Padi, Dedak Padi

PENDAHULUAN

Pestisida pentachlorophenol (PCP) merupakan hasil industri kimia yang lebih luas penggunaanya sebagai insektisida, fungisida, herbisida dan moluskisida (OSWEILER, et al., 1976). Dengan sifat multifungsi tersebut, maka PCP menjadi potensial sebagai kontaminan lingkungan yang sangat berbahaya karena sifat teratogenik dan kansernogenik bagi manusia dan hewan (EXTOXNET PIP, 2010).

Di Canada, PCP juga menjadi kontaminan lingkungan yang sangat berbahaya disebabkan penggunaannya sebagai bahan pengawet kayu dalam beberapa dekade dan menyebabkan residu dalam rantai makanan manusia, sehingga ditetapkan batas residu toleransi PCP dalam hampir semua produk pertanian sebesar 0,1 ppm PCP (MACNEIL et al., 1990).

Dengan penggunaan fasilitas kandang ternak asal kayu perlakuan PCP ini dapat menyebabkan residu PCP dalam produk

(2)

ternaknya (FRIES et al., 2002). Data penelitian menunjukkan bahwa kandungan PCP dalam darah ditemukan pada level rendah (10 – 300 ppb PCP), walaupun tidak menyebabkan gejala keracunan (OSWEILER et al., 1976).

Berdasarkan sejarahnya bahwa pabrik produksi PCP teknis (kemurnian 86%) mengandung dioxins dan hexachlorobenzene (EXTOXNET PIP, 2010) yang merupakan dua dari 12 senyawa kimia yang bersifat Persistent Organic Pollutants (POPs) dan paling toksik serta mengancam kesehatan komunitas dunia (PERSISTENT ORGANIC POLLUTANT, 2011).

Seperti diketahui ke-12 senyawa kimia POPs tersebut merupakan senyawa kimia yang mempunyai empat karakteristik utama, yaitu persisten, bioakumulasi, transportasi global dan toksik (KEM.NEG.LINGKUNGAN HIDUP, 2006).

Pada tahun 1997 terjadi kasus keracunan PCP di daerah Tegal (Jawa Tengah) menyebabkan sebelas ekor itik mati dari 500 dan sebelas diantaranya sakit setelah mengkonsumsi ikan pirik (ikan laut) mati yang tercampur dengan tanah. Hasil pemeriksaan pada ikan pirik dan tanah menunjukkan kandungan PCP sebesar 200 ppm (YUNINGSIH, 1997).

Kematian itik ini disebabkan tingginya kandungan PCP dalam ikan pirik yang cukup sensitif terhadap PCP dengan level toksiknya yang cukup rendah (30 – 300 ppb) (OSWEILER

et al. 1976). Hal ini di tambah dengan sifat PCP yang persisten dalam tanah (EXTOXNET

PIP, 2010).

Data-data di atas menunjukkan bahwa PCP berpotensi sebagai zat pencemar lingkungan yang berbahaya. Sebaga contoh di Denmark sekitar 7% dari 7671 sumber air tanah mengandung PCP yang sudah melewati ambang batas yang diperbolehkan (JUHLER, 2003). Begitu juga di Indonesia, PCP akan menjadi peluang besar sebagai kontaminan air sungai (sumber air untuk pertanian) karena masih dominan penggunaannya sebagai pengawet kayu walaupun sudah dilarang penggunaanya di Indonesia (BATUBARA, 2006). Hal ini disebabkan PCP mempunyai keunggulan yaitu kayu menjadi lebih awet dari 7 tahun menjadi 35 tahun terutama perlakuan cara poles (pancang) dibandingkan dengan cara perendaman dan penyemprotan (WIKIPEDIA, 2010). Sementara cara perendaman dan transportasinya umumnya menggunakan air sungai dan PCP terbawa oleh aliran sungai

yang mengalir ke areal pesawahan (pertanian) sehingga akan menyebabkan residu PCP dalam produk pertaniannya akibat PCP diakumulasi dalam tanaman (EXTOXNET PIP, 2011).

Sementara residu PCP dapat menyebabkan fetotoksik (fetotoxicity) yang dapat menghambat produksi peternakan. Oleh karena itu perlu monitoring kandungan PCP dalam jerami dan dedak (limbah pertanian) sebagai bahan pakan ternak terutama untuk ternak sapi yang potensial dalam usaha penggemukan dan pembibitan. Salah satu cara monitoring tersebut dengan mengembangkan metode untuk mendeteksi PCP dalam jerami dan dedak dengan cara mudah dan efektif. Selama ini analisis PCP banyak dilakukan memerlukan waktu tahapan ekstraksi yang cukup lama dan diperlukan bahan kimia organik (aseton, petroleum, eter) yang cukup banyak dan menggunakan alat, seperti spektrofotometer (AGRAWAL et al. 1998) dan gas chromatography (SWAMI dan NARANG, 1994), liquid chromatography (POCURULL et al., 1995) dan immunoassay (CHARLES et al., 1995).

MATERI DAN METODE

Sebagai bahan pemeriksaan adalah berupa jerami dan dedak asal daerah pesawahan di Parung (Bogor). Kemudian dilakukan pemeriksaan residu pestisida PCP terhadap jerami (telah digiling) dan dedak dan cara analisisnya sebagai berikut:

Analisis residu PCP dalam jerami

Analisis residu PCP dalam jerami dengan cara modifikasi metode menurut FENOLL et al.

(2007) sebanyak 5 g sampel diekstraksi dengan 10 ml aseton dan 10 ml campuran ethyl acetat dengan cyclohexsan (1+1,v/v). Kemudian dikocok selama 5 menit dengan menggunakan alat vortex. Hasil pengocokan di sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan hasil filtratnya diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator. Residu yang dihasilkan dispot pada KLT (silica gel 60 F254) dengan pelarut pengembang campuran heksan- aseton (4 + 1,v/v) dan hasil pengembangan spot dideteksi dibawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm.

(3)

Analisis residu PCP dalam dedak

Analisis residu PCP dalam dedak dengan cara modifikasi metode menurut LEHOTAY et al. (2005) 2,5 gram sampel diekstraksi dengan 15 ml asetonitril, 6 g MgSO4 dan 1,5 g NaCl dengan cara pengocokan dengan menggunakan alat vortex selama 5 menit.

Kemudian hasil ekstraksi disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Hasil filtratnya dimurnikan melalui kolom florisil dengan eluen 2% eter-petroleum eter, kemudian hasil eluat dievaporasi dan residunya dispot pada KLT (silica gel 60 F254) dengan pelarut pengembang campuran heksan-aseton (4 + 1,v/v). Hasil pengembangan spot dideteksi dibawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm.

Validasi metode

Uji perolehan kembali pada kedua metoda tersebut di atas dengan cara penambahan 3 variasi konsentrasi standar PCP: 5, 10 dan 20 µg PCP kedalam sampel dan dilakukan 3 ulangan pada masing-masing konsentrasi dan 1 blanko (10 kali analisis). Kemudian dilanjutkan analisis residu PCP seperti telah dilakukan di atas.

Penetapan limit deteksi PCP: spot variasi konsentrasi mulai dari 1, 10, 100 dan 1000 ppm PCP pada plat KLT dengan pelarut pengembang yang sama seperti dilakukan di atas.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan metode

Metode analisis residu pestisida dalam sampel sayuran (tomat, cabe) menurut FENOLL

et al. (2007) menunjukkan cara kerja yang cepat dan mudah, yaitu preparasi ekstrak cukup dengan cara pengocokan sampel dengan pelarut organik aseton dan campuran ethyl asetat dan cyclohexsan untuk mengikat pestisida. Sementara prinsip metode analisis residu pestisida secara garis besar dipengaruhi oleh matriks sampel, yaitu dibagi dalam 3 kelompok: sampel tidak mengandung lemak (nonfat), sampel mengandung lemak dan sampel air. Jerami merupakan salah satu tanaman nonfat maka dicoba modifikasi

metode menurut FENOLL et al. (2007), yaitu hasil ekstraksi yang berupa larutan berwarna kuning dan agak keruh dan seharusnya dilanjutkan dengan penyaringan dengan kertas saring DP 302, diam.150 mm (ALBET, BARCELONA, SPAIN) yang sulit diperoleh (impor). Maka dicoba modifikasi metode dengan cara hasil ekstraksi tersebut disentrifuse untuk memperoleh filtrat yang lebih bersih. Ternyata hasil pengembangan spot (kromatogram) dari ekstrak jerami tersebut terlihat cukup bersih. Hal ini disebabkan jerami mengandung silika (sekitar 12 – 16%) (ORIZA SATIVA, 2011) yang dapat membantu pengikatan pada proses pengendapan (disentrifus).

Sementara analisis PCP dalam sampel dedak dengan menggunakan metoda FENOLL et al. (2007) menunjukkan hasil ekstraksi berupa minyak dengan warna coklat (cukup kental) yang dapat menggangu hasil pemisahan spot- nya (kromatogram) pada hasil KLT dan sangat berpengaruh dalam pemisahan pestisidanya.

Ternyata dedak mengandung minyak cukup tinggi (20%) (PHILIPPINE MEDICINAL PLANTS, 2011), maka metode FENOLL et al. (2007) kurang cocok walaupun telah dilakukan proses pemurnian dari minyaknya dengan menggunakan kolom florisil dengan eluen 2%

eter-petroleum eter (SCHENK et al. 1996).

Ternyata hasil pemuruniannya masih menunjukkan hasil pemisahan spot kurang bersih (kotor, masih mengandung minyak), maka analisisnya dicoba dengan metode menurut LEHOTAY et al. (2005), yaitu menggunakan asetonitril (pelarut organik) sebagai pengikat pestisidanya dan powder MgSO4 dan NaCl yang keduanya berfungsi sebagai pengikat sisa air dan komponen- komponen lain. Hasil ekstraksi yang diperoleh berupa minyak berwarna coklat dan tidak terlalu kental dan hasil pemurnian melalui kolom florisil menunjukkan hasil spot yang bersih (pemisahan sempurna) pada KLT.

Berdasarkan hasil pengamatan dari kedua metode tersebut maka dapat direkomendasikan bahwa tanaman yang mengandung minyak cukup tinggi seperti biji-bijian dengan penggunaan metode menurut FENOLL et al.

(2007) lebih baik (cocok). Sebagai gambaran perbandingan antara kedua metode tersebut seperti tertera pada Tabel 1.

(4)

Tabel 1. Perbandingan antara metode FENOLL et al. (2007) dan metode LEHOTAY et al.

(2005)

Uraian

Metode FENOLL et al.

(2007)

Metode LEHOTAY et al.

(2005) Jenis

sampel

Tanaman hijauan ternak

Tanaman mengandung minyak (jagung, biji- bijian) Pemakaian

macam bahan kimia

3 macam bahan kimia organik

3 macam bahan kimia organik + 2 macam bahan kimia anorganik Kecepatan

waktu pemeriksaan

Cukup cepat (± 50 menit)

Cukup cepat (± 60 menit)

Efektivitas pemakaian bahan kimia

Lebih efektif Efektif

Validasi metode

Uji perolehan kembali untuk mengetahui keabsahan hasil pengembangan metode dilakukan uji perolehan kembali dan setelah penambahan larutan standar PCP menunjukkan rata-rata hasil uji perolehan kembali dari 3 ulangan analisis yaitu 100,0; 112,5; 100,0 dan 100,0; 100,0; 100,0% masing-masing pada analisis residu PCP dalam sampel jerami dan sampel dedak (Tabel 2 dan 3). Rata-rata nilai uji perolehan kembali tersebut masuk dalam kisaran kriteria uji validasi analisis residu pestisida yang diterima (70 – 110%) (SINGLE

LABORATORY VALIDATION ACCEPTANCE

CRITERIA, 2006), maka kedua pengembangan metode tersebut cukup valid.

Tabel 2. Hasil uji perolehan kembali residu pestisida PCP dalam sampel jerami

Ulangan (n)

Penambahan standar PCP

(µg)

Rata-rata hasil uji perolehan

kembali (%)

3 5,0 100,0

3 10,0 112,5

3 20,0 100,0

Blanko (1) - -

Hasil uji perolehan kembali pada sampel jerami menunjukkan nilainya lebih dari 100%

(112,5%), hal ini mungkin disebabkan kesalahan secara visual yaitu ketika pengamatan intensitas spotnya di bawah lampu UV, sementara metode KLT mempunyai tingkat kesalahan kurang lebih 20%. Walaupun demikian nilai hasil uji perolehan kembali masuk dalam kisaran kriteria uji validasi metode yang diterima.

Tabel 3. Hasil uji perolehan kembali residu pestisida PCP dalam sampel dedak

Ulangan (n)

Penambahan standar PCP

(µg)

Rata-rata hasil uji perolehan kembali

(%)

3 5,0 100,0

3 10,0 100,0

3 20,0 100,0

Blanko (1) - -

Limit deteksi

Berdasarkan hasil spot dari variasi konsentrasi 1, 10, 100 dan 1000 ppm, ternyata pada konsentrasi 10 ppm (10µg/ml) PCP merupakan konsentrasi terendah yang masih terdeteksi. Untuk memperoleh lebih tepat konsentrasi terkecil yang masih terdeteksi, maka telah dicoba variasi volume spot mulai dari 1µl sampai 5 µl dari konsentrasi 10 ppm PCP. Ternyata volume spot 2 µl yang masih terdeteksi, maka limit deteksinya 0.02 µg (2 × 0,01 µg /µl) PCP. Limit deteksi cukup sensitif (0,02 µg), sementara LD50 untuk variasi formulasi PCP: 27 – 211mg/kg pada tikus dan sangat toksik apabila melalui inhalasi (LC50:

0,2 – 2,1 mg/kg) (EXTOXNET PIP, 2011), maka pengembangan metode ini sebagai salah satu cara yang cocok untuk mendiagnosa keracunan PCP.

Pemakaian bahan kimia organik (asetonitril, aseton, cycloheksan, eter, petroleum eter) setiap analisis diperlukan dalam volume kecil (sekitar 10 – 15 ml) dibandingkan dengan metode sebelumnya (rata-rata sekitar 50 ml), maka buangan limbahnya dapat meminimalisasi efek bahan kimia yag sangat berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya (ramah lingkungan).

(5)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil evaluasi dari uji perolehan kembali yang masuk dalam kisaran kriteria analisis residu pestisida yang diterima, maka pengembangan metode untuk mendeteksi residue PCP dalam jerami dan dedak cukup valid dengan limit deteksi 0,02 µg PCP.

Pengembangan metode residu pestisida PCP cukup cepat dan mudah dengan memerlukan bahan kimia organik dalam jumlah sedikit yang dapat meminimalisasi kontaminan lingkungan (ramah lingkungan). Dengan limit deteksi yang cukup kecil (jauh dibawah level toksiknya), maka metoda ini dapat digunakan sebagai diagnosa cepat keracunan PCP.

DAFTAR PUSTAKA

AGRAWAL, O., G.SUNITA dan V.K.GUPTA. 1998.

Sensitive spectrophotometric method for determining pentachlorophenol in various environmental samples. J. AOAC International 81(4): 803 – 807.

BATUBARA, R. 2006. Teknologi pengawetan kayu perumahan dalam upaya pelestarian hutan.

library.usu.ac.id/download/fp/06010040.pdf (1/6/2011).

CHARLES, S., S.W. HOTTENSTEIN, M.C. JOURDAN, M.R.HAYES FERNANDO,P.H.DAVID dan S.L.

TIMOTHY. 1995. Environ. Sci. Technol. 29, p.

2754.

EXTOXNET. PIP. Pentachlorophenol (PCP).

http://extoxnet.orst.edu/pips/pentachl.htm (22/4/2010).

FENOLL, J., P. HELLIN, C.M. MARTINEZ and P.

FLORES. 2007. Pesticide residue analysis of vegetables by gas chromatography with electron capture detection. J. AOAC International. 90(1): 263 – 270.

FRIES,G.F.,V.J.FEIL,R.G.ZAYLSKIE,K.M.BIALEK

and C.P. RICE. 2002. Treated wood in livestock facilities relationships among residues of pentachlophenol, dioxines and furans in wood and beef. Environmental Pollution. 116(2): 301 – 307.

JUHLER, R.K. and G.FELDING. 2003.. Monitoring methyl tertiary butyl ether (MTBE) and other organic micropollutants in groundwater:

results from the Danish national monitoring program. Water, Air and Soil Pollution.

149(1/4): 145 – 161.

KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP. 2006.

Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan. Workshop Pemantauan POPs.

Pusarpedal 25 Juli 2006.

PHILIPPINE MEDICINAL PLANTS. 2011. Palai, Rice,

Ku-ya. Oryza sativa Linn.

http://www.stuartchane.org/Palai.html (18/3/2011).

SINGLE LABORATORY VALIDATION

ACCEPTANCE CRITERIA. 2006. Method Validation. http://www.aoac.org/diet suppl/dietary-supplement-web-site/slv- criteria-pdf.

LEHOTAY,S.J. and K.MASTOVKA. 2005. Evaluation of two and easy methods for pesticide residue analysis in fatty food matrixes. J. AOAC International. 88(2): 630 – 638.

LEHOTAY,S.J. 2005. Validation of a fast and easy method for the determination of residues from 229 Pesticides in fruits and vegetables using gas and liquid chromatography and mass spectrometric detection. J. AOAC International. 88(2): 595 – 614.

MACNEIL, J.D., J.R. PATTERSON, A.C. FESSER dan V.K. MARTZ. 1990. Determination of pentachlorophenol in Animal Tissues: A Canadian Perspective. J. Assoc. off. Anal.

Chem. 73(6): 838 – 841.

ORIZA SATIVA. 2011. Rice straw, paddy straw.

http://www.fao.org/ag/aga/agap/frg/afris/

Data/550.HTM (18/3/2011).

OSWEILER,G.D.,T.L.CARSON,W.B.BUCK and G.A.

VAN GELDER. 1976. Pentachlorophenol.

Clinical and Diagnostic Veterinary Toxivology. Kendall/Hunt. Pub. Co. pp.

339 – 342.

POCURULL,E.,G. SANCHEZ, F. BORRULL and R.M.

MORCE. 1995. J. Chromatogr. A 696: 31.

SCHENCK,F.J.,L.CALDERON and L.V.PODHORNIAK. 1996. Determination of organochlorine pesticide and polychlorinated biphenyl residues in fatty fish by tandem solid- phase extraction cleanup. J. AOAC International. 79(5): 1209 – 1214.

SWAMI, K dan R.S.NARANG. 1994. J. AOAC Int.

77: 1304.

WIKIPEDIA. 2010. Pentachlorophenol.

http://en.wikipedia.org/wiki/Pentachlorop henol (4/21/2010).

YUNINGSIH. 1997. Laporan Diagnostik. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.

(6)

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Seberapa cepat dan mudah analisa residu pestisida PCP yang dikembangkan?

2. Metode yang umum dilakukan untuk analisa PCP apa? Bagaimana metode lain kalau dibandingkan dengan metode yang dikembangkan?

Jawaban:

1. Waktunya sedikit 60 menit 2. Alat spektrofotometer G.C.

Metoda ini jauh lebih murah biayanya (tanpa instrumen)

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh efisiensi (BOPO) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap kinerja keuangan perusahaan

dilakukan pada tanggal 23 dan 25 februari tentang tingkat kecemasan pra operasi di paviliun mawar RSUD Jombang, bahwa dari 10 orang responden yang akan

Yang dilakukan dalam hal ini adalah membandingkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada saat penelitian di home industry peralatan dapur tradisional

Visi Panin Dai-ichi Life adalah menjadi perusahaan jasa keuangan terkemuka di Indonesia, yang mampu memberikan solusi inovatif yang dapat memuaskan kebutuhan nasabah baik di

Modul ini berupa garansi atas barang yang dijual perusahaan untuk diberikan kepada pelanggan atas kerusakan barang yang diterima. Sumber: Modul Accurate. Gambar

Tersedianya kamar jenazah yang standar dapat dipakai sebagai acuan oleh petugas kamar jenazah dalam memberikan mutu pelayanan yang baik bagi keluaga pasien.. ALUR PENANGANAN JENAZAH

Persebaran geografu dari hidrate di samudera dunia, berumur sekarang hingga Pleistosen dan bersifat air tawar ,tidak dapt dijelaskan dengan istilah ( batuan

….Beberapa dari mereka mengatakan dia adalah Dzulkarnain (si dua tanduk) karena dia mencapai lokasi dua “tanduk” dari matahari, timur dan barat, dimana matahari terbit dan